Jurnal Inovasi September 2015

Page 1

ISSN 1829-8079

INOVASI JURNAL POLITIK DAN KEBIJAKAN Vol. 12 No. 3, September 2015

Per an dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggar aan Pendidikan Di Amer ika Ser ikat (H. Syaiful Sagala) Str ategi Pengembangan Potensi Ker ajinan Masyar akat di Sumater a Utar a (Dumora Jenny Margaretha Siagian, Jonni Sitorus) Identifikasi Ber bagai Per masalahan Dan Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Moh. Sofyan Budiarto) Evaluasi Sistem Ir igasi Untuk Mendukung Pembangunan Ir igasi Di Sumater a Utar a (Sahat Christian Simanjuntak) Penilaian Petani Ter hadap Kebijakan Subsidi Benih (Joko Tri Haryanto) Faktor Penyebab Ker usakan J alan di Sumater a Utar a (Anton Parlindungan Sinaga) Str ategi Pemenuhan Kebutuhan Listr ik di daer ah Ter pencil Sumater a Utar a (Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni) Penguatan Institusi Lokal Dalam Mewujudkan Pembangunan Masyar akat Pesisir (Beti Nasution)

Diterbitkan oleh :

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Inovasi Vol. 12 No. 3

Hal. Medan ISSN 146 - 218 September 2015 1829 - 8079

Terakreditasi sebagai Majalah Berkala Ilmiah dengan Nomor Akreditasi: 532/AU2/P2MI-LIPI/04/2013


Volume 12, Nomor 3

September 2015

ISSN 1829-8079

Jurnal INOVASI adalah jurnal ilmiah bidang ilmu politik dan kebijakan yang terakreditasi dengan Nomor Akreditasi: 532/AU2/P2MI-LIPI/04/2013 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor : 377/E/2013 tanggal 16 April 2013 Jurnal INOVASI sebagai media litbang Provinsi Sumatera Utara memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dalam bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasan berpolitik yang terbit empat kali dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember.

Penanggung Jawab Redaktur

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Prof. Dr. H. Syaiful Sagala, S.Sos, M.Pd (Pendidikan, Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si (Kesehatan, Universitas Sumatera Utara) Prof. Dr. Marlon Sihombing MA (Kebijakan Publik, Universitas Sumatera Utara) Prof. Dr. Ir. Nurhayati, MP (Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara) Ir. Hendarman, M.Sc., PhD (Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) Iskandar Muda, SE, M.Si., Ak (Ekonomi, Universitas Sumatera Utara) Jonni Sitorus, ST., M.Pd (Pendidikan, Balitbang Provinsi Sumut)

Penyunting

Ir. E. Harso Kardhinata, M.Sc Porman Juanda Marpomari Mahulae, ST Nobrya Husni, ST Dumora Jenny Margaretha Siagian, ST Silvia Darina, SP Sahat C. Simanjuntak, ST Anton Parlindungan Sinaga, ST

Sekretariat

Ir. Hj. Ritha Lisda Lubis, M.Hum Drs. Darwin Lubis, MM Irwan Purnama Putra, SE

Mitra Bestari Volume 12 12, Nomor 3, September 2015 2015 Warjiyo (Kesejahteraan Sosial, Universitas Medan Area) Julaga Situmorang (Pendidikan, Universitas Negeri Medan) Sabam Malau (Pertanian, Universitas Nommensen Medan) Suzanna Eddyono (Sosiologi, Universitas Gajah Mada) Said Muzambig (Teknik, Institut Teknologi Medan) Zahari Zein (Lingkungan, Universitas Sumatera Utara)

Alamat Penerbit : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Tel. (061) 7866225; 7883016 - Fax. (061) 7866248 Website : http://balitbang.sumutprov.go.id Email : inovasibpp@gmail.com


PENGANTAR REDAKSI

Pembaca yang terhormat, Sesuai jadwal keberkalaannya, pada bulan September 2015 jurnal Inovasi hadir kembali dengan menyajikan berbagai tulisan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Pada edisi ini tulisan yang berjudul Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat menjadi tulisan pembuka. Tulisan ini dipilih menjadi pembuka karena mengemukakan bagaimana pentingnya tugas Dewan Pendidikan di Amerika Serikat yang bisa menjadi bahan pembelajaran bagi Indonesia. Tulisan lainnya adalah berjudul Strategi Pengembangan Potensi Kerajinan Masyarakat di Sumatera Utara, Identifikasi Berbagai Permasalahan dan Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal, Evaluasi Sistem Irigasi untuk Mendukung Pembangunan Irigasi di Sumatera Utara, Penilaian Petani Terhadap Kebijakan Subsidi Benih, Faktor Penyebab Kerusakan Jalan di Sumatera Utara, dan Strategi Pemenuhan Kebutuhan Listrik di Daerah Terpencil Sumatera Utara. Serta ditutup dengan tulisan mengenai institusi lokal yang berjudul Penguatan Institusi Lokal dalam Mewujudkan Pembangunan Masyarakat Pesisir. Kembali kami mengharapkan semoga tulisan-tulisan ini menjadi media bagi kita untuk mengetahui perkembangan dan mengevaluasi penelitian yang sudah pernah dilakukan. Terima kasih dan selamat membaca.

-Dewan Redaksi-


Volume 12, Nomor 3

September 2015

ISSN 1829-8079

Kata kunci yang di dicantumkan adalah istilah bebas. bebas. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak/dicopy tanpa ijin dan biaya. DDC 378 Syaiful Sagala

bentuk peraturan daerah terkait standar harga pemasaran, bahan baku, dan peralatan produk kerajinan.

Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat

Kata Kunci: Strategi Pengembangan, Kerajinan Daerah, Potensi, Industri

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan, September 2015, Vol 12, No.3, halaman 146 - 159

DDC 338.5 Moh. Sofyan Budiarto

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran dan fungsi Dewan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan di Amerika Serikat. Penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Temuan penelitian Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan adalah orang orang yang teruji kepeduliannya terhadap pembangunan masyarakat, mengetahui betul kebutuhan sekolah, relawan dan aktivis organisasi kemasyarakatan. Setiap State ada Dewan Pendidikan beranggotakan 5-9 orang, diantara State ada yang menunjuk langsung Dewan Pendidikan oleh Gubernur dan ada yang melalui pemilihan rakyat. Setiap County, District dan School ada Dewan Sekolah beranggotakan 5 orang sebagai hasil pemilihan rakyat setempat. Dewan Pendidikan dan Dewan Sekolah dapat mengambil kebijakan sesuai kewenangan masing masing mengenai kurikulum, pengangkatan kepala sekolah, pengangkatan personel sekolah, dan berbagi kebijakan lain yang melekat pada peran dan fungsinya sesuai kewenangan yang diatur oleh Undang undang.

Identifikasi Berbagai Permasalahan Dan Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal

Kata kunci: dewan pendidikan, superintendent, pendidikan, kebijakan DDC 307.12 Dumora Jenny Margaretha Siagian, Jonni Sitorus Strategi Pengembangan Potensi Kerajinan Masyarakat Di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan, September 2015, Vol 12, No. 3, halaman 160 - 169 Tulisan ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan potensi kerajinan masyarakat Sumatera Utara. Jenis penelitian merupakan kualitatif dengan pendekatan fenomatical. Data dianalisis secara deskriptif. Untuk menentukan strategi pengembangan potensi kerajinan, digunakan analisis SWOT. Hasil menunjukkan bahwa strategi yang digunakan untuk mengembangkan produk kerajinan adalah pemantapan manajemen dan SDM, pengoptimalan bahan baku, proses dan hasil produksi, pemasaran, fasilitas dan finansial. Direkomendasikan kepada: Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Sosial, dan/atau Dinas Tenaga Kerja untuk melakukan pelatihan terkait teknik mendesain, pelatihan pengelolaan modal kerja, perencanaan penyediaan (suplai) bahan baku, dan pengelolaan saluran distribusi pemasaran; dan Kepala Daerah agar membuat kebijakan dalam

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan, September 2015, Vol 12, No.3, halaman 170 - 177 Tulisan ini bertujuan menganalisis masalah-masalah yang muncul sebagai dampak (Problem-Cause) pengembangan KTDT dan menganalisis pengaruh dan peran para pihak yang terlibat dalam pengembangan kampung ternak dombing terpadu. Hasil problem tree analysis menunjukan bahwa masalah utama adalah kesejahteraan warga Cinyurup masih rendah belum sesuai dengan target awal dibentuknya Kampung Ternak Dombing Terpadu, karena terkait sumbersumber pendapatan dari budidaya tanaman sayuran, beternak dombing dan hasil lainnya belum memberikan kontribusi maksimal kepada kesejahteraan. Potensi yang ada masih dikelola secara parsial, belum meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat Cinyurup. Hasil analisa stakeholder menunjukkan bahwa kontribusi beberapa stakeholder sangat berpengaruh dan berperan signifikan dalam menentukan tingkat keberhasilan pengembangan KTDT yaitu petani, pembeli dan kelompok tani, sementara beberapa stakeholder yang lain tidak signifikan dalam perannya yaitu perguruan tinggi dan Perhutani. Pemerintah Kabupaten Pandeglang segera melakukan penyempurnaan dan pengembangan implementasi kebijakan dan strategi terkait KTDT dengan melibatkan peran stakeholder yang memiliki pengaruh signifikan. Kata kunci: Kampung Ternak Dombing Terpadu (KTDT), Problem Tree Analysis, Stakeholder Analysi, Kabupaten Pandeglang. DC 378 Sahat C. Simanjuntak Evaluasi Sistem Irigasi untuk Mendukung Pembangunan Irigasi di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan, September 2015, Vol 12, No. 3, halaman 178 - 185 Tujuan dari tulisan ini adalah melakukan evaluasi terhadap sistem irigasi (prasarana irigasi dan pengelolaan irigasi) dalam mendukung pembangunan irigasi di Sumatera Utara. Hasil evaluasi terhadap sistem irigasi dalam mendukung pembangunan irigasi di Sumatera Utara diperoleh kinerja prasarana irigasi termasuk dalam kategori cukup baik dengan


komponen kinerja terbaik terdapat pada subindikator ketersediaan air menurut waktu dan komponen kinerja terendah terjadi pada sub indikator jumlah dan kualitas bangunan sadap. Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota agar meningkatkan peran dan tanggun jawabnya dalam pengembangan sistem irigasi di Sumatera Utara baik dalam penguasaan air/sumbernya, distribusi dan alokasi air, serta pembangunan dan pemeliharaan bangunan air atau jaringan irigasi maupun organisasi pengelola (dinas terkait, P3A, Komisi Air dan lain-lain) pada daerah irigasi. Kata Kunci : Daerah Irigasi, Sistem Irigasi, Jaringan Irigasi, Pengelolaan Irigasi DDC 631.52 Joko Tri Haryanto Penilaian Petani Terhadap Kebijakan Subsidi Benih Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan, September 2015, Vol 12, No.3, halaman 186 - 193 Untuk mencapai tujuan swasembada pangan, alokasi subsidi benih perlu dilakukan evaluasi terkait efektivitas dan ketepatan sasaran penerima. Untuk mengukur efektivitas dan ketepatan penerima alokasi subsidi benih, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi survei data primer. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa peran benih sebetulnya sangat signifikan. Namun sayangnya, alokasi subsidi benih dari APBN kepada petani melalui Gapoktan di Kabupaten Bantul tersebut, ternyata belum memenuhi kaidah efektivitas dan ketepatan sasaran. Banyak petani yang justru tidak merasa mendapatkan subsidi karena harus membeli benih dengan harga komersial. Birokrasi dan administrasi juga dirasa sangat besar khususnya dalam hal pendistribusian dari produsen ke petani. Sebagai bahan rekomendasi, pemerintah perlu terus mengedepankan perbaikan mekanisme subsidi benih tersebut. Dari sisi metodologi, ke depannya daerah sampel perlu diperluas baik dari sisi jumlah responden maupun daerah terpilihnya.

DDC 537.1 Porman Juanda Mahulae, Nobrya Husni Strategi Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Daerah Terpencil Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan, September 2015, Vol 12, No. 3, halaman 204 - 210 Tulisan ini bertujuan untuk menentukan prioritas strategi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi listrik di desa-desa terpencil yang belum terlistriki, dengan memanfaatkan sumberdaya energi terbarukan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Dari hasil analisis EFE disimpulkan bahwa faktor peluang yang paling dominan dalam usaha pemenuhan kebutuhan listrik di desadesa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal adalah faktor adanya program mewujudkan Desa Mandiri Energi, faktor ancaman yang paling dominan adalah faktor perizinan. Faktor kekuatan yang paling dominan berdasarkan hasil analisis IFE adalah faktor tersedianya potensi energi terbarukan lokal, sedangkan faktor kelemahannya adalah tidak tersedianya detail data lokasi, jenis sumberdaya dan metode konversi energi. Dua strategi prioritas utama adalah: Pemetaan lokasi desa tak terlistriki dan sumberdaya energi terbarukan yang tersedia, dilengkapi hasil studi kelayakan dan Detail Engineering Desain; dan strategi pengusulan desa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal masuk dalam program Desa Mandiri Energi. Rekomendasi penelitian ini adalah agar Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dapat melaksanakan pemetaan sumberdaya energi terbarukan yang tersedia, yang kemudian mengusulkan ke 31 (tiga puluh satu) desa tak teraliri listrik yang ada di wilayah tersebut, masuk dalam program Desa Mandiri Energi yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat. Kata kunci : energi terbarukan, listrik, desa tidak terlistriki, Kabupaten Mandailing Natal

Kata Kunci: subsidi benih, efektivitas dan efisiensi, saprodi, produktivitas, Kabupaten Bantul .

DDC 306 Beti Nasution

DDC 625.7 Anton Parlindungan Sinaga

Penguatan Institusi Lokal Dalam Mewujudkan Pembangunan Masyarakat Pesisir

Faktor Penyebab Kerusakan Jalan Di Sumatera Utara

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan, September 2015, Vol 12, No. 3, halaman 211 - 218

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan, September 2015, Vol 12, No.3, halaman 194 – 203 Tujuan ini adalah mengidentifikasi permasalahan kerusakan jalan di propinsi Sumatera Utara, khususnya yang disebabkan oleh muatan kendaraan. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini hanya mengkaji faktor utama yang mempengaruhi kondisi jalan yang terutama disebabkan oleh muatan kendaraan yang berlebih. Faktorfaktor penyebab secara umum disebabkan sistem drainase yang tidak baik, sifat material konstruksi perkerasan yang kurang baik, iklim, kondisi tanah yang tidak stabil, perencanaan lapis perkerasan yang tipis, proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan yang kurang sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi, yang saling terkait dan mempengaruhit sehingga perlu di sosialisasikan pada masyarakat umum terutama pengguna jalan tentang peraturan – peraturan lalu-lintas dan kerugian yang akan timbul apabila mengangkut beban yang melebihi muatan.

Tujuan ini adalah untuk menganalisis keberadaan institusi lokal dalam kehidupan masyarakat pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai, dan mengetahui peranan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam penguatan institusi lokal untuk mewujudkan pembangunan masyarakat pesisir. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa; Institusi lokal memberi arti bagi pembangunan masyarakat seperti adanya musyawarah mufakat, gotong royong membantu yang sakit dan kemalangan. Disamping itu keberadaan Perwiri dan Yasin kaum ibu ternyata berfungsi sekali dalam pembangunan bahkan berpotensi dalam pembangunan ekonomi jika dikembangkan dengan membentuk koperasi misalnya. Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai belum berperan dalam penguatan institusi yang dapat dilihat dari belum adanya kebijakan tertulis untuk penguatan institusi lokal, sehingga keberadaan institusi lokal belum memberikan manfaat yang maksimal bagi pembangunan khususnya masyarakat pesisir.

Kata kunci : kerusakan jalan, Sumatera Utara, muatan beban

Kata kunci: Penguatan institusi lokal, pembangunan, masyarakat pesisir, Kabupaten Serdang Bedagai.


Volume 12, Nomor 3

September 2015

ISSN 1829-8079

The discriptors given are keywords. The abstrack sheet may by reproduced/ copied without permission or charge DDC 378 Syaiful Sagala

DDC 338.5 Sofyan Budiarto

Role and Function of The Board of Education in The Implementation of Education in The United States

Identification of Various Issues and Stakeholders in Local Economic Development

Inovasi, Journal of Politics and Policy, September 2015, Vol 12, No. 3, p. 146 - 159

Inovasi, Journal of Politics and Policy, September 2015, Vol 12, No. 3, p. 170 - 177

This article aim to know how the board of education’s function in the implementation of education in United States. This study is a case study with qualitative approach. In the finding of study, Board of School and Board of Education are people who care about society development, who know school needs, volunteer and society organization activist. Board of Education consists of 5-9 person in every state. Board of Education is pointed directly by the Governor and society election. Board of School consists of 5 persons in every County, District, and School. Board of Education and Board of School can take a policy based on their authority about curriculum, The Formed of Principal and School Personel Management and sharing other policy which connected on the function of authority which arranged by Consitution.

This paper aims to analyze the problems that arise as a result (Problem-Cause) KTDT development program and analyze the influence and role of the parties involved in the development of the model. Problem tree analysis results indicate that the main problem is the welfare of Cinyurup society is still low not in accordance with the initial target formation KTDT, as they relate to the sources of income of vegetable crops, raising dombing and other results have not contributed to the highest level of prosperity. The potency is still managed a partially, yet increase the added value for Cinyurup society. Stekakeholders analysis showed significant influence and role in determining achievement level of KTDT development (cq. farmer, buyer, group of farmer), while some others are not significant stakeholders in the role (cq.University, Perhutani). Pandeglang government must evaluate the adopted strategy to make improvements and implementation of development policies and strategies related to KTDT and involve the role of stakeholders who possess significant influence.

Keywords: Board of Education, Superintendent, Education, Policy DDC 307.12 Dumora Jenny, Jonni Sitorus Development Strategy of The Potential of Craft Communities in North Sumatra Inovasi, Journal of Politics and Policy, September 2015, Vol 12, No. 3, p. 160 - 169 This paper aims to formulate strategies for the development of the potential of Northern Sumatra crafts people. This type of research is a qualitative, by approaching fenomatical. To determine the development strategy of the potential of crafts people, used a SWOT analysis. Results showed that the strategy used to develop the handicraft products is strengthening of management and human resource, raw materials optimization, process and production, marketing, and financial facilities. Recommended to: the Department of Industry and Trade, Social Services, and / or the Department of Labor to conduct training related to engineering design, training, management of working capital, planning of raw materials supply, management of marketing distribution channel; and the Regional Head in order to make policy in the form of regulation related to the standard price of marketing, raw materials, and the equipment of handicraft products. Keywords: Development Strategy, the Regional Craft, Potential, Industry

Keywords: Integrated Sheap-Goats Farming System, KTDT, Stakeholder Analysis, Problem Tree Analysi, Pandeglang District. DDC. 627.52 Sahat C. Simanjuntak Evaluation of Irrigation System to Support Development of Irrigation in North Sumatra Inovasi, Journal of Politics and Policy, September 2015, Vol 12, No. 3, p. 178 - 185 This article aim to evaluate the irrigation system (irrigation infrastructure and irrigation management) to support the development of irrigation in North Sumatra. Results of evaluation of the irrigation system in supporting the development of irrigation in North Sumatra obtained performance of the irrigation infrastructure included in the category quite well with the best performance of the components contained in the sub-indicators of water availability over time, and the lowest performance components occur at sub-indicators the number and quality of the tap building. Central Government, Provincial and Regency / City in order to enhance the role and responsibilities in the development of irrigation systems in North Sumatra, both in the control of water / source, distribution and allocation of water, and development and maintenance of building water or irrigation network and management


organizations (agencies related, P3A, Water Commission and others) in the irrigation area. Keyword : Regional Irrigation, Irrigation Systems, Irrigation, Irrigation Management DDC 631.52 Joko Tri Haryanto Farmer Assessment of Seed Subsidy Policy Inovasi, Journal of Politics and Policy, September 2015, Vol 12, No. 3, p. 186 - 193 In achieving food self-sufficiency, it turns out seed subsidy allocation is necessary to evaluate the effectiveness and accuracy associated beneficiaries. To measure the effectiveness and accuracy of the allocation of seed subsidy recipient, the study was conducted using the methodology of the survey of primary data. From the analysis it can be seen that the seed is actually very significant role. Unfortunately, the allocation of subsidies from the state budget seeds to farmers through Gapoktan in Bantul district, it appeared not meet the rules of the effectiveness and targeting accuracy. Many farmers feel that it does not get subsidies having to buy seeds at commercial prices. Bureaucracy and administration are also considered very large, especially in terms of the distribution from the producer to the farmer. For the recomendations, government must continue to prioritize the improvement of the mechanism of seed subsidies. In terms of methodology, to the front area of the sample needs to be expanded both in the number of respondents and local election. Keywords: seed subsidy, efficiency and effectivity, farmer production facilities, productivity, Bantul District. DDC 625.7 Anton Parlindungan Sinaga Factors Causing The Damage To The Road In North Sumatra Inovasi, Journal of Politics and Policy, September 2015, Vol 12, No. 3, p. 194 - 203 This paper aims to identify the problems of road damage in North Sumatra province, especially those caused by vehicle load. This type of research is a qualitative descriptive approach. This study only examines the main factors affecting road conditions mainly due to the excessive load vehicle. From the study obtained causative factors in general due to the drainage system is not good, the material properties of pavement construction unfavorable, climate, soil conditions are unstable, planning pavement thin, the process of implementation of construction work pavement which is less in accordance with the provisions in the specification, are interrelated and need to be socialized to the general public, especially road users about traffic regulations and the loses that would arise if a load exceeding the charge. Keyword : road damage, North Sumatra, cargo load DDC 537.1 Porman Juanda Mahulae, Nobrya Husni Strategy of Electricity Fulfillment in The Remote Area of North Sumatera Province Inovasi, Journal of Politics and Policy, September 2015, Vol 12, No. 3, p. 204 - 210 This article aims to determine priorities strategic to do Mandailing Natal District through local government, in an effort to accelerate the electrical energy needs in remote villages that have not electrical energy in the area, using local renewable available energy resources. This research using quantitative and qualitative method. From the analysis EFE concluded that the

most dominant factor to accelerate the electrical energy needs in remote villages that have not electrical energy in the area, using local renewable available energy resources in Mandailing Natal is for realizing the program Desa Mandiri Energi factor, the most dominant threat factor is the licensing factor. The most dominant strenght factor is based on the results of the IFE analysis is a the availability of local potential renewable energy factor, while the weakness factor is the unavailability of detailed data of the location, the type of resource and energy conversion methods. Two main priority strategies are: Mapping of the location of the village that have not electrical energy and renewable energy resources available, include the results of feasibility studies and Detail Engineering Design (DED); and the village propose strategy of that have not electrical energy in Mandailing Natal into the Desa Mandiri Energi program. Recommendation of this research is that District Government of Mandailing Natal need to do mapping of available renewable energy, complete with the feasibility study and DED. Thus, propose the 31 village with no electrical on the area for Desa Mandiri Energi program that initiate by Central Government. Keywords: renewable energy, electrical, villages without electricity, Mandailing Natal District

DDC 306 Beti Nasution The Fulfillment Of Children's Health Rights In The North Sumatra Coastal Areas Inovasi, Journal of Politics and Policy, June 2015, Vol 12, No. 2, p. 108-119 This paper aims to analyze how does the existence oflocal institution the life of coastal communities in Serdang Bedagai. And how is the government's role Serdang Bedagai in strength hening local institutions to realize the development of coastal communities. This research uses qualitative descriptive method. The analysis showed that; Local institutionsare essential tothe development of society as the consensus, mutual cooperation petrified pain and misfortune. Besides,the presence of Perwiridan Yasin mothers turned out to function once the development potential in economic development even if itis developed by forming cooperatives for example. Government Serdang Bedagai not play a role in strengthhening institutions that can be seen from the absence of a written policy to strengthen local institutions, so that the existence of local institutions yet provide the maximum benefit for the development of coastal communities especially. Keywords: Strengthening local institutions, development of coastal communities, Serdang Bedagai District.


Volume 12, Nomor 3

September 2015

ISSN 1829-8079

DAFTAR ISI Halaman Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Di Amerika Serikat

146-159

(H. Syaiful Sagala) Strategi Pengembangan Potensi Kerajinan Masyarakat di Sumatera Utara

160-169

(Dumora Jenny Margaretha Siagian, Jonni Sitorus) Identifikasi Berbagai Permasalahan Dan Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal

170-177

(Moh. Sofyan Budiarto) Evaluasi Sistem Irigasi Untuk Mendukung Pembangunan Irigasi Di Sumatera Utara

178-185

(Sahat Christian Simanjuntak) Penilaian Petani Terhadap Kebijakan Subsidi Benih

186-193

(Joko Tri Haryanto) Faktor Penyebab Kerusakan Jalan di Sumatera Utara

194-203

(Anton Parlindungan Sinaga) Strategi Pemenuhan Kebutuhan Listrik di daerah Terpencil Sumatera Utara

204-210

(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni) Penguatan Institusi Lokal Dalam Mewujudkan Pembangunan Masyarakat Pesisir

(Beti Nasution)

211-218


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 146 - 159

Hasil Penelitian PERAN DAN FUNGSI DEWAN PENDIDIKAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI AMERIKA SERIKAT

(ROLE AND FUNCTION OF THE BOARD OF EDUCATION IN THE IMPLEMENTATION OF EDUCATION IN THE UNITED STATES) H. Syaiful Sagala Universitas Negeri Medan Sumatera Utara Email: Syaiful_sagala@yahoo.com

Diterima: 17 Juni 2015; Direvisi; 03 Agustus 2015; Disetujui; 25 Agustus 2015

ABSTRAK Pendidikan di Amerika Serikat memiliki ciri memberdayakan, dan orientasi yang jelas. Model manajemen sekolah didukung oleh Board of Education dan Superintendent dengan fungsi, tugas, dan kewenangan yang berbeda tetapi dalam satu sistem manajemen pendidikan yang saling melengkapi. Sedangkan di Negara Negara berkembang pemberdayaan masih terhalang oleh sikap feodalistik sebagian masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran dan fungsi Dewan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan di Amerika Serikat. Penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data dan informasi dilakukan melalui pengamatan dan wawancara yang diperoleh melalui Focus Group Discussion. Data tertulis diperoleh dari dokumen dokumen tertulis yang terkait dengan penelitian. Tempat penelitian ini adalah U. S. Departement of Education Office of Elementary and Secondary Education di Washington DC, Seminole County School Board Orlando Florida, dan Superintendent Departement of Education California. Temuan penelitian Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan adalah orang orang yang teruji kepeduliannya terhadap pembangunan masyarakat, mengetahui betul kebutuhan sekolah, relawan dan aktivis organisasi kemasyarakatan. Setiap State ada Dewan Pendidikan beranggotakan 5-9 orang, diantara State ada yang menunjuk langsung Dewan Pendidikan oleh Gubernur dan ada yang melalui pemilihan rakyat. Setiap County, District dan School ada Dewan Sekolah beranggotakan 5 orang sebagai hasil pemilihan rakyat setempat. Dewan Pendidikan dan Dewan Sekolah dapat mengambil kebijakan sesuai kewenangan masing masing mengenai kurikulum, pengangkatan kepala sekolah, pengangkatan personel sekolah, dan berbagi kebijakan lain yang melekat pada peran dan fungsinya sesuai kewenangan yang diatur oleh Undang undang. Kata kunci: dewan pendidikan, superintendent, pendidikan, kebijakan

ABSTRACT Education in the United States has a characteristic empower, and a clear orientation. School management model is supported by the Board of Education and Superintendent with the functions, duties, and responsibilities are different but in one system manajamen complementary education in the state. Meanwhile empowering developing countries is still hindered by the feudalistic attitude of some community members. This study is conducted to know how the board of education’s function in the implementation of education in United States. This study is a case study with qualitative approach. Data and information are done through observation and interview obtained through focus group discussion. The written data is gained from written documents which related to this study. The locations of this study are United States Departement of Education Office of Elementary and Secondary Education at Washington DC, Seminole County School Board Orlando, Florida, and Superintendent Departement of Education California. In the finding of study, Board of School and Board of Education are people who care about society development, school needs, volunteer and society organization activist. Board of Education consists of 5-9 person in every state, Board of Education is pointed directly by the Governor and society election. Board of School consists of 5 persons in every County, District, and School. Board of Education and Board of School can take a policy based on their authority about

146


Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat (H. Syaiful Sagala) curriculum, The Formed of Principal and School Personel Management and sharing other policy which connected on the function of authority which arranged by Consitution. Keywords: Board of Education, Superintendent, Education, Policy

Amerika Serikat tidak punya mandat untuk mengontrol atau mengadakan pendidikan untuk masyarakat. Adapun ketentuan dan aturan pemerintah federal mengenai kelompokkelompok minoritas rasial dan orang-orang cacat. Pemerintah juga mendukung penelitian pendidikan. Tetapi Amerika Serikat tidak mempunyai sistem pendidikan yang berpusat. Namun demikian, tidak berarti bahwa pemerintah federal tidak memberikan arah dan pengaruh terhadap masalah pendidikan. Pemerintah federal juga ikut menghilangkan sistem sekolah yang memisahkan sekolah berdasarkan ras, khususnya antara orang kulit hitan dan kulit putih. Pemerintah federal menyamakan alokasi pendanaan sekolah, menyediakan akses pendidikan bagi orang miskin dan orang cacat. Sebagaimana dikutip oleh Albab (2007) bahwa tujuan sistem pendidikan di Amerika antara lain (1) untuk mencapai kesatuan dalam kebhinekaan; (2) untuk mengembangkan citacita dan praktek demokrasi; (3) untuk membantu pengembangan individu; (4) untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat; dan (5) untuk mempercepat kemajuan nasional. Setiap negara bagian menyediakan pendidikan secara gratis selama 12 tahun mulai dari Taman KanakKanak sampai pada jenjang berikutnya. Dalam sistem pendidikan di Amerika Serikat terdapat beberapa pola pendidikan yaitu (1) taman kanak-kanak + pendidikan dasar ”grade” 1-8 + 4 tahun SLTA; (2) taman kanakkanak + sekolah dasar ”grade” 1-6 tahun + 3 tahun SLTP + 3 tahun SLTA; (3) taman kanakkanak + sekolah dasar ”grade” 1-4/5 + 4 tahun SLTP + 4 tahun SLTA; dan (3) setelah menyelesaikan pendidikan tingkat taman kanakkanak + 12 tahun pada beberapa buah negara bagian dilanjutkan 2 tahun pada tingkat akademi (junior community college) sebagai bagian dari sistem pendidikan dasar dan menengah. Pada pola pertama seorang siswa menamatkan pendidikan pada umur 17- 18 tahun. Pendidikan khusus mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Disamping itu pendidikan non formal tidak hanya di sponsori oleh badan pemerintah tapi juga badan swasta, serikat buruh-buruh, badan-badan keagamaan serta oleh individu yang kadang kala menjadikannya usaha bisnis. Pada tingkat pendidikan tinggi, struktur dan jenis/ jenjang pendidikan pada dasarnya

PENDAHULUAN Amerika Serikat, disingkat dengan AS, atau secara umum dikenal dengan Amerika saja, adalah sebuah negara republik konstitusional federal yang terdiri dari lima puluh negara bagian dan sebuah distrik federal. Negara ini terletak di bagian tengah Amerika Utara, yang menjadi lokasi dari empat puluh delapan negara bagian yang saling bersebelahan. Ibu kota pemerintahan AS adalah Washington, D.C. Amerika Serikat diapit oleh Samudra Pasifik dan Atlantik di sebelah barat dan timur, berbatasan dengan Kanada di sebelah utara, dan Meksiko di sebelah selatan. Dua negara bagian lainnya, yaitu Alaska dan Hawaii, terletak terpisah dari dataran utama Amerika Serikat. Negara bagian Alaska terletak di sebelah ujung barat laut Amerika Utara, berbatasan dengan Kanada di sebelah timur dan Rusia di sebelah barat, yang dipisahkan oleh Selat Bering. Sedangkan negara bagian Hawaii adalah sebuah kepulauan yang berlokasi di Samudra Pasifik. Dengan luas wilayah 3,79 juta mil persegi (9,83 juta km2) dan jumlah penduduk sebanyak 315 juta jiwa, Amerika Serikat merupakan negara terluas ketiga atau keempat di dunia, dan terbesar ketiga menurut jumlah penduduk. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang paling multietnik dan paling multikultural di dunia, yang muncul akibat adanya imigrasi besar-besaran dari berbagai penjuru dunia. Iklim dan geografi Amerika Serikat juga sangat beragam dan negara ini menjadi tempat tinggal bagi beragam spesies. Amerika Serikat tergolong ke dalam negara maju pasca industri, dan merupakan negara dengan perekonomian termaju di dunia, dengan perkiraan PDB 2012 sekitar $15,6 triliun – 19% dari PDB global menurut kemampuan berbelanja pada tahun 2011. PDB perkapita AS adalah yang terbesar keenam di dunia pada 2010. Majunya perekonomian Amerika Serikat didorong oleh ketersediaan sumber daya alam yang melimpah, infrastruktur yang dikembangkan dengan baik, dan produktivitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi. Amerika Serikat menjadi produsen terbesar di dunia dan menjadi yang terdepan dalam bidang ekonomi, budaya, pendidikan, politik, dan pemimpin dalam riset ilmiah dan inovasi teknologi. Karakteristik utama sistem pendidikan di Amerika Serikat adalah sangat menonjolnya desentralisasi. Pemerintah federal

147


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 146 - 159

peluang pendidikan; dan (4) meningkatkan produktivitas nasional; dan memperkuat pertahanan/ ketahanan nasional. Bentuk intervensi pemerintahan pusat tidak dalam bentuk penentuan materi ajar tetapi dalam bentuk usulan-usulan maupun program pendanaan dengan tujuan-tujuan tertentu. Amerika Serikat sendiri telah lama merintis dan melaksanakan sistem pendidikan sehingga banyak negara yang mengirimkan warganya untuk belajar di amerika serikat. Karakteristik utama politik sistem pendidikan Amerika Serikat menurut catatan Albab (2007) adalah menonjolnya desentralisasi. Pemerintah Pusat sangat memberi otonomi seluas-luasnya kepada Pemerintah di bawahnya, yaitu Negara Bagian dan Pemerintah Daerah (Distrik). Meskipun Amerika Serikat tidak mempunyai sistem pendidikan yang terpusat atau yang bersifat nasional, akan tetapi bukan berarti tidak ada rumusan tentang tujuan pendidikan yang berlaku secara nasional. Pendidikan di Amerika menerapkan model penerapan konsep sekuler-kapitalisme. Masalah pendidikan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah Amerika Serikat adalah (1) dinamika perubahan sosial masyarakat Amerika Serikat yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir sangat mempengaruhi pendidikan. Mulai dari tingkat pra sekolah sampai ke perguruan tinggi. Sebagai hasil emansipasi yang sejak lama diperjuangkan di Amerika. Hampir semua wanita sudah mendapatkan pendidikan yang sama dengan pria dan selanjutnya kebanyakan wanita sudah mendapat tempat yang sangat luas dalam lapangan kerja, baik bagi mereka yang belum berkeluarga maupun yang sudah; (2) masyarakat Amerika Serikat saat ini dihadapkan pada masalah tingkat perceraian keluarga yang sangat tinggi dan mungkin yang tertinggi di antara negara-negara di dunia. Akibatnya adalah makin banyak anak-anak yang hidup atau tinggal dengan satu orang tua (umumnya dengan ibu) yang mau tidak mau harus bekerja untuk hidup mereka; dan (3) sistem pendidikan Amerika Serikat memiliki berbagai badan-badan resmi yang berfungsi sebagai instrumen monitoring dan evaluasi pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian dan informasi yang dikumpulkan diketahui bahwa kualitas pendidikan Amerika Serikat mengalami kemunduran yang cukup serius dan hal ini telah menjadi isu yang sangat hangat yang dipublikasikan oleh berbagai media masa sejak tahun 1980-an. Dengan mengembangkan pola Desentralisasi, maka manajemen pendidikan di

dikelompokkan dalam tiga bentuk baik pendidikan tinggi negeri maupun swasta yaitu (1) pendidikan tinggi 2 tahun yang lazim disebut junior community atau technical college memberikan sertifikat dan kadang kala memberikan gelar Associate of Arts (AA); (2) pendidikan tinggi 4 tahun yang menyediakan pendidikan strata 1 (S-1) disamping pendidikan profesional (program diploma) level ini lazim disebut undergraduate tamatan program S-1 diberi gelar Bachelor of Arts (BA) atau Bachelor of Science (BS); dan (3) universitas yang biasanya terdiri dari berbagai fakultas yang menyediakan program-program diploma, S-1, pascasarjana S-2 (master) dan kebanyakan menyediakan program doktor S-3. Para lulusan program S-2 diberi gelar Master of Arts (MA) atau Master of Science (MS). Lulusan program Doctor (S-3) diberi gelar Doctor of Philosphy (Ph.d) atau Doctor of Education (Ed.D) dalam bidang-bidang tertentu seperti kedokteran, hukum, teologi, bisnis. Pada level S-3 tersedia program-program spesialis. Dalam sejarah pendidikan Amerika Serikat, pendidikan sudah menjadi tanggung jawab pemerintah negara bagian dan masyarakat setempat. Walaupun demikian semenjak tahun 1872 pemerintah telah ikut campur tangan mulai dari memberikan tanah negara guna membantu membangun sekolah. Semenjak tahun 1979 dibentuk sebuah departemen pendidikan federal yang dipimpin oleh seseorang yang setaraf sekretaris kabinet yang memegang tugas melaksanakan kebijakan pemerintah dalam pendidikan. Sumber keuangan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah berasal dari daerah kabupaten dan sumber-sumber lokal lainnya yang sebagian besar berasal dari pajak negara bagian. Kebiasaan otonomi yang sudah lama dan kuat serta keadaan masyarakat sangat mempengaruhi bentuk kurikulum serta cara mengajar di Amerika Serikat. Bagian pendidikan negara bagian menggariskan kurikulum dengan tingkat variasi yang cukup besar dan memberi peluang pada daerah setempat. Disini tidak ada kurikulum nasional yang resmi artinya di Amerika dalam pendidikan dasar dan menengah tidak ada kurikulum nasional bahkan tidak ada kurikulum negara bagian. Apa yang ada hanyalah semacam standar-standar kompetensi lulusan yang ditetapkan pemerintahan negara bagian ataupun pemerintahan lokal. Walaupun begitu pemerintah federal (pusat) diberi wewenang terbatas untuk mengintervensi dalam masalah pendidikan bila terkait dengan empat hal yaitu (1) memajukan demokrasi; (2) menjamin kesamaan dalam

148


Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat (H. Syaiful Sagala)

Amerika Serikat dikelola berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masrakat Negara Bagian dan Pemerintah Daerah setempat (Albab, 2007). Di tingkat nasional (federal/pusat) dibentuk satu departemen, yaitu Departemen Pendidikan Federal. Departemen ini dipimpin oleh seorang setaraf Sekretaris Kabinet. Tugas departemen ini adalah melaksanakan semua kebijakan pemerintah federal dalam sektor pendidikan di semua tingkatan pemerintahan dan untuk semua jenjang pendidikan. Tetapi, karena sebagian besar kewenangan dan tanggung jawab pendidikan sudah diserahkan kepada Negara Bagian dan Pemerintah Daerah, maka Departemen Pendidikan Federal hanya menjalankan monitoring dan pengawasan saja. Di tingkat Negara Bagian dibentuk sebuah badan yang diberi nama Board of Education. Badan ini berfungsi membuat kebijakan-kebijakan serta menentukan anggaran pendidikan untuk masing-masing wilayah (Negara Bagian) berkenaan dengan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Untuk menangani yang lebih teknis (tentang kurikulum sekolah, penentuan persyaratan sertifikasi, guru-guru, dan pembiayaan sekolah) dibentuk sebuah bagian pendidikan disebut Comissioner. Comissioner ini, sering juga disebut sebagai Superintendent dipimpin oleh seorang yang ditunjuk oleh Board of Education atau oleh Gubernur. Untuk beberapa Negara Bagian, pimpinan bagian Pendidikan ini dipilih oleh masyarakat. Sementara itu pada level operasional, pelaksanaan manajemen pendidikan dijalankan oleh unit-unit yang lebih rendah, bahkan banyak secara langsung dilaksanakan oleh masing-masing sekolah yang bersangkutan. Para pimpinan atau Kepala Sekolah pada prinsipnya memiliki kebebasan dan otonomi yang luas untuk menjalankan manajemen operasional pendidikan (Albab, 2007). Pemerintah Amerika Serikat pada tahun 2000, mencanangkan bahwa siswa-siswa AS adalah yang terbaik di dunia dalam bidang sains dan matematika. Untuk memenuhi pencanangan ini maka gebrakan yang dilakukan adalah (1) meningkatkan persyaratan untuk menamatkan suatu jenjang pendidikan; (2) melaksanakan test standar untuk mengukur keberhasilan siswa; (3) menjalankan sistem penilaian yang ketat terhadap guru sejalan dengan pembenahan jenjang karir bagi guru-guru; dan (4) memperbesar tambahan dana dari negara bagian bagi sekolah-sekolah. Tambahan dana baru ini pada umumnya dipakai untuk meningkatkan gaji guru yang kala itu masih berada pada taraf sangat rendah.

Akhirnya AS benar-benar memperoleh kemajuan di bidang pendidikan. Sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat menjadi top perguruan tinggi dunia seperti Harvard University, University of Chicago, University of California di Berkeley, dan perguruan tinggi lainnya Dari uraian di atas tampak bahwa pendidikan di Amerika Serikat memiliki ciri memberdayakan, dan orientasi yang jelas. Model manajemen sekolah di dukung oleh Board of Education dan Superintendent dengan fungsi, tugas, dan kewenangan yang berbeda tetapi dalam satu sistem manajamen pendidikan yang saling melengkapi. Dengan menggunakan model manajemen pendidikan yang lebih banyak kekuasaan pada pemerintah Federal dan Distric sebagai hasilnya pendidikan di Amerika Serikat termasuk kategori bermutu tinggi di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa memberdayakan telah lama diperaktekkan oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat. Sedangkan di negara-negara berkembang pemberdayaan masih terhalang oleh sikap feodalistik sebagian masyarakatnya. Masih mengandalkan otoritas atas kedudukan yang dimilikinya, masih perlu belajar menghargai karya karya terbaik masyarakatnya. Mengacu latar belakang penelitian ini, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam lagi secara khusus mengenai peran dan fungsi Dewan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan di Amerika Serikat. METODE Untuk mencapai tujuan, penelitian ini menggunakan desain studi kasus (case study) serta pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD) berupa pengamatan, wawancara yang didukung dengan dokumentasi (Yin, 1984). Perencanaan penelitian kualitatif oleh Lincoln dan Guba (1985) adalah skema atau program dari penelitian yang berisi outline tentang apa yang harus dilakukan peneliti mulai dari pertanyaan sampai pada analisis final yang dilakukan. Lokasi penelitian ini adalah U. S. Departement of Education Office of Elementary and Secondary Education di Washington DC, University of Central Florida di Orlando Florida bertemu dengan Seminole County School Board, dan California Departemen of Education di 1430 N Street Sacramento CA 95814. Lembaga dan tempat tersebut sekaligus menjadi situs penelitian ini. Pihak yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini, adalah Ms. Sambia Shivers Barclay, M. Ed sebagai Manager International

149


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 146 - 159

Visitors and Dignitaries pada U. S. Departement of Education, Ms. Karen Almond (School Board Member) Seminole County Public School, Mr. Boy Karns sebagai Human Resources and Professional Standards Seminole County Public Shools. Kemudian Ms. Megan A. Ellis, MA sebagai Strategic Initiatives Coordinator Office of the Chief Deputy Supeintendent California Departement of Education, Ms. Jeannie Oropeza sebagai Deputy Superintendent Departement of Education California, Mr. Tom Adams sebagai Division Director Curriculum Frameworks and Instructional Resources Division, dan Mr. James Johnson sebagai Administrator Special Education Division Student Support and Special Services Branch. Sebelum pengumpulan data dan informasi penelitian di AS, peneliti lebih dulu melakukan sejumlah pertemuan dengan Ms. Kathryn T. Crockart (Consul) dan Meta Christy (Economic Assistant) pada American Consulate di Medan. Kegiatan studi pendahuluan ini merencanakan langkah-langkah yang penting dilakukan dalam pengumpulan data penelitian di situs penelitian. Pengumpulan data penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam dalam kegiatan FGD, pengamatan yaitu hadir di ruang kelas saat pelajaran berlangsung, mengumpulkan dokumen tertulis yang menggambarkan data-data yang relevan dengan penelitian ini. Proses kerjanya di Consulate General AS Medan dimulai sejak Mei 2014 sebagai tahapan studi pendahuluan dan pengaturan mekanisme kunjungan ke situs penelitian. Kemudian 27 Oktober sampai 4 November 2014 dilakukan Focus Group Discussion (FGD) di situs (lokasi) penelitian. Prosesnya dilakukan dengan tahapan mengumpulkan dokumen tertulis mengenai Board of Education dan Board of Schools, persiapan FGD, dan selanjutnya melalui Ms. Wendy Cronin sebagai Deputy IVLP dan Ms. Sara Delson Program Officer Bureau of Educational and Cultulal Affairs pada Unitet States Departement of State (Kementerian Luar Negeri AS) peserta dan peneliti diundang untuk hadir dalam FGD yang dilaksanakan di sekolah, kantor Departement of Education di Washington dan Sacramento, University of Central Florida (pertemuan dengan Dewan Sekolah) yang menjadi situs penelitian ini. Informasi digali melalui wawancara mendalam dari key informan pada setiap FGD sebagai situs penelitian ini mengenai keadaan riel dan kebijakan mengenai Board of Education dan Board od Schools di wilayah kewenangannya masing masing. Informasi selanjudnya digali dari dokumen tertulis terkait

kebijakan pemerintah setempat mengenai Board of Education maupun Board of Schools. Peneliti juga melakukan pengamatan di Sekolah untuk melihat secara langsung implementasi hubungan Sekolah dengan Board dalam bentuk dukungan terhadap aktivitas pembelajaran. Setelah datanya dipandang jenuh, maka dilanjutkan dengan menganalisis seluruh data (wawancara, pengamatan, dan dokumen tertulis), data dipilah sesuai kategori kemudian dipaparkan dalam bentuk display data. Selanjutnya dianalisis untuk disimpulkan makna dari data penelitian. Untuk memperoleh keabsahan data dilanjutkan dengan mengklasifikasikan dan menguji data yang kredibel dengan uji trianggulasi kepada ahlinya dan pihak pihak yang berkompeten. Setelah dilakukan uji trianggulasi, selanjutnya data yang sudah dispesifikkan dianalisis dan dibahas dengan ahli penelitian kualitatif. Setelah dilakukan kajian mendalam, maka ditegaskan makna yang terungkap kemudan ditarik kesimpulan dan ditegaskan rekomendasi dari penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian ini menunjukkan bahwa struktur Dewan Pendidikan diatur oleh UU pendidikan masing masing State. Peran dan fungsi Dewan Pendidikan di Negara Bagian (State Board of Education Rules) di Negara Bagian Florida bertanggung jawab untuk organisasi dan kontrol dari sekolah publik kabupaten (District) dan Negara Bagian (State) diberdayakan untuk menentukan kebijakan yang diperlukan dalam operasi dan perbaikan umum sistem sekolah. Data penelitian ini mengungkapkan bahwa Dewan Pendidikan (Board of Education) memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan guru dan kepala sekolah. Di lain pihak Departemen Pendidikan Negara Bagian California (California, Department of Education disingkat CDE), berkomitmen untuk memastikan akses yang sama, adil, dan bermakna terhadap layanan ketenagakerjaan dan pendidikan. CDE tidak membedakan dalam praktek kerja, program edukasi, atau kegiatan pendidikan dasar dan/atau asosiasi dengan orang atau kelompok dengan satu atau lebih dari karakteristik aktual atau karakteristik usia, keturunan, warna, cacat, etnis, jenis kelamin, identitas gender atau ekspresi, informasi genetik, status perkawinan, kondisi medis, asal negara, afiliasi politik, kondisi kehamilan, ras, agama, jenis kelamin (termasuk pelecehan seksual), orientasi seksual, status Era Veteran Vietnam, atau dasar lainnya yang dilarang oleh

150


Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat (H. Syaiful Sagala)

undang-undang California negara bagian dan hukum non-diskriminasi Federal. Tidak semua basis diskriminasi berlaku untuk layanan pendidikan dan pekerjaan. Kantor Equal Opportunity bertugas mengawasi, memimpin, dan mengarahkan upaya CDE untuk memenuhi kewajiban hukum yang diatur dalam undang-undang negara bagian dan hak-hak sipil federal, peraturan di CDE dan pemberian layanan pendidikan. Negara Bagian California sangat menonjolkan akses yang sama dan berkeadilan, menentang dan melarang dengan keras diskriminasi dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Dewan pendidikan Negara bagian (The State Board of Education) California memiliki 11 anggota, yang semuanya ditunjuk oleh Gubernur dan melayani selama empat tahun masa bergiliran, dengan pengecualian dari anggota mahasiswa (dari 11 anggota satu diantaranya mahasiswa), yang melayani selama jangka waktu satu tahun, setelah itu digantikan oleh mahasiswa lainnya. Dewan Pendidikan Negara Bagian California membuat kebijakan untuk standar akademik, kurikulum, bahan ajar, penilaian dan akuntabilitas. Mengadopsi bahan ajar yang dipandang sesuai untuk digunakan di kelas TK sampai kelas delapan, mengadopsi peraturan untuk melaksanakan berbagai program yang dibuat oleh Legislatif, seperti piagam sekolah berprestasi, dan pendidikan khusus. Selain itu, Dewan Pendidikan Negara Bagian juga memiliki kewenangan untuk mengabulkan permohonan lembaga pendidikan lokal untuk keringanan ketentuan tertentu dari Negara. Untuk menggerakkan organisasi pendidikan pada tingkat pemerintah Federal ada Superintendent yang memimpin California Departement of Education (CDE), berfungsi sebagai pejabat eksekutif bagian dari pemerintahan California dan sekretaris Dewan Pendidikan Negara Bagian. Anggota California Board of Education 2014 antara lain terdiri dari James Laird, (President) berpengalaman sebagai Term of office: 2012-2016, Board President in 2009, 2014, Board Vice President in 2008, 2013, Board Clerk in 2007, 2012, Board Member since 2004, dan Occupation: Deputy District. Attorney. Francine Scinto, (Vice President) berpengalaman sebagai Term of office: 20122016, Board President in 2001, 2005, 2010, Board Vice President in 1999, 2000, 2004, 2009, Board Clerk in 2008, 2013, Board member since 1996, dan Occupation: Business Owner. Lynn Davis, (Board Clerk) berpengalaman sebagai Term of office: 2014-2018, Board President in 2006, 2011, Board Vice President in

2005, 2010, Board Clerk in 2009, Board Member since 2002, Occupation: Business Owner. Jonathan Abelove, (Board Member) berpengalaman sebagai Term of office: 20142018, Board President in 1997, 2002, 2007, 2012, Board Vice President in 1995, 1996, 2006, 2011, Board Clerk in 2010, Board Member since 1994, dan Occupation: Business Owner. Tammie Bullard, (Board Member) berpengalaman dalam Term of office: 2012-2016, Board President in 1998, 2003, 2008, 2013, Board Vice President in 2002, 2007, 2012, Board Clerk in 2011, Board Member since 1996, dan Occupation: Self-employed. Superintendent maupun Board of Education adalah orang orang berpengalaman, bereputasi, berprestasi dan telah teruji kemampuan dan kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial dan pendidikan. Mereka yang dipercaya menjadi Superintendent maupun Board of Education adalah orang orang yang memiliki kompetensi dan kapabilitas termasuk kategori tinggi dan sangat tinggi. Data penelitian ini mengungkapkan bahwa peran dan fungsi Dewan Sekolah (The School Board) membatasi tindakan dalam hal menetapkan peraturan dan kebijakan dengan cara yang ditentukan oleh hukum dan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Dewan sekolah tidak akan terikat dengan cara dan tindakan apapun, para bagian dari anggota Dewan Sekolah individu atau setiap karyawan. Kecuali bila pernyataan atau tindakan tersebut sesuai yang diatur Undang Undang mengenai tindakan Dewan Sekolah yang dibenarkan. Wewenang dan tanggung jawab anggota dewan masing-masing sekolah tidak mencakup pelaksanaan kebijakan yang ditempuh oleh Dewan Sekolah. Anggota dewan masing-masing sekolah tidak memiliki wewenang dan tidak akan bertindak sebagai administrator sistem sekolah District, karena administrasi sekolah menjadi tanggung jawab manajemen sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah. Semua personil dari sistem sekolah District bertanggung jawab melalui Superintendent, untuk Dewan Sekolah sebagai suatu entitas dan tidak kepada anggota Dewan Sekolah masing-masing. Seorang anggota Dewan Sekolah sebagai individu berhak memperoleh informasi dan data yang lengkap yang diperlukan dalam keputusannya untuk pemilihan suara yang tepat pada setiap masalah yang datang sebelum Dewan Sekolah bertindak. Anggota Dewan Sekolah memiliki kewenangan hanya ketika Dewan Sekolah bertemu dalam sesi resmi dan dihadiri oleh

151


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 146 - 159

anggota rapat. Jika anggota Dewan Sekolah seorang saja tentu ini tidak dapat dikatakan sebagai Dewan Sekolah, tetapi sebagai individu yang kebetulan anggota Dewan Sekolah. Mereka dikatakan sebagai Dewan Sekolah dalam menentukan kebijakan jika lengkap 5 (lima) orang duduk bersama merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan. Duduk bersama dengan anggota lengkap dalam mengambil kebijakan baru dapat dikatakan sebagai Dewan Sekolah. Anggota Dewan Sekolah secara sendiri sendiri dapat mengunjungi sekolah-sekolah dan semua departemen District agar memperoleh data dan informasi yang diperlukan dan menghimpun informasi yang lebih baik tentang semua fase sistem sekolah District. Peran Dewan Sekolah sebagai badan, adalah bertindak secara kolektif, bukan individual. Hal ini untuk memenuhi informasi yang meluas dan kewajiban untuk mendengarkan keluhan warga yang datang kepadanya. Setiap keluhan yang sampai kepada anggota Dewan Sekolah disampaikan kepada Superintendent sebagaimana disebutkan oleh hukum. Dewan Sekolah terikat akan aturan yang mengatur peran dan kewenangannya sebagai Dewan Sekolah, tidak boleh bertindak atas subjektifitas individu anggota dewan sekolah. Aturan-aturan ini dapat diubah, dicabut, atau diadopsi dari aturan baru sesuai dengan ketentuan. Istilah "aturan "didefinisikan dalam bagian 120,52 (16) dalam Undang-Undang Florida, yakni 'aturan' bukan termasuk "kurikulum oleh satuan pendidikan". Dengan demikian, ''aturan" menghapus pengembangan atau resep kurikulum oleh Dewan Sekolah dari persyaratan prosedural yang ditetapkan sebagai keputusan aturan. Kecuali keadaan darurat, setiap usulan yang berkaitan dengan aturan, setiap pencabutan dalam aturan apa pun, atau adopsi aturan baru akan disampaikan kepada Dewan Sekolah. Masing-masing anggota Dewan Sekolah harus menerima data tertulis yang rinci dan dapat dipertanggungjawabkan dari proposal dan penjelasan proposal yang tertulis secara jelas. Setiap perubahan yang dipertimbangkan untuk aturan Dewan Sekolah akan dibagikan ke pusat biaya yang sesuai sebagai review dan masukan untuk periklanan. Superintendent (di Indonesia dapat disepadankan dengan melaksanakan tugas Dinas Pendidikan dan Pengawas tapi bukan penilik sekolah atau pengawas sekolah) harus memberikan pemberitahuan tertulis segera dan tepat sesuai publik dengan ketentuan pasal 120,54. Undang-Undang Florida menegaskan ketika Dewan Sekolah telah menetapkan bahwa

hal itu akan memberikan pertimbangan proposal untuk adopsi, perubahan, atau pencabutan aturan. Maka pemberitahuan kepada publik harus diiklankan dua puluh delapan (28) hari sebelum tanggal sidang. Pemberitahuan mencakup penjelasan singkat dan ringkas tujuan dan dampak aturan yang diusulkan, perkiraan dampak ekonomi bagi semua individu yang terkena aturan yang diusulkan atau perubahan, kewenangan hukum khusus untuk mengotorisasi tindakan Dewan Sekolah, dan lokasi di mana teks perubahan yang diusulkan dapat diperoleh. Setiap orang yang secara substansial dipengaruhi oleh aturan yang diusulkan, aturan perubahan, atau pencabutan aturan, dalam waktu dua puluh satu (21) hari setelah pemberitahuan dari niat untuk mengadopsi atau mencabut aturan tersebut. Pihak berkepentingan mengajukan permohonan tertulis kepada Dewan Sekolah untuk mencari penentuan administrasi sebagai validitas tindakan aturan yang diusulkan. Jika aturan baru yang diusulkan, aturan perubahan, atau pencabutan aturan yang diadopsi oleh Dewan Sekolah. Superintendent harus mengajukan salinan aturan tersebut segera di kantornya, dan mengubah kebijakan sesuai buku pegangan. Aturan tersebut akan berlaku efektif setelah diadopsi oleh Dewan Sekolah kecuali kemudian ditentukan di dalamnya. Aturan yang telah diadopsi oleh Dewan Sekolah merupakan aturan yang harus dipatuhi oleh sekolah dimana Dewan Sekolah mengadopsi aturan tersebut. Ketika Dewan Sekolah menentukan bahwa kesehatan masyarakat, keselamatan atau kesejahteraan terancam sebagai akibat dari aturan yang baru, maka tindakan segera diperlukan untuk melindungi kepentingan publik. Dewan Sekolah di setiap pertemuan yang dihadiri anggota rapat, mungkin mengadopsi aturan darurat, tanpa memenuhi masa tunggu sebagaimana diatur pada ayat (I), pendapat publik, dan persyaratan lain yang sejenis. Superintendent harus mencatat tanggal efektif untuk aturan darurat tersebut. Setiap aturan darurat tidak berlaku lebih dari 90 (sembilan puluh) hari sejak adopsi atau tanggal efektif. Ketika aturan darurat diadopsi dan Dewan Sekolah menentukan bahwa aturan tersebut harus diadopsi sebagai aturan permanen. Prosedur yang ditentukan dalam ayat (I) harus diikuti setidaknya enam puluh (60) hari sebelum tanggal berakhirnya aturan darurat. Setiap karyawan Dewan Sekolah (School Board Employee), warga, atau lembaga dapat mengajukan proposal aturan ke kantor Superintendent’s untuk dipertimbangkan. Salinan peraturan yang disusun harus tersedia

152


Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat (H. Syaiful Sagala)

untuk pemeriksaan di kantor Superintendent, kantor kepala sekolah (Principal’s School Office), di perpustakaan sekolah, dan perpustakaan umum. Salinan dari setiap aturan atau salinan peraturan Dewan Sekolah yang disusun harus tersedia untuk pembiayaan masyarakat dengan biaya yang sebenarnya. Salinan peraturan Dewan Sekolah ditugaskan untuk berbagai posisi di District yang ditentukan oleh Superintendent. Sebagai aturan yang diadopsi, diubah, atau dicabut, salinan perubahan tersebut harus disediakan oleh Superintendent untuk setiap pemegang kompilasi yang akan memasukkan semua perubahan yang diterima. Harus ada salinan kompilasi untuk semua anggota staf instruksional di setiap perpustakaan sekolah, di perpustakaan profesional masing-masing sekolah, atau di situs web District’s. Semua State, County, District, dan School. Kepala sekolah dinilai oleh Superintendent dan penilaiannya disusun oleh Dewan Sekolah. Dewan sekolah memiliki kewenangan menyusun instrument penilaian kepala sekolah, dan yang melaksanakannya adalah Superintendent. Kewenangan yang besar ini memberi efek pada kebijakan, oleh karena itu Dewan Sekolah adalah orang yang memiliki integritas tinggi, makanya pada setiap County ada Dewan Sekolah beranggotakan 5 orang sebagai hasil pemilihan rakyat. Mereka diberi mandat bertanggung jawab membuat kebijakan pendidikan, bertanggung jawab atas sekolah di tempatnya, menyetujui semua yang berhubungan dengan personel, dan bertanggung jawab terhadap rakyat. Federal dan State mengaudit kinerja Dewan Sekolah. Usul pengangkatan kepala sekolah diusulkan oleh Superintendent setempat dengan, memperhatikan pandangan dari orang tua siswa, Teachers Union (di Indonesia ada Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI atau lainnya), dan pihak pihak yang berkompoten dan berkaitan. Peran Teachers Union amat penting memberikan pertimbangan penentuan pengangkatan kepala sekolah. Atas usul Superintendent tersebut Dewan Sekolah memberi persetujuan dan selanjutnya Superintendent menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Kepala Sekolah dan juga SK pengangkatan personel lainnya yang diusulkan. Kewenangan Superintendent amat jelas yaitu mengusulkan pengangkatan kepala sekolah dan personel sekolah lainnya. Sedangkan kewenangan Dewan Sekolah juga jelas yaitu menyetujui usulan pengsangkatan kepala sekolah dan personel lainnya yang diajukan superintendent.

Dapat dicermati bahwa Dewan Pendidikan di Florida yang memiliki 67 County dan setiap County ada Dewan Pendidikan yang anggotanya dipilih oleh rakyat dengan jumlah bervariasi antara 5-9 orang anggota. Salah satu di antaranya adalah Dewan Sekolah di Seminole County. Sekolah umum daerah Seminole (Seminole County Public Schools) adalah sebuah District sekolah umum yang meliputi daerah Seminole di Florida. Di Seminole (Seminole County) ada Dewan Sekolah dipimpin oleh Ms. Tina Calderone, Ed.D. (School Board Chairman) seorang Bachelor of Science lulusan Central Connecticut State University, beliau menyelesaikan studi Masters bidang Educational Administration dan Doctorate bidang Educational Leadership dari University of Florida. Beliau juga memperoleh Certified School Board Member. Beliau juga aktivis berbagai organisasi yaitu Greater Seminole County Chamber of Commerce, Progress Energy-UCF Educational Leadership, Seminole County Library Advisory Board, America’s Charities, Central Florida Regional Hospital Women’s Advisory, Florida Hospital Altamonte Foundation, American Cancer Society, South Seminole Hospital Women’s Advisory, School Readiness Coalition, Seminole Behavioral Healthcare, Markham Woods Homeowners Association, Florida School Board Association and the Greater Sanford Chamber of Commerce. Sosok Ms. Tina Calderone, Ed.D adalah aktivis yang tekun dan tangguh. Anggota lainnya adalah Amy Lockhart (School Board Vice Chairman) beliau adalah aktivis Altamonte Community Zoological Board of Directors, FSBA (Florida School Board Association) Legislative Committee Voting Member, Gifted Advisory Committee, SCPS Foundation Grants for Great Ideas Committee, dan the Seminole County Value Adjustment Board. Kemudian lainnya adalah anggota yaitu KAREN ALMOND (School Board Member) adalah seorang aktivis yang juga tidak kenal lelah dan tangguh dalam menghadapi dan memecahkan berbagai persoalan. Aktif di berbagai organisasi nirlaba seperti Occupational License Review Board, Local Law Enforcement Block Grant Advisory Committee, Citizen’s Assessment Committee – Police Chief Selection 2001. Kemudian sebagai Chairman Parks & Recreation Special Events Advisory Committee, dan juga served as a Seminole County Representative on the Metro Plan Orlando Citizens Advisory Council for three years. Jeffrey Bauer sebagai School Board Member (data tidak tersedia).

153


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 146 - 159

Selanjutnya Dede Schaffner adalah Magister Administration and Supervision lulusan University of Central Florida. Beliau adalah pimpinan Rotary Rising Achievers Recognition Committee, and Scholarship Committee Chair of the Rotary Rising Achievers Recognition Committee, and Scholarship Committee, Seminole County Youth Commission, United Arts, Seminole County Boys and Girls Clubs, Business Advisory Board and The Foundation for Seminole. Dari data penelitian ini menunjukkan bahwa mereka yang terpilih menjadi anggota Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan adalah orang orang yang teruji kepeduliannya terhadap pembangunan masyarakat, aktivis organisasi kemasyarakatan, dan relawan. Bukan orang orang yang mengambil kesempatan untuk pencitraan apalagi mengambil keuntungan pribadi. Latar belakang Anggota Dewan Pendidikan boleh siapa saja tetapi merupakan tokoh masyarakat, bisa rangkap jabatan lain meskipun diharapkan yang penuh waktu lebih baik, ketua dipilih oleh anggota dalam rapat anggota. Sebagai anggota Dewan Pendidikan gaji dan kekayaannya terus di publish. Pengurus Dewan Sekolah di Seminole County Public Schools Florida adalah hasil pemilihan oleh rakyat setempat. Adapun pengurus Dewan Pendidikan (Board of Education) level State di California adalah ditunjuk dan diangkat oleh Gubernur. Struktur organisasi Dewan Pendidikan bersifat lokal, non partisan (indepenven) dengan masa jabatan 4 tahun untuk satu periode. Mereka adalah tokoh masyarakat, dan tidak ada mandat dari State seperti apa Dewan Pendidikan. Dewan Pendidikan bekerja mengembangkan kebijakan dan bertanggung jawab membuat kebijakan dengan landasan hukum yang jelas, tujuan yang jelas, dan cara kerja yang jelas yang berkaitan dengan kegiatan sekolah. Dewan Pendidikan dan Dewan Sekolah bertanggung jawab terhadap rakyat pemilih, dan mengambil kebijakan setelah mempertimbangkan dengan matang. Kebijakan Dewan Pendidikan adalah kebijakan yang sangat menguntungkan bagi District dan County dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan golongan (independent). Misi utama pendidikan di California adalah memberikan pendidikan berkelas dunia untuk semua siswa dan usia dini sampai dewasa. Departemen Pendidikan California memfasilitasi pendidik, siswa, dan orang tua secara bersama untuk melakukan inovasi sebagaimana dunia kerja dan berkembang dalam dunia yang

terhubung. State, County, District, dan School member adalah bukti bahwa praktek dan sumber daya sekolah di California memastikan bahwa semua siswa belajar dan berkembang dengan merespon kemajuan global. Kompetensi siswa merespon kemajuan global menempatkan sekolah itu bertaraf internasional. Dewan Pendidikan memberikan informasi kepada masyarakat atas apa yang mereka lakukan baik bersifat kebijakan maupun perencanaan dengan cara mempublikasikannya di media masa yang disepakati. Dewan Pendidikan tidak terlibat dalam menyusun kurikulum, tetapi ikut mengevaluasi kurikulum yang diajukan oleh sekolah. Dewan pendidikan Negara Bagian California (level State) tidak dipilih, tetapi ditunjuk oleh Gubernur dengan anggota 9 orang. Kriteria siapa yang akan ditunjuk menjadi anggota Dewan Pendidikan tergantung Gubernur. Sedangkan Dewan Pendidikan level County dan District dipilih oleh rakyat. Saat peneliti berada di Sacramento pada November 4, 2014 di County Sacramento menyaksikan salah satu TPS dilaksanakan pemilihan Dewan Pendidikan, Superintendent, dan board lainnya. Dalam pemilihan itu Tempat Pemungutan Suara (TPS) terdiri atas 528 TPS, di 7 Kota, dan 20 Districs School, sebanyak 683.000 pemilih. Peneliti diberi kesempatan menyaksikan salah satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sedang melakukan pemungutan suara dari pemilih, kemudian menyaksikan mesin untuk menghitung hasil suara pemilih di kantor Panitia Pemilihan Umum (KPU) di Sacramento. Perhitungan hasil pemilihan dilakukan menggunakan mesin dengan akurasi 100% dengan syarat pemilih memberikan tanda pada surat suara dengan benar. Hasilnya ditandatangani ketua KPU setempat dan keputusannya mengikat. Pada tanggal 4 November 2014 pukul 23.00 malam hari telah diketahui siapa orangnya sebagai Superintendent dan Dewan Sekolah County Sacramento California terpilih yang dipilih oleh rakyat. Kepala Superintendent dan Dewan Sekolah County Sacramento California dipilih oleh rakyat. Sedangkan Deputy Superintendent dan staf lainnya diangkat oleh Kepala Superintendent atas persetujuan Dewan Sekolah. Tugas Superintendent antara lain service for administration, finance, technology and information dan tugas lainnya dalam memberikan layanan kepada sekolah. Dewan Sekolah mempunyai kewenangan membentuk tim evaluasi kurikulum. Sedangkan State tidak memberikan mandatory, tetapi memberi dokumen kepada masyarakat untuk dinilai

154


Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat (H. Syaiful Sagala)

apakah kurikulum itu sesuai kebutuhan atau tidak. Tim evaluasi kurikulum akan mengundang pakar yang ahli bidang materi pelajaran sesuai mata pelajaran yang tersedia, dan pakar itu berpendidikan Ph. D. Kemudian mengundang orang tua siswa dan stakeholders lainnya yang memahami tentang mata pelajaran. Jika hasil evaluasi kurikulum telah final selanjutnya diserahkan ke Dewan Pendidikan dan didokumentasikan serta dipublikasikan untuk diketahui oleh masyarakat luas. Setelah 60 hari kemudian draft kurikulum yang dipublikasikan dan mendapat masukan dari masyarakat apa saja yang perlu diperbaiki dan apa saja yang dapat diteruskan, kemudian Dewan Pendidikan menentukan apakah menggunakannya atau tidak. Struktur organisasi Dewan Pendidikan bersifat lokal, non partisan (indepenvent) dengan masa jabatan 4 tahun untuk satu periode, terdiri dari tokoh masyarakat, dan tidak ada mandat dari State seperti apa Dewan Pendidikan. Dewan Pendidikan bekerja mengembangkan kebijakan dan bertanggung jawab membuat kebijakan berlandasan hukum yang jelas, tujuan yang jelas, dan cara kerja yang jelas berkaitan dengan kegiatan sekolah. Kebijakan diambil setelah dipertimbangkan dengan matang, diperkirakan kebijakan itu sangat menguntungkan bagi District dan County dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Kebijakan yang diambil, secara jelas dan nyata bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan golongan (independent). Tetapi kebijakan diambil untuk kepentingan pendidikan, dan peningkatan kualitas SDM yang menerima layanan pendidikan. Kebijakan diambil untuk menjamin bahwa kualitas layanan belajar di sekolah yang dipersyaratkan dapat dipenuhi dan memberi kepuasan bagi orang tua siswa. Dewan Pendidikan membuat kebijakan dan Superintendent melaksanakan kebijakan tersebut. Dewan Pendidikan bertanggung jawab terhadap rakyat pemilih. Sedangkan Federal dan States mengaudit kinerja Dewan Pendidikan yang digunakan untuk memastikan apakah Dewan Pendidikan memberi kontribusi positif terhadap pembangunan pendidikan di daerah tersebut atau sebaliknya. State, County, District, dan School memberi bukti bahwa praktek pendidikan dilakukan dengan kualitas tinggi. Keadaan sumber daya sekolah di California dan Florida memastikan bahwa semua siswa belajar dan berkembang merespon kemajuan global. Penekanan merespon kemajuan global ini

menunjukkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang disediakan memiliki kompetensi, pengetahuan dan kapabilitas tinggi dan sangat tinggi. Untuk merespon kemajuan global, mereka tidak menggunakan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dengan kompetensi dan capability kategori sedang apalagi kategori kurang dan rendah. Artinya SDM pendidik dan tenaga kependidikan yang kualified menjadi yang utama. Di lain pihak orang orang yang merasa dirinya tidak memiliki kompetensi dan kapabilitas yang baik, tidak akan berani mengajukan diri menjadi guru. Penelitian ini menunjukkan adanya kesamaan komitmen pemerintah dan komitmen masyarakat untuk pendidikan bermutu, hal ini menurut mereka menjadi modal utama merespon kemajuan global bidang pendidikan. Untuk level State selalu disebut Dewan Pendidikan, sedangkan County, District, dan School selalu disebut Dewan Sekolah. Sekolah dikelola oleh suatu badan atau Dewan Sekolah di setiap District yang sistemnya sangat demokratis. Dewan pendidikan Negara Bagian California (level State) tidak dipilih, tetapi ditunjuk oleh Gubernur dengan anggota 9 orang. Kriteria siapa yang akan ditunjuk menjadi anggota Dewan Pendidikan tergantung Gubernur. Sedangkan Dewan Pendidikan level County dan District dipilih oleh rakyat. Anggota dewan sekolah oleh Monahan dan Hengst (1982:68) biasanya berjumlah lima atau tujuh orang, sekolah kecil mungkin hanya memiliki sedikitnya tiga sistem sekolah, sedangkan sekolah besar mungkin memiliki sebanyak tujuh belas. Susunan dewan dalam sistem sekolah yang lebih besar adalah perwakilan dari seluruh District, terdiri dari tujuh dewan anggota. Orang-orang yang terpilih menjadi anggota dewan sekolah yang melayani empat tahun masa bergiliran. Kebanyakan anggota, didominasi oleh pria, meskipun ada juga wanita. Kegiatan dewan sekolah mengadakan pertemuan dua kali sebulan, menyelenggarakan dengan komisi, menyelenggarakan tanpa kompensasi gaji kepada anggota. Kebutuhan dalam melaksanakan aktivitas dewan sekolah, dilayani oleh Superintendent yang dibentuk sebagai sekretaris dewan, dan memilih pengganti melalui suara dewan untuk mengisi posisi yang ditinggalkan sampai pemilu berikutnya. Jika ada sesuatu yang berubah dalam susunan ini, faktanya adalah bahwa tingkat dominasi laki-laki pada Dewan Pendidikan jauh berkurang. Pada tahun 1978, oleh Monahan dan Hengst (1982) jumlah perempuan yang ada di

155


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 146 - 159

dewan diperkirakan sekitar 35 persen, naik dari 15 persen pada tahun 1965. Jumlah anggota Dewan Sekolah telah menurun sesuai dengan pengurangan jumlah sekolah, tapi sementara beberapa daerah yang dalam proses sedang direorganisasi. Hal itu masih umum untuk semua anggota dewan yang bertugas di sistem terpisah yang bertindak sebagai dewan dari seluruh daerah untuk melakukan reorganisasi yang diusulkan. Sedangkan di dalam pola pemerintahan sementara, tidak jarang terjadi bila dewan disusun sebanyak dua puluh atau lebih. (Dalam satu sistem Pennsylvania, penyusunan yang berjalan beberapa tahun yang lalu, seorang calon guru diwawancarai oleh lima puluh anggota dewan). Dari penjelasan Monahan dan Hengst ini menunjukkan bahwa tugas pokok dan kewenangan Dewan Pendidikan maupun Dewan Sekolah senantiasa berkembang menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Data penelitian ini mengungkapkan bahwa Dewan Pendidikan level State atau Negara Bagian Florida dan California bertanggung jawab untuk organisasi dan kontrol dari sekolah publik District dan diberdayakan untuk menentukan kebijakan yang diperlukan dalam operasi dan perbaikan umum dari sistem sekolah. Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan bertindak secara kolektif, bukan individual. Sebagai anggota Dewan Pendidikan maupun Dewan Sekolah, kebersamaan tim amat dijaga, dan resiko dari kebijakan ditanggung bersama, bukan orang perorang. Mereka masing-masing tidak memiliki wewenang dan tidak akan bertindak sebagai administrator dalam sistem sekolah District maupun State jika orang perorang. Namun demikian seorang anggota Dewan Sekolah untuk keperluan menyusun laporan secara individu berhak memperoleh informasi dan data yang lengkap yang diperlukan. Data dan informasi yang dihimpun Dewan Sekolah ini setelah diolah dijadikan dasar dalam menetapkan keputusan. Dewan Pendidikan maupun Dewan Sekolah mendiskusikan secara bersama setiap masalah yang datang sebelum bertindak berupa pengambilan keputusan. Sekolah maupun pihak pihak terkait memberikan data yang diperlukan oleh seorang anggota Dewan Sekolah dengan mekanisme dan prosedur yang ada dengan penuh tanggung jawab. Dewan Sekolah terikat akan aturan yang mengatur perannya sebagai Dewan Sekolah. Jika ada aturan yang tidak dapat diterapkan dengan baik, maka Dewan Sekolah dapat mengajukan perubahan pasal-pasal yang tidak jelas dengan mekanisme yang jelas kepada pihak pihak

berwenang. Aturan-aturan ini dapat diubah, dicabut, atau diadopsi dari aturan baru memenuhi kebutuhan semua pihak sesuai ketentuan yang berlaku. Setiap perubahan yang dipertimbangkan untuk diubah dalam aturan Dewan Sekolah akan dibagikan ke pusat biaya yang sesuai sebagai review dan masukan untuk periklanan. Setelah perubahan itu final dan disetujui, selanjutnya diberitahukan kepada publik. Sebagai pihak yang berkepentingan, maka Superintendent wajib memberitahukan secara tertulis segera dan tepat sesuai ketentuan mencakup penjelasan singkat dan ringkas tujuan dan dampak aturan yang diusulkan, perkiraan dampak ekonomi bagi semua individu yang terkena aturan yang diusulkan atau perubahan harus diiklankan dua puluh delapan (28) hari sebelum tanggal sidang untuk menetapkan perubahan. Penting diiklankan agar masyarakat luas mengetahui, dan bagi pihak pihak yang merasa ada hal yang perlu diluruskan atau diperbaiki dapat mengajukannya kepada pihak berwewenang yang telah diatur mekanismenya. Tanggapan masyarakat diperlukan untuk meniadakan kesalahan. Aturan tersebut akan berlaku efektif setelah diadopsi oleh Dewan Sekolah kecuali kemudian ditentukan di dalamnya hal yang berbeda. Dari mekanisme ini tampak bahwa ada kewenangan Dewan Sekolah memfasilitasi perubahan pasal tertentu atau mengadopsi pasal tertentu dengan mekanisme yang benar untuk melakukan perubahan pada aturan yang berlaku. Apabila perubahan itu telah final dan disepakati, selanjutnya Superintendent bertanggung jawab mempublikasikan aturan tersebut, sebagai perwujudan demokrasi pendidikan. Dalam sistem yang demokratis sekolah dikelola oleh Dewan Sekolah di setiap District. Kepala sekolah dinilai oleh Superintendent dan penilaiannya disusun oleh Dewan Sekolah. Jadi saling melengkapi yaitu ada peran Superintenden dan ada peran Dewan Sekolah dalam menilai kinerja kepala sekolah dan sekaligus melakukan perbaikan yang diperlukan. Otoritas umum dan fungsi Dewan Pendidikan lokal menurut Monahan dan Hengst (1982) adalah menentukan jumlah anggota, metode pemilihan dewan lokal (atau janji, meskipun jarang terjadi), kelayakan, masa jabatan, prosedur organisasi, dan masalah pertemuan, menentukan kontrol dan manajemen semua sekolah dan kegiatan sekolah, penutupan sekolah dan konsolidasi, otoritas yang mengharuskan untuk menyimpan laporan. Termasuk pemasukan dan pengeluaran

156


Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat (H. Syaiful Sagala)

dana, penyediaan transportasi, penyediaan asuransi dari uang rakyat (pajak), mempekerjakan personil dan penasehat hukum dalam sistem manajemen pendidikan, dan tentu saja "untuk menuntut dan dituntut". Dari penggalian data melalui FGD terungkap bahwa Dewan Pendidikan dan Dewan Sekolah diberi mandat yang menegaskan peran dan kewenangannya untuk bertanggung jawab membuat kebijakan pendidikan, bertanggung jawab atas sekolah di tempatnya, menyetujui semua yang berhubungan dengan personel, dan bertanggung jawab terhadap rakyat. Sedangkan Federal dan State mengaudit kinerja Dewan Sekolah baik dalam hal penggunaan anggaran maupun audit kinerja sesuai peran, fungsi, dan kewenangan yang diberikan oleh undang undang kepadanya. Usul pengangkatan kepala sekolah diusulkan oleh Superintendent setempat dengan. memperhatikan pandangan dari orang tua siswa, Teachers Union, dan pihak pihak yang berkompoten. Penting sekali mempertimbangkan usul pihak berkepentingan untuk memperoleh kepala sekolah terbaik. Atas usul tersebut Dewan Sekolah memberi persetujuan dan selanjutnya Superintendent menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Kepala Sekolah dan juga SK pengangkatan personel lainnya yang diusulkan oleh berbagai pihak kepada Superintendent. Struktur organisasi Dewan Pendidikan bersifat lokal, non partisan (independent) dengan masa jabatan 4 (empat) tahun untuk satu periode. Orang orang yang menjadi pengurus Dewan Pendidikan dan Dewan Sekolah, berasal dari tokoh masyarakat yang teruji reputasi dan dedikasinya. Data penelitian ini menunjukkan Pengurus Dewan Sekolah di Seminole County Public Schools Florida adalah hasil pemilihan oleh rakyat maupun pengurus Dewan Pendidikan (Board of Education) level State di California yang ditunjuk dan diangkat oleh Gubernur. Mereka yang terpilih menjadi anggota Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan adalah orang orang teruji kepeduliannya terhadap pembangunan masyarakat, memiliki dedikasi tinggi dalam bekerja, mengetahui betul kebutuhan sekolah, relawan dan aktivis organisasi kemasyarakatan. Orang orang yang mengambil kesempatan untuk pencitraan dan popularitas, dirinya apalagi mengambil keuntungan pribadi tidak diijinkan mencalonkan diri. Hal yang sama di California yaitu Kepala Superintendent dan Dewan Sekolah County Sacramento California dipilih oleh rakyat.

Sedangkan Deputy Superintendent dan staf lainnya diangkat oleh Kepala Superintendent atas persetujuan Dewan Sekolah. Dewan Pendidikan memberikan informasi kepada masyarakat atas apa yang mereka lakukan baik bersifat kebijakan maupun perencanaan dengan cara mempublikasikannya di media masa yang disepakati. Dewan Pendidikan tidak terlibat dalam menyusun kurikulum, tetapi sesuai kewenangannya ikut mengevaluasi kurikulum yang diajukan oleh sekolah. Dewan Sekolah mempunyai kewenangan membentuk tim evaluasi kurikulum. Dalam hampir semua kasus, oleh Monahan dan Hengst (1982) anggota Dewan Pendidikan Pemerintahan di Amerika Serikat dipilih melalui pemilu non partisan dari pemerintahan pada umumnya. Beberapa anggota Dewan Sekolah masih dipilih dari pemerintahan atau daerah pemilihan, tapi menurut Monahan dan Hengst kasus ini jarang terjadi. Dalam beberapa daerahsistem sekolah perkotaan atau metropolitan, anggota dewan masih ditunjuk. Biasanya penunjukan itu dengan Walikota atau Dewan Kota tetapi masih patuh pada saran yang cukup intensif mengenai pertimbangan terhadap "campuran" dalam hal etnis, jenis kelamin, dan faktor lain yang terkait. The Pittsburgh, Pennsylvania, sistem pemilihan anggota dewan berubah dari ditunjuk, menjadi yang terpilih pada tahun 1977. Dari paparan data ini tampak bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai hubungan kemitraan yang saling membutuhkan satu sama lain. Bukan sekedar hubungan, tetapi masing masing member kontribusi positif terhadap kemajuan sekolah. Menurut Sagala (2011) kemitraan ini merupakan suatu proses komunikasi yang harmonis, sehingga dapat meningkatkan pengertian masyarakat akan kebutuhan dan kegiatan yang diselenggarakan di sekolah. Dewan Pendidikan dan Dewan Sekolah mengambil kebijakan (secara independent) setelah dipertimbangkan dengan matang, bahwa kebijakan itu sangat menguntungkan bagi District dan County dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan golongan. Pembagiannya jelas, yaitu Dewan Pendidikan membuat kebijakan dan Superintendent melaksanakan kebijakan. Demokrasi pendidikan yang diperankan oleh Dewan Pendiudikan dan Superintendent jelas pro rakyat dan betul betul mengakomodir kebutuhan rakyat. Pengalaman di Indonesia bahwa Pemerintah orde baru menurut catatan

157


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 146 - 159

yang mencirikan lingkungan sekolah saat ini telah menghasilkan pelayanan secara keseluruhan dan meningkatkan kekalahan anggota dewan yang sedang memegang jabatan. Kondisi objektif Dewan Pendidikan dan Dewan Sekolah dalam sistem manajemen pendidikan di Amerika Serikat ini dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk mengadopsi hal yang baik sesuai kultur Indonesia dan tidak menggunakan yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Sebagai upaya membangun Indonesia pro rakyat diterbitkanlah UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang menyerahkan sebagian urusan pusat ke daerah yang disebut dengan otonomi daerah. Bidang yang diserahkan antara lain urusan pendidikan. Dalam perjalanannya UU ini diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan diubah lagi menjadi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan UU ini memperbaiki pola memberdayakan rakyat menjadi lebih berdaya. Khusus mengatur pengelolaan pendidikan ada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Karena UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah diundangkan, maka UU pendidikan menyesuaikan diri. Lalu UU No. 2 Tahun 1989 diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Tata kelola pendidikan menekankan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberi ruang yang cukup dalam hal kemitraan dengan masyarakat melalui organisasi komite sekolah di sekolah dan organisasi Dewan Pendidikan di kabupaten/kota maupun di provinsi. Kehadiran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan bagian pemberdayaan masyarakat dalam tata kelola pendidikan mewujudkan pembangunan pendidikan pro rakyat. Jadi, salah satu model keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan dan pemberdayaan pendidikan yang telah lama dikembangkan di Negara Negara maju adalah pembentukan Dewan Sekolah (Board of School) sebagai wujud pengembangan dan tanggung jawab masyarakat setempat terhadap pendidikan.

Nugroho (2001) mengoreksi pemerintahan sebelumnya dengan mengatakan sekarang pembangunan Indonesia adalah membangun kekuatan dari rakyat, dan kelak menyerahkan kekuatan tersebut kepada rakyat dan rakyat membangun dengan mandiri dan komitmen membangun pedesaan. Namun secara faktual pemerintah orde baru menurut Nugroho (2001) gagal memenuhi janjinya kepada rakyat. Pembangunan yang kurang maksimal menurut Nugroho (2001) adalah kurangnya pemahaman akan pembangunan yang memberdayakan rakyat, yang berpihak kepada rakyat, dan pembangunan berbasis rakyat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Keberadaan Dewan Pendidikan dalam sistem manajemen pendidikan adalah wujud dari pemberdayaan masyarakat. Masyarakat oleh Soekamto (2003) adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya sosial relationships antara anggota suatu kelompok. Berbeda dengan pengalaman sistem pendidikan di Amerika Serikat pemberdayaan melalui Dewan Sekolah oleh Monahan dan Hengst (1982) adalah tubuh utama dalam pembuatan kebijakan. Dewan harus bertindak sebagai tubuh (yaitu tidak ada anggota dewan pun yang memiliki kewenangan untuk bertindak secara keseluruhan, dan tindakan harus diambil dalam sesi resmi yang dihadiri anggota rapat secara lengkap). Hal ini menghindari dewan terlibat dan bekerjasama dengan para pejabat sekolah dan pelindung sekolah secara individu. Model yang diterapkan ini menunjukkan bahwa Dewan Pendidikan itu betul betul independent. Sebaliknya, anggota dewan yang bertanggung jawab biasanya mencari informasi sebagai pengakuan atas peran mereka sebagai kebijakan (bukan sebagai administrasi). Dewan Pendidikan bekerja mengembangkan kebijakan dan bertanggung jawab membuat kebijakan dengan landasan hukum dan aturan yang jelas, tujuan yang jelas, dan cara kerja dan mekanisme yang jelas berkaitan dengan kegiatan dan manajemen sekolah. Ketentuan kantor oleh Monahan dan Hengst (1982) biasanya ditetapkan selama tiga sampai lima tahun, dengan empat tahun menjadi norma. Dalam hampir semua kasus, kebanyakan anggota dewan bisa berhasil meningkatkan mutu pendidikan di wilayah tanggung jawabnya. Sedangkan data tentang sejauh mana mereka melayani, rata-rata tidak dapat diandalkan, hal itu menjadi biasa saja terjadi. Namun, gejolak

KESIMPULAN Dewan Pendidikan (Board of Education) level State beranggotakan 5-9 orang diantara State ada Gubernur yang menunjuk langsung anggota Dewan Pendidikan, dan ada yang melalui pemilihan rakyat. Dewan Pendidikan bertanggung jawab memberdayakan sekolah publik di bawah kontrol District, perbaikan umum dari sistem sekolah, dan menentukan kebijakan yang diperlukan dalam operasi sekolah. Dewan Sekolah (Board of Schools) pada

158


Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Amerika Serikat (H. Syaiful Sagala)

Nugroho, Riant. 2001. Reinventing Indonesia: Menata ulang manajemen pemerintahan untuk membangun Indonesia baru dengan keunggulan global. Jakarta: Elex Media Komputindo.

level County, District dan School beranggotakan 5-7 orang hasil pemilihan rakyat setempat. Dewan Sekolah mengambil kebijakan sesuai kewenangannya mengenai kurikulum, pengangkatan kepala sekolah, pengangkatan personel sekolah, dan berbagi kebijakan lain yang melekat pada peran dan fungsinya sesuai kewenangan yang diatur Undang undang. Dewan Sekolah memiliki kewenangan hanya ketika Dewan Sekolah bertemu dalam sesi resmi dan dihadiri oleh anggota rapat. Jika anggota Dewan Sekolah seorang saja ini tidak dapat dikatakan sebagai Dewan Sekolah. Dewan Sekolah bertanggung jawab membuat kebijakan pendidikan dan sekolah di tempatnya, menyetujui semua yang berhubungan dengan personel, dan bertanggung jawab terhadap rakyat, membentuk tim evaluasi kurikulum, memberi persetujuan pengangkatan dan menyusun penilaian kepala sekolah. Federal dan States mengaudit kinerja Dewan Pendidikan, mekanisme organisasinya Dewan Pendidikan membuat kebijakan dan Superintendent melaksanakan kebijakan.

Presiden RI. 2003. Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Restindo Mediatama. Presiden RI. 2004. Undang Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta: Fokusmedia. Sagala, Syaiful. 2011. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan: Pembuka Ruang Kreativitas, Inovasi dan Pemberdayaan Potensi Sekolah dalam Sistem Otonomi Sekolah. Bandung: Alfabeta. Soekamto, Soerijono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Yin, Robert. K. 1984. Case Study Research (Design and Method). London: Sage Publicatins Ltd

REKOMENDASI Untuk menata ulang kembali system seleksi Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan kabupaten/kota di Indonesia agar menghasilkan orang orang yang teruji kepeduliannya terhadap pembangunan masyarakat, mengetahui betul kebutuhan sekolah, dan focus memperhatikan aspek pemberdayaan dan pembangunan pendidikan pro rakyat. Direkomendasikan mereka diberi kewenangan memberi persetujuan atas pengangkatan kepala sekolah SMA/SMK/MA bagi Dewan Pendidikan Provinsi, dan SD/MI/SMP/MTs bagi Dewan Pendidikan kabupaten/kota. Mekanismenya diatur oleh Peraturan Daerah (Perda), agar prosesnya terhindar dari intervensi birokrasi berlebihan dan diperoleh kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan visioner, kuat dan teruji. DAFTAR PUSTAKA Albab, Ulu. 2007. Perbandingan kebijakan pendidikan Amerika Serikat & Indonesia. https://muhlis.files.wordpress.com/2007/09/amerik a-ri-bab02.pdf. Hunt, Herold C. 1963. Educational Administration and Finance: Becoming an Educator. Boston: Houghton Miffin Compani. Lincoln, Y. S dan Guba, E. G. 1985. Naturlistic Inquiry. London: Sage Publicatins Ltd. Monahan, William G dan Hengst, Herbert R. 1982. Contemporary Educational Administration. New York: Macmilan Publishing.

159


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 160 - 169

Hasil Penelitian STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI KERAJINAN MASYARAKAT DI SUMATERA UTARA (DEVELOPMENT STRATEGY OF THE POTENTIAL OF CRAFT COMMUNITIES IN NORTH SUMATRA) Dumora Jenny Margaretha Siagian, Siagian, Jonni Sitorus Sitorus Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jln. Sisingamangaraja No. 198 Medan Email : dumora_jenny@yahoo.com

Diterima: 06 Juli 2015; Direvisi; 31 Juli 2015; Disetujui; 18 Agustus 2015

ABSTRAK Sumatera Utara memiliki keragaman produk kerajinan daerah yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota, namun belum memberikan kontribusi yang berarti terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. Industri kerajinan masih berhadapan dengan berbagai persoalan mulai dari dukungan permodalan, proses produksi, hingga pada penjualan. Oleh karenanya, untuk memperkuat industri kerajinan sebagai fundamental ekonomi, perlu strategi pemerintah daerah untuk membangun keunggulan kompetitif di daerah. Penelitian bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan potensi kerajinan masyarakat Sumatera Utara. Jenis penelitian merupakan kualitatif dengan pendekatan fenomatical, dilakukan pada bulan Maret s.d Juni 2015 di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, yaitu: Tapanuli Utara, Batubara, Langkat, dan Labuhanbatu Utara. Populasi adalah seluruh produk kerajinan di Sumatera Utara, dengan sampel: bordiran; tenun; anyaman; ukiran kayu; dan manik-manik. Data dikumpul melalui: observasi, dokumentasi, dan wawancara melalui FGD. Informannya adalah pemilik industri kerajinan dan pengrajin, serta instansi pemerintah, seperti: Dinas Koperasi & UKM; Dinas Perindustrian & Perdagangan; Dinas Tenaga Kerja; dan Dekranasda. Data dianalisis secara deskriptif. Untuk menentukan strategi pengembangan potensi kerajinan, digunakan analisis SWOT. Hasil menunjukkan bahwa strategi yang digunakan untuk mengembangkan produk kerajinan adalah pemantapan manajemen dan SDM, pengoptimalan bahan baku, proses dan hasil produksi, pemasaran, fasilitas dan finansial. Direkomendasikan kepada: (1) Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Sosial, dan/atau Dinas Tenaga Kerja untuk melakukan pelatihan terkait teknik mendesain, pelatihan pengelolaan modal kerja, perencanaan penyediaan (suplai) bahan baku, dan pengelolaan saluran distribusi pemasaran; dan (2) Kepala Daerah agar membuat kebijakan dalam bentuk peraturan daerah terkait standar harga pemasaran, bahan baku, dan peralatan produk kerajinan. Kata Kunci: strategi pengembangan, kerajinan daerah, potensi, industri

ABSTRACT North Sumatra has a diversity of handicraft product areas scattered throughout the District / City, but has not been make a meaningful contribution to the economic growth of people. Craft industry is still faced with various problems ranging from capital support, the process of production, and sales. Therefore, in order to strengthen the craft industry as economic fundamentals, the local government needs a strategy to build a competitive advantage in the area. The study aims to formulate strategies for the development of the potential of Northern Sumatra crafts people. This type of research is a qualitative approach fenomatical, conducted from March to June 2015 in several districts in North Sumatra, namely: North Tapanuli, Batubara, Langkat, and North Labuhanbatu. The population is all handicraft products in North Sumatra, with samples: embroidery; weaving; wicker; wood carving; and beads. Data collected through: observation, documentation, and interviews through the FGD. Informant is the owner of craft industries and craftsmen, as well as government agencies, such as the Department of Cooperatives and SMEs; Department of Industry and Trade; Labor offices; and Dekranasda. Data were analyzed descriptively. To determine the development strategy of the potential of crafts peopple, used a SWOT analysis. Results showed that the strategy used to develop the handicraft

160


Strategi Pengembangan Potensi Kerajinan Masyarakat di Sumatera Utara (Dumora Jenny Margaretha Siagian, Jonni Sitorus) products is strengthening of management and human resource, raw materials optimization, process and production, marketing, and financial facilities. Recommended to: (1) the Department of Industry and Trade, Social Services, and / or the Department of Labor to conduct training related to engineering design, training, management of working capital, planning of raw materials supply, management of marketing distribution channel; and (2) the Regional Head in order to make policy in the form of regulation related to the standard price of marketing, raw materials, and the equipment of handicraft products. Keywords: development strategy, the regional craft, potential, industry

negara lain. Potensi ini yang belum dimanfaatkan oleh para pelaku usaha kerajinan secara maksimal. Tingkat daya saing suatu negara pada dasarnya amat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor: keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage) (Tambunan (2001). Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada industri furniture dan kerajinan, antara lain ketersediaan bahan baku hasil hutan yang memadai, sumber daya manusia yang cukup besar, dan iklim pertumbuhan investasi yang menjanjikan. Industri ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian nasional, khususnya dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja. Sehingga Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan industri furniture dan kerajinan, karena merupakan salah satu sektor strategis. Selama ini ekspor rata-rata furniture Indonesia per tahun jauh lebih rendah dibandingkan China (Tiongkok) dan Vietnam, (http://nrmnews.com/2014/01/25/kemenperi n-dorong-perkembangan-industri-furnituredan-kerajinan/, diakses April 2015). Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Analisis persaingan yang super ketat (Hyper Competitive Analysis) merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu strategi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit (Hamdy, 2001). Di Sumatera Utara, keragaman etnis dan budaya masyarakat berdampak pada keberagaman hasil-hasil kerajinan yang dimiliki masyarakat yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota, mulai dari kerajinan kain tenun dan songket, anyaman, gerabah, seni manik-manik, handcraft, rotan, seni pahat, ukir, batik, mebel, produk kulit, logam, dan sebagainya. Kerajinan-kerajinan tersebut umumnya diproduksi masyarakat dengan

PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi global memberikan ruang serta kesempatan yang sangat besar terhadap masuknya industri ekonomi kreatif (creative economic industry), terutama kepada pelaku usaha di bidang industri ekonomi kreatif. Sebagaimana di negara-negara maju, masyarakat telah menyadari bahwa mereka tidak lagi dapat menyandarkan perekonomian pada kekayaan sumber daya alam, melainkan harus menggali dan mengembangkan sumber daya manusia yang kreatif untuk selalu mengasah kreativitas dan inovasi untuk menghasilkan produk-produk kreatif yang mampu memenangkan persaingan global. Sebagai motor penggerak perekonomian nasional, peranan industri kreatif cukup besar, sehingga pengembangan terhadap industri kreatif menjadi sangat penting dan sangat menarik bagi berbagai pihak. Hampir semua industri kreatif di Indonesia merupakan klaster industri kecil yang berbasis kerajinan (craft base). Kerajinan merupakan industri ekonomi kreatif yang berkaitan erat dengan identitas sosial suatu masyarakat dan sudah selayaknya mendapatkan perhatian dan pengembangan secara khusus. Pembahasan tentang kerajinan sesungguhnya bukan semata-mata pembahasan mengenai pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat, namun juga menyangkut pelestarian budaya dan warisan leluhur yang adiluhung agar tetap eksis dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Harus diingat, pelaku-pelaku industri kerajinan adalah mayoritas kelompok ekonomi lemah yang memerlukan dukungan dan pemberdayaan dari pemerintah. Sebagian besar (hampir 99%), industri kerajinan di Indonesia adalah usaha mikro di sektor informal dan pada umumnya menggunakan bahan baku lokal dengan pasar lokal. Akibatnya pasar industri kerajinan di Indonesia tidak terpengaruh secara langsung oleh krisis global. Laporan World Economic Forum (2010) menempatkan pasar Indonesia pada ranking ke-15. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi

161


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 160 - 169

mengandalkan teknologi tradisional dan keahlian mengerjakannya ditularkan secara turun-temurun. Jika industri kerajinan tersebut dikembangkan secara maksimal, maka akan berdampak secara nyata terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara. Mengembangkan industri kerajinan merupakan alternatif kebijakan pemerintah untuk membangun keunggulan kompetitif di daerah yang melibatkan pemasok barang, pemetaan potensi sentra industri, penyedia jasa, industri yang terkait, serta sejumlah lembaga yang secara khusus berfungsi sebagai penunjang dan/atau pelengkap. Pengembangan industri kerajinan akan lebih efektif jika usaha pembinaan difokuskan pada pengembangan usaha inti yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi usaha inti yang berkeunggulan kompetitif. Hingga saat ini, produk kerajinan belum dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Sumatera Utara. Industri kerajinan masih berhadapan dengan berbagai persoalan mulai dari dukungan permodalan, proses produksi, hingga pada penjualan. Masalah lain yang dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan industri kerajinan adalah kurangnya akses informasi, khususnya informasi pasar (Ishak, 2005). Hal tersebut menjadi kendala dalam hal memasarkan produk-produknya, karena dengan terbatasnya akses informasi pasar mengakibatkan rendahnya orientasi pasar dan lemahnya daya saing di tingkat global. Apabila kondisi ini dibiarkan, industri kerajinan yang disebut mampu bertahan hidup pada akhirnya akan bangkrut juga. Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat industri kerajinan di Sumatera Utara sebagai fundamental ekonomi, pemerintah perlu melakukan strategi pengembangan yang dirumuskan melalui sebuah penelitian. Tujuan penelitian adalah untuk merumuskan strategi pengembangan potensi kerajinan daerah di Sumatera Utara.

Populasi adalah seluruh produk kerajinan di Sumatera Utara. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purpossive sampling, sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pengambilan sampel dilakukan pada produk kerajinan tradisional di Sumatera Utara yaitu: bordiran; tenun; anyaman; ukiran kayu; dan manik-manik. Pengumpulan data dilakukan melalui: observasi, dokumentasi, dan wawancara melalui FGD. Informan penelitian adalah pemilik industri kerajinan dan pengrajin, serta instansi pemerintah, seperti: Dinas Koperasi & UKM; Dinas Perindustrian & Perdagangan; Dinas Tenaga Kerja; dan Dekranasda. Data dianalisis secara deskriptif. Untuk menentukan strategi pengembangan poetensi kerajinan, digunakan analisis SWOT. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan produk kerajinan daerah di Sumatera Utara mengalami beberapa kendala, baik yang berasal dari pemerintah, pelaku usaha (pengrajin), maupun pihak swasta. Hambatan dan kendala dalam pengembangan industri kerajinan di beberapa kabupaten di Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian dapat dikategorikan ke dalam beberapa permasalahan, yaitu: modal, bahan baku, tenaga kerja, desain, teknologi, dan pemasaran. Modal. Modal merupakan aspek penting yang menentukan keberhasilan dari suatu usaha kerajinan. Para pengrajin mengeluhkan kurangnya modal usaha, sehingga kemampuan untuk mengembangkan usaha ke jenjang usaha menengah ataupun yang lebih besar sampai saat ini masih sulit untuk dicapai, bahkan beberapa pengrajin merasa bahwa kemampuan untuk bertahan meneruskan usaha dimaksud juga mengalami kesulitan. Masalah keuangan menjadi masalah utama yang mendasar bagi berbagai jenis usaha kerajinan di Sumatera Utara. Perputaran uang yang terus terjadi untuk membiayai proses produksi tidak sebanding dengan perputaran barang yang terserap di pasar, sehingga dibutuhkan dana lebih untuk mengantisipasi kemacetan pasokan barang kepada konsumen agar produksi terus berjalan. Selain itu, biaya produksi juga terus mengalami peningkatan seiring dengan naiknya harga bahan baku dan upah. Pengrajin mengeluarkan modal kerja berupa biaya produksi dan biaya perawatan peralatan. Keuangan yang digunakan dalam mengelola kerajinan masih terbatas dan bergantung pada peminjaman untuk mengembangkan usaha. Sebagian kecil pengrajin telah melakukan kerjasama dengan pihak perbankan dengan meminjam modal ke bank. Disisi lain, tidak

METODE Jenis penelitian merupakan kualitatif dengan pendekatan fenomatical. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedurprosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (Strauss dan Corbin, 1998). Penelitian dilakukan pada bulan Maret s.d Juni 2015 di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, yaitu: Tapanuli Utara, Batubara, Langkat, dan Labuhanbatu Utara.

162


Strategi Pengembangan Potensi Kerajinan Masyarakat di Sumatera Utara (Dumora Jenny Margaretha Siagian, Jonni Sitorus)

sedikit pengrajin belum melakukan kerjasama dengan pihak perbankan dalam rangka pinjaman modal. Alasan mendasar adalah bahwa para pengrajin mengalami kesulitan kelengkapan administrasi dari pihak perbankan yang harus dipenuhi oleh peminjam (pengrajin), misalnya agunan yang akan dijadikan jaminan untuk meminjam, seperti sertifikat tanah. Penggunaan modal oleh pengrajin bergantung pada jumlah pesanan yang diterima. Artinya, semakin besar jumlah pesanan, maka persediaan modal untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan akan semakin besar pula. Ketika persediaan modal tidak mencukupi untuk memenuhi jumlah pesanan, maka tidak jarang para pengrajin harus menolak atau memberikan sebagian pesanan tersebut kepada pengrajin lainnya untuk mengerjakannya. Disisi lain, para konsumen (pemesan) sangat jarang memberikan uang panjar pesanan kerajinan dimaksud. Hal ini sesungguhnya sangat membantu modal para pengrajin untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan, namun tidak demikian kenyataannya. Dengan demikian, permodalan yang cukup sangat mendukung kelancaran proses produksi industri kerajinan khususnya untuk membeli bahan-bahan dan perawatan peralatan atau mesin-mesin agar mampu memproduksi produk kerajinan dalam skala besar. Modal berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha kerajinan dalam memproduksi barang/produk. Saat ini, modal fisik yang dimiliki para pengrajin meliputi bangunan, infrastruktur, sarana produksi seperti mesin, dan bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Modal keuangan pada industri kerajinan memiliki pengaruh yang cukup dominan terhadap kondisi stagnan yang ada karena modal keuangan berperan sebagai penyangga segala aspek yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan kesejahteraan pekerja. Menurut Sachari (1989), pada keuangan suatu industri memiliki ciri efektifitas dan efisiensi dengan orientasi pada biaya, harga, dan daya saing produk. Dalam dunia ekonomi dikenal prinsip biaya produksi serendahrendahnya dan penjualan setinggi-tingginya. Industri kerajinan sebagai komoditas ekonomi telah terbukti memberikan kesejahteraan bagi para perajin maupun pengusaha kerajinan melalui produksinya. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menjaga mutu produk, dan kontinuitas produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar, dan tetap menjaga kualitas nilai fungsi dan estetika produk tersebut. Secara ekonomi, produk kerajinan cukup menjanjikan dan memiliki peluang pasar yang

mengembirakan, apalagi ditunjang dengan melimpahnya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah dibanding negara lain, sehingga dapat menekan biaya produksi. Jika dilihat dari segi kualitas dan kuantitas barang yang dihasilkan, produk kerajinan memiliki potensi besar untuk berkembang karena memiliki kualitas dan mampu bersaing dengan produk lain yang sejenis di pasar. Dari segi kuantitas, aktivitas produksi terus berlangsung setiap hari dan hal ini menunjukkan tingginya produktivitas yang dimiliki. Perputaran modal yang dimiliki terkendala dengan distribusi barang yang lambat, persaingan dan harga bahan baku yang terus meningkat. Hal ini mengakibatkan keuangan yang dikelola kurang berjalan dengan baik sehingga sulit untuk meningkatkan kapasitas produksi, kemudian lemahnya pengelolaan manajemen keuangan menjadi kendala yang dirasakan sampai saat ini. Bahan Baku. Tingkat kemudahan dalam memperoleh bahan baku yang berkualitas mengalami kesulitan yang berarti. Para pengrajin harus mendatangkan pasokan bahan baku yang berkualitas dari luar daerah. Pengrajin tenunan ulos di Kabupaten Tapanuli Utara harus mendatangkan pasokan bahan baku dari Pematangsiantar atau Medan, bahkan dari Jakarta. Para pengrajin tenunan songket mendatangkan pasokan bahan baku dari Medan, Jakarta, Pematangsiantar, bahkan dari luar negeri, seperti Malaysia, India, dan Singapura. Kendala utama yang dihadapi oleh pengusaha dalam kaitannya dengan bahan baku adalah kondisi harga bahan baku yang cukup berfluktuasi karena keterbatasan stok yang harus didatangkan dari luar daerah terutama benang-benang yang berkualitas. Kondisi ini semakin menjadi menjelang bulan Ramadhan dan hari-hari besar keagamaan lainnya. Letak sumber bahan baku yang jauh dari tempat usaha menambah biaya pengangkutan, sehingga biaya produksi bertambah mahal. Tenaga Kerja. Pengembangan industri kerajinan sangat ditentukan oleh jenis keterampilan dan kemampuan pengrajin dalam menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan bermutu. Realitas yang ada ternyata tidak semua pengrajin memiliki tingkat keterampilan yang memadai yang dapat menunjang pengembangan industri kerajinan di Sumatera Utara. Sebagai missal: untuk kerajinan tenunan ulos atau songket harus dikerjakan oleh 3 orang yang memiliki keterampilan yang berbeda-beda, seperti pemintal benang, penenun, dan penjahit atau konveksi.

163


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 160 - 169

terhadap manajemen, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, dan evaluasi atas pekerjaan yang telah dilakukan. Hal ini hanya dilakukan orang-orang tertentu yang memahami konsep manajemen atau orangorang yang memiliki pola pikir yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan. Teknologi. Pemanfaatan teknologi, baik teknologi informasi maupun produksi oleh para pengrajin juga merupakan satu permasalahan klasik, seperti pemanfaatan komputer, pengetahuan tentang internet, pemanfaatan internet untuk usaha, serta penggunaan alat sebagai teknologi industri kerajinan masih bersifat manual. Temuan di lokasi penelitian diketahui bahwa rendahnya tingkat pemanfaatan teknologi oleh pelaku kerajinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: biaya untuk pembelian alat yang canggih relatif mahal, masih rendahnya pemahaman akan manfaat komputer dalam menunjang usaha, serta keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Sifat bisnis yang dijalankan oleh sebagian besar para pengrajin masih bersifat lokal dan belum berorientasi keluar. Sifat bisnis yang masih sangat sederhana tersebut membuat sebagian besar pengrajin merasa bahwa teknologi internet belum diperlukan untuk mendukung kegiatan usaha mereka. Kebutuhan informasi mengenai pasar untuk produk kerajinan hanya diperoleh melalui tengkulak atau distributor yang selalu datang pada saat mengumpulkan produk kerajinan mereka. Pemanfaatan internet dalam melakukan transaksi bisnis (meliputi pemesanan hingga pembayaran) sangat diperlukan dalam sebuah usaha. Sebagai misal, dalam hal teknologi online shopping yang belum dilakukan oleh para pengrajin di daerah. Para konsumen umumnya datang langsung ke lokasi untuk melakukan pemesanan produk kerajinan yang dimaksud. Hal ini sangat tidak efisien dan efektif bagi para konsumen, khususnya para konsumen yang datang dari luar daerah. Selain sebagai alat transaksi bisnis produk kerajinan antara pengrajin dan konsumen, teknologi komputer juga dapat digunakan sebagai alat canggih untuk melakukan perancangan motif-motif baru dan inovatif untuk produk kerajinan di daerah. Realita yang ditemui bahwa untuk merancang motif-motif yang inovatif hanya dilakukan oleh pengrajin secara manual tanpa sentuhan teknologi. Para pengrajin meyakini bahwa keterampilan mereka masih dianggap mampu untuk merancang motifmotif sesuai dengan pesanan, walaupun membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Teknologi produksi kerajinan daerah yang digunakan masih bersifat manual, seperti:

Para pengrajin tidak dapat melaksanakan ketiga tahap pekerjaaan dimaksud hanya dengan satu orang pengrajin karena memiliki keahlian yang bukan bidangnya. Hal ini tentunya membutuhkan waktu yang tidak efisien dan efektif. Bila ketiga tahap pekerjaaan ini dikerjakan satu orang, maka dikhawatirkan akan menghasilkan produk kerajinan yang kurang berkualitas dan bahkan membutuhkan waktu yang lebih lama karena tidak terbiasa. Kebutuhan jumlah pekerja kerajinan di daerah lokasi penelitian ditentukan oleh jumlah pesanan produk kerajinan yang sangat fluktuatif. Artinya semakin banyak jumlah pesanan produk kerajinan, maka semakin banyak pekerja yang dibutuhkan atau sebaliknya. Sementara, stok pekerja yang berkualitas atau yang memilki keterampilan yang dapat bekerja secara profesional tidak dimiliki oleh para kelompok pengrajin. Ketika pesanan produk kerajinan banyak, maka pasokan kebutuhan pekerja kerajinan hanya dibantu oleh para keluarga terdekat, seperti anak, suami/istri, atau sanak saudara yang belum memilki keahlian atau keterampilan khusus, seperti keahlian mendesain motif-motif tenunan yang inovatif dan lain sebagainya. Pekerjaan kerajinan dilakukan secara turun temurun. Para orang tua sebagai pekerja kerajinan melatih dan meneruskan ilmu dan keterampilannya kepada anak dan saudarasaudaranya yang lain. Realita yang ada bahwa tidak banyak para anak dan saudara lainnya untuk menekuni pekerjaan dimaksud. Hal ini dikarenakan bahwa pekerjaan kerajinan tersebut tidak terlalu menjanjikan untuk masa depan mereka. Para pengrajin lainnya memilih dan beralih kepada pekerjaan lain, seperti bertani, berdagang, atau pekerjaan lainnya. Artinya ketika produk kerajinan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan atau diproduksi secara besar-besaran, maka jumlah tenaga kerja serta keahlian dan kemampuan yang profesional menjadi permasalahan yang mendasar. Usia rata-rata para pengrajin di daerah di atas 40 tahun yang merupakan usia nonproduktif. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Kemampuan fisik para pekerja mempengaruhi efisiensi pekerjaan. Produktivitas kerja akan tinggi ketika para pengrajin memiliki usia produktif, yaitu antara 25-40 tahun. Selain itu, latar belakang pendidikan oleh para pengrajin yang didominasi tamatan SMP atau SMA dan sederajat sebagai salah satu faktor penghambat perkembangan produk kerajinan di daerah. Untuk pengelolaan produk kerajinan daerah dibutuhkan pemahaman para pengrajin

164


Strategi Pengembangan Potensi Kerajinan Masyarakat di Sumatera Utara (Dumora Jenny Margaretha Siagian, Jonni Sitorus)

untuk membuat produk kerajinan tidak sebanding dengan harga pemasaran. Hal ini menjadi fokus pemerintah untuk menetapkan standar harga seperti yang diharapkan para pengrajin. Pengembangan kerajinan di daerah sudah seharusnya menjadi fokus Pemerintah Daerah di Sumatera Utara, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, karena industri kerajinan merupakan salah satu penggerak eknomi di suatu daerah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan produk-produk kerajinan, sehingga menjadi salah satu sumber pendapatan dan mata pencaharian tetap bagi masyarakat. Suroto (1993) juga menjelaskan bahwa kegiatan membuat barang kerajinan dapat sebagai aktivitas sambilan atau mata pencaharian utama sebagai kegiatan ekonomi. Ditinjau dari segi ekonomi dunia kerajinan secara tidak langsung berorientasi pada perajin atau pedagang kerajinan, bukan pada konsumen kerajinan. Meskipun demikian konsumen merasakan atau ikut menikmati produk tersebut. Untuk menumbuhkan wirausaha baru dalam mengembangkan produk kerajinan menjadi industri kecil, dilakukan pembinaan melalui sentra-sentra industri, menciptakan lapangan kerja yang lebih luas, guna meningkatnya pendapatan dan penyebaran industri yang merata dan tercapainya peningkatan kemampuan industri dalam aspek penyediaan produk jadi, bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Keberadaan kerajinan di daerah saat ini masih mengandalkan keterampilan tradisional, seni dan penggunaan teknologi yang tepat guna. Strategi pengembangan potensi kerajinan merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara agar kerajinan Ada lima hal penting yang perlu menjadi perhatian pemerintah guna mendukung keberlangsungan dunia usaha khususnya industri furniture dan kerajinan nasional, yaitu: penetrasi pasar, ekshibisi, teknologi tepat guna, infrastruktur dan regulasi. Pemberdayaan para pelaku usaha dan pengrajin di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan perlu dilakukan untuk menghadapi tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini dilakukan untuk menambah nilai jual produk

kerajinan tenun yang hanya menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM), akibatnya produktivitas kerja yang dihasilkan tentunya masih sangat terbatas. Alat ini mengggunakan mesin cakar untuk membuat motif dengan loncatan benang. Beberapa pengrajin tenun masih menggunakan alat tenun yang jauh lebih sederhana yaitu alat tenun gedhogan. Alat tenun ini hanya menggunakan alat tradisional. Model alat ini dikaitkan di punggung sehingga sangat sederhana dan tidak memerlukan tempat yang sangat luas. Ketika produk kerajinan akan dikembangkan, maka semua alat dan teknologi produk kerajinan dimaksud dalam bentuk mesin untuk mempermudah pekerjaaan serta efisiensi dan efektivitas waktu. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dengan tangan manusia dialihkan dengan bantuan teknologi dan alat canggih. Pemasaran. Permintaan untuk produk kerajinan sebagian besar masih didominasi oleh konsumen lokal. Untuk pasar lokal, permintaan terhadap produk kerajinan lebih banyak berasal dari wisatawan dan tamu yang berkunjung. Eksistensi kerajinan daerah belum diiringi dengan suatu sistem pemasaran yang baik. Sebagai misal tenunan ulos dan songket memiliki pangsa pasar luar biasa, namun pemasarannya belum dikelola secara profesional, supaya hasilnya lebih maksimal. Sistem pemasaran yang mengharapkan tamu atau wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk berbelanja kurang efisien dan efektif. Pemasaran yang efisien dan efektif dimaksud disini adalah bahwa pemasaran telah dilakukan melalui media, baik media online maupun media lainnya, seperti menggunakan fasilitas website dan promosi melalui media TV, radio, ataupun brosur. Hasil penelitian terkait industri kerajinan ulos Batak di Kabupaten Tapanuli Utara menunjukkan bahwa tenunan ulos Batak yang masih dilakukan secara tradisional selalu mengalami masa pasang surut. Produksi tenunan ulos batak terus berjalan, sementara permintaan semakin sedikit. Para penenun mulai menjerit akibat tekanan yang datang bukan hanya kebutuhan hidup sehari-hari, namun juga harga jual tidak terkendali, dan para penampung ulos memberi harga semaunya dan tidak ada patokan harga, sehingga hasil produksi terkesan asal-asalan. Sementara disisi lain, para pengrajin tidak memiliki akses pemasaran barang hasil karya mereka (Sihombing, 2012). Harga jual produk kerajinan yang tidak memiliki standar harga yang dilakukan oleh tengkulak menjadi permasalahan dalam pemasaran barang. Sementara di sisi lain, bahwa harga barang dan bahan-bahan yang dibutuhkan

165


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 160 - 169

kerajinan itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-produk asing yang kian membanjiri sentra industri di Indonesia, mengingat industri kerajinan adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (Sudaryanto, 2011). Keunggulan bersaing usaha kerajinan diklasifikasikan ke dalam bentuk strategi yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor

internal meliputi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan faktor eksternal meliputi peluang (opportunity) dan ancaman (threats). Faktor-faktor tersebut kemudian diidentifikasi dengan matriks SWOT untuk merumuskan strategi yang tepat. Berikut hasil identifikasi data faktor internal:

Tabel 1. Identifikasi Faktor Internal Pengembangan Potensi Kerajinan di Sumatera Utara Identifikasi Faktor Indikator Internal 1. Pemasaran Produk, Harga, Distribusi, Promosi, Servis/Layanan, Luas lini produk, Pasar sasaran, Market share, Fleksibilitas harga 2. Keuangan/Permodalan Sumber dan penyediaan, Kuantitas/jumlah modal, Persyaratan, Biaya modal, Pengelolaan 3. Produksi Sumber dan penyediaan, harga alat, dan pemeliharaan alat Sumber dan penyediaan, kualitas, kontinuitas, harga, dan daya tawar bahan baku Standardisasi proses produksi 4. Pesonalia/Organisasi Sosial masyarakat, budaya masyarakat, sumber dan penyediaan SDM, kualifikasi SDM, upah/gaji SDM, loyalitas SDM 5. Sistem Informasi dan Informasi pasar, Peraturan pemerintah, Sumber dana Manajemen Sumber : Data Primer (2015) No.

permodalan para pengrajin. Pemerintah daerah sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri kerajinan dalam bentuk peraturan pemerintah daerah yang diberlakukan. Sumber dan penyediaan alat dan bahan baku produk kerajinan banyak dijumpai di pasar, baik yang dijual di kota maupun diimpor dari luar kota, sehingga kontinuitas bahan baku bagi para pengrajin bukan menjadi sesuatu yang dikhawatirkan. Bahan baku yang kualitas banyak dijumpai di pasar, namun harganya cukup mahal. Produk kerajinan memiliki nilai-nilai sosial dan budaya yang dapat dipertahankan sebagai nilai-nilai kearifan lokal. Sebagai misal Ulos atau songket tidak hanya dapat digunakan dalam bentuk fashion, akan tetapi juga dapat digunakan untuk adat, pesta, atau hari keagamaan lainnya. Ulos dapat menggambarkan unsur budaya masyarakat Batak, begitu juga dengan songket yang menggambarkan unsur budaya masyarakat Melayu. Kelompok pengrajin memiliki sumber dan penyediaan SDM yang memadai. Sedangkan kelemahan internal yang dimiliki dalam pengembangan industri produk kerajinan di daerah, seperti harga produk kerajinan untuk pemasaran tergantung pada harga yang diberikan oleh tengkulak atau distributor. Biasanya tengkulak memberikan

Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa aspek kunci dari faktor internal dalam sebuah usaha industri adalah pemasaran, keuangan/permodalan, produksi, personalia/organisasi, dan sistem informasi dan manajemen. Aspek kunci tersebut akan diketahui posisi usaha industri yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan berdasarkan indikator yang ada. Kekuatan internal dalam pengembangan industri produk kerajinan di daerah, salah satunya terletak pada produk kerajinan yang berkualitas untuk dipasarkan. Luas lini produk kerajinan yang ditawarkan memiliki ragam turunan, misalnya untuk kerajinan tenun ulos dan songket telah memiliki beragam turunan, seperti ulos/songket, baju, topi, selendang, celana, dan lain sebagainya. Untuk pemasaran, pemerintah daerah telah melakukan promosi terhadap produk kerajinan melalui bazaar dan pameran untuk event-event tertentu. Selanjutnya, sumber modal usaha kerajinan cukup banyak dengan jumlah yang memadai. Sektor perbankan dan pihak swasta telah memiliki komitmen untuk meningkatkan penyaluran modal kepada pengrajin industri kerajinan. Hal ini terkait kebijakan pemerintah yang telah menunjuk bank-bank untuk lebih fokus kepada penyaluran kredit usaha kecil dan menengah yang terbukti tangguh untuk menghadapi permasalahan keuangan dan

166


Strategi Pengembangan Potensi Kerajinan Masyarakat di Sumatera Utara (Dumora Jenny Margaretha Siagian, Jonni Sitorus)

harga produk kerajinan dengan memperhitungkan harga jual produk kerajinan di pasar yang fluktuasi. Artinya, pemerintah belum menetapkan standar harga, sehingga harga produk kerajinan tidak stabil dan fleksibel. Selain itu, produk kerajinan tidak memiliki saluran distribusi pemasaran yang jelas dan bisa diandalkan. Dalam memasarkan produk kerajinan kepada masyarakat pembeli, para pengrajin tidak pernah menawarkan servis apapun sebagai souvenir kecil untuk penyemangat kepada para konsumen atau pelanggan. Industri kerajinan di daerah juga tidak memiliki pasar sasaran dan market share yang jelas. Target pemasaran sangat sempit terbatas untuk komunitas Suku Batak. Dalam sektor keuangan/permodalan, para pengrajin merasa kesulitan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan modal. Sebagai contoh: salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh peminjam (pengrajin) untuk mendapat pinjaman modal dari bank adalah agunan sertifikat tanah yang tidak dimiliki oleh banyak pengrajin, akibatnya para pengrajin mengalami kekurangan biaya modal untuk membuat produk kerajinan, terlebih-lebih ketika ada pesanan yang jumlahnya cukup banyak. Pengelolaan modal juga menjadi kelemahan para pengrajin yang tidak memilki pengetahuan. Pemerintah daerah hanya melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap kemampuan teknis para pengrajin untuk membuat/merancang produk kerajinan, namun belum kepada kemampuan mengelola modal usaha. Pemeliharaan dan harga alat serta bahan bahan baku produksi yang tidak sebanding dengan harga jual produk kerajinan merupakan salah satu kelemahan pada usaha industri

kerajinan di daerah. Para pengrajin tidak pernah melakukan pemeliharaan terhadap alat-alat produksi mereka, sehingga rentan terhadap kerusakan alat dimaksud. Harga bahan baku, khususnya bahan baku yang diimpor dari luar kota untuk mencari kualitas bahan yang lebih baik tentunya membutuhkan biaya modal yang lebih banyak. Selanjutnya, dalam memproduksi produk kerajinan, para pengrajin belum memiliki standardisasi proses produksi, seperti Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) proses produksi. Proses produksi dilakukan berjalan apa adanya. Jumlah SDM pengrajin yang memadai tidak diimbangi dengan kualitas SDM yang ada. Untuk pekerjaaan-pekerjaan tertentu, para pengrajin harus memiliki keahlian dan keterampilan khusus, seperti kerajinan tenun yang harus dikerjakan 3 orang ahli, penenun, pengikat, dan penjahit. Keahlian dan keterampilan ini hanya dimiliki jumlah pengrajin yang sangat sedikit. Artinya, industri kerajinan di daerah sangat membutuhkan penambahan jumlah pengrajin yang memiliki keahlian dan keterampilan yang profesional. Permasalahan lain terkait SDM adalah bahwa upah/gaji pengrajin yang tidak memadai, sehingga banyak pengrajin beralih ke pekerjaan lain yang lebih menjanjikan bagi masa depan mereka. Artinya, loyalitas SDM pengrajin terhadap pekerjaannya sangat diragukan. Kelemahan lain untuk mengembangkan produk kerajinan di daerah adalah bahwa para pengrajin kesulitan untuk memperoleh informasi pasar, baik informasi pemasaran, bahan baku, alat atau informasi penting lainnya. Sedangkan hasil identifikasi faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Identifikasi Faktor Eksternal Pengembangan Potensi Kerajinan di Sumatera Utara No. Identifikasi Faktor Indikator Eksternal 1. Lingkungan Kondisi sosial budaya masyarakat pengendali Teknologi pengganti Pengembangan teknologi alat Pelaksanaan peraturan daerah Prioritas pembangunan daerah 2. Lingkungan Diferensiasi produk operasional pada Kebijakan pemerintah industri Kebijakan modal Jumlah pesaing Kekuatan pembeli terhadap informasi yang dimilki Kekuatan pembeli terhadap nilai tawar Dominasi suplier Jumlah tenaga kerja pada pasar Kualitas tenaga kerja pada pasar Keinginan masuk dalam industri pada pasar tenaga kerja

167


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 160 - 169

Jumlah kredit yang diberikan Kemudahan untuk mendapatkan kredit Sumber : Data Primer (2015) strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi kombinasi (combination strategy) dari berbagai strategi, yaitu: (1) strategi agresif, yaitu: memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya (strategi SO); (2) strategi diversifikasi, yaitu: menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman (strategi ST); (3) strategi turn-around, yaitu: pemanfaatan peluang yang ada untuk meminimalkan kelemahan (strategi WO); dan (4) strategi defensive, yaitu: berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman (strategi WT). Strategi yang dilakukan untuk mengembangkan usaha produk kerajinan bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan prioritas yang dihadapi oleh para pengrajin. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan sesuai dengan jenis permasalahan yang dihadapi, antara lain adalah: (1) permasalahan teknis yang terkait dengan Manajemen dan SDM, dilakukan melalui: pembinaan manajemen usaha dan pengelolaan keuangan; pelatihan teknik mendesain; dan pembinaan teknik pemasaran yang baik; (2) permasalahan teknis yang terkait dengan bahan baku, proses dan hasil produksi, dilakukan melalui: pelatihan pengelolaan modal kerja; pelatihan tentang perencanaan penyediaan (suplai) bahan baku; penyesuaian kapasitas produksi dengan bahan baku yang akan disuplai; pembinaan tentang perkembangan model atau desain; pembinaan tentang pengawasan proses dan mutu produksi produk; (3) permasalahan teknis yang terkait dengan produk, pemasaran, fasilitas dan finansial dilakukan melalui: pembinaan tentang model atau desain yang menjadi trend dan diminati oleh masyarakat; pelatihan tentang pengelolaan saluran distribusi pemasaran; pembinaan tentang penataan outlet (showroom/galerry); pembinaan terhadap pengelolaan keuangan dan cara mengakses tambahan modal kerja; dan peningkatan hasil produksi, sehingga dapat memenuhi permintaan dari luar daerah dan luar negeri (ekspor).

Berdasarkan Tabel 2, faktor eksternal berupa peluang dan ancaman dari hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut. Peluang yang dimiliki dalam pengembangan industri produk kerajinan di daerah, salah satunya terletak pada produk kerajinan yang mencerminkan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Sosial budaya masyarakat mendukung iklim usaha kerajinan daerah. Kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan produk kerajinan di daerah dan prioritas pembangunan daerah merupakan peluang bagi para pengrajin. Selanjutnya, diferensiasi produk kerajinan di daerah memilki banyak produk turunan yang bisa ditawarkan kepada masyarakat pembeli. Produk kerajinan dan beberapa turunannya sebagai nilai tambah untuk operasi pemasaran menjadi peluang bagi para pengrajin. Kekuatan nilai tawar pembeli, jumlah tenaga kerja yang banyak di pasar, dan dominasi supplier bahan baku produk kerajinan juga merupakan peluang untuk mengembangkan produk kerajinan di daerah. Jumlah kredit yang diberikan oleh pemerintah bagi para pengrajin tentunya mempermudah pengrajin untuk mendapatkan modal. Sedangkan pada faktor eksternal berupa ancaman juga bisa terjadi pada pengembangan industri produk kerajinan di daerah. Beberapa ancaman tersebut diantaranya pengembangan teknologi alat dan teknologi pengganti. Alasan mendasar bahwa para pengrajin tidak memiliki biaya untuk membeli teknologi pengganti serta belum pernah dilakukan penelitian dan pengembangan terkait pengembangan teknologi alat. Jumlah pesaing yang semakin kompetitif yang tidak hanya datang dari daerah tersebut bahkan juga dari daerah lain yang memiliki produk kerajinan yang sejenis menjadi ancaman atas keberlangsungan produksi kerajinan. Sementara kekuatan pembeli terhadap informasi yang dimiliki sangat kurang, sehingga tidak sedikit para pembeli hanya tahu adanya produk kerajinan di daerah tersebut ketika mereka berkunjung atau wisata ke daerah tersebut. Artinya, informasi akan keberadaan produk kerajinan sangat minim. Kualitas tenaga kerja pada pasar juga tidak menjanjikan serta keinginan masyarakat untuk bekerja di industri kerajinan daerah sangat minim. Berdasarkan penjelasan di atas, baik kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, terhadap produk kerajinan di daerah, maka

KESIMPULAN Strategi pengembangan potensi kerajinan di Sumatera Utara dilakukan melalui pelatihan dan pembinaan terhadap para pengrajin dimulai dari pengelolaan modal, penyediaan bahan baku, proses produksi hingga pemasaran. Model pelatihan dan pembinaan yang diadakan seperti pembinaan manajemen usaha dan pengelolaan

168


Strategi Pengembangan Potensi Kerajinan Masyarakat di Sumatera Utara (Dumora Jenny Margaretha Siagian, Jonni Sitorus)

mardimpusihombing.blogspot.com/2012/.../industrikerajinan-tangan.html.

keuangan, pelatihan teknik mendesain, pembinaan teknik pemasaran yang baik, pelatihan pengelolaan modal kerja, pelatihan tentang perencanaan penyediaan (suplai) bahan baku, penyesuaian kapasitas produksi dengan bahan baku yang akan disuplai, pembinaan tentang perkembangan model atau desain, pembinaan tentang pengawasan proses dan mutu produksi produk, pembinaan tentang model atau desain yang menjadi trend dan diminati oleh masyarakat, pelatihan tentang pengelolaan saluran distribusi pemasaran, pembinaan tentang penataan outlet (showroom/galerry), pembinaan terhadap pengelolaan keuangan dan cara mengakses tambahan modal kerja, serta peningkatan hasil produksi sehingga dapat memenuhi permintaan dari luar daerah dan luar negeri (ekspor).

Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. 2003. Dasar – Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Sudaryanto. 2011. The Need for ICT-Education for Manager or Agribusinessman to Increasing Farm Income: Study of Factor Influences on Computer Adoption in East Java Farm Agribusiness. International Journal of Education and Development, JEDICT, Vol 7 No 1 halm.56-67. Suroto. 1993. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga. Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: LP3ES. World Economic Forum (WEF). 2010. The Global Competitiveness 2010-2011. Geneva: SRO-Kundig.

REKOMENDASI 1. Kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Sosial, dan/atau Dinas Tenaga Kerja di Kabupaten/Kota agar melakukan pelatihan dan pembinaan yang diperlukan pengrajin untuk menjadi pengrajin yang terampil dan inovatif, baik dalam manajemen dan pengelolaan keuangan, maupun dalam peningkatan mutu dan kualitas produk, serta teknik pemasaran; pengawasan proses dan mutu produksi produk. 2. Kepada Kepala Daerah Kabupaten/Kota melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Sosial, dan/atau Dinas Tenaga Kerja di Kabupaten/Kota agar membuat kebijakan dalam bentuk peraturan daerah terkait standar harga pemasaran, bahan baku, dan peralatan produk kerajinan. 3. Kepada para pengrajin daerah di Kabupaten/Kota agar menyesuaikan kapasitas produksi dengan bahan baku yang akan disuplai dan meningkatkan hasil produksi, sehingga dapat memenuhi permintaan dari luar daerah dan luar negeri.

(http://nrmnews.com/2014/01/25/kemenperindorong-perkembangan-industri-furniture-dankerajinan/, diakses April 2015).

DAFTAR PUSTAKA Hamdy, Hady. 2001. Ekonomi Internasional – Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Buku 1. Edisi Revisi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ishak, Effendi. 2005. Peranan Informasi Bagi Kemajuan UKM. Jurnal. Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat. Sachari, Agus. 1989. Estetika Terapan: Spirit – Spirit yang Menikam Desain. Bandung: Penerbit Nova. Sihombing, Mardimpu. 2012. Industri Kerajinan Tangan. Artikel. Dalam

169


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 170 - 177

Hasil Penelitian IDENTIFIKASI BERBAGAI PERMASALAHAN DAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

(IDENTIFICATION OF VARIOUS ISSUES AND STAKEHOLDERS IN LOCAL ECONOMIC DEVELOPMENT) DEVELOPMENT) Moh. oh. Sofyan Budiarto Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten Gedung Bapeda Lt 2, Jl Syeh Nawawi Al Bantani Palima Serang Email: budiarto.sofyan@gmail.com

Diterima: 14 Juli 2015; Direvisi: 10 Agustus 2015; Disetujui: 01 September 2015

ABSTRAK Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada tahun 2008 dengan memperhatikan potensi Kampung Cinyurup, desa Juhut, menginisiasi sebuah model pengembangan agribisnis berbasis domba untuk menumbuhkembangkan usaha pertanian dan perternakan di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kampung Cinyurup dikembangkan sebagai model Kampung Ternak Domba Kambing (Dombing) terpadu (KTDT) sebagai percontohan pengembangan kluster Agroindustri. Hal tersebut berdampak positif, pada peningkatan perekonomian masyarakat Ciyurup yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu muncul berbagai permasalahan terkait dengan kebijakan tersebut, termasuk peran dan pengaruh para pemangku kepentingan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis masalah-masalah yang muncul sebagai dampak (Problem-Cause) pengembangan KTDT dan menganalisis pengaruh dan peran para pihak yang terlibat dalam pengembangan kampung ternak dombing terpadu. Hasil problem tree analysis menunjukan bahwa masalah utama adalah kesejahteraan warga Cinyurup masih rendah belum sesuai dengan target awal dibentuknya Kampung Ternak Dombing Terpadu, karena terkait sumber-sumber pendapatan dari budidaya tanaman sayuran, beternak dombing dan hasil lainnya belum memberikan kontribusi maksimal kepada kesejahteraan. Potensi yang ada masih dikelola secara parsial, belum meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat Cinyurup. Hasil analisa stekakeholder menunjukkan bahwa kontribusi beberapa stakeholder sangat berpengaruh dan berperan signifikan dalam menentukan tingkat keberhasilan pengembangan KTDT yaitu petani, pembeli dan kelompok tani, sementara beberapa stakeholder yang lain tidak signifikan dalam perannya yaitu perguruan tinggi dan Perhutani. Pemerintah Kabupaten Pandeglang segera melakukan penyempurnaan dan pengembangan implementasi kebijakan dan strategi terkait KTDT dengan melibatkan peran stakeholder yang memiliki pengaruh signifikan. Kata kunci: Kampung Ternak Dombing Terpadu (KTDT), Problem Tree Analysis, Stakeholder Analysis, Kabupaten Pandeglang

ABSTRACT Pandeglang district government in 2008 take a look at the potential Cinyurup, Juhut village, initiate an agribusiness development model to develop agriculture and animal husbandry in rural areas that will spur rural economic activity, create jobs and improve social welfare. Cinyurup developed as a model Integrated Sheep Goats (Dombing) Farming System (KTDT) as a pilot cluster development focusing on agroindustry. It had a positive impact, on improving the economy of the Cinyurup community which in turn increases the welfare. However in the same time variety of issues related to the policy, including the role and influence of stakeholders. The aim of this study was to analyze the problems that arise as a result (Problem-Cause) KTDT development program and analyze the influence and role of the parties involved in the development of the model. Problem tree analysis results indicate that the main problem is the welfare of Cinyurup society is still low not in accordance with the initial target formation KTDT, as they relate to the sources of income of vegetable crops, raising dombing and other results have not contributed to the highest level of prosperity. The potency is still managed a partially, yet increase the added value for Cinyurup society. Stekakeholders analysis showed significant

170


Identifikasi Permasalahan dan Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Moh. Sofyan Budiarto) influence and role in determining achievement level of KTDT development (cq. farmer, buyer, group of farmer), while some others are not significant stakeholders in the role (cq. University, Perhutani). Pandeglang government must evaluate the adopted strategy to make improvements and implementation of development policies and strategies related to KTDT and involve the role of stakeholders who possess significant influence. Keywords: Integrated Sheap-Goats Farming System, KTDT, Stakeholder Analysis, Problem Tree Analysis, Pandeglang District.

PENDAHULUAN Secara geografis Kabupaten Pandeglang berada pada bagian Barat Daya Propinsi Banten dan terletak antara 6o21’ – 7o10’ Lintang Selatan (LS) dan 104o8’ – 106o11’ Bujur Timur ( BT ), dengan batas administrasinya adalah sebelah utara dengan Kabupaten Serang, sebelah timur dengan Kabupaten Lebak, sebelah selatan dengan Samudera Indonesia, dan sebelah barat dengan selat Sunda. Luas wilayah Kabupaten Pandeglang adalah 274.689,91 Ha atau 2.747 Km2 dan secara wilayah kerja administrasi terbagi atas 35 kecamatan, 322 desa dan 13 kelurahan (www. pandeglang.go.id). Dataran di Kabupaten Pandeglang sebagian besar merupakan dataran rendah yakni di bagian tengah dan selatan yang memiliki variasi ketinggian antara 0 – 1.778 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan luas sekitar 85,07% dari luas wilayah kabupaten. Secara umum perbedaan ketinggian di Kabupaten Pandeglang cukup tajam, dengan titik tertinggi 1.778 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung Karang pada daerah bagian utara dan titik terendah terletak di daerah pantai dengan ketinggian 0 m dpl (www.pandeglang.go.id). Kampung Cinyurup terletak di lereng sebelah timur Gunung Karang dengan ketinggian kurang lebih 632 m dpl. Topografi berbukit dengan kemiringan lahan antara 30-45 derajat ke arah timur. Secara administrasi masuk ke Kelurahan Juhut, Kecamatan Karangtanjung, Kabupaten Pandeglang. Mata pencaharian penduduk Cinyurup sebagian besar dari kegiatan pertanian tanaman musiman dan peternakan. Menurut Zulfanita (2011), tantangan terbesar dalam semua sistem produksi ternak di berbagai daerah antara lain adalah pakan dan lahan, padahal faktor utama dalam menentukan produktivitas ternak adalah terjaminnya ketersediaan hijauan pakan. Sayursayuran umumnya ditanam di dataran tinggi seperti kampung Cinyurup, dan tanaman perkebunan berkembang merata di seluruh wilayah. Petani memanfaatkan sisa-sisa sayuran sebagai hijauan pakan ternak domba dan kambing (dombing). Sebelum tahun 2005, telah terbentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) yang

dibina oleh perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pandeglang, karena wilayah Cinyurup berbatasan dengan kawasan hutan produksi terbatas perum Perhutani. Keberadaan LMDH ternyata tidak dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Cinyurup dan sekitarnya. Masyarakat masih mengambil kayu di kawasan Perhutani dan ada pula yang menggali pasir dan batu pada area Perum Perhutani. Hal ini berdampak pada kelestarian alam Cinyurup dan sekitarnya. Pada tahun 2005, dengan tekad meningkatkan kesejahteran, para tokoh kampung Cinyurup membentuk kelompok tani sayur-sayuran. Pada awalnya kegiatan kelompok terbatas pada lahan milik, namun pada akhirnya karena keterbatasan lahan, petani merambah ke kawasan Perhutani dan membuka lahan dengan menebang tegakan kayu. Pembukaan lahan sangat berbahaya terhadap perkampungan Cinyurup dan sekitarnya karena meningkatkan resiko tanah longsor. Pembukaan lahan dilakukan karena sifat tanaman sayur-sayuran tidak bisa tumbuh di bawah tegakan kayu. Pada akhirnya masyarakat sadar bahwa secara ekonomi pendapatan dengan usaha sayur meningkat, namun secara kelestarian lingkungan sangat membahayakan lingkungan tempat tinggalnya. Pada akhir tahun 2007, atas inisiatif beberapa tokoh kampung dan didukung oleh aparat desa Juhut serta memperhatikan saran dari Dinas Pertanian dan Peternakan, Kabupaten Pandeglang, dibentuklah kelompok tani ternak Karang Sejahtera. Pembentukan kelompok ini salah satunya bertujuan untuk mencari alternatif jenis usaha yang menguntungkan tetapi tidak merusak lingkungan. Dari beberapa diskusi, kemudian disimpulkan bahwa beternak domba dan kambing adalah salah satu alternatif terbaik. Pada awalnya merupakan usaha bersama dengan sistem bergulir. Anggota yang mendapat bantuan domba dan telah berkembang menjadi tiga ekor wajib menyerahkan satu ekor kepada warga yang lain, begitu seterusnya. Menurut Sugiharto dan Syarifudin (2007), sumberdaya manusia pada usaha peternakan merupakan faktor penting dalam

171


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 170 - 177

melakukan inovasi dan ide-ide pengembangan agribisnis. Modal sumberdaya manusia memainkan peran penting pada pertumbuhan ekonomi dikarenakan sumberdaya manusia memegang kendali rantai produksi, distribusi dan konsumsi (Penda, 2012). Sistem usaha ini ternyata berkembang cukup baik, sehingga pemerintah daerah khususnya Dinas Pertanian dan Peternakan waktu itu, memberi stimulan dombing untuk meningkatkan jumlah dombing yang ada di kampung Cinyurup. Sistim peternakan kambing yang ditemukan di wilayah Indonesia pada umumnya termasuk kategori sistim tradisional, dan dari sisi pengembangan usaha termasuk kategori usaha mikro, kecil, dan menengah (Shodiq, 2010). Disamping itu juga menumbuhkan industri pertanian, perternakan dan produk turunannya serta industri penunjang (pakan, sayur-mayur, obat-obatan dan alat mesin pertanian) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah Kabupaten Pandeglang menyusun suatu model pengembangan dengan melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) terkait, guna mendukung target terbentuknya kluster industri berbasis agrosektoral. Model pengembangan tersebut menjadi dasar dalam implementasi kebijakan dan kegiatan bidang agroindustri ke depan. Model Kampung Ternak Dombing Terpadu dirancang dalam suatu kawasan, dikembangkan dengan model pengembangan usaha ternak domba dan kambing yang mengarah pada pola usaha agribisnis, dengan target yang harus dicapai serta penanganan usaha dari aspek hulu sampai dengan aspek hilir. Pengembangan kampung ternak dirancang dengan harapan sebagian besar masyarakat (50 persen) diarahkan untuk memelihara ternak dombing, dan kawasan tersebut akan menjadi sumber ternak dengan populasi yang stabil atau meningkat sehingga populasi ternak domba dan kambing lebih dominan dibanding populasi penduduk yang ada. Target pendapatan adalah diperoleh minimal penghasilan 50 persen dari upah minimum regional (UMR) wilayah (sekitar Rp, 500.000,-/bulan) berasal dari usaha ternak domba dan kambing serta dalam jangka panjang diarahkan usaha pokok (50-70 persen) dari total pendapatan petani di pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai permasalahan yang muncul sebagai dampak

program pengembangan model Kampung Ternak Dombing Terpadu di Cinyurup serta mengevaluasi pengaruh dan peran para pemangku kepentingan (Stakeholders) dalam setiap pengambilan keputusan terkait pengembangan model tersebut. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran nyata adanya beberapa permasalahan yang muncul sebagai akibat pengambangan model dan peran masing masing pemangku kepentingan dalam implementasi kebijakan dan strategi pengembangan sebagai dasar untuk memperbaiki strategi dan program (redesign strategy and program) serta kegiatan terkait pengembangan kampung ternak dombing terpadu kedepan. METODE Penelitian dilaksanakan di kampung ternak domba terpadu terletak di kampung Cinyurup, Kelurahan Juhut, Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Oktober 2014. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif, dengan tujuan untuk mendiskripsikan perilaku, peristiwa lapangan, serta kegiatan-kegiatan tertentu secara terperinci dan mendalam, dengan menekankan realitas sosial sebagai sesuatu yang utuh, kompleks, dinamis dan bersifat interaktif. Teknik pengumpulan data mengunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), dengan responden Petani, Peternak Domba, Kelompok Tani, Pengurus Gapoktan, dan anggota kelompok wanita tani. Responden dari unsur pemerintah daerah adalah Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pandeglang, Bappeda Kabupaten Pandeglang, Kecamatan Karangtanjung, dan aparat kelurahan Juhut. Wawancara dan diskusi terstruktur digunakan untuk mendapatkan data primer sedangkan data sekunder diperoleh dari kelurahan, arsip dan data laporan kelompok tani. Analisis data dengan menggunakan Problem Tree Analysis dan Stakeholders Analysis. Problem Tree Analysis dipergunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur berbagai permasalahan yang muncul dalam implementasi kebijakan strategi pengembangan kampung ternak domba terpadu. Sedangkan Stakeholder Analisis menganalisa peran dan pengaruh pihakpihak yang berkepentingan terhadap pengembangan kampung ternak dombing terpadu.

172


Identifikasi Permasalahan dan Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Moh. Sofyan Budiarto)

peran dan kontribusi stakeholder adalah prasyarat dasar untuk proses partisipatif yang berhasil. Problem Tree Analysis. Hasil analisis Problem Tree Analysis pada pengembangan kampung ternak domba terpadu dapat dilihat pada gambar 1, di bawah ini :

HASIL DAN PEMBAHASAN Problem Tree Analysis dan Stakeholders Analysis merupakan metode untuk mengidentifikasi permasalahan permasalahan yang muncul seiring dengan berjalannya program, dan peran dari orang, kelompok dan organisasi yang memiliki kepentingan yang signifikan terhadap hal tertentu. Hal tersebut penting karena pemahaman yang jelas terhadap

Masyarakat belum sejahtera

Pendapatan petani masih rendah

Orientasi masyarakat masih subsisten

Ternak dombing belum efisien

Usaha sayuran subsisten Teknik budidaya sederhana

Harga dan pasar dombing

Kurang pembinaan

Teknik budidaya

Ketersediaan benih unggul

Kurang pembinaan Produk sampingan blm termanfaatkan

Lahan per Kepala Keluarga Sempit

Sumber pendapatan lain kurang mencukupi Akses Pasar Lemah Hasil kebun : cengkeh, talas beneng tidak dioptimalkan

Potensi pariwisata rendah Gambar 1. Problem Tree Analysis pada Kampung Ternak Dombing Terpadu. Hasil analisis dengan menggunakan problem tree analysis menunjukkan bahwa masyarakat merasa belum sejahtera, karena pedapatan masih rendah. Dikaitkan dengan analisis, ternyata konsep bertani dan beternak masih berorientasi subsisten. Dengan analisis

lebih lanjut, ternyata pedapatan yang diperoleh baru sebatas mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari. Menurut Dossa, dkk (2008), perlu identifikasi hambatan dan permasalahan dengan melibatkan masyarakat secara partisipatif untuk merumuskan strategi dan meningkatkan

173


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 170 - 177

kesejahteraan masyarakat. Dilihat dari sumber pendapatan dapat dikelompokkan dari tiga jenis kegiatan utama, yaitu : usaha tanaman sayuran, usaha ternak domba, dan sumber pendapatan lain. Usaha Tanaman Sayuran. Meskipun produksi sayuran terserap pasar lokal di kabupaten Pandeglang, namun petani sangat sulit mengembangkan usaha tersebut. Hal ini karena ketersediaan lahan relatif kecil, sementara pada kawasan lebih tinggi merupakan kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Teknik budidaya sayuran juga masih tergolong sederhana, karena kurangnya pembinaan dan pendampingan petugas. Masalah lain adalah orientasi petani yang masih pada kegiatan subsisten yaitu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan belum berorientasi mengembangkan usaha agribisnis sayuran. Ketersediaan benih unggul sayuran juga menjadi kendala utama pengembangan usaha ini. Selama ini petani masih kesulitan untuk mendapatkan bibit unggul tanaman sayuran. Peluang usaha lain adalah dengan memproduksi sayuran organik yang memiliki harga yang cukup baik, mengingat petani dapat memanfaatkan jumlah pupuk kotoran kambing yang melimpah. Perlu pendampingan yang tepat agar petani dapat memproduksi sayuran organik termasuk pasar produk organik Sinar Tani (2011). Usaha Ternak Domba. Populasi domba dan kambing pada KTDT di akhir 2012 mencapai lebih dari 2.900 ekor, BPS (2014). Dilihat dari segi kuantitas bertambah akan tetapi secara ekonomi dampaknya belum signifikan terhadap kesejahteraan warga Cinyurup. Nilai ekonomi diperoleh sebatas menjual domba/daging dan belum ada nilai tambah dari usaha ternak domba ini. Penerimaan usaha menurut Munawir (1993) adalah nilai atau hasil dari penjualan produk-produk yang dihasilkan dari suatu usaha. Semakin besar jumlah produk yang dihasilkan dan berhasil dijual akan semakin besar pula penerimaannya, tetapi besarnya penerimaan tidak menjamin besar pula pendapatan yang diterima. Harga kambing tidak stabil, pada saat tertentu harga kambing melonjak akan tetapi di saat yang lain harganya cukup rendah. Pemerintah daerah belum mampu memberikan jaminan harga yang stabil terhadap ternak domba yang dihasilkan. Pemerintah daerah juga perlu bekerjasama dengan Badan Penelitian Peternakan (Balitnak) Kementerian Pertanian, dalam teknik budidaya agar usaha ternak domba ini mampu menghasilkan nilai tambah. Menurut

Herison, dkk (1980), perlu adanya inovasi teknologi termasuk tehnik manajemen, seleksi genetik, inseminasi buatan dan perlakuan hormon untuk meningkatkan keberhasilan ternak dombing. Ketersediaan pakan ternak juga menjadi faktor utama pengembangan ternak dombing sehingga perlu dicarikan solusinya terutama penyedian lahan untuk pakan, sosialisasi jenis hijauan makanan ternak (HMT) baru yang dapat dikembangkan, sumber-sumber pakan ternak lainnya. Usaha ternak kambing pada umumnya terkendala keterbatasan air, pakan ternak dan kurangnya informasi pasar Kusumastuti (2012). Jenis jenis Multi Purposes Trees Species (MPTS) seperti tanaman kaliandra, gliricidia dan lainnya dapat dijadilkan sumber pakan ternak sekaligus memperbaiki biofisik tanah sehingga menurunkan resiko tanah longsor. Jumlah kotoran Dombing yang cukup besar belum dapat dimanfaatkan secara optimal, baik sebagai pupuk kandang maupun biogas. Beberapa instalasi biogas bantuan dari beberapa instansi tidak berfungsi, sehingga perlu adanya pendampingan dan pelatihan. Sebagian masyarakat masih memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk kehudupan seharihari. Sistem pembiakan domba masih dilakukan secara sederhana, perlu input teknologi inseminasi buatan dan metode kawin serentak yang dapat diaplikasikan untuk mendapatkan bibit dombing unggul dan murah. Disamping itu perlu adanya peningkatan sinergi dan kerjasama institusi pemerintah daerah dan Balitnak dalam pengembangan ternak dombing. Sumber Pendapatan lain. Kampung Cinyurup juga menyimpan potensi ekonomi lain yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi talas beneng (besar dan kuning), dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan alternatif dan diolah menjadi berbagai macam makanan olahan. Saat ini kapasitas produksi talas beneng yang dikelola oleh kelompok masih relatif kecil karena ketersediaan peralatan alat penepung dengan kapasitas kecil. Dilihat dari sisi pasar, kebutuhan pasar akan tepung talas beneng cukup tinggi, beberapa perusahaan juga telah memanfaatkan tepung talas beneng. Kendala terletak pada mesin pengolah talas dan teknologi pasca panen yang belum memadahi. Kebutuhan pasar yang tinggi, harus diimbangi dengan input teknologi baik pengolahan maupun budidaya, sehingga kontinuitas produk tepung talas beneng dapat terus terpenuhi secara kuantitas dan kualitas. Kampung Cinyurup juga dikenal sebagai penghasil pisang. Beberapa jenis pisang

174


Identifikasi Permasalahan dan Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Moh. Sofyan Budiarto)

dihasilkan di kebun sekitar Cinyurup. Selama ini masyarakat masih sebatas menjual pisang tandan dan belum dapat memanfaatkan menjadi pangan olahan. Perlu input teknologi dan pembinaan dari pemerintah daerah dan BPTP agar komoditas pisang dapat dimanfaatkan menjadi pangan olahan dan dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat kampung Cinyurup. Cinyurup juga berpotensi sebagai tempat pengembangan hutan rakyat mengingat kawasan ini memiliki tanah yang baik untuk budidaya tanaman tahunan. Sistem tumpangsari dapat diterapkan dengan mengkombinasikan tanaman tahunan dan tanaman pakan ternak. Petani juga dapat mamanfaatkan jenis tanaman multi purpose species yaitu jenis tanaman tahunan yang daunya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Stakeholders Analysis. Pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan pengembangan Kampung Ternak Dombing Terpadu ini adalah pemerintah Pemerintah Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang, BPTP, Balitnak, Badan Litbang Pertanian, Bank Indonesia, Universitas Sultan Agent Tirtayasa (Untirta), Lembaga swadaya masyarakat (LSM), Gapoktan, Kadin, Kelompok Tani, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. menunjukkan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan kampung ternak domba terpadu dan peran stakeholders. Beberapa pemangku kepentingan sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan, sedangkan pemangku kepentingan yang lain kurang berpengaruh dalam pengambilan keputusan dan implementasi strategi pengembangan.

Tabel 1. Pengaruh Pemangku Kepentingan Stakeholder

No

Level

1.

Pemerintah Pusat

Pusat

2.

Pemerintah Provinsi

Provinsi

3.

Pemerintah Kabupaten

Kabupaten

4.

Kabupaten

5.

Dinas Pertanian Dinas Peternakan Dinas Kehutanan Disperindagpas BPTP dan Balitnak

6.

Peran

Pengaruh

Penetapan Kebijakan, penyediaan Sapras Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Penetapan Kebijakan/perda Pelaksana Teknis Implementasi Kredit Mikro Pendampingan dan pengembangan kelembagaan kelompok Pembinaan dan peyuluhan

Sangat Signifikan Signifikan

Pusat

Introduksi Teknologi

Kelompok Tani

Lokal

7.

Gapoktan

Lokal

8.

LSM

Kabupaten

Pelaku Kegiatan Koordinasi, manajemen Organisasi kelembagaan Implementasi,strategi pengembangan Pendampingan

Sangat Signifikan Sangat Signifikan Signifikan

9.

Lem. Keuangan

Kabupaten/ Pendampingan finansial Provinsi Provinsi Pendampingan Tenan Teknologi

10. Perguruan Tinggi

Sangat Signifikan Sangat Signifikan

Kurang signifikan Signifikan Kurang signifikan

Sumber: Data penelitian diolah (2014) Sedangkan Kelompok Pedagang, Pengusaha, kelompok tani, gapoktan adalah kelompok yang bertaruh dengan resiko tinggi dan pengaruhnya tinggi sehingga kepentingan dari kelompok ini harus diperhatikan dan diakomodasi. Perguruan tinggi adalah kelompok dengan resiko rendah dan pengaruh rendah. Kelompok ini harus sering dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan agar

Dari hasil analisis kuadran pada Tabel 2 diketahui bahwa beberapa stakeholders memiliki peran dan berpengaruh tinggi dan memiliki resiko rendah yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten dan Provinsi, BPP, Balitnak, beberapa dinas di kabupaten Pandeglang karena selalu terlibat dalam setiap pengambilan keptusan berkaitan dengan pengembangan kampung ternak domba terpadu.

175


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 170 - 177

memiliki pengaruh yang cukup tinggi. Sedangkan LSM memiliki pengaruh rendah dan resiko tinggi karena berada pada lini terdepan di masyarakat tetapi kurang berpengaruh dalam

pengambilan kebijakan pengembangan kampung ternak domba terpadu.

Tabel 2. Hasil Stakeholders Analysis Pengembangan Kampung Ternak Dombing Pengaruh Rendah

Pengaruh Tinggi

Kelompok yang Bertaruh dengan Resiko Rendah

LSM Di prioritaskan paling akhir Monitoring

Pemerintah Pusat, BPPP, Balitnak Pemerintah Propinsi Banten Pemerintah Kab. Pandeglang Dinas Pertanian,Dinas Peternakan, PU, Perindag Selalu diajak dalam proses pengambilan keputusan

Kelompok yang Bertaruh dengan Resiko Tinggi

Perguruan Tinggi, Perhutani Membutuhkan empowerment (selalu diinformasikan dan diajak agar mau terlibat)

Pedagang/pengusaha Petani/Kelompok Tani/Gapoktan Merupakan kelompok yang paling penting dan harus diakomodasi

Sumber: Data penelitian diolah (2014) pengambilan keputusan pada implementasi kebijakan dan strategi pengembangan.

KESIMPULAN Strategi Pengembangan Kampung Ternak Dombing terpadu harus memperhatikan dinamika permasalahan-permasalahan yang ada pada kawasan pengembangan. Ada tiga masalah utama dalam pengembagan KTDT, yaitu budidaya dan usaha sayuran belum memberikan peningkatan kesejahteraan, usaha ternak dombing belum memberikan nilai tambah dan sumber pendapatan lain belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memperoleh nilai tambah. Implementasi strategi pengembangan model belum mampu menyelesaikan masalah utama yaitu meningkatkan kesejahteraan warga Cinyurup dikarenakan potensi sumberdaya belum dapat dimanfaatkan secara optimal dan peran para pemangku kepentingan kurang sinergi dan terintegrasi. Hasil stakeholders analysis menunjukkan bahwa petani, pedagang, kelompok tani, gapoktan memiliki peran signifikan dan berpengaruh besar kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Perguruan tinggi dan Perhutani berperan kurang signifikan dan memiliki resiko kecil dan tidak banyak terlibat dalam pengambilan keputusan. Hal ini tentunya kurang memberikan dampak positif dalam pengembangan kampung dombing terpadu. Pemerintah Kabupaten Pandeglang diharapkan lebih banyak melibatkan para stakeholders yang memiliki resiko tinggi dan berpengaruh besar dilibatkan dalam

REKOMENDASI Adanya dinamika permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan model Kampung Dombing Terpadu Cinyurup yang menyebabkan pelaksanaan program kurang effektif menjadi bahan untuk dikaji lebih lanjut oleh pemerintah Kabupaten Pandeglang. Para stakeholders yaitu Pedagang, Pengusaha, Petani, Kelompok tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang berpengaruh besar dan resiko besar perlu duduk bersama dan lebih banyak dilibatkan dalam merancang ulang pengembangan kampung ternak domba terpadu sehingga dapat memberikan manfaat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setelah dilaksanakan penelitian terhadap problem tree analysis dan stakeholders analysis, perlu dilakukan penelitian lanjutan berkenaan dengan analisis SWOT dan force field analysis untuk mendapatkan gambaran rekomendasi kepada stakeholders dalam melakukan perbaikan dan merancang ulang pengembangan yang teritegrasi, seperti penentuan tahapan pengembangan, prioritas program, manajemen waktu, monitoring dan evaluasi program serta pendampingan yang intensif. DAFTAR PUSTAKA Alford, A., Gerry Grifith dan Lloyd Davies. 2003. Livestok Farming System in Northern Tableland od New South Wales: An Economic Analysis. Economic Research Report (12).

176


Identifikasi Permasalahan dan Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Moh. Sofyan Budiarto)

Bharoto, Sofia Effendi. 2009. Analisis Kelayakan Agribisnis Penggemukan Ternak Domba dan Pakan Fermentasi (Studi Kasus Penggemukan Ternak Domba di Pesantren Sunan Kalijaga, Desa Jamblangan, Wonocatur, Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu Pertanian Vo. 16 (2).

Skonhoft A., Gunar Austreim dan Atle Mysterud. 2010. A Bio-Economic Sheep-Vegetation Trade Off Model: An Analysis of Nordic Sheep Farming System. Natural Resourches Modelling Volume 23. Norway. Sugiarto, Moch dan Syarifudin Nur. 2007. Pengembangan Potensi Sumberdaya Peternak sebagi Peningkatan Peternakan Kambing Skala Mikro di Kabupaten Banyumas. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Sudirman.

Brilhante, Ogenis. 2007. Stakeholder analysis : Action Plan. IHS/Erasmus University of Netherland. Budiharjo, Kustopo. 2003. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Petani Peternak dalam Pengambilan Keputusan Manajemen Usaha Ternak Kambing di Kota Semarang. Magister Ilmu Peternakan, Thesis, Universitas Jenderal Sudirman.

Suryanto B., Budiraharjo dan M.Habib. 2007. Analisis Komparasi Pendapatan Usaha Ternak kambing Peranakan Etawa (PE) di desa Sombongrejo, Kecamatan Sombong Kabupaten Blora. Jurnal of Agricultural Socio Economic (3) Unsoed.

Darwaanto H D., YP Ratnaningtyas. 2007. Kesejahteraan Pertani dan Peningkatan Kesediaan Pangan. Jurnal Ekonomi Rakyat. [Online]. Dari: www.ekonomirakyat.org [Diakses: 12 Agustus 2014).

Widodo, R. 2007. State of the Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia : Kilas Balik Kerisauan Mubyarto. Jurnal Ekonomi Rakyat. (Online). Dari: www.ekonomirakyat.org. [Diakses: 12 Agustus 2014).

Dosa, L Hypolete.,R Barbara.,B Regina B., Clements W. 2008. Socio Economic Determinants of Keeping Goats and Sheep by Rural Poeple Southern Benin. Agriculture Human Value Journal, Vol.25.

Winarso, Bambang. 2009. Prospek dan Kendala Pengembangan Ternak Kambing /Domba di Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional : Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Bogor.

Horizon VL,. 1980. Sheep Production Intensive, Innovative Techniques Boost Yield. An Agricultural Economic Report (452). Departement of Agriculture, USA

Badan Pusat Statistik. 2014. (Online dari: [www. banten.bps.go.id/peternakan]. Diakses: tanggal 0109-2014.

Humas Protokol Provinsi Banten. 2011. Pandeglang Kembangkan Klaster Agrobisnis Terpadu. [Online] Dari: www.humasprotokol.bantenprov.go.id [Diakses: 12 Agustus 2014)

Zulfanita, 2011. Kajian Usaha Ternak Kambing di Desa Lubang Sampang, Kecamatan Piturus, Kabupaten Purworejo. Jurnal Media Agro (2), Vol. 7.

Kabupaten Pandeglang. 2014. [Online]. Dari: www.pandeglangkab.go.id/profile] [Diakses: tanggal 12-08-2014]. Kusumastuti, T Angraeni. 2012. Kelayakan Usaha Ternak Kambing Menurut System Pemeliharaan Bangsa dan Elevasi. Journal Sains Peternakan (2), Vol : 10.. Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah. Jurnal Ekonomi Rakyat. [Onine]. Dari: www.ekonomirakyat.org. [Diakses: tanggal 12-082014]. Munawir S. 1993. Analisa Laporan Keuangan. Edisi ke 4 Cetakan ke 4. Yogyakarta: Liberty Offset. Penda, T.S. 2012. Human Capital Development for Agricultural Business in Nigeria. International Food and Agribusiness. Management Review, Volume 15 Special Issue. Shodiq, Ahmad. 2010. Pola Usaha Peternakan Kambing dan Produktifitasnya di Wilayak Karesidenan Eks- Banyumas. Jurnal Agripet (2), Vol.10. Sinar Tani. 2011. Kampung Ternak Domba Juhut Banten Jadi Model Kluster dan M-P3MI. Edisi 3400

177


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 178 - 185

Hasil Penelitian EVALUASI SISTEM IRIGASI UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN IRIGASI DI SUMATERA UTARA

(EVALUATION OF IRRIGATION SYSTEM TO SUPPORT DEVELOPMENT OF IRRIGATION IN NORTH SUMATRA) Sahat Christian Simanjuntak Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 email : sahat.christian76@gmail.com

Diterima: 14 Juli 2015; Direvisi; 31 Agustus 2015; Disetujui; 04 September 2015

ABSTRAK Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air irigasi adalah semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity) pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan. Permasalahan lain dalam penyediaan air irigasi adalah pengaturan dan pendistribusian atau operasi dan pemeliharaan. Secara teknis pengaturan dan pendistribusian air irigasi dapat direncanakan dan dilakukan secara akurat dan optimum berdasarkan teknologi yang ada. Namun masih terdapat kendala besar dalam pengaturan dan pendistribusian air yang berasal dari faktor non teknis seperti faktor sosial, ekonomi dan budaya dari pemakai dan pengguna air irigasi yang tergabung dalam kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Permasalahan kerusakan irigasi di Sumatera Utara, dimana kerusakan saluran irigasi tersebut sering dikeluhkan petani yang tidak mendapatkan pasokan air memadai untuk memperlancar aktivitas bercocok tanam. Di pihak lain, kelembagaan petani yang mengelola irigasi yang tergabung dalam Komisi Irigasi dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang ada di Sumatera Utara selama ini juga belum berjalan secara optimal sebagai akibat kurangnya penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh instansi terkait pengelolaan air irigasi tidak berjalan secara efektif dan efisien. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap sistem irigasi (prasarana irigasi dan pengelolaan irigasi) dalam mendukung pembangunan irigasi di Sumatera Utara. Hasil evaluasi terhadap sistem irigasi dalam mendukung pembangunan irigasi di Sumatera Utara diperoleh kinerja prasarana irigasi termasuk dalam kategori cukup baik dengan komponen kinerja terbaik terdapat pada subindikator ketersediaan air menurut waktu, dan komponen kinerja terendah terjadi pada sub indikator jumlah dan kualitas bangunan sadap. Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota agar meningkatkan peran dan tanggungjawabnya dalam pengembangan sistem irigasi di Sumatera Utara baik dalam penguasaan air/sumbernya, distribusi dan alokasi air, serta pembangunan dan pemeliharaan bangunan air atau jaringan irigasi maupun organisasi pengelola (dinas terkait, P3A, Komisi Air dan lain-lain) pada daerah irigasi. Kata Kunci: Daerah Irigasi, Sistem Irigasi, Jaringan Irigasi, Pengelolaan Irigasi.

ABSTRACT One of the main issues that occur in the supply of irrigation water is increasingly scarce availability of water (water scarcity) at certain times. On the other hand the demand for water for various needs tend to increase as a result of the increase in population, the diversity of water use, the development of construction, as well as the tendency of declining water quality due to pollution by various activities. Another problem in the supply of irrigation water is the setting and the distribution or operation and maintenance. Technically arrangement and distribution of irrigation water can be planned and carried out accurately and optimum based on existing technology. However, there are still major obstacles in the regulation and distribution of water from non-technical factors such as social, economic and cultural of users and users of irrigation water is incorporated in institutional water user associations (P3A). Problems damage to irrigation in North Sumatra, where damage to the irrigation channels that farmers often complain about not

178


Evaluasi Sistem Irigasi Untuk Mendukung Pembangunan Irigasi di Sumatera Utara (Sahat Christian Simanjuntak) getting adequate water supply to facilitate farming activities. On the other hand, institutional farmers manage irrigation incorporated in the Commission of Irrigation and water user associations (P3A) in North Sumatra during this time has not run optimally as a result of the lack of counseling and coaching conducted by relevant agencies managing irrigation water does not run effectively and efficiently. The aim of this study was to evaluate the irrigation system (irrigation infrastructure and irrigation management) to support the development of irrigation in North Sumatra. Results of evaluation of the irrigation system in supporting the development of irrigation in North Sumatra obtained performance of the irrigation infrastructure included in the category quite well with the best performance of the components contained in the sub-indicators of water availability over time, and the lowest performance components occur at sub-indicators the number and quality of the tap building. Central Government, Provincial and Regency / City in order to enhance the role and responsibilities in the development of irrigation systems in North Sumatra, both in the control of water / source, distribution and allocation of water, and development and maintenance of building water or irrigation network and management organizations (agencies related, P3A, Water Commission and others) in the irrigation area. Keyword: Regional Irrigation, Irrigation Systems, Irrigation, Irrigation Management.

Degradasi sumber air irigasi berupa menurunnya stabilitas debit air sungai, sedangkan menurunnya kinerja jaringan irigasi disebabkan oleh rusaknya saluran-saluran tersier dan tidak berfungsinya saluran tersebut akibat elevasi dan dasar saluran lebih tinggi dari permukaan air di saluran sekunder. Disamping itu ditengarai oleh Arif (1996), bahwa menurunnya kapasitas lahan irigasi bisa juga disebabkan karena rancang bangun jaringan irigasi yang kurang baik. Di dalam pengelolaan jaringan irigasi ini, terdapat tiga kegiatan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (Ismindarwati, 1983). Permasalahan kerusakan irigasi di Sumatera Utara, dimana kerusakan saluran irigasi tersebut sering dikeluhkan petani yang tidak mendapatkan pasokan air memadai untuk memperlancar aktivitas bercocok tanam. Di pihak lain, kelembagaan petani yang mengelola irigasi yang tergabung dalam Komisi Irigasi dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang ada di Sumatera Utara selama ini juga belum berjalan secara optimal sebagai akibat kurangnya penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh instansi terkait pengelolaan air irigasi tidak berjalan secara efektif dan efisien. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dengan jelas menyatakan bahwa pengembangan dan pengelolaan irigasi bertujuan mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian yang diselenggarakan secara partisipatif untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang duwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi yang partisipatif. Sejalan hal tersebut, Menteri Pekerjaan Umum RI melalui Kepmen PU Nomor 293 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Daerah Irigasi, telah menetapkan sistem irigasi di Provinsi Sumatera Utara berkembang dalam tiga kategori

PENDAHULUAN Kementerian Pekerjaan Umum RI setiap tahunnya telah berupaya untuk meningkatkan produksi irigasi paling sedikit 7% per tahun. Upaya tersebut meliputi antara lain penyediaan air yang harus sesuai dengan waktu, ruang, jumlah, mutu, kondisi sarana/prasarana SDA, dan pengelolaan SDA yang sesuai dengan ketentuan. Daerah irigasi di seluruh Indonesia 70% merupakan kewenangan pemerintah daerah dan 2,6 juta ha harus di lakukan perbaikan (Syaifuddin, dkk., 2013). Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air irigasi adalah semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity) pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan (Bustomi, 2003). Permasalahan lain dalam penyediaan air irigasi adalah dalam hal pengaturan dan pendistribusian atau operasi dan pemeliharaan. Secara teknis pengaturan dan pendistribusian air irigasi dapat direncanakan dan dilakukan secara akurat dan optimum berdasarkan teknologi yang ada. Namun masih terdapat kendala besar dalam pengaturan dan pendistribusian air yang berasal dari faktor non teknis seperti faktor sosial, ekonomi dan budaya dari pemakai dan pengguna air irigasi yang tergabung dalam kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Menurut Purwoto (1998) dan Sumaryanto (2006), dalam sepuluh tahun terakhir ini di wilayah-wilayah yang semula didesain sebagai lahan beririgasi teknis dan semi teknis telah terjadi penurunan kapasitas lahan irigasi, karena degradasi sumber air irigasi dan menurunnya kinerja jaringan irigasi.

179


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 178 - 185

kewenangan pengelolaan yaitu daerah irigasi (DI) yang dikelola oleh Pemerintah Pusat sebanyak 12 DI, Pemerintah Provinsi sebanyak 64 DI dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebanyak 932 DI. Jaringan irigasi di Sumatera Utara hingga tahun 2013 lebih kurang seluas 420.364 hektar dengan rincian yang ditangani Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA) Provinsi Sumatera Utara seluas 88.773 hektar, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II seluas 70.530 hektar dan ditangani Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota seluas 261.061 hektar. Adapun rincian kondisi irigasi yang ditangani PSDA Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah 44,44 % (38.662 hektar) berkondisi baik, 15,63 % (13.597 hektar) rusak ringan, 20,49% (17.826 hektar) rusak sedang dan rusak berat 19,44 % (16.912 hektar). Saluran irigasi yang rusak berat menurut PSDA Provinsi Sumatera Utara terutama terjadi karena banyak areal pertanian di beberapa kabupaten yang telah berubah fungsi menjadi

perkebunan kelapa sawit sehingga membuat jaringan irigasi kering karena tidak teraliri air. Luasnya areal irigasi ini sangat berperan untuk menunjang Sumatera Utara sebagai daerah lumbung pangan nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap sistem irigasi (prasarana irigasi dan pengelolaan irigasi) dalam mendukung pembangunan irigasi di Sumatera Utara. METODE Lokasi kegiatan penelitian ini ditentukan secara purposive sampling yaitu 5 (lima) kabupaten di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang mewakili Dataran Tinggi (Kabupaten Simalungun), mewakili pantai timur (Kabapaten Deli Serdang dan Asahan), dan mewakili Pantai Barat (Kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal), seperti yang diperlihatkan pada tabel 1.

Tabel 1. Daerah Irigasi (DI) Sebagai Lokasi Sampel Penelitian Kondisi Geografis Status Daerah Irigasi Wilayah PantaiWilayah Dataran Wilayah Pantai Barat Timur Tinggi Wewenang Pemerintah DI Bandar Sidoras DI Kerasaan DI Batang Gadis (Deli Serdang) Pusat (Simalungun) (Mandailing Natal)

Wewenang Pemerintah Provinsi

DI Panca Arga (Asahan)

DI Parbarakan Wewenang Pemerintah (Deli Serdang) Kabupaten/Kota Sumber : Data Primer Diolah (2014)

DI Panombean (Simalungun)

DI Ujung Gurap (Tapanuli Selatan)

DI Naga Huta (Simalungun)

DI Batu Na Dua (Padang Sidimpuan)

Lokasi dipilih secara purposive karena lokasi tersebut mewakili berbagai permasalahan sistem irigasi baik masalah prasarana dan kelembagaan pengelolaan. Waktu pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 4 (empat) bulan mulai Juli s.d Agustus 2014. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang berwawasan lingkungan dan partisipatif. Berwawasan lingkungan didasarkan pada pemahaman bahwa sistem irigasi dianggap sebagai satu kesatuan sistem yang utuh antara subsistem prasarana irigasi (civil works) dan pengelolaan irigasi (soft component) dimana antara berbagai komponen yang ada pada kedua subsistem memiliki interaksi satu dengan yang lain yang merupakan inti prinsip pelestarian air. Partisipatif karena pendekatan yang digunakan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat mulai dari tingkat perencanaan

hingga ke tingkat operasional dan evaluasi. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data sosial ekonomi dan kelembagaan yang merupakan data primer dan sekunder. Dalam rangka pengumpulan informasi atau data primer perlu ditetapkan populasi yang terdiri atas seluruh rumah tangga petani pemakai air di daerah irigasi. Jumlah sampel yang diambil dari tiap level pengelolaan irigasi (kabupaten, provinsi, pusat) secara proporsional diambil sebanyak 1% dari total populasi. Dari setiap daerah irigasi sampel ditetapkan 30 orang sampel yang terdiri atas 28 orang petani pemakai air dan 2 orang staf atau pejabat SKPD yang terkait dengan sistem irigasi. Penetapan sampel sebanyak 30 orang dengan alasan bahwa jumlah sampel minimal yang memadai untuk dianalisis secara statistik adalah sebanyak 30 reponden (Roscoe dalam Sekaran, 2006).

180


Evaluasi Sistem Irigasi Untuk Mendukung Pembangunan Irigasi di Sumatera Utara (Sahat Christian Simanjuntak)

Penetapan 28 orang sampel petani pemakai air dilakukan secara random dan penetapan 2 orang staf atau pejabat SKPD yang relevan ditentukan secara purposive. Selain itu untuk data primer pendukung untuk aspek kelembagaan dan kebijakan dikumpulkan dari informan atau narasumber yang berasal dari pimpinan SKPD yang relevan. Untuk mendapatkan variabel-variabel data primer pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui wawancara terhadap responden (sampel) dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Adapun jenis data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Kinerja sistem irigasi eksisting di Provinsi Sumatera Utara menggunakan variabel prasarana irigasi (civil works) dengan indikator tempat atau wadah air, asal-usul air, penyediaan air irigasi (kondisi debit normal maupun debit minimum), pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi (menurut kondisi baik, rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat); maupun pengelolaan irigasi (soft component) dengan indikator pengelolaan air tingkat usaha tani, pengelolaan asset irigasi, pengelolaan jaringan irigasi, kelembagaan irigasi, konversi lahan irigasi dan sumberdaya manusia (persepsi, partisipasi dan kerjasama). Data pada variabel prasarana irigasi (civil works) dengan indikator tempat atau wadah air, asal-usul air, penyediaan air irigasi, pengaturan air irigasi adalah data sekunder berskala rasio, sedangkan data pada indikator jaringan irigasi adalah data sekunder berskala rasio dan ordinal. Data pada variabel pengelolaan irigasi (soft component) dengan indikator pengelolaan air tingkat usaha tani, pengelolaan jaringan irigasi adalah data sekunder berskala rasio; pengelolaan asset irigasi adalah data sekunder berskala ordinal; sedangkan kelembagaan irigasi adalah data sekunder berskala ordinal; dan sumberdaya manusia (persepsi, partisipasi dan kerjasama) adalah data primer berskala ordinal. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengumpulan data primer yang dilakukan secara proporsional sesuai jumlah daerah irigasi menurut tiga kategori kewenangan pengelolaan yaitu daerah irigasi (DI) yang dikelola oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Kabupaten/Kota yang dijadikan sampel. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan responden menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait dengan irigasi di Sumatera Utara, yaitu : Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Sumatera

Utara, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II, dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Data pada variabel prasarana irigasi (civil works) dengan indikator tempat atau wadah air, asal-usul air, penyediaan air irigasi, pengaturan air irigasi adalah data sekunder berskala rasio, sedangkan data pada indikator jaringan irigasi berskala adalah data sekunder berskala rasio dan ordinal. Data pada Variabel soft component irigasi dengan indikator pengelolaan air tingkat usaha tani, pengelolaan jaringan irigasi adalah data sekunder berskala rasio; pengelolaan aset irigasi adalah data sekunder berskala ordinal; sedangkan kelembagaan irigasi adalah data sekunder berskala ordinal; dan sumberdaya manusia (persepsi, partisipasi dan kerjasama) adalah data primer berskala ordinal. Metode analisis data dalam penelitian ini berdasarkan persepsi responden terhadap setiap kriteria atau indikator kinerja. Sistem irigasi dinilai dalam 5 kategori yaitu kategori tidak baik dengan skor 1, kurang baik dengan skor 2, kategori cukup baik dengan skor 3, kategori baik dengan skor 4, kategori sangat baik dengan skor 5. Interpretasi setiap kriteria atau indikator kinerja sistem irigasi untuk satu daerah irigasi dilakukan berdasarkan total skor dari seluruh sampel (30 responden) yang ada sebagai berikut : total skor 30 – 53 : kinerja tidak baik, total skor 54 – 77: kinerja kurang baik, total skor 78 – 101 : kinerja cukup baik, total skor 102 – 125 : kinerja baik, dan total skor 126 – 150 : kinerja sangat baik. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel utama yaitu variabel prasarana irigasi (civil works) dan variable pengelola irigasi (soft component), dimana masing-masing variabel didefinisikan sebagai berikut: (1) Variabel prasarana irigasi (civil works) yaitu gambaran dari kinerja prsarana irigasi yang terdiri atas indikator tempat atau wadah air, asal-usul air, penyediaan air irigasi, pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi; (2) Variabel pengelola irigasi (soft component) yaitu gambaran dari kinerja perangkat lunak irigasi yang terdiri atas komponen pengelolaan air tingkat usaha tani, pengelolaan asset irigasi, pengelolaan jaringan irigasi, kelembagaan irigasi (tingkat petak tersier, tingkat daerah hingga tingkat pusat) dan sumberdaya manusia (persepsi, partisipasi dan kerjasama). HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Kinerja Prasarana Irigasi (Civil Works). Kinerja prasarana irigasi yang di evaluasi pada penelitian ini dengan

181


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 178 - 185

menggunakan beberapa indikator, yaitu: persepsi terhadap tempat atau wadah air, asalusul air, penyediaan air irigasi, pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi. Dengan sub indikator persepsi tentang ketersediaan air menurut waktu, ketersediaan air menurut kualitas, pengaturan / pembagian / penggunaan air irigasi, jumlah dan kualitas bangunan utama irigasi, panjang dan kualitas saluran induk, panjang dan kualitas saluran pembuangan, jumlah dan kualitas bangunan bagi, jumlah dan kualitas bangunan bagi sadap, jumlah dan kualitas bangunan sadap, jumlah dan kualitas bangunan pelengkap. Hasil dari masing-masing hasil skoring persepsi terhadap setiap sub indikator disajikan sebagai berikut: ketersediaan air menurut waktu, ketersediaan air menurut kualitas, pengaturan/pembagian dan penggunaan air irigasi, jumlah dan kualitas bangunan utama, panjang dan kualitas saluran induk, panjang saluran pembuangan, jumlah dan kualitas bangunan bagi, jumlah dan kualitas bangunan bagi sadap, jumlah dan kualitas bangunan sadap, jumlah dan kualitas bangunan pelengkap. Ketersediaan Air Menurut Waktu. Ratarata total skor persepsi terhadap ketersediaan air menurut waktu pada Daerah Irigasi (DI) pada daerah sampel penelitian adalah 109. Hal ini berarti bahwa ketersediaan air menurut waktu pada masing-masing daerah irigasi yang diteliti termasuk dalam kategori baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 102125. Total skor persepsi tertinggi terhadap ketersediaan air menurut waktu terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 120 (kategori baik) dan yang terendah terdapat pada DI Bandar Sidoras yaitu 90 (kategori cukup baik). Ketersediaan Air Menurut Kualitas. Rata-rata skor persepsi terhadap ketersediaan air menurut kualitas pada Daerah Irigasi (DI) yang teliti adalah 108. Hal ini berarti bahwa ketersediaan air menurut kualitas dari masingmasing daerah irigasi termasuk dalam kategori baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 102-125. Total skor persepsi tertinggi terhadap ketersediaan air menurut kualitas terdapat pada DI Batang Gadis, Kerasaan dan Perbarakan yaitu sebesar 120 (kategori baik) dan yang terendah terdapat pada DI Bandar Sidoras yaitu sebesar 90 (kategori cukup baik). Pengaturan/Pembagian dan Penggunaan Air Irigasi. Rata-rata skor persepsi terhadap pengaturan/pembagian dan penggunaan air irigasi pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah sebesar 90. Hal ini berarti bahwa pengaturan/pembagian dan penggunaan air irigasi termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang rata-rata total skor

78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap pengaturan/pembagian dan penggunaan air irigasi terdapat pada DI Ujung Gurap yaitu sebesar 118 (kategori baik) dan yang terendah terdapat pada DI Bandar Sidoras yaitu sebesar 70 (kategori kurang baik). Jumlah dan Kualitas Bangunan Utama. Rata-rata skor persepsi terhadap jumlah dan kualitas bangunan utama pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 96. Hal ini berarti jumlah dan kualitas bangunan utama termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap jumlah dan kualitas bangunan utama terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 123 (kategori baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panca Arga yaitu 71 (kategori kurang baik). Panjang dan Kualitas Saluran Induk. Rata-rata skor persepsi terhadap panjang dan kualitas saluran induk pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 102. Hal ini berarti bahwa panjang dan kualitas saluran induk termasuk dalam kategori baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 102-125. Total skor persepsi tertinggi terhadap panjang dan kualitas saluran induk terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 120 (kategori baik) dan yang terendah terdapat pada DI Bandar Sidoras yaitu 76 (kategori kurang baik). Panjang Saluran Pembuangan. Ratarata skor persepsi terhadap panjang saluran pembuangan pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 83. Hal ini berarti bahwa panjang saluran pembuangan termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang ratarata total skor 78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap panjang saluran pembuangan terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 98 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panca Arga yaitu 68 (kategori kurang baik). Jumlah dan Kualitas Bangunan Bagi. Rata-rata skor persepsi terhadap jumlah dan kualitas bangunan bagi pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 77. Hal ini berarti bahwa jumlah dan kualitas bangunan bagi termasuk dalam kategori kurang baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 54-77. Total skor persepsi tertinggi terhadap jumlah dan kualitas bangunan bagi terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 100 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panombean yaitu 57 (kategori kurang baik). Jumlah dan Kualitas Bangunan Bagi Sadap. Rata-rata skor persepsi terhadap jumlah dan kualitas bangunan bagi sadap pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah sebesar 75. Hal ini berarti bahwa jumlah dan kualitas bangunan

182


Evaluasi Sistem Irigasi Untuk Mendukung Pembangunan Irigasi di Sumatera Utara (Sahat Christian Simanjuntak)

bagi sadap termasuk dalam kategori kurang baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 54-77. Total skor persepsi tertinggi terhadap jumlah dan kualitas bangunan bagi sadap terdapat pada DI Batang Gadis yaitu sebesar 95 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panombean dan Nagahuta yaitu 60 (kategori kurang baik). Jumlah dan Kualitas Bangunan Sadap. Rata-rata skor persepsi terhadap jumlah dan kualitas bangunan sadap pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 74. Hal ini berarti bahwa jumlah dan kualitas bangunan sadap termasuk dalam kategori kurang baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 54-77. Total skor persepsi tertinggi terhadap jumlah dan kualitas bangunan sadap terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 98 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panombean dan Nagahuta yaitu 60 (kategori kurang baik). Jumlah dan Kualitas Bangunan Pelengkap. Rata-rata skor persepsi terhadap jumlah dan kualitas bangunan pelengkap pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 77. Hal ini berarti jumlah dan kualitas bangunan pelengkap termasuk dalam kategori kurang baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 54-77. Total skor persepsi tertinggi terhadap kualitas banguanan pelengkap waktu terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 100 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Ujung Gurap yaitu 62 (kategori kurang baik). Secara umum kinerja prasarana irigasi bernilai total 89 atau termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang ratarata total skor 78-101. Apabila dirinci maka terlihat bahwa komponen kinerja terbaik justru terjadi pada sub indikator ketersediaan air menurut waktu yaitu dengan rata-rata total skor 109 (kategori baik) dan komponen kinerja terendah terjadi pada sub indikator jumlah dan kualitas bangunan sadap yaitu dengan rata-rata total skor 74 (kategori kurang baik). Evaluasi Kinerja Pengelolaan Irigasi (Soft Component). Evaluasi kinerja pengelolaan irigasi (soft component) dilakukan menggunakan sub indikator persepsi tentang kualitas pengelolaan aset irigasi, transparansi dan efektivitas penggunaan anggaran dalam pengelolaan jaringan irigasi, alih fungsi lahan irigasi, kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), kinerja Dinas/SKPD, kinerja Komisi Irigasi Kabupaten/Kota, kinerja Pemerintah Pusat, kinerja Pemerintah Provinsi, Kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan jaringan irigasi, dan kerjasama antar komponen masyarakat dalam pengelolaan jaringan irigasi.

Kualitas Pengelolaan Aset Irigasi. Ratarata skor persepsi terhadap kualitas pengelolaan aset pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 81. Hal ini berarti kualitas pengelolaan aset termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap kualitas pengelolaan aset waktu terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 118 (kategori baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panombean yaitu 57 (kategori kurang baik). Transparasi dan Efektivitas Penggunaan Anggaran. Rata-rata skor persepsi terhadap transparasi dan efektivitas penggunaan anggaran pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 76. Hal ini berarti transparasi dan efektivitas penggunaan anggaran termasuk dalam kategori kurang baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 54-77. Total skor persepsi tertinggi terhadap transparasi dan efektivitas penggunaan anggaran terdapat pada DI Ujung Gurap yaitu 94 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panca Arga yaitu 54 (kategori kurang baik). Alih Fungsi Lahan. Rata-rata skor persepsi terhadap alih fungsi lahan pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 93. Hal ini berarti kondisi alih fungsi lahan termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap alih fungsi lahan terdapat pada sampel DI Naga Huta yaitu 120 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Bandar Sidoras yaitu 50 (kategori tidak baik). Kinerja P3A. Rata-rata skor persepsi terhadap kinerja P3A pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 97. Hal ini berarti bahwa kinerja P3A termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap kinerja P3A terdapat pada sampel DI Ujung Gurap yaitu 135 (kategori amat baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panombean yaitu 63 (kategori kurang baik). Kinerja SKPD yang Relevan. Rata-rata skor persepsi terhadap kinerja SKPD yang relevan pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 88. Hal ini berarti bahwa kinerja SKPD yang relevan termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap Kinerja SKPD yang relevan terdapat pada sampel DI Parbarakan yaitu 117 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panca Arga yaitu 75 (kategori kurang baik). Kinerja Komisi Irigasi. Rata-rata skor persepsi terhadap kinerja Komisi Irigasi pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 85. Hal

183


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 178 - 185

ini berarti bahwa kinerja Komisi Irigasi termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap kinerja komisi irigasi terdapat pada sampel DI Parbarakan yaitu 104 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panca Arga yaitu 66 (kategori kurang baik). Kinerja Pemerintah Pusat. Rata-rata skor persepsi terhadap kinerja kinerja Pemerintah Pusat pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 76. Hal ini berarti bahwa kinerja Pemerintah Pusat termasuk dalam kategori kurang baik karena berada pada rentang ratarata total skor 54-77. Total skor persepsi tertinggi terhadap kinerja pemerintah pusat terdapat pada sampel DI Bandar Sidoras yaitu 94 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panca Arga yaitu 58 (kategori kurang baik). Kinerja Pemerintah Provinsi. Rata-rata skor persepsi terhadap kinerja kinerja Pemerintah Provinsi pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 76. Hal ini berarti bahwa kinerja Pemerintah Provinsi termasuk dalam kategori kurang baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 54-77. Total skor persepsi tertinggi terhadap kinerja Pemerintah Provinsi terdapat pada DI Parbarakan yaitu 93 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Panca Arga yaitu 62 (kategori kurang baik). Kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota. Rata-rata skor persepsi terhadap kinerja kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 79. Hal ini berarti bahwa kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 78-101. Total skor persepsi tertinggi terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota terdapat pada DI Parbarakan yaitu 96 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Ujung Gurap yaitu 62 (kategori kurang baik). Partisipasi Masyarakat. Rata-rata skor persepsi terhadap kinerja partisipasi masyarakat pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 108. Hal ini berarti bahwa kinerja partispasi masyarakat termasuk dalam kategori baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 102-125. Total skor persepsi tertinggi terhadap partisipasi masyarakat terdapat pada DI Ujung Gurap yaitu 130 (kategori amat baik) dan yang terendah terdapat pada DI Bandar Sidoras yaitu 80 (kategoricukup baik). Kerjasama Antar Komponen Masyarakat. Rata-rata skor persepsi terhadap kerjasama antar komponen masyarakat pada Daerah Irigasi (DI) yang diteliti adalah 100. Hal

ini berarti bahwa kerjasama antar komponen masyarakat termasuk dalam kategori baik karena berada pada rentang rata-rata total skor 102-125. Total skor persepsi tertinggi terhadap kerjasama antar komponen masyarakat terdapat pada sampel DI Batang Gadis yaitu 120 (kategori cukup baik) dan yang terendah terdapat pada DI Parbarakan yaitu 68 (kategori kurang baik). Sebagaimana pada kinerja prasarana irigasi, secara umum kinerja pengelolaan irigasi bernilai total 87 atau termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang ratarata total skor 78-101. Bila dirinci maka terlihat bahwa komponen kinerja terbaik terjadi pada sub indikator partisipasi masyarakat dalam pengelolaan irigasi yaitu dengan rata-rata total skor 108 (kategori baik) dan komponen kinerja terendah terjadi pada sub indikator kinerja Pemerintah Pusat yaitu dengan rata-rata total skor 76 (kategori kurang baik). Secara keseluruhan kinerja prasarana dan pengelolaan irigasi atau kinerja sistem irigasi bernilai total 88 atau termasuk dalam kategori cukup baik karena berada pada rentang ratarata total skor 78-101. Apabila dirinci maka terlihat bahwa komponen kinerja terbaik terjadi pada sub indikator ketersediaan air menurut waktu yaitu dengan rata-rata total skor 109 (kategori baik) dan komponen kinerja terendah terjadi pada sub indikator kinerja jumlah dan kualitas bangunan sadap yaitu dengan rata-rata total skor 76 (kategori kurang baik). KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Kinerja prasarana irigasi dan pengelolaan irigasi termasuk dalam kategori cukup baik dengan komponen kinerja terbaik terdapat pada subindikator ketersediaan air menurut waktu, dan komponen kinerja terendah terjadi pada sub indikator jumlah dan kualitas bangunan sadap. REKOMENDASI Beberapa saran dan rekomendasi yang dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Balai Wilayah Sungai II, Dinas PSDA Provinsi dan Dinas PU Kabupaten/Kota di Sumatera Utara agar dapat meningkatkan ketersediaan dan kualitas database sistem irigasi, baik data prasarana (civil works), kelembagaan maupun pengelolaan (soft components). 2. Balai Wilayah Sungai II, Dinas PSDA Provinsi dan Dinas PU Kabupaten/Kota di Sumatera Utara agar membangun dan merehabilitasi bangunan utama pembawa (bendung, sadap bagi dan sadap), bangunan pelengkap

184


Evaluasi Sistem Irigasi Untuk Mendukung Pembangunan Irigasi di Sumatera Utara (Sahat Christian Simanjuntak)

3.

pembawa (penguras, talang, gorong-gorong, dan lain-lain), saluran pembawa (saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier) dan saluran drainase pada daerah irigasi yang saat ini dalam kondisi rusak, antara lain : Daerah Irigasi (DI) Bandar Sidoras, Panca Arga, Panombean, Nagahuta dan Ujung Gurap. Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota agar meningkatkan peran dan tanggungjawabnya dalam pengembangan sistem irigasi di Sumatera Utara baik dalam penguasaan air/sumbernya, distribusi dan alokasi air, serta drainase/pembuangannnya, pembangunan dan pemeliharaan bangunan air atau jaringan irigasi maupun organisasi pengelola (dinas terkait, P3A, Komisi Air dan lain-lain) pada daerah irigasi yang sesuai dengan kewenangannya.

Sumaryanto, dkk. 2006. Evaluasi Kinerja Operasional dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dan Upaya Perbaikannya. Seminar Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI. Syaifuddin, dkk. 2013. Evaluasi Kinerja Daerah Irigasi Wawotobi Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara: Jurnal Teknik Sipil, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2013. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

DAFTAR PUSTAKA Arif, S. 1996. Ketidaksesuaian Rancang Bangun Jaringan Irigasi di Tingkat Tersier dan Akibatnya Terhadap Pelaksanaan Program Penganekaragaman Tanaman (Crop Diversification): Studi Kasus di Daerah Irigasi (DI) Cikuesik, Cirebon. Bustomi, F. 2003. Pandangan Petani Daerah Irigasi Glapan Timur Mengenai Hak Atas Air Irigasi. Jurnal Ilmiah VISI. Padang: PSI-SDALP Universitas Andalas. Ismindarwati, 1983. Pokok Pekerjaan Eksploitasi dan Pemeliharaan Irigasi dalam Penuntun Kursus E&P. Jakarta: DPU PLAV. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 293 /KPTS/M/2014 tentang Penetapan Status Daerah Irigasi Yang Pengelolaannya Menjadi Wewenang Dan Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Purwoto, Adreng P., dkk. 1998. Perubahan Manajemen Sumberdaya Air dan Investasi Menunjang Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Kerjasama The Ford Foundation dengan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor. Roscoe, J.Y. 1975. Fundamental Research Statistic for The Behavioural Science. New York: Holt Rinehart & Wington. Sekaran, U. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

185


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 186 - 193

Hasil Penelitian PENILAIAN PETANI TERHADAP KEBIJAKAN SUBSIDI BENIH

(FARMER ASSESSMENT OF SEED SUBSIDY POLICY) POLICY) Joko Tri Haryanto Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Korespondensi No Tel: 628176069905, No Fax: 622134831677 Email: Djohar78@gmail.com

Diterima: 30 Juni 2015; Direvisi: 27 Juli 2015; Disetujui: 03 Agustus 2015

ABSTRAK Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2014-2019, sektor pertanian masih menjadi sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional dengan mempertimbangkan beberapa faktor pendukungnya termasuk upaya mengurangi kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan. Karenanya pemerintah sekiranya perlu memberikan dukungan dalam berbagai bentuk kebijakan baik dari sisi peningkatan produktivitas maupun dukungan pendanaan bagi petani melalui sarana produksi khususnya benih yang disubsidi. Permasalahannya, meskipun produksi padi sudah meningkat setiap tahunnya dalam mencapai tujuan swasembada pangan, ternyata alokasi subsidi benih perlu dilakukan evaluasi terkait efektivitas dan ketepatan sasaran penerima. Untuk mengukur efektivitas dan ketepatan penerima alokasi subsidi benih, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi survei data primer berupa wawancara ke beberapa petani dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kabupaten Bantul, Provinsi DIY. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa peran benih sebetulnya sangat signifikan. Namun sayangnya, alokasi subsidi benih dari APBN kepada petani melalui Gapoktan di Kabupaten Bantul tersebut, ternyata belum memenuhi kaidah efektivitas dan ketepatan sasaran. Banyak petani yang justru tidak merasa mendapatkan subsidi karena harus membeli benih dengan harga komersial. Birokrasi dan administrasi juga dirasa sangat besar khususnya dalam hal pendistribusian dari produsen ke petani. Sebagai bahan rekomendasi, pemerintah perlu terus mengedepankan perbaikan mekanisme subsidi benih tersebut. Dari sisi metodologi, ke depannya daerah sampel perlu diperluas baik dari sisi jumlah responden maupun daerah terpilihnya. Kata Kunci: subsidi benih, efektivitas dan efisiensi, saprodi, produktivitas, Kabupaten Bantul

ABSTRACT Based on the Strategic Plan 2014-2019 of the Ministry of Agriculture, the agricultural sector is still an important sector in national economic development taking into account some of the supporting factors include poverty reduction and job creation. Hence may require the government to provide support in various forms of policy both in terms of increased productivity and financial support to farmers through inputs especially seeds subsidized. The problem is, although rice production has increased every year in achieving food self-sufficiency, it turns out seed subsidy allocation is necessary to evaluate the effectiveness and accuracy associated beneficiaries. To measure the effectiveness and accuracy of the allocation of seed subsidy recipient, the study was conducted using the methodology of the survey of primary data in the form of interviews to some farmers in Farmers Group Association (union) in Bantul, Yogyakarta Province. From the analysis it can be seen that the seed is actually very significant role. Unfortunately, the allocation of subsidies from the state budget seeds to farmers through Gapoktan in Bantul district, it appeared not meet the rules of the effectiveness and targeting accuracy. Many farmers feel that it does not get subsidies having to buy seeds at commercial prices. Bureaucracy and administration are also considered very large, especially in terms of the distribution from the producer to the farmer. For the recomendations, government must continue to prioritize the improvement of the mechanism of seed subsidies. In terms of methodology, to the front area of the sample needs to be expanded both in the number of respondents and local election. Keywords: seed subsidy, efficiency and effectivity, farmer production facilities, productivity, Bantul District

186


Penilaian Petani Terhadap Kebijakan Subsidi Benih (Joko Tri Haryanto)

sempat menurun pada tahun 2013, namun NTP melonjak dari sebesar 101,78 pada tahun 2010 menjadi 106,52 pada tahun 2014. Tingkat pendapatan petani untuk pertanian dalam arti luas maupun pertanian sempit menunjukkan peningkatan yang diindikasikan oleh pertumbuhan yang positif masing-masing sebesar 5,64 dan 6,20% per tahun selama kurun waktu 2010 – 2014. Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin di perdesaan yang sebagian besar bergerak di sektor pertanian menurun dengan laju sebesar -3,69% per tahun atau menurun dari sekitar 19,93 juta pada tahun 2010 menjadi 17,14 juta pada tahun 2014 (Renstra Kementan, 2014). Sejalan dengan Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2015-2045, pembangunan sektor pertanian dalam lima tahun ke depan (2015-2019) akan mengacu pada Paradigma Pertanian untuk Pembangunan (Agriculture for Development) yang memposisikan sektor pertanian sebagai penggerak transformasi pembangunan yang berimbang dan menyeluruh mencakup transformasi demografi, ekonomi, intersektoral, spasial, institusional, dan tatakelola pembangunan. Paradigma tersebut memberikan arah bahwa sektor pertanian mencakup berbagai kepentingan yang tidak saja untuk memenuhi kepentingan penyediaan pangan bagi masyarakat tetapi juga kepentingan yang luas dan multifungsi. Selain sebagai sektor utama yang menjadi tumpuan ketahanan pangan, sektor pertanian memiliki fungsi strategis lainnya termasuk untuk menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan dan sosial (kemiskinan, keadilan dan lain-lain) serta fungsinya sebagai penyedia sarana wisata (agrowisata). Memposisikan sektor pertanian dalam pembangunan nasional merupakan kunci utama keberhasilan dalam mewujudkan Indonesia yang Bermartabat, Mandiri, Maju, Adil dan Makmur (Sajogyo, 2002 dan Sudaryanto, dkk, 2006). NAWACITA atau agenda prioritas Kabinet Kerja mengarahkan pembangunan pertanian ke depan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, agar Indonesia sebagai bangsa dapat mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara berdaulat. Kedaulatan pangan diterjemahkan dalam bentuk kemampuan bangsa dalam hal: (1) mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri, (2) mengatur kebijakan pangan secara mandiri, serta (3) melindungi dan mensejahterakan petani sebagai pelaku utama usaha pertanian pangan. Dengan kata lain, kedaulatan pangan harus dimulai dari swasembada pangan yang

PENDAHULUAN Salah satu tantangan paling besar di sektor pertanian pada saat ini adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional dari produksi dalam negeri. Konsumsi beras akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, karena sampai saat ini upaya diversifikasi pangan pokok (sumber karbohidrat) belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Di sisi lain pertumbuhan produksi padi nasional mulai menunjukkan gejala stagnan. Pada era tahun 2000-an misalnya hanya meningkat rata-rata kurang dari 1% per tahun. Lebih rendah dibandingkan pada dasawarsa 90-an yang ratarata meningkat 1,47% per tahun dan jauh lebih rendah dibandingkan periode tahun 80-an dimana pertumbuhan produksi mencapai 4,34% per tahun (Sutarto, 2007). Padahal menurut Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pertanian (Kementan) 2014-2019, pada RPJMN tahap-3 (2015-2019), sektor pertanian masih menjadi sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian tersebut digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam penyedia bahan pangan dan bahan baku industri, penyumbang PDB, penghasil devisa negara, penyerap tenaga kerja, sumber utama pendapatan rumah tangga perdesaan, penyedia bahan pakan dan bioenergi, serta berperan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Masih berdasarkan Renstra Kementan, 2014-2019, dalam lima tahun terakhir, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional semakin nyata. Selama periode 2010-2014, rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mencapai 10,26% dengan pertumbuhan sekitar 3,90%. Sub-sektor perkebunan merupakan kontributor terbesar terhadap PDB sektor pertanian. Pada periode yang sama, sektor pertanian menyerap angkatan kerja terbesar walaupun ada kecenderungan menurun. Pada tahun 2014 sektor pertanian menyerap sekitar 35,76 juta atau sekitar 30,2% dari total tenaga kerja. Investasi di sektor pertanian primer baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,2% dan 18,6% per tahun. Rasio ekspor-impor pertanian Indonesia sekitar 10 berbanding 4, dengan laju pertumbuhan ekspor mencapai 7,4% dan pertumbuhan impor 13,1% per tahun. Neraca perdagangan tumbuh positif dengan laju 4,2% per tahun. Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat sangat pesat. Walaupun

187


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 186 - 193

disiapkan dana untuk subsidi benih dan untuk perbaikan sarana irigasi, telah dialokasikan anggaran yang cukup signifikan. Langkah ini tidak keliru, tetapi mungkin belum secara langsung menjangkau permasalahan yang sangat fundamental yakni produksi padi hanya akan meningkat jika peran petani dalam dalam proses produksi ini dioptimalkan. Peran petani akan meningkat jika ada insentif baginya agar tingkat kesejahteraannya meningkat (Handoko dkk, 2005). Artinya jika petani memperoleh peningkatan pendapatan dari partisipasinya dalam kegiatan produksi tersebut. Alternatifnya adalah jika harga beras akan dipertahankan maka ongkos produksi harus diturunkan. Operasionalisasinya adalah pemerintah mensubsidi biaya benih, pupuk dan pestisida. Kebijakan lainnya adalah melepaskan kendali harga beras, maknanya adalah harga beras akan meningkat. Pilihan ini agaknya akan kecil kemungkinannya untuk dipilih karena ongkos politiknya terlalu besar. Pilihan untuk memberikan subsidi juga tidak dapat secara parsial, misalnya hanya mensubsidi biaya benih, plus memperbaiki sarana irigasi, tetapi membebankan biaya pupuk dan pestisida kepada petani. Jika hal ini dilakukan maka akan ada kemungkinan benih akan ditanam oleh petani namun kemudian pupuk dan pestisida yang dibutuhkan tidak diaplikasikan oleh petani karena keterbatasan kemampuan finansialnya. Akibatnya potensi tinggi dari padi tidak akan tercapai, justru berbahaya jika terkena serangan hama penyakit (Benyamin, 2006). Benih merupakan faktor produksi yang penting di dalam usaha pertanian khususnya usaha tani padi. Oleh karena itu kebijakan pemerintah sangat memengaruhi kinerja ekonomi benih, baik produksi, ketersediaan harga maupun penggunaannya oleh petani. Kebijakan pokok pemerintah yang terkait dengan benih adalah subsidi harga dan pembebasan distribusinya dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi sistem distribusi benih. Harapannya tentu agar sarana produksi tersebut terjamin ketersediaannya dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh daya beli petani. Di sisi lain pihak produsen dan pelaku pendistribusiannya juga menerima keuntungan dan margin yang wajar sehingga dapat memberikan insentif dalam pengembangan usahanya (Simatupang, 1999). Informasi tentang sistem pendistribusian benih sampai saat ini masih terbatas. Studi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan dampaknya terhadap ekonomi perbenihan belum banyak dilakukan. Berdasarkan informasi yang ada, ternyata jalur distribusi benih relatif

secara bertahap diikuti dengan peningkatan nilai tambah usaha pertanian secara luas untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Secara umum, ada beberapa faktor yang dapat mendorong tercapainya cita-cita tersebut antara lain (Ditjen Tanaman Pangan, Kementan, 2007): a) Optimalisasi potensi sumber daya pertanian b) Penerapan teknologi maju dan spesifik lokasi c) Dukungan sarana produksi dan permodalan d) Jaminan harga gabah yang memberikan insentif produksi e) Dukungan penyuluhan pertanian dan pendampingan f) Peran aktif kepemimpinan formal dan non formal Untuk mendukung langkah pencapaian visi dan misi tersebut, pemerintah telah mengambil langkah-langkah kebijaksanaan, khususnya terkait dengan upaya tambahan produksi padi per provinsi. Untuk itu peran dari masing-masing daerah dalam mendukung pencapaian target jelas menjadi kunci utama. Peta persebaran produksi padi nasional sendiri dapat mengacu kepada Peta Produktivitas Padi di Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian cq Ditjen Tanaman Pangan. Berdasarkan peta tersebut, secara garis besar, Indonesia dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori. Kategori pertama adalah kategori daerah dengan tingkat produktivitas < 45 ku/ha (36,54%) yang terdapat di sebagian besar wilayah Indonesia meliputi seluruh Sumatera kecuali Sumatera Barat, seluruh Kalimantan, di beberapa bagian wilayah Sulawesi seperti Sultra, Sulteng dan Gorontalo, seluruh Papua dan NTT. Kategori kedua meliputi daerah dengan tingkat produksi sebesar 45-50 ku/ha (14,09%) yang meliputi daerah NTB, Sulsel dan Sulut. Sedangkan daerah dengan produktivitas 50-55 (48,15%) meliputi sebagian besar pulau Jawa. Kategori yang terakhir adalah daerah dengan produktivitas sebesar >55 (1,37%) yang ada di daerah Bali. Peningkatan produktivitas padi di masingmasing daerah tentu sangat berkorelasi dengan dukungan produksi benih yang berkualitas. Rincian strategi yang disiapkan oleh pemerintah terkait dengan perbaikan mutu dan kualitas benih diantaranya: a) Perbaikan mutu benih dengan menggenjot penggunaan padi hibrida b) Perbaikan sarana irigasi c) Sosialisasi teknologi dan pendidikan bagi petani d) Penyaluran inovasi baru ke lapangan Untuk upaya perbaikan mutu benih yang digunakan dalam proses produksi, telah

188


Penilaian Petani Terhadap Kebijakan Subsidi Benih (Joko Tri Haryanto)

tetap yaitu PT. Syang Hyang Seri (SHS) – kios – petani. Setiap penyalur yang ditunjuk oleh PT SHS diharapkan dapat membina dan mengembangkan sejumlah kios saprodi (sarana input produksi) dan setiap kios saprodi (benih) diharapkan secara proaktif menciptakan pasar benih. Dalam sistem perbenihan semua susbsistem mulai dari penyiapan lahan, perbanyakan benih, pemrosesan, pengujian mutu, pelabelan dan pemasaran diatur oleh undang-undang. Penyimpangan dalam salah satu subsistem dapat menyebabkan tidak tercapainya mutu benih maupun mutu hasil yang baik (Minaras, 1999). Petani cenderung memilih bibit unggul untuk usaha tani yang diperoleh melalui sistem benih formal maupun tradisional. Secara formal benih yang dijual harus memenuhi standar kualitas yang dicantumkan pada kemasan. Sedangkan benih yang diproduksi sendiri oleh petani beredar secara informal dan tidak harus memenuhi syarat-syarat mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Sistem benih tradisional ini masih banyak digunakan oleh petani karena jenis benih yang bersifat komposit sehingga dapat diperbanyak berulang kali tanpa mengurangi potensi hasilnya secara signifikan. Penggunaan benih bermutu bisa meningkatkan produktivitas usaha tani dan di tingkat nasional dapat meningkatkan produksi pangan secara agregat. Walaupun demikian adopsi benih bermutu oleh petani masih sangat rendah. Banyak hal yang melatarbelakangi hal tersebut antara lain masih tingginya harga benih bermutu, kurangnya kesadaran petani untuk menggunakan benih bermutu dan beberapa hal lainnya (Sawit, dkk, 2005). Struktur produksi dan pasar benih sampai saat ini masih dikuasai oleh dua produsen utama yaitu PT Syang Hyang Seri dan PT Pertani. Karakteristik komoditi benih bersifat terbuka, teknologi produksi dan pengelolaannya relatif sederhana, kebutuhan investasi relatif kecil dan dapat diproduksi dalam skala kecil. Hal ini memungkinkan pihak swasta, kelompok tani atau bahkan individu petani untuk memproduksi benih padi. Dengan posisi PT SHS dan PT Pertani sebagai pemimpin harga (benih masih disubsidi) penangkar sawasta masih dapat berkembang karena memiliki efisiensi yang lebih baik. Dampak positif dari industri benih yang bersifat terbuka adalah semakin membaiknya struktur produksi dan pasar, namun terdapat indikasi variasi dan ketidakpastian kualitas. Perbaikan struktur industri benih melalui diversifikasi produksi dan perbaikan efisiensi perlu terus diupayakan diiringi dengan

perbaikan pengawasan, strukturisasi dan sertifikasi benih agar diperoleh pasokan, harga dan kualitas benih yang sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen. Struktur produksi dan pasar benih yang relatif kurang kondusif tidak berpengaruh terhadap pasokan dan harga benih di lapangan. Demikian juga halnya dengan sistem distribusi benih. Dengan jalur distribusi relatif tetap, resiko pemasaran yang tinggi (waktu pemasaran dan masa hidup benih yang terbatas) sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengecer. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa harga benih padi relatif stabil dan tidak pernah dilaporkan terjadi kelangkaan pasokan serius di lapangan. Hal ini karena potensi pasar dan pemintaan riil benih berlabel relatif terbatas. Ketersediaan dan harga benih relatif lebih stabil karena petani mengalihkan penggunaan benih berlabel pada benih yang tidak berlabel dengan harga yang relatif lebih murah atau memanfaatkan hasil produksi sendiri untuk dijadikan benih. Ketersediaan dan harga benih yang dinilai stabil pada hakekatnya bersifat semu karena pasar riil dan persepsi petani yang rendah. Terminologi “stabil� dalam konteks pemahaman petani adalah “stabil tinggi� yaitu di luar kemampuan daya beli petani. Harga benih padi di pasaran dinilai petani semakin mahal karena terkait dengan beberapa faktor seperti harga jual gabah yang redah, biaya usaha tani yang cenderung makin tinggi, dan terbatasnya sumber pertumbuhan usaha petani (Puslitbangtan, 2007). Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwasanya benih memiliki arti sangat penting dibandingkan saprodi lainnya. Benih bagi petani dapat diibaratkan calon anak dalam kehidupan manusia. Tanpa anak maka manusia tidak dapat berkembang biak dan melanjutkan generasinya, begitu pula dengan benih. Tanpa benih maka petani tidak akan dapat memproduksi padi sehingga pasokan padi untuk dikonsumsi juga terganggu. Untuk itulah, permasalahan utama dalam kajian ini adalah evaluasi efektivitas dan efisiensi alokasi subsidi benih di kalangan petani dalam upaya mendukung peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya padi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitin ini dilakukan dengan tujuan menganalisis kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang pertanian khususnya subsidi benih serta menganalisa alternatif kebijakan subsidi benih ke depannya.

189


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 186 - 193

merupakan salah satu sentra produksi beras di Provinsi Yogyakarta. Selain itu pemilihan Kabupaten Bantul juga didasarkan pada pertimbangan bagaimana sentra produksi beras mendukung pencapaian target produksi beras dalam upaya meningkatkan visi dan misi kedaulatan pangan. Metode sampling yang digunakan melalui mekanisme pertemuan dengan keseluruhan kelompok tani di suatu lokasi kemudian dilakukan kegiatan tanya jawab dengan dipimpin oleh Ketua Poktan masingmasing dalam pengisian kuesioner.

METODE Di dalam penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari hasil kuesioner di daerah sampel yaitu petani di Kabupaten Bantul pada satu waktu pengamatan. Selain itu penelitian ini juga menggunakan data sekunder dari hasil laporan studi terdahulu, kajian pustaka dan berbagai data yang diperoleh dari beberapa sumber yang terkait. Adapun ruang lingkup penelitian yang dilakukan meliputi 35 orang petani di satu Kelompok Tani (Poktan) yang terdiri dari tiga dusun yaitu Dukuh Pulokadang, Dukuh Kralas, dan Dukuh Canden di Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Adapun pemilihan lokasi sampel di Kabupaten Bantul didasarkan pada pertimbangan bahwasanya Kabupaten Bantul

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Identitas. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner mengenai identitas reponden, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Analisis Identitas Responden Frekuensi Dukuh Pulokadang 8 Dukuh Kralas 10 Dukuh Canden 17 2 Besarnya Penghasilan < Rp 400 ribu 27 Rp 400-700 ribu 8 Sumber ; Data diolah, 2014 No 1

Keterangan Asal Daerah

Sementara sisanya kelompok petani dengan penghasilan antara Rp 400–700 ribu per bulan sebanyak 8 orang atau sekitar 22.9%. Dari data tersebut dapat diasumsikan bahwa kelompok petani di 3 (tiga) dukuh tersebut masih dikategorikan kelompok petani berpenghasilan menengah ke bawah. Mereka tidak dapat dikatakan miskin sebab dengan penghasilan tersebut mereka masih dapat bertahan hidup dan menyekolahkan anaknya. Analisis Sumber Produksi Benih. Sementara itu dilihat dari asal muasal petani memperoleh benih, kemudian berapa besarnya biaya yang harus dikeluarkan serta lokasi membeli benih dapat diuraikan pada Tabel 2.

Dari tabel 1 di atas dapat dilihat bahwasanya distribusi lokasi responden tersebar di 3 (tiga) lokasi yaitu Dukuh Pulokadang sebanyak 8 orang atau sekitar 22.9%, Dukuh Kralas sebanyak 10 orang atau sekitar 28.6% dan Dukuh Canden sebanyak 17 orang atau sekitar 48.6%. Jadi kelompok tani yang dijadikan sampel pada penelitian kali ini merupakan contoh koperasi yang lintas pedukuhan di Bantul. Jika dilihat dari besarnya rata-rata penghasilan petani di 3 (tiga) dukuh tersebut, dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu petani dengan penghasilan kurang dari Rp 400 ribu per bulan sebanyak 27 petani atau sekitar 77.1% dari keseluruhan sampel.

No 1

2

3

4

Prosentase 22.9 28.6 48.6 77.1 22.9

Tabel 2.Analisis Identitas Responden Keterangan Frekuensi Cara Mendapatkan Membuat Sendiri 10 Benih Membeli 25 Lokasi Membeli Benih Koperasi 16 KUD 5 Lainnya 4 Harga Beli Koperasi <Rp 5000 0 Rp 5500 16 Rp 6000 0 Macam Pembelian Obat 15 Pupuk 12 Obat dan Pupuk 8

190

Prosentase 22.9 77.1 64.2 31.2 4.6 100 42.9 34.3 22.9


Penilaian Petani Terhadap Kebijakan Subsidi Benih (Joko Tri Haryanto)

5

Peraturan membeli

Harus

Ada

0

0

Tidak

35

100

Sumber ; Data diolah, 2014 Dari data pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwasanya petani masih lebih memilih membeli benih di koperasi dibandingkan membuat benih sendiri. Petani yang membeli benih di koperasi sebanyak 25 orang atau sekitar 77.1%, sedangkan sisanya yang membuat benih sendiri sebanyak 10 orang atau sekitar 22.9%. Hal ini membuktikan bahwasanya posisi koperasi sebetulnya sangat dibutuhkan oleh para petani dengan harapan mereka dapat membeli benih yang berkualitas dari koperasi sehingga mereka dapat meningkatkan produksi padi mereka menjadi 8 ton dibandingkan produksi tanpa menggunakan benih berkualitas. Koperasi menjadi satu-satunya harapan para petani untuk mendapatkan obat, pupuk dan benih bagi kelangsungan produksi padi mereka, yang terlihat dari dominasi jumlah petani yang mengunjungi koperasi sekitar 16 orang atau sekitar 64.2%. Tingginya harapan petani terhadap koperasi kelompok tani disebabkan tidak jalannya Koperasi Unit Desa (KUD) di wilayah mereka meskipun masih ada sekitar 5 orang atau sekitar 31.2%. Sedangkan sisanya lebih suka membeli di tempat lainnya. Dari koperasi sendiri petani harus membeli benih berkualitas seharga Rp 5500. Sementara itu jika mereka membuat sendiri biayanya lebih murah >Rp 5000. Sebetulnya dapat dikatakan bahwa petani juga tidak dapat memproduksi benih sendiri sebab yang biasanya mereka lakukan adalah menyimpan benih sisa penanaman, kemudian dipakai pada periode penanaman berikutnya

ataupun melakukan turunan dari benih berkualitas yang digunakan pada periode penanaman pertama. Tentu saja karena merupakan benih turunan, kualitasnya juga sudah mengalami penurunan sehingga produksi yang dihasilkan juga rendah. Dilihat dari macam sarana produksi yang dibeli oleh petani di koperasi, prosentase pembelian obat dan pupuk masih sangat dominan masing-masing sebesar 42.9% dan 34.3%. Sisanya merupakan jenis petani yang membeli keduanya dalam waktu yang bersamaan. Terkait dengan masalah adanya dugaan bahwa petani harus membeli semua kebutuhan sarana produksi mereka di koperasi ternyata tidak menunjukkan bukti yang cukup kuat. Keseluruhan responden justru mengatakan bahwa tidak ada peraturan yang secara eksplisit menyebutkan mereka harus membeli saprodi di koperasi tersebut. Hal ini sekaligus menjawab permasalahan di awal dimana diindikasikan telah terjadi praktek korporasi di dalam penyediaan benih. Pemahaman Subsidi Benih. Terkait dengan masalah subsidi benih, terdapat beberapa permasalahan yang sangat krusial terkait dengan beban alokasi subsidi benih di APBN yang terus meningkat serta analisis efektivitas dan efisiensi pemberian subsidi benih apakah sudah tepat sasaran. Untuk menjawab beberapa permasalahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisis Identitas Responden Keterangan Frekuensi Pengetahuan Subsidi Ya 4 Tidak 31 2 Dampak Subsidi Merasakan 4 Tidak Merasakan 31 3 Sasaran Subsidi Tepat 4 Tidak Tepat 31 4 Bentuk Subsidi ke BLT 26 depan Langsung ke 5 petani Dibentuk Komisi 1 Independen Sudah Tepat 3 Sumber ; Data diolah, 2014 No 1

191

Prosentase 11.4 88.6 11.4 88.6 11.6 88.6 74.3 14.3 2.9 8.6


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 186 - 193

Dari penjelasan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwasanya kebijakan subsidi benih yang selama ini dilakukan oleh pemerintah ternyata belum diketahui secara sempurna oleh petani sebagai sasaran kebijakan. Secara dominan banyak petani yang tidak mengerti bahwa mereka sebetulnya mendapatkan subsidi dari pemerintah. Hal yang sama juga terjadi untuk kasus pupuk dimana mereka juga tidak pernah mengerti bahwa pupuk sebetulnya disubsidi oleh pemerintah. Fenomena seperti inilah yang seharusnya mendapatkan perhatian yang ekstra dari pemerintah mengingat hal tersebut merupakan celah yang sangat potensial untuk terjadinya penyelewengan di dalam pelaksanaan operasional subsidi. Alasan mengapa petani tidak mengetahui bahwasanya ada mekanisme subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada mereka adalah masih tingginya harga benih di lapangan. Menurut mereka tidak ada bedanya harga benih sebelum ataupun sesudah mendapatkan subsidi, sebab mereka masih merasa sama-sama mahalnya. Karenanya mereka sepakat bahwasanya mekanisme subsidi benih yang selama ini dijalankan oleh pemerintah sangat tidak tepat sasaran atau dengan kata lain dinilai dari segi efektivitas dan efisiensi masih sangat jauh dari harapan. Menurut pengelola koperasi kelompok tani, selama ini mereka membeli seluruh sarana produksi yang nantinya dijual kepada anggota kelompok taninya dari distributor. Untuk itulah, menurut mereka inefisiensi dan inefektifitas mungkin tercipta dari sisi distributornya karena memang dari pengakuan PT Sang Hyang Seri (PT SHS) sendiri menyebutkan bahwa pengawasan mereka tidak dapat menjangkau sampai level distributor. Jadi meskipun mereka menjual benih sudah sesuai dengan harga subsidi, namun di level distributor pengawasan tersebut menjadi hilang sehingga harga yang sebelumnya sesuai subsidi dapat berubah menjadi harga pasar. Karenanya mereka mengusulkan supaya kedepannya mekanisme subsidi dapat lebih dirasakan langsung manfaatnya bagi petani, mereka memberikan banyak alternatif baik melalui pembentukan lembaga independen sebagai pengawas, penggantian dalam bentuk uang tunai maupun pemberian langsung kepada petani melalui dinas di masing-masing daerah. Mereka juga mengusulkan supaya pemerintah mengganti mekanisme penunjukan penyedia benih dimana pemerintah menunjuk PT SHS ataupun PT Pertani untuk memproduksi benih dengan harga pasar. Kemudian pemerintah membeli benih tersebut dan

diberikan langsung kepada petani melalui dinasdinas dengan harga subsidi dimana selisih harganya ditanggung oleh pemerintah. Dilihat dari mekansime ini beban subsid pemerintah lebih terasa. Apapun bentuk mekanisme yang diusulkan namun pada intinya semangat yang mereka harapkan sama supaya mereka dapat merasakan secara langsung subsidi yang ditujukan untuk mereka. Terkait dengan masalah belum terealisasinya alokasi bantuan benih gratis akibat pengadaan, menurut mereka permasalahannya adalah pada sisi birokrasi pemerintah yang sangat rigid dan tidak fleksibel. Menurut petani, bantuan benih pernah mereka dapatkan dari banyak pihak misalnya FAO, Sampoerna dan di dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan masalah berkepanjangan seperti halnya benih gratis milik pemerintah. Karenannya mereka beranggapan jika memang pemerintah benar-benar bertujuan mengalokasikan benih gratis tersebut, seharusnya birokrasi dapat disederhanakan. KESIMPULAN Dari penjelasan beberapa hal tersebut di atas ada beberapa kesimpulan yang selayaknya mendapat perhatian khususnya bagi pemerintah adalah fakta bahwa benih merupakan sarana produksi yang paling penting bagi petani. Tanpa pupuk ataupun obat, petani masih bisa menanam padi meskipun hasilnya kurang optimal. Sebaliknya tanpa benih kehidupan tidak akan pernah ada. Alokasi subsidi benih masih relatif sangat kecil jika dibandingkan alokasi subsidi untuk sarana produksi lainnya misalnya pupuk. Petani sebetulnya dapat memproduksi benih sendiri, namun hasilnya akan sangat tidak optimal (berkisar 4 ton/ha). Karenanya mereka sangat membutuhkan benih berkualitas yang dihasilkan oleh PT. Sang Hyang Seri (PT SHS) ataupun PT Pertani sehingga produktivitas mereka juga meningkat (sekitar 8 ton/ha). Berdasarkan hasil wawancara juga dapat diketahui bahwa subsidi yang diberikan kepada petani masih belum tepat sasaran, sebab petani di level paling bawah masih tetap membeli benih berkualitas dengan harga pasar. Untuk itu pemerintah perlu terus menggalakkan informasi mengenai pemberian subsidi benih kepada petani sebab dalam kenyataannya petani merasa tidak pernah ada informasi tersebut disampaikan kepada mereka. REKOMENDASI Beberapa rekomendasi yang layak untuk dijalankan pemerintah adalah peningkatan alokasi subsidi benih dalam APBN (Rp 900

192


Penilaian Petani Terhadap Kebijakan Subsidi Benih (Joko Tri Haryanto)

miliar dalam APBN-P 2015 dan R-APBN 2016) dengan mengutamakan aspek efektivitas dan ketepatan sasaran petani penerima. Pemerintah juga perlu memberikan kebebasan kepada petani untuk memproduksi benih secara mandiri. Hasil benih mandiri itulah yang disertifikasi oleh pemerintah sekaligus diupayakan adanya peningkatan kapasitas di kalangan petani. Perlunya lembaga pengawas mekanisme subsidi benih untuk memantau harga dari level industri hingga ke level petani. DAFTAR PUSTAKA Benyamin, Lakitan. 2006. PADI HIBRIDA: Apakah Ini Jawabannya? Jakarta Press. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian RI. 2007. Bahan Rakortas Perberasan, Jakarta. Handoko, Rudi dan Pandu Patriadi. 2005. Evaluasi Kebijakan Subsidi Non BBM. Kajian Ekonomi dan Keuangan, BKF. Kemenkeu. Puslitbangtan. 2007. Kebijakan Perberasan Nasional, Jakarta. Ruky, I. Minaras. 1999. Sistem Distribusi dan Pemasaran Pangan Nasional Dalam Era Pasar Bebas. Laporan Akhir Kajian. LPEM, UI, Jakarta. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun. 2014-2019. Sutarto. 2007. Potensi Kehilangan Beras 3 Juta Ton Setahun. Jakarta Press. Sudaryanto, Tahlim dan I Wayan Rusastra. 2006. Kebijakan Strategis Usaha Pertanian Dalam Rangka Peningkatan Produksi Dan Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Litbang Pertanian. Sajogyo. 2002. Pertanian dan Kemiskinan. Jurnal Ekonomi Rakyat 1(1): 1−15 Sawit, M.H. dan I W. Rusastra. 2005. Globalisasi dan Ketahanan Pangan di Indonesia. Road Map Memperkuat Kembali Ketahanan Pangan. Laporan Akhir Kajian. LPEM, UI, Jakarta Simatupang, P. 1999. Toward sustainable food security: The need for a new paradigm. International Seminar on Agricultural Sector During the Turbulence of Economic Crisis.

193


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 194 - 203

Hasil Penelitian FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN JALAN DI SUMATERA UTARA

(FACTORS CAUSING THE DAMAGE TO THE ROAD IN NORTH SUMATRA) SUMATRA) Anton Parlindungan Sinaga Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 email: antonsinaga94@gmail.com

Diterima: 04 Agustus 2015; Direvisi: 31 Agustus 2015; Disetujui: 04 September 2015

ABSTRAK Kerusakan jalan yang terjadi di berbagai daerah saat ini merupakan permasalahan yang kompleks dan kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi pengguna jalan itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi permasalahan kerusakan jalan di propinsi Sumatera Utara, khususnya yang disebabkan oleh muatan kendaraan. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Kajian ini dilaksanakan di Lingkungan Provinsi Sumatera Utara, dengan lokasi kegiatan pada beberapa Jalan Provinsi di Sumatera Utara. Jalan – jalan yang dipilih menjadi lokasi kajian adalah Jalan Provinsi Siantar – Perdagangan; Jalan Provinsi Lubuk Pakam – Tebing Tinggi; Jalan Provinsi Medan – Belawan (Jalan Kolonel Yos Sudarso) dan Jalan Provinsi Lingkar Binjai. Penelitian ini hanya mengkaji faktor utama yang mempengaruhi kondisi jalan yang terutama disebabkan oleh muatan kendaraan yang berlebih. Setelah itu dilakukan pengumpulan data baik sekunder maupun primer. Lalu dilakukan kompilasi dan analisa sehingga diperoleh kesimpulan. Dari data pengukuran yang ada kemudian dilakukan perhitungan dan analisis, sehingga diperoleh nilai kondisi pelayanan jalan. Dua parameter kinerja/kondisi pelayanan yang dianalisis adalah Indeks Permukaan (Present Serviceability Index, PSI, skala 0-5) dan Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index, RCI, skala 2,3-7,6). Parameter PSI dan RCI dihitung dari hubungan IRI dan PSI (AASTHO Road Test, 1999) serta formula korelasi antara IRI dan RCI untuk Indonesia. Dari kajian diperoleh faktor-faktor penyebab secara umum disebabkan sistem drainase yang tidak baik, sifat material konstruksi perkerasan yang kurang baik, iklim, kondisi tanah yang tidak stabil, perencanaan lapis perkerasan yang tipis, proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan yang kurang sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi, yang saling terkait dan mempengaruhi sehingga perlu di sosialisasikan pada masyarakat umum terutama pengguna jalan tentang peraturan – peraturan lalu-lintas dan kerugian yang akan timbul apabila mengangkut beban yang melebihi muatan. Kata kunci : kerusakan jalan, Sumatera Utara, muatan beban

ABSTRACT Road damage that occurred in various regions today is a complex problem and the harm suffered is enormous, especially for road users themselves. The purpose of this study was to identify the problems of road damage in North Sumatra province, especially those caused by vehicle load. This type of research is a qualitative descriptive approach. This study was conducted in North Sumatra Province Environment. By location of activity on some road in the province of North Sumatra. Path chosen to be the location study is Provincial Roads Siantar - Perdagangan; Provincial road Lubuk pakam – Tebing Tinggi; Provincial road Medan - Belawan (Colonel Yos Sudarso Street) and Binjai Ring Road Province. This study only examines the main factors affecting road conditions mainly due to the excessive load vehicle. After the data collection both secondary and primary. Then compilation and analysis so that it is concluded. From the measurement data that is then carried out calculations and analysis, in order to obtain the value of the service conditions. Two performance parameters / conditions of service are analyzed Surface Index (Present Serviceability Index, PSI, scale 0-5) and Road Condition Index (Road Condition Index, RCI, scale from 2.3 to 7.6). Parameter PSI and RCI is calculated from the relationship IRI and PSI (AASTHO Road Test, 1999) as well as a correlation formula between the IRI and the RCI to Indonesia. From the study obtained causative factors in general due to the

194


Faktor Penyebab Kerusakan Jalan di Sumatera Utara (Anton Parlindungan Sinaga) drainage system is not good, the material properties of pavement construction unfavorable, climate, soil conditions are unstable, planning pavement thin, the process of implementation of construction work pavement which is less in accordance with the provisions in the specification, are interrelated and need to be socialized to the general public, especially road users about traffic regulations and the loses that would arise if a load exceeding the charge. Keyword : Road damage, North Sumatra, cargo load

Kerusakan jalan di daerah sangat terkait dengan frekuensi dan muatan kendaraan yang melebihi batas kemampuan jalan. Jalan lintas timur Lampung - Sumatera Selatan (Sumsel) misalnya, termasuk kategori kelas III A. Artinya, angkutan barang yang diizinkan lewat adalah kendaraan dengan muatan sumbu terberat (MST) delapan ton. Faktanya lebih banyak kendaraan barang dengan MST lebih dari 8 ton melewati jalan lintas timur. Bahkan banyak truk barang bermuatan antara 10-15 ton. Kendaraankendaraan itu tidak menemui masalah ketika melewati jalan tol (MST di atas 10 ton) dari Jakarta, dan dengan muatan yang sama lolos hingga ke Medan. Demikian juga jalur pantai utara (pantura), rusaknya jalur jalan di pantura Provinsi Jawa Tengah terjadi akibat banyak pelanggaran beban angkutan oleh kendaraan yang melintasinya. Dari 18 jenis pelanggaran yang dilakukan kendaraan angkutan umum jenis truk dan bus yang melintasi jalur tersebut, 14 di antaranya merupakan pelanggaran kelebihan beban angkutan. Sedangkan sisanya sebanyak tiga pelanggaran dimensi dan satu tidak lengkapnya surat-surat kendaraan (Simanungkalit, 2010). Apa yang diungkapkan media sebagai kondisi riel di lapangan, baik itu jalan nasional di pantai timur atau jalan pantai utara Jawa sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan keadaan jalan Porvinsi dan kabupaten secara umum rusak disebabkan oleh muatan berlebih. Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalulintas berulang yang berlebihan (overloaded), panas/suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan yang jelek. Oleh sebab itu disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani pertumbuhan lalulintas selama umur rencana. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga daya tahan/keawetan sampai umur rencana (Emmanuel Fernando, 2003). Pengaruh muatan lebih (overload) pada kenaikan daya rusak ternyata jauh lebih besar dari pada persentase kenaikan muatan yang dilampaui (muatan ilegal), khususnya pada jenis truk bersumbu tunggal yang mempunyai daya

PENDAHULUAN Kerusakan jalan yang terjadi di berbagai daerah saat ini merupakan permasalahan yang kompleks dan kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan lalu lintas dan lain-lain. Kerugian secara individu tersebut akan menjadi akumulasi kerugian ekonomi global bagi daerah tersebut. Banyak kritik yang telah dikirimkan kepada institusi pemerintah dalam upaya penanganan dan pengelolaan jalan, agar berbagai kerusakan yang terjadi segera diatasi, namun ada kesan seolah-olah upaya perbaikan jalan dengan terjadinya kerusakan jalan saling mengejar dan hasilnya belum cukup menggembirakan. Permasalahan kerusakan jalan umumnya adalah perencanaan yang kurang tepat, pelaksanaan yang tidak sesuai, pengawasan yang kurang baik pada masa konstruksi, pengawasan yang longgar penggunaan jalan pada masa umur rencana, muatan kendaraan yang melebihi muatan sumbu terberat jalan, dan bangunan pelengkap yang kurang baik seperti kemiringan bahu jalan yang tidak sesuai dan drainase jalan yang belum berfungsi secara baik. Secara umum penyebab kerusakan jalan ada berbagai sebab yakni umur rencana jalan yang telah dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak dapat mengalir akibat drainase yang kurang baik, kelebihan tonase kendaraan yang menyebabkan umur pakai jalan lebih pendek dari umur rencana jalan, perencanaan yang tidak tepat, pengawasan yang kurang baik dan pelaksanaan yang tidak sesuai dengan standard yang ada. Selain itu juga minimnya biaya pemeliharaan, keterlambatan pengeluaran anggaran serta prioritas penanganan yang kurang tepat juga menjadi penyebab. Kemudian ketidakdisiplinan pengawasan jalan saat beroperasional merupakan penyebab paling fatal dari kerusakan tersebut. Bahkan sejumlah jembatan timbang dinilai tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Akibatnya rata-rata kendaraan yang melalui jalur-jalur utama di sejumlah daerah melebihi kapasitas maksimum. Beban maksimal di jalur utama itu adalah 8 ton, namun kenyataannya muatan mencapai 20 ton.

195


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 194 - 203

rusak jauh lebih tinggi jika terjadi kelebihan muatan (Batubara, Burhan, 2006) Keadaan objektif jalan di Sumatera Utara diakui bahwa dari 2.752 km jalan Provinsi, kondisi baik 1.237 km (44,95%), kondisi sedang 558 km (20,28%), kondisi rusak 410 km (14,90%) dan sepanjang 546 km (19,54%) kondisi rusak berat (Pemeliharaan Rutin Jalan Dan Jembatan, 2012). Tujuan dan sasaran penelitian ini dilakukan adalah menyusun identifikasi permasalahan kerusakan jalan di provinsi Sumatera Utara, khususnya yang disebabkan oleh muatan kendaraan dan memberikan masukan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai rekomendasi untuk mengatasi kerusakan jalan.

dilakukan guna mendapatkan gambaran (deskriptif) faktor keakuratan pasca konstruksi dan konsistensinya terhadap lalulintas yang lewat. Keakuratan pada masa pasca konstruksi dapat berupa: adanya kegiatan pemeliharaan rutin yang layak selama masa umur rencana yang berhubungan dengan kondisi permukaan jalan yang ada, volume lalu lintas yang lewat dan overloaded yang terjadi. HASIL DAN PEMBAHASAN Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalulintas berulang yang berlebihan (overloaded), panas/suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan yang jelek. Oleh sebab itu disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani pertumbuhan lalulintas selama umur rencana. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga daya tahan/keawetan sampai umur rencana (Suwardo & Sugiharto, 2004) Survei kondisi perkerasan perlu dilakukan secara periodik baik struktural maupun nonstruktural untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang ada. Pemeriksaan nonstruktural (fungsional) antara lain bertujuan untuk memeriksa kerataan (roughness), kekasaran (texture), dan kekesatan (skid resistance). Pengukuran sifat kerataan lapis permukaan jalan akan bermanfaat di dalam usaha menentukan program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan. Di Indonesia pengukuran dan evaluasi tingkat kerataan jalan belum banyak dilakukan salah satunya dikarenakan keterbatasan peralatan. Karena kerataan jalan berpengaruh pada keamanan dan kenyamanan pengguna jalan maka perlu dilakukan pemeriksaan kerataan secara rutin sehingga dapat diketahui kerusakan yang harus diperbaiki (Suwardo & Sugiharto, 2004) Pengukuran dilakukan di empat lokasi ruas jalan dengan jenis perkerasan yang berbeda yaitu Jalan Siantar - Perdagangan (HRS, Jalan Lubuk pakam – Tebing Tinggi (beton aspal), Jalan Yos Sudarso (Medan – Belawan) (beton aspal), dan Jalan Lingkar Binjai (beton aspal), yang mana umur konstruksi (masa perbaikan terakhir tidak diketahui pasti). Dari data pengukuran yang ada kemudian dilakukan perhitungan dan analisis, sehingga diperoleh nilai kondisi pelayanan jalan berdasarkan tingkat kerataan jalannya (IRI, dalam m/km). Dua parameter kinerja/kondisi pelayanan yang dianalisis adalah Indeks Permukaan (Present Serviceability Index, PSI, skala 0-5) dan Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index, RCI, skala

METODE Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Kajian ini dilaksanakan pada tahun 2013 di Lingkungan Provinsi Sumatera Utara, dengan lokasi kegiatan pada beberapa Jalan Provinsi di Sumatera Utara. Jalan – jalan yang dipilih menjadi lokasi kajian adalah: (1) Jalan Provinsi Siantar – Perdagangan; (2) Jalan Provinsi Lubuk pakam – Tebing Tinggi; (3) Jalan Provinsi Medan – Belawan (Jalan Kolonel Yos Sudarso) dan (4) Jalan Provinsi Lingkar Binjai. Penelitian ini hanya dilakukan untuk status jalan di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 4 sampel. Penelitian ini hanya mengkaji faktor utama yang mempengaruhi kondisi jalan yang terutama disebabkan oleh muatan kendaraan yang berlebih / overloading. Kemudian dilakukan pengumpulan penelitian terdahulu yang telah dilakukan agar lebih menguatkan penelitian ini. Setelah itu dilakukan pengumpulan data baik sekunder maupun primer. Lalu dilakukan kompilasi dan analisa sehingga diperoleh kesimpulan. Analisis data yang dilakukan dibagi atas 2 (dua) yakni: (1) Analisis data sekunder dilakukan guna mendapatkan gambaran (deskriptif) faktor keakuratan perencanaan jalan dan konsistensinya dengan tahapan implementasi. Keakuratan perencanaan dapat berupa: Penentuan/prediksi jumlah maupun jenis kendaraan yang akan melalui jalan, berkaitan dengan pencapaian akumulasi beban As Standard pada akhir umur rencana, daya dukung tanah, bahan–bahan perkerasan jalan. Keakuratan saat pelaksanaan/implementasi konstruksi dapat berupa ketaatan dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi disesuaikan terhadap pemenuhan seluruh persyaratan yang ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan (dokumen Kontrak). (2) Analisis data primer

196


Faktor Penyebab Kerusakan Jalan di Sumatera Utara (Anton Parlindungan Sinaga)

2,3-7,6). Parameter PSI dan RCI dihitung dari hubungan IRI dan PSI (AASHO Road Test, 1999) serta formula korelasi antara IRI dan RCI untuk Indonesia (Djunaedi Kosasih, 2010) Perkerasan jalan dibuat untuk melayani lalulintas berbagai jenis kenderaan dari kenderaan ringan sampai kenderaan berat. Konstruksi perkerasan jalan direncanakan dengan beban berupa jumlah repetisi kenderaan dalam satuan Standard Axle Load sebesar 18,000 Lbs atau 8,16 ton untuk sumbu tunggalroda ganda (single axle dual wheel). Jadi standard axle load adalah beban as roda ganda sebesar 8,16 ton dan diasumsikan mempunya nilai daya rusak atau damage factor sebesar 1,0. Pada kenyataannya berat dan konfigurasi sumbu roda kenderaan di lapangan adalah bervariasi. Sumbu roda depan merupakan sumbu tunggal roda tunggal, sedangkan sumbu roda belakang umumnya terdiri atas sumbu tunggal, sumbu ganda atau sumbu triple dan kesemuanya beroda-ganda (dual wheel). Besaran beban sumbu dan bentuk sumbunya di lapangan tersebut dalam perhitungan perkerasan terlebih dahulu ditransformasikan ke “equivalent“ standard single axle load 18,000Lbs. Sarana untuk mentransformasikan jenis dan beban sumbu ke standard single axle load tersebut dikenal sebagai damage factor formula (Pamudji Widodo & Bambang Ismanto, 2005). Formula daya rusak adalah formula untuk menghitung daya rusak beban sumbu kenderaan (axle load), dikenal 3 jenis formula yaitu untuk sumbu tunggal (single axle), sumbu tandem dan sumbu triple. Formula daya rusak yang “baik“ adalah formula daya rusak yang bilamana ke dalamnya dimasukkan standard axle load (tunggal, tandem atau triple), nilai daya rusak masih berkisar pada nilai 1 (satu). Nilai daya rusak atau Equivalent Axle Load (EAL) beban sumbu kenderaan adalah jumlah lintasan sumbu tunggal berat 18,000 lbs atau 8,16 ton yang menghasilkan kerusakan perkerasan yang sama bilamana beban sumbu kenderaan yang dimaksud melintas satu kali. Standard Axle Load (SAL) adalah muatan kenderaan sumbu tunggal beroda ganda (sumbu depan 2 roda + sumbu belakang 2x2 roda); Total 6 roda sebesar 18,000 lbs atau 8,6 ton dan diasumsikan mempunyai nilai Damage Factor (DF) = 1,0. Diseluruh dunia umumnya nilai SAL adalah sama yaitu 18,000 lbs atau 8,16 ton. Maximum Standard Axle Load Limit adalah batasan maksimum beban sumbu tunggal roda ganda yang diizinkan melalui jalan umum yang besarnya ditetapkan oleh pengelola masing masing negara.

Di Indonesia batasan muatan ini tercantum dalam Undang Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan, menjelaskan bahwa batasan muatan diatur atas klas jalan dengan batasan Muatan Sumbu Terberat (MST) yaitu; Jalan Klas-I menerapkan MST diatas 10 ton, Jalan klas-II MST ≤10ton, dan Jalan klas III-A, III-B dan III-C ; MST 8 ton, lebar truk maksimum 2,5 meter dan panjangnya berurutan 18, 12, dan 9 meter. Akibat keterbatasan dana Pemerintah Indonesia sampai saat ini, sehingga jalan nasional dan Provinsi masih menerapkan MST 8 ton dan hanya jalan tol dan sebagian jalan Pantura di Pulau Jawa yang sudah dirancang untuk MST 10 Ton. Institusi yang telah melakukan penelitian paling lengkap dalam menurunkan formula daya rusak (Damage Factor) adalah AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials), rumusan daya rusak diperoleh melalui reseach yang panjang berupa percobaan skala penuh (Test Treader). Rumus umum AASHTO tersebut menunjukkan hubungan antara beban gandar (axle load) , nilai konstruksi perkerasan, nilai servicebility awal, dan nilai servicebility akhir. Formula daya rusak AASHTO ini merupakan formula dan tabel damage factor yang cukup rumit, dan kemudian banyak negara menurunkan rumus yang lebih sederhana melalui pendekatan matematis, empiris ataupun penyederhanaan rumus AASHTO. Berdasarkan rumus AASHTO dengan besaran SN= 3,5 atau ITP= 8,89; Ipo= 4,2; Ipt=2,0 ; maka pada beban 8, 15 dan 20 ton bagi jenis sumbu berturut-turut yaitu sumbu Tunggal, sumbu Tandem dan Sumbu Triple diperoleh nilai damage factor sebagai berikut ; untuk sumbu Tunggal 8 ton= 0,9322, Sumbu Tandem 15 ton = 0,9612 dan Triple 20 ton = 0,7075. (Aloysius Tjan & Chai Fung, 2005). Analisa internal dilakukan dengan melihat perencanaan perkerasan pada kondisi truk yang melewati jalan mempunyai berat yang standard. Sehingga dapat diketahui Equivalent Single Axle Load atau yang sering disebut ESAL (Sumbu tunggal) pada jalan tersebut dengan asumsi umur perencanaan masing – masing jalan adalah 20 Tahun. Di Indonesia, secara empiris daya rusak kendaraan diformulakan menggunakan rumus Liddle. Dimana besaran Pstandard (Indonesia= 8,16) dan besaran n (pangkat 4) seperti terlihat pada Tabel 1.

197


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 194 - 203

Tabel 1. Formula Daya Rusak dan konfigurasi muatan kenderaan Batasan beban maks sumbu utk JENIS TRUK Klas jalan MST 8 Ton, Bina Marga, Indonesia

1.0 x [ P / 8.16 ]4 Sumbu Tunggal

5T

8 Ton

0.086 x [ P / 8.16 ]4 Sumbu Tandem 15

5T

0.053 x [ P / 8.16 ]4 Sumbu Triple 5T

20

15

Sumber: Data penelitian diolah (2013) Tabel 2. ESAL Masing - masing Daerah Dengan Tingkat Pertumbuhan Kendaraan Diasumsikan 8% per Tahun Beban Normal Daerah

ESAL To

ESAL T5

ESAL T10

ESAL T15

ESAL T20

1

194,664

40,710.7

420,265.9

617,508.5

907,323

2

3,148,381

327,769.0

6,797,119.0

9,987,197.8

14,674,470

3

2,745,999

234,997.6

5,928,406.6

8,710,774.3

12,798,985

4 803,510 68,871.9 Sumber: Data penelitian diolah (2013)

1,734,717.6

2,548,869.3

3,745,125

Tabel 3. ESAL Daerah 1 (Ruas Jalan Siantar – Perdagangan) Daerah 1 Berat

N

10%

30%

50%

70%

ESAL To

194,664

-

-

-

-

ESAL T5

407,10.7

61,103.4

130,133.8

256,153.7

469,465.3

ESAL T10

420,265.9

676,503.1

1,558,910.1

3,187,729.6

5,959,839.4

ESAL T15

617,508.5

994,005.1

2,290,550.4

4,683,820.5

8,756,959.4

ESAL T20

907,322.6

1,460,519.5

3,365,570.0

6,882,069.0

12,866,846.2

Sumber: Data penelitian diolah (2013) Tabel 4 ESAL Daerah 2 (Ruas Jalan Lubuk Pakam-Tebing Tinggi) Daerah 2 Berat

N

10%

30%

50%

70%

ESAL To

3,148,381

-

-

-

-

ESAL T5

327,769.0

452,824.8

862,518.3

1,594,200.0

2,819,075.5

198


Faktor Penyebab Kerusakan Jalan di Sumatera Utara (Anton Parlindungan Sinaga)

ESAL T10

6,797,119.0

10,945,469.1

25,231,187.9

51,600,944.3

96,479,989.1

ESAL T15

9,987,197.8

16,082,485.1

37,072,892.8

75,818,716.3

141,760,756.8

ESAL T20

14,674,470.1

23,630,446.8

54,472,242.3

111,402,568.5

208,293,060.1

Sumber: Data penelitian diolah (2013) Tabel 5. ESAL Daerah 3 (Ruas Jalan Medan-Belawan) Daerah 3 Berat

N

10%

30%

50%

70%

ESAL To

2,745,999

-

-

-

-

ESAL T5

234,997.6

312,534.8

561,019.0

997,975.9

1,723,619.1

ESAL T10

5,928,406.6

9,547,167.6

22,009,134.7

45,012,459.9

84,162,129.9

ESAL T15

8,710,774.3

14,027,921.4

32,338,639.5

66,138,071.1

123,661,780.4

ESAL T20

12,798,985.2

20,611,618.8

47,516,071.0

97,178,524.8

181,699,726.0

Sumber: Data penelitian diolah (2013) Tabel 6. ESAL Daerah 4 (Ruas Jalan Lingkar Binjai) Daerah 4 Berat

N

10%

30%

50%

70%

ESAL To

803,510

-

-

-

-

ESAL T5

68,871.9

91,558.8

164,263.7

292,114.9

504,434.4

ESAL T10

1,734,717.6

2,793,504.7

6,439,661.3

13,170,037.6

24,624,555.9

ESAL T15

2,548,869.3

4,104,574.8

9,461,975.2

19,351,106.0

36,181,551.4

ESAL T20

3,745,125.2

6,030,967.0

13,902,745.8

28,433,123.4

53,162,569.3

Sumber: Data penelitian diolah (2013) Tabel 7. Umur pelayanan dan kehilangan umur pelayanan pada muatan berlebih di beberapa ruas jalan Provinsi. Daerah

Up(Thn) Kehilangan Up (Thn)

MUATAN Normal

Up(Thn) Kehilangan Up (Tahun) Up(Thn) 2 Kehilangan Up (Tahun) Up(Thn) 3 Kehilangan Up (Tahun) Up(Thn) 4 Kehilangan Up (Tahun) Sumber: data penelitian diolah (2013) 1

10%

30%

50%

70%

20

12,85769

5,63503

5,30950

5,16526

0

7,14231

14,36497

14,69050

14,83474

20

12,85661

5,60219

5,29345

5,15668

0

7,14339

14,39781

14,70655

14,84332

20

12,85644

5,59674

5,29079

5,15525

0

7,14356

14,40326

14,70921

14,84475

20

12,85654

5,59679

5,29082

5,15527

0

7,14346

14,40321

14,70918

14,84473

199


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 194 - 203

Perencanaan yang dilakukan diasumsikan telah mereduksi volume lalu lintas dan kondisi tanah dasar pada jalan tersebut sehingga dapat dikatakan perencanaan telah dilakukan dengan baik. Ini juga dibuktikan dengan adanya dokumen perencanaan yang dilakukan pada ruas-ruas jalan yang ditinjau. Pada saat pelaksanaan diasumsikan telah dilakukan dengan baik. Dokumen laporan pengawasan pada setiap bulannya telah diberikan dan diperiksa. Dapat dikatakan pekerjaan yang dilakukan telah sesuai dengan dokumen kontrak. Sehingga kekeliruan dan kesalahan yang mungkin terjadi pada saat pelaksanaan dapat dihindarkan. Adapun data internal yang dikumpulkan berupa data geometrik jalan (perkerasan, bahu jalan, drainase) dan lalu lintas yang di survey selama 12 jam di lapangan. Dari data ini akan didapatkan jenis-jenis kendaraan yang melewati suatu ruas jalan tersebut. Kemudian akan diperoleh Lintas Harian Rata – rata (LHR) untuk menentukan kelas jalan Provinsi yang di tinjau. Tujuan mengetahui kelas jalan adalah untuk menyesuaikan dengan disain jalan untuk ruas jalan tersebut. Sehingga dapat ditentukan batasan muatan sesuai dengan yang tercantum dalam undang – undang NO: 14/1992 tentang Lalu Lintas Jalan, yang diatur dalam batasan Muatan Sumbu Terberat (MST) Yaitu untuk Klas Jalan-I Diatas 10 Ton, jalan Klas-II ≤10Ton, dan jalan Klas-III MST 8 Ton. Pada proses analisis, data yang diambil merupakan lalu lintas harian (24 jam) dengan asumsi bahwa kendaraan yang melewati ruas jalan pada malam hari adalah 50% dari lalu lintas pada siang hari. Semua kendaraan diasumsikan mempunyai beban sumbu yang sesuai dengan standard yang ada dimana tidak terjadi kelebihan beban (over loading). Kemudian dihitung nilai ESAL untuk masingmasing daerah untuk tahun ke-0 (awal umur rencana), ke-5, ke-10, ke-15 dan ke-20 (akhir umur rencana). Secara lengkap dapat diperoleh pada Tabel 2. Dari Tabel 2 diperoleh nilai ESAL pada tahun ke-0 terbesar pada daerah 2 (jalan Lubuk Pakam-Tebing) yang termasuk jalan lintas timur Sumatera dan Daerah 3 (jalan Medan-Belawan) yang menghubungkan kota Medan dengan kota pelabuhan Belawan. Kenyataan yang sering terjadi kendaraan pengangkut barang (truk) yang melewati ruas jalan sering sekali melebihi muatan standard yang ditentukan. Kelebihan muatan tersebut tentu saja akan mengurangi umur pelayanan. Untuk melihat pengaruhnya terhadap nilai ESAL maka dilakukan asumsi kelebihan beban

bervariasi yaitu 10%, 30%, 50% dan 70% pada setiap kendaraan pengangkut barang (truk). Dari Tabel 2 diketahui bahwa ESAL Awal adalah 1224 ss (sumbu standard) dengan ESAL pada akhir Umur Rencana (20 Tahun) adalah 5707 ss. Oleh karena itu ESAL tidak dapat melebihi 5707 tetapi jika beban ditambahkan sebesar 10% maka pada umur ± 15 tahun masa pelayanan jalan tersebut ESAL yang terjadi adalah 5399 ss. Ini berarti umur rencana jalan telah habis atau jalan tersebut telah mengalami kerusakan. Maka kehilangan umur pelayanan jalan tersebut lebih dari 5 tahun. Sebagai perbandingan hal sama dilakukan untuk daerah 2, 3 dan 4. Perlakuan yang sama dengan daerah 1 dilakukan juga dengan menggunakan asumsi lalu lintas yang digunakan sesuai dengan perencanaan yang ada sehingga diperoleh hasil pada Tabel 3, 4, 5 dan 6. Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada ruas Jalan Siantar – Perdagangan, ESAL Awal adalah 194,664 ss (sumbu standard) dengan ESAL pada akhir Umur Rencana (20 Tahun) adalah 907,322.6 ss. Oleh karena itu ESAL tidak dapat melebihi 907,322.6 ss, tetapi jika beban ditambahkan sebesar 10% maka pada umur ± 10 tahun masa pelayanan jalan tersebut ESAL yang terjadi adalah 676,503.1 ss. Ini berarti umur rencana jalan telah habis atau jalan tersebut telah mengalami kerusakan. Maka kehilangan umur pelayanan jalan tersebut lebih dari 10 tahun. Dari Tabel 4 diketahui bahwa pada ruas Jalan Lubuk Pakam-Tebing Tinggi, ESAL Awal adalah 3,148,381 ss (sumbu standard) dengan ESAL pada akhir Umur Rencana (20 Tahun) adalah 114,674,470.1 ss. Oleh karena itu ESAL tidak dapat melebihi 14,674,470.1 ss, tetapi jika beban ditambahkan sebesar 10% maka pada umur ± 10 tahun masa pelayanan jalan tersebut ESAL yang terjadi adalah 10,945,469.1 ss. Ini berarti umur rencana jalan telah habis atau jalan tersebut telah mengalami kerusakan. Maka kehilangan umur pelayanan jalan tersebut lebih dari 10 tahun. Dari Tabel 5 diketahui bahwa pada ruas Jalan Medan-Belawan, ESAL Awal adalah 2,745,999 ss (sumbu standard) dengan ESAL pada akhir Umur Rencana (20 Tahun) adalah 12,798,985.2 ss. Oleh karena itu ESAL tidak dapat melebihi 12,798,985.2 ss, tetapi jika beban ditambahkan sebesar 10% maka pada umur ± 10 tahun masa pelayanan jalan tersebut ESAL yang terjadi adalah 9,547,167.6 ss. Ini berarti umur rencana jalan telah habis atau jalan tersebut telah mengalami kerusakan. Maka kehilangan umur pelayanan jalan tersebut lebih dari 10 tahun.

200


Faktor Penyebab Kerusakan Jalan di Sumatera Utara (Anton Parlindungan Sinaga)

Dari Tabel 6 diketahui bahwa pada ruas Jalan Lingkar Binjai, ESAL Awal adalah 803,510 ss (sumbu standard) dengan ESAL pada akhir Umur Rencana (20 Tahun) adalah 3,745,125.2 ss. Oleh karena itu ESAL tidak dapat melebihi 3,745,125.2 ss, tetapi jika beban ditambahkan sebesar 10% maka pada umur ± 10 tahun masa pelayanan jalan tersebut ESAL yang terjadi adalah 2,793,504.7 ss. Ini berarti umur rencana jalan telah habis atau jalan tersebut telah mengalami kerusakan. Maka kehilangan umur pelayanan jalan tersebut lebih dari 10 tahun. Untuk memberi gambaran secara konprehensif atas kajian ini, maka langkah selanjutnya adalah menggambarkan suatu bentuk analisis secara konfrehensif pula. Metode yang digunakan adalah metode interpolasi ESAL yang kemudian akan di dapat umur pelayanan yang terjadi jika pada truk masing – masing diberi tambahan beban. Perbandingan ESAL pada masing – masing penambahan beban di daerah – daerah yang menjadi sumber data kajian dipat dilihat pada tabel 2. Dari analisis internal dan eksternal di atas didapatkan suatu perbandingan yang secara signifikan umur pelayanan yang direncanakan adalah 20 tahun dapat berkurang dan besar pengurangan umur pelayanan tersebut yang menjadi ukuran kerugian yang dialami pemerintah dan juga pengguna jalan yang lain. Umur pelayanan yang terjadi dan kehilangan umur pelayaan jalan dapat dilihat pada tabel 7. Dimana rata – rata umur pelayanan pada daerah 1 yaitu ruas jalan Siantar-Perdagangan jika kendaraan yang melewati ruas jalan mengangkut beban yang melebihi beban standard adalah, jika beban bertambah 10% maka Umur pelayanan ± 12.85 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 7.14 Tahun; beban 30% Umur pelayanaan ± 5.66 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.36 Tahun; beban 50% Umur pelayanan ± 5.32 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.69 Tahun, beban 70% Umur pelayanan 5.17 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.83 Tahun. Rata – rata umur pelayanan pada daerah 2 yaitu ruas Jalan Lubuk Pakam-Tebing Tinggi jika kendaraan yang melewati ruas jalan mengangkut beban yang melebihi beban standard adalah, jika beban bertambah 10% maka Umur pelayanan ± 12.85 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 7.14

Tahun; beban 30% Umur pelayanaan ± 5.60 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.40 Tahun; beban 50% Umur pelayanan ± 5.29 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.70 Tahun, beban 70% Umur pelayanan 5.16 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.84 Tahun. Rata – rata umur pelayanan pada daerah 3 yaitu ruas Ruas Jalan Medan-Belawan jika kendaraan yang melewati ruas jalan mengangkut beban yang melebihi beban standard adalah, jika beban bertambah 10% maka Umur pelayanan ± 12.86 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 7.14 Tahun; beban 30% Umur pelayanaan ± 5.60 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.40 Tahun; beban 50% Umur pelayanan ± 5.29 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.70 Tahun, beban 70% Umur pelayanan 5.16 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.84 Tahun. Rata – rata umur pelayanan pada daerah 4 yaitu ruas Ruas Jalan Lingkar Binjai jika kendaraan yang melewati ruas jalan mengangkut beban yang melebihi beban standard adalah, jika beban bertambah 10% maka Umur pelayanan ± 12.86 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 7.14 Tahun; beban 30% Umur pelayanaan ± 5.60 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.40 Tahun; beban 50% Umur pelayanan ± 5.29 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.70 Tahun, beban 70% Umur pelayanan 5.16 Tahun dan jika dibandingkan dengan kondisi normal maka telah kehilangan umur pelayanan sebesar 14.84 Tahun. Jadi dari tabel 7 terlihat penambahan beban dari 10% sampai 30% menyebabkan tingkat kerusakan yang paling tinggi pada jalan, apabila beban diteruskan dari 50% sampai 70% maka tingkat kerusakan jalan akan datar dan cenderung sama pada beban 30%. Kemudian tingkat kerusakan jalan pada keempat daerah yang diteliti cenderung sama ini disebabkan keempat jalan tersebut sama-sama jalan

201


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 194 - 203

Provinsi dan tingkat kepadatan lalu lintasnya juga cenderung sama. Umur rencana yang di misalkan pada ruas jalan Provinsi yang menjadi patokan standard perencanaan jalan adalah 20 tahun. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan rata-rata lalulintas 8%. Penggunaan kenderaan bersumbu banyak ternyata memberikan daya rusak yang lebih kecil dibandingkan jika menggunakan truk bersumbu tunggal. Sehingga dalam rangka mengurangi dampak negatif kenderaan bermuatan lebih (overloading) perlu lebih dimasyarakatkan anjuran bahwa penggunaan truk bersumbu banyak kepada para pengusaha angkutan. Pengaruh muatan lebih (overload) pada kenaikan daya rusak ternyata jauh lebih besar dari pada persentase kenaikan muatan yang dilampaui (muatan illegal), khususnya pada jenis kenderaan bersumbu tunggal yang mempunyai daya rusak jauh lebih tinggi jika terjadi kelebihan muatan. Pemberlakuan denda terhadap truk muatan berlebih, memang seyogianya tidak hanya dihitung atas kelebihan tonasenya saja. sebenarnya sangat tidak sebanding dengan biaya perbaikan atas kerusakan yang diakibatkan oleh kelebihan muatan itu sendiri. Daya rusak roda kenderaan bermuatan lebih tersebut terus berkontribusi merusak sepanjang lintasan jalan yang dilaluinya.

total, konfigurasi sumbu dan luasnya bidang kotak antar roda dan perkerasan. Kendaraan yang memikul beban lebih berat misalnya truck dan trailer akan lebih besar pengaruhnya untuk merusak jalan. Faktor-faktor penyebab secara umum disebabkan sistem drainase yang tidak baik, sifat material konstruksi perkerasan yang kurang baik, iklim, kondisi tanah yang tidak stabil, perencanaan lapis perkerasan yang tipis, proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan yang kurang sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi, yang saling terkait dan mempengaruhi. REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan di atas beberapa Rekomendasi kebijakan yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah melalui Dinas Perhubungan perlu mensosialisasikan pada masyarakat umum terutama pengguna jalan tentang peraturan – peraturan lalu-lintas dan kerugian yang akan timbul apabila mengangkut beban yang melebihi muatan. 2. Memberikan sangsi kepada pengusaha angkutan yang melanggar peraturan, terutama kendaraan truk dan trailer yang mengangkut beban melebihi batas. 3. Dinas yang terkait dari pemerintah terutama Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum menugaskan orang – orang yang berwibawa dan berdisiplin dalam pengawasan di jalan raya. 4. Fungsi pos – pos timbangan yang merupakan wewenang Dinas Perhubungan harus di lebih dioptimalkan, khususnya pada daerah – daerah yang ada industri (Kawasan KIM Belawan) yang mengangkut peralatan dan bahan- bahan mentah industri misalnya balok kayu, dan lain-lain. Supaya diadakan pos timbangan khusus untuk mencegah truk dan trailer mengangkut beban lebih. 5. Jika kerusakan-kerusakan yang terjadi di lapangan akan dilakukan perbaikan, hendaknya terlebih dahulu dilakukan observasi langsung di lapangan oleh Dinas Pekerjaan Umum, agar perbaikan yang dilakukan sesuai dengan kondisi kerusakan yang terjadi, sehingga perbaikan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien. 6. Untuk mempertahankan kinerja perkerasan, diperlukan beberapa tindakan perbaikan kerusakan, baik berupa pemeliharaan rutin yang dilakukan setiap tahun maupun pemeliharaan berkala yang biasanya dilakukan 2 atau 3 tahun sekali.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini, antara lain adalah : Pada keempat ruas jalan yaitu Jalan Provinsi Siantar – Perdagangan; Jalan Provinsi Lubuk pakam – Tebing Tinggi; Jalan Provinsi Medan – Belawan (Jalan Kolonel Yos Sudarso) dan Jalan Provinsi Lingkar Binjai jika ditambahkan beban hingga 10% maka jalan tersebut akan kehilangan umur pelayanan jalan tersebut lebih dari 10 tahun. Penambahan beban dari 10% sampai 30% menyebabkan tingkat kerusakan yang paling tinggi pada jalan, apabila beban diteruskan dari 50% sampai 70% maka tingkat kerusakan jalan akan datar dan cenderung sama pada beban 30%. Kemudian tingkat kerusakan jalan pada keempat daerah yang diteliti cenderung sama ini disebabkan keempat jalan tersebut sama-sama jalan Provinsi dan tingkat kepadatan lalu lintasnya juga cenderung sama. Besar kerusakan yang diakibatkan kendaraan pada perkerasan jalan raya adalah tidak sama, hal ini bergantung kepada berat

202


Faktor Penyebab Kerusakan Jalan di Sumatera Utara (Anton Parlindungan Sinaga)

DAFTAR PUSTAKA Batubara, Burhan. 2006. Mengenal Formula Daya Rusak Roda Truk Dibeberapa Negara. Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Bina Marga. 2012. Pemeliharaan Rutin Jalan Dan Jembatan: Petunjuk Praktis Pemeliharaan Rutin Jalan. Fernando, G, Emmanuel. 2003. Methodology for LoadZoning Pavement. Project Summary Report. 2123-S. TxDOT Implementation Status. Ismanto, Bambang & Widodo, Pamudji. 2005. The Influence Of Fines Content And Plasticity On The Strength And Permeability Of Aggregate For Base Course Material. Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation studies, Vol.5. pp.845 – 856. Kosasih, Djunaedi. 2010. Analisis Data Lendutan Perkerasan Dengan Program Backcale Untuk Sistem Struktur 2-Lapisan. Simanungkalit, PGR. 2010. Tinjauan Terhadap Kerusakan Jalan yang Terjadi Sebelum Akhir Masa Pelayanannya Tercapai (Kerusakan Dini). Tidak dipublikasi. Suwardo & Sugiharto. 2004. Tingkat Kerataan Jalan Berdasarkan Alat Rolling Straight Edge Untuk Mengestimasi Kondisi Pelayanan Jalan (PSI dan RCI). Simposium FSTP. Universitas Katolik Parahyangan. Tjan, Aloysius & Fung, Chai. 2005. Determination Of Equivalent Axle Load Factor Of Trailer With Multiple Axles On Flexible Pavement Structures. Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 6, pp.1194 – 1206. Undang-undang No. 14 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

203


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 204 - 210

Hasil Penelitian STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI DAERAH TERPENCIL SUMATERA UTARA

(STRATEGY OF ELECTRICITY FULFILLMENT PROVINCE)) IN THE REMOTE AREA OF NORTH SUMATERA PROVINCE Porman Juanda Marpomari Mahulae, Mahulae, Nobrya Husni Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Email: pormanj@yahoo.co.id

Diterima: 10 Juli 2015; Direvisi: 3 Agustus 2015; Disetujui: 18 Agustus 2015

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prioritas strategi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi listrik di desa-desa terpencil yang belum terlistriki, dengan memanfaatkan sumberdaya energi terbarukan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam serta pengisian kuisioner terhadap narasumber yang berkompeten dan FGD (Focus Group Discussion). Metode analisis menggunakan Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation), Analisis Matriks SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, Threats) dan analisis Matriks QSP (Quantitative Strategy Planning). Dari hasil analisis EFE disimpulkan bahwa faktor peluang yang paling dominan dalam usaha pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal adalah faktor adanya program mewujudkan Desa Mandiri Energi, faktor ancaman yang paling dominan adalah faktor perizinan. Faktor kekuatan yang paling dominan berdasarkan hasil analisis IFE adalah faktor tersedianya potensi energi terbarukan lokal, sedangkan faktor kelemahannya adalah tidak tersedianya detail data lokasi, jenis sumberdaya dan metode konversi energi. Dua strategi prioritas utama dalam usaha pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal adalah: 1) Pemetaan lokasi desa tak terlistriki dan sumberdaya energi terbarukan yang tersedia, dilengkapi hasil studi kelayakan dan Detail Engineering Desain (DED) (nilai TAS = 6.371); dan, 2) dan strategi pengusulan desa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal masuk dalam program Desa Mandiri Energi (nilai TAS = 6.281). Dengan terpilihnya kedua strategi prioritas tersebut, maka penelitian ini merekomendasikan agar Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dapat melaksanakan pemetaan sumberdaya energi terbarukan yang tersedia, dilengkapi hasil studi kelayakan dan DED, yang kemudian mengusulkan ke 31 (tiga puluh satu) desa tak teraliri listrik yang ada di wilayah tersebut, masuk dalam program Desa Mandiri Energi yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat. Kata kunci : energi terbarukan, listrik, desa tidak terlistriki, Kabupaten Mandailing Natal

ABSTRACT This study aims to determine priorities strategic to done by Mandailing Natal District through local government, in an effort to accelerate the electrical energy needs in remote villages that have not electrical energy in the area, using local renewable available energy resources. This research using quantitative and qualitative method. Data collection is done by observation, depth interview and questionnaire through FGD. Analysis method using Matrix IFE (Internal Factors Evaluation) and EFE (External Factors Evaluation) analysis, Matrix SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) and matrix QSP (Quantitative Strategy Planning) analysis. From the analysis EFE concluded that the most dominant factor to accelerate the electrical energy needs in remote villages that have not electrical energy in the area, using local renewable available energy resources in Mandailing Natal is for realizing the program Desa Mandiri Energi factor, the most dominant threat factor is the licensing factor. The most dominant strenght factor is based on the results of the IFE analysis is the availability of local potential renewable energy factor, while the weakness factor is the unavailability of detailed data of the location, the type of resource and energy conversion methods. Two main priority strategies in an effort to meet the needs of

204


Strategi Pemenuhan Kebutuhan Listrik di Daerah Terpencil Sumatera Utara (Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni) electricity in the villages that have not electrical energy in Mandailing Natal is 1). Mapping of the location of the village that have not electrical energy and renewable energy resources available, include the results of feasibility studies and Detail Engineering Design (DED) (value TAS = 6371); and, 2) the village propose strategy of that have not electrical energy in Mandailing Natal into the Desa Mandiri Energi program (grades TAS = 6,281 ). Based on both strategies, recommendation of this research is that District Government of Mandailing Natal need to do mapping of available renewable energy, complete with the feasibility study and DED. Thus, propose the 31 village with no electrical on the area for Desa Mandiri Energi program that initiate by Central Government. Keywords: renewable energy, electrical, villages without electricity, Mandailing Natal District

biasanya tidak didukung infrastruktur koneksi yang memadai, karena akan membutuhkan investasi besar untuk menyambungkan transmisi dari pembangkit konvensional yang ada ke daerah tersebut. Daerah-daerah terpencil ini sering menjadi tempat-tempat yang terisolasi dan bergantung kepada pemakaian energi tradisional yang tidak bisa diandalkan, seperti generator yang berbahan bakar minyak, kayu atau tabung LPG sebagai sumber energi yang digunakan untuk memasak, penerangan, serta kebutuhan listrik dasar lainnya (Contaned Energy Indonesia, 2013). Salah satu solusi alternatif pemenuhan energi listrik di daerah terpencil adalah pengadaan pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan potensi sumberdaya energi terbarukan (Tenaga surya, air, angin, panas bumi, nuklir, gelombang laut, biomassa dll) yang ada di daerah tersebut (Sugiyono, 2005; Rahardjo, 2005). Prospek pengembangan sumber energi terbarukan mempunyai peluang besar dan bersifat strategis mengingat sumber energi terbarukan merupakan sumber energi bersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan apabila dimanfaatkan untuk kebutuhan tenaga listrik terutama daerah pedesaan yang terpencil akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang berarti meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut (Kitta, 2011). Pembangunan infrastruktur kelistrikan sebagai alat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat juga merupakan tugas penting dalam usaha pengembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, mengingat masih ada 31 desa belum bisa menikmati listrik (Dinas Pertambangan Kabupaten Mandailing Natal, 2013). Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal telah menyadari bahwa untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan antar wilayah, maka arah kebijakan pembangunan kedepan difokuskan kepada pembangunan sarana dan prasarana

PENDAHULUAN Kawasan hutan berdasarkan statusnya di Energi adalah sarana yang penting untuk mendukung pembangunan sosial dan ekonomi manusia (World Bank, 2005). Hal ini terbukti dengan besarnya peranan sektor energi sebagai penyedia sumber energi, wahana alih teknologi, pendukung pengembangan wilayah, menciptakan lapangan pekerjaan dan pendorong pertumbuhan sektor lain. Pengembangan pada sektor energi dimaksudkan dapat menjadi pembuka dan pendukung pembangunan sektor lain dalam pengembangan perekonomian masyarakat yang merupakan target utama pengembangan wilayah. Oleh karena itu, pengelolaan, penyediaan dan pemanfaatan energi perlu dilaksanakan secara optimal, dilandasi oleh pertimbangan obyektif mencakup berbagai aspek, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial (Suparman, 2010). Listrik salah satu contohnya. Sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat untuk mendukung terjadinya berbagai kegiatan ekonomi (Sugiyono, 2005) dan juga bisa dikatakan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari, serta secara esensial dibutuhkan pada saat ini dan saat mendatang. Penyediaan infrastruktur kelistrikan (dalam konotasi pemenuhan kebutuhan masyarakat) yang merata adalah agenda penting pengembangan wilayah. Disparitas ketersediaan listrik di setiap wilayah harus segera diminimalisir, mengingat masih banyak sentra produksi atau jasa yang berada jauh dipedalaman dan belum terjangkau listrik (Purwanto, dkk. 2009), dan perlu juga diketahui bahwa ketersediaan infrastruktur listrik mempengaruhi Produk Domestik Bruto Perkapita di Indonesia untuk jangka panjang (Cahyono, 2011), terbukti dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sidik (2011) yang menyimpulkan bahwa infrastruktur listrik signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Memang tidak mudah membangun infrastruktur kelistrikan pada daerah-daerah dengan kondisi geografis yang sulit dan

205


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 204 - 210

penunjang kegiatan ekonomi yang salah satunya adalah ketenagalistrikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan prioritas strategi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal, dalam upaya percepatan pemenuhan kebutuhan energi listrik di desadesa terpencil yang belum terlistriki, dengan memanfaatkan sumberdaya energi terbarukan lokal yang ada

tidak merata dan letak desa yang sulit dijangkau jaringan listrik PLN mempersulit perluasan jaringan agar sampai ke desa-desa tersebut. Sesuai kondisi alam yang dimiliki, maka wilayah Kabupaten Mandailing Natal memilki banyak potensi energi untuk dikembangkan menjadi pembangkit listrik skala kecil hingga besar. Dari hasil survey yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Mandailing Natal sampai saat ini (tahun 2014) potensi energi alternatif yang ada antara lain potensi air terjun 18.082 kw dan potensi energi panas bumi potensial terduga sebesar 240 MW, ditambah dengan potensi biomassa dan biogas dari sumber pertanian, perkebunan dan peternakan yang belum dikonversi kedalam satuan besaran energi listrik. Dari hasil pengumpulan data serta masukan dari para responden/informan dalam penelitian ini, diperoleh informasi dalam bentuk isu-isu strategis yang mempengaruhi usaha pemanfaatan sumberdaya energi terbarukan lokal yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di desa-desa terpencil yang ada di Kabupaten Mandailing Natal. Isu-isu strategis dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal yang kemudian dianalisis melalui matriks IFE dan EFE seperti yang terlihat pada tabel 1. Hasil analisis dari semua responden dapat disimpulkan bahwa untuk faktor eksternal para responden menilai bahwa adanya program mewujudkan Desa Mandiri Energi yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat merupakan faktor peluang yang paling strategis yang dapat membantu memenuhi kebutuhan listrik di desadesa terpencil di Kabupaten Mandailing Natal. Faktor ini memiliki skor bobot yang paling dominan dari faktor peluang lainnya dengan nilai 0.514. Sedangkan dari analisis faktor ancaman para responden lebih memilih perizinan dengan skor 0.400 menjadi ancaman yang paling dominan dari faktor-faktor ancaman lainnya. Dari nilai komulatif skor peluang yang bernilai 1.386 dan skor ancaman yang bernilai 1.314, maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Daerah Kabupaten Mandailing Natal dapat memanfaatkan peluang yang ada untuk mengatasi ancaman yang ada. Secara internal juga terindentifikasi bahwa kondisi internal daerah Kabupaten Mandailing Natal dalam posisi yang kuat, dinyatakan dengan nilai komulatif kekuatan yang sebesar 1.868 dan nilai komulatif kelemahan yang sebesar 1.000 sehingga nilai keseluruhannya lebih besar dari nilai rata-rata 2.5.

METODE Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan waktu penelitian selama 4 (empat) bulan. Kajian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam serta pengisisan kuisioner terhadap narasumber yang berkompeten dan FGD (Focus Group Discussion). Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation), Analisis Matriks SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, Threats) dan analisis Matriks QSP (Quantitative Strategy Planning) merujuk pada David (2006) dan Rangkuti (2000). HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Mandailing Natal yang termasuk dalam Sistem Interkoneksi Sumatera (SIS) atau jaringan SUMBAGUT (Sumatera Bagian Utara) yang menerima suplai daya dari Gardu Induk (GI) Padang Sidempuan, akibat jarak yang jauh sebagai salah satu penyebab tidak mampunya kebutuhan energi listrik di Kabupaten Mandailing Natal terpenuhi. Daya mampu yang ada sebesar 32,815 MW dan beban puncak 40,845 MW. Dengan demikian Mandailing Natal mengalami defisit daya listrik sebesar 8,03 MW. Kebutuhan kapasitas daya ini akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan industri yang terus berkembang. Hal ini menyebabkan sering terjadi pemadaman bergilir dibeberapa daerah, karena cara inilah yang acap kali ditempuh oleh Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) dalam mengatasi permasalahan ini. Sampai medio 2014 sebanyak 31 (tiga puluh satu) desa belum berlistrik di Kabupaten Mandailing Natal. Lokasi desa-desa tersebut paling banyak terdapat di Kecamatan Batahan (6 desa) dan Kecamatan Muara Batang Gadis (6 desa) dan Kecamatan Batang Natal (5 desa) yang merupakan tiga Kecamatan yang berada di wilayah pesisir bagian barat Kabupaten mandailing Natal. Penyebaran pemukiman yang

206


Strategi Pemenuhan Kebutuhan Listrik di Daerah Terpencil Sumatera Utara (Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

Pada analisis faktor internal para responden lebih memilih faktor tersedianya potensi energi terbarukan lokal menjadi faktor kekuatan yang dominan dengan nilai skor sebesar 0.600, sedang untuk faktor kelemahan, para responden lebih memilih faktor tidak tersedianya detail data lokasi, jenis sumberdaya dan metode konversi energi menjadi faktor kelemahan yang paling dominan. Dalam analisis menggunakan matriks SWOT, terdapat 6 (enam) usulan strategi pengembangan yang terkelompokkan menjadi strategi SO (menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang), strategi WO (mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang), strategi ST (menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman) dan strategi WT (meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman). Untuk strategi SO para responden dan informan mengusulkan satu strategi yaitu

Pengusulan desa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal masuk dalam program Desa Mandiri Energi. Pada strategi WO terdapat strategi berbentuk intensifikasi koordinasi antar instansi Pemerintah (Kabupaten, Provinsi dan Pusat) dalam upaya konsolidasi program pembangunan dan strategi pemetaan lokasi desa tak terlistriki dan sumberdaya energi terbarukan yang tersedia, dilengkapi hasil studi kelayakan dan Detail Engineering Desain (DED). Untuk strategi ST terindentifikasi dua strategi, yaitu penyediaan lahan untuk dijadikan lokasi pengembangan potensi sumberdaya energi yang ada dan melakukan survei secara periodik yang mampu me-representasikan kondisi eksisting iklim. Sedangkan untuk strategi WT upaya yang dapat dilakukan adalah penguatan kapasitas dan kualitas SDM pada instansi terkait di Kabupaten Mandailing Natal.

Tabel.1. Matriks IFE dan EFE pemanfaatan sumberdaya energi terbarukan lokal untuk memenuhi kebutuhan listrik di desa-desa tidak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal Faktor Eksternal No Peluang bobot rating Skor Ancaman bobot rating Skor 1 Adanya kebijakan Program 0.129 3 0.386 Perubahan 0.171 2 0.343 Diversivikasi Energi iklim 2

3 4

Adanya program mewujudkan Desa Mandiri Energi Adanya minat swasta untuk berinvestasi Persepsi positif tentang sumber energi terbarukan Total

0.129

4

0.514

0.114

2

0.229

0.129

2

0.257

0.500

Masalah pembebasan lahan Kerusakan lingkungan Perizinan

1.386

0.114

2

0.229

0.114

3

0.343

0.100

4

0.400

0.500

1.314

Faktor Internal No 1

Kekuatan Tersedianya potensi energi terbarukan lokal

bobot 0.147

rating 4

Skor 0.588

2

Keinginan Pemda yang tinggi untuk memanfaatkan sumberdaya energi terbarukan lokal yang ada Dukungan masyarakat akibat ekspektasi yang tinggi akan energi listrik

0.132

4

0.529

0.088

4

0.353

Adanya kegiatan usaha produksi dan jasa di desa terpencil

0.132

3

0.397

Total Sumber : Data penelitian (2014)

0.500

3

4

1.868

207

Kelemahan Kurangnya Kordinasi Antar Instansi Dana Pengembangan Yang Minim

bobot 0.118

rating 2

Skor 0.235

0.103

2

0.206

Tidak tersedianya detail data lokasi, jenis sumberdaya dan metode konversi energi Kurangnya kapasitas dan kualitas SDM

0.162

2

0.324

0.118

2

0.235

0.500

1.000


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 204 - 210

Untuk menentukan strategi prioritas dari 6 (enam) alternatif strategi yang diusulkan dari analisis matrik SWOT, keenam alternatif strategi tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis matriks QSP (Quantitative Strategy Planning). Berdasarkan analisis tersebut disimpulkan bahwa prioritas strategi pertama adalah melakukan pemetaan lokasi desa tak terlistriki dan sumberdaya energi terbarukan yang tersedia, dilengkapi hasil studi kelayakan dan Detail Engineering Desain (DED) (nilai TAS (Total Attractiveness Score) = 6.371), dilanjutkan dengan strategi Pengusulan desa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal masuk dalam program Desa Mandiri Energi (nilai TAS = 6.281). Strategi prioritas ketiga adalah Penguatan kapasitas dan kualitas SDM pada instansi terkait di Kabupaten Mandailing Natal (nilai TAS = 5.918). Untuk strategi prioritas keempat strategi yang terpilih adalah Intensifikasi koordinasi antar instansi Pemerintah Daerah (Kabupaten, Provinsi dan pusat) dalam upaya konsolidasi program pembangunan (nilai TAS = 5.791). Sedangkan strategi Penyediaan lahan untuk dijadikan lokasi pengembangan potensi sumberdaya energi yang ada (nilai TAS = 5.423) dan strategi melakukan survey secara periodik yang mampu me-representasikan kondisi eksisting iklim (nilai TAS = 4.453) menjadi strategi prioritas yang berada di urutan kelima dan keenam. Dalam artikel ini pembahasan hanya dilakukan pada dua strategi prioritas yaitu strategi prioritas pertama dan yang kedua. Terpilihnya strategi pemetaan lokasi desa tak terlistriki dan sumberdaya energi terbarukan yang tersedia, dilengkapi hasil studi kelayakan dan Detail Engineering Desain (DED), menjadi strategi prioritas pertama pada analisis QSPM, merepresentasikan bahwa memang selama ini Kabupaten Mandailing Natal melalui Pemerintah Daerah setempat belum memiliki perencanaan yang baik dalam mengatasi persoalan masih adanya desa-desa terpencil tak teraliri listrik di daerah tersebut. Sampai tahun 2014 tidak banyak tercatat data mengenai usaha Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah yang belum terjangkau jaringan listrik PLN. Sejak tahun 2007 melalui Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Pemerintah Daerah setempat pernah memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 40 watt di desa-desa terpencil di Kecamatan Muara Batang Gadis, Natal dan Batahan. Namun program ini dirasakan kurang efektif karena hanya bertahan selama kurang dari satu tahun dan hanya dapat dipakai selama

3-4 jam saja perhari, sehingga masyarakat lebih memilih memakai mesin diesel yang dipakai secara perseorangan maupun berkelompok dengan biaya bahan bakar yang mahal. Hal ini diakui oleh para informan yang berasal dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Mandailing Natal, bahwa selama ini Pemerintah Daerah setempat belum pernah mengajukan proposal atau permohonan kepada Pemerintah Pusat, untuk menjadikan desa-desa terpencil tak terlistriki di daerah tersebut masuk kedalam program Desa mandiri Energi. Sebab berdasarkan informasi, syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan suatu desa menjadi Desa mandiri Energi adalah tersedianya data mengenai kondisi desa-desa tak teraliri listrik tersebut, adanya sumberdaya energi terbarukan yang tersedia di lokasi desa-desa tersebut, yang sudah dilengkapi studi kelayakan dan Detail Engineering Desain metode konversi sumberdaya energi terbarukan yang ada menjadi energi listrik yang dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hamm (2007) yang berjudul Methodology and Modelling Approach For Strategic Sustainability analysis of complex energy-enviroment system. Penelitian ini telah menyusun 4 (empat) langkah analisis strategis pengembangan energi berkelanjutan yang dilandasi pertimbangan objektif mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Keempat langkah strategis tersebut mencakup : 1) Survei, audit dan karakterisasi terhadap sistem energi yang ada dan yang akan diadakan; 2) Prakiraan supply dan demand; 3) Studi teknis (engineering model); dan 4) studi kelayakan pengembangan dengan mempertimbangkan dampak yang akan terjadi terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan yang ada. Sangat diandalkannya program Desa Mandiri Energi untuk mengatasi permasalahan tidak terlistrikinya beberapa desa terpencil di Kabupaten Mandailing Natal, sudah tercermin dari hasil analisis EFE yang telah dilakukan terlebih dahulu. Adanya program Desa mandiri Energi yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat menjadi peluang yang sangat realistis untuk dimanfaatkan mengatasi permasalahan terisolasinya lokasi desa-desa tersebut serta minimnya dana yang dimiliki daerah untuk membangun sendiri pembangkit listrik di desadesa terisolir tersebut. Bila mengharapkan tersambungnya jaringan PLN ke desa-desa tersebut, Pemerintah Daerah harus dihadapkan pada persoalanpersoalan infrastruktur konektifitas, yang menyebabkan akan tidak seimbangnya nilai

208


Strategi Pemenuhan Kebutuhan Listrik di Daerah Terpencil Sumatera Utara (Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

yang tersedia, dilengkapi hasil studi kelayakan dan Detail Engineering Desain (DED) dan strategi pengusulan desa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal masuk dalam program Desa Mandiri Energi.

investasi yang dikeluarkan dengan pendapatan diterima. Program Desa Mandiri Energi telah dimulai sejak tahun akhir tahun 2007 dengan proyek percontohan di 140 desa dan dikembangkan menjadi 2.000 desa pada akhir tahun 2009 yang berada di bawah pembinaan dan pengawasan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Desa Mandiri Energi adalah desa yang masyarakatnya memiliki kemampuan untuk memenuhi lebih dari 60% kebutuhan energinya (baik energi listrik maupun bahan bakar) yang berasal dari energi terbarukan yang dihasilkan melalui pendayagunaan potensi sumber daya energi setempat (Sugiyono, 2011), sehingga bisa membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan menciptakan kegiatan ekonomi produktif (Purwanto dkk, 2009). Ada dua tipe Desa Mandiri Energi, yang pertama adalah tipe Desa Mandiri Energi yang berbasis pada sumber energi non pertanian seperti surya, air dan angin, sedangkan yang kedua adalah tipe Desa Mandiri Energi yang berbasis pada sumber energi pertanian seperti biomassa dan biofuel yang berasal dari hasil pertanian dan hutan. Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa program Desa Mandiri Energi ini sangat cocok bila dicanangkan di desa-desa yang belum teraliri listrik di Kabupaten Mandailing Natal. Sebab dalam analisis faktor internal (IFE) disebutkan bahwa di desa-desa tersebut terdapat kegiatan usaha produksi dan jasa, yang berdasarkan hasil observasi penelitian ini, kegiatan-kegiatan tersebut cenderung berbasis pertanian.

REKOMENDASI Agar Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dapat melaksanakan pemetaan sumberdaya energi terbarukan yang tersedia, dilengkapi hasil studi kelayakan dan Detail Engineering Desain (DED), yang kemudian mengusulkan ke 31 (tiga puluh satu) desa tak teraliri listrik yang ada di wilayah tersebut, masuk dalam program Desa Mandiri Energi yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat. UCAPAN TERIMAKASIH Tim Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara selaku penyedia dana penelitian, Dinas Pertambangan dan Energi, dan masyarakat di lokasi penelitian yang telah berperan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Cahyono, Eko Fajar dan David Kaluge, 2011. Analisis Pengaruh Infrastruktur Publik Terhadap Produk Domestik Bruto Perkapita di Indonesia. Jurnal Iqtishoduna (2), Vol 7. Contaned Energy Indonesia. 2013. Buku Panduan Energi Yang Terbarukan. [Online] Dari: psflibrary.org [Diakses: 30 Maret 2014]. David, R.F. 2006. Manajemen Strategi : Konsep. Edisi kesepuluh. Jakarta: Salemba Empat. Hamm, A. 2007. Methodology and Modelling Approach For Strategic Sustainability Analysis of Complex Energy-enviroment System. Ph.D. Thesis. Departement of Mechanical Engineering, University of Centerbury, Christchurch, New Zealand.

KESIMPULAN Dari hasil analisis EFE disimpulkan bahwa faktor peluang yang paling dominan dalam usaha pemenuhan kebutuhan listrik di desadesa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal adalah faktor adanya program mewujudkan Desa Mandiri Energi, faktor ancaman yang paling dominan adalah faktor perizinan. Sedangkan Faktor kekuatan yang paling dominan berdasarkan hasil analisis IFE adalah faktor tersedianya potensi energi terbarukan lokal, dimana faktor kelemahannya adalah tidak tersedianya detail data lokasi, jenis sumberdaya dan metode konversi energi. Dua strategi prioritas utama dalam usaha pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa tak terlistriki di Kabupaten Mandailing Natal adalah pemetaan lokasi sumberdaya energi terbarukan

Kitta, Ikhlas dan Manjang Salama, 2011. Pemetaan Dan Optimalisasi Pemanfaatan Potensi Sumber Energi Terbarukan Untuk Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik Pada Daerah Yang Terisolir Dari Listrik PLN [Online] Dari: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/41 27 [Diakses: 30 Maret 2014]. Purwanto, dkk, 2009. Model Desa Mandiri Energi Berbasis Mikrohidro di Sekitar Taman Nasional. Makalah. Disampaikan pada Kongres Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia, 8-9 Agustus, Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat. Rahardjo, Irawan dan Ira Fitriana, 2005. Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Di Indonesia. Strategi Penyediaan Listrik Nasional Dalam Rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batubara Skala Kecil, PLTN, dan Pembangkit Energi

209


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 204 - 210

Terbarukan. Publikasi ilmiah. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi Dan Konservasi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Pustaka Utama. Sidik, Adi Pramono. 2011. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Jalan Dan Listrik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kalimantan Tahun 19942008. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta Sugiyono, Agus, 2005. Analisis Pengambilan Keputusan Untuk Perencanaan Pembangkit Tenaga Listrik. Strategi Penyediaan Listrik Nasional Dalam Rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batubara Skala Kecil, PLTN, Dan Pembangkit Energi Terbarukan. Publikasi ilmiah. Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Konversi Dan Konservasi Energi Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jakarta Sugiyono, Agus, 2011. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Mandiri Energi di Kabupaten Lampung Selatan. Makalah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT, Jakarta. Suparman, 2010. Analisis Perencanaan Energi Opsi Nuklir Dengan Metode AHP. Prosiding Seminar Nasional ke-16 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. Hal. 401-408. World Bank. 2005. Electricity for All: Option for Increasing Access in Indonesia.

210


Penguatan Institusi Lokal Dalam Mewujudkan Pembangunan Masyarakat Pesisir (Beti Nasution)

Hasil Penelitian PENGUATAN INSTITUSI LOKAL DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR

(STRENGTHENING LOCAL INSTITUTIONS IN REALIZING THE COMMUNITY)) DEVELOPMENT COASTAL COMMUNITY Beti Nasution Fakultas Ilmu Sosial/Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara Email: siswatisaragi@yahoo.com

Diterima: 30 Juli 2015; Direvisi: 25 Agustus 2015; Disetujui: 08 September 2015

ABSTRAK Institusi lokal merupakan salah satu bentuk modal sosial telah diakui berperan dalam pembangunan. Namun saat ini institusi lokal di Kabupaten Serdang Bedagai kurang mendapat perhatian dari pihak pemerintah sehingga institusi lokal saat ini sudah mulai ada yang kurang berfungsi dan bahkan sudah ada yang punah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keberadaan institusi lokal dalam kehidupan masyarakat pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai, dan mengetahui peranan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam penguatan institusi lokal untuk mewujudkan pembangunan masyarakat pesisir. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data primer dengan observasi dan wawancara mendalam kepada informan, sedangkan pengumpulan data sekunder dengan cara mempelajari dokumen dan literatur terkait. Analisis menggunakan teknik kualitatif dengan Model Miles and Huberman dengan langkah-langkah: Data Reduction, Data Display Conclution/Verification. Hasil analisis menunjukkan bahwa; 1) Institusi lokal memberi arti bagi pembangunan masyarakat seperti adanya musyawarah mufakat, gotong royong membantu yang sakit dan kemalangan. Disamping itu keberadaan Perwiridan Yasin kaum ibu ternyata berfungsi sekali dalam pembangunan bahkan berpotensi dalam pembangunan ekonomi jika dikembangkan dengan membentuk koperasi misalnya. Namun sudah ada institusi yang kurang berperan yakni membantu nelayan yang mengalami kecelakaan di laut dan ada institusi lokal yang sudah punah yakni kebiasaan membantu memperbaiki rumah yang hendak rubuh. 2) Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai belum berperan dalam penguatan institusi yang dapat dilihat dari belum adanya kebijakan tertulis untuk penguatan institusi lokal, sehingga keberadaan institusi lokal belum memberikan manfaat yang maksimal bagi pembangunan khusunya masyarakat pesisir. Kata kunci: Penguatan institusi lokal, pembangunan, masyarakat pesisir, Kabupaten Serdang Bedagai.

ABSTRACT Local institutions is a form of social capital that has been recognized role in development. But this time the local institutions in Serdang Bedagai received less attention from the government so that local institutions are now beginning there were not functioning and even already extinct. The purpose of this study was to analyze; 1). How does the existence of local institutions in the life of coastal communities in Serdang Bedagai. 2) How is the government's role Serdang Bedagai in strengthening local institutions to realize the development of coastal communities. This research uses qualitative descriptive method. The collection of primary data through observation and indepth interview to the informant, while secondary data collection by studying the document and relevant literature. Analysis using qualitative techniques with Miles and Huberman Model with the following steps: a. Data Reduction, b. .Data Display and c. Conclution / Verification. The analysis showed that; 1) Local institutions are essential to the development of society as the consensus, mutual cooperation petrified pain and misfortune. Besides, the presence of Perwiridan Yasin mothers turned out to function once the development potential in economic development even if it is developed by forming cooperatives for example. But already there are institutions that lack a role of helping fishermen who had an accident at sea, and there are local institutions that are already extinct. 2) Government Serdang Bedagai not play a role in strengthening institutions that can be seen from the absence of a written policy to strengthen local institutions, so that the

211


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 211- 218

existence of local institutions yet provide the maximum benefit for the development of coastal communities especially. Keywords: Strengthening local institutions, development of coastal communities, Serdang Bedagai District.

untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam dan manusia. Hal ini berlangsung dalam konteks interaksi sosial yang mewujud dalam bentuk jaringan atau asosiasi informal (Dwipayana dan Eko, 2003). Fauzi (2010) juga menyatakan kekuatan modal sosial sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi kini telah menjadi acuan para perencana di berbagai belahan dunia. Kecenderungan pembangunan yang urban biased mengurangi kekuatan modal sosial ini, sehingga dalam jangka panjang akan memperlemah tatanan institusi di suatu wilayah. Ketika aspek institusi ini melemah maka akan berimplikasi pada pembangunan makro secara keseluruhan. Modal sosial selain berfungsi dalam pembangunan juga dapat membentuk civil society melalui norma-norma, jaringan sosial, kepercayaan yang meningkat serta kerjasama (Somarto, 2009). Kehidupan masyarakat pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai selama ini telah menggunakan modal sosial (institusi/kelembagaan lokal) yang diwujudkan dalam musyawarah mufakat, saling tolong menolong dan gotong royong untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Namun di Kabupaten Serdang Bedagai keberadan modal sosial ini sudah ada yang melemah dan bahkan sudah ada yang punah. Untuk itu perlu penguatan (menumbuhkembangkkan) institusi lokal dalam mewujudkan pembangunan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keberadaan institusi lokal dalam kehidupan masyarakat pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai, dan mengetahui peranan pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam penguatan institusi lokal untuk mewujudkan pembangunan masyarakat pesisir

PENDAHULUAN Pembangunan pada era otonomi daerah bertujuan mengakselerasi pembangunan dengan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, kekhususan daerah berdasarkan pada permasalahan atau kebutuhan masyarakat dan potensi sumber daya lokal. Tanpa memperhatikan kondisi lokal dan potensi lokal maka program pembangunan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu potensi lokal yang penting dalam pembangunan adalah potensi sumber daya sosial berupa institisi/kelembagaan lokal. Institusi lokal/kelembagaan lokal merupakan kearifan masyarakat lokal yang tentunya berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Pada dasarnya masyarakat memiliki kapasitas terutama melalui berbagai bentuk kearifan dan pengetahuan lokal yang secara alamiah justru lebih adaptif dengan kondisi lingkungan alam maupun sosio-kultural masyarakatnya (Soetomo, 2006). Kearifan lokal tersebut dapat dicermati dari aturan-aturan, norma, tatakrama/tata susila, bahasa kelembagaan, nama dan gelaran, teknologi yang digunakan (konstruksi rumah, tata letak rumah, teknik irigasi, teknik pengolahan tanah dan peralatannya, teknik membuat jalan/jembatan, teknik perahu dan sebagainya). Kearifan lokal adalah merupakan modal sosial (Sumardjo, Chozin dan Khomsan, 2010). Modal sosial (social capital) adalah salah satu bentuk yang sangat berharga dalam pembangunan selain financial, phisical dan human capital (Sumarto, 2009). Institusi lokal sebagai salah bentuk modal sosial saat ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius untuk diaktifkan dan ditumbuhkembangkan lagi sebab kini diakui sangat potensial dalam pembangunan (Sumardjo, Chozin dan Khomsan, 2010). Kartodirdjo (1987) menyebutnya sebagi sumber daya sosial yang dalam masyarakat desa termanifestasi dalam pranata sosial, kepemimpinan dan idiologi pembangunan dan Sayogyo (1994) menyebutnya sebagai energi sosial yang berdasarkan hasil penelitiannya di beberapa desa di Nusa Tenggara Timur terbukti cukup besar kontribusinya bagi keberhasilan pembangunan). Temuan Institute for Research and Empoweremant (IRE) juga mengungkapkan pada tingkatan tertentu institusi lokal sebagai modal sosial menjadi kekuatan bagi masyarakat

METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan terhadap unsur pemerintahan Kabupaten, Lembaga Masyarakat Desa (LMD) dan masyarakat. Observasi yaitu mengamati keberadaan institusi lokal dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Pengumpulan data sekunder dengan studi dokumentasi yakni mempelajari buku-buku dan literatur, dokumen-dokumen kebijakan

212


Penguatan Institusi Lokal Dalam Mewujudkan Pembangunan Masyarakat Pesisir (Beti Nasution)

pemerintah daerah kabupaten dalam pembangunaan masyarakat serta dokumen yang terkait dengan persoalan dan tujuan pengkajian. Analisis menggunakan teknik kualitatif dengan Model Miles and Huberman dengan langkahlangkah: a. Data Reduction, b. Data Display dan c. Conclution/Verification.

masyarakat dan sangat eksis sampai saat ini adalah lembaga pengajian yakni Perwiridan Yasin kaum bapak dan Perwiridan Yasin kaum ibu yang melakukan kegiatan pengajian seminggu sekali. Perwiridan Yasin kaum bapak setiap malam Jumat dan kaum ibu setiap Jumat siang. Kegiatan perwiridan ini bertujuan untuk membina perilaku masyarakat melaui pengamalan ilmu pengatahuan agama dan juga membina akhlak anggotanya yang diharapkan dapat ditransfer kepada anggota keluarga yang dijadikan sebagai pedoman perilaku sehari-hari seperti hidup saling mencintai, saling tolong menolong. Disamping kegiatan perwiridan, pengajian ini juga melakukan kegiatan sosial seperti; ada jadwal untuk membersihkan lingkungan masjid dan rumah juga mempunyai uang kas untuk keperluan membantu kemalangan, yang sakit dan melahirkan. Pengajian kaum ibu selain melakukan aktivitas sosial juga merupakan persatuan yang memiliki peralatan seperti tenda, kursi, alat memasak dan alat makan (piring, gelas sendok dan lain-lain) yang diperoleh dari kesepakatan bersama anggota agar bersedia mengumpulkan uang untuk membeli peralatan itu dan sangat berguna jika ada kemalangan, pesta atau perhelatan, sehingga para anggota yang membutuhkan tidak perlu bersusah payah untuk menyewa peralatan. Disamping keberadaan institusi lokal yang merupakan kearifan lokal masyarakat juga terdapat institusi lokal yang dibentuk pemerintah yakni yang dibentuk masing-masing pemerintah desa di lingkungan kabupaten Sergai. Institusi lokal itu antara lain; Keberadaan Lembaga/Organisasi seperti; Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yang berfungsi memberdayakan masyarakat. Dibawah LKMD ada Karang Taruna, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Kelompok Tani. Karang Taruna adalah wadah untuk para pemuda dengan kegiatan latihan olah raga bola kaki untuk mengatasi/mengurangi anak-anak yang terlibat penyalahgunaan narkoba, disamping itu juga melakukan kegiatan bakti sosial seperti membersihkan kuburan dan sunat masal. PKK memiliki kegiatan khususnya memberdayakan kaum perempuan seperti pelatihan membordir, memasak, membuat hiasan toples dari kulit kepah. Kemudian juga melakukan kegiatan peningkatan kesehatan balita melalui Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) seperti memeriksa kesehatan dan gizi balita. Seorang kelapa desa mengatakan bahwa ibu – ibu belajar membordir telekung dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Institusi/Kelembagaan Lokal Kabupaten Serdang Bedagai. Institusi lokal di Kabupaten Serdang Bedagai terdiri dari berbagai macam bentuk seperti; Keberadaan Kelembagaan dalam bentuk Musyawarah Mufakat dan Gotong Royong dan Keberadaan Lembaga dalam bentuk Organisasi Lokal. Keberadaan Kelembagaan dalam bentuk Musyawarah Mufakat dan Gotong Royong. Masyarakat memiliki kebiasan hidup saling tolong menolong dan bergotong royong untuk mengatasi masalah berdasarkan musyawarah dan mufakat, namun saat ini gotong royong ini sudah ada yang berkurang bahkan ada yang sudah punah. Musyawarah, mufakat dan gotong royong dapat dilihat dari; jika ada yang sakit, kemalangan, dan musibah, tidak membawa makanan tetapi membawa uang yang dikumpulkan dari masyarakat setempat untuk disumbangkan. Gotong royong yang masih sering dilakukan, seperti membersihkan parit, membersihkan kuburan membersihkan lingkungan masjid dan lain-lain. Disamping itu Serikat Tolong Menolong (STM) juga masih kuat. Setiap kepala keluarga mengumpulkan uang sebesar Rp 4000,-/bulan yang gunanya untuk membantu keluarga yang sakit, melahirkan dan ditimpa musibah. Jika kemalangan dalam satu bulan ada dua orang maka iuran dikutip lagi untuk sumbangan. Khusus di masyarakat nelayan ada uang kas nelayan tradisional yang dananya berasal dari nelayan yang dikumpulkan pada musim pasang besar, setiap nelayan mengumpulkan uang sebesar Rp 20.000,-. per bulan. Dana ini digunakan untuk membantu nelayan yang mengalami kecelakan di laut. Namun saat ini gotong royong untuk membantu nelayan yang kecelakaan di laut telah menurun disebabkan karena alasan ekonomi, pada saat ini pendapatan nelayan semakin rendah karena banyaknya penggunaan trawl dan grandong. Ada juga gotong royong membantu memperbaiki rumah yang sudah hendak rubuh, namun sejak 1995 gotong royong memperbaiki rumah yang sudah hendak rubuh sudah tidak ada lagi sebab masyarakat sibuk. Keberadaan Lembaga dalam bentuk Organisasi Lokal. Lembaga/organisasi masyarakat yang dibentuk atas inisiatif

213


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 211- 218

membuat toples kue dengan hiasan kulit kepah tetapi hanya dipakai sendiri, belum untuk dipasarkan. Kelompok Tani (Poktan) merupakan wadah para petani untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi dengan semboyan ‘bergotong royong untuk mempercepat gerak bersama dalam rangka mengatasi persoalan.’ Kegiatan gotong royong yang telah dilakukan adalah mengatasi sulitnya pupuk, bibit, pestisida dan mengatasi banjir, membangun jembatan untuk menghubungkan lokasi pertanian dengan perumahan agar mudah mengangkat hasil panen. Keberadan Poktan juga berfungsi sebagai organisasi pemberdayaan masyarakat petani seperti pelatihan dan penyuluhan dari Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan dan Pekerbunan (BP4) mengenai cara-cara pemberantasan hama, memanfaatkan lahan jika sedang tidak menanam padi serta penanggulangan banjir. Keberadaan Poktan sejak tahun 2000 lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat petani dimana petani saat ini telah mulai meningkat hasil panennya. Masyarakat juga memanfaatkan halaman rumah untuk ditanami sayur mayur yang berguna untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus membeli dan bila sedang tidak musim tanam padi lahan pertanian ditanami sayur dan palawija yang terkadang bisa dijual ke pasar. Meningkatnya hasil pertanian telah berdampak pada semakin meningkatnya jumlah anak-anak yang bisa melanjut sampai D3 dan S1 di Medan. Analisis Keberadaan Institusi / Kelembagaan Lokal Pada Masyarakat Pesisir. Keberadan institusi/kelembagaan lokal seperti musyawarah mufakat dan gotong royong merupakan kearifan lokal masyarakat (sebagai modal sosial) yang diharapkan berperan dalam membantu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat, dimana saat ini ada yang telah melemah dan bahkan ada yang sudah hilang dari kehidupan masyarakat. Insitusi yang telah melemah seperti; gotong royong membantu nelayan tradisional yang mengalami kecelakaan di laut, dengan alasan pendapatan nelayan sudah menurun akibat banyaknya penggunaan grandong dan trawl yang digunakan nelayan besar. Institusi yang telah punah adalah kebiasaan yang amat baik yakni gotong royong membantu memperbaiki rumah masyarakat yang hendak rubuh, dengan alasan masyarakat sibuk. Namun demikian masih ada institusi lokal di Nagur yang terbukti dapat membantu permasalahan yang dihadapi masyarakat dan jika dikembangkan berpotensi dalam pembangunan ekonomi masyarakat.

Keberadaan institusi/kelembagaan lokal yang masih berlangsung sampai saat ini dalam kehidupan masyarakat seperti membantu tetangga yang mendapat musibah/kemalangan, menjenguk yang sakit, melahirkan dengan memberi uang bantuan untuk membantu meringankan biaya yang dibutuhkan. Gotong royong ini berlangsung atas mufakat bersama sehingga tidak ada yang merasa terpaksa. Institusi Perwiridan Yasin yang tumbuh berasal dari masyarakat selain berfungsi dalam mengatasi masalah sosial juga sebenarnya berpotensi dalam pembangunan ekonomi jika ditumbuhkankembangkan. Seperti Pengajian Perwiridan kaum ibu selain berfungsi dalam pembinaan akhlak juga merupakan persatuan yang memiliki peralatan seperti tenda, kursi, alat memasak, piring, gelas dan sendok yang dapat digunakan untuk keperluan bersama, yang berasal dari uang kas anggota, sehingga jika ada pesta atau keperluan tidak perlu menyewa peralatan pesta. Hal ini merupakan indikasi bahwa keberadaan institusi lokal berperan dalam pembangunan masyarakat. Keberadaan kelembagaan ini sebenarnya dapat dikembangkan seperti membentuk koperasi simpan pinjam, pemberdayan masyarakat agar berperan dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Berfungsinya institusi lokal ini dalam pembangunan ekonomi masyarakat didukung Kartodirjo (1987), Sayogyo (1994), Imron, dkk (2002), Nurdin dan Suradi (2003). Institusi lain yang juga telah terbukti berfungsi dalam pembangunan masyarakat selain institusi Perwiridan Yasin yakni Kelompok Tani (Poktan). Keberhasilan Poktan dalam pembangunan disebabkan karena kepemimpinan Poktan yang dekat dengan petani. Pemimpin Poktan merespon persoalan yang dihadapi petani dengan cara mencari informasi dan pengetahuan dan menginformasikannya kepada petani untuk megatasi persoalan yang ada. Hal ini membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lembaga lokal ini dalam kehidupan mereka serta memotivasi petani mengatasi persoalan melalui kerjasama dalam Poktan. Eksistensi Poktan juga didukung oleh segala norma dan aktivitas mereka yang dilakukan sesuai dengan nilai dan kebiasaan hidup mereka sehari-hari yang sudah terbiasa saling tolong menolong dan bekerjasama. Keberadaan Poktan ini juga terbukti berfungsi dalam pemberdayaan dan pembangunan masyarakat petani seperti memanfaatkan halaman rumah ditanami sayurmayur dan menggunakan lahan pertanian untuk ditanami palawija jika sedang tidak menanam

214


Penguatan Institusi Lokal Dalam Mewujudkan Pembangunan Masyarakat Pesisir (Beti Nasution)

padi. Hal ini telah meningkatkan hasil pertanian dan juga ekonomi masyarakat petani serta berdampak terhadap meningkatnya pendidikan anak-anak, dimana jumlah anak-anak petani yang kuliah di Medan pada strata D3 dan ada yang S1 sudah bertambah. Namun keberadaan kelompok masyarakat petani ini tidak ada pada masyarakat nelayan dan nelayan belum menyadari akan pentingnya keberadaan kelompok-kelompok dalam membantu menyelesaikan persoalan yang harus segera diatasi. Hal ini tidak bisa disalahkan sepihak pada nelayan, karena dilihat dari sisi pendidikan nelayan tradisional rata-rata tingkat pendidikannya masih rendah, masih banyak yang tidak tamat sekolah, sehingga berpengaruh terhadap pola pikirnya, sulit menerima perubahan dari luar dan tidak mempunyai rencana kedepan. Penelitian Kamuli (2012) di Gorontalo juga menemukan tingkat pendidikan nelayan rata-rata rendah, sehingga sulit bagi mereka untuk menerima perubahan yang dianjurkan pihak luar dan realitas menunjukkan bahwa mengharapkan terjadinya kerjasama dalam kelompok mengalami sedikit hambatan. Keberadaan Karang Taruna dan PKK sebenarnya berpotensi dalam pemberdayaan masyarakat namun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh institusi ini masih belum begitu menunjukkan hasil nyata dalam pembangunan masyarakat, padahal segala aktivitas yang dilakukan baik oleh Karang Taruna maupun PKK mendapat bantuan dana dari pemerintah Kabupaten. Kegiatan yang dilakukan Karang Taruna dalam pemberdayaan masyarakat seperti mengaktifkan remaja untuk bermain bola dalam rangka mengurangi anak-anak terlibat penyalahgunaan narkoba kurang diminati masyarakat karena yang terlibat narkoba adalah kebanyakan anak-anak nelayan yang memang sulit untuk dibina dan di bimbing. Hal ini disebabkan karena kebanyakan pendidikan dari orang tua dari anak-anak nelayan ini rendah dan bahkan tidak tamat SD sehingga berpengaruh terhadap pola perilakunya dalam membimbing dan membesarkan anak. Anak-anak kurang dimotivasi agar rajin sekolah di samping itu keberadaan ayah yang seharusnya berfungsi sebagai panutan dan disiplin juga tidak berperan karena waktu kerja ayah sebagai nelayan tidak pasti, sesuai dengan arus pasang surut laut, sehingga anak-anak jarang bertemu dengan ayah. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak-anak berdampak pada banyaknya anak-anak nelayan yang putus sekolah dan penyalahgunaan narkoba. Tjokrowinoto (2002) mengatakan;

“orang tua sebagi milieu pertama dalam membentuk kepribadian anak dan lingkungan bermain dan sekolah sebagai milieu kedua. Orang tua baik bapak maupun ibu berfungsi sebagai rule- model bagi anak. Ibu dapat memainkan peranannya dalam perkembangan kepribadian anak melalui berbagai fungsinya sebagai gratifier of needs, stimulator tumbuh kembang, dan pembentuk konsep diri. Sedangkan peranan ayah adalah merupakan simbol disiplin, otorita yang disegani anak�. Kegiatan yang dilakukan PKK juga sangat baik terutama dalam pemberdayaan kaum perempuan seperti memasak, membordir dan bahkan ada kegiatan yang dilakukan dengan memanfaatkan potensi wilayah pesisir seperti membuat hiasan toples dari kulit kepah yang hal ini tentunya sesuai dengan prinsip pengembangan wilayah, yakni pembangunan yang memanfaatkan potensi wilayah. Kegiatan Posyandu juga telah menghasilkan perbaikan gizi balita. Namun ternyata kegiatan pemberdayaan kaum perempuan yang dilakukan PKK masih terbatas hanya pada anggota PKK, belum menyebar luas kepada masyarakat sehingga kurang berfungsi bagi pemberdayaan kaum perempuan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dan hanya untuk konsumsi, belum dipasarkan agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Paparan di atas menjelaskan bahwa keberadaan musyawarah mufakat, Perwiridan Yasin dan juga Kelompok Tani terbukti berfungsi sekali dalam penyelesaian persoalan masyarakat, walaupun dasar pembentukan kedua lembaga itu berbeda. Perwiridan Yasin adalah murni bentukan masyarakat (merupakan kearifan lokal) sedangkan Kelompok Tani dibentuk atas anjuran pemerintah. Berfungsinya kedua kelembagaan dalam pembangunan masyarakat karena segala norma dan aktivitas sesuai dengan kebiasaan dan nilainilai dan keinginan masyarakat yang ditetapkan secara musyawarah mufakat. Eksistensi Poktan karena peran pemimpin poktan dapat membangkitkan kesadaran akan manfaat kelembagaan ini dan juga memotivasi petani untuk bekerjasama dan saling tolong menolong. Penelitian Imron, dkk (2002) menjelaskan bahwa penguatan institusi lokal tradisional seperti ini sebenarnya adalah merupakan refleksi dari budaya, agama, dan adat istiadat setempat yang diselaraskan dengan kebutuhan masyarakat. Soetomo (2006) menyatakan bahwa apapun asal institusinya, syarat agar fungsional dan efektif sebagai sarana dan media pengelolaan pembangunan adalah apabila lembaga tersebut berhasil mengakar dan

215


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 211- 218

Keberhasilan pembangunan tidak terlepas dari segala kebijakan yang dilahirkan pemerintahnya. Kebijakan adalah langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi (Anderson, 1975) dalam (Wahab, 1991). Kebijakan yang dimaksud disini adalah kebijakan tertulis dalam penguatan institusi lokal yang tertuang dalam RPJMD dan RKPD dalam rangka mewujudkan pembangunan masyarakat pesisir. Kebijakan penguatan disini bukan dalam arti mencampuri segala aktivitas dan kelembagaan lokal tetapi dalam arti bagaimana pemerintah dapat memfasilitasi untuk mengaktifkan dan mengembangkan institusi yang ada dari sisi organisasi dan manajemen dengan pendekatan dialogis. Surahman (2010) meyatakan bahwa keberadaan kelembagaan lokal memerlukan pembenahan terutama dari segi kapasitas sumber daya, organisasional dan manajerialnya. Temuan lapangan menunjukkan bahwa kebijakan tertulis pemerintah dalam penguatan institusi lokal masih minim. Kebijakan pemerintah hanya sebatas membantu perbaikan masjid dan musholla (fisik) tanpa ada kebijakan untuk mengaktifkan kembali institusi yang telah melemah dan punah seperti; gotong royong pada nelayan dan memperbaiki rumah yang hendak rubuh. Demikian juga belum ada kebijakan pemerintah untuk mengembangkan institusi Perwiridan Yasin dan Poktan dengan membentuk koperasi agar Perwiridan Yasin dan Poktan dapat menambah penghasilan masyarakat. Pemerintah kabupaten dalam rangka menggerakkan partisipasi masyarakat agar bergotong royong hanya dalam bentuk himbauan, tidak dalam kebijakan tertulis. Temuan juga menunjukkan bahwa ketiadaan kelembagaan/organisasi nelayan yang sangat dibutuhkan bagi kemajuan nelayan juga tidak mendapat perhatian. Pemerintah belum berperan dalam memberikan pelayanan yang berhubungan dengan pembangunan masyarakat dengan membina masyarakat melalui pembentukan kelompok-kelompok nelayan bekerjasama dengan Badan Koordinasi penyuluhan (Bakorluh). Pemberian pelayanan kepada masyarakat memerlukan perubahan mindset dari aparatur pemerintah bahwa mereka bukan hanya berfungsi memberikan bantuan-bantuan tetapi juga perlu membantu kelompok miskin untuk mengorganisir diri, untuk belajar melepaskan diri dari ketidaktahuan dan ketidakberdayaan. Soetomo (2006) menegaskan bahwa program pembangunan yang dirancang dan

menjadi bagian dari pola aktivitas masyarakatnya, dengan kata lain berhasil melewati proses instituisonalisasi. Keberadaan institusi lokal di Kabupaten Serdang Bedagai terbukti merupakan salah satu modal sosial yang sangat urgen dalam mewujudkan pembangunan dan merupakan dasar pembentukan masyarakat madani (civil society) yang di dalamnya terkandung unsur partisipasi dan pemberdayaan masyarakat yang potensial bagi pembangunan serta dapat mewujudkan pembentukan tatakelola pemerintahan yang baik (Good Governance) yang juga merupakan salah satu elemen dasar keberhasilan pembangunan. Hal ini sesuai dengan temuan Sumarto (2009) bahwa; “modal sosial dalam kaitan dengan keberadaan civil society yang kuat, istilah yang menjadi populer, yaitu modal sosial (social capital), sebagai salah satu bentuk modal yang sangat berharga selain financial, physical, dan human capital. Modal sosial adalah proses antarmanusia yang membentuk jaringan, normanorma, kepercayan sosial, serta memfasilitasi koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Modal sosial sebagai dasar untuk membangun civil society yang kuat serta dipercaya akan mempengaruhi tingkat kemajuan prekonomian dan distribusi keuntungan. Dalam prakteknya memperkuat modal sosial kelompok miskin berarti meningkatkan kesempatan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam governance. Modal sosial dan masyarakat yang lebih inklusif sangat diperlukan untuk mendorong partisipasi yang otentik dari kelompok miskin�. Analisis Peranan Pemerintah Dalam Penguatan Institusi/Kelembagan Lokal. Pemerintah kabupaten merupakan lembaga yang berperan sebagai manajemen pembangunan melalui pengerahan sumber daya/modal yang diperlukan demi kelancaran pembangunan. Luis (2000) menyatakan bahwa pemerintah lokal sebagai unsur organisasi negara memiliki peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan sosial dan ekonomi serta dinamika sosial kemasyarakatan dalam lingkup wilayah yang menjadi kewenangannya. Penelitian Sa’ad Nor Hayati (2011) mengungkapkan bahwa peranan kerajaan amat penting dalam memastikan pembangunan dan kemajuan yang dicapai dapat dinikmati dan dikecapi oleh setiap lapisan masyarakat. Kajian ini menunjukkan bahwa bagi komuniti pesisir pantai, peranan Jawatan kuasa, kemajuan dan keselamatan Kampung amat penting sebagai agensi utama untuk mengurus hal ehwal pentadbiran di kampong masing-masing.

216


Penguatan Institusi Lokal Dalam Mewujudkan Pembangunan Masyarakat Pesisir (Beti Nasution)

dilaksanakan semestinya tidak hanya berupa paket bantuan fisik dan finansial, tetapi juga penyiapan aspek kelembagaan. Program kelembagaan mempunyai sasaran utama untuk menumbuhkan kompetensi masyarakat terhadap usaha-usaha perbaikan kondisi kehidupan masyarakat. Sebagaimana temuan bahwa sulit mengajak masyarakat nelayan untuk membentuk kelompok nelayan yang permanen, tentunya memerlukan upaya yang optimal dari pemerintah. Pemerintah perlu melakukan pendekatan, berinteraksi secara kontiniu dan merespon persoalan nelayan dan mengupayakan pemecahannya dengan tetap mengadakan dialog. Proses ini menunjukkan adanya keinginan yang baik dari pihak pemerintah (political will), sehingga menimbulkan kepercayan di hati masyarakat nelayan dan terdapat hubungan timbal balik antara pemerintah dengan nelayan dimana pemerintah merespon dan berusaha memecahkan persoalan sementara nelayan merasa diperhatikan. Kondisi ini akan memudahkan mengajak masyarakat untuk menerima perubahan dalam arti mudah mengajak nelayan untuk mengorganisir diri dalam institusi, sesuai yang dikatakan Soetomo (2006); “bahwa unsur utama dalam modal sosial adalah kepercayan atau trust. Kepercayaan dapat mendorong munculnya aktivitas atau tindakan bersama yang produktif atau menguntungkan. Unsur utama yang lain adalah reciprocal atau timbal balik yang dijumpai dalam bentuk saling memberi, saling menerima dan membantu yang muncul dalam proses interaksi sosial. Oleh sebab itu maka interaksi sosial adalah merupakan unsur yang paling awal bagi modal sosial. Interaksi yang meluas akan menjadi semacam jaringan sosial yang memungkinkan semakin meluasnya lingkup kepercayaan dan lingkup timbal balik. Soejatmiko (1984) juga menegaskan bahwa aparatur harus belajar bersama dengan organisasi-organisasi baru itu dengan cara mendukung dan merangsang perkembangan organisasi-organisasi itu, tanpa merusaknya dengan peraturan yang mengekang. Menurut Soetomo (2006) melalui pendekatan berbasis komunitas dengan mengutamakan pendayagunaan modal sosial yang ada akan berdampak pada penguatan berbagai institusi dalam komunitas yang bersangkutan, sehingga pada perkembangan selanjutnya proses institusionalisasi aktivitas bersama untuk membangun ini lebih menjamin kemandirian dan keberlanjutan proses pembangunan itu sendiri.

KESIMPULAN Keberadaan institusi lokal terbukti berperan dalam pembangunan masyarakat pesisir seperti musayawarah mufakat, gotong royong dan saling membantu masyarakat yang sedang bermasalah. Demikian juga keberadan Perwiridan Yasin dan Poktan berperan dalam pembangunan masyarakat dan bahkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat jika dikembangkan lagi. Namun keberadaan institusi lokal ini sudah ada yang melemah seperti membantu nelayan yang mengalami kecelakan di laut dan bahkan ada yang sudah punah seperti gotong royong memperbaiki rumah yang sudah hendak rubuh. Pemerintah kabupaten serdang Bedagai belum berperan dalam penguatan institusi lokal yakni belum ada mengeluarkan kebijakan tertulis dalam penguatan institusi lokal sehingga keberadan institusi lokal yang telah terbukti dalam pembangunan belum memberi nilai tambah (ekonomis) dalam pembangunan masyarakat pesisir. REKOMENDASI Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai perlu menumbuhkembangkan institusi lokal dalam arti menghidupkan kembali institusi lokal yang sudah lemah dan punah seperti gotong royong membantu nelayan yang mengalami kecelakaan di laut dan memperbaiki rumah yang hendak rubuh dan mengembangkan keberadaan perwiridan Yasin dan Poktan seperti membentuk koperasi Perwiridan Yasin dan koperasi Poktan agar dapat berfungsi dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Anderson, JE. 1975. Public Policy Making, Dalam: Wahab, Solihin Abdullah, 1991, Analisis Kebijaksanaan Dari formulasi Ke Implementasi Kebijaksanan Negara. Radar Jaya Offset. Dwipayana, Ari dan Sutoro Eko. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Yogyakarta: IRE Press. Fauzi, A. 2010. Landasan Pembangunan Perdesaan. Dalam: Pemikiran Guru Besar. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Kartodirjo dan Sartono. 1987. Kebudayaan Pembangunan Dalam Perspektif Sejara. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Soedjatmiko., 1984. Dimensi Manusia Dalam Pembangunan. Pilihan Karangan. Jakarta: LP3ES. Sayogyo. 1994. Kemiskinan Dan Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

217


Inovasi Vol. 12 No. 3, September 2015: 211- 218

Soetomo. 2006., Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumarjo, Chozin dan Ali Khomsan. 2010. Tansformasi Perencanaan Pembangunan Pedesaan Dengan Beragam Tipologi. Dalam: Pemikiran Guru Besar. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Sumarjo. 2010. Karakteristik Perkembangan Wilayah Perdesaan. Dalam: Pemikiran Guru Besar. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Sumarto dan Hetijah Sj. 2009. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Tjokrowinito, Muljarto. 2002. Pembangunan, Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kamuli, Sukarman. 2012. Dampak Implementasi Kebijakan Taksi Mina Bahari pada Produktivitas Nelayan Tradisional. Jurnal Ilmu Administrasi Negara (1), Volume 12. Luiz J.M. 2000. The Politics of State. Society and Economy. International Journal of Social Economies. Vol 27/3 PP 227-243. Sa’ad, Nor Hayati 2011. Mobility Sosial Dalam kalangan Komunity Pesisir Pantai: Kajian Kes Di Kuala Trengganu. Kajian Malaysia, Vol 29, Supp. 95-123. Surahman, Fajar. 2010. Model Penguatan Lembaga Kemasyarakatan Dalam Memperkuat Kemandirian Desa. Jurnal Ilmiah administrasi Negara (1). Tahun I. Imron, H. R. Riyadi Soeprapto dan Suwondo. 2002. Peran Institusi Lokal Dalam Pembangunan Desa. (Suatu Kajian Tentang Peran Lembaga Tahlilan Dalam Pembangunan Desa di Desa Simorejo Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro). Malang: Univ. Brawijaya. Nurdin Widodo dan Suradi. 2003. Penelitian Profil dan Peranan Organisasi Lokal dalam Pembangunan Masyarakat.

218


Pedoman Penulisan Naskah Ilmiah Jurnal INOVASI Jurnal INOVASI memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dalam bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasan berpolitik. Jurnal INOVASI terbit empat kali dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember.

g.

h.

Naskah yang akan diterbitkan dalam Jurnal INOVASI Balitbang Provinsi Sumatera Utara, harus memenuhi ketentuan berikut : Bentuk Naskah 1. Naskah berupa karya asli yang belum pernah dipublikasikan di tempat lain dan tidak sedang diajukan ke tempat lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan kaidah masingmasing bahasa yang digunakan. Komponen Naskah Komponen utama naskah wajib mencantumkan dan memuat hal-hal berikut: a. Judul, dalam bahasa Indonesia disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris, ditulis dengan jelas menggambarkan isi tulisan. b. Identitas Penulis, dimuat di bawah judul tulisan, memuat nama, alamat korespondensi dan e-mail. c. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris beserta kata kunci sebanyak 37. Abstrak ditulis dalam 1 alinea berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, hasil, dan rekomendasi. Panjang abstrak dibatasi 200450 kata. d. Pendahuluan, tidak menggunakan subjudul, berisi penjelasan padat dan ringkas tentang latar belakang dilakukannya penelitian, studi pustaka yang mendukung dan relevan, serta tujuan penelitian. e. Metode berisikan disain penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, populasi, sampel, sumber data, instrumen, pendekatan terhadap analisis data serta teknik analisis/ uji statistik yang digunakan. Bagian metode ditulis tanpa subjudul. f. Hasil dan Pembahasan, adalah temuan penelitian yang disajikan apa adanya tanpa pendapat penulis, kemudian dilanjutkan dengan bahasan argumentatif-interpretatif tentang jawaban terhadap hasil penelitian yang ditulis secara sistematis sesuai tujuan penelitian dan relevan dengan penelitian

i.

j.

terdahulu. Bagian Hasil dan Pembahasan ditulis tanpa subjudul. Kesimpulan menjawab tujuan penelitian tanpa melampauinya. Sedapat mungkin bagian kesimpulan ditulis dalam bentuk narasi. Rekomendasi berisi usulan-usulan kebijakan yang memungkinkan dihasilkan, berisi bentuk dan telaahannya untuk dilaksanakan mengacu pada prinsip tepat-guna, logis dan relevan. Jika tidak memungkinkan dalam bentuk narasi, rekomendasi dapat dibuat dalam bentuk butir-butir rekomendasi. Daftar Pustaka menuliskan sesuai dengan acuan model Harvard (lihat contoh), berurutan sesuai abjad. Jumlah kepustakaan untuk tulisan hasil penelitian minimum 10 rujukan sementara untuk Tinjauan Kepustakaan minimum 20 rujukan. Ucapan Terima Kasih, jika ada, merupakan wujud penghargaan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian atau penulisan naskah.

Tabel dan Gambar Tabel, gambar dan grafik dapat terbaca dengan jelas serta diberi penjelasan yang memadai, mudah dipahami dan proporsional. Judul tabel diletakkan di atas tabel dan judul gambar di bawah gambar. Tabel dan atau gambar yang diacu dari sumber lain harus disebutkan, kecuali merupakan hasil penelitian penulisnya sendiri. Peta yang dicantumkan dalam tulisan harus dibuat dalam resolusi yang tinggi sehingga memudahkan pencetakkan dan menampilkan hasil yang baik. Penulis yang mencantumkan peta diminta untuk membayar tambahan biaya pencetakan peta dimaksud. Contoh Penulisan Daftar Pustaka Buku Abel, R. 2004. Revolusi Kesehatan Mata: Pencegahan dan Pengembalian Masalah Penglihatan. New York: Kensington Book Chaniago, A. 2010. Studi Pustaka dan Konseptualisasi Penelitian. Dalam: Zaluchu, F. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bandung: Citapustaka Media, hal 79-92. Artikel dari Jurnal Ang, L. dan Taylor, B. 2005. Memanajemen Keuntungan Konsumen Menggunakan Matriks Portofolio. Jurnal Pemasaran dan Manajemen Konsumen Strategik 12 (5), hal 298-304 Bagian di dalam buku Ballinger, A. dan Clark, M. 2001. Nutrisi, Pengendalian Nafsu Makan dan Penyakit. Dalam: Payne-James, J. dkk.


editor. Dukungan Artifisial bagi Praktik Klinik. Edisi kedua. London: Greenwich Medical, hal 225-239 Laporan Komisi Eropa. 2004. Laporan Pendahuluan terhadap Implementasi dari Strategi Pemasaran Internal 2003-2006. Luxemburg: Unit Publikasi Komisi Eropa. Konferensi Fiedelius, H.C. 2000. Miopi dan Penurunan Visual: Aspek Global. Dalam: Lin, L.L.K. dkk. editor. Miopia Terbarukan II: Prosiding Konferensi Internasional ke-7. Taipei, 17-20 Nopember 1998. Tokyo: Springer, hal 31-37. Tesis Garcia-Sierra, A. 2000. Investigasi Penyebab Ca-Serviks pada Wanita Usia Subur di Perkotaan. Tesis PhD, Universitas Indonesia. Jurnal Artikel Elektronik (yang diunduh) Merchant, A.T. 2009. Diet dan Aktifitas Fisik pada AnakAnak di Kawasan Kumuh Perkotaan: sebuah Studi Cross Sectional. Jurnal Nutrisi [Online] Edisi 6. Dari: http://www.nutritionj.com/content/pdf/1475-28916.1.pdf [Diakses: 10 Mei 2007]. Web Page (yang dibaca) Thompson, B. 2006. Mengapa Balita Butuh ASI [Online]. Dari: http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/459876 [Diakses: 10 Mei 2007]. Depkes RI. 2006. Panduan Imunisasi [Online]. Dari: http://www.depkes.go.id/bayi_panduan_imunisasi/2345 [Diakses: 19 Februari 2011].

Penulisan Naskah dituliskan dengan menggunakan Times New Roman 12, maksimal 20 halaman A4 spasi ganda, ditulis dengan program komputer Microsoft Word. Prosedur Naskah Naskah yang masuk hendaknya diterima 2 (dua) bulan sebelum waktu penerbitan untuk di-review oleh anggota dewan redaksi dan reviewer (mitra bestari) yang ditunjuk oleh Dewan Redaksi. Dewan Redaksi berhak menolak naskah ilmiah yang dianggap tidak layak muat di Jurnal Inovasi. Naskah diserahkan dalam 2 (dua) media yaitu hardcopy dan softcopy yang keduanya harus memuat isi yang sama. Nama file, judul dan nama penulis naskah dituliskan pada label CD. Pengiriman naskah ke alamat redaksi melalui surat elektronik ke : inovasibpp@gmail.com atau melalui pos ke : Dewan Redaksi Jurnal INOVASI Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Redaksi berhak menolak naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman

penulisan naskah di atas dan redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan naskah tersebut. Setiap penerimaan atau penolakan naskah akan disertai dengan surat resmi yang ditandatangani oleh Dewan Redaksi dan dikirimkan kepada penulis. Setiap penulis yang karya tulisnya telah diterbitkan, akan mendapat satu buah cetak lepas dan satu buah full print. Hak Cipta Setiap penulis menyetujui untuk mengalihkan hak ciptanya ke Jurnal Inovasi jika naskahnya diterima untuk diterbitkan.


INOVASI – Vol. 12, No.3, September 2015, halaman 146 - 218

Alamat Redaksi : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Tel. (061) 7866225; 7883016; Fax. (061) 7866248 Email : inovasibpp@gmail.com


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.