Jurnal Inovasi Maret 2012

Page 1

;=>? 7 2=?4@ ABCDE 6946

02:;<10 0112 4567859 7

RSTUVWVWXYZWZW[TVTSXY[\V][U[^X_ZS`TSXa[][XbT]ZcXdU^[XbZS`ZcTe[TSXfgWVTUX f_X_VXf[^Tc\TXhcT\TX ijkllmnompkqrstn n fc\TcZ`VXbZSVS`]TcTSXYg^uZcZSWVXvZUTU[VXf[uZ\wVWVXbZ^xZUTyT\TSXbTzTX{[cg\X bT]ZcXaX|TWTS[zzVSX i}krp~ ln qrstn n YTyVTSX{Z\eTzTuX_Z TSXbZSzVzV]TSX_VXdSzgSZWVTX i} l q~ lntn n bZS`T\[eXvgcVwTWVXYZ\yTX{Z\eTzTuXYg^Vc^ZSX \`TSVWTWV Xfc[zVXYT[WTUXuTzTX _VSTW hSVcXbZUT]WTSTX{Z]SVWX hb{ X i qr rpnom lprqmtn n YZxVyT]TSXbZSz[][S`X[Sc[]XvZSW[]WZW]TSX ZS TSTXR]WVX_TZ\TeX R_ X TWX [^TeXYT TX Y XzVXf[^TcZ\TXhcT\TX i rq ml n mlpml tn n bZS`Z^xTS`TSX_TSXb\gWuZ]XvT]TzT^VTXfZxT`TVX{TST^TSXRWUVXR[Wc\TUVTX_VX dSzgSZWVTX io qr n pm ntn n fc[zVXYg^uT\TWVXb\g VUX T]cg\X VWV]gXvZ\g]g]X_VXYgcTXvZzTSX_TSXYTx[uTcZSX |[^xTS`X|TW[Sz[cTSXb\gwVSWVXf[^TcZ\TXhcT\TX i kp qms~ ln r rtn X fc[zVX{ZScTS`XbZS`T\[eXbZ^TS TTcTSX{Z]SgUg`VXdS g\^TWVXzTSXYg^[SV]TWVX {dY X{Z\eTzTuXb\ZWcTWVXfVW TXzVXf[^TcZ\TXhcT\TXaZ\zTWT\]TSXbZ\WZuWVX [\[X zTSX \TS`X{[TX iompmn} m~ n ln l q n m tn n bZSVS`]TcTSXYZWZ^uTcTSXYZ\yTXfZW[TVXYZTeUVTSXaT`VXa[\[eXaTS`[STSXzVXYgcTX vZzTSXzZS`TSXvZ^TS TTc]TSX T\VS`TSXbgSWZUX i ~ m tn

!"#" $ %& $ '()" *" +,% #' -# '

!8 H .++/ . () *" 7(!8 3 /(8 0 09 466 H '# 2502 0123 4 1563

F ' G' "# *" * & $ " H I ! J 'G ! .!%" J & ' * 'G K L,#,* K L ! M. . /(%('8 N12OPO2500 F $$ ! 02 QL'"! 2500


Volume 9, Nomor. 1

Maret 2012

ISSN 1829-8079

Jurnal INOVASI terakreditasi B sebagai jurnal ilmiah bidang ilmu politik dan kebijakan dengan Nomor : 334/AU1/P2MBI/04/2011 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor : 482/D/2011 tanggal 12 April 2011. Jurnal INOVASI sebagai media litbang Provinsi Sumatera Utara memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dalam bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasan berpolitik yang terbit empat kali dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember.

Penasehat

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara

Penanggung Jawab

Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara

Pemimpin Redaksi

Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

Dewan Redaksi

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Prof. Dr. Ir. Nurhayati, MP Prof. Dr. H. Syaiful Sagala, S.Sos, M.Pd Dr. Ir. Zahari Zein, M.Sc Ir. E. Harso Kardhinata, M.Sc Iskandar Muda, SE, M.Si., Ak Fotarisman Zaluchu, SKM, MSi, MPH

Redaksi Pelaksana

Drs. Darwin Lubis, MM Nobrya Husni, ST Silvia Darina, SP

Tata Usaha dan Sirkulasi

Jonni Sitorus, ST, M.Pd Dumora Jenny Margaretha Siagian, ST Proman Juanda Marpomari Mahulae, ST Anton Parlindungan Sinaga, ST

Mitra Bestari Djanius Djamin (Universitas Negeri Medan) Azizul Kholis (Universitas Negeri Medan) Ida Yustina (Universitas Sumatera Utara) Sabam Malau (Universitas HKBP Nomensen) Zulkifli Nasution (Universitas Sumatera Utara)

Alamat Penerbit : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Tel. (061) 7866225; 7883016 - Fax. (061) 7866248 Website : http://balitbang.sumutprov.go.id Email : inovasibpp@gmail.com


PENGANTAR REDAKSI Pembaca yang terhormat, Puji syukur kembali kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kembali Jurnal Inovasi memasuki volume baru yaitu volume ke-9. Tahun ini, edisi nomor 1 dimulai dengan beberapa penelitian dalam bidang pendidikan, pertanian, kesehatan dan teknologi. Tidak lupa juga karya pemenang Lomba Karya Tulis Ilmiah Simposium Penelitian Pembangunan Daerah (SIMPEL PEMDA) tahun 2011 turut kami tampilkan. Harapan kami, tulian-tulisan di dalam edisi kali ini bisa semakin menambah wawasan para pembaca mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Terima kasih dan selamat membaca. -Dewan Redaksi-


Volume 9, Nomor 1

Maret 2012

ISSN 1829-8079

Lembar abstrak ini boleh diperbanyak/dicopy tanpa ijin dan biaya.

Jonni Sitorus Analisis Kesesuaian Kurikulum Dengan Buku Paket Pengetahuan Sosial SD Di Sumatra Utara

Ilmu

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 1-8 Pendidikan perlu memperhatikan kepentingan dan kekhasan daerah, sekolah dan peserta didik dalam mengembangkan KTSP. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kesesuaian kurikulum KTSP dengan buku paket Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV, V, VI yang digunakan di Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kajian isi dan data dianalisis dengan menggunakan kajian isi dokumen. Hasil penelitian: (1) Buku Paket IPS kelas IV penerbit: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional sekitar 55,00% sesuai kurikulum dan 45,00% tidak; Grahadi sekitar 45,65% sesuai kurikulum dan 54,35% tidak; Erlangga sekitar 58,97% sesuai kurikulum dan 41,10% tidak; (2) Buku paket IPS kelas V penerbit: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional sekitar 64,52% sesuai kurikulum dan 35,48 tidak; Grahadi sekitar 56,76% sesuai kurikulum dan 43,24% tidak; Erlangga sekitar 69,23% sesuai kurikulum dan 30,77% tidak; dan (3) Buku Paket IPS kelas VI penerbit: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional sekitar 64,29% sesuai kurikulum dan 35,71% tidak; Grahadi sekitar 53,85% sesuai kurikulum dan 46,15% tidak; Adapun saran adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang diteruskan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara untuk mengkaji ulang isi materi buku paket IPS SD/MI. Kata kunci: penelitian, kesesuaian kurikulum, buku paket IPS, SD Houtman Barus Strategi Peningkatan Kompetensi Melalui Supervisi Pembelajaran Pada Tutor Paket B Hasanuddin Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 9-17 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan tutor paket B Hasanuddin dan membuktikan supervisi klinis mampu meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam kelas dan meningkatkan hasil belajar warga belajar Paket B Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2011 di Paket B Hasanuddin Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. Jumlah tutor sampel sebanyak 3 (tiga) tutor dengan 20 (dua puluh) warga belajar. Data diperoleh melalui Format Alat Penilaian Kemampuan Tutor dan tes hasil belajar warga belajar yang dianalisis secara deskriftif dan persentatif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) kemampuan tutor Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada Siklus I berturut-turut 57, 56, dan 58 dalam kategori cukup, sementara pada Siklus II berturut-turut 82, 84, dan 79 dalam kategori baik; 2) supervisi pada tutor terbukti meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan pembelajaran dan berdampak pada peningkatan hasil belajar warga belajar. Terbukti dari naiknya

ketuntasan klasikal untuk ketiga mata pelajaran Bahasa Ingrris dari 40% menjadi 85%, Matematika dari 35% menjadi 90%, dan Bahasa Indonesia dari 45% menjadi 85%. Strategi peningkatan kompetensi tutor ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut; a) pengumuman rencana supervisi terhadap guru; b) supervisi dengan menekankan pada aspek-aspek yang masih lemah dimiliki tutor; c) melaksanakan supervisi individual, dimana setiap tutor diminta melaksanakan microteaching, kemudian peneliti memberikan masukan terhadap kelemahan-kelemahan yang teridentivikasi. Kata kunci: supervisi pembelajaran, kompetensi tutor, pendidikan kesetaraan Hendarman Kajian Terhadap Dewan Pendidikan Di Indonesia Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 18-25 Pemerintah telah menetapkan kebijakan pembentukan Dewan Pendidikan yang diatur melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Sekolah dan Komite Sekolah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan. Dewan Pendidikan pada hakekatnya merupakan badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Disamping itu, sebagai representasi masyarakat maka badan ini menyuarakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat dalam berbagai kebijakan pendidikan yang diambil pemerintah daerah dan sekolah. Kajian ini difokuskan pada 2 (dua) pertanyaan penelitian utama yaitu: (1) sejauhmana keberadaan dan peran badan ini dipahami oleh berbagai pemangku kepentingan, dan (2) kendala-kendala yang dihadapi badan ini secara operasional. Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian, hasil pengamatan, serta pendapat dan opini yang dikemukakan khususnya melalui berbagai media cetak. Hasil kajian menunjukkan bahwa dewan pendidikan masih belum berfungsi maksimal di beberapa kabupaten/kota, belum memberikan kontribusi untuk kemajuan pendidikan, serta belum menjadi mitra strategis dan sejajar bagi pemerintah daerah dan sekolah. Saran dari kajian ini yaitu bahwa pembentukan dewan pendidikan dilakukan atas prinsip transparan, akuntabel, dan demokratis. Selain itu, perlu dirancang media pertemuan yang reguler antara dinas pendidikan dan dewan pendidikan dengan tujuan bersamasama melakukan analisis masalah pendidikan di daerah. Kata kunci: dewan masyarakat Marudut Sianturi

pendidikan,

pengelolaan

pendidikan,

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi: Studi Kausal pada Dinas/Unit Pelaksana Teknis (UPT) Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 26-33 Komitmen merupakan salah satu aspek penting menuju efektifitas organisasi yang akan mengubah perilaku individu menjadi


perilaku organisasi. Karenanya pembinaan terhadap anggota organisasi perlu dilakukan sehingga akan berdampak terhadap kinerja dan pencapaian organisasi. Penelitian ini dilakukan pada Sekretariat, Bidang, DIPENDASU dan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Provinsi se-Sumatera Utara pada tahun 2011 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi. Penelitian menggunakan metode survey dengan menggunakan angket kepada sampel terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja dengan komitmen organisasi. Kata kunci: komitmen, motivasi kerja, UPT Nurzainah Ginting Kebijakan Pendukung untuk Mensukseskan Rencana Aksi Daerah (RAD) Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 34-40 Perubahan Iklim merupakan isu dunia yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia karena jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) tergolong tinggi yaitu keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia berupaya untuk menurunkan emisi GRK dengan mengusulkan penurunan emisi GRK hingga 26% dan bertambah menjadi 41% dengan bantuan asing pada tahun 2020. Sehubungan dengan itu diluncurkan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) dan akan diikuti dengan Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Namun RAD-GRK perlu didukung dengan beberapa kebijakan untuk mensukseskannya.

bersifat cross sectional. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode survey cepat (rapid survey). Penelitian dibatasi pada dua wilayah yaitu: Kecamatan Medan Perjuangan di Kota Medan dan Kecamatan Dolok Sanggul di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). Responden adalah Kepala Rumah Tangga berusia ≼15 tahun. Jumlah responden adalah masingmasing 210 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah diujicoba sebelumnya dan berpedoman pada panduan WHO-STEPS Manual. Data diolah dengan Epi Info versi 3.5.1 dan uji statistik menggunakan Chi-Square test pada ι=0.05. Sebanyak 96 orang (89,7%) responden di Kota Medan saat ini merokok, dan 101 (48,8%) pernah merokok dan pernah merokok setiap hari sebanyak 96 (89,7%). Sedangkan di Kabupaten Humbang Hasundutan saat ini merokok 83 orang (40,3%) dan pernah merokok 163 orang (78,0%) dan pernah merokok setiap hari 154 (93.3%). Umur, jenis kelamin dan pendapatan berhubungan dengan status merokok responden. Direkomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mulai menyusun strategi, melaksanakan intervensi pada berbagai skala dan menerapkan pemantauan terus menerus mengenai faktor risiko merokok ini di masyarakat. Kata kunci: merokok, penyakit tidak menular, WHO-STEPS, penilaian, Sumatera Utara Siti Halimah dan Candra Wijaya Studi Tentang Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Terhadap Prestasi Siswa di Sumatera Utara Berdasarkan Persepsi Guru dan Orang Tua Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 59-66

Kata kunci: gas rumah kaca, rencana aksi nasional, rencana aksi daerah Sjafrul Latif Pengembangan Dan Prospek Makadamia Sebagai Tanaman Asli Australia Di Indonesia Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 35-46 Makadamia (Macadamia integrifolia Maiden & Betche) adalah salah satu tanaman asli Australia yang sudah terkenal di seluruh dunia karena menghasilkan kacang yang baik dan enak cita rasanya. Makadamia memberikan kontribusi sekitar AUD 125 juta kepada perekonomian Australia setiap tahunnya. Meskipun tanaman asli Australia, makadamia lebih dahulu berkembang di Hawaii yang dimulai pada 1870-an. Kini, Australia merupakan negara penghasil makadamia terbesar di dunia, disusul Hawaii. Oleh karena itu banyak negara di dunia seperti Afrika Selatan, Costa Rica, Selandia Baru, China, Kenya, Israel, Brazil dan Thailand tertarik untuk mengembangkan dan membudidayakannya. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi Indonesia untuk mengembangkan tanaman makadamia karena lahan serta iklim yang sesuai untuk membudidayakan tanaman ini cukup tersedia.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan TIK terhadap prestasi siswa di Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru dan orang tua. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan nilai raport. Teknik analisis yang digunakan analisis regresi sederhana dan uji satu pihak (one sample test). Temuan penelitian ini ada lima, yaitu: 1) kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru tergolong di atas ratarata; 2) kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi orang tua tergolong di atas rata-rata; 3) distribusi kecenderungan prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara tergolong di bawah rata-rata; 4) terdapat perbedaan yang signifikan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar berdasarkan persepsi orang tua berdasarkan wilayah penelitian; dan 5) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pemanfaatan TIK untuk peningkatan belajar berdasarkan sampel di setiap lokasi penelitian yaitu di Medan, Binjai dan Tebing Tinggi. Kata kunci : TIK, persepsi, prestasi Amalia

Kata kunci: Makadamia, budidaya, ekonomi, tanaman asli Australia Fotarisman Zaluchu

Peningkatan Kesempatan Kerja Sesuai Keahlian Bagi Buruh Bangunan di Kota Medan dengan Memanfaatkan Jaringan Ponsel

Studi Komparasi Profil Faktor Risiko Merokok Di Kota Medan Dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 67-77

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 1, hal 47-58 Perubahan sosial ekonomi di Indonesia terjadi begitu cepat, termasuk di Sumatera Utara. Salah satu daerah yang baru dimekarkan adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Dalam perspektif epidemiologi, membandingkan dua wilayah dengan postur sosial-ekonomi yang berbeda akan memberikan lebih banyak manfaat. Karena itu, dilakukanlah assesment penyakit tidak menular di Kota Medan dibandingkan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini akan berfokus pada assesment faktor risiko merokok sebagai faktor risiko utama yang ditengarai memberikan kontribusi signifikan terhadap penyakit tidak menular. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hasil assesment faktor risiko di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini menggunakan bentuk survey dan

Sistem pencarian proyek pekerjaan di kota Medan di kalangan buruh bangunan masih mengandalkan sistem dari mulut ke mulut. Tidak adanya jaringan informasi yang handal untuk membantu mencari “the best match� antara buruh bangunan dan mandor kadangkala menyebabkan buruh bangunan kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kriteria pekerjaan yang di inginkannya. Kemajuan teknologi seperti ponsel dapat membantu para buruh bangunan di kota Medan memperoleh proyek pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Tahapan penelitian meliputi pemilihan spesifikasi sistem dan perancangan sistem. Observasi terhadap pengguna sistem menunjukkan para pekerja bangunan memiliki ponsel kategori biasa (bukan smartphone) dangan harga ponsel rata-rata Rp. 500.000. Untuk itu sistem dibangun dengan ponsel kategori biasa namun harus memiliki spesifikasi MIDP 2.0, CLDC 1.0 dan dapat mendukung teknologi Java. Sistem dibangun dengan konsep database terdistribusi dimana metode alokasi data yang digunakan merupakan gabungan metode fragmentasi dan


replikasi, cara pemrosesan query yaitu pengiriman transaksi melalui SMS dengan menerapkan suatu aturan transaksi yang konsisten. Uji coba sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga jika sistem berbasis ponsel ini diterapkan dapat meningkatkan kesempatan kerja bagi pekerja informal pada area pekerjaan lebih luas, lebih cepat, dan lebih sesuai dengan keahlian dibandingkan dengan sistem pencarian kerja tradisional (sistem dari mulut ke mulut). Kata kunci: buruh bangunan, pencarian kerja, pemrograman ponsel


Volume 9, Nomor 1

Maret 2012

ISSN 1829-8079

The abstrack sheet may by reproduced/ copied without permission or charge Jonni Sitorus Strategy for Increasing Learning Competence Through Supervision In Package B Tutor Hasanuddin Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 1-8 The study was conducted to determine the quality of the learning activities undertaken package B Hasanuddin tutors and capability of clinical supervision to prove the improving of tutors ability in conducting learning activities in the classroom and improve learning outcomes citizens learn Package B at Desa Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. The research was conducted from February to June 2011 at Package B Hasanuddin Desa Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. The number of samples are 3 (three) tutors and 20 (twenty) students. Data obtained through the Format Capability Assessment Tool Tutor and test results of the students which analyzed in descriptive and persentatif method. The results shows that; 1) the ability of English, Mathematics, and Indonesian language tutor in conducting learning activities in Cycle I successively 57, 56, and 58 in the category of adequate, while in Cycle II respectively 82, 84, and 79 in either category; 2) supervision of the tutors could enhanced the ability of tutors in implementing the learning and impacted on outcomes of learning improvement in learning community. Proven from the increase in exhaustiveness classical language for all three subjects such as English language from 40% to 85%, Math from 35% to 90%, and Indonesian language from 45% to 85%. The increasing of tutor competency is taken through following steps; a) announcement of teacher supervision plans; b) supervision which emphasized on tutor’s weakness aspect; c) conduct individual supervision, where every tutor prompted implement microteaching, then researchers provide input to the identivied weaknesses. Keywords: learning education Houtman Barus

supervision,

tutor

competency,

equality

Strategy for Increasing Learning Competence Through Supervision in Package B Tutor Hasanuddin

such as English language from 40% to 85%, Math from 35% to 90%, and Indonesian language from 45% to 85%. The increasing of tutor competency is taken through following steps; a) announcement of teacher supervision plans; b) supervision which emphasized on tutor’s weakness aspect; c) conduct individual supervision, where every tutor prompted implement microteaching, then researchers provide input to the identivied weaknesses. Keywords: learning education Hendarman

supervision,

tutor

competency,

equality

Analysis of Boad of Education in Indonesia Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 18-25 Board of education has been established through the issuance of Minister of National Education’s decree number 044/U/2002 concerned Board of Education and School Committee and the Government Gazette number 17 year 2010 concerned the implementation and management of education. In principle, this board plays the role as society representatives in improving quality improvement, equality and efficiency of educational management. Also, this board could play as the mediator for the needs and aspiration of society related to educational policies taked by local government and schools. This study focused on the analysis of 2 (two) main research questions, namely (1) the extent to which stakeholders are aware of this board and its roles, and (2) the barriers that this board encounters in its implementation. The data is classified secondary data which were based on research findings, observations, and opinion appeared in various newspapers. The findings showed that this board has yet to 1) maximally function in a number of districts/cities, 2) contribute for the education advancement, and 3) be the strategic partner of the local government and schools,. It is recommended that the establishment of this board shall be based on the principles of transparent, accountable, and democratic. In addition, it is suggested to encourage the regular meetings between local education authorities and board of education aims for the analysis of critical issues in the local areas for its solutions.

Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 9-17 Keywords: board of education, educational management, society The study was conducted to determine the quality of the learning activities undertaken package B Hasanuddin tutors and capability of clinical supervision to prove the improving of tutors ability in conducting learning activities in the classroom and improve learning outcomes citizens learn Package B at Desa Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. The research was conducted from February to June 2011 at Package B Hasanuddin Desa Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. The number of samples are 3 (three) tutors and 20 (twenty) students. Data obtained through the Format Capability Assessment Tool Tutor and test results of the students which analyzed in descriptive and persentatif method. The results shows that; 1) the ability of English, Mathematics, and Indonesian language tutor in conducting learning activities in Cycle I successively 57, 56, and 58 in the category of adequate, while in Cycle II respectively 82, 84, and 79 in either category; 2) supervision of the tutors could enhanced the ability of tutors in implementing the learning and impacted on outcomes of learning improvement in learning community. Proven from the increase in exhaustiveness classical language for all three subjects

Marudut Sianturi Effect of Organizational Commitment Motivation of Work: Causal Studied in the Office/Technical Implementation Unit (TIU) Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 26-33 Commitment is one of main aspect to reached organization effectivity which changed individual behavior to be organization behavior.Thus, organization member development need to be held that will impact to organizational performance and achievement. This research is conducted at Secretariat, field sector, DIPENDASU, and the technical implementation unit of the north sumatera’s service revenue in 2011 were to investigate the effects of work motivation on organizational commitment. Survey method done for the research by using questionnaire which share to purposive


sample. Result of this research shos that there is significant effect between works motivation and organizational commitment. Keywords: commitment, working motivation, TIU Nurzainah Ginting Supporting Policies to Succeed Regional Action Plan Greenhouse Gas in North Sumatera Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 34-40 Climate Change is considered as a global issue. Indonesia has been committed on reducing its green house gases (GHG) as Indonesia is indicated the fourth number GHG production after China, India and USA. In reducing its GHG, Indonesia creates action which is called RAN GRK or National Action on GHG Reduction. RAN GRK will be followed by RAD GRK or District Action on GHG Reduction. Hopefully through these action Indonesia could reduce its GHG by 26% with its own efforts and by 41% with international supports by 2020. However, RAD-GRK should be supported by several policies. Keywords: green house gases, national action plan, regional action plan Sjafrul Latif The Development And Cultivation Prospect Of Macadamia As The Australian Native Plant In Indonesia Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 35-46 Macadamia (Macadamia integrifolia Maiden & Betche) is one of Australia's native plants that are well known worldwide for producing good nuts and delicious flavor. Macadamia contributes approximately AUD 125 million to the Australian economy each year. Although native to Australia, macadamia first developed in Hawaii that began in the 1870s. Today, Australia is the world's largest producer of macadamia nuts, followed by Hawaii. Therefore many countries around the world such as South Africa, Costa Rica, New Zealand, China, Kenya, Israel, Brazil and Thailand are keen to develop and cultivate them. This is a challenge for Indonesia to develop macadamia crops because the land and climate suitable for raising crops is adequately available. Keywords: Macadamia, culture, economy, Australia's native plants Fotarisman Zaluchu Comparative Studies Risk Factor Smoking Profiles in Medan and Humbang Hasundutan District North Sumatera Province Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 47-58 Socio-economic changes occurred so rapidly in Indonesia, including in North Sumatra Province. One of the newly expanded areas is Humbang Hasundutan District. In epidemiological perspective, comparing the two areas with socio-economic profile provide more benefits. Therefore, the assessment was performed in infectious diseases in the city of Medan in comparison with District Humbang Hasundutan. The research focused on assessment of risk factors of smoking as a major risk factor to non-communicable diseases. The research objective was to asses smoking behavior as risk factors in Medan compared to the District Humbang Hasundutan. This study was a cross-sectional survey. Data was collected using rapid survey technique. The study locations were Medan Perjuangan Sub-District in Medan and Dolok Sanggul Sub-District in Humbang Hasundutan District. Respondents were head of household, aged ≼ 15 years. The number of respondents is 210 respondents at each location. Data were collected using a questionnaire, guided by WHO-Steps Manual. Data processed with Epi Info version 3.5.1 and statistical tests using Chi-Square test at ι = 0.05. As a result, a total of 96 people (89.7%) of respondents in Medan were currently smoking, and 101 (48.8%) were never smoked and never smoked every day 96 (89.7%). While in the District Humbang Hasundutan currently smoking were 83 respondents (40.3%) and 163 respondents had never smoked (78.0%) and ever smoked every day 154 (93.3%). Age, sex and income associated with smoking status of respondents. It is

recommended to the Government of North Sumatra province to begin to strategize, to implement interventions at various scales and to apply continuous monitoring of risk factors for smoking in community area. Keywords: smoking, non-communicable assessment, North Sumatra

disease,

WHO-STEPS,

Siti Halimah and Candra Wijaya Studies Effect of Utilization of Information and Communication Technology (ICT) against Student Achievement in North Sumatera Based on The Perceptions of Teachers and Parents Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 59-66 This study is using quantitative approach which aims to determine the effect of ICT against student achievement in North Sumatera, based on the perceptions of teachers and parents. Datas are collected using questionnaires and the report cards. Thus, all data are proceed by using simple regression analysis and test of the parties (one sample test). There are 5 (five) findings of this study, which are: 1) distribution trend of information and communication technology utilization by students in the province of North Sumatra classified based on the perceptions of teachers on average level; 2) distribution trend of information and communication technology utilization by students in the province of North Sumatra classified based on the perceptions of parents on average level; 3) distribution trend of student achievement in North Sumatra province is below average, 4) There are significant differences of ICT against student achievement based on teacher perceptions of the sample areas; and 5) There are significant differences in the use of ICT for learning achievement based on the perceptions of sample on each location which are Medan, Binjai and Tebing Tinggi. Keywords : ICT, perception, achievement Amalia Increasing Employment Opportunities Appropriate for Labor Building Expertise in the Field of City Network using Mobile Phone Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 1, p. 67-77 Currently, job search system among construction workersin Medan still rely on the mouth to mouth system. The absence of a reliable information network to help find "the best match" between a construction worker and foreman sometimes causes trouble finding work in accordance with the criteria of the job he wanted. Technology progress such as mobile phones can help workers acquire the building works projects in accordance with his expertise. The stages of the research included the selection of system specification and distributive system program. The observation on the users of this system showed that the building construction workers had cellular-phones with common category (not smartphones) with the price of Rp.500,000 (five hundred thousand rupiahs) each. Therefore, the system which was built with the cellular-phones with common category had to have the specification of MIDP 2.0 and CLDC 1.0, and they could support Java Technology. The system was built with distributive database concept in which the data allocation method which was used constituted the combination of fragmentation and replication methods; the query processing method constituted the transfer of transaction via SMS by applying a consistent transaction regulation. The spot-check of the system ran well and was in accordance with what had been expected so that if the system with cellular-phone base could be applied, it would increase the opportunity of employment for informal workers in the broader employment area which was faster and more appropriate for their skill than those with the tradition system of looking for employment. Keywords: construction workers, looking for employment, cellularphone programming


Volume 9, Nomor. 1

Maret 2012

ISSN 1829-8079

DAFTAR ISI Halaman Analisis Kesesuaian Kurikulum Dengan Buku Paket Ilmu Pengetahuan Sosial SD Di Sumatra Utara (Jonni Sitorus)

1-8

Strategi Peningkatan Kompetensi Melalui Supervisi Pembelajaran Pada Tutor Paket B Hasanuddin (Houtman Barus)

9-17

Kajian Terhadap Dewan Pendidikan Di Indonesia (Hendarman )

18-25

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi: Studi Kausal pada Dinas/Unit Pelaksana Teknis (UPT) (Marudut Sianturi)

26-33

Kebijakan Pendukung untuk Mensukseskan Rencana Aksi Daerah (RAD) Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumatera Utara (Nurzainah Ginting)

34-40

Pengembangan Dan Prospek Makadamia Sebagai Tanaman Asli Australia Di Indonesia (Sjafrul Latif )

41-46

Studi Komparasi Profil Faktor Risiko Merokok Di Kota Medan Dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara (Fotarisman Zaluchu)

47-58

Studi Tentang Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Terhadap Prestasi Siswa di Sumatera Utara Berdasarkan Persepsi Guru dan Orang Tua (Siti Halimah dan Candra Wijaya)

59-66

Peningkatan Kesempatan Kerja Sesuai Keahlian Bagi Buruh Bangunan di Kota Medan dengan Memanfaatkan Jaringan Ponsel (Amalia)

67-77


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

ANALISIS KESESUAIAN KURIKULUM DENGAN BUKU PAKET ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SD DI SUMATRA UTARA (ANALYSIS OF CURRICULUM SUITABILITY FOR PRIMARY SCHOOL SOCIAL SCIENCES TEXTBOOKS IN NORTH SUMATRA) Jonni Sitorus Badan penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Telp.(061) 7866225; Fax.(061) 7366248; email: sitorus_jonni@yahoo.co.id Naskah masuk: 15 Desember 2011 ; Naskah diterima: 22 Februari 2012

ABSTRAK Pendidikan perlu memperhatikan kepentingan dan kekhasan daerah, sekolah dan peserta didik dalam mengembangkan KTSP. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kesesuaian kurikulum KTSP dengan buku paket Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV, V, VI yang digunakan di Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kajian isi dan data dianalisis dengan menggunakan kajian isi dokumen. Hasil penelitian: (1) Buku Paket IPS kelas IV penerbit: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional sekitar 55,00% sesuai kurikulum dan 45,00% tidak; Grahadi sekitar 45,65% sesuai kurikulum dan 54,35% tidak; Erlangga sekitar 58,97% sesuai kurikulum dan 41,10% tidak; (2) Buku paket IPS kelas V penerbit: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional sekitar 64,52% sesuai kurikulum dan 35,48 tidak; Grahadi sekitar 56,76% sesuai kurikulum dan 43,24% tidak; Erlangga sekitar 69,23% sesuai kurikulum dan 30,77% tidak; dan (3) Buku Paket IPS kelas VI penerbit: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional sekitar 64,29% sesuai kurikulum dan 35,71% tidak; Grahadi sekitar 53,85% sesuai kurikulum dan 46,15% tidak; Adapun saran adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang diteruskan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara untuk mengkaji ulang isi materi buku paket IPS SD/MI. Kata kunci: penelitian, kesesuaian kurikulum, buku paket IPS, SD

ABSTRACT Education needs to pay attention to the importance and uniqueness of the area, schools and learners in developing the curriculum. The purpose of this study is to reveal and analyze the suitability of the curriculum with the curriculum of social science textbooks classes IV, V, and VI in North Sumatra. This research is a descriptive study of the content. Techniques of data collection is done by looking for books from authors and publishers are used in SD/MI in North Sumatra. Further data collection is done by looking at the suitability of the curriculum with the content of textbooks. Data were analyzed using the content of the document review. Results of the study: (1) fourth grade social science book published: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional approximately 55.00% suitable and 45.00% unsuitable; Grahadi approximately 45.65% suitable and 54.35% unsuitable; Erlangga 58.97% suitable and 41.10% unsuitable; (2) fifth grade social science book published: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional approximately 64.52% suitable and 35.48 unsuitable; Grahadi approximately 56.76% suitable and 43.24% unsuitable; Erlangga 69.23% suitable and 30.77%

1


Sitorus, J. Analisis Kesesuaian Kurikulum Dengan Buku Paket Ilmu Pengetahuan Sosial SD Di Sumatera Utara

unsuitable, and (3) sixth grade social science book published: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional approximately 64.29% suitable and 35.71% unsuitable; Grahadi approximately 53.85% suitable and 46.15% unsuitable; The suggestions: the Government of North Sumatra Province with North Sumatera Province Education Department forwarded to the Education Department Regency/City in North Sumatra Province to review the material content of social science for SD/MI textbooks. Keywords: research, curriculum suitability, social science textbook, primary school

merencanakan apa yang harus dipelajari oleh siswa sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan mengetahui urutan penyajian bahan pembelajaran serta teknik, metode dan pendekatan yang sekaligus untuk melaksanakan proses pembelajaran (Suyanto, 2000). Jika kita cermati, kehadiran buku pelajaran seakan-akan bersifat mutlak adanya sebagai sumber belajar pada sistem pendidikan persekolahan. Ironisnya, akhir pembelajaran pada sistem persekolahan terlalu beriontasi pada buku pelajaran tersebut (textbook oriented), tanpa ada satu upaya guru melakukan pengujian kebenaran isi pelajaran serta mengembangkan pengetahuan dari buku tersebut. Seharusnya guru dapat memilih buku pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan sekolah dan karakter siswa. Buku pelajaran juga dapat menimbulkan masalah bagi siswa apabila buku tidak layak pakai, karena tidak semua buku baik dan bebas dari kesalahan dan kekurangan. Pendidikan perlu memperhatikan kepentingan dan kekhasan daerah, sekolah dan peserta didik dalam mengembangkan KTSP. Contoh kasus ketidaksesuain isi materi buku IPS dengan kurikulum adalah Buku Paket IPS kelas IV penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional karangan Syamsiyah, Utami R, Sutono, Sadiman, Sitrisno, Karis A, BSE (Buku Sekolah Elektronik). Pada BAB I membahas tentang “Membaca dan Menggambar Peta Lingkungan Setempat�. Kenyataannya materi/gambar pada buku tersebut adalah “Peta DKI Jakarta�, seyogyanya materi/gambar tersebut adalah peta Daerah/Kabupaten/Kota/Provinsi yang ada di Sumatera Utara. Hal ini tidak sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Adapun tujuan penelitian ini adalah mengungkap dan menganalisis kesesuaian kurikulum KTSP dengan buku paket Ilmu

PENDAHULUAN Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Panduan Penyusunan KTSP terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa Panduan Umum dan bagian kedua Model KTSP. KTSP merupakan kurikulum yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga dapat meningkatkan potensi peserta didik secara utuh. Oleh karena itu, kurikulum tersebut mengharapkan proses pembelajaran disekolah berorientasi pada penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan secara integratif. KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan dengan prinsip mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan (berisi prinsip-prinsip pokok, bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman) dan pengembangannya melalui proses akreditasi yang memungkinkan mata pelajaran dimodifikasi (Kunandar, 2007). Menurut Alice Miel dalam bukunya Changing the Curriculum a Social Proces (1946) menyatakan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Kurikulum mencakup pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita, norma-norma, pribadi guru, kepala sekolah, dan seluruh pegawai sekolah. Salah satu sumber pengetahuan adalah buku paket. Buku paket adalah buku pelajaran sebagai sumber media pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum pendidikan nasional berfungsi sebagai pendukung kompetensi lulusan anak didik. Sebagai sumber pembelajaran secara khusus untuk siswa, buku paket berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tingkat kompetensi dan merupakan alat pengukur bagi guru untuk mengetahui seberapa banyak dan seberapa jauh anak telah menguasai pembelajaran. Bagi guru buku tersebut berfungsi sebagai pedoman untuk 2


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Pengetahuan Sosial kelas IV, V, dan VI SD di Sumatera Utara.

menentukan hasil akhir analisis�. Diagram alur penelitian digambarkan seperti pada gambar 1.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah SD Negeri 104212 dan SD Negeri 106815 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Dengan alasan karena belum pernah dilakukan penelitian serupa di sekolah tersebut dan SD Negeri 104212 merupakan SD Inti dan SD Negeri 106815 merupakan SD Percontohan. Waktu penelitian bulan Januari-April 2010.

HASIL PENELITIAN Analisis Buku Paket IPS SD 1. Buku Paket IPS SD Kelas IV SD a. Kesesuaian Kurikulum dengan Buku Paket IPS Kelas IV penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Buku Paket IPS kelas IV SD penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional terdiri dari 10 (sepuluh) bab. Materi yang sesuai dengan kurikulum adalah: Kenampakan Alam seperti dataran tinggi, pantai, sungai, danau, selat; Gejala Alam seperti gempa bumi, gunung meletus; Keragaman Sosial dan Budaya Berdasarkan Kenampakan Alam meliputi dataran tinggi, dataran rendah, pantai, sungai, danau, dan selat; Gejala-Gejala Alam seperti gempa bumi dan gunung; dan Keragaman Sosial Budaya karena Kenampakan Alam; Persebaran Sumber Daya Alam di Lingkungan Setempat seperti macam-macam SDA, persebaran SDA di Indonesia, menjaga kelestarian SDA; BentukBentuk Keragaman di Indonesia seperti bahasa daerah, pakaian adat, lagu-lagu daerah; Pentingnya Menjaga Persatuan dalam Keberagaman; Menghargai Keragaman Suku Bangsa dan Budaya dalam Hidup Bermasyarakat; Menghargai Peninggalan Sejarah; dan Semangat Kepahlawanan, Semangat Cinta Tanah Air, Menghargai Jasa-jasa Pahlawan Bangsa. Sedangkan materi yang tidak sesuai dengan kurikulum adalah: Kenampakan Alam seperti gunung, pegunungan; Gejala-gejala alam seperti banjir dan kekurangan air bersih; Perilaku Masyarakat dan Peristiwa Alam; Memanfaatkan Sumber Daya Alam; Menghargai Keragaman Suku Bangsa dan Budaya seperti keragaman suku bangsa dan budaya setempat; Bentukbentuk Keragaman di Indonesia seperti adat istiadat, rumah adat, kesenian daerah, senjata tradisional, dan makanan khas daerah; Bentukbentuk Peninggalan Sejarah, Mengenal Sejarah Terjadinya Suatu Tempat dan Daerah, Pahlawanpahlawan Bangsa, Kegiatan Ekonomi dalam Memanfaatkan Sumber Daya Alam; Koperasi dan Kesejahteraan Rakyat; Teknologi, Komunikasi, dan Transportasi; dan Masalah-masalah Sosial di Lingkungan Setempat.

Disain dan Objek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kajian isi, untuk menganalisis kesesuaian kurikulum KTSP dengan buku paket Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV, V, dan VI SD. Teknik Pengumpulan Data a. Persiapan Tahap persiapan dilakukan dengan mencari buku yang berasal dari penulis dan penerbit yang sama dengan buku yang digunakan di SD Negeri Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Tahap ini dilakukan pemilihan buku paket yang akan diteliti untuk dijadikan acuan pengumpulan data dan analisis data. b. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan melihat kesesuaian kurikulum dengan buku paket yang digunakan oleh guru yang bersangkutan. Data disusun dalam satuansatuan lalu dibuat kode-kode terdiri dari nama penerbit, semester, bab, dan halaman. Cara pengkodean seperti tertera pada tabel 1. c. Observasi Observasi dilakukan untuk melihat langsung bagaimana pelaksanaan pembelajaran di kelas terkait penggunaan buku Paket IPS. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis antar buku yang menggunakan model Analisis Dokumen /documentary analysis atau analisis isi/content analysis (Arikunto, 2007). Aktivitas yang dilakukan dalam analisis ini berbentuk interaktif antar komponen, artinya proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Menurut Miles dan Huberman (Siahaan, 1993) �model ini mempunyai tiga komponen utama yaitu: (1) reduksi data, (2) sajian data, (3) penarikan kesimpulan atau verifikasi, dimana ketiga komponen ini saling berkaitan dalam

b. Kesesuaian Kurikulum dengan Buku Paket IPS Kelas IV penerbit Grahadi Buku terdiri dari 10 (sepuluh) bab dengan materi yang sesuai dengan kurikulum adalah: Kenampakan Alam seperti danau, laut, gunung; Kehidupan Sosial dan Budaya; Peristiwaperistiwa Alam seperti gunung meletus; 3


Sitorus, J. Analisis Kesesuaian Kurikulum Dengan Buku Paket Ilmu Pengetahuan Sosial SD Di Sumatera Utara

Indonesia Bagian Barat; Aktivitas Ekonomi yang Berkaitan dengan Sumber Daya Alam dan Potensi Lain di Daerah; Pentingnya Koperasi dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat; Perkembangan Teknologi Produksi, Komunikasi, dan Transportasi; dan Masalah Sosial.

Hubungan Kenampakan Alam, Sosial, dan Budaya dengan Gejalanya; Peristiwa Alam dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial; Sumber Daya Alam; Bentuk Keragaman Suku Bangsa dan Budaya Setempat seperti suku, rumah adat, tarian daerah, alat musik tradisional, lagu daerah; Menghargai Keragaman yang Ada di Masyarakat; Peninggalan Sejarah seperti Istana Maimun, Menjaga Kelestarian Peninggalan Sejarah, Manfaat Menjaga Peninggalan Sejarah; dan Kepahlawanan dan Patriotisme Para Tokoh seperti Kepahlawanan dan Patriotisme dalam Kehidupan Sehari-hari. Sedangkan materi yang tidak sesuai dengan kurikulum adalah sebagai berikut: Peta Lingkungan Setempat; Kenampakan Alam seperti pegunungan, dataran tinggi, sungai, pantai, teluk; Peristiwa-peristiwa Alam antara lain gempa bumi, banjir, angin topan; Keragaman Suku Bangsa dan Budaya seperti adat istiadat, pakaian adat, Kebiasaan di Masyarakat Setempat; Peninggalan Sejarah seperti jenis-jenis peninggalan sejarah, cerita peninggalan sejarah; Kepahlawanan dan Patriotisme Para tokoh seperti Kisah Perjuangan Pahlawan Bangsa; Kegiatan Ekonomi; Koperasi; Perkembangan Teknologi Produksi, Komunikasi, dan Transportasi; dan Permasalahan Sosial di Sekitar Kita.

1. Buku Paket IPS SD Kelas V SD a. Kesesuaian Kurikulum dengan Buku Paket IPS Kelas V penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Buku terdiri dari 8 (delapan) bab dengan materi yang sesuai dengan kurikulum adalah: Peninggalan dan Tokoh Sejarah pada Masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia; Keragaman Kenampakan Alam seperti dataran tinggi, selat, danau; Kenampakan Alam berupa Pelabuhan; Pembagian Daerah Waktu di Indonesia; Keragaman Suku Bangsa di Indonesia; Keanekaragaman Budaya di Indonesia seperti lagu daerah, bahasa daerah; Sedangkan materi yang tidak sesuai kurikulum adalah: Kenampakan Alam seperti gunung, pegunungan, pantai, teluk, sungai; Kenampakan Alam seperti waduk, kawasan industri, perkebunan; Keanekaragaman Budaya di Indonesia seperti pakaian adat, tarian daerah, upacara adat, makanan khas daerah; Jenis-jenis Usaha dan Kegiatan Ekonomi di Indonesia; Perjuangan Para Tokoh pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang; serta Jasa dan Peranan Tokoh Perjuangan dalam Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.

c. Kesesuaian Kurikulum dengan Buku IPS Kelas IV penerbit Erlangga Buku terdiri dari 10 (sepuluh) bab dengan materi yang sesuai dengan kurikulum adalah: Kenampakan Alam seperti gunung, pegunungan, sungai, danau, semenanjung/tanjung, pulau, selat; Gejala Sosial dan Budaya; Jenis-jenis Sumber Daya Alam serta Pemanfaatannya untuk kegiatan Ekonomi; Pengertian Bhineka Tunggal Ika; Pentingnya Persatuan dalam Keragaman; Bentuk-bentuk Keragaman Suku Bangsa dan Budaya seperti pakaian adat, tarian daerah, lagu daerah, ungkapan bahasa daerah, rumah adat; Menghargai Keragaman Suku Bangsa dan Budaya; Menjaga Pelestarian Peninggalan Sejarah; Kepahlawanan di Wilayah Indonesia Bagian Timur, Kepahlawanan Indonesia Bagian Tengah. Sedangkan materi yang tidak sesuai dengan kurikulum adalah: Membaca Peta Lingkungan Setempat Menggunakan Skala Sederhana; Kenampakan alam berupa pantai; Hubungan Kanampakan Alam, Sosial, dan Budaya dengan Gejalanya; Bentuk-bentuk Keragaman Suku Bangsa dan Budaya seperti makanan khas daerah, senjata tradisional; Kebiasaan Masyarakat Setempat; Mencatat Peninggalan Sejarah di Lingkungan Setempat; Menceritakan Jenis-jenis Peninggalan Sejarah; Kepahlawanan

b. Kesesuaian kurikulum dengan buku IPS kelas V penerbit Grahadi. Buku terdiri dari 8 (delapan) dengan materi yang sesuai dengan kurikulum adalah: Peninggalan dan Tokoh Sejarah pada Masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia; Keragaman Kenampakan Alam seperti dataran tinggi, selat, danau; Kenampakan Alam berupa Pelabuhan; Pembagian Daerah Waktu di Indonesia; Keragaman Suku Bangsa di Indonesia; Keanekaragaman Budaya di Indonesia seperti lagu daerah, bahasa daerah. Sedangkan materi yang tidak sesuai kurikulum adalah: Ketampakan Alam seperti gunung, pegunungan, pantai, teluk, sungai; Kenampakan Alam seperti waduk, kawasan industri, perkebunan; Keanekaragaman Budaya di Indonesia seperti pakaian adat, tarian daerah, upacara adat, makanan khas daerah; Jenis-jenis Usaha dan Kegiatan Ekonomi di Indonesia; Perjuangan Para Tokoh pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang; serta Jasa dan Peranan Tokoh Perjuangan dalam Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.

4


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Tabel 1. Cara Membaca Kode Data Kode Data

Keterangan

SP / 1 / B / 2 1. 2. 3. 4.

Dua huruf pada kolom pertama menunjukkan Singkatan Penerbit. Angka pada kolom kedua menunjukkan SEMESTER buku Angka pada kolom ketiga menunjukkan BAB dimana data diambil Angka pada kolom keempat menunjukkan HALAMAN berapa data diambil.

Pengumpulan

Reduksi Data

Sajian Data

Pemikiran

Penarikan

Gambar 1. Alur proses analisis penelitian c. Kesesuaian Kurikulum dengan Buku Paket IPS kelas V penerbit Erlangga Buku terdiri dari 7 (tujuh) bab dengan materi yang sesuai dengan kurikulum adalah: Peninggalan dan Tokoh Zaman Kerajaan HinduBudha dan Islam di Indonesia; Keragaman Kanampakan Alam berupa gunung, semenanjung, teluk, pegunungan, sungai, danau, selat; Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia; pembagian Wilayah Waktu di Indonesia; Cuaca dan Iklim di Wilayah Indonesia; Keragaman Suku Bangsa di Indonesia; Keragaman Budaya di Indonesia seperti rumah adat, pakaian adat, tarian daerah; Penjajahan Belanda di Indonesia; Pendudukan Jepang di Indonesia; Persiapan Sampai Detik-detik Proklamasi; dan Mengenal Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan. Sedangkan materi yang tidak sesuai dengan kurikulum adalah: Keragaman Kenampakan Alam di Indonesia seperti dataran tinggi, pantai; Kenampakan Buatan di Wilayah Indonesia; Keragaman Budaya di Indonesia seperti upacara

adat, alat musik daerah; Jenis Usaha dan Kegiatan Ekonomi di Indonesia; Tokoh-tokoh Penting Pergerakan Nasional; Tokoh-tokoh Penting yang Berperan dalam Peristiwa Proklamasi; dan Menghargai Jasa Para Tokoh dalam Mempertahankan Kemerdekaan. 2. Buku Paket IPS SD Kelas VI SD a. Kesesuaian Kurikulum dengan Buku Paket IPS kelas VI penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Buku terdiri dari 7 (tujuh) bab dengan materi yang sesuai dengan kurikulum adalah: Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia; Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negara-negara Tetangga; Benua; Peristiwa Alam di Indonesia seperti gunung merapi, tsunami; Cara-cara Menghadapi Bencana Alam; Peran Indonesia di Era Global; serta Ekspor dan Impor. Sedangkan materi yang tidak sesuai dengan kurikulum adalah: Peristiwa Alam di Indonesia seperti gempa bumi, banjir, angin topan. 5


Sitorus, J. Analisis Kesesuaian Kurikulum Dengan Buku Paket Ilmu Pengetahuan Sosial SD Di Sumatera Utara

b. Kesesuaian Kurikulum dengan Buku IPS kelas VI penerbit Grahadi Buku terdiri dari 6 (enam) bab dengan materi yang sesuai dengan kurikulum adalah: Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia; Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Indonesia dan Negara-negara Tetangga; Benua-benua di Dunia; Gejala Alam yang terjadi di Indonesia seperti hujan, gunung meletus; Gejala Alam yang terjadi di Negara Tetangga; Cara-cara Menghadapi dan Mencegah Bencana Alam; Globalisasi; serta Ekspor dan Impor. Sedangkan materi yang tidak sesuai dengan kurikulum adalah: Gejala Alam yang terjadi di Indonesia seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami.

menggambarkan salah satu peta Kelurahan Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan simbol dan tema tertentu, menggambar Peta Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan simbol dan tema tertentu. Pada RPP IPS terdapat Peta wilayah Kecamatan Tanjungmorawa yang merupakan lingkungan setempat. Indikator tentang menghitung jarak tempat dengan menggunakan skala peta dimana jarak kota Medan ke Samarinda dengan skala 1: 400.000. Pada indikator tentang mengidentifikasi ciriciri dan manfaat kenampakan alam serta ciriciri sosial dan budaya di kab/kota dan provinsi setempat dan mengidentifikasi peristiwa alam gempa bumi, banjir, gunung api, angin topan dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial di kab/kota tidak ada penjelasan yang terdapat pada RPP tentang kenampakan alam dan gejala alam yang ada di lingkungan setempat. Sumber daya alam dan kaitannya dengan kegiatan ekonomi tidak sesuai dengan kurikulum pada RPP karena tidak terdapat penjelasan sumber daya alam di lingkungan sekitar. Manfaat dan menjaga kelestarian alam sudah sesuai kurikulum pada RPP tersebut. Pada materi keragaman suku bangsa dan budaya diantaranya rumah adat, pakaian adat, tarian ,upacara, bahasa, cerita rakyat, yang ada di Sumatera Utara. Materi peninggalan sejarah Indonesia tidak ada membahas peninggalan sejarah di Sumatera Utara yang padahal terdapat pada indikator RPP tersebut. Pada materi sumber daya alam dan kegiatan ekonomi dibahas tentang kegiatan ekonomi setempat. Siswa membuat daftar kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan dan sebagainya yang ada dilingkungannya. Dan siswa mengamati pada peta persebaran sumber daya alam di Indonesia khususnya di lingkungan setempat. Materi koperasi terdapat kesesuaian dengan kurikulum dimana siswa mengamati koperasi yang ada dilingkungannya dengan pengurus koperasi sehingga siswa dapat memahami bahwa koperasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Materi perkembangan teknologi produksi terdapat kesesuaian dimana siswa mengumpulkan informasi tentang kegiatan produksi, perkembangan komunikasi, transpotasi yang ada di daerahnya. Materi hubungan kenampakan alam, sosial, dan budaya deengan gejalanya yang terdapat di daerah lingkungan sekitar. Dari uraian di atas diperoleh bahwa pengembangan materi buku paket IPS Kelas IV SD sekitar 70% sesuai dengan kurikulum dan 30% tidak sesuai.

c. Kesesuaian Kurikulum dengan Buku IPS kelas VI penerbit Erlangga Buku terdiri dari 6 (enam ) bab, dengan materi yang sesuai dengan kurikulum sebagai berikut: Perkembangan Wilayah di Indonesia; Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Indonesia dan Negara-negara Tetangga; Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negaranegara di Dunia; Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negara-negara di Dunia; Cara Menghadapi Bencana Alam. Sedangkan materi yang tidak sesuai dengan kurikulum adalah: Gejala Alam di Indonesia yaitu gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin topan. PEMBAHASAN Temuan peneliti terkait kesesuaian kurikulum dengan buku paket Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV SD dan observasi terhadap pengembangan dan implementasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru bidang studi adalah: oleh sebagian guru bidang studi IPS mengangggap bahwa buku paket bersifat mutlak adanya sebagai sumber belajar, sehingga pada akhirnya guru-guru tersebut tidak berupaya lagi melakukan pengujian kebenaran isi pelajaran serta tidak mengembangkan kurikulum yang dapat diimplementasikan dan dituangkan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Untuk lebih jelasnya dapat dicermati uraian masing-masing materi berikut: 1. Buku Paket IPS SD Kelas IV SD Standar kompetensi yang digunakan tentang memahami sejarah kenampakan alam dan keragaman suku bangsa di lingkungan kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Kompetensi dasar tentang membaca peta lingkungan setempat (kab/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana. Indikator yang terdapat pada RPP tersebut adalah 6


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Materi kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara tetangga membahasa tentang letak peta, letak geografis, keadaan alam, dan keadaan sosial di negara-negara kawasan Asia Tenggara. Pada materi ini terdapat kesesuaian dengan kurikulum. Materi tentang benua-benua di dunia meliputi menemutunjukkan pada peta letak benua-benua di dunia, menemutunjukkan letak negaranegara besar di setiap benua, mengidentifikasi ciri-ciri utama kenampakan alam tiap-tiap benua, menceritakan perkembangan antara negara-negara besar di setiap benua. Dan menggambar salah satu peta benua. Materi ini sesuai dengan kurikulum. Materi gejala/fenomena alam dan sosial Indonesia dengan negara-negara tetangga meliputi mengidentifikasi gejala alam yang terjadi di Indonesia dan negara-negara tetangga, membandingkan ciri-ciri gejala alam Indonesia dengan negara-negara tetangga, menjelaskan penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa alam, dan menjelaskan dampak peristiwa alam bagi masyarakat. Gejala alam yang dibahas bersifat umum tidak ada dibahas tentang gejala alam yang terjadi dilingkungan sekitar tempat siswa berada. Materi gejala alam di Indonesia tidak sesuai dengan kurikulum. Materi cara menghadapi alam meliputi mengidentifikasi gejala alam mutakhir dari berbagai media, menjelaskan pada peta/atlas tentang gejala alam mutakhir, menjelaskan tindakan pencegahan yang dilakukan untuk menghadapi peristiwa alam, dan menjelaskan tindakan penanggulangan yang dilakukan untuk menghadapi peristiwa alam. Materi ini sesuai dengan kurikulum. Materi ajar globalisasi meliputi membuat daftar perilaku masyarakat setempat sebagai dampak globalisasi (gaya hidup, makanan, pakaian, komunikasi, perjalanan, nilai-nilai, dan tradisi); mengidentifikasi bukti-bukti globalisasi dilingkungan masyarakat, dan menentukan sifat terhadap pengaruh globalisasi, dan menganalisis pengaruh positif dan negatifnya. Pada materi ini pembahasan tentang peranan Indonesia pada era globalisasi tidak terdapat pada RPP tersebut. Materi ekspor dan impor barang dan jasa meliputi mengidentifikasi pengertian ekspor dan impor, mengidentifikasi jenis barang dan jasa yang di ekspor dan di impor oleh Indonesia, menemutunjukkan negara tujuan ekspor dan impor yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan, menjelaskan bentuk-bentuk kegiatan pertukaran barang dan jasa antara Indonesia dan luar negeri, dan menjelaskan manfaat ekspor dan impor. Materi ini sesuai dengan kurikulum.

2.

Buku Paket IPS SD Kelas V SD Standar kompetensi tentang menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu, Budha, dan Islam. Kompetensi dasar tentang mengenal maksud peninggalan-peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia. Pada RPP di jelaskan peninggalan sejarah dan tokoh sejarah secara nasional tetapi juga ada dikembangkan pada RPP tentang peninggalan sejarah yang ada dilikungan sekitar. Materi keanekaragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian waktu tidak terdapat kesesuaian dimana kenampakan alam meliputu flora dan fauna yang dibahas di pulau Jawa. Materi tentang menghargai suku bangsa dan budaya di Indonesia tidak sesuai kurikulum karena penjelasannya tidak ada keterkaitan dengan suku dan budaya dilingkungan sekitar. Materi tentang kegiatan ekonomi sesuai kurikulum dimana siswa melakukan dan mememahami kegiatan ekonomi yang didaerah tempat tinggalnya. materi tentang perjuangan pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, sesuai kurikulum dimana pada RPP terdapat tokoh-tokoh perjuangan nasional yang ada di provinsi setempat. Masa persiapan kemerdekaan diantaranya beberapa usaha dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan, perumusan dasar negara sebelum kemerdekaan, dan menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan sudah sesuai kurikulum. Sedangkan tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan yang ada di Sumatera Utara tidak terdapat. Pada materi perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak ada menceritakan tentang peristiwa Pertempuran Medan Area, yang dibahas tentang peristiwa di Surabaya. Peranan tokoh yang ditampilkan adalah Bung Tomo seharusnya sosok Achmad Tahir. Dari uraian di atas diperoleh bahwa pengembangan materi buku paket IPS Kelas V SD sekitar 55,56% sesuai dengan kurikulum dan 44,44% tidak sesuai. 3.

Buku Paket IPS SD Kelas VI SD Standar kompetensi tentang memahami perkembangan wilayah Indonesia, kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara di Asia Tenggara serta Benua dan kompetensi dasar tentang mendeskripsikan perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia. Materi perkembangan wilayah Indonesia sesuai kurikulum dimana dalam RPP siswa melakukan sensus data untuk mengetahui perkembangan wilayah sekitar. 7


Sitorus, J. Analisis Kesesuaian Kurikulum Dengan Buku Paket Ilmu Pengetahuan Sosial SD Di Sumatera Utara

Dari uraian di atas diperoleh bahwa pengembangan materi buku paket IPS Kelas VI SD sekitar 71,43% sesuai dengan kurikulum dan 28,57% tidak sesuai.

Moleong, L.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Erlangga: Jakarta. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006. Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Lampiran I Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD,MI dan SDLB

KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Buku Paket IPS kelas IV-VI SD Terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Grahadi, dan Erlangga bahwa hampir seluruh isi materi buku tidak menggambarkan kepentingan dan kekhasan daerah, sekolah dan peserta didik yang ada di Sumatera Utara. 2. Pengembangan materi buku paket IPS Kelas IV SD sekitar 70% sesuai dengan kurikulum dan 30% tidak sesuai kurikulum. 3. Pengembangan materi buku paket IPS Kelas V SD sekitar 55,56% sesuai dengan kurikulum dan 44,44% tidak sesuai kurikulum. 4. Pengembangan materi buku paket IPS Kelas VI SD sekitar 71,43% sesuai dengan kurikulum dan 28,57% tidak sesuai kurikulum.

Siahaan, S. 2005. Analisis Kekeliruan Dalam Buku Ajar Matematika Sekolah Dasar Ditinjau dari Aspek Materinya. Jurnal Penelitian Unimed. Medan. Siahaan. 2008. Analisis Buku Paket Matematika 2007 Kelas VII SMP di SMP Negeri Kisaran Tahun Ajaran 2007/2008. Skripsi. FMIPA Unimed. Medan Sunarso dan Anis Kusuma. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial 4. Jakarta: CV. Grahadi. Sunarso dan Anis Kusuma. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial 5. Jakarta: CV. Grahadi. Sunarso dan Anis Kusuma. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial 6. Jakarta: CV. Grahadi.

REKOMENDASI 1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang diteruskan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi Sumatera Utara untuk mengkaji ulang isi materi buku paket IPS SD/MI. 2. Para kepala sekolah SD/MI di Sumatera Utara agar lebih selektif dalam memilih buku IPS SD/MI. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian. Jakarta: Rinerka Cipta

Syamsiah, Siti. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial 4. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Syamsiah, Siti. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial 5. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Syamsiah, Siti. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial 6. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Manajemen

Asy´ari. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial SD Kelas 4. Jakarta: Erlangga Asy´ari. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial SD Kelas 5. Jakarta: Erlangga Asy´ari. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial SD Kelas 6. Jakarta: Erlangga Bogdan, R & S.J.Taylor. 1992. Pengantar metode Penelitian Kualitatif (terjemahan Khozin Afandi). Surabaya: Usaha Nasional. Indrastuti dan Penny Rahmawaty. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial 6. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional 8


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI MELALUI SUPERVISI PEMBELAJARAN PADA TUTOR PAKET B HASANUDDIN (STRATEGY FOR INCREASING LEARNING COMPETENCE THROUGH SUPERVISION IN PACKAGE B TUTOR HASANUDDIN) Houtman Barus Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kab. Deli Serdang Jl. Karya Asih No. 1 Lubuk Pakam;Telp: 061-7954043 Naskah masuk : 20 Desember 2011 ; Naskah diterima : 20 Februari 2012

ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan tutor paket B Hasanuddin dan membuktikan supervisi klinis mampu meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam kelas dan meningkatkan hasil belajar warga belajar Paket B Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2011 di Paket B Hasanuddin Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. Jumlah tutor sampel sebanyak 3 (tiga) tutor dengan 20 (dua puluh) warga belajar. Data diperoleh melalui Format Alat Penilaian Kemampuan Tutor dan tes hasil belajar warga belajar yang dianalisis secara deskriftif dan persentatif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) kemampuan tutor Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada Siklus I berturut-turut 57, 56, dan 58 dalam kategori cukup, sementara pada Siklus II berturut-turut 82, 84, dan 79 dalam kategori baik; 2) supervisi pada tutor terbukti meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan pembelajaran dan berdampak pada peningkatan hasil belajar warga belajar. Terbukti dari naiknya ketuntasan klasikal untuk ketiga mata pelajaran Bahasa Ingrris dari 40% menjadi 85%, Matematika dari 35% menjadi 90%, dan Bahasa Indonesia dari 45% menjadi 85%. Strategi peningkatan kompetensi tutor ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut; a) pengumuman rencana supervisi terhadap guru; b) supervisi dengan menekankan pada aspek-aspek yang masih lemah dimiliki tutor; c) melaksanakan supervisi individual, dimana setiap tutor diminta melaksanakan microteaching, kemudian peneliti memberikan masukan terhadap kelemahankelemahan yang teridentivikasi. Kata kunci: supervisi pembelajaran, kompetensi tutor, pendidikan kesetaraan

ABSTRACT The study was conducted to determine the quality of the learning activities undertaken package B Hasanuddin tutors and capability of clinical supervision to prove the improving of tutors ability in conducting learning activities in the classroom and improve learning outcomes citizens learn Package B at Desa Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. The research was conducted from February to June 2011 at Package B Hasanuddin Desa Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. The number of samples are 3 (three) tutors and 20 (twenty) students. Data obtained through the Format Capability Assessment Tool Tutor and test results of the students which analyzed in descriptive and persentatif method. The results shows that; 1) the ability of English, Mathematics, and Indonesian language tutor in conducting learning activities in Cycle I successively 57, 56, and 58 in the category of adequate, while in Cycle II respectively 82, 84, and 79 in either category; 2) supervision of the tutors could enhanced the ability of tutors in implementing the learning and impacted on outcomes of learning improvement in learning community. Proven from the increase in exhaustiveness classical language for all three subjects such as English language from 40% to 85%, Math from 35% to 90%, and Indonesian language from 45% to 85%. The increasing of tutor competency is taken through

9


Barus, H. Strategi Peningkatan Kompetensi Melalui Supervisi Pembelajaran Pada Tutor Paket B Hasanuddin

following steps; a) announcement of teacher supervision plans; b) supervision which emphasized on tutor’s weakness aspect; c) conduct individual supervision, where every tutor prompted implement microteaching, then researchers provide input to the identivied weaknesses. Keywords: learning supervision, tutor competency, equality education

belajar warga belajar. Supervisi yang dilakukan adalah supervisi klinis yakni merupakan supervisi akademik yang bersifat kolaboratif antara supervisor dengan tutor untuk mengembangkan profesionalisme dan motivasi kerja tutor. Melalui peningkatan profesinalisme dan motivasi kerja tutor setelah dilakukan supervisi akademik, diharapkan pula peningkatan hasil belajar warga belajar. Berdasarkan dari uraian masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti bahwa supervisi klinis mampu meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam kelas dan meningkatkan hasil belajar warga belajar Paket B Hasanuddin. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantaranya 1) bagi penilik lapangan PLS dalam memecahkan masalah tutor, meningkatkan kompetensi tutor dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga menjadi lebih professional, meningkatkan prestasi warga belajar dalam pembelajaran, dan pada akhirnya meningkatkan kinerja dan mutu program secara keseluruhan; 2) bagi pihak lain yang berkepentingan sebagai referensi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan guna penanganan kasus yang relevan bagi pembaca dan pihak – pihak yang berkepentingan.

PENDAHULUAN Pendidikan memiliki fungsi sebagai lembaga yang melakukan pelestarian nilai sosial budaya. Dalam setiap masyarakat ditemukan sistem belajar asli (indigenous) yang memiliki ketangguhan dan ketahanan dalam memelihara keseimbangan kehidupan sosial. Sistem belajar asli merupakan sejarah berkembangnya pendidikan luar sekolah, dan pendidikan luar sekolah terus berkembang di masyarakat karena diperlukan keberadaannya. Pendidikan luar sekolah memiliki peluang yang cukup luas untuk membelajarkan masyarakat, yang sasarannya dapat didasarkan pada segi usia, lingkungan sosial budaya, jenis kelamin, mata pencaharian, taraf pendidikan, maupun pada kelompokkelompok khusus. Dalam hal strategi pembelajaran, pendidikan kesetaraan tentu harus mengejar ketertinggalannya dari pendidikan formal. Pendidik pada pendidikan kesetaraan yang selanjutnya disebut tutor harus dapat menyusun strategi pembelajaran sehingga setara kualitas pembelajaran yang dilakukannya dengan pembelajaran yang dilakukan pada pendidikan formal. Namun, Paket B Hasanuddin yang menyelenggarakan pembelajaran setingkat SMP diasuh oleh tutor-tutor yang sebagian masih berkualifikasi pendidikan bukan keguruan sementara tutor-tutor dengan kualifikasi pendidikan keguruan seluruhnya bukan berasal dari program pendidikan luar sekolah melainkan dari program mata pelajaran. Hal ini tentu menjadi kendala mengingat perlakuan yang harus diberikan pada warga belajar pendidikan kesetaraan tentu berbeda dengan perlakuan pada warga belajar pada jalur formal. Warga belajar pada pada pendidikan kesetaraan memiliki kompleksitas yang tinggi bahkan dari segi usia. Motivasi belajar mereka umumnya rendah. Kondisi ini menuntut para tutor untuk memahami benar perbedaan antara mendidik warga belajar pada jalur nonformal dengan mendidik warga belajar pada jalur formal. Mengingat keterbatasan dana untuk membenahi semua permasalahan tersebut, maka dalam penyelenggaraannya paket B Hasanuddin menitikberatkan pada terselenggarakanya program, sedangkan pencapaian kualitas lulusan belum menjadi target yang mendesak. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan supervisi pada tutor Paket B untuk meningkatkan kemampuan tutor dan hasil

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Paket B Hasanuddin di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Pebruari sampai dengan Juni 2011. B.

Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang tutor Paket B Hasanuddin Tahun Pembelajaran 2010/2011. C.

Alat Pengumpul Data Dalam penelitian digunakan dua alat pengmpul data yakni Alat pengumpul data kemampuan tutor dan alat pengumpil data hasil belajar siswa. Alat pengumpul data kemampuan tutor dalam penelitian ini adalah berupa format Alat Penilaian Kemampuan Tutor (Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran) yang diadaptasi dari Instrumen Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran oleh Gultom, dkk (2010).

10


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Sedangkan hasil belajar siswa dikumpulkan menggunakan instrumen tes hasil belajar kognitif. Tes ini diberikan sebelum dan sesudah perlakuan. Tes hasil belajar tersebut berbentuk tes objektif dengan jumlah dua puluh soal dengan 5 option (a, b, c, d, dan e) yang dipecah sepuluh untuk pasca tes I dan sepuluh untuk pasca tes II. Tes disusun oleh tutor sendiri mengikuti kaidah penyusunan tes.

menjadi salah satu yang membedakan pendidikan kesetaraan dari pendidikan formal. Umumnya warga belajar berasal dari warga yang putus sekolah dengan berbagai macam sebab. Kondisi tersebut menjadi kendala-kendala tersendiri terhadap jalannya proses belajar mengajar apalagi jika rentang usia warga belajar ada yang melampaui jauh di atas usia sekolah. Kurikulum yang diterapkan oleh paket B Hasanuddin adalah kurikulum KTSP bagi pendidikan kesetaraan. Yakni kurikulum yang terus dikembangkan untuk dapat menyetarakannya dengan kurikulum pendidikan formal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa masih banyak kelemahan pada pelaksanaan kurikulum bagi pendidikan kesetaraan termasuk pada paket B Hasanuddin . Pemberian supervisi akademik yang bekelanjutan diharapkan dapat mengatasi beberapa permasalahan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.

D. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan (Action Research). Penelitian tindakan disini adalah penelitian yang dilakukan oleh penilik PLS, pengawas atau kepala sekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).

B. Data Hasil Supervisi Pembelajaran Penelitian direncanakan dengan tiga kali pertemuan diskusi peneliti dengan tutor, dimana dalam tiga kali pertemuan bersama peneliti maka tutor akan melaksanakan KBM dalam empat kali pertemuan yang terbagi dalam dua siklus. Pertemuan awal dilaksanakan pada hari Sabtu 26 Maret 2011. Materi yang di diskusikan adalah strategi, model dan metode-metode pembelajaran. Pada akhir pertemuan Siklus I peneliti juga memberikan angket untuk diisi oleh tutor untuk mengetahui respon tutor. Pada saat tutor melaksanakan pembelajaran pertemuan kedua, maka peneliti melakukan observasi dengan membawa format lembar observasi pelaksanaan pembelajaran yang hasilnya dikonfirmasi dalam lima kriteria seperti tabel 1.

E. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan untuk mengatasi permasalahan yang disajikan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan presentatif. Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kemampuan tutor dalam menerapkan perangkat pembelajaran dan peningkatan hasil belajar warga belajar. Dalam melaksanakan observasi, maka kita mengetahui kemampuan tutor dalam pembelajaran tersebut dan sebagai informasi dalam mengambil pertimbangan dan melaksanakan usaha-usaha perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang ada. Sementara hasil tes dianalisis secara presentatif tingkat ketuntasannya untuk dapat dideskripsikan hasilnya. Seluruh deskripsi dikonfirmasi dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian.

Tabel 1. Kriteria Penilaian >89 Amat Baik 76 – 89 Baik 51 – 75 Cukup 26 – 50 Buruk < 26 Buruk sekali

HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Kondisi Lokasi Penelitian Paket B Hasanuddin menyelenggarakan kegiatan belajar disebuah gedung yang terletak di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan yang merupakan gedung tumpangan dari lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pendidik selanjutnya disebut tutor sedangkan peserta didik yang selanjutnya disebut sebagai warga belajar pada paket B Hasanuddin adalah warga di Kecamatan Percut Sei Tuan khususnya Desa Sei Rotan. Warga belajar adalah warga dari berbagai usia dengan status pendidikan tertinggi sebelum mengikuti paket B adalah SD atau sederajat dengan itu. Sehingga dapat dipahami bahwa kompleksitas warga belajar paket B Hasanuddin sangat tinggi ditinjau dari segi usia, hal ini

Dari penilaian lembar observasi pelaksanaan pembelajaran saat supervisi klinis dilakukan, diperoleh data lembar observasi pelaksanaan pembelajaran oleh tiga tutor mata pelajaran yakni Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia pada Siklus I seperti pada tabel 2.

11


Barus, H. Strategi Peningkatan Kompetensi Melalui Supervisi Pembelajaran Pada Tutor Paket B Hasanuddin

Tabel 2. Data Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I

1

Aspek yang diamati dalam pelaksanaan pembelajaran Prepembelajaran

2

Membuka pembelajaran

35

50

50

3

Kegiatan pembelajaran berdasarkan implementasi model pembelajaran

56

63

59

4

Pemanfatan media pembelajaran / sumber belajar

59

60

60

5

Pembelajaran yang memicu memelihara keterlibatan siswa

63

63

67

6

Penilaian proses dan hasil belajar

67

50

67

7

Penggunaan bahasa Refleksi dan rangkuman pembelajaran Pelaksanaan tindak lanjut Nilai pengamatan pelaksanaan pembelajaran

67

58

58

63

50

50

50

63

63

57

56

58

No

8 9

dan

B. Inggris

MM

B. Indo

63

50

50

perencanaan, proses hingga berimplikasi pada hasil belajar sebagai refleksi Siklus I diminggu ketiga April 2011. Maka peneliti melakukan pertemuan kedua bersama tutor pada Sabtu 23 April 2011 untuk membicarakan tentang perbaikan pembelajaran pada bagian-bagian tertentu yang masih lemah dan pelatihan kemampuan tutor pada bagian-bagian yang dianggap lemah penguasaanya. Pada akhir KBM Siklus II peneliti melakukan observasi pembelajaran dan tutor mata pelajaran melaksanakan pengumpulan data hasil belajar warga belajar melalui tes hasil belajar. Data hasil observasi kegiatan pembelajaran untuk ketiga mata pelajaran diakhir Siklus II disajikan dalam tabel 4. Observasi kegiatan pembelajaran oleh ketiga tutor pada siklus II terlihat bahwa hampir seluruh indikator penilaian telah dalam nilai yang baik. Terjadi peningkatan pada indikator pembukaan pembelajaran pada kategori baik. Rata-rata kualitas pembelajaran ketiga tutor Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia berturut-turut adalah 82, 84, dan 79 dalam kategori baik. Hal ini menandakan pemahaman dan kemampuan tutor tentang pelaksanaan pembelajaran meningkat. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan supervisi siklus II telah berhasil meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk melihat peningkatan kemampuan tersebut data tabel 2 dan 4 dapat disajikan kembali dalam grafik pada gambar 1.

Merujuk pada tabel 2 tentang observasi pembelajaran oleh tutor pada Siklus I terlihat bahwa kualitas pembelajaran yang dilaksanakan ketiga tutor hampir seragam. Menurut kriteria yang ditetapkan maka nilai rata-rata untuk ketiga mata pelajaran Bahasa Iggris, Matematika dan Bahasa Indonesia berturut-turut adalah 57, 56, dan 58 seluruh nilai ini baru berada pada kategori cukup. Indikator pembuka pembelajaran untuk ketiga tutor berada pada kategori buruk. Seluruh data ini mengisyaratkan bahwa perlakuan yang diberikan peneliti pada tutor di Siklus I masih gagal memberikan kompetensi pada ketiga tutor dalam pembelajaran sesuai harapan. Sehingga upaya perbaikan harus dilakukan pada perlakuan Siklus berikutnya. Sebagai bahan perbandingan, diakhir Siklus II dilaksanakan pengambilan data hasil belajar warga belajar yang dilakukan oleh masingmasing tutor sebagai pra-tes I. data hasil belajar warga belajar hasil Siklus I ditampilkan pada tabel 3. Merujuk pada tabel 3 nilai rata-rata dan ketuntasan berturut-turut adalah untuk Bahasa Inggris 65,5 dengan ketuntasan 35%, untuk Matematika 60 dengan ketuntasan 45%, sedangkan untuk Bahasa Indonesia 60,5 dengan ketuntasan 40%. Dengan demikian KBM Siklus I masih gagal memberikan ketuntasan belajar klasikal pada warga belajar Paket B Hasanuddin. Kegagalan Siklus I ditindaklanjuti oleh peneliti dengan melakukan pertemuan bersama pembimbing dan pendamping penelitian dari Universitas Negeri Medan. Pertemuan menganalisis kelemahan-kelemahan baik dari 12


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

No 1. 2. 3. 4.

Tabel 3. Data Ulangan Harian Warga belajar Siklus I Bahasa Hasil Tes Matematika Inggris Nilai Tertinggi 80 80 Nilai terendah 40 40 Rata-rata nilai tes 61,5 60 Persen ketuntasan 35% 45%

Bahasa Indonesia 80 40 60,5 40%

1

Tabel 4. Data Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II Aspek yang diamati dalam pelaksanaan B. Inggris/ MM / Model pembelajaran Model TTW PBL Prepembelajaran 75 88

2

Membuka pembelajaran

75

85

80

3

Kegiatan pembelajaran berdasarkan implementasi model pembelajaran

75

78

81,3

4

Pemanfatan media pembelajaran / sumber belajar

80

85

80

5

Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa

83,3

88

83,3

6

Penilaian proses dan hasil belajar

91,7

75

83,3

7

Penggunaan bahasa

91,7

83

75

8

Refleksi dan rangkuman pembelajaran

87,5

88

75

9

Pelaksanaan tindak lanjut

75

88

75

82

84

79

No

Nilai pengamatan pelaksanaan pembelajaran

B. Indo / Model CL 75

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Siklus 1

B. Inggis 57

MM 56

B. Indonesia 58

Siklus 2

82

84

79

Gambar 1. Grafik Peningkataan Kemampuan Guru Melaksanakan Pembelajaran Bahasa Indonesia berturut-turut adalah 85%, 90%, dan 85% yang berarti ketiga mata pelajaran telah berada pada kategoti tuntas klasikal. Dengan demikian KBM Siklus II berhasil menuntaskan hasil belajar warga belajar pada kriteria yang ditetapkan. Untuk memudahkan melihat peningkatan ketuntasan belajar tiap siklus sebagaimana disajikan dalam grafik histogram seperti gambar 2.

Sejalan dengan itu, data hasil belajar berupa ulangan harian sebagai pasca-tes II dari warga belajar menunjukkan peningkatan yang cukup berarti seperti tampak pada tabel 5. Merujuk pada tabel 3 dan 5 peningkatan hasil belajar warga belajar untuk ketiga mata pelajaran pada Siklus II cukup memuaskan dan telah mencapai ketuntasan klasikal meski masih ada beberapa warga belajar pada masing-masing mata pelajaran yang belum tuntas hasil belajarnya. Ketuntasan masing masing mata pelajaran yakni Bahasa Inggris, Matematika, dan 13


Barus, H. Strategi Peningkatan Kompetensi Melalui Supervisi Pembelajaran Pada Tutor Paket B Hasanuddin

No 1. 2. 3. 4.

Tabel 5. Data Ulangan Harian Warga belajar Siklus II Bahasa Bahasa Hasil Tes Matematika Inggris Indonesia Nilai Tertinggi 90 90 100 Nilai terendah 50 50 60 Rata-rata nilai tes 78,0 76,0 78,5 Persen ketuntasan 90% 85% 85%

100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%

Siklus 1

B. Inggis 40%

MM 35%

B. Indonesia 45%

Siklus 2

85%

90%

85%

Gambar 2. Grafik Peningkataan Ketuntasan Klasikal Merujuk pada tabel 3, nilai rata-rata dan ketuntasan berturut-turut adalah untuk Bahasa Inggris 65,5 dengan ketuntasan 35%, untuk Matematika 60 dengan ketuntasan 45%, sedangkan untuk Bahasa Indonesia 60,5 dengan ketuntasan 40%. Data hasil belajar menunjukan kualitas yang tidak berbeda atau sejalan dengan data kemampuan tutor. Ketuntasan seluruh mata pelajaran masih dalam kategori tidak tuntas dengan KKM ketiganya sebesar 65 ketuntasan masih dibawah 85%. Dengan demikian KBM Siklus I masih gagal memberikan ketuntasan belajar klasikal pada warga belajar Paket B Hasanuddin. Kegagalan Siklus I didiskusikan kembali oleh peneliti bersama pembimbing dan pendamping penelitian dari Universitas Negeri Medan untuk di identifikasi bersama penyebabnya dan dapat dirumuskan penyelesaiannya. Beberapa rumusan yang diperoleh diantaranya; 1) supervisi Siklus II harus lebih menekankan pada aspek-aspek yang masih lemah dimiliki tutor merujuk analisis hasil supervisi Siklus I; 2) pemberian pemodelan pada tutor tentang keterampilan-keterampilan mengajar; dan 3) melaksanakan supervisi individual, dimana setiap tutor diminta melakukan microteaching kemudian peneliti memberikan masukan terhadap kelemahankelemahan yang teridentifikasi.

C. Deskripsi Data Respon Tutor Dari hasil angket diakhir tiap siklus diperoleh data respon tutor terhadap supervisi akademik yang dilakukan seperti disajikan dalam tabel 6. PEMBAHASAN Pada pertemuan pertama antara peneli dengan tutor terlihat belum dapat memahami dengan baik penjelasan yang diberikan peneliti. Masih sedikit pertanyaan yang diajukan tutor terhadap pemateri dalam hal ini peneliti sehingga tidak terjadi diskusi yang aktif. KBM Siklus I tetap dilaksanakan sesudah pertemuan antara peneliti dengan tutor. Dari KBM diperoleh data kemampuan tutor dalam pembelajaran dan data hasil belajar warga belajar. Merujuk pada tabel 2 tentang kemampuan tutor Siklus I memperlihatkan bahwa hampir seluruh indikator penilaian masih dalam kategori cukup sementara beberapa indikator ada dalam kategori buruk. Hal ini menandakan kemampuan tutor dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan harapan. Nilai rata-rata kemampuan tutor untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia berturut-turut sebasar 57, 56, dan 58. Semuanya dalam kategori cukup. Dengan demikian dapat dikatakan supervisi Siklus I masih gagal meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan pembelajaran.

14


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

No 1. 2.

3. 4.

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Tabel 6. Data Respon Tutor Terhadap Supervisi Tiap Siklus Respon positif Daftar Kuisioner Siklus I Siklus II Melalui supervisi ini, apakah anda merasa dapat 81% 100% mengembangkan perangkat pembelajaran secara mandiri? Setelah mendapat supervisi, apakah anda merasakan adanya peningkatan mutu pengajaran dan peningkatan mutu 68% 100% mengajar dan belajar yang anda lakukan? Apakah sekarang anda lebih memahami tujuan pendidikan 30% 51% yang sebenarnya dibanding sebelum mendapat supervisi? Apakah sekarang anda lebih dapat memahami dan menolong warga belajar dibanding sebelum mendapat 54% 81% supervisi? Apakah anda merasa memiliki kesanggupan mendidik 70% 84% warga belajar untuk terjun ke masyarakat? Apakah menurut anda prinsip kerja yang demokratis dan 100% 100% kooperatif dapat diterapkan dalam kegiatan akademik? Apakah anda merasa harus terus mengembangkan 100% 100% kemampun anda? Menurut anda, apakah supervisi yang dilakukan menggali 100% 89% pengalaman anda yang sudah ada? Apakah anda merasa diperkenalkan dengan kondisi sekolah 51% 92% dengan supervisi? Apakah supervisi dapat membantu tanggung jawab 96% 100% pekerjaan yang anda kerjakan? Menurut anda profesionalisme anda turut berkembang 78% 96% melalui supervisi?

Observasi kegiatan pembelajaran terhadap ketiga tutor pada siklus II terlihat bahwa hampir seluruh indikator penilaian telah dalam nilai yang baik. Terjadi peningkatan pada indikator pembukaan pembelajaran pada kategori baik. Rata-rata kualitas pembelajaran ketiga tutor Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia berturut-turut adalah 82, 84, dan 79 dalam kategori baik. Hal ini menandakan pemahaman dan kemampuan guru tentang pelaksanaan pembelajaran meningkat. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan supervisi siklus II telah berhasil meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Tabel 5 memperlihatkan peningkatan hasil belajar warga belajar untuk ketiga mata pelajaran pada Siklus II cukup memuaskan dan telah mencapai ketuntasan klasikal meski masih ada beberapa warga belajar pada masing-masing mata pelajaran yang belum tuntas hasil belajarnya. Ketuntasan masing masing mata pelajaran yakni Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia berturut turut adalah 85%, 90%, dan 85%. Artinya ketiga mata pelajaran telah berada pada kategoti tuntas klasikal. Dengan demikian KBM Siklus II berhasil menuntaskan hasil belajar warga belajar pada kriteria yang ditetapkan. Hal ini berarti meningkatnya kemampuan tutor dalam

melaksanakan pembelajaran berdampak positif dalam meningkatkan hasil belajar warga belajar. Dalam pelaksanan pembelajaran sangat penting untuk menyusun terlebih dahulu perangkat pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran menjadi lebih terarah dan matang. Rendahnya kemampuan tutor dalam melaksanakan KBM Siklus I adalah akibat tidak terbiasanya tutor melaksankan pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran. Ini dapat dipahami sebagai indikasi bahwa tutor pada Paket B Hasanuddin kebanyakan masih melakukan pembelajaran tanpa persiapan yang matang. Supervisi yang dilakukan pada Siklus II sedikit memperbaiki kondisi ini. Dengan melaksanakan prototype perangkat pembelajaran, pembelajaran menjadi lebih terarah dan kualitasnya meningkat sehingga meningkatkan hasil belajar warga belajar. Peningkatan pada kompetensi tutor dalam menyusun RPP dan peningkatan hasil belajar warga belajar disajikan dalam tabel 7. Supervisi akademik terbukti dapat meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan pembelajaran karena supervisi menekankan pada pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara tutor-tutor, karena bersifat demokratis. Hal ini diperkuat pula dengan hasil angket respon tutor terhadap supervisi akademik yang berorientasi pada ketercapaian tujuan supervisi itu sendiri. 15


Barus, H. Strategi Peningkatan Kompetensi Melalui Supervisi Pembelajaran Pada Tutor Paket B Hasanuddin

No 1.

2.

Tabel 7. Rekapitulasi Kompetensi Tutor Dalam Pembelajaran Aspek Penilaian Siklus I Siklus II Kemampuan Tutor Dalam Pembelajaran 82 • Tutor B. Inggris 57 84 56 • Tutor Matematika 79 58 • Tutor B. Indonesia Ketuntasan Hasil Belajar Kognitif 85% 40% • Tutor B. Inggris 45% 90% • Tutor Matematika 35% 85% • Tutor B. Indonesia aspek-aspek yang masih lemah dimiliki tutor, dan melaksanakan supervisi individual, dimana setiap tutor diminta melaksanakan microteaching, kemudian peneliti memberikan masukan terhadap kelemahankelemahan yang teridentivikasi.

Merujuk pada tabel 6, tutor menganggap supervisi sangat membantu usahanya dalam mengembangkan perangkat, menggali kemampuan, membantu tugas tutor dan beberapa menganggap supervisi meningkatkan kemampuan mengelola pembelajaran. Meskipun beberapa tutor merasa supervisi tidak memberikan dampak berarti bagi perbaikan pembelajaran, sebagian yang lain merasa supervisi masih berorientasi umum tidak relevan dengan karakter PKBM dan sebagian besar yang lain tidak yakin bahwa supervisi membuatnya memahami tujuan pendidikan. Sementara pada Siklus II beberapa respon negatif yang ada pada Siklus I mulai tertekan hingga secara keseluruhan dapat dikatakan tutor merespon positif adanya supervisi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, kecuali dalam hal menggali pengalaman yang justru pada Siklus II beberapa tutor menyatakan bahwa supervisi tidak menggali pengalaman. Kondisi ini disinyalir terjadi karena pada bagianbagian supervisi ternyata banyak hal-hal baru yang belum pernah dikenal tutor sehingga supervisi tidak hanya menggali pengalaman tetapi lebih pada menambah pengalaman baru.

REKOMENDASI 1. Bagi para penilik PLS, pelaksanaan supervisi individual sangat cocok digunakan untuk meningkatkan kompetensi tutor dalam melaksanakan pembelajaran. 2. Untuk tutor perlu menyusun perangkat pembelajaran untuk mendapatkan kualitas pembelajaran yang baik, terarah dan matang. 3. Supervisi terhadap peningkatan kompetensi tutor hendaknya menjadi perhatian Dinas Pendidikan Sumatera Utara dalam rangka mendukung misi Provinsi Sumatera Utara untuk menciptakan masyarakat tidak bodoh DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.

KESIMPULAN 1. Kemampuan tutor Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada Siklus I berturut-turut 57, 56, dan 58 dalam kategori cukup, sementara pada Siklus II berturut-turut 82, 84, dan 79 dalam kategori baik. 2. Supervisi pada tutor terbukti meningkatkan kemampuan tutor dalam melaksanakan pembelajaran dan berdampak pada peningkatan hasil belajar warga belajar. Terbukti dari naiknya ketuntasan klasikal untuk ketiga mata pelajaran Bahasa Ingrris dari 40% menjadi 85%, Matematika dari 35% menjadi 90%, dan Bahasa Indonesia dari 45% menjadi 85%. 3. Strategi peningkatan kometensi tutor dapat ditempuh dengan langkah-langkah seperti; pengumuman rencana supervisi terhadap guru, supervisi dengan menekankan pada

Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud.

1992.

Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas. . 2010. Supervisi Akademik. Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan Kepala Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Gultom, dkk. 2010. Kompetensi Tutor. Medan: UNIMED. Joyce, Wheil dan Calhoun. 2010. Model’s of Teaching (Model–Model Pengajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kunandar. 2007. Tutor Profesional. Jakarta: Grafindo.

16


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Majid, A. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tarigan, R. Derlina dan R. Tarigan. 2009. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis Model Pembelajaran Konstruktivis Untuk Memberdayakan Kemampuan Berpikir Analitis, Kritis, dan Kreatif Warga belajar SMA. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Negeri Medan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

17


Hendarman. Kajian Terhadap Dewan Pendidikan di Indonesia

KAJIAN TERHADAP DEWAN PENDIDIKAN DI INDONESIA (ANALYSIS OF BOARD OF EDUCATION IN INDONESIA) Hendarman Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dosen FKIP, Universitas Pakuan Bogor email: hendarmananwar@gmail.com Naskah masuk: 13 Januari 2012 ; Naskah diterima: 1 Maret 2012

ABSTRAK Pemerintah telah menetapkan kebijakan pembentukan Dewan Pendidikan yang diatur melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Sekolah dan Komite Sekolah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan. Dewan Pendidikan pada hakekatnya merupakan badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Disamping itu, sebagai representasi masyarakat maka badan ini menyuarakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat dalam berbagai kebijakan pendidikan yang diambil pemerintah daerah dan sekolah. Kajian ini difokuskan pada 2 (dua) pertanyaan penelitian utama yaitu: (1) sejauhmana keberadaan dan peran badan ini dipahami oleh berbagai pemangku kepentingan, dan (2) kendala-kendala yang dihadapi badan ini secara operasional. Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian, hasil pengamatan, serta pendapat dan opini yang dikemukakan khususnya melalui berbagai media cetak. Hasil kajian menunjukkan bahwa dewan pendidikan masih belum berfungsi maksimal di beberapa kabupaten/kota, belum memberikan kontribusi untuk kemajuan pendidikan, serta belum menjadi mitra strategis dan sejajar bagi pemerintah daerah dan sekolah. Saran dari kajian ini yaitu bahwa pembentukan dewan pendidikan dilakukan atas prinsip transparan, akuntabel, dan demokratis. Selain itu, perlu dirancang media pertemuan yang reguler antara dinas pendidikan dan dewan pendidikan dengan tujuan bersama-sama melakukan analisis masalah pendidikan di daerah. Kata kunci: dewan pendidikan, pengelolaan pendidikan, masyarakat

ABSTRACT Board of education has been established through the issuance of Minister of National Education’s decree number 044/U/2002 concerned Board of Education and School Committee and the Government Gazette number 17 year 2010 concerned the implementation and management of education. In principle, this board plays the role as society representatives in improving quality improvement, equality and efficiency of educational management. Also, this board could play as the mediator for the needs and aspiration of society related to educational policies taked by local government and schools. This study focused on the analysis of 2 (two) main research questions, namely (1) the extent to which stakeholders are aware of this board and its roles, and (2) the barriers that this board encounters in its implementation. The data is classified secondary data which were based on research findings, observations, and opinion appeared in various newspapers. The findings showed that this board has yet to 1) maximally function in a number of districts/cities, 2) contribute for the education advancement, and 3) be the strategic partner of the local government and schools,. It is

18


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

recommended that the establishment of this board shall be based on the principles of transparent, accountable, and democratic. In addition, it is suggested to encourage the regular meetings between local education authorities and board of education aims for the analysis of critical issues in the local areas for its solutions. Keywords: board of education, educational management, society

pengawasan, serta fungsi mediator antara masyarakat dengan lembaga-lembaga pendidikan (Jusfah, 2009). Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah mengamanahkan pembentukan Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah yang diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002. Kepmendiknas dimaksud merupakan jawaban terhadap amanah yang tercantum dalam Pasal 56 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Departemen Pendidikan Nasional, 2003) yang menyebutkan: “Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.�

PENDAHULUAN Pencapaian terhadap berbagai kebijakan atau inisiatif yang dilakukan di bidang pendidikan akan tergantung dari adanya sinergi dan koordinasi antara berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, termasuk keterlibatan unsur-unsur dari masyarakat. Tingkat kepedulian dan keterlibatan aktif dari unsur-unsur masyarakat sekaligus sebagai peran kontrol terhadap perencanaan, implementasi dan pemantauan dari kebijakankebijakan yang sudah ditetapkan maupun yang akan dirumuskan. Hal ini didukung kenyataan adanya otonomi pengelolaan pendidikan yang memberikan kewenangan kepada daerah kabupaten/kota, bahkan pada tingkat operasional kepada satuan pendidikan yaitu di tingkat sekolah. Menurut Jusfah (2009), masyarakat merupakan pihak yang paling menentukan terhadap pelaksanaan dan penyelenggaraan sistem pendidikan, khususnya sistem pendidikan dasar dan menengah di setiap daerah. Masyarakat adalah sumber inspirasi, inovasi, dan motivasi, serta sasaran yang harus dicapai dari sistem pendidikan yang bermutu di daerah. Masyarakat juga merupakan sumber dana bagi penyelenggaraan pendidikan di setiap daerah, di luar biaya yang diperoleh dari sumber-sumber anggaran pemerintah. Di lain pihak, masyarakat itu kenyataannya sangat kompleks dan tidak memiliki batas yang jelas, sehingga sulit menentukan masyarakat yang mana sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) di bidang pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan di daerah memerlukan dukungan masyarakat yang memadai. Sebagai langkah alternatif dalam mengupayakan perolehan dukungan masyarakat untuk sektor pendidikan ini adalah dengan menumbuhkan keberpihakan konkret dari semua lapisan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, mulai dari pimpinan negara, sampai aparat yang paling rendah, termasuk masyarakat yang bergerak dalam sektor swasta dan industri. Salah satu cara memfungsikan masyarakat sebagai stakeholder tersebut adalah dengan menggunakan prinsip perwakilan, yaitu memilih sejumlah kecil dari seluruh anggota masyarakat untuk melaksanakan fungsi-fungsi kontrol, pemberi masukan, pemberi dukungan dan

Kepmendiknas ini menegaskan bahwa dewan pendidikan hanya ada di tingkat kabupaten dan kota saja, serta namanya boleh disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah, seperti Majelis Pendidikan maupun nama-nama lainnya yang disepakati. Dengan demikian, Dewan Pendidikan merupakan badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Pada tahun 2010, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), yang di dalamnya menetapkan pula tentang Dewan Pendidikan (sebagai satu-satunya nama lembaga). Peraturan Pemerintah ini memberikan ruang yang lebih luas tentang Dewan Pendidikan, bukan hanya pada tingkat kabupaten/kota tetapi juga Dewan Pendidikan Nasional dan Dewan Pendidikan Provinsi. Meskipun strukturnya seakan birokratis dan hierarkhis, tetapi tidak ada hirarki sama sekali. Terkait dengan ditetapkannya peraturan perundang-undangan tersebut maka terdapat 2 (dua) pertanyaan utama penelitian. Pertama, yaitu sejauhmana berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari dan memahami keberadaan dan merasakan adanya peran dari dewan pendidikan. Kedua, yaitu

19


Hendarman. Kajian Terhadap Dewan Pendidikan di Indonesia

kendala-kendala yang dihadapi pendidikan dalam tingkat operasional.

berkewenangan di dalam wilayahnya. Fakta yang ada yaitu masyarakat masih menilai bahwa dewan pendidikan belum hadir, atau seringkali lambat hadir atas problem pendidikan yang ada. Yang cukup memprihatinkan adalah tidak banyak masyarakat yang menyadari keberadaan Dewan Pendidikan. Salah satu bukti adalah pernyataan Huda (2011) salah seorang anggota Dewan Pendidikan Kota Cirebon periode 2010-2015. Dikatakannya bahwa setiap kali yang bersangkutan bertemu dengan para tokoh, sesepuh, akademisi, dan aktivis selalu mendapatkan pesan kurang lebih sebagai berikut "Dewan pendidikan harus dibenahi, diberdayakan, lebih kritis dalam membela kepentingan masyarakat. Problem pendidikan di Kota Cirebon ini luar biasa besar, namun selama ini dewan pendidikan hampir tidak ada bunyinya. Sayang sekali, lembaga sehebat itu tak terasa manfaatnya". Testimoni dari anggota tersebut dibuktikan ketika ditanyakan secara acak kepada 50 guru di kota Cirebon (terutama yang berstatus PNS) eksistensi dewan pendidikan. Cukup memprihatinkan, hampir semua merasa tidak tahu dan atau hanya pernah mendengar ada Dewan Pendidikan, tetapi tidak tahu apa tugas dan tanggungjawabnya, manfaat bagi mereka, dan apa yang telah dilakukan dewan terhadap mereka. Secara singkat, Dewan Pendidikan belum populer di mata guru dan masyarakat kota Cirebon. Bukti lain bahwa dewan pendidikan belum banyak berbuat ditunjukkan oleh survei yang dilakukan oleh Hasanah (2005) terkait kinerja dewan pendidikan di kota Salatiga dengan menggunakan 62 (enam puluh dua) orang responden kepala sekolah. Survei tersebut mengungkapkan bahwa dewan pendidikan baru melakukan sosialisasi (19.4%), menjalankan peran resmi menurut SK Mendiknas (17.7%), tetapi belum mengetahui peran aktualnya (11,3%), serta tidak mengetahui peran Dewan Pendidikan (9.7%). Temuan lain survey ini adalah bahwa kegiatan Dewan Pendidikan di Kota Salatiga dalam hal memfasilitasi sekolah atau penyalur bantuan keuangan masih sangat kurang sekali. Bukti lain bahwa Dewan Pendidikan tidak memberikan kontribusi untuk kemajuan pendidikan juga terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara (Sumber: http://www.idcfm.com/berita/kota/penajampaser-utara/4714-fungsi-dewan-pendidikanppu-tidak-jelas.html). Beberapa kepala sekolah di kabupaten ini mempertanyakan keberadaan dewan pendidikan dan sejumlah kalangan yang peduli pendidikan menilai dewan ini sebagai mati suri. Argumentasi yang dikemukakan adalah bahwa

dewan

METODE PENELITIAN Model penelitian yang digunakan adalah mengadopsi model analisis kebijakan yang mengarahkan kajiannya terhadap akibat dari penerapan suatu kebijakan. Model ini juga disebut sebagai model analisis kebijakan evaluatif karena banyak menggunakan pendekatan dengan melakukan evaluasi terhadap dampak dari suatu kebijakan yang sedang atau telah diimplementasikan (Suharto, 2005). Metode yang digunakan dalam kajian ini mencakup analisis peraturan perundangundangan, hasil penelitian, hasil pengamatan, serta berbagai opini atau pernyataan yang muncul di berbagai media cetak. Dengan demikian, data yang digunakan merupakan data sekunder. Pada tahap pertama, dilakukan identifikasi terhadap data dan informasi yang terkait dengan 2 (dua) pertanyaan utama penelitian yaitu 1) pemahaman kedudukan dan berbagai peran yang sudah dilakukan dewan pendidikan di mata berbagai pemangku kepentingan; dan 2) kendala-kendala yang dihadapi dewan pendidikan. Selanjutnya dilakukan kategorisasi sumber data dan informasi yaitu mereka yang termasuk dalam kategori anggota dewan dan kategori sasaran kerja dewan pendidikan termasuk kepala sekolah dan guru. Pada tahap berikutnya, terhadap setiap dan dan informasi yang tersedia khususnya melalui media-cetak, dilakukan uji validitas yaitu melalui proses verifikasi. Proses dimaksud yaitu mencari kebenaran dari informasi yang ada dengan cara menghubungi beberapa kontak individu (contact-person) yang berada di lokasi munculnya pernyataan atau isu-isu. Dalam hal terdapat keragu-raguan atau ketidakbenaran dari informasi yang diberikan atau tertulis dalam media-cetak tersebut didasarkan atas contact-person yang ada, maka dilakukan eliminasi terhadap data dan informasi yang sudah diidentifikasi pada tahap pertama. HASIL PENELITIAN Keberadaan dan Peran Dewan Pendidikan Dari sumber data yang digunakan, terungkap bahwa masyarakat berharap banyak terhadap dewan pendidikan dikaitkan dengan sejumlah problem di bidang pendidikan, yaitu mereka berharap bahwa dewan pendidikan lebih kritis terhadap keadaan dan status pendidikan di daerah masing-masing dan bergerak secara cepat untuk mengadakan komunikasi dan konsultasi terhadap pihak yang 20


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

sejak dibentuk tahun 2010, tidak satupun kegiatan yang dilaksanakan oleh dewan pendidikan untuk membantu memajukan dunia pendidikan di kabupaten Penajam Paser Utara. Padahal seharusnya dewan pendidikan turut membantu dinas pendidikan pemuda dan olahraga atau disdikpora. Menurut mereka hal ini disebabkan kekurangan dalam kepengurusan, yaitu menempatkan orang-orang yang kurang mempunyai kepedulian terhadap kemajuan dunia pendidikan, dan kebanyakan dari mereka adalah PNS dilingkungan Kabupaten Penajam Paser Utara. Fungsi dewan pendidikan di beberapa kota/kabupaten yang kurang maksimal merupakan hasil analisis Forum Komunikasi Dewan Pendidikan Solo Raya (Suwarto, 2011). Pernyataan Suwarto memperkuat hal tersebut, yaitu “… yang penting bahwa peran dewan pendidikan sekarang mengalami penurunan akibat dari jajaran Kemendikbud, tidak mempertimbangkan fungsi dewan pendidikan kota”. Forum ini menyarankan agar seluruh jajaran Kemendikbud, dalam setiap mengambil kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah kota/kabupaten perlu mempertimbangkan keterlibatan Dewan Pendidikan kota/kabupaten karena dewan ini dapat difungsikan untuk: 1) memberikan pertimbangan; 2) memberikan arahan; 3) memberikan dukungan dalam bentuk tenaga, sarana dan prasarana; dan 4) melaksanakan pengawasan pendidikan.

rekrutmen anggota dewan pendidikan DIY periode 2011-2015 yang mengatakan bahwa anggota Dewan Pendidikan seyogianya adalah mereka dari akar rumput yang berasal dari beragam profesi yang bisa mengarahkan kebijakan pendidikan lebih berdampak positip bagi masyarakat. “Dewan Pendidikan memerlukan personel bukan hanya dari kalangan pendidikan, tetapi juga para pengusaha dan ahli lain yang peduli dan kritis untuk mendinamisasikan kebijakan pendidikan…” (Suara Merdeka, 26 April 2010). Di sisi lain, kendala yang menghambat aktivitas dewan pendidikan adalah keterbatasan anggaran operasional. Namun demikian, kendala ini cenderung mudah diatasi dengan dengan memobilisasi mitra peduli pendidikan. Hal ini juga mudah diatasi apabila anggota memang orang yang memiliki kepedulian yang tinggi yang tidak menggantungkan kehidupan dari menjadi anggota dewan pendidikan. Tampaknya perlu ditiru apa yang dilakukan di negara-negara bagian Amerika Serikat dimana keanggotaan berdasarkan relawan (volunteer) dan tidak digaji. Tinjauan kendala lain adalah mencermati pengamatan Mulyadi (2004) seorang guru SLTPN 22 Samarinda yang dimuat dalam Harian Kaltim Post tanggal 17 dan 18 Februari 2004. Menurut Mulyadi, yang menjadi permasalahan adalah pemikiran, pertimbangan, saran, dan kontrol yang telah dilakukan oleh dewan pendidikan ternyata kurang mendapatkan respons atau hanya dianggap sebagai pelengkap saja oleh pengambil kebijakan. Hal lain yaitu sampai saat ini tidak ada sanksi tegas untuk eksekutif maupun birokrat jika tidak menjalankan saran dari Dewan Pendidikan. Saran dan pertimbangan akhirnya hanya sebagai dokumen di atas meja bagi pengambil kebijakan pendidikan di pemerintah kabupaten/kota. Pengamatan lain dari Mulyadi (2004) adalah bahwa masih lemahnya peran dan fungsi Dewan Pendidikan diduga karena Dewan Pendidikan merupakan lembaga baru atau karena keanggotaan dan kualitas sumber daya manusianya masih kurang memadai. Akibat kendala dimaksud, banyak persoalan pendidikan dewasa ini yang belum dicermati bahkan belum tersentuh oleh Dewan Pendidikan. Kendala lain yaitu menyangkut hubungan antara Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan yaitu belum sepenuhnya dapat berkomunikasi dan bekerjasama secara sinergis. Hendarman (2012) menyatakan bahwa beberapa Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota justru mengalami kondisi yang memprihatinkan karena kepengurusannya kembar, karena proses penyusunan kepengurusan Dewan Pendidikan

Kendala-kendala yang dihadapi Berbagai kendala terhadap dewan pendidikan telah diidentifikasikan dari berbagai sumber data. Salah satu kendala adalah minat menjadi anggota dewan pendidikan yang turun drastis kalau tidak boleh dibilang tidak ada. Hal ini ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan didukung pernyataan Wakil Ketua Dewan Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Heri Dendi yaitu “lembaga tersebut tidak hanya memerlukan personel yang memiliki nama besar, tetapi juga membutuhkan orangorang yang peduli di bidang pendidikan”. Ditambahkannya, bahwa kesulitan yang dihadapi adalah anggota dewan yang ada tidak aktif akibat kesibukan mereka yang menyandang nama besar (Suara Merdeka, 26 April 2011). Selain itu, anggota yang ada cenderung kurang sensitif dan peduli terhadap berbagai isu pendidikan yang berkembang di wilayahnya, yang bermuara pada kurangnya keinginan untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang muncul tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, menarik untuk mengutip pandangan dari ketua panitia

21


Hendarman. Kajian Terhadap Dewan Pendidikan di Indonesia

ternyata mendapat intervensi dari unsur birokrasi di daerah. Di sejumlah daerah, terungkap bahwa dewan pendidikan yang dipandang strategis sebagai wahana dalam mensukseskan pembangunan pendidikan ini belum memperoleh dukungan dari pemerintah daerah sehingga keberadaannya kurang berfungsi secara efektif dan efisien. Kurangnya komunikasi tersebut juga diungkapkan Dwijowijoto (2008) dalam bukunya berjudul “Kebijakan Pendidikan yang Unggul� dengan konteks kabupaten Jemberana, Bali. Dikatakan oleh Dwijowijoto mengatakan bahwa sejak dibentuk Dewan Pendidikan Jemberana (DPJ) Bali tahun 2002, interaksi antara DPJ dengan pemerintah daerah termasuk Bupati sangat rendah. Ketua DPJ bertemu dengan Bupati hanya pada saat pembentukan DPJ, setelah itu tidak ada lagi pertemuan khusus yang membicarakan tentang pembangunan pendidikan di Kabupaten Jemberana Bali yang mengikutsertakan Dewan Pendidikan setempat. Dewan Pendidikan tidak berperan sebagaimana mestinya, termarginal, atau partisipasi terbatas sebagaimana terjadi atau dianut banyak negara berkembang di Asia pada kurun waktu 1980-1990. Menurut Dwijowijoto, ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan dewan pendidikan di kabupaten Jemberana tersebut mengarah pada tiga alasan, yaitu 1) Ketua DPJ yang kesehariannya sebagai Ketua Bali Educational Watch, berdomisili di Denpasar sehingga representasinya secara fisik di Kabupaten Jemberana sangat terbatas; 2) struktur organisasi dan sumberdaya DPJ belum ditata secara baik karena keanggotaannya terdiri dari para administratur birokrasi pendidikan Kabupaten Jemberana dan terdapat seorang pimpinan Partai Politik di tingkat lokal; dan 3) prinsip efesiensi dan efektifitas kemungkinan menjadi alasan pemerintah daerah mengurangi peran DPJ. Kondisi DPJ yang termarginal dan keterbatasan perannya, membuat DPJ mengambil inisiatif mengkritisasi setiap kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, bukan menjadi lembaga mitra pemerintah. Proses komunikasi yang kurang baik tersebut tampaknya tidak terjadi di provinsi Kalimantan Barat, dimana dicontohkan pada saat dilakukan pemilihan anggota Dewan Pendidikan (Dwijowijoto, 2008). Pada tahap awal, dibentuk panitia pemilihan anggota dengan tugas pokok: 1) mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang dewan pendidikan; 2) menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota berdasarkan usulan masyarakat; 3) menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan masyarakat; 4) mengumumkan nama-nama anggota terpilih; 5) menyusun nama-mana

anggota terpilih; 6) memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota dewan pendidikan; dan 7) menyampaikan nama pengurus dan anggota dewan pendidikan kepada Gubernur untuk diterbitkan Keputusan. Setelah ditetapkan sebagai panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat, panitia menyusun rencana kerja yaitu 1) audiensi panitia pemilihan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat; 2) rapat internal panitia pemilihan dengan agenda pokok; menentukan kriteria calon anggota Dewan Pendidikan Provinsi Kalbar dan mekanisme sosialisasi, pendaftaran, penyeleksian, dan pemilihan; 3) mengadakan sosialisasi melalui media massa dan mengirim surat pemberitahuan kepada organisasi terkait; 4) mengumpulkan seluruh berkas pendaftaran dan menyeleksi calon anggota dewan pendidikan; 5) mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat melalui media massa untuk mendapat respons atau penilaian tentang kredibilitasnya; 6) menyusun dan menetapkan nama-nama calon anggota dewan pendidikan provinsi setelah mendapat respons atau penilaian masyarakat; 7) berkonsultasi dan mendapat arahan dari gubernur tentang kepengurusan dewan pendidikan provinsi Kalbar; 8) anggota terpilih mengadakan rapat internal untuk menyusun kepengurusan dewan pendidikan provinsi Kalbar; 9) menyampaikan susunan kepengurusan dewan pendidikan provinsi ke Gubernur Kalbar; 10) pengukuhan kepengurusan dewan pendidikan provinsi oleh Gubernur Kalbar; dan 11) merencanakan dan melaksanakan studi banding ke dewan pendidikan provinsi lain. Wawancara dengan sekretaris dewan pendidikan provinsi Sumatera Utara mengungkapkan bukti lain tentang terbangunnya komunikasi yang baik antara dewan pendidikan provinsi dengan pemerintah daerah, serta pemanfaatan hasil kerja dewan pendidikan oleh pemerintah daerah. Beberapa yang sudah dilakukan dewan pendidikan provinsi Sumatera Utara adalah pemetaan kinerja guru pasca sertifikasi di 18 kabupaten, dan tingkat kinerja Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di provinsi Sumatera Utara. Kedua hal tersebut termasuk isu sentral dari bidang pendidikan pada saat ini karena terkait dengan masalah besarnya anggaran yang dialokasikan yang bagi mayoritas masyarakat dianggap belum menunjukkan hasil yang optimal dalam proses pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan. Hal lain yang akan dilakukan dewan pendidikan provinsi Sumatera Utara ini pada tahun anggaran 2012 adalah melakukan kegiatan pemetaan guru 22


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

sebagai tanggapan dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 5 Menteri yang selanjutnya akan diserahkan kepada pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk dapat melakukan pencermatan terhadap distribusi guru. Apa yang dilakukan di provinsi Kalimantan Barat dan di provinsi Sumatera Utara tersebut, dapat dijadikan sebagai model yang telah menegakkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokratis. Prinsip-prinsip tersebut tampaknya masih belum sepenuhnya diterapkan di berbagai kabupaten/kota lain di Indonesia dengan berbagai ragam kebijakan dan dinamika politik yang berkembang di masing-masing kabupaten/kota. Diduga hal ini yang menjadi salah satu penyebab belum dikenalnya atau dimiliki persepsi yang sama dari masyarakat setempat terhadap keberadaan dan peran dewan pendidikan.

kepedulian masyarakat terhadap berbagai kebijakan; dan 5) kurangnya dukungan media dalam pengenalan dewan pendidikan. Dari kelima meta-masalah tersebut, yang cenderung terkait erat dengan isu keberadaan dan peran dewan pendidikan adalah: 1) belum adanya sosialisasi; 2) belum adanya mekanisme akses informasi yang terbuka; dan 3) belum adanya forum dialog antara pemangku kepentingan (stakeholders) dalam bidang pendidikan. Sosialiasi merupakan suatu strategi yang dianggap efektif dan efisien untuk menyampaikan berbagai informasi perubahan atau inovasi dari pembuat informasi kepada obyek yang nantinya akan mengimplementasikan informasi dimaksud. Sedangkan mekanisme akses informasi yang terbuka dimaksudkan sebagai suatu strategi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk mengakses secara langsung informasi perubahan (kebijakan) dan inovasi yang terjadi secara rinci dan tidak menimbulkan multi-tafsir. Misalnya, akan menjadi suatu kondisi ideal apabila pembentukan Dewan Pendidikan dilakukan atas prinsip transparan (dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas), akuntabel (panitia pemilihan menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerjanya), dan demokratis (proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat). Sedangkan forum dialog antara pemangku kepentingan sesungguhnya merupakan suatu kesempatan untuk merekam atau mendengarkan berbagai aspirasi yang muncul dari berbagai kelompok khususnya yang termasuk dalam obyek adanya perubahan dan inovasi tersebut. Melalui forum dimaksud maka diharapkan adanya kesamaan persepsi dari pemangku kepentingan untuk menindaklanjuti perubahan (kebijakan) dan inovasi yang ada. Dari ketiga masalah substantif tersebut, dengan memperhatikan khususnya karakteristik konsekuensi atau dampak terhadap masyarakat maka “belum adanya forum dialog� sesungguhnya merupakan masalah kebijakan (policy problem) dari situasi masalah “belum dikenal dan dipahaminya keberadaan dan peran dewan pendidikan�. Forum dialog merupakan jembatan terjalinnya komunikasi dan sinergi yang efektif dan efisien antara dewan pendidikan dan pemerintah daerah. Kedua institusi tersebut dapat duduk bersama dengan tujuan melakukan analisis masalah pendidikan di daerah. Hasil analisis itu kemudian dapat digunakan sebagai bahan penting untuk proses penyusunan program dan kegiatan pembangunan termasuk pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Hasil rumusan program dan kegiatan ini pun

PEMBAHASAN Pembahasan terhadap temuan di atas merujuk kepada proses perumusan masalah kebijakan yang dikemukan oleh William N. Dunn dalam Widodo (2007) dan Dwijowijoto (2007). Menurut Dunn (1994), proses perumusan masalah kebijakan dibedakan dalam 4 (empat) macam fase yang saling tergantung yaitu pengenalan masalah, pencarian masalah, pendefinisian masalah, dan spesifikasi masalah. Tahap pencarian masalah adalah dengan menemukenali (scanning) terhadap masalah yang dikenal sebagai situasi masalah. Setelah situasi masalah dikenali dengan baik maka tahap selanjutnya mengelaborasi setumpukan masalah terkait dengan situasi masalah, yang dikenal sebagai meta-masalah. Dari setumpuk masalah atau meta-masalah tersebut maka ditentukan masalah substantif yaitu dalam hal ini masalah yang benar-benar memiliki korelasi dengan kebijakan. Pada tahap berikutnya, ditentukan masalah yang akan dianalisis sebagai dasar perumusan masalah kebijakan. Didasarkan atas teori Dunn tersebut, situasi masalah dalam konteks kajian ini adalah bahwa “keberadaan dan peran dewan pendidikan masih belum dikenal dan dipahami�. Situasi masalah tersebut merujuk kepada bukti-bukti empiris sebagaimana diuraikan pada bagian kajian ini sebelumnya. Sedangkan tahap metamasalah terhadap belum dikenal dan dipahaminya keberadaan dan peran dewan pendidikan tersebut menghasilkan dugaan penyebabnya yaitu 1) belum adanya sosialisasi; 2) belum adanya mekanisme akses informasi yang terbuka; 3) belum adanya forum khusus antara pemangku kepentingan (stakeholders) dalam bidang pendidikan; 4) kurangnya

23


Hendarman. Kajian Terhadap Dewan Pendidikan di Indonesia

kadang-kadang masih dianggap sebagai pelengkap saja oleh pengambil kebijakan. Di sisi lain, kendala kurangnya komunikasi yang terjadi menyebabkan masukan-masukan dewan pendidikan yang seyogianya dapat membenahi implementasi kebijakan serta mengurangi tekanan-tekanan dari berbagai kelompok menjadi tidak bermanfaat.

dapat digunakan untuk bahan penyusunan perencanaan tahun depan, bahkan malah dapat digunakan untuk kepentingan perbaikan program dan kegiatan pada tahun yang sedang berjalan. Belum adanya jalinan komunikasi tersebut, diduga terkait dengan tingkat komitmen dan kepedulian terhadap isu-isu kebijakan yang dimiliki oleh anggota dewan pendidikan. Dari sejumlah pernyataan yang diuraikan di bagian sebelumnya, keluhan yang terlontar lebih kepada kurangnya kepedulian dan sifat kritis dari para anggota untuk menjadikan setiap kebijakan sebagai proses dinamis yang diarahkan untuk mengakomodasikan perbedaan pendapat dan bermuara pada proses penyempurnaan dan pembenahan kebijakan yang telah ditetapkan. Sementara ini yang ditemukan adalah keluhan bahwa banyak anggota dewan yang memiliki nama besar dan reputasi, tetapi cenderung kesulitan untuk hadir atau berperan serta dalam rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan yang telah diagendakan sebelumnya. Apapun alasannya, operasionalisasi dari dewan pendidikan seyogianya mengikuti konsep kebijakan yang menjadi salah satu arus utama pada saat ini, yakni deleberatif policy analysis model. Model ini mensyaratkan bahwa setiap kebijakan dirumuskan setelah melalui proses partisipasi aktif, bahkan proaktif dari publik melalui civil society institutions-nya, sementara peran pemerintah hanya sebagai legislator formal saja

REKOMENDASI 1. Untuk memberdayakan peran dan fungsi dewan pendidikan maka seyogianya perlu dirancang media pertemuan antara Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan. Pertemuan yang dilakukan secara reguler dan berkesinambungan ini seyogianya dirancang atas dasar agenda yang disepakati bersama dengan mengetengahkan isu-isu yang muncul sebagai keluhan, kritik maupun ketidakpuasan yang muncul di lapangan. 2. Hal lain yang perlu juga dipertimbangkan ke depan adalah menyangkut komposisi dan kriteria dari dewan pendidikan. Sebaiknya diperlukan suatu analisis atau kajian mendalam terhadap wakil-wakil atau anggota masyarakat yang paling pantas dan layak duduk dalam dewan pendidikan di suatu daerah. Analisis tersebut seyogianya mencermati pengalaman terbaik (best-practices) di berbagai negara baik yang masuk dalam kategori negara maju maupun negara berkembang.

KESIMPULAN Belum dikenal dan dipahaminya keberadaan dan peran dewan pendidikan adalah terutama karena komunikasi yang terjadi antara dewan pendidikan dengan pemerintah daerah masih belum seperti yang diharapkan. Pemerintah daerah atau masyarakat pendidikan tidak menyadari bahwa dewan pendidikan sesungguhnya merupakan mitra sanding dari lembaga birokrasi untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan. Juga tidak dipahami bahwa badan ini dapat mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan serta dapat menjembatani antara masyarakat dan pihak-pihak yang berkewenangan di sektor pendidikan khususnya pemerintah daerah terutama untuk mengantisipasi dan merespon terhadap berbagai isu yang muncul sebagai akibat adanya implementasi kebijakan. Kendala-kendala tersebut mengakibatkan beberapa pemikiran, pertimbangan, saran, dan kontrol dari dewan pendidikan masih kurang direspons oleh pengambil kebijakan, bahkan

DAFTAR PUSTAKA CSBA. 2009. School Board Leadership: the Role and Function of California’s School Boards. West Sacramento, CA: California School Boards Association. (Sumber: http://www.ppssf.org/Resources/SFBOE/Schoo lBoard_Leadership.pdf Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dunn, William N. 1994. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Penerjemah Samodra WIbawa dkk. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2008. Kebijakan Pendidikan yang Unggul: Kasus Pembangunan Pendidikan di Kabupaten Jembrana, 2000-2006. Penerbit: Pustaka Pelajar.

24


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Suwarto. 2011. “Kurang Maksimal, Fungsi Dewan Pendidikan Kota/Kabupaten”. Sumber: http://m.timlo.net/baca/17359/kurangmaksimal-fungsi-dewan-pendidikan-kotakabupaten/. Diunduh 18 Februari 2012

Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Hasanah, Nur. 2005. Kinerja Dewan Pendidikan di Kota Salatiga. (Tesis Program Studi Magister Manajemen Pendidikan). Salatiga: Program Pasca Sarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

Hendarman. 2012. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Surabaya: Jenggala Pustaka Utama. http://www.bhbl.org/district/board/boardduti es.htm. Board of Education Members’ Roles & Duties. Diunduh: 10 Maret 2012 http://www.idcfm.com/berita/kota/penajampaser-utara/4714-fungsi-dewan-pendidikanppu-tidak-jelas.html. “Fungsi Dewan Pendidikan PPU Tidak Jelas”. Diunduh 3 Maret 2012. http://www.sbe.wa.gov/. The Washington State Board of Education. Diunduh 18 Februari 2012. Huda, Nurul. 2011. “Mengoptimalkan Peran Dewan Pendidikan”. Diunduh 5 April 2011 www.kabarCirebon.com Jusfah, Jasmi. 2009. “Fungsi Dewan Pendidikan”. Sumber: http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2009/ 05/30/fungsi-dewan-pendidikan/ Diunduh 20 Maret 2012. Kementerian Pendidikan Nasional. 2002. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Mulyadi. 2004. “Peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah”. (dimuat dalam Harian Kaltim Post bagian Opini tanggal 17 dan 18 Februari 2004). Suara Merdeka, 26 April 2011 “Dewan Pendidikan DIY Butuh Orang Peduli”. Diunduh 20 Maret 2012. Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

25


Sianturi, M. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi: Studi Kausal Pada Dinas/ Unit Pelaksana Teknis (UPT)

PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI: STUDI KAUSAL PADA DINAS/UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) (EFFECT OF ORGANIZATIONAL COMMITMENT MOTIVATION OF WORK: CAUSAL STUDIED IN THE OFFICE/TECHNICAL IMPLEMENTATION UNIT (TIU)) Marudut Sianturi Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara Jl. Jenderal Abdul Haris Nasution No. 32 Medan; marudut.sianturi@ymail.com Naskah masuk: 10 Januari 2012 ; Naskah diterima: 26 Maret 2012

ABSTRAK Komitmen merupakan salah satu aspek penting menuju efektifitas organisasi yang akan mengubah perilaku individu menjadi perilaku organisasi. Karenanya pembinaan terhadap anggota organisasi perlu dilakukan sehingga akan berdampak terhadap kinerja dan pencapaian organisasi. Penelitian ini dilakukan pada Sekretariat, Bidang, DISPENDASU dan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Provinsi se-Sumatera Utara pada tahun 2011 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi. Penelitian menggunakan metode survey dengan menggunakan angket kepada sampel terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja dengan komitmen organisasi. Kata kunci: komitmen, motivasi kerja, UPT

ABSTRACT Commitment is one of main aspect to reached organization effectivity which changed individual behavior to be organization behavior.Thus, organization member development need to be held that will impact to organizational performance and achievement. This research is conducted at Secretariat, field sector, DISPENDASU, and the technical implementation unit of the north sumatera’s service revenue in 2011 were to investigate the effects of work motivation on organizational commitment. Survey method done for the research by using questionnaire which share to purposive sample. Result of this research shos that there is significant effect between works motivation and organizational commitment. Keywords: commitment, working motivation, TIU

mengubah perilaku individu menjadi perilaku organisasi. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki beberapa Dinas yang menangani berbagai urusan pemerintahan dan salah satu diantaranya adalah Dinas Pendapatan Provinsi (DISPENDASU) yang memiliki Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di semua Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara. DISPENDASU mempunyai tugas pokok, yaitu mengelola sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digunakan

PENDAHULUAN Perubahan kemajuan ilmu pengetahuan mempengaruhi perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif. Perubahan ini menuntut organisasi birokrasi pemerintahan agar lebih responsif, sehingga mampu menyahuti perubahan zaman. Berkaitan dengan organisasi, Belferik Manullang (2006) mengemukakan bahwa salah satu aspek penting dalam keefektifan organisasi adalah

26


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara, yang berpedoman pada prinsip kinerja akuntabilitas, transparansi, efisien dan efektif serta budaya organisasi, yaitu prima pelayanannya, lancar pemasukannya, dan aman uangnya. Berdasarkan peran strategis tersebut DISPENDASU dituntut untuk; 1) mampu meningkatkan PAD secara terus-menerus khususnya dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 2) mampu mewujudkan pelayanan prima (excellent service) dalam pelaksanaan administrasi Pajak dan Retribusi Daerah; 3) mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola pajak; dan 4) mampu mengoptimalkan kewenangan dibidang Pajak dan Retribusi Daerah yang telah diberikan Pemerintah Provinsi. Untuk mewujudkan good governance dan clean governance, DISPENDASU merumuskan nilai-nilai luhur yang dianut oleh segenap aparaturnya sebagai berikut; a) adanya kemauan dan kesungguhan aparatur bekerja secara efisien, efektif dan berkualitas; b) mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen atau masyarakat; c) sesama pegawai saling menghormati dan mengharga; d) dalam bekerja berprinsip hemat penggunaan dana, sarana dan prasarana dengan hasil optimal; e) orientasi kerja adalah meningkatkan pendapatan asli daerah; f) pelayanan yang diberikan kepada konsumen sesuai dengan ketentuan dan perkembangan; g) taat terhadap Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat bahwa Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara memiliki peran penting dan strategis memberhasilkan pelayanan profesional terhadap masyarakat serta menggali potensi daerah secara maksimal, maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menyatukan persepsi dan pola pikir secara terpadu semua aparatur, baik yang bertugas di DIPENDASU maupun UPTD sehingga memiliki komitmen terhadap tugas-tugas yang diembannya. Koch dalam Angle (1986) menjelaskan bahwa karyawan yang berkomitmen rendah akan berdampak pada turn over, tingginya absensi dan meningkatnya kelambanan kerja. Berdasarkan hasil studi lapangan di lingkungan Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara dan beberapa Unit Pelaksana Teknis Dinas seperti di Pematang Siantar, Perdagangan, Medan Selatan dan Tebing Tinggi. Diketahui bahwa pada tahun 2010 terdapat beberapa pegawai yang kurang loyal terhadap organisasi tersebut yang ditandai dengan tidak mematuhi displin kerja yang berlaku, antara lain; a) meninggalkan meja kerjanya pada waktu jam kerja; b) tidak

mengikuti apel pagi; c) tidak masuk kantor tanpa pemberitahuan kepada atasan; d) terlambat masuk kerja dan pulang kantor sebelum waktu kerja selesai; e) pendistribusian pegawai antar bidang, sekretariat dan UPTD kurang rasional sesuai volume kerja, serta lamanya waktu proses pengisian jabatan struktural. Komitmen organisasi mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota tetap pada organisasi. Organisasi membutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen yang tinggi, kompeten, reformis, teladan, yang mampu menjadi motor penggerak pembaharuan sekaligus panutan di dalam organisasi. Porter, Gren Berg dan Baron dalam Sunarsih (2001) mengemukakan bahwa strategi pengembangan organisasi terletak pada intern organisasi dan sangat ditentukan kepemimpinan, dan kepemimpinan merupakan unsur kunci dalam keefektifan organisasi. Sikap keteladanan unsur pimpinan membentuk kepribadian yang luwes bagi semua anggota/pegawai yang dipimpinnya. Baik buruknya kinerja birokrasi pemerintah (bureaucratic performance) ditentukan oleh sejauhmana kinerja dari masing-masing pejabat dan personilnya. Para Kepala Bidang/Sekretaris, Kepala UPTD merupakan pimpinan pengambil kebijakan serta para Kepala Seksi/Sub Bagian sebagai pimpinan terdepan yang langsung mengawasi pelaksanaan tugas pegawai setiap harinya, mempunyai tanggung jawab besar memberdayakan semua potensi yang ada dilingkungan unit kerja masing-masing. Banyak faktor yang mempengaruhi komitmen seseorang terhadap organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi sehingga terus berupaya memberhasilkan tujuan organisasi, serta tidak mudah meninggalkan organisasinya walaupun belum dapat memuaskan kebutuhannya. Model integratif perilaku organisasi Colquitt, Le Pine dan Wesson (2009) menjelaskan bahwa budaya organisasi, struktur organisasi, kepemimpinan, tim, kepribadian, dan kemampuan secara langsung mempengaruhi mekanisme individualisme yang meliputi kepuasan kerja, stres, motivasi, kepercayaan, keadilan, etika, pembelajaran, dan pengambilan keputusan, dan selanjutnya mekanisme individual tersebut secara langsung mempengaruhi kinerja dan komitmen organisasi. Lebih lanjut Colquitt merumuskan bahwa komitmen merupakan gambaran hasil kinerja keseluruhan anggota organisasi dan berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama.

27


Sianturi, M. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi: Studi Kausal Pada Dinas/ Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Organizational

Organizational

Job Leadership: Stress

INDIVIDUAL

Leadership:

Motivation

Job

Teams:

Trust, Justice, & Ethics

Organizational

Teams: Learning &

Personality & Cultural

Ability Gambar 1. Integrative Model of Organization Behavior Sumber: Colquitt,LePine, dan Wesson, (2009), Organizational Behaviour, Improving Performance and Commitment in the Workplace, Singapore: The McGraw-Hill Companies. h.64. Untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi dapat ditunjukkan melalui gambar 1. Colquitt, LePine, dan Wesson mengelompokkan komitmen organisasional itu dalam 3 (tiga) bagian yaitu pertama pengaruh lingkungan kerja, suasana dan hasil pekerjaan membentuk komitmen organisasional affektif, kedua penghargaan promosi, penghidupan dan fasilitas yang lebih baik akan membentuk komitmen organisasional kontiniu, dan ketiga, keterlibatan pimpinan memberikan pelatihan, bimbingan yang lebih baik serta pembinaan yang semakin dirasakan karyawan menumbuhkan komitmen normatif. Sementara itu pendekatan komitmen organisasional

menekankan lebih berperannya pimpinan organisasi memotivasi pegawai sehingga komitmen organisasionalnya semakin bertumbuh lebih baik. Hersey (1996) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) bentuk komitmen, yaitu; a) komitmen kepada pelanggan (commitment to the customer); b) komitmen kepada organisasi (commitment to the organization; c) komitmen kepada diri (commitment to self); d) komitmen kepada orang-orang (commitment to people); dan e) komitmen kepada tugas (commitment to task). Model ini menekankan pentingnya seorang karyawan/pegawai memaknai kelima komponen organisasional, karena antara satu komponen dengan komponen lainnya adalah 28


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

saling menopang memberhasilkan pencapaian tujuan organisasi. Kunci keberhasilan pimpinan organisasi tergantung bagaimana pimpinan mampu menyatupadukan komitmen tersebut. Pada instansi pemerintah pemberian penghargaan bagi pegawai yang berprestasi sulit diwujudkan apalagi dikaitkan dengan implementasi otonomi daerah yang berkembang saat ini. Loyalitas PNS sering kurang proporsional, sebab loyalitasnya ganda bukan hanya terhadap organisasi tetapi lebih dominan terhadap pimpinannya. Mendayagunakan pegawai perlu dilakukan secara tim sehingga lebih efektif karena setiap unit kerja akan saling mendukung memberhasilkan pencapaian tujuan organisasi. Pembinaan kesadaran sendiri adalah penting sehingga pola pikir menjadi jernih tidak dibebani hal yang tidak relevan. Membangun komitmen dengan azas kebersamaan merupakan salah satu unsur penting sehingga semua pegawai merasakan saling membantu guna memberhasilkan pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan uraian pendefinisian dan kajian teoretik yang dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan komitmen organisasi adalah bentuk perwujudan sikap, perilaku, keberpihakan pegawai terhadap operasional organisasi serta berupaya memiliki nilai lebih guna mencapai tujuan, visi, misi yang ditetapkan, yang tinggi rendahnya ditunjukkan oleh sikap pengabdian diri terhadap tugas organisasi, kepercayaan terhadap masa depan organisasi, dan loyalitas terhadap organisasi. Pada dasarnya banyak faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi, oleh karena itu perlu pembatasan masalah yang akan diteliti dimana pada kesempatan ini hanya menjelaskan tentang motivasi kerja. Berdasarkan pembatasan masalah tersebut maka rumusan masalah adalah Apakah ada pengaruh motivasi kerja secara langsung terhadap komitmen organisasi pegawai Dinas/UPT Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini diharapkan yaitu dapat memberi sumbangan kepada pejabat struktural di lingkungan instansi pemerintah sebagai informasi tentang motivasi kerja dan komitmen organisasi yang dimilikinya. Demikian juga bagi Pimpinan organisasi dapat digunakan sebagai bahan pengambilan kebijakan guna memberhasilkan pencapaian tujuan organisasi yang lebih optimal.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara beserta UPTD yang tersebar di semua Kabupaten/Kota se- Sumatera Utara. Metode penelitian yang dipergunakan adalah survey, dengan membagikan angket kepada anggota sampel terpilih. Populasi penelitian adalah Kepala Bidang/Sekretaris, Para Kepala UPTD sebanyak 39 orang dan semua Kepala Sub bagian/Seksi yang berada di Sekretariat, Bidang dan UPTD yang berjumlah 117 orang sehingga semuanya berjumlah 156 orang. Jumlah sampel adalah sebanyak 112 orang yang ditentukan berdasarkan rumus Taro Yamane dengan proporsional random sampling area yaitu mewakili setiap wilayah seperti Pembantu Gubernur Wilayah I,II,III dan IV serta volume kerja masing-masing UPTD, namun yang mengembalikan angket dengan baik yang dapat diproses terdiri dari 38 orang eselon III dan 52 orang eselon IV, sehingga berjumlah 90 orang. Sedangkan untuk menganalisis data peneltian dilakukan Teknik Analisis Data sebagai berikut; 1) analisis data penelitian, melalui; (a) mentabulasi data hasil penelitian dan (b) analisis deskriptif dengan statistik dasar. 2) uji persyaratan analisis data, melalui; (a) uji normalitas data, (b) uji homogenitas varians, (c) uji signifikansi dan linearitas persamaan regresi dan korelasi. 3) teknik analisis pengujian hipotesis. HASIL PENELITIAN Deskripsi Hasil Penelitian pada data penelitian variabel motivasi kerja (X1) dan komitmen organisasi (X2) dianalisis dengan statistik deskriptif. Data variabel Komitmen Organisasi (X2) memiliki nilai skor terendah 90 dan tertinggi 165. Rentang nilai skor adalah 75. Nilai rata-rata adalah 135,86 dengan modus 131, median 138, dan standar deviasi sebesar 14,65. Sesuai dengan instrumen penelitian, skor tertinggi data teoritik adalah 170 dan skor terendah adalah 34. Nilai rata-rata ideal adalah ½ (34+170) = 102; sedangkan simpangan baku ideal = 1/6 (170-34) = 22,67. Berdasarkan ratarata ideal dan standar deviasi ideal diperoleh hasil nilai rata-rata empirik skor komitmen organisasi sebesar 135,86 dibandingkan dengan nilai rata-rata idealnya, maka skor empirik variabel komitmen organisasi pegawai Dinas/UPT Dispendasu, rata-rata berada pada kategori cukup tinggi. Secara lebih rinci dikemukakan kategori komitmen organisasi, yakni; 30% berada pada kategori cukup, dan 70% berada pada kategori tinggi.

29


Sianturi, M. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi: Studi Kausal Pada Dinas/ Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Sedangkan data variabel motivasi kerja (X1) memiliki nilai skor terendah 104 dan tertinggi 153. Rentang nilai skor adalah 49. Nilai rata-rata motivasi adalah 130,29 dengan modus 129, median 130,50 dan standar deviasi sebesar 8,38. Skor motivasi paling banyak berada pada kelas interval 128-135 yaitu 27 responden. Histogram Motivasi menunjukkan bahwa data adalah berdistribusi normal. Untuk mengetahui kualitas motivasi pegawai, maka harga rata-rata dan simpangan baku data empirik dibandingkan dengan harga rata-rata dan simpangan baku ideal. Sesuai dengan instrumen penelitian, skor tertinggi data teoritik adalah 155 dan skor terendah adalah 31. Nilai rata-rata ideal adalah ½ (31+155) = 96; sedangkan simpangan baku ideal = 1/6 (155-31) = 20,66. Secara deskriptif data diklassifikasikan menjadi empat kategori yakni: tinggi, cukup, kurang, dan rendah. Berdasarkan rata-rata ideal dan standard deviasi ideal diperoleh klasifikasi kategori nilai rata-rata empirik skor Motivasi sebesar 130,29 dibandingkan dengan nilai rata-rata idealnya, maka skor empirik variabel motivasi berada pada kategori cukup tinggi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motivasi pegawai Dispendasu, rata-rata berada pada kategori cukup tinggi. Secara lebih rinci dikemukakan kategori motivasi pegawai Dipendasu, yakni: 65,56% berada pada kategori tinggi, 34,46 % berada pada kategori cukup. Berdasarkan pengujian kenormalan data penelitian komitmen organisasi diperoleh hasil Nilai amax sebesar 0,093, sementara nilai Dtabel untuk α = 0.05, N = 90 adalah sebesar 0,143. Dengan demikian nilai amax < D tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa data Komitmen Organisasi Pegawai Dispendasu berdistribusi normal. Dari pengujian kenormalan data penelitian motivasi kerja diperoleh hasil Nilai amax sebesar 0,112, sementara nilai Dtabel untuk α = 0.05, N = 90 adalah sebesar 0,143. Dengan demikian nilai amax< D tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa data Motivasi Pegawai Dipendasu adalah berdistribusi normal. Uji normalitas Galat Taksiran Regresi Komitmen Organisasi atas Motivasi yaitu, 2 = 14,788 + 1,156 X1. Sedangkan hasil pengujian normalitas galat taksiran regresi variabel Komitmen Organisasi (X2) atas Motivasi (X1) yang diuji dengan uji Lilliefors, didapatkan L hitung = 0,053 < L tabel = 0,093 pada α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa distribusi galat taksiran regresi komitmen organisasi dengan motivasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan uji homogenitas varians X2 atas X1 yang dikonfirmasikan dengan hasil perhitungan komputer diperoleh χ2hitung =

18,039 yang lebih kecil dari pada χ2 tabel = 73,311 (pada taraf nyata α = 0,05 dengan derajat kebebasan = 55-1), sehingga H0 diterima. Kesimpulannya yaitu varians kelompokkelompok nilai X2 atas X1 adalah homogen. Selanjutnya Linieritas dan Signifikansi Regresi Komitmen Organisasi atas Motivasi Kerja menunjukkan; (1) Harga koefisien regresi b dan harga konstanta a dihitung dengan bantuan komputer program SPSS versi 15.00, diperoleh harga a sebesar 14.788 dan harga b sebesar 1.156 sehingga persamaan regresinya dapat ditulis : 2 = 14,788 + 1,156X 4 dan (2). = Uji Signifikansi dan Linearitas Regresi 2 14,788 + 1,156X1. Dari tabel ANOVA uji signifikansi dan linieritas dapat dilihat bahwa harga F hitung regresi diperoleh sebesar 73,810 sedangkan harga Ftabel dengan dk pembilang 1 dan dk penyebut 88 pada α = 0,05 sebesar 3,96. Dengan demikian Fhitung > Ftabel α = 0,05 yang menunjukkan bahwa persamaan regresi -2= 14,788 + 1,156 X4 adalah signifikan. Sementara harga Fhitung tuna cocok diperoleh sebesar 0,736 dan harga Ftabel dengan dk pembilang 41 dan dk penyebut 47 pada α = 0,05 sebesar 1,65 sehingga Fhitung < Ftabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bentuk regresi 2= 14,788 + 1,156 X4 adalah linier. Sementara itu uji signifikansi korelasi sederhana antara X1 dengan X2, t = 23,27, dari daftar ttabel dengan dk 88 pada α = 0,05 didapat harga t sebesar 1,665 (t tabel interpolasi ). Karena thitung > ttabel pada α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi antara motivasi kerja dengan komitmen organisasi pegawai pada Dipendasu adalah signifikan. Koefisien determinasi dihitung sebagai berikut : (ry1)2 = (0.819)2 = 0,67. Hal ini dapat diartikan bahwa 67% varians Komitmen Organisasi Pegawai Dispendasu ditentukan oleh motivasi kerja. Sedangkan menurut uji korelasi anatara motivasi kerja dengan komitmen organisasi adalah sebesar 0,675, dan koefisien jalur 0,409, dengan thitung 3,762 > ttabel 1,98. Kriteria pengujian tolak H1, jika thitung < ttabel dan terima H1 jika thitung > ttabel pada α = 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien jalur (p21) = 0,409 dengan thitung = 3,762 dan ttabel pada α=0,05 sebesar 1,98 sehingga H1 diterima atao H0 ditolak. Hasil pengujian hipotesis penelitian bahwa koefisien jalur dari X1 ke X2 sebesar 0,409 signifikan pada taraf α= 0,05. Oleh karena itu terdapat pengaruh yang signifikan langsung dari motivasi kerja terhadap komitmen organisasi. Atau dengan kata lain bahwa motivasi kerja bepengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi.

30


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

berjalan cepat dan tepat, akuntabel, transparan dan waktu yang terukur. Sebagai pimpinan harus dapat melihat masa depan, melibatkan orang lain, mengembangkan secara kontiniu, membina hubungan dan mewujudkan nilai-nilai sesuai dengan yang di inginkan para pelanggan organisasi. Mendidik orang yang tidak mempunyai keinginan dan motivasi yang kuat merupakan pekerjaan yang sangat sulit dan membuang waktu. Didiklah orang yang mempunyai keinginan, kemauan, dan niat yang kuat disertai dengan sikap dan karakter yang positif terhadap suatu pekerjaan. Peraturan Gubernur Sumatera Utara menekankan bahwa setiap aparatur yang bertugas dilingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus menjaga integritas perilaku mumpuni yang dilandasi prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisplinan, kesopanan, dan keramahan serta kenyamanan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Lussier yang mengatakan bahwa menjadi tugas utama instansi pemerintah memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan, membutuhkan sikap panutan dari pimpinan sehingga semua aparat memiliki pengaruh, semangat tinggi, percaya diri, mampu mengendalikan diri, stabil, fleksibel, serta tanggap terhadap orang lain. Motivasi menjadi ujung tombak memberhasilkan tujuan organisasi. Motivasi adalah dorongan, kebutuhan, keinginan yang muncul dari setiap individu untuk melakukan sesuatu kegiatan. Meningkatkan produktivitas sangat tergantung pada motivasi kerja semua anggota organisasi. Menurut teori pemenuhan kebutuhan bahwa motivasi dasar kebutuhan fisik, yang diartikan bahwa pemenuhan kebutuhan menjadi unsur utama motivasi kerja. Semua orang berupaya meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih tinggi. Oleh karena itu, untuk memberhasilkan peningkatan kinerja pegawai, pimpinan harus peduli mengetahui faktor-faktor yang membangkitkan motivasi mereka. Namun demikian harus disadari bahwa bukan hanya motivasi sebagai faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang, tetapi juga ada faktor lain yaitu persepsi merupakan kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku untuk mencapai prestasi maksimal. Motivasi, kemampuan dan persepsi adalah saling menopang memberhasilkan pencapaian tujuan yang di inginkan.

PEMBAHASAN Hasil penelitian ini membuktikan Model Integratif perilaku organisasi Qollquitt yang menjelaskan bahwa budaya organisasi, model kepemimpinan dan kemampuan membentuk motivasi guna memberhasilkan kinerja. Namun sesuai dengan model Hersey menekankan bahwa setiap komponen organisasi harus saling mendukung guna memberhasilkan peningkatan kinerja. Sikap kepemimpinan yang mumpuni memotivasi pegawai menjadi lebih kreatif, berbuat lebih baik dan pada akhirnya tumbuh komitmen organisasionalnya. Temuan penelitian ini mendukung hasil penelitian Michigan University yang menyatakan bahwa pemimpin dengan kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan mampu mencapai kinerja karyawan dan produktivitas yang lebih baik daripada kepemimpinan yang berorientasi pada tugas. Pelaksanaan tugas dapat berhasil dengan baik apabila semua pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh dan memiliki komitmen untuk bekerja sesuai ketentuan yang berlaku. Memotivasi bawahan merupakan salah satu tugas utama pimpinan. Namun harus disadari bahwa hanya seorang pemimpin yang termotivasi dapat memotivasi orang lain. Selain itu dimaklumi bahwa sebelum mengkritik orang lain karena kurang motivasi, maka harus terlebih dahulu mengintrospeksi apakah antusiasme diri sendiri dan komitmen pada tugas sudah tulus serta realistis. Keteladanan pemimpin dengan Tut Wuri Handayani, proses komunikasi yang santun, serta pemberdayaan the right man on the right place, akan menjadi kekuatan baru memotivasi semua pegawai untuk bekerja sungguh-sunguh dan komit terhadap keberhasilan tujuan organisasi. Pada dasarnya secara psikologis guna memberhasilkan tujuan organisasi dibutuhkan kesetiaan pimpinan yang memiliki integritas yang kuat agar mampu memotivasi semua elemen organisasi yang dipimpinnya. Sebagai pimpinan harus mampu mentransformasikan visi dan misi organisasi dengan melihat masa depan, melibatkan orang lain, mengembangkan secara kontiniu, membina hubungan dan mewujudkan nilai-nilai sesuai dengan yang diinginkan para pelanggan organisasi. Oleh karena itu agar motivasi pegawai Dispendasu dapat berjalan efektif, para pejabat struktural Dipendasu harus mampu mengkoordinasikan semua unit kerja sehingga saling mendukung mencapai tujuan organisasi serta memberikan pelayanan publik terbaik sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009 yaitu

31


Sianturi, M. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi: Studi Kausal Pada Dinas/ Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Kebutuhan manusia mempunyai hierarkhis, dimana jika individu belum mampu memenuhi kebutuhan yang paling dasar, maka ia akan terhambat memenuhi kebutuhan diatasnya. Maslow beranggapan bahwa orang mempunyai kebutuhan untuk berkembang dan maju. Menurut penelitian Porter disimpulkan bahwa pimpinan yang lebih tinggi lebih mementingkan realisasi dan otonomi, manajer pada tingkat lebih rendah dalam organisasi kecil merasa lebih puas daripada yang berada di organisasi besar. Menurut uji statistik bahwa pengaruh motivasi terhadap komitmen organisasi adalah signifikan dan bentuknya linier. Motivasi berprestasi merupakan suatu komitmen organisasional yang mendorong pegawai bekerja lebih produktif, kelompok kerja yang saling membantu sehingga merupakan team work memberhasilkan tujuan organisasi. Dinas Pendapatan Provinsi termasuk salah satu organisasi besar dimana melalui pembentukan UPT di daerah memiliki tanggung jawab mewujudkan pelayanan prima terhadap masyarakat dengan prinsip good governance dan clean governance. Luasnya wilayah kerja Provinsi Sumatera Utara yang memiliki karakter yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya, maka diperlukan pembinaan terintegrasi kepada semua pegawai guna memberhasilkan tujuan organisasi. Meningkatkan produktivitas kerja sangat tergantung pada motivasi kerja semua anggota organisasi. Guna memotivasi semua aparatur pengelola pendapatan daerah, di dalam Undang-Undang Pajak Daerah di atur untuk memberikan uang insentif jika berhasil mencapai target yang dibebankan oleh pemerintah daerah. Menurut hemat peneliti bahwa pemberian insentif inilah menjadi motivasi besar bagi aparatur Dipendasu lebih kreatif memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan menjadi suatu jaminan penghalang niat untuk berbuat yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku, dan pada akhirnya menumbuhkan komitmen memberhasilkan tujuan organisasi secara maksimal. Pemberian insentif atau upah pungut dilingkungan Dipendasu dilakukan berdasarkan pangkat/golongan, jabatan, dan gaji yang diterima setiap bulannya, tanpa melihat hasil kinerjanya. Dengan demikian pegawai yang merasa lebih rajin bekerja kurang mendapat penghargaan yang lebih baik daripada yang malas bekerja. Menurut hemat peneliti salah satu cara mengatasi permasalahan kehadiran tersebut, sebaiknya dilingkungan Dipendasu disediakan alat eletronik pencatat kehadiran pegawai yang secara terintegrasi ke semua UPT

Dispendasu se-Sumatera Utara. Selain itu menjadi hal penting adalah bagaimana melakukan pembinaan krakter melalui pelatihan secara berkala terhadap semua pegawai Dispendasu, sehingga memiliki sifat dan karakter PNS yang berdedikasi baik dan terpuji. KESIMPULAN Berdasarkan kajian teoretik dan data empirik serta hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja dengan komitmen organisasi Dinas/UPT Dinas Pendapatan Provinsi se-Sumatera Utara. Hal ini berarti jika motivasi kerja pegawai semakin tinggi maka komitmen organisasi pegawai semakin meningkat. Demikian juga sebaliknya, motivasi kerja pegawai yang rendah akan berbanding lurus dengan komitmennya terhadap organisasi. Memperhatikan kesimpulan hasil penelitian tersebut, maka dalam upaya meningkatkan komitmen organisasi pegawai Dinas/ UPT Dispenda se-Sumatera Utara, maka para pimpinan di lingkungan Dinas/UPT Dipendasu dapat dilakukan melalui pemberian penghargaan dan imbalan sesuai dengan prestasi kerja. Penghargaan terhadap pretasi kerja yang dicapai oleh para pegawai adalah suatu sikap pimpinan yang berhasil membangun motivasi dan percaya diri bagi setiap pegawai, perlu mendapat perhatian dari pimpinan. Imbalan, yang hanya berupa kata-kata pujian pun dapat merupakan suatu penghargaan yang dapat menambah semangat kerja pegawai. Sebaliknya bagi pegawai yang membuat kesalahan juga harus diberikan sanksi sesuai dengan besar-kecilnya kesalahan yang diperbuatnya. Pemberian upah pungut secara sama rata bagi yang rajin berkerja atau pegawai yang telah menunjukkan prestasi kerja, dengan yang malas adalah menumbuhkan apatisme dan suburnya faktor kemalasan. Tidaklah adil apabila antara pegawai yang berprestasi dengan baik dan yang kurang baik memperoleh imbalan yang sama. REKOMENDASI 1. Perlu di adakan pemilihan unit kerja dan pegawai teladan dilingkungan Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara sehingga akan memberikan motivasi bagi para pegawai untuk bekerja lebih optimal serta memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi. 2. Hendaknya Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara seyogianya diberikan wewenang penuh oleh Pemdasu melakukan program mutasi pejabat 32


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

struktural eselon empat dan pejabat fungsional sesuai dengan prestasi kinerjanya. DAFTAR PUSTAKA Budiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Colqiutt, LePine and Wesson. 2009. Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in the Work Place. Singapore: The McGraw-Hill Companies. DIPENDASU. 2002. Rencana Strategis Dinas Pendapatan Prov. SU. Gibson, James L., John M. Ivancevich, dan James H. Donelly, Jr. 1992. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, dan Proses. Terjemahan Djoerban Wahid. Jakarta: Erlangga. Hersey, Paul and Kenneth H. Blanchard. 1988. Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. New Jersey: Prentice Hall. Lay, Agus B. 2006. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Luthans, Fred. 1997. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Andi. Manullang, Belferik. 2006. Kepemimpinan Pedagogis (Membangun Karakter Sumber Daya Manusia). Medan: Program Pascasarjana. Moeliono, M. Anton. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Slocum/Hellriegel. 2007. Organizational Behavior. Cengage Learning.

Principle of South-Western:

Sopiah. 2008. Perilaku Yogyakarta: Penerbit Andi.

Organisasional.

Sunarsih. 2001. Kepemimpinan Transformasional Dalam Era Perubahan Organisasi. Jurnal Managemen dan Bisnis Vol. 5 No. 2. Sutikno, Bambang Raja. 2007. The Power of Emphaty in Leadership (terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

33


Ginting, N. Kebijakan Pendukung Untuk Mensukseskan Rencana Aksi Daerah (RAD) Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumatera Utara

KEBIJAKAN PENDUKUNG UNTUK MENSUKSESKAN RENCANA AKSI DAERAH (RAD) GAS RUMAH KACA (GRK) DI SUMATERA UTARA (SUPPORTING POLICIES TO SUCCEED REGIONAL ACTION PLAN GREENHOUSE GASES IN NORTH SUMATERA) Nurzainah Ginting Universitas Sumatera Utara Jl. Dr. Mansyur No. 9 Medan; uunginting@yahoo.co.id Naskah masuk: 28 November 2011 ; Naskah diterima: 31 Januari 2012

ABSTRAK Perubahan Iklim merupakan isu dunia yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia karena jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) tergolong tinggi yaitu keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia berupaya untuk menurunkan emisi GRK dengan mengusulkan penurunan emisi GRK hingga 26% dan bertambah menjadi 41% dengan bantuan asing pada tahun 2020. Sehubungan dengan itu diluncurkan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN - GRK) dan akan diikuti dengan Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Namun RAD-GRK perlu didukung dengan beberapa kebijakan untuk mensukseskannya. Kata kunci: gas rumah kaca, rencana aksi nasional, rencana aksi daerah

ABSTRACT Climate Change is considered as a global issue. Indonesia has been committed on reducing its green house gases (GHG) as Indonesia is indicated the fourth number GHG production after China, India and USA. In reducing its GHG, Indonesia creates action which is called RAN GRK or National Action on GHG Reduction. RAN GRK will be followed by RAD GRK or District Action on GHG Reduction. Hopefully through these action Indonesia could reduce its GHG by 26% with its own efforts and by 41% with international supports by 2020. However, RAD-GRK should be supported by several policies. Keywords: green house gases, national action plan, regional action plan

Serikat. Hal ini berkaitan dengan kegiatan pembangunan di Indonesia serta populasi penduduknya yang besar. Oleh IPCC 2006 dikatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan terjadinya perubahan siklus alam, termasuk di dalamnya temperatur yang mengalami kenaikan, permukaan air laut yang juga mengalami kenaikan serta diikuti oleh berbagai bencana. Jumlah emisi GRK Indonesia pada tahun 2000 adalah 1.205.753 Gg CO2e yang kemudian secara nyata meningkat pada tahun

PENDAHULUAN Gas rumah Kaca (GRK) telah diakui menyebabkan perubahan iklim atau yang sering disebut sebagai Climate Change. Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer telah mengakibatkan pemanasan global (KLH, 2011). Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK dikarenakan di Indonesia terdapat potensi yang sangat penting dalam isu perubahan iklim global. Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia termasuk emiter terbesar di dunia, keempat setelah China, India dan Amerika 34


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

di daerah dan telah dirinci target penurunan di lima sektor. Lagi pula perubahan iklim merupakan isu pembangunan yang tidak bisa dipisahkan dengan penyusunan rencana di daerah. Kita ketahui bahwa kegiatan di Sumatera Utara misalnya terjadi pembukaan hutan untuk peruntukan tanaman kelapa sawit. Selain itu di Sumatera Utara, sektor energi dan transportasi termasuk sektor yang tumbuh paling cepat. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa target penurunan emisi per sektor di Sumatera Utara akan berbeda dengan di propinsi lain misalnya. Kementrian PPN/Bappenas telah menjabarkan Pedoman Penyusunan RAD-GRK dan secara nasional telah disosialisasikan secara sistematis mengikuti pola regional di lima wilayah yakni Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi-Maluku-Papua serta Kalimantan. Mengacu kepada RAD- GRK inilah diharapkan daerah dapat menyusun RAD-GRK masing-masing berupa aksi-aksi penurunan/mitigasi maupun adaptasi GRK (Bappenas, 2011). RAD-GRK ditargetkan untuk selesai 12 bulan sejak ditetapkannya Perpres no. 61 tersebut yakni bulan September 2012 mendatang. Dengan demikian setiap daerah di Indonesia akan mempunyai rencana bersama dalam pembangunan yakni menciptakan kegiatan yang ramah lingkungan, menggunakan sumberdaya dengan efisien dan menurunkan emisi. Berkaitan dengan sektor energi misalnya, maka akan tercipta kegiatan yang memberikan akses masyarakat terhadap energi, listrik atau penerangan namun tetap mengikutkan misi mengurangi emisi GRK. Penyusunan RAD-GRK difasilitasi dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Strategi Pembangunan Nasional (dan juga Pemerintah Kabupaten/Kota) yang berkelanjutan dan disesuaikan dengan perkembangan kebijakan dan rencana strategis daerah 2. Tidak menghambat pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dan tetap memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan 3. Rencana aksi yang terintegrasi antara satu bidang dengan bidang lainnya (cross sectoral issues) dengan memperhatikan seluruh aspek pembangunan berkelanjutan seperti daya dukung dan daya tampung lingkungan serta perencanaan tata ruang dan peruntukan lahan 4. Komitmen dan kontribusi daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) terhadap

2007 menjadi sekitar 3.014.000 Gg CO2e (Susandi, 2009). Perubahan iklim sangat siknifikan saat ini berpengaruh kepada Indonesia, artinya Indonesia menjadi sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim seperti berkurangnya ketersediaan air bersih, infrastruktur rusak dan pengikisan daerah pantai karena abrasi air laut, banjir dan kekeringan yang memicu lahan pertanian menjadi puso, serta perubahan pola musim tanam yang menurunkan produktivitas pertanian. Terjadi juga outbreak dari beberapa hama seperti Wereng Batang Coklat pada padi, Chromella dan Helopelthis pada coklat, Cherry Borer pada kopi ataupun yang terkini adalah predator untuk wereng batang coklat sendiri namun berbahaya untuk manusia yakni Tomcat. Selain itu juga terjadi dampak negatif di bidang kesehatan karena terpicunya fector penyakit seperti nyamuk demam berdarah. Oleh karena masalah-masalah yang disebutkan di atas, maka melalui keikutsertaan Indonesia dalam berbagai konvensi internasional pengurangan gas rumah kaca, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK yakni sebesar 26% pada tahun 2020 atau sekitar 0.59 Gt atau apabila dibantu oleh internasional ditargetkan akan terjadi pengurangan emisi GRK sampai 41%. Target inilah yang kemudian dituangkan ke dalam suatu perencanaan yang disebut dengan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang diharapkan dapat membantu tercapainya target penurunan emisi GRK. RAN-GRK kemudian diterbitkan sebagai Perpres no. 61 tahun 2011 pada tanggal 20 September 2011 dan pada Perpres tersebut dijabarkan pelaksanaan penurunan emisi GRK ke dalam lima sektor utama pembangunan yakni Kehutanan dan Lahan Gambut (22,78%), Sektor Industri (0,03%), Sektor Pertanian (0,27%), Limbah (1,63%) dan Sektor Energi dan Transportasi (1,29%) (Bappenas, 2011). Di dalam Perpres no. 61 juga disebutkan 50 kegiatan yang akan dilakukan untuk menurunkan emisi GRK sebagai kegiatan Inti dan 73 kegiatan Pendukung. Kegiatan-kegiatan tersebut dicantumkan di dalam RPJMN 20102014 sehingga pasti akan dilaksanakan sehubungan anggarannya sudah dialokasikan. Inilah salah satu indikator dari keseriusan Indonesia dalam mengurangi emisi GRK. Ditetapkannya RAN-GRK sudah pasti harus diikuti oleh Pemerintah Daerah dengan merencanakan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) karena perubahan iklim secara substansial juga terjadi

35


Ginting, N. Kebijakan Pendukung Untuk Mensukseskan Rencana Aksi Daerah (RAD) Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumatera Utara

5.

kelangkaan pupuk akan dapat dibantu serta emisi gas metana dapat dihambat. Kota Surabaya berhasil mengurangi volume sampah sampai 500 ton per hari dengan berdayanya kegiatan pengomposan di tingkat masyarakat bawah. Dibantunya proses penjualan kompos membuat kegiatan pengomposan terus berjalan dengan baik. Di Sumatera Utara kegiatan sosialisasi dan pelatihan kompos aktif dilakukan salah satunya oleh Universitas Sumatera Utara. Fasilitas pelatihan dibantu oleh pemerintah Jepang. Namun tingkat keberhasilan seperti di kota Surabaya masih jauh dari kenyataan. Suatu kebijakan yang mengatur partisipasi spontan masyarakat mengolah sampah organik menjadi kompos sangat diharapkan. Bahkan di daerah pertanian seperti Tanah Karo yang menghasilkan demikian banyak limbah sayuran dan dalam waktu bersamaan membutuhkan banyak pupuk, limbah tersebut hanya dibuang yang kemudian membusuk dan mengemisi metana dari pada diolah menjadi kompos. Selain itu kebijakan lain diperlukan untuk mengkoordinasi kompos yang diproduksi dengan demand kompos. Koordinasi akan sangat membantu masyarakat aktif pengompos sehingga tidak terjadi penumpukan kompos akibat kompos tetap masuk dari pulau Jawa misalnya. Di Sumatera Utara terdapat 1,7 juta ha perkebunan kelapa sawit yang difasilitasi dengan pabrik kelapa sawit. Setiap pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olah 30 ton/jam akan menghasilkan 13.000 ton CO2 equivalen. Selain itu dari limbah cair pabrik kelapa sawit teremisi metana dan teknologi biogas sebenarnya adalah yang paling baik untuk mengatasi emisi tersebut (van Schijndel, 2007).

komitmen Pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi GRK demi mencapai hidup lebih bersih rendah emisi dan pembangunan berkelanjutan Pendekatan baru dalam pembangunan yang lebih memperhatikan upaya-upaya penurunan emisi GRK.

PEMBAHASAN GRK di Sumatera Utara Pembangunan di Sumatera Utara berlandaskan kepada aktivitas di bidang Industri Pengolahan, Pertanian dan Perkebunan. Namun secara umum, kegiatan energi dan transportasi menjadi dasar bagi kegiatankegiatan tersebut. Energi misalnya, di Sumatera Utara terjadi pertumbuhan infrastruktur tenaga listrik dan masih akan terus berlangsung yakni sekitar 7,7% per tahun ditambah lagi mengingat saat ini Sumatera Utara masih kekurangan daya. Diperkirakan kebutuhan pertumbuhan listrik di Sumatera Utara adalah terbesar untuk seluruh Sumatera dimana hal ini berkaitan dengan akumulasi kegiatan pembangunan yang terbesar terjadi di Sumatera. Saat ini rasio elektrifikasi di Sumatera Utara adalah 78,84%. Pemanfaatan yang lebih banyak terhadap energi baru terbarukan seyogyanya lebih diperhatikan di Sumatera Utara. Potensi EBT yang besar berasal dari geothermal/panas bumi dimana Sumatera Utara mempunyai potensi terbesar kedua setelah Jawa Barat, hydro/air, solar/matahari, wind/angin, energi metana baik berasal dari limbah cair pabrik kelapa sawit, limbah ternak maupun TPA/Tempat pembuangan akhir sampah. Total pemanfaatan EBT di Sumatera Utara baru sekitar 5% dari potensi yang ada. Data terakhir yang dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara bahwa GRK yang terbesar berasal dari sektor transportasi mengingat di Sumatera Utara terdapat 2.284.404 kenderaan. Selain itu terdapat 1.600 industri, terjadi pembukaan hutan sekaligus kebakaran hutan dengan indikator hot spot sebesar 498 titik, dan dihasilkannya 1500 ton sampah per hari. Secara umum sampah di Indonesia termasuk Sumatera Utara tentunya dikelola dengan teknik open dumping (Bappenas, 2010). Akibatnya gas metana terbentuk serta teremisi ke udara. Dua lokasi TPA terbesar adalah TPA Namo Bintang dan TPA Marelan yang akan penuh dalam dua tahun ke depan. Setiap hari dihasilkan volume sampah yang besar sekali, namun terdapat peluang untuk mengurangi volume sampah tersebut karena sekitar 71% diantaranya adalah sampah organik yang sangat memungkinkan untuk diolah menjadi kompos. Dengan demikian maka

Jerami Padi di Sumatera Utara Seperti diuraikan sebelumnya jerami padi terabaikan sebagai emiter GRK yaitu metana dan CO2. Emisi metana dari lingkungan akuatik seperti sawah ditentukan oleh dua proses mikrobial yang berbeda, yaitu produksi metan dan konsumsi metan. Pada tanah sawah, metana diproduksi sebagai hasil antara dan hasil akhir dari berbagai proses mikrobial, seperti dekomposisi anaerobik bahan organik oleh bakteri methanoge. Pada lahan sawah tergenang, metanogenesis diuntungkan oleh kondisi anoksik, ketersediaan bahan organik dari akar, sisa jerami, dan biomassa fotosintetik tanaman air, pH tanah mendekati netral, suhu tanah berkisar 20-30oC selama pertumbuhan tanaman padi. Selain itu kebiasaan masyarakat menumpuk jerami di sawah selesai proses pemanenan ataupun menumpuk bakaran jerami

36


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

di sawah memicu terjadinya emisi metana di sawah. Di Sumatera Utara pada tahun 2010 dihasilkan jerami padi sebesar 3.527.899 ton (3.5 Mt) dimana jerami tersebut secara umum ditumpuk di sawah yang kemudian dibakar. Estimasi CO2 yang diemisi adalah sekitar 2.5 Mt CO2 equivalen. Sementara jerami padi dibakar di Sumatera Utara, jerami padi dimanfaatkan sebagai pakan ternak di Jawa baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi. Hasil penelitian jerami padi yang difermentasi, terbukti kualitas nutrisinya hampir sama dengan kualitas nutrisi rumput gajah. Bila jerami padi fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, maka kegiatan ini akan memberikan manfaat yang besar sekali, diawali dengan memudahkan peternak mendapatkan pakan bergizi, mengurangi biaya pakan di rumah potong hewan/RPH dimana selanjutnya diharapkan pemotongan akan terkonsentrasi kembali di Rumah Potong Hewan/RPH bukan di Tempat Pemotongan Hewan/TPH, mengurangi dampak lingkungan baik dampak terhadap udara karena emisi karbon dan emisi metana, dampak terhadap air dan tanah karena leachate pemotongan hewan yang tidak terkontrol di pemotongan hewan masyarakat/TPH (Ginting, 2010), dampak terhadap kualitas daging karena pemotongan yang tidak terkontrol di TPH serta suatu dampak positif terhadap target swasembada daging pada tahun 2014. Selanjutnya sesuai dengan Prinsip Penyusunan RAD-GRK maka dari kegiatan pemanfaatan jerami padi akan terjadi pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di pedesaan karena terbuka peluang yang lebih besar pada pekerjaan di subsektor peternakan tingkat pedesaan karena akan lebih banyak lagi pemeliharaan ternak yang dapat dilakukan masyarakat. Swasembada daging bermakna terjadi suatu proses pemeliharaan ternak lebih banyak lagi di dalam negeri dari pada tergantung kepada import ternak dari Australia misalnya. Pemeliharaan ternak oleh masyarakat akan menyebabkan terjadinya lonjakan akan permintaan bahan pakan berserat, namun pilihan yang termudah untuk pakan sesuai dengan kebiasaan masyarakat di pedesaan yaitu rumput alam akan tidak memungkinkankan lagi karena semakin sempitnya lahan. Pilihan yang paling memungkinkan dan paling baik adalah jerami padi namun perlu diberi sentuhan .teknologi sederhana yaitu fermentasi. Target provinsi Sumatera Utara bahwa pada tahun 2011 swasembada daging tercapai. Untuk itu populasi sapi harus sekitar 477.000 ekor dan potensi jerami padi yang ada mampu mencukupi

kebutuhan pakan 124.514.082 ekor sapi bila satu ekor sapi membutuhkan sekitar 17 kg jerami fermentasi per hari. Sumatera Utara menghabiskan devisa sekitar 75 milyar per tahun untuk mengimpor sapi dari Australia padahal potensi lokal untuk pakan tersedia lebih dari cukup untuk mendukung swasembada daging tahun 2014. Bila terjadi konsistensi untuk mencapai swasembada daging dengan memanfaatkan jerami padi fermentasi dan pemeliharaan ternak tersebar di pedesaan, maka sudah pasti akan terjadi peningkatan kesejahteraan di masyarakat pedesaan. Dikhawatirkan bila swasembada 2014 tidak tercapai seperti target swasembada daging tahun tahun 2010 maka Sumatera Utara akan tergantung kepada pasokan sapi dari Australia dan bukan tidak mungkin akan terjadi proses monopoli sehingga harga daging akan menjadi sangat mahal dan kegiatan di industri daging tesebut hanya menguntungkan bagi selain masyarakat pedesaan. Kekhawatiran akan ancaman GRK dari subsektor peternakan dapat diminimalisir dengan melakukan pengolahan menjadi biogas dan kompos. Biogas untuk membantu kelangkaan energi dan kompos untuk mengatasi kelangkaan pupuk. Namun semua penjabaran yang baik ini tidak akan dapat direalisasikan bila tidak disertai dengan kebijakan yang konsisten oleh pemerintah. Di sektor pertanian ekspansi perkebunan kelapa sawit sebenarnya sudah disertai dengan pelarangan pembukaan hutan yang disertai dengan pembakaran. Namun kenyataan di lapangan, tetap ditemukan hot spot. Selain itu, pelarangan pembukaan lahan gambut juga telah dijabarkan, namun kenyataan di lapangan hal ini masih terus berlangsung. Pada sektor pertanian sumber GRK adalah sebagai berikut: 1. Pembukaan lahan gambut untuk perkebunan. Lahan gambut telah dibuktikan merupakan rosot GRK yaitu metana yang telah terbentuk sejak jutaan tahun yang lalu. Pembukaan lahan gambut akan mengekspose metana sehingga diperlukan beberapa kebijakan dalam pembukaan lahan gambut sebagai berikut: a. Meningkatkan pemahaman petani dan pihak terkait akan ekses dari pembukaan lahan gambut terhadap perubahan iklim b. Merakit dan menerapkan teknologi tepat guna dalam upaya mengurangi GRK c. Meningkatkan kinerja penelitian dan pengembangan di bidang adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim.

37


Ginting, N. Kebijakan Pendukung Untuk Mensukseskan Rencana Aksi Daerah (RAD) Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumatera Utara

dikembangkan di masyarakat. Populasi yang meningkat akan diikuti dengan volume limbah ternak yang meningkat. Agar terjadi keselarasan antara target swasembada daging dengan pengurangan dampak dari limbah terhadap lingkungan maka dibutuhkan suatu kebijakan yang mengatur pengelolaan limbah ternak di masyarakat, baik itu diolah menjadi biogas ataupun kompos. Di dalam kebijakan juga diatur suatu pola pendampingan yang berketerusan terhadap masyarakat dalam hal capacity building karena tidak dapat dipungkiri kualitas sdm masyarakat yang masih sangat memerlukan bantuan untuk ditingkatkan.

2.

Pemeliharaan Ternak Pemeliharaan ternak di Indonesia dibagi atas tiga katagori, yaitu skala rakyat, menengah dan perusahaan besar. Populasi ternak senantiasa bertambah mengikuti pertambahan populasi penduduk dan bahwa kegiatan di subsektor peternakan suatu saat dapat menjadi ancaman dibuktikan dengan fenomena saat ini bahwa totalitas secara global yang didukung oleh penelitian membuktikan bahwa industri peternakan menghasilkan GRK tertinggi yaitu 18% melebihi gabungan dari seluruh transportasi di dunia. Selain itu industri peternakan melepaskan 9% karbondioksida dan 37% gas metana dimana metana sekitar 40 kali lebih merusak dari pada karbondioksida (Pathak et al., (2008). Industri peternakan meliputi ternak ruminansia yaitu sapi, kerbau, kambing dan domba serta ternak monogastrik yaitu babi. Pada industri skala besar ternak sapi dan babi, dihasilkan banyak limbah padat, limbah cair baik dari proses memandikan dan membersihkan kandang ternak serta dari urine sehingga harus difasilitasi dengan kolam pengolahan limbah. Selanjutnya dari kolam akan diemisi metana sehingga sudah selayaknya kolam pengolahan limbah ternak difasilitasi dengan teknik penyungkupan metana agar metana dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin listrik. Di negara seperti Nepal, pemanfaatan limbah ternak sudah lazim dilakukan dan peruntukan energi umumnya untuk memasak, penerangan, menggerakkan mesin dan listrik ( Gautam et al., 2009). Sampai saat ini secara umum kotoran ternak belum dikelola di Sumatera Utara meskipun terdapat potensi besar bila dimanfaatkan menjadi biogas sekaligus dapat mengurangi kelangkaan bahan bakar dan pupuk organik. Selanjutnya pupuk organik dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi lahan disebabkan beberapa keunggulan pupuk organik seperti kemampuannya memperbaiki struktur tanah dan beberapa unsur hara yang dimiliki kompos yang tidak dapat digantikan oleh pupuk kimia (Lingga dan Marsono, 2006). Selain itu pupuk organik memiliki nilai tambah yakni hortikultura yang dihasilkan lebih sehat serta harga jual yang lebih tinggi. Dampak dari limbah ternak telah diketahui dan manfaatnya juga telah diketahui, upaya sosialisasi dan pelatihan telah diberikan kepada masyarakat, fasilitas telah diberikan seperti unit biogas maupun rumah kompos. Namun kenyataan di lapangan, masyarakat Sumatera Utara belum nyata melaksanakan komposting misalnya. Pada tahun 2014, ditargetkan untuk terjadi swasembada daging di Indonesia artinya akan lebih banyak lagi populasi ternak yang

3.

Pembakaran jerami padi Pertanian padi di Indonesia sebagai mayoritas pangan masyarakat secara langsung menyumbang karbondioksida cukup besar dimana emisi ini merupakan ancaman terselubung mengingat belum dilakukan penelitian yang valid mengenai potensi emisi CO2. Di Sumatera Utara sekitar 3.527.899 ton (3.5 Mt) jerami dibakar setiap tahun. Sebagai ilustrasi di Thailand 8,5 – 14,3 Mt jerami yang dibakar memproduksi 5.0 –8.6 Mt CO2-eq (Suramaythangkoor and Gheewala, 2008). Jerami padi mempunyai potensi besar dimana dengan melakukan suatu proses teknologi sederhana pada jerami tersebut akan membuka peluang kesejahteraan pada masyarakat karena membuka lapangan kerja dan menambah pendapatan. Selain itu akan mengurangi emisi GRK yaitu CO2. Di negara dimana lokasi pertanaman padi terkonsentrasi maka jerami dapat dijadikan bahan bakar untuk menggerakkan turbin listrik. Suatu kebijakan perlu dibuat untuk mengatur pelarangan pembakaran jerami padi di masyarakat. Pilihan untuk mengolah jerami menjadi kompos atau makanan ternak akan lebih bermakna untuk lingkungan. 4.

Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Limbah cair kelapa pabrik sawit (LCPKS) yang diolah pada kolam-kolam anaerob mengemisi gas metana. Paradigma lama untuk pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit hanya dengan memakai teknologi kolam lumpur aktif sudah layak untuk diimprove dikarenakan emisi metana yang besar. Improvement dilakukan dengan cara menyungkup kolam agar metana ditangkap dan dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin listrik. Di propinsi Riau dan Sumatera Utara yang merupakan raksasa perkebunan kelapa sawit, baru kurang dari 5% limbah cair kelapa sawit yang sudah memakai teknologi penyungkupan yaitu PTPN V yang menghasilkan energi 1 MW, PTPN II Sei 38


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

5.

Limbah Cair Pabrik Tapioka. Sama dengan limbah cair pabrik kelapa sawit, limbah cair pabrik tapioka difasilitasi dengan kolam pengolahan limbah. Metana yang dihasilkan sangat besar, melebihi metana dari kolam pengolahan limbah cair kelapa sawit karena BOD limbah cair pabrik tapioka mengandung BOD yang sangat tinggi, melebihi limbah cair kelapa sawit. Di Sumatera Utara, pabrik tapioka terkonsentrasi di kabupaten Simalungun dan berdekatan dengan grid listrik sehingga sangat feasible untuk memanfaatkan metana menggerakkan turbin menghasilkan listrik. Sama dengan limbah cair pabrik kelapa sawit, untuk limbah cair pabrik tapioka dibutuhkan kebijakan untuk mengatur pengolahan limbah menjadi biogas.

Mangkei on progress 2 x 3.5 MW dan perkebunan swasta PT. PHG/Permata Hijau Grup. Pada Tabel 1 (Rohmadi Ridlo, ICED 2011) dapat dilihat estimasi metana dari POME (Palm Oil Milk Effluent/ Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit) di Indonesia pada tahun 2011. Emisi metana disebutkan sebesar 0.64 juta ton atau emisi karbondioksida ekuivalen setara dengan 13.4 juta ton. Mengacu kepada angka emisi karbondioksida ekuivalen yang berasal dari POME/LCPKS ternyata masih lebih rendah dibanding dengan emisi karbondioksida dari pembakaran jerami padi di Sumatera Utara saja yaitu sekitar 2.5 Mt karbondioksida –ekuivalen. Paradigma lama pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit cukup hanya denga kolam lumpur aktif sudah harus ditinggalkan karena emisi metana yang terjadi. Kebijakan untuk memanfaatkan metana sebagai sumber energi listrik baik untuk diipertimbangkan mengingat Sumatera Utara butuh daya listrik terutama listrik EBT. Namun hambatan berasal dari investasi yang cukup besar meskipun listrik EBT dihargai oleh pemerintah saat ini sebesar Rp. 975,- per kWh. Pilihan lain bagi limbah cair adalah dijadikan sebagai dekomposer dalam mengomposkan tandan buah kosong. Seperti yang dilakukan oleh PT. Lonsum dimana limbah cair dimanfaatkan baik sebagai dekomposer ataupun langsung disiramkan sebagai land application. Penghematan yang diperoleh PT. Lonsum sekitar Rp. 5 milyar pertahun.

KESIMPULAN RAN-GRK yang selanjutnya di ikuti dengan RAD-GRK merupakan Rencana aksi yang terintegrasi antara satu bidang dengan bidang lainnya dengan memperhatikan seluruh aspek pembangunan berkelanjutan seperti daya dukung dan daya tampung lingkungan serta perencanaan tata ruang dan peruntukan lahan. Yang tidak kalah pentingnya, rencana tersebut merupakan semacam pendekatan baru dalam pembangunan yang lebih memperhatikan upaya-upaya penurunan emisi GRK. Rencana ini juga akan membantu pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan serta memprioritaskan kesejahteraan rakyat.

Tabel 1. Estimasi emisi metana POME di Indonesia tahun 2011

Estimasi Emisi Metana dari POME di Indonesia (tahun 2011) Nilai Input parameter A B

Produksi (juta ton/tahun), CPO Komponen organik terdegradasi (kg COD/m3 POME) a

C

Produksi Air Limbah (m3 POME/ton CPO)b

D

Organik total didalam air limbah (juta ton COD/tahun)c

3

E Efisiensi penghilangan COD dengan anaerobic digestion Estimasi emisi metana maksimum dari POME

0.85

F

0.25

Kapasitas produksi metana maksimum (kg CH4/kg COD)

G

Emisi metana dari POME (juta ton CH4 /tahun)

H I

Emisi metana dari POME (juta m3 CH4/tahun pada 273 K) Emisi gas runah kaca, CO2 -equivalent (juta ton/tahun)e

a

As ums i n ilai COD dalam POME adalah 50,000 mg/L As umsi 0.6 m3 POME/ton TBS; 0.2 to n CPO/ton TBS c D=A B d G=D e Glob al warming po tential of methane =21 C, E F, b

39

20 50 3

0.64 894.81 13.4


Ginting, N. Kebijakan Pendukung Untuk Mensukseskan Rencana Aksi Daerah (RAD) Gas Rumah Kaca (GRK) di Sumatera Utara

Pathak, H., N. Jain., A. Bhatia., S. Mohanty dan Navindu Gupta. 2008. Global Warming Mitigation Potential of Biogas Plants in India. Environ Monit Assess DOI 10.1007/s10661-0080545-6.

Beberapa kegiatan yang cukup besar mengemisi GRK di Sumatera Utara dapat disebutkan transportasi, energi dan persampahan, ekspansi perkebunan kelapa sawit, industri pabrik kelapa sawit, industri peternakan, pembakaran jerami padi, dan industri pabrik tapioka.

Rohmadi Ridlo. 2011. Comparison of Alternative Methane Capture and Biogas Production Technologies. Biogas Power in Indonesia Palm Oil Mills Training Workshop November 23, 2011. Medan. North Sumatra.

REKOMENDASI Untuk mensukseskan RAD-GRK di Sumatera Utara dibutuhkan dukungan instansi terkait di kabupaten/kota yang menangani bidang lingkungan, peternakan, pertanian, perkebunan dan perindustrian. Antara lain dapat dilakukan dengan melakukan hal-hal berikut: 1. pengolahan sampah organik 2. pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit baik untuk biogas maupun dekomposer kompos 3. pengolahan limbah ternak baik untuk biogas maupun kompos 4. pemanfaatan limbah cair pabrik tapioka untuk bogas 5. pemanfaatan jerami padi baik untuk pakan ternak maupun untuk kompos 6. pengkoordinasian produksi kompos masyarakat

Suramaythangkoor, T dan Shabbir H. Gheewala, 2008. Potential of practical implementation of rice straw-based power generation in Thailand. Energy Policy 36 (2008) 3193 -3197. Susandi, Armi. 2009. Laporan Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Delegasi Indonesia untuk Kopenhagen. Van Schijndel, P. 2007. Biomass Energy. Centre Technology for Sustainable Development TDO. Technische Universiteit Eindhoven.

DAFTAR PUSTAKA Bappenas. 2010. Indonesia Climate Change Sectoral Map. Waste Sector. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas. 2011. Pedoman Umum Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Draft 2 – 21 Mei 2011. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Gautam, Rajeeb. Sumit Baral dan Sunil Herat. 2009. Biogas as a sustainable energy source in Nepal: Present status and future challenges. Renewable and Sustainable Energy Review 13 (2009) 248-252. Ginting, Nurzainah. 2010. Pemanfaatan Limbah pemotongan Hewan Yang Berkelanjutan. Disertasi S3. Universitas Sumatera Utara. KLH. 2011. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 71 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Lingga, P. dan Marsono. 2006. Petunjuk Penggunaan Pupuk (Edisi Revisi). Jakarta: Penebar Swadaya. 40


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

PENGEMBANGAN DAN PROSPEK MAKADAMIA SEBAGAI TANAMAN ASLI AUSTRALIA DI INDONESIA (THE DEVELOPMENT AND CULTIVATION PROSPECT OF MACADAMIA AS THE AUSTRALIAN NATIVE PLANT IN INDONESIA) Sjafrul Latif Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jln Brigjen Katamso No. 51 Medan 20158 Naskah masuk: 19 Desember 2011 ; Naskah diterima: 20 Februari 2012

ABSTRAK Makadamia (Macadamia integrifolia Maiden & Betche) adalah salah satu tanaman asli Australia yang sudah terkenal di seluruh dunia karena menghasilkan kacang yang baik dan enak cita rasanya. Makadamia memberikan kontribusi sekitar AUD 125 juta kepada perekonomian Australia setiap tahunnya. Meskipun tanaman asli Australia, makadamia lebih dahulu berkembang di Hawaii yang dimulai pada 1870-an. Kini, Australia merupakan negara penghasil makadamia terbesar di dunia, disusul Hawaii. Oleh karena itu banyak negara di dunia seperti Afrika Selatan, Costa Rica, Selandia Baru, China, Kenya, Israel, Brazil dan Thailand tertarik untuk mengembangkan dan membudidayakannya. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi Indonesia untuk mengembangkan tanaman makadamia karena lahan serta iklim yang sesuai untuk membudidayakan tanaman ini cukup tersedia. Kata kunci: makadamia, budidaya, ekonomi, tanaman asli Australia

ABSTRACT Macadamia (Macadamia integrifolia Maiden & Betche) is one of Australia's native plants that are well known worldwide for producing good nuts and delicious flavor. Macadamia contributes approximately AUD 125 million to the Australian economy each year. Although native to Australia, macadamia first developed in Hawaii that began in the 1870s. Today, Australia is the world's largest producer of macadamia nuts, followed by Hawaii. Therefore many countries around the world such as South Africa, Costa Rica, New Zealand, China, Kenya, Israel, Brazil and Thailand are keen to develop and cultivate them. This is a challenge for Indonesia to develop macadamia crops because the land and climate suitable for raising crops is adequately available. Keywords: macadamia, culture, economy, Australia's native plants

setiap tahunnya (Smith, 1998). Karena nilai ekonominya yang tinggi tersebut, maka banyak negara di dunia seperti Costa Rica, Selandia Baru, Brazil, Afrika Selatan, Thailand, Kenya, Israel dan China yang mencoba mengembangkan tanaman ini (McConachie, 1986; McChonachie, 1996; Valio, 1996). Hawaii merupakan negara pertama yang membudidayakan makadamia di luar Australia. Karena kesesuaian lahan dan

PENDAHULUAN Makadamia (Macadamia sp) merupakan salah satu tanaman asli Australia yang sangat populer di dunia karena cita rasa kacangnya yang enak dan spesifik (exellent eating quality). Sebagai penghasil kacang (nut), makadamia mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan tercatat memberikan kontribusi sekitar AUD 125 juta terhadap perekonomian Australia

41


Latif, S. Pengembangan dan Prospek Makadamia Sebagai Tanaman Asli Australia di Indonesia

keberhasilannya, Hawaii menjadi produser makadamia terbesar dan mendominasi pasar makadamia dunia selama puluhan tahun sebelum diambil alih kembali oleh Australia sejak 1997 (Anon, 1997). Oleh karena termasuk tanaman subtropik yang dalam habitat aslinya tumbuh di hutan hujan (rainforest), maka diperkirakan tanaman ini dapat dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia.

spesies inilah tanaman makadamia dikembangkan ke berbagai negara didunia seperti Hawaii, Kenya, Israel dan Thailand. Oleh karena berasal dari Queensland, Australia maka buahnya sering dikenal sebagai Queensland nuts atau Australian nuts (Frank, 1979; Menninger, 1977; Woodroof, 1979). Nama lainnya adalah Gimpie nuts dan Bauple nuts (Anon, 1982)

SEJARAH MAKADAMIA Dijumpai pertama kali di hutan-hutan pedalaman bagian selatan dan tenggara negara bagian Queensland (QLD) serta bagian utara dan timur negara bagian New South Wales (NSW), Australia lebih satu abad yang lalu. Allan Cunningham adalah ilmuwan pertama yang melakukan deskripsi terhadap makadamia pada 1828 (Anon, 1988; McConachie, 1993). Pada tahun 1857, Dr Baron Ferdinand von Mueller, seorang ahli botani dan Direktur The Melbourne Royal Botanical Garden memberi nama tanaman ini Makadamia yaitu sebagai penghargaan terhadap temannya, Dr John Macadam, Sekretaris Institut Filosofis Victoria (Anon, 1982 & 1988; Ainsbury, 1983). Dr John Macadam adalah seorang ilmuwan, filosofis dan ahli politik kelahiran Scotlandia (Scotish) yang berimigrasi ke Melbourne, Australia pada 1855. Tanaman makadamia yang pertama ditanam pada 1858 di Brisbane Botanical Garden oleh Walter Hill, Direktur Pertama The Brisbane Botanical Reserve. Ketika penulis berkunjung kesana pada akhir 1998, ternyata tanaman tersebut masih hidup, terpelihara dan menghasilkan buah. Dari 10 spesies makadamia yang telah diidentifikasi, 7 (tujuh) spesies diantaranya merupakan tanaman asli Australia. Satu species, Macadamia hilderbrandii Steenis, ditemukan di pulau Sulawesi (Celebes) Indonesia. Dua species lagi ditemukan di Madagaskar dan Kaledonia Baru (New Caledonia). Hanya dua spesies yang buahnya dapat dimakan (edible) dan dibudidayakan yaitu Macadamia integrifolia Maiden & Betche dan Macadamia tetraphylla L.A.S Johnson (Allen, 1987; Cull, 1984; Gross & Hyland, 1993; McConachie, 1977 & 1992; Menninger, 1977; Nagao & Hirae, 1992). Untuk tujuan komersial hanya Macadamia integrifolia Maiden & Betche yang dibudidayakan karena jenis ini digolongkan buah dengan cangkang yang halus. Umumnya kacang makadamia yang tersedia di pasar berasal dari Macadamia integrifolia. Sedangkan Macadamia tetraphylla L.A.S Johnson, karena memiliki cangkang yang kasar hanya ditanam untuk tujuan pemuliaan (genetic base), yaitu sebagai batang bawah dalam penyambungan dan okulasi (grafting dan budding) dengan M. integrifolia. Dari kedua

BOTANI DAN BIOLOGI MAKADAMIA Makadamia adalah salah satu tanaman penghasil kacang (nut) termasyhur di dunia. Tergolong ke dalam famili Proteaceae (Chalker, 1979; Trochoulias et al, 1990; Cull, 1984; Baxter, 1981), satu famili dengan grevillea, protea dan waratah (Allen, 1987). Makadamia tidak ada hubungannya dengan famili lain yang menghasilkan kacang (nut) (Woodroof, 1979). Pada umumnya makadamia menyerbuk sendiri. Namun banyak juga yang meyakini bahwa menanam 2 atau lebih cultivar secara berdekatan akan dapat meningkatkan produksi. Tanaman makadamia berbentuk pohon (Gambar 1) tingginya dapat mencapai 15-20 m dan lebar bentangan tajuk mencapai 12 m (Baxter, 1981; O’Neill & Schofield, 1982). Walaupun tanaman makadamia kelihatan sangat kuat, namun sebenarnya tanaman ini sangat mudah patah oleh angin yang kuat. Untuk melindunginya, sangat dianjurkan menanam tanaman penahan angin disekeliling kebun (O’Hare & Vock, 1990). Dewasa ini telah diidentifikasi 10 spesies Makadamia di dunia, sebanyak 7 (tujuh) spesies diantaranya merupakan tanaman asli Australia sebagaimana dicantumkan pada tabel 1. Di Australia, makadamia berbunga pada awal musim semi (early spring) dan nampaknya membutuhkan masa vernalisasi untuk pembungaan tersebut. Bunga M. integrifolia berwarna krem keputihan (creamy white), sedangkan M. tetraphylla berwarna kemerahan (pinkish) (Menninger, 1977; Cull, 1984). Panjang tangkai bunga mencapai 15-25 cm dan terdiri dari ratusan bunga. Meskipun makadamia menyerbuk sendiri (self pollination), Ito & Hamilton (1980 in: Sedgley et al., 1990) melaporkan bahwa peningkatan hasil makadamia dari perkebunan yang menanam lebih dari satu cultivar mengindikasikan bahwa tanaman ini juga menyerbuk silang (cross pollination). Oleh karena itu disarankan agar menanam makadamia lebih dari satu cultivar dalam satu perkebunan untuk memperoleh hasil yang lebih tinggi (Sedgley et al., 1990; O’Hare & Vock, 1990).

42


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Gambar 1. Tanaman makadamia (A), buah muda (B) dan buah matang (C)

Tabel 1. Berbagai spesies Makadamia yang ditemukan di Australia Lokasi ditemukan

Spesies

Karakteristik

M. ternifolia (McConachie, 1977; Nagao & Hirae, 1992)

Bagian Queensland

Utara

M. whelanii (McConachie, 1977) M. claudiensis (Gross & Hyland, 1993) M. grandis (Gross & Hyland, 1993) M. jansenii (McConachie 1992; Gross & Weston, 1993)

Buah dapat dimakan, cangkang halus, ditanam secara komersial, dapat dipasarkan Buah dapat dimakan, cangkang kasar, tidak diusahakan secara komersial, tidak dapat dipasarkan

M. integrifolia Bagian Selatan Queensland dan Utara New South Wales

Berupa perdu, tidak bisa dimakan, biji pahit dan mengandung asam perusid (prussic acid) Buah besar, tidak cocok untuk disambung (grafting) dengan tanaman yang edible Buah dapat dimakan Buah dapat dimakan Pertumbuhan lambat, buah kecil, cangkang sangat tipis, agak sedikit pahit

M. tertraphylla

43


Latif, S. Pengembangan dan Prospek Makadamia Sebagai Tanaman Asli Australia di Indonesia

Para pemulia tanaman makadamia di Hawaii menghasilkan cultivar Dennison yang terbukti dapat ditanam pada daerah dengan elevasi rendah (Hamilton & Ito, 1990). Makadamia sangat sensitif terhadap lingkungan (Cull & Trochoulias, 1982; O’Hare & Vock, 1990; McConachie, 1996). Kadar garam dalam air hendaknya tidak lebih dari 300 ppm karena konsentrasi yang lebih tinggi menyebabkan tanaman terbakar (Trochoulias et al, 1990). Sebagai tanaman hutan hujan (rainforest), makadamia menghendaki air yang cukup khususnya pada musim kering karena kekeringan yang lama dapat menurunkan produksi. Irigasi sangat perlu khususnya selama musim panas. Hal sebaliknya yang cukup menarik adalah apabila sering terjadi hujan dan berawan, dapat meningkatkan ketebalan cangkang dan menurunkan hasil biji (kernel). Walaupun dapat juga tumbuh di daerah tropik, makadamia tumbuh optimal pada temperatur 20-25 oC. Tanaman ini sensitif terhadap temperatur yang tinggi dan kekeringan. Pada temperatur di atas 30 oC tanaman tumbuh abnormal dan demikian pula pada temperatur dibawah 10 oC pertumbuhan vegetatif terhambat. Temperatur yang tinggi menurunkan pertumbuhan vegetatif, gugurnya buah muda meningkat dan mengurangi pertumbuhan biji serta akumulasi minyak (O’Hare & Vock, 1990). Pertumbuhan makadamia juga dipengaruhi oleh frost (salju). Salju ringan dapat merusak tanaman muda dan salju yang berat dapat menurunkan hasil (Allen, 1987). Tanaman muda sangat rentan terhadap kerusakan oleh salju. Batang bagian bawah dan bunga dari pohonpohon yang lebih tua juga rentan terhadap salju (O’Hare & Vock, 1990). Di Australia makadamia ditanam dalam tiga pilihan jarak tanam. Kerapatan rendah yaitu 10m x 5m dianjurkan terhadap cultivar yang menyebar/melebar. Kerapatan sedang dengan jarak tanam 8m x 4m dianjurkan untuk cultivar yang meninggi (upright cultivars) dan kerapatan tinggi dengan jarak tanam 6m x 3m dianjurkan pada cultivar yang memendek (dwarf) pada lahan dengan kemiringan kurang dari 8%. Makadamia diperbanyak melalui okulasi (budding) dan penyambungan (grafting). Sebagai batang bawah biasanya digunakan M. tetraphylla dan batang atas M. integrifolia. Biji makadamia agak sulit berkecambah secara alami karena memiliki tempurung (cangkang) yang cukup keras. Pengecambahan dapat dilakukan dengan jalan menjemur biji di panas matahari selama 6-8 jam hingga biji mulai retak. Biji yang telah retak kemudian direndam dalam air selama 10-15 jam. Biasanya biji akan berkecambah dalam waktu 3-7 hari (Suheryadi,

PENYEBARAN MAKADAMIA Pada tahun 1870-an, makadamia untuk pertama kalinya diintroduksikan ke Hawaii (USA) dari Australia. Makadamia berkembang dengan baik di Hawaii, sehingga selama beberapa tahun Hawaii mendominasi (lebih dari 70%) pasar makadamia dunia (Stephenson, 1990; Verheij and Coronel, 1997). Di Australia sendiri, perkebunan makadamia komersial tercatat pada tahun 1880-an seluas 1,2 ha di Lismore, NSW. Dibudidayakan dalam areal yang kecil hingga tahun 1950-an, Australia yang semula adalah saingan Hawaii, kini mendominasi produksi dan ekspor makadamia dunia. Pada tahun 1995, Australia memproduksi 21.500 ton biji bercangkang (NIS = Nut In Shell) dan sekarang Australia merupakan produser dan eksportir makadamia terbesar (Anon, 1997). Selain Australia dan Hawaii, beberapa negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Costa Rica, Brazil, Equador, Honduras, Nicaragua, Panama, Dominica, Venezuela, Colombia, Bolivia dan Peru juga telah membudidayakan dan memproduksi makadamia. Costa Rica yang terletak di Amerika Tengah (Latin) telah menanam makadamia seluas 4.000 ha pada tahun 1996 milik 300 petani pekebun (Volio, 1996). Demikian pula dengan negara-negara di Afrika dan Asia seperti Afrika Selatan, Kenya, China, Thailand dan Israel juga sesuai untuk pengembangan makadamia. Kenya tercatat sebagai negara terbesar ketiga penghasil makadamia (Stephens, 1995). SYARAT TUMBUH MAKADAMIA Tanaman makadamia tumbuh dengan baik di daerah yang bebas dari kekeringan karena kekeringan dapat merusak tanaman muda. Sangat baik ditanam di daerah yang menerima cukup cahaya, terlindung dari terpaan angin yang kencang, karena angin yang kuat dapat mematahkan pohon, cabang maupun ranting. Makadamia dapat tumbuh dengan baik sekali pada daerah beriklim sedang (temperate zone) dan subtropik seperti Australia, Brazil, California, Hawaii, Kenya, Afrika Selatan dan Zimbabwe. Dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah (Baxter, 1981) dan paling baik pada tanah yang bersolum dalam, berdrainase bagus dan kaya bahan organik (O’Hare & Vock, 1990). Tanah dengan pH sedikit asam antara 5,5 dan 6,0 sangat cocok untuk budidaya makadamia. Makadamia masih dapat mentolerir tanah-tanah yang lebih asam yaitu pH 4,0-4,5 (Allen, 1987; Baxter, 1981; Trochoulias et al., 1990). Pada umumnya makadamia ditanam pada daerah dengan ketinggian 100-200 m diatas permukaan laut (dpl) di Australia dan sampai ketinggian 700 m dpl di Hawaii (Trochoulias et al., 1990). 44


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

sangat tinggi dan secara kimia serupa dengan minyak zaitun (olive oil) (Anon, 1980; Anon 1998). Minyak macadammia terdiri atas 80% asam-asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acids) seperti oleat (67,14%), palmitoleat (19,11%) dan linoleat (1,34%) (Anon, 1990, 1993; Arnett, 1995; Stephenson, 1990). Oleh karena kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi itulah maka kacang dan minyak makadamia sangat bermanfaat dalam diet untuk menurunkan resiko penyakit jantung koroner (Anon, 1998). Telah terbukti bahwa diet menggunakan makadamia dapat menurunkan kolesterol (LDL) darah 7% dalam waktu 4 minggu sementara kadar HDL tetap stabil (Colquhoun, 1992; Colquhoun et al., 1992). Minyak makadamia juga digunakan dalam industri kosmetik (Ainsbury, 1995; Arnett, 1995; Chalker, 1988). Cangkang makadamia dapat digunakan sebagai ekstender dalam industri plastik dan bahan bakar dalam mengeringkan biji maupun sebagai mulsa dalam pertanaman.

2002). Peluang untuk memperbanyak makadamia secara vegetatif melalui teknik kultur jaringan kini dimungkinkan. Latif (1998) telah berhasil untuk pertama kalinya meregenerasi makadamia secara in vitro mulai dari pembentukan kalus hingga terbentuknya planlet (tanaman) sempurna (Gambar 2). Selain itu Latif juga melaporkan hasil studi pendahuluan transformasi genetik pada makadamia menggunakan gen penanda (reporter gene) GUS dan GFP memakai biolistic (microprojectile bombardment). PANEN DAN PENGOLAHAN HASIL Di Australia, makadamia berbunga pada awal musim semi (early spring). Buah matang 69 bulan setelah polinasi dan dapat dipanen secara manual atau dengan cara mekanik (Foss, 1983). Buah dapat dipanen langsung dari pohon namun harus diuji terlebih dahulu tingkat kematangannya. Buah makadamia dinyatakan matang setelah bijinya mengandung 72% atau lebih minyak (Allen, 1987; Chalker, 1988 Trochoulias et al., 1990; Baxter, 1981; Stephenson, 1990). Oleh karena itu pada perkebunan komersial, buah dipanen setelah mereka jatuh ke tanah. Penjatuhan buah dari pohon dapat dibantu dengan jalan menggoncang-goncangkan pohon. Kulit buah (husk) dapat terlepas secara alami maupun dikupas dengan tangan atau dengan mesin. Buah dapat dibiarkan tergeletak di tanah hingga 4 minggu (Anon, 1982). Untuk mendapatkan biji, kulit buah (cangkang) harus dipecahkan dengan nut cracker yang dapat dilakukan secara manual atau secara mekanis. Biji yang berwarna putih kekuningan (cream) dapat dikonsumsi langsung atau diolah dengan jalan menyangrai. Karena rasa makadamia yang khas, maka kacang ini banyak digunakan dalam industri makanan seperti biskuit, kue, cake dan es cream.

PROSPEK PENGEMBANGAN MAKADAMIA DI INDONESIA Dengan ditemukannya satu spesies, M. hilderbrandii di Sulawesi, maka kuat dugaan bahwa makadamia cocok untuk dibudidayakan di Indonesia. Dugaan tersebut diperkuat lagi oleh kenyataan bahwa satu jenis makadamia (belum diidentifikasi) dapat tumbuh dengan subur dan menghasilkan buah yang cukup banyak di sekitar Rumah Bolon, daerah dataran tinggi Tiga Runggu, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara dan di sekitar Danau Toba dan Parapat. Pohon makadamia yang terdapat di Simalungun tersebut cukup jagur dengan buah yang normal (Gambar 3). Berbagai informasi menyatakan bahwa makadamia telah diperkenalkan dan dikembangkan ke beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Barat. Hal ini sejalan dengan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan yang menetapkan makadamia termasuk komoditi tanaman binaan (Kartosoewarno, 1998). Untuk menentukan daerah atau kawasan mana saja yang sesuai bagi penanaman makadamia, maka hal yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah faktor iklim meliputi suhu, altitude (ketinggian tempat dari permukaan laut), kesesuaian lahan serta ketersediaan air.

KEGUNAAN MAKADAMIA Makadamia memiliki cita rasa yang tinggi sehingga sering dijuluki sebagai excellent eating quality nut, delicate, aroma yang unik dan tekstur yang renyah. Kacang makadamia dapat dimakan dalam bentuk segar (fresh) atau yang telah digoreng (roasted) (Allen, 1987; Chalker, 1988; Doggrell & McConachie, 1988; Cull, 1984). Dapat digunakan sebagai aroma (flavour) dalam berbagai makanan seperti es krim, kembang gula, cokelat, kue dan biskuit (Nagao & Hirae, 1992; Allen, 1987; Doggrell & McConachie, 1988). Kacang makadamia kaya akan lemak (>70%), protein (9,3%), Vitamin (Niacin 16 mg/kg, Thiamine 2,2 mg/kg dan riboflavin 1,2 mg/kg) dan karbohidrat (8%) (Anon, 1981; Stephenson, 1990). Kualitas minyak makadamia

KESIMPULAN Mengingat harga kacang makadamia yang cukup tinggi yang selalu diikuti oleh permintaan pasar yang tinggi maka perlu digagas pembentukan suatu tim terpadu untuk mengkaji pengembangan makadamia di Indonesia.

45


Latif, S. Pengembangan dan Prospek Makadamia Sebagai Tanaman Asli Australia di Indonesia

Gambar 2. Regenerasi dan perbanyakan makadamia secara in vitro

Gambar 3. Makadamia tumbuh subur di dataran tinggi Simalungun dan Danau Toba

Suheryadi, D. 2002. Teknik Perkecambahan Biji Makadamia. Buletin Teknik Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

REKOMENDASI Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas pertanian diharapkan dapat memberikan pembinaan kepada para petani terutama di Simalungun dan Danau Toba untuk mulai membudidayakan macadamia.

Trochoulias, T., Chalker, F.C. dan Loebel, M.R. 1990. Macadamia Culture in NSW. Australia: NSW Agriculture & Fisheries.

DAFTAR PUSTAKA Ainsbury, K.J. 1995. Overseas macadamia production in the year 2000. Aust. Macadamia Soc News Bul.

Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel. 1997. Buahbuahan yang Dapat dimakan. PROSEA. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kartosoewarno, S. 1998. Peluang Pengembangan Makadamia di Indonesia. Media Perkebunan.

Volio, A. 1996. Macadamia in Costa Rica. HMNA 36th Annual Conference Proceedings.

Latif, S. 1998. In vitro culture of ginger and macadamia. PhD Thesis, Queensland Univesity of Technology, Brisbane, Australia. McConachie, I. 1996. Macadamia in Americas. Australian Macadamia Society News Bulletin.

46


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

STUDI KOMPARASI PROFIL FAKTOR RISIKO MEROKOK DI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (COMPARATIVE STUDIES RISK FACTOR SMOKING PROFILES IN MEDAN AND HUMBANG HASUNDUTAN DISTRICT NORTH SUMATERA PROVINCE) Fotarisman Zaluchu Pemenang Lomba Karya Tulis Ilmiah Simposium Penelitian Pembangunan Daerah (SIMPEL PEMDA) 2011 Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Sumatera Utara

ABSTRAK Perubahan sosial ekonomi di Indonesia terjadi begitu cepat, termasuk di Sumatera Utara. Salah satu daerah yang baru dimekarkan adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Dalam perspektif epidemiologi, membandingkan dua wilayah dengan postur sosial-ekonomi yang berbeda akan memberikan lebih banyak manfaat. Karena itu, dilakukanlah assesment penyakit tidak menular di Kota Medan dibandingkan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini akan berfokus pada assesment faktor risiko merokok sebagai faktor risiko utama yang ditengarai memberikan kontribusi signifikan terhadap penyakit tidak menular. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hasil assesment faktor risiko di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini menggunakan bentuk survey dan bersifat cross sectional. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode survey cepat (rapid survey). Penelitian dibatasi pada dua wilayah yaitu: Kecamatan Medan Perjuangan di Kota Medan dan Kecamatan Dolok Sanggul di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). Responden adalah Kepala Rumah Tangga berusia ≼15 tahun. Jumlah responden adalah masing-masing 210 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah di ujicoba sebelumnya dan berpedoman pada panduan WHO-STEPS Manual. Data diolah dengan Epi Info versi 3.5.1 dan uji statistik menggunakan Chi-Square test pada ι=0.05. Sebanyak 96 orang (89,7%) responden di Kota Medan saat ini merokok, dan 101 (48,8%) pernah merokok dan pernah merokok setiap hari sebanyak 96 (89,7%). Sedangkan di Kabupaten Humbang Hasundutan saat ini merokok 83 orang (40,3%) dan pernah merokok 163 orang (78,0%) dan pernah merokok setiap hari 154 (93.3%). Umur, jenis kelamin dan pendapatan berhubungan dengan status merokok responden. Direkomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mulai menyusun strategi, melaksanakan intervensi pada berbagai skala dan menerapkan pemantauan terus menerus mengenai faktor risiko merokok ini di masyarakat. Kata kunci: merokok, penyakit tidak menular, WHO-STEPS, penilaian, Sumatera Utara

ABSTRACT Socio-economic changes occurred so rapidly in Indonesia, including in North Sumatra Province. One of the newly expanded areas is Humbang Hasundutan District. In epidemiological perspective, comparing the two areas with socio-economic profile provide more benefits. Therefore, the assessment was performed in infectious diseases in the city of Medan in comparison with District Humbang Hasundutan. The research focused on

47


Zaluchu, F. Studi Komparasi Profil Faktor Risiko Merokok di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

assessment of risk factors of smoking as a major risk factor to non-communicable diseases. The research objective was to asses smoking behavior as risk factors in Medan compared to the District Humbang Hasundutan. This study was a cross-sectional survey. Data was collected using rapid survey technique. The study locations were Medan Perjuangan SubDistrict in Medan and Dolok Sanggul Sub-District in Humbang Hasundutan District. Respondents were head of household, aged ≼ 15 years. The number of respondents is 210 respondents at each location. Data were collected using a questionnaire, guided by WHOSteps Manual. Data processed with Epi Info version 3.5.1 and statistical tests using ChiSquare test at ι = 0.05. As a result, a total of 96 people (89.7%) of respondents in Medan were currently smoking, and 101 (48.8%) were never smoked and never smoked every day 96 (89.7%). While in the District Humbang Hasundutan currently smoking were 83 respondents (40.3%) and 163 respondents had never smoked (78.0%) and ever smoked every day 154 (93.3%). Age, sex and income associated with smoking status of respondents. It is recommended to the Government of North Sumatra province to begin to strategize, to implement interventions at various scales and to apply continuous monitoring of risk factors for smoking in community area. Keywords: smoking, non-communicable disease, WHO-STEPS, assessment, North Sumatra

keperluan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan spesifik dan trampil. Perhitungan mengenai dampak ekonomi penyakit tidak menular memperlihatkan hasil yang mencengangkan. Menurut perhitungan Bovet dkk (2006) di Republik Seychelles, biaya pengobatan per kapita per tahun menggunakan obat generik pada mereka yang tergolong high risk atas penyakit diabetes, hipertensi dan hiperkolesterolemia mencapai US$ 45,6 pada tahun 2004 dan meningkat menjadi US$ 84,6 pada tahun 2005, belum termasuk biaya pengobatan lanjutan dan test laboratorium yang mencapai US$ 22,6 per kapita per tahunnya. Jumlah ini jika dikalikan dengan prevalensi penderitanya tentu saja amat signifikan dan menjadi jumlah yang luar biasa besar terlebih di Indonesia. Karena itu, pemantauan faktor risiko penyakit tidak menular ini telah dikerjakan oleh banyak negara, terutama negara maju. Namun panduan utama telah disusun oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui STEPS yang secara khusus menjadi panduan dalam memantau faktor risiko penyakit tidak menular dalam populasi tertentu. Perubahan sosial ekonomi di Indonesia terjadi begitu cepat, termasuk di Sumatera Utara. Salah satu daerah yang baru dimekarkan adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Dalam perspektif epidemiologi, membandingkan dua wilayah dengan postur sosial-ekonomi yang berbeda akan memberikan lebih banyak manfaat. Karena itu, dilakukanlah assesment penyakit tidak menular di Kota Medan dibandingkan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini akan berfokus pada assesment faktor risiko merokok sebagai fakor risiko utama yang ditengarai memberikan kontribusi signifikan terhadap penyakit tidak menular. Tujuan penelitian adalah untuk

PENDAHULUAN Peningkatan penyakit tidak menular banyak terjadi di negara berkembang perkembangan ekonominya mulai meningkat. Karena itulah maka terjadi peralihan bentuk penyakit yang harus dihadapi, yaitu dari penyakit menular dan infeksi menjadi penyakit tidak menular dan kronis. Proses tersebutlah yang kerap dikenal sebagai transisi epidemiologi. Transisi penyakit di Indonesia mulai ditandai dengan semakin meningkatnya kasuskasus penyakit tidak menular yang dirawat inap di rumah sakit-rumah sakit. Peningkatan ini menempatkan penyakit tidak menular menjadi penyakit-penyakit utama rawat inap di berbagai fasilitas kesehatan. Karena itu seharusnya transisi epidemiologi juga menyebabkan terjadinya transisi kebijakan yang menyeluruh. Penelitian mengenai konsekuensi penyakit tidak menular sudah dikerjakan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Bovet dkk (2006) menyatakan bahwa peningkatan penyakit tidak menular memiliki implikasi ekonomi yang sangat besar. Penyakit tidak menular secara khusus Penyakit Jantung Koroner yang kini terjadi pada usia yang lebih muda, justru banyak terjadi pada negara-negara berkembang. Akibatnya terjadi kehilangan pendapatan rumah tangga dan menurunnya produktifitas sebuah negara pada level makro ekonomi. Selain berdampak pada level individu dan rumah tangga, beban penyakit juga menimpa pelayanan kesehatan. Dilihat dari persepktif sistem kesehatannya, sumber daya yang sangat besar sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan pada pasien penyakit tidak menular yang kronis dan berjangka waktu lama, dan pada gilirannya akan meningkatkan kebutuhan peralatan yang sifatnya mahal secara terus menerus serta 48


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

mengetahui hasil assesment faktor risiko di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan.

HASIL PENELITIAN Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa mayoritas responden kedua lokasi penelitian adalah laki-laki, 116 orang (55,2%) responden di kota Medan dan 164 orang (78,1%) responden di kabupaten Humbang Hasundutan. Umur responden di Kota Medan terbanyak adalah usia 45-54 tahun 29 orang (51,8%), urutan terbesar kedua dengan usia 35-44 tahun sebanyak 31 orang (46,3%). Hampir sama dengan responden di Kabupaten Humbang usia terbanyak juga pada kelompok umur 45-54 tahun 21 orang (72,4%), urutan terbesar kedua dengan usia 35-44 tahun sebanyak 44 orang (473,3%), namun yang membedakan dari kota Medan adalah bahwa pada kategori umur 55-64 tahun dan usia > 64 tahun lebih tinggi dari responden di Kota Medan. Dari segi pendapatan, terbesar 83 orang (39,0%) responden di Kota Medan berpendapatan lebih dari 5 juta. Sedangkan di Kabupaten Humbang Hasundutan sebagian besar 147 orang (70.0%) responden berpendapatan kurang dari 600 ribu. Berdasarkan suku responden di Kota Medan cukup heterogen namun yang terbanyak adalah suku Jawa 65 orang (31,0%). Sedangkan Kabupaten Humbang Hasundutan bercirikan pedesaan dengan suku relatif homogen dan suku terbesar adalah Batak 207 orang (98,6%). Jika dilihat dari segi pendidikan terakhir, 114 orang (54,3%) responden di Kota Medan dan 71 orang (33,8%) responden di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah SMU. Dari segi pekerjaan, 53 orang (25,2%) responden di Kota Medan adalah Jasa. Sedangkan 163 orang (77,6%) responden di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah petani.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan bentuk survey dan bersifat cross sectional. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode survey cepat (rapid survey). Penelitian dibatasi pada dua wilayah yaitu: Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). Pemilihan ini menggunakan asumsi berikut: 1) Diasumsikan bahwa persoalan penyakit tidak menular terjadi secara umum di perkotaan di Provinsi Sumatera Utara. Namun demikian untuk melihat trend perubahannya maka dipilih jenis perkotaan maju dan besar yaitu Kota Medan dan jenis perkotaan baru, yaitu di Kabupaten Humbahas; 2) Diasumsikan bahwa persoalan penyakit tidak menular ini dapat mewakili persoalan penyakit tidak menular di kota-kota lain di Provinsi Sumatera Utara; dan 3) Diasumsikan bahwa dengan keterbatasan yang ada, pemilihan kedua wilayah tersebut akan dapat memberikan informasi yang memadai. Untuk dapat menerapkan asumsi tersebut maka secara purposive dipilih dua kecamatan sebagai lokasi penelitian utama, yaitu Kecamatan Medan Perjuangan di Kota Medan dan Kecamatan Dolok Sanggul di Kabupaten Humbahas. Populasi penelitian adalah semua Kepala Rumah Tangga berusia ≼15 tahun yang bertempat tinggal di kedua wilayah penelitian. Sampel dipilih dari populasi dengan menggunakan prinsip proportionate probablity to size (PPT). Dengan metode ini pada tahap awal di kecamatan lokasi penelitian disusun daftar kelurahan/ desa yang ada. Kemudian disusun masing-masing populasi dari kelurahan/ desa tersebut untuk membentuk kluster. Kluster disusun berdasarkan besar populasi yang di dalam kelurahan/ desa tersebut. Sehingga di masing-masing kluster dipilih 210 orang responden. Dengan demikian, total responden adalah 210 x 2 lokasi = 420 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah diujicoba sebelumnya. Data tersebut diolah dengan Epi Info versi 3.5.1 (Agustus 2008). Kuesioner dimasukkan ke dalam komputer menggunakan template yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data yang telah diterima dari enumerator, kemudian dikoding dan diedit. Sebelum pengolahan data dilakukan, data dicleaning dan disusun berdasarkan wilayah penelitian. Uji statistik menggunakan chi-square test pada ι = 0,05.

Faktor Risiko Merokok Berdasarkan tabel 2, sebanyak 96 orang (89,7%) responden di Kota Medan saat ini merokok, dan 101 (48,8%) pernah merokok dan pernah merokok setiap hari sebanyak 96 (89,7%). Sedangkan di Kabupaten Humbang Hasundutan saat ini merokok 83 orang (40,3%) dan pernah merokok 163 orang (78,0%) dan yang pernah merokok setiap hari 154 (93.3%). Jika mereka yang saat ini merokok dihubungkan dengan karakteristiknya, maka akan diperoleh berbagai hal (tabel 3). Tabel 3 memperlihatkan kecenderungan peningkatan status merokok saat ini di kedua daerah. Setelah berusia di atas 35 tahun, masing-masing kelompok umur memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan usia sebelumnya meski lebih banyak perokok di usia yang sama di Kabupaten Humbahas daripada di Kota Medan, walau tidak signifikan.

49


Zaluchu, F. Studi Komparasi Profil Faktor Risiko Merokok di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

Tabel 1. Distribusi Proporsi Karakteristik Responden di Kota Medan dan Hasundutan Variabel Lokasi Penelitian Medan N % CI 95% N Jenis Kelamin Pria 116 55.2 48.2-62.1 164 Wanita 94 44.8 37.9-51.8 46 Umur 3 15-24 tahun 1.3 0.3- 4.1 7 35 25-34 tahun 16.6 11.9-22.4 38 68 32.4 35-44 tahun 26.1-39.2 65 57 45-54 tahun 27.2 21.3-33.7 31 55-64 tahun 30 14.3 9.9-19.8 43 >64 tahun 17 8.2 4.8-12.6 26 Pendapatan Terakhir <Rp. 600 ribu 39 18.6 13.6-24.5 147 >Rp. 601 ribu – Rp. 1 juta 23 11.0 7.1-16.0 2 >Rp. 1 – 2 juta 4 1.9 0.5- 4.8 0 >Rp. 2—5 juta 61 29.0 23.0-25.7 15 >Rp. 5 juta 83 39.5 32.9-46.5 46 Suku Batak 64 30.5 24.3-37.2 207 Jawa 65 31.0 24.8-37.7 1 Lainnya 32 15.2 10.7-20.8 0 Melayu 5 2.4 0.8- 5.5 1 Minang 42 20.0 14.8-26.1 1 Nias 2 1.0 0.1- 3.4 0 Pendidikan Terakhir 3 1.4 0.3- 4.1 Tidak sekolah 6 5 2.4 Tidak Tamat SD 0.8- 5.5 18 18 Tamat SD 8.6 5.2-13.2 48 Tamat SMP 47 22.4 16.9-28.6 57 Tamat SMU 114 54.3 47.3-61.2 71 D3/PT 23 11.0 7.1-16.0 10 Pekerjaan Ibu rumah tangga 41 19.5 14.4-25.5 7 16 Industri RT 7.6 4.4-12.1 0 Jasa 53 25.2 19.5-31.7 5 Lainnya 44 21.0 15.7-27.1 7 Pekerja industri/pabrik 5 2.4 0.8- 5.5 0 Pekerja kantor (PNS/Swasta) 26 12.4 8.2-17.6 16 Petani/nelayan& penjual produknya 8 3.8 1.7- 7.4 163 Tidak bekerja 17 8.1 4.8-12.6 12

Tabel 2. Distribusi Proporsi Faktor Risiko Humbang Hasundutan Variabel Faktor Risiko Merokok: Status n Status Merokok Ya 96 Tidak 11 Kadang-Kadang 17 Pernah Merokok Ya 101

Kabupaten Humbang

Humbahas % CI 95% 78.1 21.9

71.9-83.5 16.5-28.1

3.3 18.1 31.2 14.7 20.4 12.3

1.4- 6.7 13.1-24 24.8-37.7 10.3-20.3 15.2-26.6 8.2-17.6

70.0 1.0 0 7.1 21.9

63.3-76.1 0.1- 3.4 0 - 1.7 4.1-11.5 16.5-28.1

98.6 0.5 0 0.5 0.5 0

95.9-99.7 0- 2.6 0- 1.7 0- 2.6 0- 2.6 0- 1.7

2.9 8.6 22.9 27.1 33.8 4.8

1.1- 6.1 5.2-13.2 17.4-29.1 21.3-33.7 27.4-40.6 2.3- 8.6

3.3 0 2.4 3.3 0 7.6

1.4- 6.7 0 - 1.7 0.8- 5.5 1.4- 6.7 0 - 1.7 4.4 -12.1

77.6

71.4 -83.1

5.7

3.0- 9.8

Status Merokok Responden di Kota Medan danKabupaten Lokasi Penelitian Medan %

Humbahas % CI 95%

CI 95%

N

89.7 10.3 8.1

82.3-94.8 5.2-17.7 4.7-12.6

83 123 3

40.3 59.7 1.4

33.5-47.3 52.7-66.5 0.3 - 4.1

48.8

41.8-55.8

163

78.0

71.8-83.4

50


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Tidak Pernah Hari Ya Tidak

Merokok

106

51.2

44.2-58.2

46

22.0

16.6-28.2

96 11

89.7 10.3

82.3-94.8 5.2-17.7

154 11

93.3 6.7

88.4-96.6 3.4-11.6

Setiap

Tabel 3. Rekapitulasi Uji Chi-Square Hubungan Antara Karakteristik Responden dengan Status Merokok Saat Ini Karakteristik Kota Medan Kab Humbahas (Chi-Square) (Chi-Square) Proporsi Chi-Square Proporsi Chi-Square Perokok Test Perokok Test Umur ≼ 35 42 0,2819 68,7 0,2782 15-34 32,4 60 Jenis Kelamin Laki-laki 66,7 0,000 81,6 0,000 Perempuan 76 17,4 Pendidikan 26,4 0,0028 71,3 0,0753 Pendidikan Dasar (TK, SD dan SMP) Pendidikan Menengah-Tinggi (SMU dan D3/PT) 47,8 59 Pendapatan <=1 juta 37,8 0,3967 65,9 0,6966 > 1 juta 43,7 70,6 yang terpapar di tempat kerja lebih dari 5 jam adalah sebanyak 70 orang (33,3%), namun demikian yang hampir tidak pernah terpapar proporsinya cukup tinggi 43,3%. Dari tabel 5 diketahui bahwa, kebiasaan merokok di Kota Medan 2 hari -1 bulan sebagian besar (90,9%), jumlah yang dihisap 1-12 batang per hari. Hanya 27 orang (31,0%) responden ingin berhenti merokok, dan 43 orang (49,4%) tidak yakin. Di Kabupaten Humbang Hasundutan kebisaaan merokok 2 hari – 1 bulan yang lalu lebih tinggi dari responden kota Medan yakni sebesar 93,1%. Yang terbanyak adalah yang mengisap 13-24 batang rokok per hari. Dari responden tersebut yang berkeinginan berhenti merokok sebesar 37,9% meskipun tidak yakin sebesar 40,7%. Namun demikian terdapat 31 orang (35,6%) responden di Kota Medan dan 54 orang (40,9%) responden di Kabupaten Humbang Hasundutan yang tidak pernah berkeinginan berhenti merokok. Walaupun demikian 61 orang (70,1%) responden di Kota Medan dan 88 orang (60,7%) responden di Kabupaten Humbang Hasundutan sangat menyadari bahaya merokok. Tabel 6 menunjukkan bahwa pada responden di Kota Medan yang mencoba berhenti merokok, maka yang menganjurkan untuk berhenti merokok adalah ART sebanyak 31 (14,8%) dan dokter 12 (5,7%). Di Kabupaten Humbang Hasundutan 79 (37,6%) dianjurkan

Dilihat menurut jenis kelamin, amat jelas telihat jika lebih banyak pengelompokan perokok pada yang berjenis kelamin laki-laki (p<0.005). terlihat juga bahwa para perokok lebih banyak ditemukan pada kelompok pendidikan dasar di Kabupaten Humbahas, sementara di Kota Medan lebih banyak perokok berlatar pendidikan menengah-tinggi (p<0,05 di Kota Medan). Perbedaan pendapatan di antara para perokok di kedua wilayah ini juga terlihat dengan kebanyakan perokok berada pada kelompok pendapatan kurang dari Rp. 1 juta per bulannya (Kabupaten Humbahas) dan yang lebih dari >1 juta (Kota Medan). Jika dirinci lagi, jumlah perokok pada mereka yang berpendapatan <Rp. 600 ribu per bulannya dan antara Rp. 2-5 juta perbulannya mencapai dua kali lipat lebih banyak di Kabupaten Humbahas dibandingkan dengan di Kota Medan. Keterpaparan responden terhadap rokok baik dirumah maupun di tempat kerja dapat dilihat pada tabel 4. Dari tabel di atas diketahui bahwa untuk kota Medan, sebanyak 141 orang (67,1%) responden yang merokok dalam rumah dan 178 orang (84,8%) responden di Kabupaten Humbang Hasundutan. Selain itu responden juga terpapar rokok ditempat kerja yakni di kota Medan sebanyak 66 orang (31,4%) lebih dari 5 jam sehari, dan antara 1-5 jam sebanyak 30 orang (14,3%) hanya 10% hampir tidak pernah. Sedangkan di Kabupaten Humbang Hasundutan,

51


Zaluchu, F. Studi Komparasi Profil Faktor Risiko Merokok di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

berhenti merokok oleh ART, dan oleh petugas kesehatan lainnya sebesar 29 (13,8%).

hanya pemantauan seluruh faktor risiko yang diperkirakan berhubungan dengan penyakit tidak menular, beberapa negara melakukannya dengan lebih spesifik. Pemantauan aktifitas fisik misalnya dilakukan oleh 20 negara hanya dalam kurun waktu 2002-2004 (Bauman dkk, 2009). Menggunakan model pendekatan yang lebih kurang sama, model pemantauan faktor risiko secara apa juga telah diterapkan melalui penelitian kohort di kawasan Rusia, Lithuania, Republik Chez dan Polandia (Peasey dkk, 2006) Study prospektif bukan hanya satu-satunya cara yang banyak digunakan untuk melihat risiko aktual penyakit ini. Metode retrospektif berupa penyelidikan menggunakan medical record penderita juga dilakukan antara lain oleh Fouwels dkk (2009) dan menemukan bahwa informasi mengenai faktor risiko sebenarnya tersedia banyak, meski banyak yang diabaikan begitu saja.

PEMBAHASAN Pemantauan mengenai faktor risiko penyakit tidak menular menjadi fokus perhatian para pengambil kebijakan dan para peneliti. Trend pemantauan intensif ini banyak dilakukan oleh negara-negara yang masih dikategorikan sebagai negara berkembang. Pemantauan berkelanjutan ini memang diperlukan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berhubungan dengan pengendalian penyakit tidak menular. Belajar dari trend serupa yang pernah terjadi di negara maju, negara-negara berkembang mencoba mengetahui perjalanan faktor risiko yang terjadi di negaranya. Di Iran misalnya, sampai dengan 2009, telah dilakukan pemantauan secara nasional berkelanjutan setiap tahunnya (Esteghamati dkk, 2009). Bukan

Tabel 4. Distribusi Proporsi Faktor Resiko Keterpaparan Merokok Responden Kabupaten Humbang Hasundutan Variabel Faktor Risiko Lokasi Penelitian Merokok: Keterpaparan Medan n % CI 95% N Rokok Dalam Rumah Ya 141 67.1 60.3-73.5 178 Tidak 69 32.9 26.5-39.7 32 Rokok Di Tempat Kerja Lebih dari 5 jam 1-5 jam Kurang dari 1 jam Hampir tidak pernah Tidak bekerja di luar rumah

66 30 55 21 38

31.4 14.3 26.2 10.0 18.1

25.2-38.2 9.9-19.8 20.4-32.7 6.3-14.9 13.1-24.0

70 6 32 91 11

di Kota Medan dan

Humbahas % CI 95% 84.8 15.2

79.2-89.3 10.7-20.8

33.3 2.9 15.2 43.3 5.2

27.0 -40.1 1.1 - 6.1 10.7 -20.8 36.5 -50.3 2.6 - 9.2

Tabel 5. Distribusi Proporsi Faktor Resiko Kebiasaan Merokok Responden di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan Variabel Faktor Risiko Lokasi Penelitian Merokok: Kebiasaan Medan Humbahas n % CI 95% N % CI 95% Terakhir Merokok 1 - 5 tahun yang lalu 1 0.0 1.1 0 - 2.5 0 - 6.2 0 2 2.3 0.3 - 8.0 1 - 6 bulan yang lalu 1 0.7 0 - 3.8 4 6.2 2.9 - 11.5 4.5 1.3 -11.2 2 hari - 1 bulan yang lalu 9 80 90.9 82.9 -96.0 135 Kemarin atau hari ini 93.1 87.7- 96.6 Lebih dari 10 tahun yang lalu 1 1.1 0 - 6.2 0 0.0 0 - 2.5 Rata-Rata Rokok Dalam Sehari 1-12 48 54.5 43.6-65.2 59 40.7 32.6-49.2 13-24 31 35.2 25.3-46.1 65 44.8 36.6-53.3 25-36 8 9.1 4 -17.1 21 14.5 9.2-21.3 37-48 1 1.1 0.0 6.2 0 0 0.0-25 >48 0 0 0 0 0 0 Keinginan Berhenti Tidak 17 19.5 11.8-29.4 31 21.4 15.0-29.0 52


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Ya Tidak Yakin Mencoba Berhenti 6 bulan - 1 tahun yang lalu Lebih dari 1 tahun yang lalu Sebulan - 6 bulan yang lalu Selama bulan yang lalu Tidak pernah Kesadaran Bahaya Rokok Sama sekali tidak Sangat menyadari Sebagian besar menyadari Sedikit menyadari

27 43

31.0 49.4

21.5-41.9 38.5-60.4

55 59

37.9 40.7

30.0-46.4 32.6-49.2

3 19 23 11 31

3.4 21.8 26.4 12.6 35.6

0.7 - 9.7 13.7-32.0 17.6-37.0 6.5-21.5 25.6-46.6

6 53 7 12 54

4.5 40.2 5.3 9.1 40.9

1.7 - 9.6 31.7-49.0 2.2-10.6 4.8-15.3 32.4-49.8

1 61 14 11

1.1 70.1 16.1 12.6

0 - 6.2 59.4-79.5 9.1-25.5 6.5-21.5

2 88 40 15

1.4 60.7 27.6 10.3

0.2- 4.9 52.2-68.7 20.5-35.6 5.9-16.5

Tabel 6. Distribusi Proporsi Faktor Resiko Anjuran Berhenti Merokok Responden di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan Variabel Faktor Risiko Lokasi Penelitian Merokok: Anjuran Berhenti Medan Humbahas n % CI 95% n % CI 95% 3.0- 9.8 Dokter 16 12 7.6 5.7 4.4-12.1 0 - 1.6 Dokter Gigi 1 0.5 0.0 0 0 - 2.6 1.0 0.1- 3.4 Petugas Kesehatan Lainnya 29 2 13.8 9.4-19.2 14.8 10.3-20.3 79 37.6 ART 31 31.0-44.5 0.0 0 - 1.7 Lainnya 2 1.0 0 0- 3.4

umumnya lama, maka kesadaran penderita menjadi salah satu hal penting yang ditekankan di dalam upaya mengendalikan penyakit ini (Morello dkk, 2001). Menumbuhkan kesadaran sangat dalam rangka perubahan perilaku (Rogers E.M, 1983). Menumbuhkan kesadaran dapat dilakukan dengan memberikan sosialisasi tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sosialisasi tentang pentingnya pencegahan kesehatan kepelayanan kesehatan untuk kegiatan preventif memang sudah banyak dilakukan namun yang memanfaatkannya untuk pemeriksaan masih rendah. Jika dilihat dari sudut pendapatan sebanyak 39,5% responden di Kota Medan berpendapatan lebih dari 5 juta sebulan dengan tingkat pendidikan relatif baik sebagian besar 54,3% SMU, karakteristik ini tentunya merupakan faktor pemudah untuk perubahan perilaku jika dirancang model intervensi yang sesuai dengan budaya. Rokok adalah salah satu kebiasaan yang identik dengan kebanyakan penyakit tidak menular, termasuk terbukti hadir sebagai faktor risiko pada penelitian di negara-negara kawasan Sub Sahara Afrika (BeLue dkk, 2009). Sebagian besar penderita penyakit jantung adalah perokok (Ruckinger dkk, 2009). Di kedua wilayah ditemukan bahwa jumlah perokok tidak jauh berbeda. Di Kota Medan jumlah perokok hampir mencapai 90 persen dari 210 responden, sementara di Kabupaten Humbahas proporsi perokok hanya sekitar 40,3

Banyak para pakar sudah memperkenalkan istilah “transisi epidemiologi” (epidemiology transition) sebagai sebuah fenomena yang melatarbelakangi semakin meningkatnya persoalan penyakit tidak menular. Namun seiring dengan berkembangnya pengetahuan mengenai apa yang terjadi, analisis lanjutan kemudian melahirkan beberapa istilah lain. Khusus mengenai perubahan pola maka, para pakar kemudian memperkenalkan istilah “transisi nutrisi” (nutrition transition), atau yang berhubungan dengan perilaku sebagai “transisi gaya hidup” (lifestyle transition). Bahkan Magnusson (2007) menyebut meningkatnya hubungan antara perilaku dengan penyakit tidak menular ini dengan istilah epidemiologi : lifestyle epidemics. Kondisi ini, fakta ilmiah dan perkembangan ilmu pengetahuan mengenai penyakit tidak menular ini, tentunya berhubungan dengan prediksi WHO yang menyatakan bahwa penyakit-penyakit tidak menular akan mengambil alih model penyakit dunia di masa mendatang. Tanda-tanda ke arah transisi itu misalnya dapat dilihat dari tingginya proporsi responden yang mengalami penyakit tidak menular tertentu, antara lain hipertensi, penyakit lambung, maupun rematik. Perubahan dan transisi pola penyakit sering tidak diwaspadai oleh kebanyakan penentu keputusan bahkan oleh masyarakat sendiri. Karena perkembangan penyakit tidak menular

53


Zaluchu, F. Studi Komparasi Profil Faktor Risiko Merokok di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

persen. Jika dilihat menurut jenis kelamin, lebih banyak perokok di kedua wilayah adalah lakilaki. Meski tidak ada perbedaan secara statistik antara umur dengan status merokok, terlihat kecenderungan terdistribusinya perilaku merokok ini secara merata pada semua kelompok umur. Salah satu yang menarik adalah

ditemukan di Kabupaten Humbahas adalah pada respoden berpendidikan terakhir tamat SD. Ditemukan juga bahwa proporsi terbesar perokok di Kabupaten Humbahas adalah mereka yang berpendapatan <1 juta, sementara kenyataan sebaliknya di Kota Medan. Tidak signifikannya pendidikan dan pendapatan tentunya bukan berarti bahwa kedua hal ini tidak berpengaruh terhadap status merokok. Perilaku merokok ini memiliki keterkaitan dengan situasi lingkungan yang permisif serta mungkin mempengaruhi perilaku seseorang. Merokok kembali setelah sebelumnya berhenti, atau merokok karena dipengaruhi oleh mereka yang merokok di sekitarnya, ditemukan signifikansinya oleh Tseng dkk (2001) pada kelompok berusia 21-75 tahun. Penelitian di North Carolina oleh Tseng dkk (2001) itu juga menemukan pengelompokkan masalah perilaku merokok ini. Di area dimana pendidikan dan penghasilan umumnya rendah, perilaku merokok kelihatan lebih tinggi dan lebih dominan. Konteks lingkungan dan budaya memang sangat penting untuk diperhatikan, terutama nantinya untuk pengendalian masalah ini. Berkaitan dengan budaya sudah menjadi tradisi di Sumatera Utara pada acara pesta dan pertemuan dengan teman selalu yang disuguhi terlebih dahulu adalah rokok. Memang, di Kota Medan dan Kabupaten Humbahas, sebanyak 31 persen dan 37,9 persen perokok memiliki keinginan untuk berhenti dan beberapa di antaranya mencoba untuk berhenti. Meskipun ini dapat dijadikan sebagai adanya dukungan dalam program pencegahan dan pengendalian di masa depan sebagaimana disampaikan oleh Brooks dan Lorelei (2001) dengan menyebut kelompok ini sebagai “supporting group smoker�, namun, sebagaimana ditemukan oleh Morello dkk (2001), tekanan kelompok terlihat sangat dominan dan berpengaruh sangat signifikan baik pada lakilaki, maupun perempuan. Biaya akibat penyakit tidak menular sangat signifikan. Bovet dkk (2006) menganalisis biaya pengobatan penyakit jantung (cardiovascular disease) dan menemukan bahwa biaya pengobatan rata-rata untuk mengendalikan penyakit ini adalah US $ 45,6 per kapita per tahun. Sementara itu biaya minimal untuk pengobatan lanjutan untuk mengendalikan penyakitnya meliputi pelayanan medis dan laboratorium mencapai $22,6 per kapita per tahun. Bagi masyarakat dengan berpendapatan rendah, mengeluarkan biaya minimal setiap tahunnya tersebut cukup berarti bukan hanya pada biaya yang harus dikeluarkan secara personal tetapi juga beban keluarga dari penderitanya.

Grafik 1. Jumlah Rokok Yang Dihisap Setiap Hari

populasi responden yang saat ini merokok terkonsentrasi pada kelompok umur yang sebenarnya sangat produktif dalam aktifitas. Dilihat dari jumlah batang rokok yang diisap setiap harinya, meski jumlah perokok lebih sedikit, namun jumlah batang rokok yang diisap oleh perokok di Kabupaten Humbahas setiap harinya terlihat lebih banyak dibandingkan dengan perokok di Kota Medan. Dengan demikian secara kuantitatif jumlah perokoknya lebih sedikit, tetapi lebih tinggi dalam kuantitas jumlah rokok yang diisap (gambar 1). Berdasarkan faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok ini, Rachiotis dkk (2008) menemukan bahwa laki-laki hampir dua kali berpotensi merokok dibandingkan perempuan serta usia yang lebih tua bahkan mencapai lima kali berpotensi merokok dibandingkan kelompok usia yang paling muda. Mereka yang merokok juga dipengaruhi oleh orangtuanya, baik orangtua laki-laki yang merokok maupun orangtua perempuan yang merokok, kecenderungannya lebih besar untuk merokok dibandingkan dengan orangtua lakilaki atau orangtua perempuan yang tidak merokok. Faeh dkk (2006) juga menemukan pola yang sama berhubungan dengan jenis kelamin, yaitu bahwa ada kecenderungan perilaku merokok pada anak laki-laki dibandingan anak perempuan. Data lain memperlihatkan bahwa di Kota Medan, pendidikan yang lebih rendah memang signifikan pengaruhnya terhadap perilaku merokok, tetapi tidak signifikan di Kabupaten Humbahas. Meskipun demikian, proporsi perokok tertinggi di Kota Medan adalah yang berpendidikan tamat SMU, sementara tertinggi 54


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

berat badan (Girois dkk, 2001). Masalah penyakit tidak menular tidak dapat dilihat sebagai sebuah masalah tunggal yang dapat diatasi hanya dengan sebuah pendekatan saja. Menggunakan attributable fraction (AF), diperlukannya pemahaman yang lebih baik mengenai kemungkinan kombinasi faktor risiko di masyarakat. Menggunakan pendekatan epidemiologi secara terpisah pada masingmasing faktor risiko ternyata kurang menguntungkan dibandingkan menganalisisnya sebagai sebuah masalah kolektif. Meskipun demikian, beberapa peneliti telah mencoba melakukan perubahan faktor risiko penyakit tidak menular ini. Sekolah, misalnya adalah salah satu tempat yang direkomendasikan untuk mengendalikan faktor risiko ini sejak usia muda (Brownson dkk, 2001). Berdasarkan hal itu, Hesketh dkk (2001) misalnya melaporkan keberhasilan program intervensi perilaku merokok melalui pendekatan school-based prevention program. Program ini bukan hanya berhasil menurunkan frekuensi merokok di kalangan siswa serta sikap yang semakin positif terhadap bahaya rokok, tetapi juga merekomendasikan pentingnya peranan orangtua terhadap perilaku merokok anak-anak remaja di China. Salah satu catatan penting dalam pengendalian merokok melalui studi ini adalah berhasil diperpanjangnya usia pertama kali merokok di kalangan kaum muda. Kebijakan yang lebih ketat dari pemangku keputusan juga turut menentukan pengendalian faktor risiko ini. Di Massachusetts misalnya, dalam rangka menanggulani tingginya perokok di kalangan muda, diterapkan larangan merokok di dalam restoran. Selain itu, Massachusetts juga menerapkan kebijakan kampanye untuk mempromosikan anti rokok di restoran. Hal ini didukung bukan hanya oleh mereka yang tidak merokok, tetapi juga oleh mereka yang merokok dan ingin berhenti merokok (Brooks dan Lorelei, 2001). Larangan dan pembatasan penjualan rokok, iklan rokok dan aturan lain sudah diterapkan di beberapa negara Eropa lain dan berhasil menekan keterpaparan publik terhadap asap rokok. Di Florida, sejak 1998, kampanye juga dilakukan oleh media dalam rangka menurunkan populasi perokok di daerah itu. Hasilnya sangat positif karena setidaknya menunda usia memulai merokok di kalangan berusia muda (Sly dkk, 2001). Pada level lokal, kampanye anti rokok di kalangan pegawai negeri sipil di jajaran Provinsi Sumatera Utara bisa saja diterapkan. Masih tentang upaya menekan perokok, studi Kaplan dkk (2001) di California menemukan adanya hubungan yang sangat positif antara kebijakan peningkatan pajak

Di negara-negara maju, akibat beban penyakit tidak menular ini, beberapa biaya harus dialokasikan setiap tahunnya antara lain untuk tunjangan kecacatan dan perawatan akibat ketidakmampuan fisik, sampai dengan pembayaran yang harus dialokasikan sebagai kompensasi dari penyakit yang diderita salah seorang anggota rumah tangga berupa pensiun, tunjangan kesehatan, dan tunjangan pekerjaan. Di Australia saja misalnya, pada tahun 2003 saja total 2,1 juta orang menerima pembayaranpembayaran tersebut (Jeon dkk, 2009). Tidak dapat dibayangkan, jika dana APBD Provinsi Sumatera Utara pun terserap besar untuk menanggulangi masalah ini. Jika menggunakan konsep besarnya risiko, status merokok di Kabupaten Humbahas sebenarnya telah memperlihatkan risiko yang sama besar dengan Kota Medan dalam hal status merokok, meski Kabupaten Humbahas sebagai daerah baru belum dapat disebut kawasan metropolitan. Ini berarti memfokuskan diri pada masalah penyakit menular hanya di kota besar bisa menjadi tidak relevan. Risiko yang mungkin sama kemungkinan besar dimiliki pula oleh daerah lain di Provinsi Sumatra Utara dengan profil wilayah yang mirip dengan Kabupaten Humbahas. Masalah penanggulangan penyakit tidak menular ini memang tergantung kepada kebijakan masing-masing negara. Arah perhatian negara yang bersangkutan akan menentukan pula arah kebijakan yang akan diambil oleh negara tersebut dalam menghadapi meningkatnya trend penyakit tidak menular ini. Untuk membandingkan seberapa penting perhatian pada masing-masing penyakit, WHO merekomendasikan penggunaan DALY’s dalam menganalisis dampak akibat dari penyakit. Mulligan dkk (2006) memperlihatkan bahwa DALY’s akibat penyakit tidak menular sangat besar terlebih di dalam konteks negara berkembang dimana pelayanan kesehatan masih kurang memadai. Persoalan akan semakin membesar jika terjadi masalah beberapa penyakit tidak menular, maka proporsi DALY’s yang hilang menjadi sangat signifikan. Karena itu, dimanapun levelnya, amat diperlukan pencegahan yang serius dan konsisten. Secara garis besar, tujuan dari pencegahan adalah supaya mereka yang memiliki risiko dianjurkan untuk memakan makanan yang lebih bervariasi, mengkonsumsi lebih sedikit lemak, secara khusus yang mengandung kolesterol dan jenuh lemak, mengkonsumsi lebih banyak sayuran dan buah, lebih sedikit mengkonsumsi garam dan gula, mengurangi konsumsi alkohol dan rokok, meningkatkan aktifitas fisik dan mengendalikan

55


Zaluchu, F. Studi Komparasi Profil Faktor Risiko Merokok di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

terhadap rokok dengan semakin meningkatkan kualitas kehidupan (QALY’s), penurunan morbiditas akibat merokok, dan penurunan DALY’s. Studi ini memperlihatkan betapa sangat strategisnya kebijakan pemerintah di dalam upaya menyelamatkan masyarakat dan memenuhi hak untuk tetap sehat kepada kelompok warga yang membutuhkan. Pendekatan perubahan juga bisa ditempuh pada lokasi spesifik, sebagimana dianjurkan oleh Brownson dkk (2001). Pendekatan perubahan melalui komunitas tertentu kelihatannya akan efektif jika dilakukan dengan baik, misalnya melalui kampanye atau promosi kesehatan lainnya mengingat ada faktor pengaruh faktor kultural di dalam faktor-faktor risiko ini (Hesketh dkk, 2001). Puskesmas atau pelaku kesehatan lainnya bukan tidak punya peranan penting. Berperan sebagai pelaku konseling atas masalah-masalah yang berhubungan dengan faktor risiko yang dialami oleh masyarakat, Steptoe dkk (2001) menemukan hasil yang sangat memuaskan berupa penurunan lemak tubuh, peningkatan aktifitas fisik dan berhenti merokok. Penurunan ini terjadi pada praktik dokter yang menerapkan metode konseling pada pasiennya dibandingkan dengan yang tidak menyertai metode ini. Brownson dkk (2001) juga menganjukan pentingnya surveillance system yang lebih baik yang nantinya bisa digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan pengendalian faktor risiko. Melalui survei spesifik misalnya, dapat dihasilkan rekomendasi yang lebih terfokus pada kebutuhan komunitas spesifik. Surveillance ini bisa berupa sebuah model penanggulangan masalah faktor risiko dalam kerangka riset tertentu sebagaimana dilakukan di banyak negara. Akan tetapi tantangan kebijakan pengendalian faktor risiko bukan tidak ada. Salah satunya dari kompetitor perubahan perilaku merokok. Saat ini berbagai industri rokok melakukan upaya untuk tetap mendapatkan konsumen dengan mencoba masuk ke dalam ranah akademik atau mensponsori kebijakan pengendalian kesehatan. Para aktifitas pemerhati masalah dampak kesehatan akibat merokok pun banyak didanai oleh industri rokok (Yach dan Stella AB, 2001).

merokok 83 orang (40,3%) dan pernah merokok 163 orang (78,0%) dan pernah merokok setiap hari 154 (93.3%). Umur, jenis kelamin dan pendapatan berhubungan dengan status merokok responden. REKOMENDASI Berdasarkan riset yang sebelumnya dikerjakan, terdapat dua pendekatan kelompok untuk mengurangi beban penyakit tidak menular. Pertama, para level populasi, termasuk di dalamnya program berbasis komunitas dan kebijakan promosi kesehatan, memperlihatkan bahwa faktor risiko yang terdistribusi luas di masyarakat seperti merokok, tetapi dilakukan secara bersama-sama ternyata berdampak signifikan pada penurunan kejadian (insidens) penyakit tidak menular. Kedua, pada level komunitas yang berisiko. Mereka yang berisiko secara khusus menjadi target perubahan risiko. Kombinasi kedua hal ini juga bisa dilakukan jika sumber daya memadai dan tersedia untuk itu. Karena itu, direkomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mencoba melakukan kombinasi kedua hal ini secara simultan, tergantung kepada sumber daya yang ada. Di dalam berbagai penelitian terbukti bahwa beberapa model intervensi terbukti efektif dan memberikan dukungan yang memadai untuk membuktikan bahwa banyak faktor risiko penyakit tidak menular yang dapat dikendalikan. Karena itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dianjurkan untuk menyusun skala prioritas yang memadai untuk menerapkan model-model demikian secara berkelanjutan oleh instansi teknis yang relevan semisal Dinas Kesehatan dan ruamh sakit. Model yang sudah terbukti akan lebih mudah diterapkan dibandingkan menyusun model yang masih harus diujicoba. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara juga dianjurkan untuk mengalokasikan potensi yang ada dalam rangka memantau dan menjadikan penyakit tidak menular sebagai salah satu bahan kajian di Provinsi Sumatera Utara. Peraturan untuk mengerem laju para perokok juga dibaiknya mulai ditempuh pada level Sumatera Utara, baik dalam bentuk Perda maupun Peraturan Gubernur. DAFTAR PUSTAKA Bauman, A., Fiona, B., Tien, C., Cora L.C., Barbara, E.A, James, F.S., dkk. 2009. The International Prevalence Study on Physical Activity: Results from 20 Countries. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 2009, 6:21

KESIMPULAN Kota Medan dan Kabupaten Humbahas berpotensi mengalami ledakan penyakit menular. Sebanyak 96 orang (89,7%) responden di Kota Medan saat ini merokok, dan 101 (48,8%) pernah merokok dan pernah merokok setiap hari sebanyak 96 (89,7%). Sedangkan di Kabupaten Humbang Hasundutan saat ini 56


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Journal of Public Health, Vol. 91 No. 10, Halaman 1653-1655

BeLue, R., Totilayo, A.O, Juliet, I., Kelly, D.T., Arnold, N.D., Charles, A., dan Gbenga, O. 2009. An Overview of Cardiovascular Risk Factor Burden in sub-Saharan African Countries: A Socio Cultural Perspective. Globalization and Health, 2009, 5:10

Jeon, Y., Beverly, E., Stephen, J., Robert, W., dan Judith A.W. 2009. Economic Hardship Assiciated with Managing Chronic Illness: A Qualitative Inquiry. BMC Health Services Research, 2009, 9:182

Bovet, P., Conrad, S., Anne, G., Walter, R., dan Fred, P., 2006. Prevalence of Cardiovascular Risk Factors in A Middle-Income Country and Estimated Cost of A Treatment Strategy. BMC Public Health, 2006, 6:9

Kaplan, R.M., Christopher, F.A., Sherry, L.E., dan Ana, M.N. 2001. Simulated Effect of Tobacco Tax Variation on Population Health in California. American Journal of Public Health, Vol. 91 No. 2, Halaman 239-244

Brooks, D.R. dan Lorelei, A.M. 2001. Support for Smoke-Free Restaurants Among Massachusetts Adults, 1992-1999. American Journal of Public Health, Vol. 91 No. 2, Halaman 300-303

Magnusson, R.S. 2007. Non-Communicable Diseases dan Global Health Governance: Enhancing Global Processes to Improve Health Development. Globalization and Health, 2007, 3:2

Brownson, R.C, Elizabeth, A.B., Robyn, A.H, Laura, K.B., dan Stephen, J.B. 2001. Environmental and Policy Determinants of Physical Activity in the United States. American Journal of Public Health, Vol. 91 No. 12, Halaman 1995-2003

Morello, P., Anne, D., Hoover, A. Jr., Anthony, J.C., dan Alain, J. 2001. Tobacco Use Among high School Students in Buenos Aires, Argentina. American Journal of Public Health, Vol. 91 No. 2, Halaman 219-224

Esteghamati, A., Alipasha, M., Omid, K., Armin, R., Mehrdad, H., Fereshteh, A., dkk. 2009. Third International Surveillance of Risk Factors of Non-Communicable Diseases (SuRFNCD-2007) in Iran: Methods and Results on Prevalence of Diabetes, Hypertensio, Obesity, Central Obesity and Dyslipidemia. BMC Public Health, 2009, 9:167

Mulligan, J., Damian, W., dan Julia, F. 2006. Economic Evaluation of Non-Communicable Disease Interventions in Developing Countries: A Critical Review of the Evidence Base. Cost Effectiveness and Resource Allocation, 2006, 4:7 Peasey, A., Martin, B., Ruzena, K., Sofia, M., Andrzej, P., Abdonas, T., dkk. 2006. Determinants of Cardiovascular Disease and Other Non-Communicable Disease in Central and Eastern Europe: Rationale and Design of the HAPIEE Study. BMC Public Health, 2006, 6:255

Faeh, D., Bharathi, V., Arnaud, C., Wick, W., dan Pascal, B. 2006. Clustering of Smoking, Alcohol Drinking dan Cannabis Use In Adolescents in A Rapidly Developing Country. BMC Public Health, 2006, 6:169 Fouwels, A.J., Sebastiaan J.H.B., Hub, W., dan Gerard, M.S. 2009. A Retrospective Cohort Study on Lifestyle Habits of cardiovascular Patients: How Informative Are Medical Records? BMC Health Service Research, 2009, 959

Rachiotis, G., Adamson, S.M., Emmanuel, R., Seter, S., Athina, K., Konstatinos, G., dkk. 2008. Factors Associated with Adolescent Cigarette Smoking in Greece: Results from A Cross Sectional Study (GYTS Study). BMC Public Health, 2008, 8:313

Girois, S.B., Shiriki, K.K., Alfredo, M., dan Elizabeth, M. A Comparison of Knowledge and Attitudes About Diet and Health Among 35 to 37 Year Old Adults in the United States and Geneva, Switzerland. American Journal of Public Health, Vol 91 No. 3, Halaman 418-424

Ruckinger, S., Rudinger, V.K, dan Andre, M.T., 2009. An Illustration of and Programs Estimating Attributable Fractions in Large Scale Surveys Considering Multiple Risk Factors. BMC Medical Research Methodology, 2009, 9:7

Gordis, L. 2004. Epidemiology (3rd Edition). Pennsylvania-USA, Elsevier Inc

Sly, D.F, Richard, S.H., Edward, T., dan Sarah, R. 2001. Influence of A Counteradvertising Media Campaign on Initiation of Smoking: The Florida “Truth� Campaign. American Journal of Public Health, Vol. 91 No. 2, Halaman 233-238

Hesketh, T., Qu, J.D., dan Andrew, T. 2001. Smoking Among Youths in China. American

57


Zaluchu, F. Studi Komparasi Profil Faktor Risiko Merokok di Kota Medan dan Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

Steptoe, A., Sally, K., Elizabeth, R., dan Sean, H. 2001. The Impact of Behavioral Counseling on Stage of Change in Fat Intake, Physical Activity, dan Cigarette Smoking in Adults at Increased Risk of Coronary Heart Disease. American Journal of Public Health, Vol. 91 No. 2, Halaman 265-269 Tseng, M., Karin, Y., Robert, M., dan Berth, N. 2001. Area-Level Characteristics and Smoking in Women. American Journal of Public Health, Vol. 91 No. 11, Halaman 1847-1850 Yach, D., dan Stella, A.B. 2001. Junking Science to Promote Tobacco. American Journal of Public Health, Vol 91 No. 11, Halaman 1745-1748

58


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

STUDI TENTANG PENGARUH PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) TERHADAP PRESTASI SISWA DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN PERSEPSI GURU DAN ORANG TUA (STUDIES EFFECT OF UTILIZATION OF INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT) AGAINST STUDENT ACHIEVEMENT IN NORTH SUMATERA BASED ON THE PERCEPTIONS OF TEACHERS AND PARENTS) Siti Halimah*, Candra Wijaya* *Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara Jl. Willem Iskandar No. 5 Naskah masuk: 12 Desember 2011 ; Naskah diterima: 13 Februari 2012

ABSTRAK Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan TIK terhadap prestasi siswa di Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru dan orang tua. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan nilai raport. Teknik analisis yang digunakan analisis regresi sederhana dan uji satu pihak (one sample test). Temuan penelitian ini ada lima, yaitu: 1) kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru tergolong di atas rata-rata; 2) kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi orang tua tergolong di atas rata-rata; 3) distribusi kecenderungan prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara tergolong di bawah rata-rata; 4) terdapat perbedaan yang signifikan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar berdasarkan persepsi orang tua berdasarkan wilayah penelitian; dan 5) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pemanfaatan TIK untuk peningkatan belajar berdasarkan sampel di setiap lokasi penelitian yaitu di Medan, Binjai dan Tebing Tinggi. Kata kunci : TIK, persepsi, prestasi

ABSTRACT This study is using quantitative approach which aims to determine the effect of ICT against student achievement in North Sumatera, based on the perceptions of teachers and parents. Datas are collected using questionnaires and the report cards. Thus, all data are proceed by using simple regression analysis and test of the parties (one sample test). There are 5 (five) findings of this study, which are: 1) distribution trend of information and communication technology utilization by students in the province of North Sumatra classified based on the perceptions of teachers on average level; 2) distribution trend of information and communication technology utilization by students in the province of North Sumatra classified based on the perceptions of parents on average level; 3) distribution trend of student

59


Halimah, S. dan Candra W. Studi Tentang Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TI) Terhadap Prestasi Siswa di Sumatera Utara Berdasarkan Persepsi Guru dan Orangtua

achievement in North Sumatra province is below average, 4) There are significant differences of ICT against student achievement based on teacher perceptions of the sample areas; and 5) There are significant differences in the use of ICT for learning achievement based on the perceptions of sample on each location which are Medan, Binjai and Tebing Tinggi. Keywords : ICT, perception, achievement

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menurut persepsi guru dan orang tua terhadap prestasi belajar siswa di provinsi Sumatera Utara berdasarkan wilayah sampel penelitian.

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi informasi telah banyak memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, email, dan sebagainya. Pemanfaatan teknologi informasi menjadikan interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka saja tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi selain berdampak positif bagi dunia pendidikan juga membawa dampak negatif dalam pembelajaran, seperti, pemakaian internet di kelas yang pengawasannya tidak efektif memungkinkan siswa menggunakan internet untuk hal yang lain, bukan untuk kegiatan pembelajaran atau menyelesaikan persoalan-persoalan pembelajaran; kemudahan dalam mendapat pesan atau informasi bagi siswa menyebabkan siswa menyerahkan tugastugas yang bukan menjadi hak miliknya, dan sulit mengontrol pengaksesan informasi yang tidak sesuai untuk tugas seorang siswa. Persoalan yang akan dijawab oleh penelitian ini antara lain, bagaimana kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara menurut persepsi guru dan orang tua, bagaimana kecenderungan prestasi belajar siswa di provinsi Sumatera Utara, pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi guru dan orang tua terhadap prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara dan perbedaan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menurut persepsi guru terhadap prestasi belajar siswa di provinsi Sumatera Utara berdasarkan wilayah sampel penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara menurut persepsi guru dan orang tua, kecenderungan prestasi belajar siswa di provinsi Sumatera Utara, pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi guru dan orang tua terhadap prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara, perbedaan

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis kuantitatif yang akan mengungkap pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi guru dan orangtua terhadap prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada 3 (tiga) kota di wilayah Sumatera Utara, yaitu Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, dan Kota Binjai yang dilaksanakan selama 4 bulan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Oktober 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah para guru dan orang tua siswa pada tingkat satuan SMA di tiga kota, yaitu Kota Medan, Kota Tebing Tinggi dan Kota Binjai yang terdiri dari 254 SMA Negeri dan Swasta, dengan jumlah responden sebanyak 4996 orang guru dan 11484 orang tua siswa. Pengambilan sampel menggunakan tabel Krecji yang dipilih secara Proportional Sampling dengan tingkat kepercayaan 95%. Dari jumlah populasi sebanyak lebih kurang 16480 orang terpilih sebagai sampel penelitian sebanyak 377 orang tua dan 377 orang guru. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi, penyebaran angket, teknik wawancara. Kisi-kisi instrumen angket persepsi dikembangkan dengan mengadopsi teori Pareek (1984) dan Milton (1981). Uji Coba dan Hasil Ujicoba Instrumen Sebelum menggunakan instrumen terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel. Hasil ujicoba instrumen menunjukkan dari 40 butir angket untuk persepsi guru, gugur 2 butir sehingga angket yang digunakan untuk penelitian selanjutnya sebanyak 38 butir, dengan angka reliabilitas sebesar 0.9001. Sedangkan angket persepsi orang tua sebanyak 34 butir, gugur 2 butir sehingga angket yang digunakan untuk penelitian 32 butir, dengan angka reliabilitas sebesar 0,9150. sesuai dengan pendekatannya, maka analisis terhadap data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian yang diolah dengan deskriptif 60


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

mencakup gambaran umum mengenai pengaruh pemanfaatan teknologi informasi berdasarkan persepsi guru dan orangtua terhadap prestasi belajar siswa di Sumatera Utara. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji statistik sederhana dengan menghitung rata-rata dan persentase, dengan terlebih dahulu melakukan uji persyaratan analisis, meliputi: uji normalitas data, uji homogenitas dan uji liniaritas. Uji persyaratan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17.00.

Berdasarkan hasil pengolahan yang dilakukan diketahui mean = 281,23; modus = 135, median = 267; varians = 13561,550; simpangan baku = 116,454; skor maksimum = 489; dan skor minimum = 96. Gambaran tentang distribusi kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi orang tua secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Deskripsi data Kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara menurut persepsi orang tua frelatif Kelas Interval fabsolut 94 – 144 59 15,65 145 – 195 58 15,38 196 – 246 55 14,59 247 – 297 30 7,95 298 – 348 44 11,67 349 – 399 48 12,73 400 – 450 54 14,32 451 – 501 29 7,69 Jumlah 377 100 Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dijabarkan bahwa mean 281,23 berada pada kelas interval 247 – 297, ini berarti ada sebesar 7,95% responden pada skor rata-rata kelas, 45,62% di bawah skor rata-rata kelas dan 46,41% di atas skor rata-rata kelas. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa distribusi kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi orang tua tergolong di atas rata-rata.

HASIL PENELITIAN Deskripsi Kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan ko-munikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara menurut persepsi guru Berdasarkan hasil pengolahan yang dilakukan diketahui mean = 298,45; modus = 241; median = 292; varians = 12210,934; simpangan baku = 110,503; skor maksimum = 511; dan skor minimum = 96. Gambaran tentang distribusi kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Deskripsi data kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara menurut persepsi guru frelatif Kelas Interval fabsolut 96 – 148 34 9,02 149 – 199 55 14,59 200 – 251 63 16,71 252 – 303 40 10,61 304 – 354 51 13,53 355 – 406 48 12,73 407 – 458 44 11,67 459 – 511 42 11,14 Jumlah 377 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa dengan mean 298,45 berada pada kelas interval 252 – 303, ini berarti ada sebesar 10,61% responden pada skor rata-rata kelas, 40,32% di bawah skor ratarata kelas dan 49,07% di atas skor rata-rata kelas. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa distribusi kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru tergolong di atas rata-rata.

Deskripsi Kecenderungan Prestasi Belajar Siswa di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan hasil pengolahan yang dilakukan diketahui mean = 64,32; modus = 65, median = 65; varians = 90,972; simpangan baku = 9,538; skor maksimum = 79; dan skor minimum = 38. Gambaran tentang distribusi kecenderungan prestasi siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi orang tua secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Deskripsi data Kecenderungan prestasi siswa di Provinsi Sumatera Utara Kelas Interval fabsolut frelatif 38 – 43 4 15,65 44 – 49 17 15,38 50 – 55 63 14,59 56 – 61 50 7,95 62 – 67 117 11,67 68 – 73 29 12,73 74 – 79 97 14,32 Jumlah 377 100

Deskripsi Kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan ko-munikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara menurut persepsi orang tua

61


Halimah, S. dan Candra W. Studi Tentang Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TI) Terhadap Prestasi Siswa di Sumatera Utara Berdasarkan Persepsi Guru dan Orangtua

Berdasarkan data pada tabel 3 dapat dijabarkan bahwa dengan mean 64,32 berada pada kelas interval 62 – 67, ini berarti ada sebesar 11,67% responden pada skor rata-rata kelas, 53,49 % di bawah skor rata-rata kelas dan 27,05% di atas skor rata-rata kelas. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa distribusi kecenderungan prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara tergolong di bawah rata-rata.

determinasi ini menunjukkan bahwa pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi guru terhadap prestasi belajar siswa di Propinsi Sumatera Utara sebesar 12,25%. Selanjutnya melalui uji t yang telah dilakukan ternyata diperoleh thitung = 2,247 dengan nilai ttabel = 1,649. Oleh karena thitung > t tabel, ini berarti hipotesis pertama penelitian ini yang menyatakan terdapat pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi guru terhadap prestasi belajar siswa teruji secara empiris, dengan bentuk hubungan linier dan prediktif melalui garis regresi Ŷ = 61,347 + 9,948. Sementara itu, pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan orang tua terhadap prestasi belajar siswa di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan pengujian yang dilakukan menunjukkan nilai koefisien korelasinya sebesar 0,32 dan koefisien determinasinya mencapai 0,102. Nilai koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi orang tua terhadap prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara sebesar 10,2%. Selanjutnya melalui uji t yang telah dilakukan ternyata diperoleh thitung = 2,191 sedangkan nilai ttabel = 1,649. Oleh karena thitung > ttabel, ini berarti hipotesis penelitian ini yang menyatakan terdapat pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi orang tua terhadap prestasi belajar siswa teruji secara empiris, dengan bentuk hubungan linier dan prediktif melalui garis regresi Ŷ = 61,726 + 9,209.

Pengujian Persyaratan Analisis Uji Normalitas Analisis uji normalitas dalam penelitian bertujuan untuk menguji asumsi bahwa distribusi sampel dari rata-rata sampel mendekati atau mengikuti normalitas populasi. Pengujian normalitas penyebaran skor atau data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Semirnov atau Uji K-S. Taraf signifikansi yang digunakan sebagai dasar menolak atau menerima keputusan normal atau tidaknya suatu distribusi data adalah 0,05. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai Asymp. signifikansi untuk variabel persepsi orang tua terhadap TIK sebesar 0,106, variabel persepsi guru terhadap TIK sebesar 0,113, dan variabel prestasi belajar siswa sebesar 0,102, sedangkan nilai signifikansi Alpha yang ditetapkan adalah 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa data dari ketiga variabel dalam penelitian ini sebarannya membentuk distribusi normal. Uji Linieritas dan Keberartian Regresi Untuk mengetahui apakah persamaan regresi bersifat linier atau tidak maka dicari terlebih dahulu persamaan regresi antara prestasi belajar siswa (Y) dengan persepsi guru terhadap TIK (X1) dan prestasi siswa (Y) dengan persepsi orang tua terhadap TIK (X2). Model persamaan regresi yang digunakan adalah Ŷ = a + bX1 dan Ŷ = a + bX2. Hasil uji linieritas antara variabel X1 terhadap Y dan X2 terhadap Y disajikan bersamaan dengan pembahasan hipotesis satu maupun hipotesis dua.

Hipotesis Kedua Untuk menguji hipotesis kedua dilakukan uji satu pihak (one sample test), berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh besaran sebagaimana terangkum dalam tabel 4. Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menurut persepsi guru dan orang tua masing-masing menunjukkan besaran thitung persepsi orang tua 52,440 dan thitung persepsi guru 46,890, sedangkan besaran ttabel dengan df (derajat kebebasan) 377-1= 376 diperoleh besaran 1,649 dengan nilai probabilitasnya 0,000 di bawah nilai α 0,05. Berdasarkan pengujian di atas diketahui bahwa besaran thitung untuk persepsi orang tua lebih besar dari persepsi guru. Secara keseluruhan juga dapat diketahui bahwa nilai thitung lebih besar dari pada ttabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa di Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru maupun orang tua teruji secara empiris.

Pengujian Hipotesis Hipotesis Pertama Pengujian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi guru dan orang tua terhadap prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan nilai koefisien korelasinya sebesar 0,35 dan koefisien determinasinya mencapai 0,1225. Nilai koefisien 62


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Selanjutnya juga dianalisis perbedaan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa menurut persepsi guru berdasarkan wilayah sampel penelitian yakni Medan, Binjai dan Tebing Tinggi. Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh hasil sebagaimana terangkum dalam tabel 5. Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa terdapat perbedaan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa berdasarkan persepsi guru untuk wilayah sampel penelitian diperoleh besaran rata-rata yang berbeda dimana untuk wilayah Medan sebesar 220,95, Binjai sebesar 383,18 dan Tebing Tinggi sebesar 467,57. Hasil uji t yang dilakukan untuk wilayah Medan menunjukkan besaran thitung 54,139, untuk Binjai besaran thitung nya 112, 769, sedangkan Tebing Tinggi besaran thitung nya 121, 295, dengan ttabel pada df (derajat kebebasan) 377-1= 376 diperoleh besaran 1,649 dengan nilai probabilitasnya 0,000 di bawah nilai Îą 0,05. Berdasarkan pengujian ini diketahui bahwa nilai rata-rata dan besaran thitung untuk wilayah Tebing lebih Tinggi dari Binjai dan Medan. Dan secara keseluruhan thitung lebih besar dari pada t sehingga dapat disimpulkan bahwa tabel., terdapat perbedaan yang berarti pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa mempengaruhi pemanfaatan TIK berdasarkan persepsi guru di wilayah sampel penelitian teruji secara empiris. Selanjutnya hasil analisis perbedaan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar berdasarkan persepsi orang untuk wilayah sampel penelitian yakni Medan, Binjai dan Tebing Tinggi, berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh besaran sebagaimana terangkum dalam tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa terdapat perbedaan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar berdasarkan persepsi orang tua untuk wilayah sampel penelitian diperoleh besaran rata-rata yang berbeda dimana untuk wilayah Medan sebesar 195,03, Binjai sebesar 377,91 dan Tebing Tinggi sebesar 452,44. Hasil uji t yang dilakukan untuk wilayah Medan menunjukkan besaran thitung 45,807, untuk Binjai besaran thitung nya 126, 643 sedangkan Tebing Tinggi besaran thitung nya 190, 551, dengan ttabel pada df (derajat kebebasan) 377-1= 376 diperoleh besaran 1,649 dengan nilai probabilitasnya 0,000 di bawah nilai Îą 0,05. Hasil pengujian yang dilakukan diperoleh besaran rata-rata pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa berdasarkan persepsi orang tua untuk wilayah sampel Tebing Tinggi lebih besar dari pada Binjai dan Medan. Sedangkan secara keseluruhan nilai thitung lebih besar dari pada ttabel, sehingga dapat

disimpulkan terdapat perbedaan yang berarti pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa berdasarkan persepsi orang tua di wilayah sampel penelitian teruji secara empiris. PEMBAHASAN Pada paparan sebelumnya diketahui kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara menurut persepsi guru berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui ada sebesar 10,61% responden pada skor rata-rata kelas, 40,32% di bawah skor ratarata kelas dan 49,07% di atas skor rata-rata kelas. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa distribusi kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru tergolong di atas rata-rata. Uji kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara menurut persepsi orang tua berdasarkan pengolahan yang dilakukan menunjukkan ada sebesar 7,95% responden pada skor rata-rata kelas, 45,62% di bawah skor rata-rata kelas dan 46,41% di atas skor ratarata kelas. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa distribusi kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi orang tua tergolong di atas rata-rata. Sedangkan uji kecenderungan prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil pengolahan yang dilakukan menunjukkan ada sebesar 11,67% responden pada skor rata-rata kelas, 53,49 % di bawah skor rata-rata kelas dan 27,05% di atas skor rata-rata kelas. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa distribusi kecenderungan prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara tergolong di bawah rata-rata. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan persepsi guru terhadap prestasi belajar siswa di Propinsi Sumatera Utara sebesar 12,25%. Dan hasil pengujian juga diketahui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menurut persepsi guru dan orang tua masing-masing menunjukkan besaran thitung persepsi orang tua 52,440 dan thitung persepsi guru 46,890, sedangkan besaran ttabel dengan df (derajat kebebasan) 377-1= 376 diperoleh besaran 1,649 dengan nilai probabilitasnya 0,000 di bawah nilai Îą 0,05.

63


Halimah, S. dan Candra W. Studi Tentang Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TI) Terhadap Prestasi Siswa di Sumatera Utara Berdasarkan Persepsi Guru dan Orangtua

Tabel 4. Uji Pebedaan Persepsi Guru dan Orang TuaTerhadapPemanfaatan TIK Pemanfataatan TIK Nilai Test = 0 oleh siswa t df Sig. Mean Taraf Kepercayaan berdasarkan 95% persepsi Lower Upper Guru 46,890 376 0,000 281,23 269,44 293,02 Orang tua 52,440 376 0,000 298,45 287,26 309,64 Tabel 5 . Uji Pebedaan Persepsi Guru Terhadap TIK Berdasarkan Wilayah Sampel Penelitian Wilayah sampel Nilai Test = 0 Penelitian t df Sig. Mean Taraf Kepercayaan 95% Lower Upper Medan 54,139 224 0.000 220,95 212,91 228,99 Binjai 112,769 97 0,000 383,18 376,44 389,93 Tebing Tingi 121,295 53 0,000 467,57 459,84 475,31 Tabel 6. Uji Pebedaan Persepsi Orang TuaTerhadap TIK Berdasarkan Wilayah Sampel Penelitian Wilayah sampel Nilai Test = 0 penelitian t Df Sig. Mean Taraf Kepercayaan 95% Lower Upper Medan 45,807 224 0.000 195,03 189,51 206,55 Binjai 126,643 97 0,000 377,91 371,99 383,83 Tebing Tingi 190,551 53 0,000 452,44 447,68 457,21

Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa di Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru maupun orang tua teruji secara empiris. Hal ini sejalan dengan pandangan Yuyun Estriyanto (2008) yang menyebutkan bahwa beberapa perubahan budaya pembelajaran yang patut diperhatikan yakni dengan pemanfaatan teknologi, guru tak lagi menjadi satu-satunya sumber otoritas atau sumber informasi, karena teknologi mengubah sumber pengetahuan menjadi tak terbatas. Atas dasar itu, disadari oleh para guru pemanfatatan teknologi informasi dan kominukasi oleh siswa sangat membantu mereka dalam menyelesaikan berbagai masalah pembelajaran secara cepat dan tepat. Selanjutnya hasil pengujian pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa berdasarkan persepsi guru untuk wilayah sampel penelitian diperoleh besaran rata-rata yang berbeda dimana untuk wilayah Medan sebesar 220,95, Binjai sebesar 383,18 dan Tebing Tinggi sebesar 467,57. Hasil uji t yang dilakukan untuk wilayah Medan menunjukkan besaran thitung 54,139, untuk Binjai besaran thitung nya 112, 769, sedangkan Tebing Tinggi besaran thitung nya 121, 295, dengan ttabel pada df (derajat kebebasan) 377-1= 376 diperoleh besaran 1,649 dengan nilai probabilitasnya 0,000 di bawah nilai Îą 0,05. Begitu juga halnya, hasil pengujian

perbedaan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar berdasarkan persepsi orang tua diperoleh besaran rata-rata yang berbeda dimana untuk wilayah Medan sebesar 195,03, Binjai sebesar 377,91 dan Tebing Tinggi sebesar 452,44. Hasil uji t yang dilakukan untuk wilayah Medan menunjukkan besaran thitung 45,807, untuk Binjai besaran thitung nya 126, 643 sedangkan Tebing Tinggi besaran thitung nya 190, 551, dengan ttabel pada df (derajat kebebasan) 377-1= 376 diperoleh besaran 1,649 dengan nilai probabilitasnya 0,000 di bawah nilai Îą 0,05. Dari hasil temuan ini dapat jelaskan bahwa Kota Medan sebagai kota Metropolitan Sumatera Utara yang memiliki akses informasi lebih luas ternyata tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap pemanfaatan TIK dibandingkan pada wilayah Tebing Tinggi dan Binjai berdasarkan persepsi guru maupun orang tua. Menurut hemat peneliti ini terjadi dikarenakan semakin luasnya akses pilihan berbagai informasi maka pemanfataan TIK berupa internet untuk mendukung keberhasilan pembelajaran bukan merupakan satu-satu pilihan bagi siswa. Berbeda halnya dengan hasil survey yang dilakukan di tiga kabupaten Propinsi Yogyakarta terhadap 298 siswa berasal dari 6 SMU yang berbeda tentang pemanfaatan TIK dalam dunia pendidikan menyimpulkan bahwa di Kota Yogyakarta lebih baik 64


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

dibandingkan dengan daerah pinggiran Yogyakarta (Bantul dan Gunung Kidul). Selain itu hasil survey ini juga menyimpulkan bahwa terjadi perbedaan pemanfaatan TIK bagi sekolah negeri dan swasta. Dalam hal pemanfaatan TIK sekolah-sekolah swasta lebih minim dibandingkan dengan sekolah negeri. (Online di http://www.dedeyahya.com/2011/10/Perkemb angan tik-di-bidang pendidikan. html.

DAFTAR PUSTAKA Amiruddin. 2008. Potensi Teknologi Komunikasi: Teknologi Informasi Komunikasi. Harian Kompas 28 Mei 2007.

dan dan

Anthony Giddens, 1999. Runaway World: How Globalisation is Reshaping Our Lives, Profile Books, London. Cahyanto, Jalu Noor. 2007. Pemanfaatan ICT dalam Membangun Jaringan Pembelajaran Internasional. Konferensi Guru Indonesia. Jakarta.

KESIMPULAN 1. Kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi guru tergolong di atas rata-rata. 2. Kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh siswa di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persepsi orang tua tergolong di atas ratarata. 3. Kecenderungan prestasi belajar siswa di Provinsi Sumatera Utara tergolong di bawah rata-rata. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar siswa berdasarkan persepsi guru untuk wilayah sampel penelitian, dimana besaran rata-rata wilayah Medan sebesar 220,95, Binjai sebesar 383,18 dan Tebing Tinggi sebesar 467,57. 5. Terdapat perbedaan yang signifikan pemanfaatan TIK terhadap prestasi belajar berdasarkan persepsi orang untuk wilayah sampel penelitian yakni Medan, Binjai dan Tebing Tinggi dimana diperoleh besaran rata-rata Medan sebesar 195,03, Binjai sebesar 377,91 dan Tebing Tinggi sebesar 452,44.

Dewanto, Nirwan. 1991. Kebudayaan Indonesia: Pandangan 1991. Jurnal Prisma. No. 20 Tahun XX. Oktober 1991. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. El Fadl, Khaled Abou. 2003. Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authority, and Women. UK: Oneworld Publications Oxford. Estriyanto, Yuyun. 2008. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pembelajaran. http ://mail.uns.ac.id/~yuyunestriyanto [Diakses pada 15 Februari 2008]. Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Kaum Tertindas. penerjemah Mansour Fakih, dkk. Jakarta: LP3ES. Illich, Ivan. 2000. Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah. penerjemah: A. Sonny Keraf. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Lorens Bagus, 1996. Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta. Mar’at. 1984. Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

REKOMENDASI 1. Perlu dilakukan peningkatan persepsi guru maupun orang tua dalam pemanfaatan TIK 2. Perlu meningkatkan pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran oleh guru maupun orang tua mengingat pengaruh yang diberikan belum tercapai secara optimal untuk masa-masa yang akan datang. 3. Kepala Dinas Pendidikan dan unsur terkait lainnya di Provinsi Sumatera Utara hendaknya dapat memberikan perhatian yang lebih khusus terhadap pemanfaatan TIK ini dalam pendidikan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara umum dan kualitas pembelajaran secara khusus.

Nurdin, Noni. 2004. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Dalam Pendidikan. Modul 1 Diklat Calon Kepala SMA/ SMK: Jakarta. Poerwadarminta, WJS. 2003. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Besar

Sadli, S. 1977. Persepsi Sosial mengenai Perilaku Menyimpang. Jakarta : Bulan Bintang. Sardiman. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Sudjana, N. dan Achmada Rivai. 2001. Teknologi Pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.

65


Halimah, S. dan Candra W. Studi Tentang Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TI) Terhadap Prestasi Siswa di Sumatera Utara Berdasarkan Persepsi Guru dan Orangtua

Sumardjoko, B. 1995. Persepsi, Sikap pada Pengajaran Sejarah dan Pemahaman Nilai-nilai Kepahlawanan. Tesis IKIP Jakarta. Suparman, Atwi. 2001. Kawasan Teknologi Pendidikan. Program Pascasarjana UNJ Jakarta.

66


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

PENINGKATAN KESEMPATAN KERJA SESUAI KEAHLIAN BAGI BURUH BANGUNAN DI KOTA MEDAN DENGAN MEMANFAATKAN JARINGAN PONSEL (INCREASING EMPLOYMENT OPPORTUNITIES APPROPRIATE FOR LABOR BUILDING EXPERTISE IN THE FIELD OF CITY NETWORK USING MOBILE PHONE) Amalia Pemenang Lomba Karya Tulis Ilmiah Simposium Penelitian Pembangunan Daerah (SIMPEL PEMDA) 2011 Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Sumatera Utara

ABSTRAK Sistem pencarian proyek pekerjaan di kota Medan di kalangan buruh bangunan masih mengandalkan sistem dari mulut ke mulut. Tidak adanya jaringan informasi yang handal untuk membantu mencari “the best match� antara buruh bangunan dan mandor kadangkala menyebabkan buruh bangunan kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kriteria pekerjaan yang di inginkannya. Kemajuan teknologi seperti ponsel dapat membantu para buruh bangunan di kota Medan memperoleh proyek pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Tahapan penelitian meliputi pemilihan spesifikasi sistem dan perancangan sistem. Observasi terhadap pengguna sistem menunjukkan para pekerja bangunan memiliki ponsel kategori biasa (bukan smartphone) dangan harga ponsel rata-rata Rp. 500.000. Untuk itu sistem dibangun dengan ponsel kategori biasa namun harus memiliki spesifikasi MIDP 2.0, CLDC 1.0 dan dapat mendukung teknologi Java. Sistem dibangun dengan konsep database terdistribusi dimana metode alokasi data yang digunakan merupakan gabungan metode fragmentasi dan replikasi, cara pemrosesan query yaitu pengiriman transaksi melalui SMS dengan menerapkan suatu aturan transaksi yang konsisten. Uji coba sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga jika sistem berbasis ponsel ini diterapkan dapat meningkatkan kesempatan kerja bagi pekerja informal pada area pekerjaan lebih luas, lebih cepat, dan lebih sesuai dengan keahlian dibandingkan dengan sistem pencarian kerja tradisional (sistem dari mulut ke mulut). Kata kunci: buruh bangunan, pencarian kerja, pemrograman ponsel

ABSTRACT Currently, job search system among construction workersin Medan still rely on the mouth to mouth system. The absence of a reliable information network to help find "the best match" between a construction worker and foreman sometimes causes trouble finding work in accordance with the criteria of the job he wanted. Technology progress such as mobile phones can help workers acquire the building works projects in accordance with his expertise. The stages of the research included the selection of system specification and distributive system program. The observation on the users of this system showed that the building construction workers had cellular-phones with common category (not smartphones) with the price of Rp.500,000 (five hundred thousand rupiahs) each. Therefore, the system which was built with the cellular-phones with common category had to have the specification of MIDP 2.0 and CLDC 1.0, and they could support Java Technology. The system was built with distributive database concept in which the data allocation method which was used

67


Amalia. Peningkatan Kesempatan Kerja Sesuai Keahlian Bagi Buruh Bangunan Di Kota Medan Dengan Memanfaatkan Jaringan Ponsel

constituted the combination of fragmentation and replication methods; the query processing method constituted the transfer of transaction via SMS by applying a consistent transaction regulation. The spot-check of the system ran well and was in accordance with what had been expected so that if the system with cellular-phone base could be applied, it would increase the opportunity of employment for informal workers in the broader employment area which was faster and more appropriate for their skill than those with the tradition system of looking for employment. Keywords: construction workers, looking for employment, cellular-phone programming

menerima pekerjaan yang bukan merupakan keahliannya. Begitu juga dengan mandor yang kesulitan menemukan buruh bangunan yang sesuai kriteria untuk dipekerjakan dan akan mempekerjakan seorang tukang yang tidak sesuai dengan keahliannya. Hal ini tentu saja akan berdampak terhadap kualitas pekerjaan. Saat ini aliran informasi tentang suatu proyek pekerjaan terutama di sektor konstruksi bangunan biasanya beredar dari sistem mulut ke mulut dan hampir tidak ada perekrutan secara formal. Seorang tukang akan mendapatkan informasi tentang suatu proyek pekerjaan dari teman, saudara ataupun relasinya. Namun sistem ini tidak menjamin dapat memasangkan mandor dan tukang dengan cepat dan tepat (Indrani Medhi, 2008). Untuk itu dibutuhkan suatu campur tangan teknologi seperti yang diungkapkan pada penelitian yang berjudul In With the New, Out With the Old : Has the Technological Revolution Eliminated the Traditional Job Search Process oleh David L. Van Rooy, Alexander Alonso, Zachary Fairchild di tahun 2003 mengungkapkan campur tangan teknologi seperti sistem pencarian kerja dengan memanfaatkan komputer dan internet dapat meningkatkan hasil pencarian kerja dibandingkan dengan sistem pencarian kerja tanpa teknologi (David L. Van Rooy, 2003). Namun penelitian yang dilakukan oleh Indrani Medhi, Geeta Menon, Kentaro Toyama di tahun 2008 yang berjudul “Challenges in Computerized Job Search for the Developing World” mengungkapkan banyaknya hambatan yang akan dihadapi untuk menerapkan sistem pencarian kerja berbasis komputer bagi pekerja di daerah miskin yang tidak terbiasa menggunakan komputer (Indrani Medhi, 2008). Saat ini, salah satu teknologi yang dapat diterima dengan baik adalah teknologi ponsel. Hal ini dibuktikan dengan jumlah pengguna ponsel di dunia yang makin meningkat dari tahun ke tahun (Jonathan Donner, 2008). Ponsel bukan lagi merupakan barang mewah namun merupakan kebutuhan hidup bagi sebagian orang. Persaingan perusahaan ponsel dalam menghasilkan berbagai jenis ponsel mengakibatkan harga ponsel kian terjangkau untuk masyarakat dengan kalangan ekonomi lemah. Hal ini membuat banyak peneliti beralih

PENDAHULUAN Berdasarkan data yang didapat dari Biro Pusat Statistik (BPS), di tahun 2010 sekitar 68.58% penduduk Indonesia bekerja di sektor informal (Abidin, 2010), (Badan Pusat Statistik, 2010). Tingginya jumlah pekerja di sektor informal merupakan salah satu masalah penting yang kerap dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia karena sektor ini berkaitan dengan kemiskinan dan kerentanan (Tokman, 2008), (Simanjuntak, 2010). Menurut organisasi perburuhan dunia (International Labour Organization – ILO) pekerjaan di sektor informal merupakan pekerjaan yang tidak diatur dalam undangundang perburuhan, dan tidak dikenakan pajak (Tokman, 2008). Salah satu pekerjaan di sektor informal yang banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia adalah pekerjaan di sektor konstruksi bangunan atau sering disebut dengan buruh bangunan. Pekerjaan buruh bangunan berkembang pesat di Indonesia karena sebagai negara berkembang, Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang sehingga banyak membuka lapangan kerja bagi para buruh bangunan (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal ini disebabkan tenaga kerja adalah salah satu komponen penting dalam industri jasa pelaksanaan konstruksi (Malik, 2010) Tenaga kerja tukang yang dibutuhkan dalam suatu proyek konstruksi untuk berbagai jenis pekerjaan yang ada dilapangan akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Ikatan Arsitek Indonesia perbedaan ini disebabkan karena setiap jenis pekerjaan konstruksi yang dilakukan membutuhkan keahlian tenaga kerja yang berbeda-beda (Teguh Wibowo, 2009). Untuk itu seorang mandor atau kepala tukang yang membawahi belasan hingga ratusan tukang dan kenek akan mencari tukang berdasarkan keahlian yang dibutuhkan di lapangan. Namun tidak adanya jaringan informasi yang handal untuk membantu mencari “the best match” antara buruh bangunan dan mandor kadangkala menyebabkan buruh bangunan kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kriteria pekerjaan yang diinginkannya [8]. Sehingga untuk menghindari keadaan menganggur, seorang tukang akan 68


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

memanfaatkan jaringan teknologi ponsel untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di sektor ekonomi, sosial dan budaya. Beriringan dengan makin banyaknya proyek berbasis ponsel merupakan bukti sistem berbasis teknologi ponsel dapat diterima dengan baik (Jonathan Donner, 2008). Berdasarkan latar belakang di atas maka topik yang diangkat pada penelitian ini adalah perancangan sistem untuk meningkatkan kesempatan kerja sesuai keahlian bagi buruh bangunan di Kota Medan dengan memanfaatkan jaringan ponsel. Penelitian ini bertujuan merancang sistem berbasis ponsel untuk meningkatkan kesempatan kerja sesuai keahlian bagi buruh bangunan yang dapat diterapkan di Indonesia khususnya di Kota Medan sehingga dapat meningkatkan mutu pekerjaan dan juga kesempatan kerja pada area pekerjaan lebih luas serta lebih cepat.

selama 6 bulan yaitu dari Januari 2011 sampai dengan Juni 2011. Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu seperangkat komputer untuk perancangan sistem, teknologi Java ME sebagai bahasa pemrograman dan simulator Wireless Toolkit 2.5.2 untuk pengujian sistem. Terdapat 2 tahapan perancangan sistem yaitu pemilihan spesifikasi sistem dan perancangan prototip. Tahapan ini bertujuan untuk menentukan pilihan spesifikasi sistem yang sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan (Jonathan Donner, 2008). Skema dari tahapan ini dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan gambar 1 terdapat beberapa kategori yang diteliti untuk menentukan pilihan spesifikasi sistem yaitu pengguna sistem, cara pengaksesan sistem dan ketergantungan sistem. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari; observasi pengguna sistem, observasi cara aksesibilitas sistem, observasi teknologi pendukung sistem, dan observasi ketergantungan sistem. Selanjutnya dilakukan perancangan prototip sistem (gambar 2) dan perancangan database dan perancangan sistem terdistribusi.

METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Indonesia khususnya di Medan. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah

Observasi Pengguna Sistem • • •

Analisa

Siapa yang akan menggunakan sistem ini? Bagaimana latar belakang ekonomi pengguna sistem? Kategori yang digunakan pengguna sistem : a. Smartphone Ponsel Biasa

Analisa

Kategori Ponsel Untuk Perancangan Sistem

Jenis Pengaksesan Perancangan Sistem

Bagaimana Cara Pengaksesan •

Bagaimana pengaksesan yang dapat dijalankan oleh ketegori ponsel pengguna sistem? SMS GPRS Bluetooth Voice

Analisa

InfraRed Lainnya

Spesifikasi

Observasi Ketergantungan Sistem •

Ketergantungn Sistem

Sistem

Apakah sistem tergantung pada suatu operator atau merk ponsel tertentu?

Gambar 1. Pemilihan Spesifikasi Sistem

69


Amalia. Peningkatan Kesempatan Kerja Sesuai Keahlian Bagi Buruh Bangunan Di Kota Medan Dengan Memanfaatkan Jaringan Ponsel

Perancangan Database

Observasi Sistem •

Spesifikasi Sistem

Pemodelan Sistem

• Perancangan Database Lokal • Perancangan Database Global

Bagaimana perancangan sistem terdistribusi yang

Prototip Sistem

Model Sistem

sesuai dengan spesifikasi

sistem?

Alokasi Data Fragmentasi Replikasi Fragmentasi &Replikasi

Manajemen Dir ektori

• Terpusat • Terdistribusi

Transmisi dan Query Data

Analisa

Observasi Konfigurasi Jaringan

Data dikirim ke site pengolahan Transaksi dikirim ke dan diolah di lokasi data

• • • • •

Fully Conected Network partially connected network tree structure network ring network Star Network

Lainnya

Gambar 2. Perancangan Prototip Sistem Tabel 1. Hasil Observasi Pengguna Sistem Objek Observasi Upah Perhari Waktu Untuk mendapatkan proyek pekerjaan baru Kriteria yang mempengaruhi pencarian kerja Pengaruh ponsel dalam menunjang pekerjaan Jenis ponsel Jenis layanan yang sering digunakan

Mandor Rp.80.000 1 sampai 2 minggu

Hasil Observasi Tukang Rp. 60.000

Kenek Rp. 40.000

kerja, wilayah kerja dan jenis keahlian tukang Sangat berpengaruh, salah satu sarana untuk mencari kerja/pekerja Ponsel biasa rata-rata berkisar Rp.500.000 Voice dan SMS

Tabel 2. Hasil Observasi Pengguna Sistem Objek Observasi

Hasil Observasi

Jenis Ponsel

Ponsel biasa / CLDC

Jenis aksesibilitas yang mungkin

• Voice • gprs • SMS Cara aksesibilitas yang dipilih adalah SMS karena SMS didukung oleh semua jenis ponsel dan operator yang ada di Indonesia. Tidak membutuhkan setting khusus seperti GPRS dan tidak semahal voice.

Hasil analisa

70


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Pada perancangan sistem ini, terdapat 7 tabel yang saling teritegrasi. Tidak semua ponsel pengguna sistem memiliki ketujuh tabel ini. Setiap tabel pada masing-masing ponsel pengguna sistem harus memiliki nama yang konsisten untuk memudahkan proses sinkronisasi data. Sistem yang akan dibangun merupakan database terdistribusi dengan memanfaatkan teknologi jaringan ponsel. Data yang didistribusikan adalah data global dimana ada beberapa pilihan kebijakan yang dapat mempengaruhi efisiensi sistem dalam mendistribusikan maupun untuk mengumpulkan kembali data global dari setiap ponsel. Dari Gambar 2 dapat dilihat terdapat empat kategori yang akan diteliti untuk menentukan pilihan kebijakan sistem terdistribusi yaitu alokasi data, transmisi data dan pemrosesan query, manajemen direktori, dan konfigurasi jaringan.

efisiensi biaya. Setelah dilakukan observasi secara mendalam, hasil observasi konfigurasi jaringan, transmisi data dan pemrosesan query dapat dilihat pada tabel 5. Skenario Sistem Sistem ini merupakan sistem untuk menentukan pasangan mandor dan tukang yang cocok berdasarkan kriteria yang telah diinputkan oleh para mandor dan tukang. Setiap ponsel mandor dan tukang yang telah tergabung dalam komunitas ini akan memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses sistem. Sebuah token akan dibangkitkan dan diedarkan dari satu ponsel ke ponsel lainnya dimana transaksi pada peredaran token dapat diasumsikan seperti transaksi Peer To Peer (P2P) yang ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4 Token berisi sekumpulan bit perintah untuk dijalankan oleh ponsel yang mendapatkan token. Setiap ponsel yang mendapatkan token selain menjalankan perintah yang diminta oleh sistem juga berhak untuk meminta layanan sistem. Layanan sistem ini contohnya pencarian kerja oleh tukang dan pencarian pekerja oleh mandor. Permintaaan layanan ini kemudian dibentuk menjadi sekumpulan bit perintah yang dikirimkan sebagai token baru ke ponsel berikutnya. Sistem dapat berjalan secara otomatis tanpa terlalu memerlukan campur tangan pengguna sistem. Peran pengguna sistem hanya menginput daftar pekerjaan/ kerja yang dicari kemudian sistemlah yang akan menentukan pasangan mandor dan tukang yang sesuai berdasarkan kriteria pencarian. Skenario sistem pencarian pekerja dilakukan oleh mandor dengan mengisi suatu form di ponsel mandor (Gambar 5). Form tersebut meliputi spesifikasi keahlian pekerja yang dibutuhkan, upah, waktu kerja dan jumlah pekerja yang dibutuhkan dimana data ini di simpan dalam Tabel Cari_Pekerja pada ponsel mandor. Ketika ponsel mandor mendapatkan giliran token, maka aplikasi di ponsel mandor akan mengirimkan data pada Tabel Cari_Kerja ini ke ponsel para tukang yang memiliki kode spesifikasi keahlian yang sama. Lalu sistem di ponsel tukang akan menyimpannya dalam Tabel Daftar_Pekerjaan. Seorang tukang dapat menginput kriteria kerja yang dibutuhkannya dengan mengisi sebuah form pencarian kerja yang terdapat pada ponsel tukang (Gambar 5). Aplikasi di ponsel tukang kemudian akan menyimpan kriteria kerja di dalam Tabel Cari_Kerja.

HASIL PENELITIAN Observasi pemilihan spesifikasi sistem bertujuan untuk menghasilkan spesifikasi sistem yang sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Hasilnya terlihat pada tabel 1 sampai dengan 4. Hasil Perancangan Sistem Terdistribusi Observasi perancangan sistem terdistribusi bertujuan untuk menghasilkan pilihan kebijakan yang sesuai. Dimana kebijakan ini dapat mempengaruhi efisiensi sistem dalam mendistribusikan maupun untuk mengumpulkan kembali data global dari setiap ponsel. Terdapat empat kategori observasi yaitu cara alokasi data, cara transmisi data dan pemrosesan query, manajemen direktori, dan konfigurasi jaringan. Hasil Observasi Cara Alokasi Data Dan Manajemen Direktori Pada sistem ini cara alokasi data dilakukan dengan menggabungkan metode fragmentasi dan replikasi. Ada tabel yang direplikasi secara utuh tapi ada juga yang difragmentasi kemudian di replikasi. Gambar 3 menampilkan ilustrasi tabel-tabel pada masing-masing pengguna sistem dimana pengguna sistem terdiri dari mandor, tukang dan koordinator. Garis merah menunjukkan hubungan relasi antar tabel, garis biru tabel yang difragmentasi sedangkan garis hijau adalah tabel yang direplikasi secara utuh. Hasil Observasi Konfigurasi Jaringan, Transmisi Data Dan Pemrosesan Query Beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan konfigurasi adalah kompleksitas dan

71


Amalia. Peningkatan Kesempatan Kerja Sesuai Keahlian Bagi Buruh Bangunan Di Kota Medan Dengan Memanfaatkan Jaringan Ponsel

Tabel 3. Hasil Observasi Teknologi Pendukung Sistem Objek Observasi

Hasil Observasi

Keterbatasan memory ponsel

Tidak memungkinkan memakai /menanamkan DDBMS yang besar

Hasil analisa

Salah satu solusinya adalah dengan memanfaatkan ruang memori lokal yang terdapat pada ponsel seefisien mungkin. Data disimpan dalam bentuk sekumpulan larik dari tipe byte (array byte) yang disebut dengan RMS (Record Management Store). RMS merupakan mekanisme penyimpanan berbentuk record yang dimiliki oleh Java ME

Tabel 4. Hasil Observasi Ketergantungan Sistem Objek Observasi Teknologi yang dipakai Sistem dapat secara otomatis

Hasil Observasi Java ME

berjalan

Hasil analisa

Ponsel harus mendukung Push Registry Untuk mendukung agar sistem dapat berjalan secara otomatis tanpa terlalu membutuhkan campurtangan pengguna sistem, maka ponsel yang digunakan harus mendukung push registry. Push registry hanya dapat dijalankan oleh ponsel dengan profil MIDP 2.0 keatas. MIDP merupakan singkatan dari Mobile Information Device Profile.

Tabel 5. Hasil observasi konfigurasi jaringan, transmisi data dan pemrosesan query Objek Observasi

Hasil Observasi

konfigurasi jaringan

konfigurasi ring network karena lebih sederhana dan murah

Pengirimana instruksi

secara hop by hop sehingga biaya pengiriman tidak ditanggung oleh hanya 1 pihak saja.

Cara transmisi data

Binary SMS melalui port 8888

Pengirimana transaksi Hasil Analisa

Transaksi dikirim ke dan diolah di lokasi data Transaksi dikirim ke dan diolah di lokasi data. Cara ini lebih efisien dibandingkan jika data yang dikirim terutama untuk data dengan kapasitas besar.

Ketika ponsel tukang mendapatkan token, maka aplikasi di ponsel tukang akan membandingkan Tabel Daftar_Pekerjaan dengan Tabel Cari_Kerja yang ada di ponselnya. Jika sesuai maka ponsel tukang akan melakukan proses sinkronisasi Tabel Daftar_Pekerjaan di ponsel mandor yang bersangkutan dan juga kepada ponsel tukang yang memiliki kriteria pekerjaan yang sama. Diagram aktivitas skenario pencarian kerja/pekerja pada gambar 6.

skenario pengujian untuk berbagai keadaan dilakukan untuk melihat kehandalan sistem. Ujicoba sistem dengan kondisi seluruh ponsel anggota komunitas dalam keadaan aktif. Hasil ujicoba menunjukkan sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Namun ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu semua ponsel harus memiliki pewaktuan yang sama. Peredaran token dilakukan dengan membandingkan waktu keadatangan token dan waktu penerimaan token, jika selisih waktu kedatangan dan penerimaan token tidak melebihi 5 menit maka token dapat diakses. Oleh sebab itu jika pewaktuan antara satu ponsel dengan ponsel lainnya tidak seragam maka sistem tidak berjalan sebagaimana mestinya.

PEMBAHASAN Analisis Skenario Pengujian Sistem Sistem telah diujicobakan dengan menggunakan emulator tipe defaultPhoneColor, dengan spesifikasi MIDP 2.0, CLDC 1.0. Beberapa 72


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 1, Maret 2012

Tukang Mandor Tabel Data_Pribadi Tabel Data_Pribadi + NoId + NoId

.

NoKTP NoKTP .... .... Tabel Daftar_Pekerjaan Tabel Daftar_Pekerja + IdProyek Koordinator

+ IdProyek

Tabel Data_Pribadi

NoIdMandor

NoIdTukang + NoId

Wilayah

NoKTP

.....

....

IdProyek

Wilayah

.....

Tabel Cari_Kerja

Tabel Cari_Pekerja

IdProyek Tabel Spesifikasi_Tukang

....

KodeKeahlian Tabel Spesifikasi_Tukang KodeKeahlian Tabel Spesifikasi_Tukang

KodeKeahlian DaftarNoId

KodeKeahlian

DaftarNoId Tabel Anggota

DaftarNoId

Tabel Anggota + NoId

Tabel Anggota

+ NoId NoPonsel

+ NoId

NoPonsel

Gambar 3. Alokasi Data NoPonsel

Gambar 4. Peredaran Token

73


Amalia. Peningkatan Kesempatan Kerja Sesuai Keahlian Bagi Buruh Bangunan Di Kota Medan Dengan Memanfaatkan Jaringan Ponsel

Gambar 5. Form Pencarian Tukang kali putaran token. Lamanya waktu putaran token tidak berpengaruh terhadap kesempatan seorang tukang/mandor mendapatkan pekerjaan. Seorang anggota komunitas pada posisi ke 1 menerima token akan mendapatkan kesempatan yang sama dengan anggota komunitas pada posisi ke X. Hal ini disebabkan mandor dan tukang menempati posisi NoId yang tidak beraturan. Seorang mandor jika mendapatkan giliran token akan mengirimkan kriteria pekerja yang dibutuhkan ke para tukang. Tukang berkesempatan membandingkan kriteria yang dikirimkan mandor tersebut dengan kriteria dirinya jika hanya mendapatkan giliran token. Sehingga tukang pertama yang dapat membandingkan kriteria tersebut adalah tukang yang posisi NoId nya berada setelah NoId Mandor tersebut.

Ujicoba sistem dengan kondisi ada ponsel anggota komunitas yang tidak aktif. Jika ada satu atau beberapa ponsel anggota komunitas tidak aktif, maka sistem tetap dapat berjalan. Namun peredaran token berjalan lebih lambat jika dibandingkan peredaran token ketika semua ponsel anggota komunitas dalam keadaan aktif. Hal ini disebabkan karena sistem akan menunggu respon konfirmasi selama 5 menit. Waktu keterlambatan peredaran token adalah 5 menit dikalikan dengan jumlah ponsel yang tidak aktif. Berdasarkan skenario pengujian sistem maka dapat disimpulkan sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga jika sistem berbasis ponsel ini diterapkan dapat meningkatkan kesempatan kerja bagi pekerja informal pada area pekerjaan lebih luas, lebih cepat, dan lebih sesuai dengan keahlian dibandingkan dengan sistem pencarian kerja tradisional (sistem dari mulut ke mulut).

Analisis Kelebihan dan Kelemahan Sistem Sistem ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem yang menggunakan server terpusat. Diantaranya sistem tidak membutuhkan biaya pengadaan dan perawatan server, sistem tetap dapat berjalan walaupun ada ponsel yang tidak aktif, ketersediaan data lebih terjamin dengan adanya proses fragmentasi dan juga replikasi. Selain itu sistem ini menjamin setiap ponsel memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses sistem dan tidak akan terjadi bottleneck.

Analisis Beban Jumlah Ponsel Semakin banyak ponsel tukang/mandor yang bergabung dalam sistem ini akan memperbesar kesempatan tukang/mandor memperoleh pekerjaan/pekerja yang sesuai kriteria pencarian. Namun dengan semakin banyaknya anggota komunitas juga berdampak dengan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk 1 kali putaran token. Jika waktu yang dibutuhkan untuk 1 kali SMS sebesar x menit maka untuk 100 anggota komunitas akan membutuhkan 100 dikalikan x menit untuk 1 74


Mandor

Tukang

Menginput kriteria kerja yang dicari Menginput kriteria pekerja yang dibutuhkan Menerima Paket Data

Menyimpan kriteria kerja yang dicari dalam Tabel Cari_kerja

[Token = salah]

[Token = benar] Menyimpan kriteria pekerja dalam Tabel Mengirim kriteria pekerja yang dicari ke semua tukang yg memiliki spesifikasi keahlian yang sama

Token = benar

Token = salah

Membandingkan Tabel Cari_Kerja dan Tabel Daftar_Pekerjaan [berbeda] Menyimpan kriteria pekerja dalam Tabel Daftar_Pekerja

[sama]

Kirim token berikutnya

ke

NoId

Sinkronisasi ke mandor yang memberikan pekerjaan

Sinkronisasi Tabel Daftar_Pekerja

Sinkronisasi ke semua tukang yang memiliki kriteria keahlian yang sama

• • Gambar 6 Diagram Aktivitas Pencarian Kerja/Pekerja Sistem ini juga memiliki beberapa kekurangan jika dibandingkan dengan sistem yang menggunakan server terpusat. Diantaranya pemrograman yang lebih sukar, instalasi program yang lebih sukar, membutuhkan biaya SMS untuk menjalankan sistem dan keamanan data yang lebih rentan.

kesempatan kerja sesuai keahlian bagi buruh bangunan pada area pekerjaan lebih luas dan lebih cepat dibandingkan dengan sistem pencarian kerja tradisional (sistem dari mulut ke mulut), membantu meningkatkan mutu pekerjaan, distribusi proyek pekerjaan yang lebih adil dan akhirnya dapat membantu meminimalkan jumlah pengangguran. Sistem ini masih memiliki beberapa keterbatasan sehingga diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian selanjutnya. Dimana, keamanan data pada sistem ini masih rentan, untuk itu diperlukan suatu penelitian lanjutan untuk memperbaiki keamanan data

KESIMPULAN Uji coba sistem berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga jika sistem berbasis ponsel ini diterapkan maka dapat menghemat waktu dan biaya dalam mencari proyek pekerjaan, meningkatkan

75


pada sistem ini, dan peredaran token seharusnya tidak terpaku pada urutan pendaftaran anggota komunitas sehingga posisi sebuah ponsel dalam menerima token lebih dinamis hal ini lebih menjunjung fairness sistem.

Institusi Pendidikan Dan Pelatihan Untuk Sertifikasi Ketrampilan Kerja Jasa Konstruksi . Feedberry. (2010). Nokia umumkan finalis pada ajang 2009 “Calling All Innovators�. (Feedberry) Dipetik Oktober 10, 2010, dari Gadget Article Resource: http://www.feedberry.com/2009/08/20/nokiaumumkan-finalis-pada-ajang-2009-calling-allinnovators/

REKOMENDASI Penerapan sistem berbasis ponsel ini dapat digunakan sebagai role model untuk menyelesaikan permasalahan tenaga kerja di bidang informal lainnya seperti peningkatan pendapatan UMKM dan lain sebagainya. Peran pemerintah sangat diharapkan seperti membuat kerja sama dengan pihak operator selular dan sosialisasi sistem kepada masyarakat luas. Pada akhirnya sistem ini diharapkan dapat menyelesaikan bukan saja permasalahan pencarian kerja bagi buruh bangunan namun juga permasalahan pekerja informal lainnya sehingga dapat membantu pemerintah dalam menangani masalah pengangguran di Sumatera Utara.

Hersman, E. (2010). Memeburn Web-Savvy Insight And Analysis. (Memeburn) Dipetik Oktober 5, 2010, dari 10 mobile Apps Designed to Make The World a Better Place: http://memeburn.com/2010/09/10-mobileapps-designed-to-make-the-world-a-betterplace/ Indrani Medhi, G. M. (2008). Challenges in Computerized Job Search for the Developing World. Florence, Italy: CHI 2008 Proceedings. Jonathan Donner, K. V. (2008). Reflections on MobileActive 2008 and the M4D Landscape. Johanesburg: Proceedings of the First International Conference on M4D.

DAFTAR PUSTAKA Abidin, J. (2010, September 29). Hileud.com. (Liputan6.com) Dipetik September 1, 2010, dari Pekerja Sektor Informal Indonesia Meningkat: http://hileud.com/hileudnews?title=Pekerja+Se ktor+Informal+di+Indonesia+Meningkat&id=33 1046

Malik, A. (2010). Pengantar Bisnis Jasa Pelaksana Konstruksi. Yogyakarta: CV Andi Offset. Nokia Mobile JobHunt (2009). [Gambar Hidup]. Oracle. (2010). Oracle. (Oracle) Dipetik Oktober 28, 2010, dari Java ME at The Glance: http://www.oracle.com/technetwork/java/java me/overview/index.html

Amalia, B. N. (2010). Solving Human Resource Management Construction Worker. Medan: Seminar International V Politeknik Negeri Medan. Avestro, J. (2007). Jeni Pengembangan Perangkat Mobile. Jakarta: Jardiknas.

Simanjuntak, Y. H. (2010, Januari 08). Bataviase.co.id. (Bisnis Indonesia) Dipetik Oktober 5, 2010, dari Pekerja informal diprediksi bertambah: http://bataviase.co.id/detailberita10490520.html

Badan Pusat Statistik. (2010). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Biswajit Banerjee, G. A. (1995). One-the-Job Search in a Developing Country : An Analysis Based on Indian Data on Migrants. Chicago: Rhe University Of Chicago.

Souktel Mobile. (2010, Maret 17). remixing the web for social change. (Net 2) Dipetik Oktober 20, 2010, dari Souktel - Mobile Phone Job Servive: http://www.netsquared.org/projects/souktelmobile-phone-job-service

David L. Van Rooy, A. A. (2003, June/September). In With the New, Out With the Old : Has the Technological Revolution Eliminated the Traditional Job Search Process. International Journal Of Selection And Assessment volume 11 .

Souktel. (2010). Souktel Changing Lives. One Text Message at The Time. (Souktel) Dipetik 10 28, 2010, dari JobMatch: Connecting Job-Seekers and Employers.

Dewan Pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional. (2004). Pedoman Akreditasi

Supardi, I. Y. (2008). Pemrograman Handphone Dengan J2ME. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

76


Amalia. Peningkatan Kesempatan Kerja Sesuai Keahlian Bagi Buruh Bangunan Di Kota Medan Dengan Memanfaatkan Jaringan Ponsel

Teguh Wibowo, P. P. (2009). Penggunaan Program Flexi-Man Pada Proyek Konstruksi Jalan. Dipetik Oktober 1, 2010, dari Petra Christian University Library: http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&s ubmit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiun kpe/s1/sip4/2009/jiunkpe-ns-s1-200921403061-11945-fleximan-chapter3.pdf Tokman, V. E. (2008). The Informal Sektor. Dalam A. K. Ros, International handbook of development economics, Volume One (hal. 483496). Celtenham UK: Edward Elgar .

77


Pedoman Penulisan Naskah Ilmiah Jurnal INOVASI Jurnal INOVASI memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dalam bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasan berpolitik. Jurnal INOVASI terbit empat kali dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember. Naskah yang akan diterbitkan dalam Jurnal INOVASI Balitbang Provinsi Sumatera Utara, harus memenuhi ketentuan berikut : 1. Naskah berupa karya asli yang belum pernah dipublikasikan di tempat lain dan tidak sedang diajukan ke tempat lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. 3. Komponen utama naskah memuat hal-hal berikut: a. b.

c.

d.

e.

f.

g.

h. i.

setidak-tidaknya

Judul, ditulis dengan jelas menggambarkan isi tulisan. Identitas Penulis, dimuat di bawah judul tulisan, memuat nama, alamat korespondensi dan e-mail. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris beserta kata kuncinya. Abstrak ditulis dalam 1 alinea berisi masalah, tujuan penelitian, hasil dan saran/ usulan. Pendahuluan, tidak menggunakan subjudul, berisi penjelasan padat dan ringkas tentang latar belakang penelitian, studi pustaka yang mendukung dan relevan, serta tujuan penelitian. Metode Penelitian berisikan disain penelitian yang digunakan, populasi, sampel, sumber data, instrumen, analisis dan teknik analisis yang digunakan. Hasil adalah temuan penelitian yang disajikan apa adanya tanpa pendapat penulis. Pembahasan menjelaskan dengan baik serta argumentatif tentang temuan penelitian serta relevansinya dengan penelitian terdahulu. Kesimpulan menjawab tujuan penelitian tanpa melampauinya. Rekomendasi berisi usulan-usulan kebijakan yang memungkinkan dihasilkan, berisi bentuk dan telaahannya untuk dilaksanakan mengacu pada prinsip tepatguna, logis dan relevan.

4. Tabel, gambar dan grafik dapat terbaca dengan jelas dan hendaknya agar dilampirkan secara terpisah serta diberi penjelasan yang memadai. 5. Penulisan rujukan sesuai dengan model Harvard. Pada isi tulisan, nama penulis ditulis disertai dengan tahun penulisannya. Pada bagian Daftar Pustaka, penulisan diurut sesuai dengan abjad. 6. Beberapa contoh bentuk referensi dalam jurnal ini adalah: Buku Abel, R. 2004. Revolusi Kesehatan Mata: Pencegahan dan Pengembalian Masalah Penglihatan. New York: Kensington Book Chaniago, A. 2010. Studi Pustaka dan Konseptualisasi Penelitian. Dalam: Zaluchu, F. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bandung: Citapustaka Media, hal 79-92. Artikel dari Jurnal Ang, L. dan Taylor, B. 2005. Memanajemen Keuntungan Konsumen Menggunakan Matriks Portofolio. Jurnal Pemasaran dan Manajemen Konsumen Strategik 12 (5), hal 298-304 Bagian di dalam buku Ballinger, A. dan Clark, M. 2001. Nutrisi, Pengendalian Nafsu Makan dan Penyakit. Dalam: Payne-James, J. dkk. editor. Dukungan Artifisial bagi Praktik Klinik. Edisi kedua. London: Greenwich Medical, hal 225-239 Koran Benoit, B. 2007. Peran G8 dalam Pemanasan Global. Harian Kompas 29 Mei 2007, hal 9. Laporan Komisi Eropa. 2004. Laporan Pendahuluan terhadap Implementasi dari Strategi Pemasaran Internal 2003-2006. Luxemburg: Unit Publikasi Komisi Eropa. Konferensi Fiedelius, H.C. 2000. Miopi dan Penurunan Visual: Aspek Global. Dalam: Lin, L.L.K. dkk. editor. Miopia Terbarukan II: Prosiding Konferensi Internasional ke-7. Taipei, 17-20 Nopember 1998. Tokyo: Springer, hal 31-37. Tesis Garcia-Sierra, A. 2000. Investigasi Penyebab Ca-Serviks pada Wanita Usia Subur di Perkotaan. Tesis PhD, Universitas Indonesia. Jurnal Artikel Elektronik Merchant, A.T. 2009. Diet dan Aktifitas Fisik pada AnakAnak di Kawasan Kumuh Perkotaan: sebuah Studi Cross Sectional. Jurnal Nutrisi [Online] Edisi 6. Dari: http://www.nutritionj.com/content/pdf/1475-2891-6.1.pdf [Diakses: 10 Mei 2007]. Web Page Thompson, B. 2006. Mengapa Balita Butuh ASI [Online]. Dari: http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/459876 [Diakses: 10 Mei 2007].


Depkes RI. 2006. Panduan Imunisasi [Online]. Dari: http://www.depkes.go.id/bayi_panduan_imunisasi/2345 [Diakses: 19 Februari 2011].

7. Naskah dituliskan dengan menggunakan Times New Roman 12, maksimal 20 halaman A4 spasi ganda, ditulis dengan program komputer Microsoft Word. 8. Naskah yang masuk hendaknya diterima 2 (dua) bulan sebelum waktu penerbitan untuk direview oleh anggota dewan redaksi dan reviewer (mitra bestari) yang ditunjuk oleh Dewan Redaksi. 9. Dewan Redaksi berhak menolak naskah ilmiah yang dianggap tidak layak muat di Jurnal Inovasi. Naskah diserahkan dalam 2 (dua) media yaitu hardcopy dan softcopy yang keduanya harus memuat isi yang sama. Nama file, judul dan nama penulis naskah dituliskan pada label CD. Naskah dipersiapkan dengan menggunakan pengolah kata Microsoft Word. Pengiriman naskah ke alamat redaksi melalui surat elektronik ke : inovasibpp@gmail.com atau melalui pos ke : Dewan Redaksi Jurnal INOVASI Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 10. Redaksi berhak menolak naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan naskah di atas dan redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan naskah tersebut. 11. Setiap penerimaan atau penolakan naskah akan disertai dengan surat resmi yang ditandatangani oleh Dewan Redaksi dan dikirimkan kepada penulis. 12. Setiap penulis yang karya tulisnya telah diterbitkan, akan mendapat satu buah cetak lepas dan satu buah full print. 13. Setiap penulis menyetujui untuk mengalihkan hak ciptanya ke Jurnal Inovasi jika naskahnya diterima untuk diterbitkan.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.