Jurnal Inovasi September 2011

Page 1


Volume 8, Nomor. 3

September 2011 2011

ISSN 18291829-8079

Jurnal INOVASI terakreditasi B sebagai jurnal ilmiah bidang ilmu politik dan kebijakan ijakan dengan Nomor : 334/AU1/P2MBI/04/2011 berdas berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Penget engetahuan Indonesia Nom Nomor : 482/D/2011 tanggal 12 April 2011. Jurnal INOVASI sebagai media litban litbang Provinsi Sumatera Utara memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dalam am bid bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya udaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya daya aalam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasa awasan berpolitik yang terbit empat kali ali dala dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember. D

Penasehat

Ke Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi insi Sumatera Su Utara

Penanggung Jawab

Se Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi ovinsi Sumatera Utara

Pemimpin Redaksi

Ma Marlon Sihombing (Sosial Politik dan Pemerintahan)

Dewan Redaksi

Ba Badaruddin (Sosial Politik dan Pemerintahan) H. Hasnudi (Pertanian dan Kehutanan) Za Zahari Zein (Sosial Ekonomi Pertanian) E. Harso Kardhinata (Biologi dan Pertanian) Ra Ramdhansyah (Ekonomi dan Keuangan) Su Sugih Prihatin (Pertanian) Fo Fotarisman Zaluchu (Kesehatan Masyarakat)

Redaksi Pelaksana

Da Darwin Lubis Su Sumiarti Irw Irwan Purnama Putra

Tata Usaha dan Sirkulasi

Ma Makrum Rambe Ris Rismawaty Sibarani De Deli Yanto Sy Syafri

Mitra Bestari

Iry Iryanto (Universitas Sumatera Utara) Dj Djanius Djamin (Universitas Negeri Medan) Jul Julaga Situmorang (Universitas Negeri Medan) Az Azizul Kholis (Universitas Negeri Medan) Zu Zulkarnain Lubis (Universitas Medan Area)

Alamat Penerbit : BADAN ADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA Jl. S Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Tel. el. (06 (061) 7866225; 7883016 - Fax. (061) 7866248 We Website : http://balitbang.sumutprov.go.id Email : balitbangsumut@yahoo.co.id


PENGANTAR REDAKSI Pembaca yang terhormat, Puji syukur kembali kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Jurnal INOVASI Volume 8 Nomor. 3, September 2011 ini dapat terbit kembali. Edisi kali ini membuat berbagai topik penelitian dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Berbagai permasalahan lokal menjadi topik penelitian yang ditulis oleh para penulis. Diantaranya mengenai pemekaran, solusi kemacetan jalan, pengelolaan sampah dan pengelolaan irigasi. Meskipun berfokus pada sebuah situasi lokal, kebijakan yang direkomendasikan menjadi sebuah pelajaran penting kepada Provinsi Sumatera Utara. Selengkapnya tulisan ilmiah ini bisa dibaca di Jurnal Inovasi edisi ini. Semoga para pembaca memperoleh manfaat dan paradigma baru mengenai apa yang disajikan dalam edisi ini. Terima kasih dan selamat membaca. -Dewan Redaksi-


Volume 8, Nomor 3

September 2011

ISSN 18291829-8079

Lembar abstrak strak ini boleh diperbanyak/dicopy tanpa ijin dan biaya. ya.

Sorni Paskah Daeli

Nobrya Husni

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadapp Pem Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Aparatur Pengelolaan Irigasi Dii Kab Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara

Tata Guna Lahan Kawasan Sunggal al Sumatera Sum Utara Berdasarkan Kondisi Geologi

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 8, Nomor omor 3, hal 185-193 Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh garuh langsung dan tidak langsung dari kepemimpinan, sosial-budaya,, pend pendidikan dan latihan, serta motivasi terhadap pemberdayaan SDM pada institusi manajemen irigasi, di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera tera U Utara. Penelitian ini melibatkan 82 sampel yang diambil secara random dari institusi yang telah ditentukan dan data dianalisis dengan menggu enggunakan analisa jalur. Hasil penelitian memperlihatkan bahwaa pe pemberdayaan SDM dipengaruhi langsung dan tidak langsung oleh leh ke kepemimpinan, sosialbudaya, pendidikan dan latihan, serta motivasi. tivasi. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkna bahwa setiap perubaha rubahan atau variasi yang terjadi pada SDM tersebut amat dipengaruhi oleh fa faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pemberd emberdayaan SDM pada institusi irigasi, faktor kepemimpinan, sosial-buda budaya, pendidikan dan latihan, serta motivasi harus dijadikan bagi bagian dalam strategi pengembangan regional oleh pemerintah Kabupaten upaten Nias. Kata Kunci: pengembangan SDM, kepemimpi mimpinan, sosial-budaya, pendidikan dan latihan, serta motivasi

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan an Vol Vo 8, Nomor 3, hal 200-207 Informasi geologi diperlukan padaa penyusunan pen tata guna lahan yaitu dengan menggunakan parameter morfologi, morf stratigrafi dan geologi teknik. Parameter tersebut dikorelasikan asikan dengan komponen pendukung dan komponen kendala untuk mendapatkan mend bobot yang sesuai. Penggunaan metode skoring terhadap hadap setiap bobot dari komponen pendukung dan komponen kendala la akan aka menghasilkan informasi tata guna lahan. Berdasarkan analisa, daerah aerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kawasan. Kawasan 1 dengan engan komponen pendukung seperti ketersediaan permukaan air tanah, ah, air ai tanah dangkal, dan bahan bangunan direkomendasikan sebagai agai kawasan k industri. Kawasan 2 direkomendasikan untuk dikembangkan ngkan sebagai kawasan pemukiman berdasarkan komponen pendukung g seperti sepe ketersediaan air permukaan dan air tanah dangkal. Berdasarkan an komponen kom kendala yakni letaknya yang berada disepanjang bantaran n sungai sun Belawan yang merupakan daerah limpahan banjir, Kawasan 3 direkomendasikan direk sebagai kawasan pertanian. Kata Kunci : geologi, geomorfologi, logi, stratigrafi, s geologi teknik, tata guna lahan.

Jonni Sitorus, Kariono Herie Saksono Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sum Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 8, Nomor omor 3, hal 194-199 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuii mek mekanisme manajemen pendidikan berbasis masyarakat di Sumatera atera Utara, hambatanhambatan yang dihadapi, dan upaya-upaya ya da dalam mengatasinya. Penelitian ini menggunakan metode deskrip eskriptif analitis, yakni menggambarkan bagaimana penerapan manajemen jemen pendidikan berbasis masyarakat di Sumatera Utara, dan hasilnya asilnya dianalisis secara komprehensif. Secara umum, mekanisme Man Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan trilogy peran an sert serta masyarakat, yaitu dari Masyarakat, oleh Masyarakat dan untuk Masy Masyarakat. Keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dipanda ipandang sangat strategis sebagai wahana untuk meningkatkan mutu tu pe pendidikan sekaligus sebagai wujud dari partisipasi publik sebagaimana imana yang ingin dicapai dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarak syarakat. Hambatan yang dihadapi dalam Manajemen Pendidikan Berba Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara adalah: hambatan Konsept onseptualisasi, hambatan Implementasi, dan hambatan Aktualisasi. Upaya paya-upaya mengatasinya adalah: (1) aparat sekolah/dinas/yayasan memah emahami, menerima dan memfasilitasi pembentukan dan fungsi Komite te Sek Sekolah dan masyarakat memahami, mau berpartisipasi dan mampu mengem engembangkan sekolah di lingkungannya; (2) penetrasi pemberdayaann baik oleh dinas terkait maupun pihak Dewan Pendidikan Daerah, melalui elalui aktivitas sosialisasi dan fasilitasi; (3) pihak manajemen sekolahh mem memberikan ruang bagi alternatif pendanaan komite sekolah. Kata Kunci: Manajemen Pendidikan, Partisipasi asi Ma Masyarakat

Daya Saing Daerah Dalam Perspektif ktif Penduduk Pe dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera Utara an Vol Vo 8, Nomor 3, hal 208-219 Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Penduduk, potensi wilayah, dan n tingkat tin kesejahteraannya selalu menjadi isu hangat. Laju pertumbu tumbuhan, jumlah penduduk, dan sebarannya di Provinsi Sumatera Utara Utar semakin susah dikendalikan bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain, kuantitas dan kualitas potensi wilayah (SDA)) semakin sem menurun. Hingga saat ini, Pemerintah Daerah Provinsi Sumater matera Utara belum merumuskan kebijakan yang secara spesifik mengatu engatur pengelolaan penduduk secara profesional agar dapat meningkatkan tkan daya d saing daerah. Pemerintah daerah dapat menangani hal ini dengan deng mereviu dan merumuskan kebijakan pembangunan daerah h yang ya lebih inovatif dengan mengedepankan aspek investasii sumber sum daya manusia sekaligus merevitalisasi program keluarga berenca erencana (KB). Kata Kunci: Daya Saing Daerah, h, Penduduk, Pen Potensi Wilayah, dan Provinsi Sumatera Utara. Jonni Sitorus, Saiful Sagala Pengembangan Model Penyusunan Rencana Renc Kerja Sekolah Untuk Peningkatan Kompetensi Kepala Kepal Sekolah di Sumatera Utara Simak Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan an Vol Vo 8, Nomor 3, hal 220-228


Perencanaan kerja Kepala Sekolah berupa RAPBS disusun untuk satu tahun, sedangkan rencana strategis untuk 4 tahun belum dilakukan oleh Kepala Sekolah. Kemampuan Kepala Sekolah menyusun RKS perlu ditingkatkan. Tujuan penelitian ini: menemukan sebuah model yang tepat untuk menyusun RKS (profil, program dan kegiatan sekolah) sebagai pengembangan kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara (Kota Medan dan Kabupaten Batu Bara). Populasi adalah semua Kepala Sekolah SMP dan SMA/SMK Negeri di Kota Medan sebanyak 81 orang dan di Kabupaten Batu Bara sebanyak 35 orang. Yang menjadi sampel penelitian, yaitu Kepala Sekolah yang mengikuti pelatihan di Kota Medan sebanyak 29 orang. Sedangkan di Kabupaten Batu Bara yang mengikuti pelatihan sebanyak 36 orang (lebih banyak dari yang ditargetkan). Metode penelitian menerapkan metode research and development dari Borg dan Gall, dengan langkah-langkah: survey pendahuluan, perencanaan model, dan sosialisasi model. Instrumen penelitian berupa kuesioner, tes, dan pencatatan dokumen. Hasil penelitian diperoleh bahwa model yang tepat untuk penyusunan rencana kerja sekolah adalah model pembinaan (pelatihan) kepala sekolah. Beberapa saran dalam meningkatkan kompetensi Kepala Sekolah, yaitu: perlu pembinaan lanjutan yang dilakukan oleh suatu lembaga/instansi pada Kepala Sekolah; DUDI perlu berpartisipasi dalam pembinaan Kepala Sekolah; perlu perhatian pemerintah melalui Dinas Pendidikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme Kepala Sekolah melalui berbagai program dan/atau aktivitas untuk itu. Kata Kunci: Penelitian, Pengembangan Model, Penyusunan RKS, Kompetensi Fotarisman Zaluchu Evaluasi Penerapan Anggaran Primary Health Care (PHC) Di Provinsi Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 8, Nomor 3, hal 229-236 Primary Health Care (PHC) adalah sebuah komitmen global yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan dan dokumen Alma Ata pada tahun 1978. Setelah lebih dari tiga dekade, WHO merekomendasikan untuk mengevaluasi penerapannya secara khusus dalam anggaran pembangunan yang berfokus pada preventif dan kuratif. Penelitian ini mereview aplikasi konsep PHC ini dalam penganggaran di Kabupaten/ Kota untuk dapat mendapatkan informasi yang memadai dalam rangka mengevaluasi rancangan kebijakan model Pelayanan Kesehatan Dasar di Sumatera Utara. Evaluasi terhadap anggaran tersebut dikumpulkan secara purposive dari Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Samosir, Kabupaten Nias, dan Kabupaten Serdang Bedagai. Ditemukan, anggaran PHC untuk kebutuhan masyarakat yang lebih luas belum maksimal dilaksanakan. Proporsi anggaran masih banyak untuk kepentingan pengobatan sementara alokasi dana untuk pencegahan masih belum maksimal memberdayakan masyarakat untuk mencegah kesehatannya. Direkomendasikan untuk menindaklanjuti penelitian ini dengan menerapkan aturan teknis alokasi anggaran. Kata Kunci: primary health care, anggaran, pencegahan, pengobatan Dumora Jenny, Ferdinan Susilo Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Melalui Pengelolaan Sampah Anorganik Di Kota Medan Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 8, Nomor 3, hal 237-245 Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi sebagai konsekuensi logis dari aktivitas manusia, yang berdampak pada permasalahan lingkungan perkotaan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah sampah ini adalah dengan mengkaji peluang bisnis dari kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sampah sebagai salah satu usaha alternatif dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian daerah. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi jenis-jenis sampah anorganik bernilai ekonomis yang dapat di daur ulang dengan ramah lingkungan untuk membuka peluang bisnis bagi masyarakat untuk peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah. Hasil dari penelitian ini akan diperoleh jenis sampah anorganik yang ekonomis, yakni plastik dan kertas yang pengelolaannya dapat melibatkan masyarakat sebagai salah satu peluang bisnis untuk meningkatkan perekonomian.

Kata Kunci : Bisnis rumah tangga, sampah, anorganik, daur ulang. Porman J.M.Mahulae, Syafriadi Pendugaan Akuifer Air Tanah Di Medan Berdasarkan Metode Tahanan Jenis Schlumberger

Belawan

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 8, Nomor 3, hal 246-251 Penelitian geofisika dilakukan di daerah Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara, untuk menduga lapisan sedimen menggunakan metode Geolistrik. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data tahanan jenis konfigurasi Schlumberger, daerah penelitian diduga terdiri dari lapisan tanah penutup (top soil dengan ketebalan bervariasi berkisar 1,6 - 7,1 m. Di bawah tanah penutup terdapat lapisan lempung, dengan ketebalan 11 - 39 m. Di bawah lapisan lempung diduga terdapat lapisan sedimen berupa lapisan pasir yang diduga sebagai akuifer dengan ketebalan yang bervariasi. Dilihat dari sifat fisik berdasar interpretasi hasil data geofisika dan geologi diperkirakan akuifer ini pada keadaan tertekan (confined acquifer). Berdasar jenis dan sifat litologi, ketebalan dan penyebarannya, akuifer ini cukup menyimpan air. Kata Kunci: akuifer, air tanah, geofisika, tahanan jenis, belawan Anton Parlindungan Sinaga, Edyasa Hardiansyah Analisis Potensi Pengembangan Jalan Kawasan Pantai Timur Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 8, Nomor 3, hal 252-259 Analisis terhadap potensi pengembangan jalan Kawasan Pantai Timur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara telah dilakukan. Analisis dilakukan selama kurun waktu empat bulan pada tahun 2009 dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh dari berbagai publikasi yang berasal dari stakeholders dan berbagai informasi yang terkait dengan jalan di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Data lainnya yang dikumpulkan merupakan data dan informasi yang diperoleh langsung dari lapangan dan hasil koordinasi dengan instansi terkait. Dari hasil analisis ini bisa disimpulkan bahwa pengembangan jalan di kawasan tersebut yaitu di Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Labuhan Batu dan Kota Tanjung Balai harus segera dilakukan paling lambat pada awal tahun 2012 untuk menunjang keberlangsungan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Kata Kunci: Pengembangan jalan, Pertumbuhan Ekonomi, Sumatera Utara

Kawasan

Pantai

Timur,

Sahat Christian Simanjuntak, Mettis Surbakti Upaya Mengatasi Kemacetan Jalan Medan-Brastagi Di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 8, Nomor 3, hal 260-264 Telah dilakukan penelitian tentang upaya mengatasi kemacetan Jalan Medan - Brastagi di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Juni sampai dengan September 2010. Dari hasil penelitian ini bisa disimpulkan bahwa terdapat 11 (sebelas) titik kemacetan dengan faktor penyebab kemacetan tersebut adalah kondisi sarana dan prasarana jalan, perilaku dari pengemudi serta dimensi dan karakteristik kenderaan. Tanpa mengabaikan sebab perilaku pengemudi, upaya baru ditujukan kepada kondisi sarana prasarana dan karakteristik kendaraan, yaitu pemilihan 3 (tiga) jalur alternatif, perbaikan sistem manajemen pemeliharaan jalan melalui koordinasi pemangku kebijakan infrastruktur serta “reinforcement� Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 551/501/K/2008 tentang pelarangan kenderaan truk yang melebihi 2 (dua) sumbu pengangkut barang yang melintas pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur mulai pukul 06.00 wib sampai dengan pukul 20.00 wib. Kata kunci: Kemacetan, Kapasitas Jalan, Biaya Operasional Kenderaan


Silvia Darina, Faizal Eriza, Marlon Sihombing Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Kehidupan Ekonomi dan Pelayanan Publik bagi Masyarakat di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 8, Nomor 3, hal 265-270 Efektivitas pemekaran diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai dampak pemekaran wilayah terhadap kehidupan sosial ekonomi daerah, kualitas pelayanan publik serta tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di daerah sebagaimana cita-cita pemekaran wilayah itu sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian mengenai dampak pemekaran daerah terhadap kehidupan sosial ekonomi dan pelayanan publik (public service) bagi masyarakat di Sumatera Utara dan Upaya-upaya yang dilakukan daerah pemekaran dalam peningkatan kehidupan ekonomi dan kualitas pelayanan publik di daerah pemekaran di Sumatera Utara. Secara Umum terjadi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan dalam bidang ekonomi pasca pemekaran di daerah otonom baru ini dapat dilihat dari PDRB, pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan sarana prasarana yang meningkat dari sebelum dan setelah pemekaran. Secara umum terdapat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, perizinan dan fasilitas umum seiring dengan semakin ditambahnya personil pegawai dan sarana dan prasarana pelayanan publik. Namun hanya Kabupaten Serdang Bedagai yang membuat terobosan baru dalam perbaikan kualitas pelayanan publik dengan pelayanan terpadu satu atap, sedangkan daerah lainnya masih menggunakan metode pelayanan konvensional. Perlu dilakukannya sosialisasi dan transparansi program pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah sesuai dengan peran dan fungsinya masingmasing untuk mewujudkan pembangunan yang partisipatif dan pengetatan Mekanisme pemekaran daerah dan mengevaluasi kinerja daerah pemekaran. Kata Kunci : Dampak, Pemekaran, ekonomi, Pelayanan Publik, Masyarakat, Daerah


Volume 8, Nomor. 3

September 2011

ISSN 18291829-8079

The abstrack sheet eet m may by reproduced/ copied without permission or charge cha Sorni Paskah Daeli Influencal Factors for Human Resources Emp mpowerment Staffs in Irrigation Institution, in Nias District, North Sumat matra Province o. 33, p. 185-193 Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 8, No. The objectives of this research are to view the dire direct and indirect effect of leadership, social-culture, education and trainin ining, and motivation of human resources empowerment at the irrig irrigation management institution, in Nias District, North Sumatra Prov Province. This research involves 82 samples which were selected randomly mly from the mentioned institutions and the data obtained has beenn aanalyzed using path analysis. The results of the research shows tha that human resources empowerment in the institutions was affected direc irectly and indirectly by leadership, social-culture, education and trainin aining, and motivation. Based on those findings, it can be concludedd th that any changes or variations which occurred in the human resources ces empowerment of the institutions were affected by those factors. Theref erefore, to increase the human resources empowerment in the irrig irrigation management institutions, the leadership, social-culture, educatio cation and training, and motivation should be put into the regional strateg ategic development plan of the Nias District local government. Keywords: human resources empowerment, leade adership, socio-culture, education and training, motivation Jonni Sitorus, Kariono The Management of Community-Based Education on iin North Sumatra Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 8, No. o. 3, p. 194-199 The research was aimed to determine the mechan chanisms of communitybased management education in North Suma umatra, the problems encountered, and efforts to overcome them.. This research uses descriptive analytical method, which describes how the implementation of community-based management education in Nor North Sumatra, and the results are analyzed comprehensively. In general eral, the mechanism of Community-Based Education Management is a tr trilogy of community participation, namely from the Society, the Society iety and for Society. The existence of the Board of Education and the School Committee considered highly strategic as a vehicle to imp improve the quality of education as well as a form of public participa cipation as it wants to achieve in the Management of Community-Based ed E Education. Problems encountered in the Management of Community ity-Based Education in North Sumatra are: Conceptualizing barr barriers, barriers to implementation, and barriers Actualization. Effor fforts deal with is: (1) school officials/agencies/founder to understand, d, aaccept and facilitate the establishment and functions of the School ol Committee and the sociaty understand, willing and able to participa ipate in developing the school environment, (2) empowerment penetration tion by both the Council and related agencies education area, through ugh socialization and facilitation activities, (3) the school manageme ement gives room for alternative funding of the school committee. Participation Keywords: Management Education, Community Pa

Nobrya Husni Land Use of Sunggal Area Sumatera tera Utara Based On Geological Condition Inovasi, Journal of Politics and Policy, cy, Vol V 8, No. 3, p. 200-207 Geological information is required for the preparation of land use by using parameters such as morphology logy, stratigraphy and geological engineering. These parameters correlat elated with constraint components and supporting components to obtain ain appropriate weight. Land use arrangement will be generated by using usin scoring method againts the weight of constraint components and supporting su components. Based on the analysis, the study area can bee divided d into 3 (three) regions. Region 1 with supporting components ts such su as the availability of ground water, shallow groundwater, building g materials m and natural resources which is petroleum, it recommended d to be use as an industrial area. Region 2 is recommended to be develo velop as residential area based on supporting components such as the availability av of surface water and shallow groundwater. Based on constra straint component that the area is lies along the banks of Belawan river er which w is a flood over flow area, Area 3 is recommended as an agricultur ltural area. Keywords: geological information, on, morphology, geological technique, land use arrangem gement.

stratigraphic,

Herie Saksono Regional Competitiveness in the Perspective Pe of Population and Potential Region, Case Study: North Sumatera Sum Province Inovasi, Journal of Politics and Policy, cy, Vol V 8, No. 3, p. 208-219 Population, potential region, and thee level le of welfare always are a hot issue. Growth rate, population, and its spread in the North Sumatra Province increasingly hard to controll and an even tended to increase from year to year. On the other side, thee quantity qu and quality of potential region (natural resources) has decl eclined. Until now, the Regional Government of North Sumatera Provinc vince has not formulated a specific policy governing that managed populati lation in a professional in order to enhance regional competitiveness. Local Loca government is recommended to review and to formulate more innovative inn regional development policies by promoting investment aspect ects in human resources as well as revitalize the family planning programm mme (FP). Keywords: Regional Competitiveness, ss, Population, Potential Region, and North Sumatera Province. Jonni Sitorus, Saiful Sagala Development Model of School Plan Preparation Prep for the Improvement of School Principal Competence in North th Sumatra S cy, Vol V 8, No. 3, p. 220-228 Inovasi, Journal of Politics and Policy, The form of principal planning forr budgets bu compiled for one year, whereas for 4-year strategic plan has not been carried out by the Principal. The ability of principal to develop dev needs to be improved. The purpose of this research: finding an appropriate model to develop school preparation plan (profiles, prog rograms and school activities) as the development of competence Princi incipal in North Sumatra (Medan


City and Batu Bara Regency). The population is all Principals from State Secondary School, State Senior/Vocational Schools in Medan as many as 81 people and in the Regency Batu Bara as many as 35 people. The sample in Medan is 29 people. While in the Batubara Regency is 36 people (more than targeted). The research method applied research and development of methods of Borg and Gall, with steps: a preliminary survey, planning models, and socialization models. Research instrument in the form of questionnaires, tests, and recording documents. The results obtained that the right model for the school preparation plan is a model of coaching (training) principals. Some suggestions in improving the competence of the Principal, namely: needs further development carried out by an institution/agency in the Principal; Business Industry need to participate in the guidance of the Principal; need the attention of the government through the Department of Education to improve the competence and professionalism of the Principal through various programs and/or activity to it.

soil) with thickness ranges from 0.9 to 7.1 m. Under the cover, there is a layer of clay soil, with a thickness range from 11 to 39 m. While allegedly under clay sediment, found sand layers who suspected as aquifers with varying thickness. From the resistivity values and geological data, estimated aquifer in this area in the confined position. Based on type and lithological characteristic such as its thickness and spreading, this aquifer may be considered sufficient to save water.

Keywords: Research, Competence

The Analysis of the potential development of the east coast roads for supporting economic growth in North Sumatra have been done. The analysis was conducted over a period of four months in the year 2009 with using descriptive statistic analysis methods. The collected data is the primary and secondary data obtained from various publications that provide by the stake holders and various information related to the road on the East Coast Region of North Sumatra. Another data collected is data and information obtained directly from the field and the results of coordination with related agencies. Results of this analysis can be concluded that the development of roads in the district of Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Labuhan Batu and Tanjung Balai City should be done no later than at the beginning of 2012 to support sustainable economic growth of those region.

Development

Model,

Development

RKS,

Fotarisman Zaluchu Evaluation of Primary Health Care Budget Application in North Sumatra Province Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 8, No. 3, p. 229-236 Primary Health Care (PHC) is a global commitment as a follow-up of meetings and documents Alma Ata in 1978. After more than three decades, the WHO recommends to evaluate its application, particularly in the local budget that focuses on preventive and curative. This study reviewed the application of this PHC concept in budgeting at District / City to obtain sufficient information in order to evaluate the design of model policies PHC in North Sumatra Province. The evaluation of the budget were collected purposively from Medan City, Tebing Tinggi City, Pematang Siantar District, Samosir District, Nias District, and Serdang Begadai District. PHC budget for the wider community needs not optimally implemented. It is revealed that the proportion of the budget is still allocated more in curative activities rather than preventive activities. It is recommended to follow up this research by applying the rules of budgetary allocations. Keywords: primary health care, budgeting, preventive, curative Dumora Jenny, Ferdinan Susilo Study of Households Business Oppurtinities on Anorganic Waste Management in Medan City Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 8, No. 3, p. 237-245 Uncontrolled landfill waste occurs as a consequence of human activities, which impact on urban environmental issues. One of the activities that can be done to solve the garbage problem is to assess business opportunities from the utilization and waste management as one of the alternative efforts in enhancing the community's economy, which in turn can improve the regional economy. So the purpose of this study was to obtain data and information types of inorganic waste that can be economically valuable are recycled by environmentally friendly way to open up business opportunities for the community to increase community and regional economy. The results of this study will be obtained an economical type of inorganic waste, namely plastic and paper that its management can involve the community as a business opportunity to boost the economy. Key words: Business household, rubbish, inorganic, recyclable Porman J.M.Mahulae, Syafriadi Estimation Of Ground Water Aquifer In Medan Belawan Using Schlumberger Resistivity Method Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 8, No. 3, p. 246-251 Geophysical research was conducted at Medan Belawan, North Sumatra to predict sediment layers using geoelectric method. Based on the results of data processing and analysis of Schlumberger resistivity configuration, the surveyed area thought consist of overburden (top

Keywords: aquifer, groundwater, geophysical, resistivity, Belawan Anton Parlindungan Sinaga, Edyasa Hardiansyah The Analysis of the Potential Development of East Coast Road Area to Support Economic Growth In North Sumatra Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 8, No. 3, p. 252-259

Keywords: Development of the road, East Coast Region; Economic Growth, North Sumatra Sahat Christian Simanjuntak, Mettis Surbakti Efforts to Overcome Congestion Road Medan – Brastagi in North Sumatra Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 8, No. 3, p. 260-264 The research on efforts to overcome the heavy traffic of Medan Brastagi roads in North Sumatra have been done. This Research is carried out during 3 (three) months from June to September 2010. From the results point of view, this study can be concluded that there are 11 (eleven) point factors which causing road congestion, which belong to the condition of road infrastructure, the behavior of the driver as well as the dimensions and characteristics of vehicles. Without ignoring the driver behaviour, the effort just dedicated to overcome the infrastructure problem and the vehicle characterization, for example the selection of 3 (three) alternative routes, improvement of road maintenance management system through the coordination of infrastructure and implementation of policy makers and reinforcement on North Sumatra Governor about The Regulation No. 551/501/K/2008 which prohibit of truck vehicles that exceed 2 (two) axis, passing on Saturday, Sunday and public holidays from 06.00 pm until 20:00 pm. Keywords: Congestion, Capacity Roads, Vehicle Operating Costs Silvia Darina, Faizal Eriza, Marlon Sihombing Impact of Expansion on Regional Economic Life and Public Services For The Poor In North Sumatra Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 8, No. 3, p. 265-270 The effect of the new region is expected to provide an overview of the regional growth impacts on the social life of the local economy, quality of public services and the level of progress and prosperity in the region as the ideal division of the territory itself. Based on this background, it is deemed necessary to conduct a study on the impact of area of socioeconomic life and public services (public service) for people in North Sumatra and the efforts made in improving the lives of regional economic expansion and quality of local public services division in North Sumatra. Generally an increase in welfare and economic progress in the field of post-expansion in the new autonomous regions can be seen from the GDP, economic growth and increased availability of infrastructure facilities before and after separation. In general there is an increase in the quality of public services such as health,


education, licensing and public facilities along with the ditambahnya personnel and employees of public service facilities and infrastructure. But only Serdang Bedagai makes new inroads in improving the quality of public services with integrated one-stop service, while other areas are still using the conventional service methods. Keep doing socialization and transparency of government programs to increase community participation in regional development in accordance with the role and functions of each to realize participatory development and regional expansion and the tightening mechanism to evaluate the performance of the division Key Word : Impact, Expansion, Economy, Public Service, Community, Regional.


Volume 8, Nomor. 3

September 2011

ISSN 18291829-8079

DAFTAR ISI Halaman Faktor-Faktor Yang Berpengar engaruh Terhadap Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Aparatur Pengelolaan lolaan Irigasi Di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera atera Utara (Sorni Paskah Daeli)

185-193

Manajemen Pendidikan Berbas erbasis Masyarakat di Sumatera Utara (Jonni Sitorus dan Kariono)

194-199

Tata Guna Lahan Kawasan an Sun Sunggal Sumatera Utara Berdasarkan Kondisi disi Geologi (Nobrya Husni)

200-207

Daya Saing Daerah Dalam Pers Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera atera Utara (Herie Saksono)

208-219

Pengembangan Model Penyusu nyusunan Rencana Kerja Sekolah Untuk Peningkat ngkatan Kompetensi Kepala Sekolah ah di Sumatera Utara (Jonni Sitorus dan Saiful Sagala) ala)

220-228

Evaluasi Penerapan Anggaran aran Primary Health Care (PHC) Di Provinsi Sumatera Utara (Fotarisman Zaluchu)

229-236

Kajian Peluang Bisnis Rumah mah T Tangga Melalui Pengelolaan Sampah Anorgan organik Di Kota Medan

(Dumora Jenny dan Ferdinan an Susilo)

237-245

Pendugaan Akuifer Air Tanah anah Di Medan Belawan Berdasarkan Metode Tahanan Jenis Schlumberger (Porman J.M.Mahulae dan Syafri yafriadi)

246-251

Analisis Potensi Pengembangan angan Jalan Kawasan Pantai Timur Untuk Mendukung Pertumbuhan n Eko Ekonomi Di Sumatera Utara Anton Parlindungan Sinaga dan an Edyasa Hardiansyah

252-259

Upaya Mengatasi Kemacetan tan Ja Jalan Medan-Brastagi Di Sumatera Utara (Sahat Christian Simanjuntak dan Mettis Surbakti)

260-264

Dampak Pemekaran Daerah ah Te Terhadap Kehidupan Ekonomi dan Pelayanan nan Publik bagi Masyarakat di Sum Sumatera Utara (Silvia Darina, Faizal Eriza, dan Marlon Sihombing)

265-270


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Aparatur Pengelolaan Irigasi Di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara (Influencal Factors for Human Resources Empowerment Staffs in Irrigation Institution, in Nias District, North Sumatra Province) Sorni Paskah Daeli Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kementerian Dalam Negeri Jl. Kramat Raya No.132 Jakarta Pusat Email : sornipaskah@yahoo.com Naskah masuk : 20 Juli 2011; Naskah diterima :24 Agustus 2011

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung dari kepemimpinan, sosial-budaya, pendidikan dan latihan, serta motivasi terhadap pemberdayaan SDM pada institusi manajemen irigasi, di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini melibatkan 82 sampel yang diambil secara random dari institusi yang telah ditentukan dan data dianalisis dengan menggunakan analisa jalur. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberdayaan SDM dipengaruhi langsung dan tidak langsung oleh kepemimpinan, sosialbudaya, pendidikan dan latihan, serta motivasi. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkna bahwa setiap perubahan atau variasi yang terjadi pada SDM tersebut amat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pemberdayaan SDM pada institusi irigasi, faktor kepemimpinan, sosial-budaya, pendidikan dan latihan, serta motivasi harus dijadikan bagian dalam strategi pengembangan regional oleh pemerintah Kabupaten Nias. Kata Kunci: pengembangan SDM, kepemimpinan, sosial-budaya, pendidikan dan latihan, serta motivasi ABSTRACT The objectives of this research are to view the direct and indirect effect of leadership, socialculture, education and training, and motivation of human resources empowerment at the irrigation management institution, in Nias District, North Sumatra Province. This research involves 82 samples which were selected randomly from the mentioned institutions and the data obtained has been analyzed using path analysis. The results of the research shows that human resources empowerment in the institutions was affected directly and indirectly by leadership, social-culture, education and training, and motivation. Based on those findings, it can be concluded that any changes or variations which occurred in the human resources empowerment of the institutions were affected by those factors. Therefore, to increase the human resources empowerment in the irrigation management institutions, the leadership, social-culture, education and training, and motivation should be put into the regional strategic development plan of the Nias District local government. Keywords: human resources empowerment, leadership, socio-culture, education and training, motivation satu implikasi masalah lingkungan tersebut adalah semakin berkurangnya ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk air irigasi untuk kepentingan pertanian. Untuk mengatur ketersediaan air khususnya bagi kepentingan pertanian, diperlukan keterlibatan peran kelembagaan pengelola irigasi yang

PENDAHULUAN Adanya pandangan masyarakat bahwa air merupakan barang publik (public goods) menyebabkan masyarakat cenderung kurang efisien menggunakan air, yang akibatnya dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Salah 185


Daeli, S.P., Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Aparatur Pengelolaan Irigasi Di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara

terstruktur, khususnya di daerah, sesuai dengan amanat UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air dan PP No.20 Tahun 2006 tentang Irigasi, yang menyatakan bahwa kelembagaan pengelola irigasi adalah pemerintah, petani dan komisi irigasi provinsi dan kabupaten.

kelompok sosial tersebut cenderung menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan tadi merupakan hasil karya, hasil cipta, dan hasil rasa yang kesemuanya didasarkan pada karsa. Hasil cipta menimbulkan ilmu pengetahuan, hasil rasa menimbulkan kesenian, sedangkan karsa menghasilkan kaidahkaidah atau norma-norma.

Semakin pentingnya peran kelembagaan pengelola irigasi, menuntut adanya langkah-langkah strategis melalui pengembangan sumber daya manusia aparatur pengelola irigasi. Belum adanya SDM aparatur yang profesional dan handal, akan mempersulit terciptanya sistem pengelolaan air irigasi secara utuh dan berkelanjutan.

Secara konseptual pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia (Notoatmodjo, 2003). Pada dasarnya, secara formal di dalam suatu organisasi, pendidikan adalah suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan. Adapun pelatihan sering dikacaukan penggunaannya dengan latihan yang merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang.

Secara teoritis, pengelolaan SDM dipengaruhi oleh empat hal yaitu kepemimpinan, sosial budaya, pendidikan dan latihan, serta motivasi. Pemahaman konseptual tentang kepemimpinan, antara lain dikemukakan oleh Iskandar (1999) bahwa kepemimpinan adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan dalam suatu organisasi, sebab kepemimpinan itulah yang setiap kali mengambil keputusan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh organisasi atau kelompok. Pengertian kepemimpinan juga dikemukakan oleh Stoner dalam Umar (2005) yang menjelaskan bahwa kepemimpinan didefinisikan sebagai proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Kepemimpinan tidak akan lepas dari siapa yang memimpin yang sering disebut pemimpin, yaitu orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas jika bekerjasama dengan orang, tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan.

Pada hakekatnya, Tilaar (1997) menjelaskan bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan, yaitu suatu proses untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan saumbangan kepada keberdayaan masyarakat lokal, kepada masyarakat bangsanya, dan pada akhirnya kepada masyarakat global. Sedangkan Laird (1985) menjelaskan pemahaman pelatihan dengan definisi sebagai sebuah pengalaman, suatu disiplin, atau cara hidup yang menyebabkan masyarakat untuk memperoleh dan mengantisipasi perilaku-perilaku. Hal ini dengan tegas dikemukakan oleh Laird bahwa: “training may be defined as an experience, a dicipline, or a regimen which causes people to acquire, predetermined behaviours. Whenever employees need new behaviors, then we need a training department�.

Emile Durkheim dalam Sunarto (2004) berpendapat bahwa sosiologi ialah suatu ilmu yang mempelajari apa yang dinamakan fakta sosial (fact sosial). Fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Sosiologi mempelajari transaksi-transaksi sosial yang mencakup usahausaha bekerja sama antara para pihak karena semua kegiatan manusia didasarkan pada gotong-royong. Pengetahuan tentang proses-proses sosial memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat atau gerak masyarakat.

Sementara itu, motivasi (motivation) berasal dari perkataan bahasa latin, yakni Movere, yang berarti “menggerakan� (to move). Ada macam-macam rumusan untuk istilah motivasi. Pandangan Gray dan Strake (1984) menjelaskan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatankegiatan tertentu. Di lain pihak, Robbins dan Couleter (1999) memandang motivasi sebagai kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan keorganisasian, yang dikondisi oleh kemampuan upaya demikian, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja kerja individual. Dengan perkataan lain, motivasi merupakan sebuah

Secara sosiologis, Soekanto (2006) menjelaskan bahwa di dalam setiap sistem kemasyarakatan terjadi hubungan antarpribadi, antarkelompok, maupun antara pribadi dengan kelompok dan sebaliknya. Hubungan demikian disebut interaksi sosial, yang menyangkut proses saling mempengaruhi antara fihak-fihak yang berinteraksi. Kehidupan berkelompok di dalam kelompok186


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011 ,

determinan penting bagi kinerja individual. Selanjutnya Gibson et.al (1985) menyatakan bahwa motivasi merupakan sebuah konsep, yang kita gunakan, apabila kita menerangkan kekuatankekuatan, yang mempengaruhi seorang individu, atau yang ada dalam diri individu tersebut, yang menginisiasi dan mengarahkan perilaku.

sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi di Kabupaten Nias, sehingga dapat dijadikan acuan dalam pembinaan aparatur SDM

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Populasi penelitian adalah aparatur pelaksana teknis di lingkungan Dinas PU dan masyarakat yang tergabung dalam organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Besarnya populasi sebanyak 450 orang dengan kriteria: 1) usia di antara 20–50 tahun; 2) pengalaman terkait dengan irigasi dan pemberdayaan minimal 5 tahun; dan 3) pendidikan minimal SMA. Melalui teknik simple random sampling, maka diperoleh sampel sebagai responden penelitian sebesar 82 orang.

Teori motivasi hanya bermakna apabila diterapkan dalam manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi, terlepas dari ukuran, struktur, tujuan, strategi, sasaran dan jenis-jenis kegiatan organisasi yang menerapkannya. Menurut Stoner et.al (2003), teori kebutuhan secara tradisi telah lama diperhatikan dalam penelitian dan praktek motivasi. Teori kebutuhan memfokuskan pada yang dibutuhkan orang untuk hidup secara berkecukupan. Menurut teori kebutuhan, seseorang mempunyai motivasi kalau belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dengan kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan bukan lagi menjadi motivator.

Teknik analisis yang dilakukan adalah teknik analisis jalur (path analysis) dengan menggunakan software Lisrel. Untuk melakukan uji statistik, maka penelitian ini menggunakan hipotesis sebagai berikut:

Di Kabupaten Nias (kondisi sebelum pemekaran), kelembagaan pengelola irigasi air sudah ada. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkumpulan petani pemakai air (P3A) dan komisi irigasi yang didukung pemerintah daerah, yang bertujuan untuk mengelola air irigasi secara arif dan bijaksana agar dapat menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat di Kabupaten Nias. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Nias mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian yang mencapai sebesar 90.06%.

• • • •

Berdasarkan observasi di Kabupaten Nias, meski kelembagaan pengelolaan irigasi sudah ada, namun belum optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Fenomena ini disebabkan oleh belum terciptanya pola manajemen SDM aparatur pengelola irigasi. Manajemen SDM dalam hal ini terkait dengan faktor belum optimalnya pemberdayaan kepada SDM aparatur pengelola irigasi, lemahnya kepemimpinan, fakta sosial dan budaya masyarakat, dan belum dikembangkannya ketrampilan SDM aparatur melalui pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini faktor kepemimpinan, sosial budaya, pendidikan dan pelatihan dan motivasi dianggap merupakan variabel dominan, sehingga perlu pendalaman untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap pemberdayaan SDM aparatur pada kelembagaan pengelolaan irigasi di Kabupaten Nias agar dapat dijadikan sebagai acuan kebijakan pengembangan manajemen sumber daya manusia di daerah lainnya yang memiliki karakteristik yang sama dengan Kabupaten Nias. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel kepemimpinan, sosial budaya, pendidikan dan pelatihan, motivasi, dan terhadap pemberdayaan

• •

187

Kepemimpinan berpengaruh secara langsung terhadap pendidikan dan pelatihan. Kepemimpinan berpengaruh secara langsung terhadap sosial budaya. Kepemimpinan berpengaruh secara langsung terhadap motivasi. Kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap motivasi melalui pendidikan dan pelatihan. Kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap motivasi melalui sosial budaya. Kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi melalui pendidikan dan pelatihan dan motivasi. Kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi melalui sosial budaya dan motivasi. Pendidikan dan pelatihan berpengaruh secara langsung terhadap motivasi. Pendidikan dan pelatihan berpengaruh secara langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi. Pendidikan dan pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi melalui motivasi. Sosial budaya berpengaruh secara langsung terhadap motivasi.


Daeli, S.P., Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Aparatur Pengelolaan Irigasi Di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara

Sosial budaya berpengaruh secara langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi. Sosial budaya berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi melalui motivasi. Motivasi berpengaruh secara langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi. Kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi melalui sosial budaya. Kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemberdayaan sumber daya

No 1. 2.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

12.

Deskripsi Mean Standar Error Mean 95% Confidence Interval for Mean: - Lower Bound - Upper Bound 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness : - Statisik - Std. Error Kurtosis : - Statisik - Std. Error

manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi melalui pendidikan dan pelatihan. Kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi melalui motivasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Mendahului analisis untuk melihat analisis antar variabel, maka dilakukan beberapa analisis deskriptif sebagaimana terlihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Statistik Deskriptif Penelitian X1 X2 X3 53.1463 43.0732 53.7561 .62061 .75195 .92728

X4 54.9878 .70455

Y 54.4390 .69130

51.9115 54.3812 53.1734 53.0000 31.583 5.61990 40.00 65.00 25.00 8.00

41.5770 44.5693 43.2019 43.0000 46.365 6.80918 25.00 58.00 33.00 8.25

51.9111 55.6011 53.7669 53.5000 70.508 8.39689 35.00 72.00 37.00 9.25

53.5860 56.3896 54.9173 56.0000 40.704 6.37993 39.00 73.00 34.00 9.25

53.0636 55.8145 54.4864 55.0000 39.188 6.26000 41.00 68.00 27.00 9.00

-.007 .266

-.143 .266

.158 .266

110 .266

-.063 .266

-.418 .266

.414 .266

-.051 .526

.143 .526

-.669 .266

Tabel 2. Uji Normalitas dan Homogenitas Varians Uji KolmogorovShapiro-Wilk Smirnov Keputusan Kesimpulan Variabel Keputusan Kesimpulan Nilai Prob Nilai Prob X1 Ho dterima Distribusi Ho dterima Distribusi 0.985 0.453 0.090 0.096 Normal Normal Ho dterima X2 Ho dterima Distribusi Distribusi 0.982 0.285 0.076 .0200* Normal Normal Ho dterima X3 Ho dterima Distribusi Distribusi 0.979 0.188 0.081 0.200* Normal Normal X4 Ho dterima Distribusi Ho dterima Distribusi 0.988 0.682 0.087 0.184 Normal Normal Ho dterima Distribusi Y Ho dterima Distribusi 0.091 0.093 0.982 0.298 Normal Normal Keterangan : Jika Prob > 0,05 maka terima Ho berarti Data berdistribusi normal Jika Prob < 0,05 maka tolak Ho berarti Data tidak berdistribusi normal

188


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011 ,

Uji Homogenitas Varians Levene Test Db1 DB2 Prob. 2.333 4 405 .060 Keterangan : *) Signifikan pada taraf nyata 0,05 Kaidah keputusan Levene test : Jika Prob < 0,05 maka tolak Ho (varians heterogen); jika Prob > 0,05 maka Terima Ho (varians homogen)

Tabel 3. Koefisien Korelasi Penelitian x1 x1

x2

Pearson Correlation

1

.572

Sig. (2-tailed) N x2

82

Pearson Correlation

.572

Sig. (2-tailed) Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N x4

Pearson Correlation N

Y

Pearson Correlation N

.426

.674**

.000

.000

82

82

82

82

1

**

*

.774**

.000

.044

.000

82

82

82

1

**

.784**

.002

.000

**

**

**

.648

.648

.223

.336

.000

.000

82

82

82

82

82

**

*

**

1

.395**

.223

.336

.000

.044

.002

82

82

82

82

82

**

**

**

**

1

.674

Sig. (2-tailed)

y **

.000

82

.426

Sig. (2-tailed)

**

.000

82 .631

x4

.631

.000

N x3

x3 **

.774

.784

.000 .395

.000

.000

.000

.000

82

82

82

82

82

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Diklat

ρ31 Kepemimpinan

ρ53

= X3

ρ41

ρ43

ρ54

Motivasi = X4

= X1

ρ42 ρ21

ρ52

Sosbud = X2

Gambar 1. Model Hubungan Struktural Antarvariabel

189

Pemberda yaan SDM KPI = X5


Daeli, S.P., Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Aparatur Pengelolaan Irigasi Di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan model kausal yang dibentuk secara teoretis akan diperoleh diagram analisis jalur yang dihitung nilai koefisien setiap jalurnya. Nilai yang perlu diketahui untuk perhitungan selanjutnya adalah nilai korelasi sederhana antar variabel yang disajikan dalam bentuk matriks koefisien korelasi (tabel 3).

nilai koefisien untuk setiap jalur dihitung menggunakan program Lisrel serta diuji signifikansinya dengan menggunakan statistik uji t. Bila jalur yang diuji menunjukkan nilai koefisien jalur tidak berarti (tidak signifikan), maka jalur tersebut akan dihilangkan dan model hubungan struktural antarvariabel dimodifikasi serta nilai koefisien jalurnya dihitung kembali melalui trimming analisys.

Untuk pengaruh kausal dari variabel-variabel yang diteliti, maka model teoretis yang coba dianalisis berdasarkan pemahaman konsep teoretis dan realitas di lapangan dapat dilihat pada gambar 1.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menghitung besaran koefisien jalurnya. Bila koefisien jalur kurang dari 0,05, maka dapat dianggap jalur tersebut tidak signifikan. Setelah didapat koefisien jalur dengan menggunakan program Lisrel, diperoleh hasil sebagaimana terlihat pada tabel 4.

Berdasarkan diagram jalur model penelitian diperoleh delapan buah koefisien jalur, yaitu ρ21, ρ31, ρ41, ρ42, ρ43, ρ52, ρ53, ρ54. Selanjutnya,

No

Model

Tabel 4. Hasil Uji Statistik dan Koefisien Jalur. Koefisien Nilai Keputusan Jalur t-hitung

Substruktur 1 (Model X2) Kepemimpinan (X1) berpengaruh langsung 1. terhadap pendidikan dan pelatihan (X2) Substruktur 2 (Model X3) Kepemimpinan (X1) berpengaruh langsung 2. terhadap sosial budaya (X3) Substruktur 3 (Model X4) Kepemimpinan (X1) 3. berpengaruh langsung terhadap motivasi (X4) Pendidikan dan pelatihan (X2) 4. berpengaruh langsung terhadap motivasi (X4) Sosial budaya (X3) 5. berpengaruh langsung terhadap motivasi (X4) Substruktur 4 (Model Y) Pendidikan dan Pelatihan (X2) berpengaruh langsung 6. terhadap Pemberdayaan SDM KPI (Y) Sosial budaya (X3) berpengaruh langsung terhadap 7. Pemberdayaan SDM KPI (Y) Motivasi kerja (X4) berpengaruh langsung terhadap 8. Pemberdayaan SDM KPI (Y)

0,62

7,70*

0,26

2,12*

0,48

5,64*

0,47

5,16*

0,13

2,20*

0,40

2,06*

0,26

H0 ditolak

Berpengaruh langsung

H0 ditolak

Berpengaruh langsung

H0 ditolak

Berpengaruh langsung

H0 ditolak

Berpengaruh langsung

H0 ditolak

Berpengaruh langsung

H0 ditolak

Berpengaruh langsung

H0 ditolak

Berpengaruh langsung

H0 ditolak

Berpengaruh langsung

2,28*

0,52

2,90*

190

Kesimpulan


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011 ,

Pengaruh Variabel

Tabel 5. Hubungan Antar Variabel Penelitian Pengaruh Kausal Tidak Langsung Langsung

Melalui X2

Melalui X3

Melalui X4

Melalui X2 dan X4

Melalui X3 dan X4

Total

Model X2 X1 terhadap X2 0,62 0,62 Model X3 X1 terhadap X3 0,26 0,26 Model X4 X1 terhadap X4 0,48 0,29 0,03 0,81 X2 terhadap X4 0,47 0,47 X3 terhadap X4 0,13 0,13 Model Y X1 terhadap Y 0,25 0,068 0,250 0,152 0,018 0,73 X2 terhadap Y 0,40 0,24 0,64 X3 terhadap Y 0,26 0,07 0,33 X4 terhadap Y 0,52 0,52 Sumber: Analisis Penulis, 2010. Keterangan: X1= kepemimpinan; X2= sosial budaya; X3= pendidikan dan pelatihan; X4= motivasi kerja; dan Y = pemberdayaan SDM KPI Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh masingmasing besaran pengaruh baik secara langsung, tidak langsung, maupun total (tabel 5).

sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi semakin berdaya dan mampu mendorong terhadap upaya pemberdayaannya. Melalui motivasi yang baik sebagai akibat adanya dorongan dari figur pemimpin akan cukup efektif dalam proses pemberdayaan sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi, sehingga akan memberikan suasana kondusif dalam bekerja bagi kelembagaan pengelolaan irigasi, meningkatkan penguatan kapasitas sumber daya manusia, perlindungan dan ketidakadilan, bimbingan dan dukungan, dan memiliki kondisi yang seimbang.

Dalam penelitian ini disusun model teoretik yang menggambarkan variasi pengaruh langsung dan tidak langsung variabel kepemimpinan, sosial budaya, pendidikan dan pelatihan, serta motivasi terhadap pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi. Model ini menjelaskan bahwa ada saling pengaruh antarvariabel eksogen dan endogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh hipotesis diterima. Hal ini menerangkan bahwa pemberdayaan aparatur sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi di Kabupaten Nias dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut.

Pengaruh sosial budaya dapat langsung maupun tidak langsung melalui motivasi terhadap pemberdayaan sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi. Sumber daya manusia ini sangat ditentukan oleh kondisi sosial budaya dan lingkungannya, di mana mereka berada. Kondisi sosial budaya akan menentukan terhadap sikap dan perilaku terhadap individu, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap upaya pemberdayaan sumber daya manusianya. Pemberdayaan sumber daya manusia ini harus memahami terhadap kodisi sosial budaya masyarakat dan aparatur pelaksana di tingkat dinas instansi terkait irigasi.

Motivasi merupakan salah satu penunjang tercapainya pemberdayaan aparatur sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi di Kabupaten Nias cukup besar. Hal ini mengandung pengertian bahwa motivasi yang tinggi memberikan variasi perubahan pada pemberdayaan sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi yang baik di Kabupaten Nias.

Pengaruh sosial budaya yang didukung oleh adanya motivasi sangat mempengaruhi terhadap pemberdayaan sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi. Hal ini dapat dipahami meningat motivasi dipengaruhi oleh sosial budaya, sedangkan pemberdayaan dipengaruhi oleh kedua variabel tersebut, karena hubungan kerja dan suasana kerja yang baik akan menentukan terhadap

Kepemimpinan yang baik akan meningkatkan motivasi kerja aparatur sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi dalam melaksanakan peran dan fungsi tugasnya, di mana 191


Daeli, S.P., Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Aparatur Pengelolaan Irigasi Di Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara

motivasi kerja, maka upaya pemberdayaan sumber daya manusia pun akan semakin lebih baik.

dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya serta dapat mengambil keputusan secara bebas dan mandiri. Proses pemberdayaan seperti tersebut di atas, akan dapat berjalan manakala ada dorongan kuat atau motivasi kerja dari para aparatur dan masyarakat petani pemakai air. Pengertian tersebut menekankan bahwa pemberdayaan harus menghasilkan penguatan masyarakat. Penguatan masyarakat perlu dirangsang dan diberikan motivasi, baik secara individual maupun secara melembaga atau organisasi.

Variabel lainnya yang mempengaruhi pemberdayaan sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi adalah pendidikan dan pelatihan. Pengaruh pendidikan dan pelatihan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung melalui variabel motivasi terhadap pemberdayaan sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi. Pengaruh pendidikan dan pelatihan secara langsung terhadap pemberdayaan sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi menunjukkan bahwa melalui pendidikan pelatihan akan meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia menjadi lebih baik, di mana melalui pendidikan dan pelatihan akan menguatkan kemampuan orang ataupun organisasi seperti kelembagaan pengelolaan irigasi, khususnya kelompok rentan dan lemah, sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan yang ada pada dirinya ataupun lembaganya.

Pengaruh motivasi kerja bagi aparatur pemerintah dan masyarakat petani amat penting dalam menentukan proses pemberdayaan sumber daya manusia dalam kelembagaan pengelolaan irigasi. Motivasi kerja yang semakin baik maka akan terjadi pemberdayaan sumber daya manusia yang semakin baik pula. Karena itu, dukungan motivas kerja secara personal dapat meningkatkan proses kinerja kelembagaan pengelolaan irigasi melalui aparatur pemerintah dan masyarakat petani, sehingga pemberdayaan sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi secara menyeluruh dapat terwujud dengan baik.

Selain itu juga, peningkatan kemampuan yang dilakukan melalui proses pendidikan dan pelatihan secara langsung juga meningkatkan keberdayaan aparatur dan masyarakat petani dalam menjangkau akses sumber-sumber daya produktif serta dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhinya. Hal ini dianggap penting mengingat aparatur dan masyarakat petani akan sangat menentukan terhadap keberlanjutan dalam penngembangan dan pengelolaan irigasi di daerahnya.

Perlu juga disajikan bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu: 1) penelitian ini hanya membahas empat variabel saja, padahal masih banyak variabel lainnya yang secara teoritis dapat dimasukan ke dalam model penelitian. Faktor lain yang belum terungkap dalam penelitian ini merupakan peluang dan kesempatan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan secara mendalam; 2) instrumen yang diajukan dalam penelitian ini sifatnya tertutup dan hanya menyediakan lima pilihan jawaban, tanpa memberi kesempatan kepada responden untuk mengungkapkan alasan, kritik dan saran lebih mendalam, akibatnya jawaban bersifat subyektifitas terhadap tanggapan tersebut dengan alasan masingmasing.

Pengaruh pendidikan dan pelatihan yang didukung oleh adanya motivasi kerja aparatur dan masyarakat petani pemakai air akan semakin memperkuat pemberdayaan sumber daya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi di Kabupaten Nias. Setelah dilakukan pendidikan dan pelatihan dengantujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan bagi para aparatur dan masyarakat petani yang dilaksanakan dengan baik serta didukung oleh adanya motivasi kerja dengan gairah kerja yang tinggi tentu akan berdampak terhadap pemberdayaan sumber daya manusia menjadi lebih baik lagi. Di mana sumberdaya manusia kelembagaan pengelolaan irigasi akan memiliki kinerja yang optimal dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai kelembagaan pengelolaan irigasi di Kabupaten Nias.

KESIMPULAN Perubahan atau variasi yang muncul pada pemberdayaan aparatur sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi di Kabupaten Nias dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan, sosial budaya, pendidikan dan pelatihan, serta motivasi. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan pemberdayaan aparatur sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi, perlu diperhatikan variabel kepemimpinan, sosial budaya, pendidikan dan pelatihan, serta motivasi dalam penyusunan rencana strategis (renstrada) daerah di Kabupaten Nias.

Pada sisi lain, pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis sehingga masyarakat 192


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011 ,

Laird, Dugan. 1985. Approach to Training and Development, Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company

REKOMENDASI Bagi Aparatur Pemerintah, perlu mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan, baik tingkat lokal maupun nasional, serta peningkatan kemampuan berbasis kompetensi melalui pendidikan formal dan non-formal agar memiliki kemampuan yang handal dalam menjalankan pelayanan publik di bidang pembangunan pengairan dan pertanian. Bagi masyarakat Petani Pemakai Air: perlu lebih mengedepankan keterlibatannya dalam pengelolaan irigasi di sistem jaringan utama (sekunder dan primer), baik melalui pemikiran atau ide, materi, tenaga atau dalam bentuk lainnya sesuai dengan semangat pengelolaan irigasi partisipatif.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Robins, Stephen P. dan Mary Coultier. 1999. Management, New Jersey: Prentice Hall Inc. Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru Keempat, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Storey, J. 1997. Human Resources Management, a Critical Text, Routledge dalam Alan Price.

Bagi Pemerintah Kabupaten Nias: perlu mewujudkan rencana strategis pembangunan daerah (renstrada) yang mengakomodasi program pemberdayaan aparatur sumber daya manusia pada kelembagaan pengelolaan irigasi secara lebih tepat, dan menindaklanjutinya dengan komitmen daerah yang baik melalui penandatanganan naskah kesepahaman (memorandum of understanding) antara Bupati Nias dengan organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam mewujudkan program Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP).

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sutarto. 2006. Dasar-dasar Organisasi, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press. Stoner, James A.F., R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbert Jr.. 2003. Manajemen Jilid II, Jakarta: PT. Indeks, Gramedia Grup. Tilaar, H.A.R. 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi: Visi, Misi, dan Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Alwi, Syafaruddin, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia: Strategi Keunggulan Kompetitif, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Wrihatnolo, Randy R. dan Riant Nugroho Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Amstrong, Michael. 1997. Human Resources Management in Business Context, Thomson Business Press, dalam Alan Price. Fathoni, H. Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta Gibson, James C., Jhon M. Ivancevich, James H. Donnely Jr. 1985. Organizations, BehaviorStructure-Processes, Plano Texas: Business Publications Inc. Gray, Jerry L. dan Frederic A. Strake. 1984. Organizational Behavior, Concepts and Applications, Columbus: Charles E., Merrill Publ.Company. Hikmat, Harry. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora Iskandar, Jusman. 1999. Dinamika Kelompok, Organisasi dan Komunikasi Sosial, Garut: Program Pascasarjana Universitas Garut.

193


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara (The Management of Community-Based Education in North Sumatra) Jonni Sitorus*, Kariono** *Badan penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan email: sitorus_jonni@yahoo.co.id **Fakultas ISIP, Universitas Sumatera Utara Naskah Masuk: 2 Juni 2011; Naskah Diterima: 12 Agustus 2011

ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme manajemen pendidikan berbasis masyarakat di Sumatera Utara, hambatan-hambatan yang dihadapi, dan upaya-upaya dalam mengatasinya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yakni menggambarkan bagaimana penerapan manajemen pendidikan berbasis masyarakat di Sumatera Utara, dan hasilnya dianalisis secara komprehensif. Secara umum, mekanisme Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan trilogy peran serta masyarakat, yaitu dari Masyarakat, oleh Masyarakat dan untuk Masyarakat. Keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dipandang sangat strategis sebagai wahana untuk meningkatkan mutu pendidikan sekaligus sebagai wujud dari partisipasi publik sebagaimana yang ingin dicapai dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat. Hambatan yang dihadapi dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara adalah: hambatan Konseptualisasi, hambatan Implementasi, dan hambatan Aktualisasi. Upaya-upaya mengatasinya adalah: (1) aparat sekolah/dinas/yayasan memahami, menerima dan memfasilitasi pembentukan dan fungsi Komite Sekolah dan masyarakat memahami, mau berpartisipasi dan mampu mengembangkan sekolah di lingkungannya; (2) penetrasi pemberdayaan baik oleh dinas terkait maupun pihak Dewan Pendidikan Daerah, melalui aktivitas sosialisasi dan fasilitasi; (3) pihak manajemen sekolah memberikan ruang bagi alternatif pendanaan komite sekolah. Kata Kunci: Manajemen Pendidikan, Partisipasi Masyarakat ABSTRACT The research was aimed to determine the mechanisms of community-based management education in North Sumatra, the problems encountered, and efforts to overcome them. This research uses descriptive analytical method, which describes how the implementation of community-based management education in North Sumatra, and the results are analyzed comprehensively. In general, the mechanism of Community-Based Education Management is a trilogy of community participation, namely from the Society, the Society and for Society. The existence of the Board of Education and the School Committee considered highly strategic as a vehicle to improve the quality of education as well as a form of public participation as it wants to achieve in the Management of Community-Based Education. Problems encountered in the Management of Community-Based Education in North Sumatra are: Conceptualizing barriers, barriers to implementation, and barriers Actualization. Efforts deal with is: (1) school officials/agencies/founder to understand, accept and facilitate the establishment and functions of the School Committee and the sociaty understand, willing and able to participate in developing the school environment, (2) empowerment penetration by both the Council and related agencies education area, through socialization and facilitation activities, (3) the school management gives room for alternative funding of the school committee.

Keywords: Management Education, Community Participation

194


Sitorus, J. dan Kariono, Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara

2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan , nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1). Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3), serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

PENDAHULUAN Anggaran pendidikan yang sangat minim yakni kurang dari 20 % pertahun sebagaimana yang seharusnya diamanatkan oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjadi masalah terhadap manajemen pendidikan. Keterbatasan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan peningkatan kesejahteraan tenaga pengajar mengakibatkan meningkatnya jumlah anak putus sekolah karena alasan kurang mampu, sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai karena tidak adanya dana dan terbengkalainya saranan dan prasarana pendidikan yang termakan usia yang perlu segera direnovasi.

Adapun tujuan penelitian ini adalah: mengetahui mekanisme manajemen pendidikan berbasis masyarakat di Sumatera Utara; mendapatkan gambaran tentang hambatan-hambatan yang dihadapi dalam manajemen pendidikan berbasis masyarakat di Sumatera Utara; dan merumuskan upaya-upaya dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam manajemen pendidikan berbasis masyarakat di Sumatera Utara.

Permasalahan manajemen pendidikan yang selama ini cukup menjadi perhatian. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi saat ini dan tantangan di masa depan yang semakin berat menuntut adanya kualitas sumber daya manusia yang tangguh, cerdas dan terampil untuk menghadapi persaingan global dan pasar kerja. Untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, perlu terus dilakukan upaya-upaya peningkatan kualitas belajar siswa dan evaluasi belajar yang efektif untuk menilai kualitas belajar dan mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan luas, serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini ingin mengkaji Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yakni menggambarkan bagaimana penerapan manajemen pendidikan berbasis masyarakat, juga menelusuri lebih mendalam masalah-masalah yang dihadapi dan halhal lain sesuai dengan temuan-temuan yang berkembang di lapangan, terkait dengan manajemen pendidikan berbasis masyarakat di Sumatera Utara dengan menggunakan statistik deskriptif, dan kemudian dilakukan analisis secara komprehensif.

Sejalan dengan permasalahan di atas, manajemen pendidikan berbasis masyarakat yang pengelolaan pendidikan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam segala aspek adalah salah satu alternatif untuk melakukan sebuah perubahan. Hal ini ditandai dengan Pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat daerah dan Komite Sekolah di tiap jenjang pendidikan. Diharapkan wadah ini menjadi pola kemitraan dalam manajemen pendidikan yang profesional dengan melibatkan segenap komponen masyarakat dan stakeholder guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional dan sumber daya manusia yang cerdas dan terampil yang sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang. Kebijakan ini selaras dengan kebijaksanaan pembangunan yang meletakkan pengembangan sumber daya manusia sebagai prioritas pembangunan nasional, maka pengembangan kualitas dan inovasi pendidikan difokuskan untuk agenda yang paling mendesak yaitu implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi serta manajemen pendidikan yang profesional.

B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Langkat dan kota Pematang Siantar. Adapun alasan pemilihan Kabupaten Langkat sebagai sampel daerah, karena mewakili daerah pesisir pantai Timur Sumatera Utara, Sedangkan Kota Pematang Siantar merupakan daerah Kota yang relatif maju dan berada di dataran tinggi C. Populasi dan Sampel Yang menjadi subjek penelitian adalah guru, Pemerintah Kabupaten/Kota khususnya Dinas Pendidikan, DPRD serta masyarakat yang besarnya sampel akan ditentukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dalam penentuan sampel ini sangat diperhatikan tingkat representatif terhadap populasi penelitian. Dalam penelitian ini sampel ditetapkan 200 orang atau 100 orang /daerah secara accidental. D. Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan untuk memperoleh informasi tentang Manajemen Pendidikan berbasis

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 195


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

masyarakat di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari data primer data dan sekunder. Data sekunder yang terdiri dari dokumen tertulis diperoleh dari berbagai instansi yang ada di Kabupaten/Kota yakni Pemerintahan Kota dan Kabupaten khususnya mengenai kebijakan dan perhatian pemerintah terhadap pembangunan di sektor pendidikan. Alat pengumpul data yang dipergunakan untuk menjaring data primer adalah dengan metoda triangulasi yang terdiri dari teknik wawancara yang mempergunakan panduan/pedoman wawancara serta penilaian masyarakat melalui kuesioner.

pengekor kemauan daerah dan sekolah, sampai dengan badan yang ditakuti oleh pihak pemerintah daerah dan sekolah. Sebagai lembaga stempel, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sering mendapatkan rapor merah oleh warga masyarakat, karena Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dinilai tidak memihak kepentikan masyarakat dan orang tua, misalnya dalam hal pengambilan keputusan tentang biaya pendidikan. Sebaliknya, ada juga Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang masih dilihat dengan sebelah mata oleh pemerintah daerah dan sekolah, karena sering dipandang lebih sebagai pesaing, atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan yang berseberangan atau bahkan berlawanan. Bukan sebagai mitra sejajar.

E. Teknik Analisis Data Dalam Penelitian ini, peneliti melihat, bertanya, mendengar, mencatat, merekam dan memperhatikan lalu berusaha menjabarkan atau menginterpretasikan data tersebut untuk dianalisis secara kualitatif sehingga dapat memberikan kesimpulan setelah dilakukan pengecekan ulang atas data tersebut.

B. Kendala yang Dihadapi Dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara Hasil kajian menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) hambatan utama dalam proses pembentukan dan aktualisasi kinerja komite sekolah sebagai pengejawantahan dari Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah/Masyarakat di Sumatera Utara, yakni hambatan konseptualisasi, hambatan implementasi, dan hambatan aktualisasi. Ketiga hambatan tersebut diuraikan sebagai berikut:

Informasi dan data yang diperoleh dari lapangan dan informan disusun secara sistematis dan dikategorisasikan selanjutnya dianalisis. Setelah penyusunan, serta analisis data dan informasi tersebut, dilakukan pendesainan penulisan sesuai dengan bagian-bagian yang ditentukan hingga akhirnya menghasilkan sebuah laporan penelitian yang integratif dan sistematis.

1. Hambatan Konseptualisasi Hambatan ini berkaitan dengan penerimaan terhadap konsepsi baru. Secara alami, sebuah konsepsi baru, apapun bentuknya, saat pertama kali diintroduksikan tidak secara cepat diadopsi, bahkan sering terjadi penolakan. Sebuah konsepsi baru pasti membawa perubahan. Perubahan ini jelas menimbulkan konsekuensi bagi elemen atau pihak yang terlibat. Proses adopsi umumnya berevolusi melalui tahapan: awareness (tertarik), interest (minat), desire (hasrat), dan action (mengambil langkah untuk mengadopsi). Disadari bahwa tidak semua pihak secara langsung sampai pada langkah untuk mengadopsi, ada pihak yang cepat untuk mengadopsi (early adopter), ada yang lambat menerima (late adopter), dan ada pihak yang sementara menolak (laggard).

Selain itu, juga dilakukan analisis terhadap jawaban responden pada kuesioner yang telah diberikan tentang bagaimana implementasi manajemen pendidikan berbasis masyarakat.

HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN

DAN

A.

Mekanisme Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara Manajemen pendidikan berbasis masyarakat diaktualisasikan dalam bentuk perencanaan pendidikan yang matang dan disalurkan dalam wadah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dengan dukungan unsur sekolah sehingga adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Meski program pembinaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah diluncurkan, tetapi kenyataan masih juga menunjukkan bahwa secara kualitatif kinerja operasional beberapa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah masih belum memenuhi harapan. Kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memang masih sangat variatif. Kinerja itu masih berada dalam garis kontinum dari “sebagai stempel� sampai “sebagai eksekutor�.

Hambatan konseptualisasi juga dapat bersumber dari internal sekolah (yayasan dan lembaga) dan aparat dinas pembina. Kesan yang muncul adalah tidak menyadari kepentingan melibatkan stakeholders sekolah untuk lebih memajukan dan mengembangkan sekolah. Kesan berikutnya adalah tidak mau dibantu, merasa bahwa guru lebih pintar dari masyarakat, merasa bahwa partisipasi masyarakat merupakan bentuk campur tangan dalam mengelola sekolah. Hal yang lebih parah adalah fenomena dimana pihak sekolah tidak mau tahu atas makna implementasi Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat, dengan asumsi

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai stempel artinya badan ini hanya sekadar menjadi 196


Sitorus, J. dan Kariono, Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara

bahwa sekolah adalah produsen dan masyarakat ditempatkan tidak lebih dari sekedar konsumen, yang harus menerima konsekuensi biaya yang dibebankan, mau menerima semua aturan yang dibuat sekolah, mau menerima batas kemampuan pengelolaan yang dijalankan, dan mau menerima atas capaian mutu lulusan yang dihasilkannya.

dijalankan memberikan nilai tambah (“value added�) bagi siswa, sekolah, dan masyarakat. C. Upaya-upaya Dalam Mengatasi KendalaKendala yang Dihadapi Dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara a.

2. Hambatan Implementasi Hambatan ini berkaitan implementasi konsep Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah/Masyarakat. Setelah sosialisasi dilakukan dan konsep Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah/Masyarakat dapat diterima, masih ada persoalan yang menghadang, yakni bagaimana Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah/Masyarakat dapat diimplementasikan secara efektif, bagaimana komite sekolah dibentuk dan bekerja sesuai format, bagaimana hubungan dengan aparat sekolah, dan lain sebagainya.

b.

c.

Membentuk komite sekolah tidak sekedar mengganti nama dari kelembagaan mitra sekolah sebelumnya, yakni BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan). Pembentukan komite sekolah perlu dilandasi dengan semangat peningkatan peran dan fungsi, serta perluasan keanggotaan. Kasus yang umum terjadi adalah sekedar ganti nama.

Hambatan konseptualisasi dapat diatasi dengan memberdayakan 2 (dua) komponen berikut ini : Aparat sekolah/dinas/yayasan memahami, menerima dan memfasilitasi pembentukan dan fungsi Komite Sekolah dan Masyarakat memahami, mau berpartisipasi dan mampu mengembangkan sekolah di lingkungannya. Hambatan Implementasi memerlukan penetrasi pemberdayaan baik oleh dinas terkait maupun pihak Dewan Pendidikan Daerah, melalui aktivitas sosialisasi dan fasilitasi. Hambatan Aktualisasi dapat diatasi dengan komite sekolah perlu diberdayakan agar mampu kelak memberikan kontribusi pemikiran dan aktivitas yang mampu mendukung perkembangan sekolah, maka pihak manajemen sekolah seyogyanya memberikan ruang bagi alternatif pendanaan komite sekolah.

KESIMPULAN

Umumnya komite sekolah yang sudah terbentuk merasa gamang apa yang akan dikerjakan. Di satu sisi pihak, sekolah tidak merasa perlu membesarkan embrio komite sekolah yang terbentuk. Di sisi lain anggota komite sekolah (khususnya partisan dari masyarakat) tidak memiliki cukup energi (motivasi, waktu, dan dana) untuk melakukan aktivitas yang nyata, menjalankan peran dan fungsi kelembagaan komite sekolah.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Mekanisme Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan trilogy peran serta masyarakat, yaitu dari Masyarakat, oleh Masyarakat dan untuk Masyarakat. Pendidikan dalam kebutuhan dasar masyarakat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dapat memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan dari masyarakat diaktualisasikan dalam bentuk perencanaan pendidikan yang matang dan disalurkan dalam wadah dewan pendidikan dan komite sekolah dengan dukungan unsur sekolah sehingga adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dipandang sangat strategis sebagai wahana untuk meningkatkan mutu pendidikan sekaligus sebagai wujud dari partisipasi publik sebagaimana yang ingin dicapai dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat. 2. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara adalah: (1) hambatan konseptualisasi, (2) hambatan Implementasi, dan (3) hambatan Aktualisasi. 3. Upaya-upaya dalam mengatasi hambatanhambatan yang dihadapi dalam Manajemen

3. Hambatan Aktualisasi Hambatan ini berkaitan dengan pendanaan, gagasan, rencana pengembangan, dan lain-lain. Bilamana disadari betul bahwa embrio komite sekolah perlu diberdayakan agar mampu kelak memberikan kontribusi pemikiran dan aktivitas yang mampu mendukung perkembangan sekolah, maka pihak manajemen sekolah seyogyanya memberikan ruang bagi alternatif pendanaan komite sekolah. Yang paling mudah adalah menyisihkan sebagian anggarannya melalui RAPBS, namun diyakini hal ini tidak mudah diterima atau bahkan tidak mampu dipenuhi oleh manajemen sekolah. Bisa saja pihak komite sekolah berupaya kreatif menggalang sumber-sumber pendanaan, baik melalui hibah maupun aktivitas wirausaha yang dapat dijalankan, sepanjang tidak membebani siswa dan sekolah, dengan catatan pula bahwa usaha yang

197


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

a.

b.

c.

Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara: Hambatan konseptualisasi dapat diatasi dengan memberdayakan 2 (dua) komponen berikut ini: aparat sekolah/dinas/yayasan memahami, menerima dan memfasilitasi pembentukan dan fungsi Komite Sekolah dan Masyarakat memahami, mau berpartisipasi dan mampu mengembangkan sekolah di lingkungannya. Hambatan Implementasi memerlukan penetrasi pemberdayaan baik oleh dinas terkait maupun pihak Dewan Pendidikan Daerah, melalui aktivitas sosialisasi dan fasilitasi. Hambatan Aktualisasi dapat diatasi dengan komite sekolah perlu diberdayakan agar mampu kelak memberikan kontribusi pemikiran dan aktivitas yang mampu mendukung perkembangan sekolah, maka pihak manajemen sekolah seyogyanya memberikan ruang bagi alternatif pendanaan komite sekolah.

5.

REKOMENDASI Rekomendasi yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota hendaknya memberdayakan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah agar dapat berfungsi sebagai wadah Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Sektor Pendidikan terutama dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat 2. Perlu kerjasama dan koordinasi yang erat di antara komponen pendidikan baik guru, Kepala Sekolah, siswa, orang tua/wali murid, masyarakat, dan institusi pendidikan sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan serta manajemen pendidikan yang dilaksanakan dapat efektif dan efisien. 3. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sudah harus mulai belajar menjadi badan yang benarbenar mandiri, bukan hanya dari segi pelaksanaan peran dan fungsinya untuk berpartisipasi dalam dunia pendidikan, tetapi juga mandiri dalam arti sesungguhnya, yaitu inisiatif untuk menggali dan menggalang dana operasionalnya. Ini menjadi penting, karena kemandirian dalam penggalangan dana akan mempengaruhi dan menentukan terbangunnya kemandirian dalam melaksanakan peran dan fungsinya. 4. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hendaknya menghimbau kepada dunia usaha baik lokal, nasional dan multi nasional agar dapat mengimplementasikan Program Corporate Social Responsibility (CSR) pada pembangunan Sektor Pendidikan yang juga merupakan wujud partisipasi masyarakat dari kalangan dunia usaha dalam manajemen

Pendidikan berbasis masyarakat, sehingga akan terjadi sinergi yang kuat dalam sebuah Komite Bersama antara Lembaga Pendidikan, Masyarakat dan Dunia Usaha, yang diharapkan dapat memajukan sektor pendidikan, meningkatkan kualitas SDM dan menunjang kemajuan daerah dalam era globalisasi saat ini. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota, pendidikan harus dipandang sebagai komoditi stratejik, karena sangat menentukan kehidupan masyarakat (pengetahuan, etika, akhlak, disiplin, komitmen) dan masa depan bangsa (karya, cipta, rekayasa, persaingan antar bangsa). Sektor pendidikan tidak harus dipandang semata sebagai sumber biaya dalam pembangunan, namun patut dijadikan sebagai investasi daerah, kelak bila kemajuan pendidikan sudah tercipta di suatu daerah, sektor pendidikan akan memberikan citra advantage buat daerahnya. Saat kemajuan pendidikan (sekolah/lembaga) di suatu wilayah sudah mampu menarik pelanggan dari luar daerah, berarti ada aliran uang masuk dari daerah lain.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Bina Aksara. Billah, M.M. 1996. Good Governance dan Control Sosial, Prisma No. 8. Jakarta: LP3ES Dun, William N. 1999. Pengantar Analisis Kebijakan. Jogjakarta: Gajah Mada University Press. Eriza, Faisal. 2003. Evaluasi Pelaksanaan Program Peningkatan Pendidikan Dasar/ Basic Education Project di Kabupaten Langkat, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Faisal, Sanapiah. 1992. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali. Haris, Syamsudin. 2005. Desentralisasi Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press.

dan

Jones, Charles O. 1994. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada. Juliantara, Dadang. 2004. Mewujudkan Kabupaten Partisipatif, Jogjakarta: Pembaruan. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Pembangunan Daerah. Jakarta: PT. Erlangga.

dan

Laporan Bank Dunia: Education in Indonesia. (1998, September). From Crisis to Recovery. 198


Sitorus, J. dan Kariono, Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara

Lembaga Pengembangan Manajemen Pendidikan. (1996). Model dan pedoman Peningkatan Partisipasi Masyarakat Untuk Pembangunan Pendidkan. Jakarta: LPPM

Singarimbun, Masri, Effendi, Soyan., 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Sutrisno, Hadi, 1986, Metode Research. Jogjakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Makalah Konperensi Pendidikan Indonesia Mengatasi Krisis Menuju Pembaruan. (1999, February). Jalan Menuju Pembaruan Pendidikan: Sebuah Pendekatan Berdasarkan Kebutuhan Masyarakat, Jakarta

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: CV. Eka Jaya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV. Eka Jaya

Mardalis, 1993. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: CV. Eka Jaya

Media MNPK NO. 6 TH. XX. (April 2000-Mei 2000). Manajemen Berbasiskan Sekolah di tingkat Pendidikan Dasar; oleh Jiyono. Miles, B. Matthew, Huberman, Michael A., 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Nawawi, Hadari, 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press Nugroho, Riant D., 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Nugroho, D. Riant, 2000, Otonomi Daerah : Desentralisasi Tanpa Revolusi, Kajian dan Kritik atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Pemerintah Kabupaten Langkat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), 2009, Rencana Startegis Kabupaten Langkat 2009, Stabat. Pemerintah Kota Pematang Siantar, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), 2008, Kota Pematang Siantar Dalam Angka, Pematang Siantar. Rakhmat, 1993. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara Reports to Unesco of the Internatinal Commission on Education for the Tweny first Century (1996). Learning The reasure Within. Riyadi, Bratakusumah & Supriadi. Deddy, 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Salusu, J., 1996. Pengambilan Keputusan Strategik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Siagian, Sondang, P. 1986. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT. Gunung Agung.

199


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Tata Guna Lahan Kawasan Sunggal Sumatera Utara Berdasarkan Kondisi Geologi (Land Use of Sunggal Area Sumatera Utara Based On Geological Condition) Nobrya Husni Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198, Medan Email: nobrya@gmail.com Naskah Masuk: 2 Juni 2011; Naskah Diterima: 2 Agustus 2011

ABSTRAK Informasi geologi diperlukan pada penyusunan tata guna lahan yaitu dengan menggunakan parameter morfologi, stratigrafi dan geologi teknik. Parameter tersebut dikorelasikan dengan komponen pendukung dan komponen kendala untuk mendapatkan bobot yang sesuai. Penggunaan metode skoring terhadap setiap bobot dari komponen pendukung dan komponen kendala akan menghasilkan informasi tata guna lahan. Berdasarkan analisa, daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kawasan. Kawasan 1 dengan komponen pendukung seperti ketersediaan permukaan air tanah, air tanah dangkal, dan bahan bangunan direkomendasikan sebagai kawasan industri. Kawasan 2 direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai kawasan pemukiman berdasarkan komponen pendukung seperti ketersediaan air permukaan dan air tanah dangkal. Berdasarkan komponen kendala yakni letaknya yang berada disepanjang bantaran sungai Belawan yang merupakan daerah limpahan banjir, Kawasan 3 direkomendasikan sebagai kawasan pertanian. Kata Kunci : geologi, geomorfologi, stratigrafi, geologi teknik, tata guna lahan.

ABSTRACT Geological information is required for the preparation of land use by using parameters such as morphology, stratigraphy and geological engineering. These parameters correlated with constraint components and supporting components to obtain appropriate weight. Land use arrangement will be generated by using scoring method againts the weight of constraint components and supporting components. Based on the analysis, the study area can be divided into 3 (three) regions. Region 1 with supporting components such as the availability of ground water, shallow groundwater, building materials and natural resources which is petroleum, it recommended to be use as an industrial area. Region 2 is recommended to be develop as residential area based on supporting components such as the availability of surface water and shallow groundwater. Based on constraint component that the area is lies along the banks of Belawan river which is a flood over flow area, Area 3 is recommended as an agricultural area. Keywords: geological information, morphology, stratigraphic, geological technic, land use arrangement.

200


Husni, N., Tata Guna Lahan Kawasan Sunggal Sumatera Utara Berdasarkan Kondisi Geologi

PENDAHULUAN

METODE PENELITIAN

Perkembangan suatu daerah akan di ikuti oleh peningkatan luas lahan yang diperlukan untuk membangun infrastruktur yang mendukung kegiatan di lokasi tersebut. Perkembangan daerah akan memberikan dampak yang positif jika direncanakan dengan baik dengan mempertimbangkan faktor-faktor pendukung maupun faktor penghambat. Informasi Geologi dapat membantu upaya pengembangan suatu wilayah (Anugrahadi, 1992).

Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Luas daerah penelitian ± 89,79 km2. Daerah penelitian berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal dan Kecamatan Medan Tuntungan dibagian timur, Kodya Binjai dan Kecamatan Kutalimbaru di sebelah barat, Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Labuhan Deli disebelah Utara dan Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Kutalimbaru disebelah Selatan (BPS Deli Serdang, 2002).

Informasi geologi secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian yaitu sumber daya geologi (georesources) dan bahaya geologi (geohazard). Sumber daya geologi antara lain minyak dan gas bumi, panas bumi, batubara, mineral logam, mineral non-logam, air tanah, bahan bangunan dan sebagainya. Sedangkan bahaya geologi dapat berkembang menjadi bencana geologi seperti halnya letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, dan gerakan tanah. Adapun geologi lingkungan (environmental geology) adalah penggabungan informasi selengkap mungkin yang mencakup sumber daya geologi dan potensi kebencanaan geologi, termasuk juga keunikan geologi dan daya dukung batuan pada suatu wilayah apabila diwilayah tersebut akan dikembangkan jaringan infrastruktur, kawasan budidaya, kawasan lingkungan dan sebagainya. Penataan ruang secara optimal, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan, diperlukan masukan fisik dan non-fisik, termasuk informasi geologi lingkungan. Penataan lahan/ruang berbasis geologi yang sesuai dengan daya dukung lingkungan dapat meminimalkan dampak dari bencana alam beraspek geologi (Badan Geologi Kementrian ESDM, 2007).

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi literatur terhadap laporan penelitian sebelumnya dan melakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk mendapatkan data morfologi, stratigrafi dan geologi teknik. Berdasarkan data-data tersebut dilakukan pembobotan terhadap aspek pendukung dan aspek kendala. Metode skoring dimulai dengan pembobotan, penentuan Nilai Kemampuan dan Penentuan Nilai Kemampuan yang telah dibobot (Anugrahadi, 1992). Penentuan Nilai Kemampuan yang telah dibobot akan memberikan gambaran pengembangan wilayah terhadap suatu kawasan. Metode ini digunakan karena lebih objektif dan praktis. Perencanaan tata guna lahan memerlukan kriteria yang disesuaikan dengan informasi geologi yang ada. Kriteria pembobotan adalah berdasarkan tingkat peranan/hubungan informasi terhadap lingkungan atau tata guna lahan. Semakin penting suatu informasi geologi terhadap tata guna lahan maka bobotnya semakin tinggi. Tabel 1 menjelaskan bobot informasi geologi untuk berbagai lingkungan binaan (BPS Deli Serdang, 2002).

Kualitas tata ruang ditentukan oleh terwujudnya struktur dan pola pemanfaatan ruang yang mengindahkan faktor-faktor seperti daya dukung lingkungan, fungsi lingkungan, estetika lingkungan, lokasi dan struktur (Sugandhy, 1999).

Sebaliknya, informasi yang tidak mempunyai peranan untuk tata guna lahan, bobotnya akan semakin rendah (BPS Deli Serdang, 2002). Bobot diberi angka dari 5 hingga 0, seperti berikut: 5 – kepentingan sangat tinggi, 4 – Kepentingan tinggi, 3 – Kepentingan sedang, 2 – Kepentingan rendah, 1 – Kepentingan sangat rendah, dan 0 – Tidak ada kepentingan.

Geologi dapat menjadi unsur pada analisis peruntukan lahan sehingga perkembangan suatu daerah dapat direncanakan secara maksimal sesuai dengan kondisi geologi dan daya dukung keteknikan yang ada di kawasan tersebut (Anugrahadi, 1992). Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana peran data geologi dalam menganalisa peruntukan lahan. Studi kasus ini dilaksanakan di Kabupaten Deli Serdang dengan harapan akan dapat menjadi informasi dan model bagi daerah lain. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan peruntukan lahan berdasarkan data geologi yang tersedia.

Penentuan tata guna lahan pada daerah penelitian disesuaikan dengan arah pengembangan kota Medan sebagai kota utama.(ITB, 1984). Keseluruhan data yang diperlukan untuk pembobotan diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan dan berdasarkan referensi dari penelitian sebelumnya.

201


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Selanjutnya dilakukan pembobotan terhadap informasi geologi yang ditemukan untuk menentukan Nilai Kemampuan (NK) yang bervariasi dari 1 hingga 5 dengan penjelasan sebagai berikut: 5 – Sangat tinggi; 4 – Tinggi; 3 – Sedang; 2 – Rendah; dan 1 – Sangat rendah.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Peta tata guna lahan di Kecamatan Sunggal dapat dilihat pada gambar 1. Sementara peta morfologi terlihat pada pada gambar 2. Bentang alam daerah penelitian dibedakan atas morfologi dataran dengan kemiringan 0⁰-3⁰ dan morfologi miring dengan kemiringan 5⁰-8⁰. Dengan morfologi yang relatif landai, hampir semua aktivitas lingkungan binaan dan prasarananya dapat dilakukan di daerah penelitian.

Dengan menggunakan teknik layover (tumpang tindih) terhadap peta-peta yang dihasilkan dari informasi geologi, daerah telitian dibagi menjadi 3 kawasan yaitu Kawasan 1, Kawasan 2, dan Kawasan 3. Untuk mendapatkan tata guna yang ideal terhadap setiap kawasan, dilakukan Perhitungan Nilai Kemampuan yang telah dibobot yang merupakan hasil perkalian Bobot dengan Nilai Kemampuan.

Litologi yang ditemukan berupa satuan aluvial yang merupakan batuan sedimen hasil rombakan dari Tufa Toba yang terdiri dari material-material berukuran bongkah kerikil, pasir dan lanau dengan jenis material berupa pumice dan batuan beku (diorit). Berdasarkan kesamaan litostratigrafi, satuan ini termasuk Formasi Medan yang berumur Pleistosen bawah.

NKB = B x NK Dimana: B = Bobot (weight) N = Nilai Kemampuan (capability value) NKB = Nilai Kemampuan yang telah dibobot (weighted capability value)

Satuan geologi teknik daerah penelitian terbagi atas 3 (tiga) satuan, yaitu: satuan geologi teknik I dengan material yang terdiri dari pasir lempungan yang merupakan hasil pengendapan vulkanik,berwarna abu-abu kehitaman-kecoklatan, bersifat lepas-sangat padat, permeabilitas sedang, dengan ketebalan 7-20 m; satuan geologi teknik II yang terdiri atas material pasir lanauan yang merupakan hasil pengendapan sungai, berwarna abu-abu kehitaman-kecoklatan, bersifat lepassangat padat, permeabilitas sedang, dengan ketebalan 1,5-7 m; dan satuan geologi teknik III yang terdiri atas material lanau pasiran hasil kegiatan gunungapi Sibayak dan Toba yang terendapkan pada lingkungan darat, berwarna coklat kehitaman, lunak-sangat teguh, permeabilitas rendah, dengan ketebalan 7-20 m.

Kemudian digunakan metode skoring untuk mengetahui peruntukan/tata guna lahan yang sesuai untuk setiap kawasan. Pada metode skoring, parameter yang digunakan untuk setiap lingkungan akan berbeda. Parameter tersebut terdiri dari komponen pendukung dan komponen kendala. Komponen pendukung untuk kawasan pertanian adalah kestabilan lereng, air permukaan dan air tanah dangkal. Sedangkan komponen kendala yakni sedimentasi, banjir, gerakan tanah dan kegempaan. Komponen pendukung untuk kawasan pemukiman adalah kestabilan lereng, sifat fisik tanah/batuan, air permukaan, air tanah dangkal dan bahan bangunan. Sedangkan komponen kendala yaitu sedimentasi, banjir, gerakan tanah dan kegempaan. Komponen pendukung untuk lahan industri adalah kestabilan lereng, air permukaan dan air tanah dangkal. Adapun komponen kendala yaitu sedimentasi, banjir, gerakan tanah, dan kegempaan.

Sumberdaya alam yang ditemukan yaitu bahan galian golongan C berupa pasir dan batu yang terdapat disepanjang tepi sungai Tuntungan, sungai Belawan serta didesa Sei Mencirim yaitu pada areal perkebunan milik pemerintah. Keterdapatan minyak bumi tepatnya di sungai Minyak yang merupakan rembesan dari Formasi Keutapang dengan jenis litologi berupa batupasir. Muka air tanah berkisar dari 2-3,5 m, air bersifat tawar dan tidah berbau. Selain menggunakan jasa Perusahaan Air Minum (PAM) untuk mencukupi kebutuhan, masyarakat didesa Telaga Sari, Sei Mencirim, Sei Beras Sekata dan Serba Jadi. Berdasarkan pemetaan Hidrogeologi Lembar 0619 Medan, Sumatera Utara, 1984/1985, daerah penelitian termasuk kedalam Mandala Air Tanah dataran Pantai. Ketersediaan air tanah bersumber dari cekungan airtanah Medan. Kebencanaan yang berpotensi terjadi adalah gempa dan banjir.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa kawasan yang direkomendasikan sebagai lahan pertanian adalah kawasan 3. Dengan kestabilan lereng yang relatif datar dengan kemiringan 0-3⁰ dan ketersediaan air permukaan dan air tanah yang melimpah yang ideal untuk lahan pertanian. Berdasarkan komponen kendala yang ada, penggunaan lahan tidak dapat dimanfaatkan secara keseluruhan dikarenakan lokasinya terletak disepanjang bantaran sungai Belawan yang merupakan daerah limpahan banjir.

202


Husni, N., Tata Guna Lahan Kawasan Sunggal Sumatera Utara Berdasarkan Kondisi Geologi

Tabel 1. Bobot informasi geologi untuk berbagai lingkungan binaa (BPS Deli Serdang, 2002) LINGKUNGAN BINAAN Komponen Perencanaan Geologi Pemukiman Pertanian Perkebunan Pertambangan PENDUKUNG: 5 5 5 1 1. Relief/sudut lereng 5 5 3 1 2. Kestabilan Lereng 5 0 0 3 3. Sifat fisik tanah/batuan 5 5 3 1 4. Air permukaan 5 3 3 3 5. Air tanah dangkal 5 0 0 5 6. Bahan-bahan bangunan 3 7. Sumber daya lain 0 0 5 KENDALA: 8. Sedimentasi 1 3 3 0 9. Banjir 5 5 5 1 10. Gerakan tanah 5 5 5 5 11. Kegempaan 5 1 0 3 Sumber: Sampurno, 1984 *Nilai bobot dapat didiskusikan .

Gambar 1. Tata Guna Lahan

Untuk mengantisipasi banjir dapat dilakukan dengan memberi jarak tertentu antara bantaran sungai dengan areal pertanian. Kawasan pertanian terletak dibagian selatan dan menempati Âą 15% dari luas kawasan Sunggal.

dataran dan sebagian kecil miring, Kawasan 2 lebih ideal untuk dikembangkan sebagai kawasan permukiman. Ini juga ditunjang dengan ketersediaan air permukaan dan air tanah dangkal. Dengan memperhatikan faktor pendukung seperti kelerengan yang relatif stabil dan ketersediaan air permukaan dan air tanah dangkal, tabel 4

Berdasarkan Tabel 3, kawasan yang disarankan untuk kawasan permukiman adalah Kawasan 1 dan Kawasan 2. Ditinjau dari morfologi yang mayoritas 203


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

menunjukkan bahwa Areal 1 direkomendasikan sebagai kawasan industri.

dapat

dengan membuat tanggul disepanjang daerah aliran sungai (DAS). Sedangkan untuk meminimalisasi bencana kegempaan membutuhkan kerjasama dari pihak pemerintah daerah dalam mengelola manajemen mitigasi bencana.

Untuk mengatasi faktor kendala seperti sedimentasi dapat dilakukan dengan menyediakan areal padang rumput yang memiliki kemampuan lebih baik untuk menurunkan laju erosi dan sedimentasi. Penanggulangan banjir dapat dapat dilakukan

Gambar 2. Peta Morfologi

Gambar 3. Peta Geologi

204


Husni, N., Tata Guna Lahan Kawasan Sunggal Sumatera Utara Berdasarkan Kondisi Geologi

Gambar 4. Peta Kebencanaan

Tabel 2. Matrik kemampuan wilayah untuk lahan pertanian Komponen Perencanaan Geologi PENDUKUNG: 1. Kestabilan Lereng 2. Sifat fisik tanah/batuan 3. Air permukaan 4. Air tanah dangkal 5. Bahan-bahan bangunan 6. Sumber daya lain Jumlah Komponen Pendukung Ranking KENDALA: 7. Sedimentasi 8. Banjir 9. Gerakan tanah 10. Kegempaan Jumlah Komponen Pendukung Ranking Total (Pendukung-kendala)

B 5 5 3 -

Kawasan 1 Kawasan 2 Kawasan 3 NK NKB NK NKB NK aNKB 4 3 3 -

(NKB)

4 4 5 -

44 3 5 5 1

(NKB)

20 15 9 -

3 2 1 1

9 10 1 1

20 20 15 -

4 5 5 -

55 3 3 1 1

9 15 5 1

20 25 25 70

4 4 2 1

12 20 10 1

21

30

43

23

25

27

Keterangan: B = Bobot (weight); N = Nilai Kemampuan (capability value); NKB = Nilai Kemampuan yang telah dibobot (weighted capability value) 205


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Tabel 3. Matrik kemampuan wilayah untuk lahan pemukiman Komponen Perencanaan Geologi

B

PENDUKUNG: 1. Kestabilan Lereng 2. Sifat fisik tanah/batuan 3. Air permukaan 4. Air tanah dangkal 5. Bahan-bahan bangunan 6. Sumber daya lain Jumlah Komponen Pendukung (NKB) Ranking KENDALA: 7. Sedimentasi 8. Banjir 9. Gerakan tanah 10. Kegempaan Jumlah Komponen Pendukung (NKB) Ranking Total (Pendukung-kendala)

Kawasan 1 Kawasan 2 Kawasan 3 NK NKB NK NKB NK NKB

5 5 5 3 5 -

4 3 4 5 3 -

20 15 20 15 15 85

5 4 4 5 1 -

25 20 20 15 5 85

4 3 5 5 3 -

20 15 25 15 15 90

1 5 5 5

3 2 1 1

3 10 5 5 23 67

3 2 1 1

3 10 5 5 23 67

4 4 2 1

4 20 10 5 39 51

Tabel 4. Matrik kemampuan wilayah untuk kawasan industri Komponen Perencanaan Geologi

B

Areal 1 Areal 2 Areal 3 NK NKB NK NKB NK NKB

PENDUKUNG: 20 4 20 4 20 5 4 1. Kestabilan Lereng 2. Sifat fisik tanah/batuan 25 5 25 5 25 5 5 3. Air permukaan 25 5 25 5 25 5 5 4. Air tanah dangkal 15 3 5 1 15 5 3 5. Bahan-bahan bangunan 6. Sumber daya lain Jumlah Komponen Pendukung (NKB) Ranking 85 75 85 KENDALA: 4 4 3 3 3 1 3 7. Sedimentasi 20 4 10 2 10 5 2 8. Banjir 10 2 5 1 5 5 1 9. Gerakan tanah 5 1 5 1 5 5 1 10. Kegempaan Jumlah Komponen Pendukung (NKB) Ranking 23 23 39 Total (Pendukung-kendala) 62 52 46 Keterangan: B = Bobot (weight); N = Nilai Kemampuan (capability value); NKB = Nilai Kemampuan yang telah dibobot (weighted capability value)

206


Husni, N., Tata Guna Lahan Kawasan Sunggal Sumatera Utara Berdasarkan Kondisi Geologi

KESIMPULAN Kawasan 1 dengan kelerengan yang relatif stabil dan ketersediaan air permukaan dan air tanah dangkal direkomendasikan sebagai kawasan industri. Kawasan 2 ideal untuk dikembangkan sebagai kawasan permukiman yang ditunjang dengan ketersediaan air permukaan dan air tanah dangkal. Kawasan 3 direkomendasikan sebagai lahan pertanian, namun tidak dapat dimanfaatkan secara keseluruhan dikarenakan lokasinya terletak disepanjang bantaran sungai Belawan yang merupakan daerah limpahan banjir. Untuk mengantisipasi banjir dapat dilakukan dengan membuat tanggul disepanjang daerah aliran sungai (DAS).

REKOMENDASI Penelitian ini merekomendasikan kepada pemerintah daerah setempat untuk mulai menyusun pengembangan wilayah sesuai dengan kondisi geologi di masing-masing daerah. Penentuan kawasan sesuai dengan kondisi geologi ini akan meningkatkan manfaat kawasan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Anugrahadi, A. 1992. Informasi Geologi Untuk Pengembangan Lingkungan Binaan Kabupaten Serang Jawa Barat. Tesis. Teknik Geologi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2007. Informasi Geologi Lingkungan untuk Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah di Indonesia. Bandung: BG-ESDM. Sugandhy, Aca. 1999. Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Gramedia. Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2002, Kecamatan Sunggal Dalam Angka 2001. Medan:BPS. Institut Teknologi Bandung, 1984, Kumpulan Edaran Kuliah Geologi dan Perencanaan Wilayah. Bandung: ITB Ginting, M. S. Dan R. Girsang. 1992. Pemanfaatan Air Tanah dan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara. Proceeding of The 21st Annual Convention of The Indonesian Association of Geologist.

207


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Daya Saing Daerah Dalam Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera Utara (Regional Competitiveness in the Perspective of Population and Potential Region, Case Study: North Sumatera Province) Herie Saksono Pusat Penelitian Pemerintahan Umum dan Kependudukan Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kementerian Dalam Negeri Jl. Kramat Raya No. 132 – Senen, Jakarta e-mail: tupim2007@yahoo.com Naskah Masuk: 07 Juli 2011; Naskah Diterima: 29 Agustus 2011 ABSTRAK Penduduk, potensi wilayah, dan tingkat kesejahteraannya selalu menjadi isu hangat. Laju pertumbuhan, jumlah penduduk, dan sebarannya di Provinsi Sumatera Utara semakin susah dikendalikan bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain, kuantitas dan kualitas potensi wilayah (SDA) semakin menurun. Hingga saat ini, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara belum merumuskan kebijakan yang secara spesifik mengatur pengelolaan penduduk secara profesional agar dapat meningkatkan daya saing daerah. Pemerintah daerah dapat menangani hal ini dengan mereviu dan merumuskan kebijakan pembangunan daerah yang lebih inovatif dengan mengedepankan aspek investasi sumber daya manusia sekaligus merevitalisasi program keluarga berencana (KB). Kata Kunci: Daya Saing Daerah, Penduduk, Potensi Wilayah, dan Provinsi Sumatera Utara. ABSTRACT Population, potential region, and the level of welfare always are a hot issue. Growth rate, population, and its spread in the North Sumatra Province increasingly hard to control and even tended to increase from year to year. On the other side, the quantity and quality of potential region (natural resources) has declined. Until now, the Regional Government of North Sumatera Province has not formulated a specific policy governing that managed population in a professional in order to enhance regional competitiveness. Local government is recommended to review and to formulate more innovative regional development policies by promoting investment aspects in human resources as well as revitalize the family planning programme (FP). Keywords: Regional Competitiveness, Population, Potential Region, and North Sumatera Province. terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui (2) peningkatan pelayanan, (3) pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu (4) meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

PENDAHULUAN Memasuki dasawarsa kedua berlakunya era desentralisasi (otonomi daerah), mulai terlihat jelas indikasi tercapainya tujuan otonomi daerah. Angkaangka statistik dari beberapa daerah otonom terus menunjukkan laju pertumbuhan yang meningkat. Sebagaimana Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk (1) mempercepat 208


Saksono, H., Daya Saing Daerah Dalam Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera Utara

kualitasnya) menjadi faktor pemacu dan pemicu keberhasilan daya saing daerah. Dalam konteks ini, dilakukan pengkajian terkait dengan daya saing daerah dalam perspektif penduduk dan potensi wilayah dengan metode studi kasus di Provinsi Sumatera Utara.

Bertolak dari penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, keberadaan penduduk dan pengelolaan potensi kewilayahan masih menjadi kendala dalam pencapaian tujuan otonomi daerah. Manajemen pembangunan daerah belum sepenuhnya diorientasikan kepada penguatan aspek penduduk. Bahkan agenda peningkatan kualitas penduduk dan penciptaan sumber daya manusia (SDM) yang profesional belum menjadi tolok ukur perumusan program/kegiatan pembangunan di daerah. Padahal, dengan keberadaan penduduk yang berkualitas dan profesional, daerah tentunya akan lebih mampu mengelola potensi kewilayahan secara efektif, efisien, ekonomis, produktif, optimal, dan berkesinambungan.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah menuju tercapainya tujuan otonomi daerah, masalah penduduk merupakan problematika klasik yang belum tertangani secara baik dan profesional hingga saat ini. Keadaan ini tentu saja akan menimbulkan berbagai masalah. Mulai dari pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, dsb.), penyiapan lapangan kerja, peningkatan angka pengangguran disertai jumlah penduduk miskin, dan tidak terpenuhinya pemberian pelayanan sosial lainnya.

Secara praktis, terdapat beberapa indikasi yang ditemukan seiring dengan persoalan penduduk di daerah. Pertama, penduduk merupakan salah satu faktor produksi dalam manajemen perekonomian lokal, regional, dan nasional bahkan internasional (global). Sebagai pelaku dan sasaran pembangunan, penduduk diharapkan dapat menghasilkan barang dan jasa untuk seluruh masyarakat. Dengan kata lain, keberhasilan pembangunan suatu wilayah sangat bergantung kepada kualitas penduduknya dalam mengelola potensi wilayah. Kedua, penduduk wajib dikelola secara profesional agar mampu memberikan nilai tambah (value added) yang berorientasi pada penguatan kemampuan individu (individual ability) maupun kelembagaan dalam kerangka daya saing daerah (regional competitiveness) maupun daya saing bangsa (nations competitiveness). Ketiga, ambiguitas pemerintah daerah dalam manajemen investasi kependudukan.

Mengacu pada permasalahan tersebut, kajian ini mengangkat studi kasus Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan pertimbangan praktis, pemilihan Provinsi Sumatera Utara karena provinsi ini memiliki jumlah penduduk 12.985.075 orang atau terbanyak diantara 10 (sepuluh) provinsi lainnya di wilayah Sumatera. Begitu pula dengan tingkat sebaran penduduk kabupaten/kota dalam Provinsi Sumatera Utara yang paling tidak merata di wilayah “Pulau Sumatera� (lihat data Indeks Gini Sebaran Penduduk dan DI) sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Argumentasi lainnya adalah jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara yang mencapai 25,66 persen dari total penduduk di Pulau Sumatera. Jumlah yang besar ini tentu saja menuntut pengelolaan dan manajemen yang profesional agar dapat meningkatkan daya saing daerah. Selain itu, masih terdapat persoalan lain, yakni Indeks Gini sebaran penduduk di Provinsi Sumatera Utara yang mencapai 0,448. Artinya, persebaran penduduk antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara paling tidak merata di Pulau Sumatera. Asumsi ini mengesampingkan Indeks Gini sebaran penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang mencapai 0,459.

Padahal berinvestasi di bidang kependudukan sama halnya dengan menyiapkan SDM sejak dini dalam rangka menciptakan penduduk yang tangguh, handal, profesional, kreatif, dan inovatif. Hal ini pun dimaksudkan agar penduduk siap menghadapi kompleksitas perkembangan global, bahkan mampu memelihara dan berkompetisi dalam meningkatkan pembangunan secara berkelanjutan. Keempat, pada umumnya penduduk di setiap daerah belum siap menerima transisi dan transformasi pembangunan di daerah. Pola hidup penduduk agraris dalam sekejap dirubah melalui globalisasi menjadi pola hidup industrialis. Kondisi ini menyebabkan terjadinya migrasi penduduk secara besar-besaran dari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan (urbanisasi). Kelima, komitmen pemerintah daerah dalam penyiapan sekaligus pemberdayaan penduduk sebagai totalitas pembangunan SDM. Pada umumnya, komitmen tersebut belum dituangkan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJMD, RKPD, dan sebagainya) yang selanjutnya ditetapkan melalui peraturan daerah.

Secara geografis, letak provinsi Kepulauan Riau terpisah dengan Pulau Sumatera, sehingga di wilayah Pulau Sumatera angka Indeks Gini sebaran penduduk yang tertinggi adalah Provinsi Sumatera Utara. Hal-hal tersebut menimbulkan keinginantahu (curiosity), sehingga pertanyaannya kemudian adalah bagaimana keterkaitan antara daya saing daerah dengan penduduk dan potensi wilayah? Kajian ini dilakukan dalam perspektif manajemenbisnis. Maksudnya, melalui manajemen yang kreatif, inovatif, dan produktif, maka persoalan penduduk dan potensi wilayah dapat menjadi bisnis yang mampu menggerakkan perekonomian dan pembangunan daerah secara berkesinambungan. Secara khusus, kajian ini pun ditujukan untuk lebih meningkatkan kepedulian pemerintah maupun

Terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangannya, aspek penduduk (kuantitas maupun 209


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Dalam kajian ini, operasionalisasi daya saing daerah direfleksikan melalui keberhasilan perekonomian suatu daerah yang diukur melalui produk domestik regional bruto (PDRB), khususnya PDRB Tanpa Migas dan laju pertumbuhannya.

pemerintah daerah terhadap penduduk dan potensi wilayah serta berbagai persoalan yang mengitarinya. Sebagai regulator (policy maker) dan fasilitator, pemerintah maupun pemerintah daerah berkewajiban melihat aspek daya saing daerah dalam perspektif penduduk dan potensi wilayah yang memerlukan pengaturan secara spesifik dan aplikatif sesuai dengan karakteristik kewilayahan demi teciptanya masyarakat yang lebih sejahtera di era otonomi daerah.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan berbagai agenda, program, dan kegiatan pembangunan merupakan suatu proses transformasi yang mengarah pada pengelolaan potensi penduduk agar mampu memanfaatkan potensi wilayah. Sumodiningrat (1997) mengingatkan bahwa pemantapan keseimbangan dan peningkatan keterkaitan antarsektor pada dasarnya ditentukan oleh pelaksanaan pembangunan di daerah. Tingkat kemajuan pembangunan antardaerah beragam, sehingga menghasilkan tingkat kemakmuran yang berbeda pula. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah pada hakikatnya ditentukan oleh potensi sumber daya alam (SDA) yang ada, prasarana dan sarana yang dibangun, modal yang tersedia, serta kemampuan sumber daya manusia (SDM) di masing-masing daerah. Keempat sumberdaya tersebut harus cukup tersedia untuk menunjang pembangunan daerah.

Kajian ini berupaya memberikan pencerahan (enlightment) dan masukan (input) bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan daerah agar dapat merumuskan regulasi/kebijakan yang mampu mendongkrak daya saing daerah sekalipun memiliki persoalan terkait aspek penduduk dan potensi wilayah. Sisi lain yang diharapkan adalah termotivasinya para birokrat, politisi maupun teknokrat di daerah untuk melaksanakan pembangunan yang mengedepankan aspek penduduk secara lebih manusiawi menuju masyarakat yang lebih sejahtera. Daya saing daerah dalam perspektif penduduk dan potensi wilayah bertalian erat dengan upaya penanggulangan masalah-masalah pemerintahan daerah. Secara empiris, terdapat hubungan yang sangat erat antara daya saing daerah dengan penduduk dan potensi wilayah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sejalan dengan makna pentingnya kualitas SDM, Drucker dalam Dwijowijoto (2001; Hal. 337-338) mengungkapkan “The new society – and it is already here - is a post-capitalist society. It is a society where its basic economic resource is no longer capital, nor natural resources, nor labor. It ia and wil be knowledge.” Ini merupakan suatu konstanta baru bahwa hari ini kita berada di zaman baru, zaman dimana keunggulan sebuah negara bangsa tidak lagi ditentukan oleh kekayaannya, oleh jumlah penduduknya, dan oleh letak geografisnya. Keunggulan negara bangsa ditentukan oleh sejauhmana negara bangsa tersebut menguasai sumber daya ekonomi terkini, yakni “Pengetahuan”. Jadi masyarakat baru umat manusia hari ini adalah masyarakat yang berbasiskan pengetahuan atau post-capitalist society. Demikian pula halnya dengan perekonomian dunia yang telah mengalami transformasi dari perekonomian yang didasari produksi pertanian dan industri menjadi perekonomian tatanan baru (new economy) atau yang berdasarkan pengetahuan (knowledge based economy).

Masalah jumlah penduduk, tingkat pengangguran, kepadatan, dan tingkat sebaran yang tidak merata serta kemiskinan mungkin merupakan gejala yang paling mengancam ketidakseimbangan pembangunan di daerah. Dalam konteks ini, penduduk suatu wilayah didefinisikan sebagai orang yang biasa (sehari-hari) tinggal di wilayah itu (Hasil Olah Cepat Penduduk Indonesia 2010, BPS). Dalam Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Daya saing daerah" adalah merupakan kombinasi antara faktor kondisi ekonomi daerah, kualitas kelembagaan publik daerah, sumber daya manusia, dan teknologi, yang secara keseluruhan membangun kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain. Secara teoritis, Cojanu dan Lungu (2006) menyebutkan bahwa sesuai ketentuan umum, daya saing ditetapkan melalui produktivitas yang didefinisikan sebagai nilai keluaran per unit masukan yang dihasilkan dari tenaga kerja, modal, dan potensi sumber daya alam dalam suatu daerah. diukur melalui Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP). Selanjutnya, analisis daya saing daerah disajikan secara ilustratif sebagaimana Gambar 1.

Dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, Rachbini (2001) mengemukakan perlunya kehadiran kelompok yang biasanya disebut “High Level Manpower” atau “Human Capital”. Selain itu, diperlukan cara bagaimana mengembangkan proses akumulasi SDM (human capital formulation) dalam arti menambah jumlah dan kualitas orangorang yang ahli, berketerampilan, berpendidikan, dan berpengalaman pada bidang-bidang yang sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi. Hal ini akan menjadi investasi pemerintah dalam jangka panjang. Tingkat pembangunan suatu bangsa

Mengacu pada uraian di muka, maka dalam upaya menjelaskan daya saing daerah dalam perspektif penduduk dan potensi wilayah, secara grafis diilustrasikan alur pikir sebagaimana Gambar 2. 210


Saksono, H., Daya Saing Daerah Dalam Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara sebagai unit studi atau subyek penelitiannya.

biasanya sangat berkaitan dengan tingkat investasi sumber daya manusianya – baik dilihat dari stock maupun tingkat akumulasinya. Pembangunan yang progresif sangat memerlukan sumber daya manusia dalam kapasitas yang tinggi untuk mengembangkan pelayanan pemerintah, membangun sektor pertanian yang modern, industrialisasi, dan berbagai kegiatan pembangunan lainnya. Dengan kata lain, modernisasi yang ditopang oleh serangkaian inovasi, invensi, dan perubahan-perubahan sangat memerlukan SDM dengan kualitas tinggi.

Metode pengumpulan data secara dokumenter, yakni pengumpulan sejumlah catatan dan/atau dokumen statistik terkait penduduk, potensi wilayah, dan daya saing daerah di Provinsi Sumatera Utara. Beberapa dokumen tersebut diantaranya adalah data Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Peta Sebaran Penduduk Indonesia – Sensus Penduduk 2010, Ringkasan Hasil Sensus Penduduk 2010, Hasil Olah Cepat Penduduk Indonesia, dan Provinsi Sumatera Dalam Angka Tahun 2010.

Pada hakikatnya, tujuan otonomi daerah merupakan hubungan yang saling memengaruhi dengan dinamika global dan perubahan tatanan perekonomian baru. Hal ini berimplikasi pula terhadap keberadaan penduduk dan potensi wilayahnya, sehingga diperlukan 5 (lima) tindakan menuju terwujud pengembangan kapasitas (kelembagaan, ketatalaksanaan, dan SDM serta sumberdaya lainnya), optimalisasi potensi wilayah secara berkesinambungan, agar terjadinya pertumbuhan ekonomi. Proses ini pada akhirnya akan menciptakan daya saing daerah sebagai salah satu tujuan otonomi daerah. Dengan kata lain, penciptaan daya saing daerah tidak bergantung pada besaran angka jumlah penduduk dan potensi wilayah, melainkan seberapa besar ketersediaan SDM yang berkualitas dan telah dimanfaatkan secara tepat dan profesional untuk mengoptimalkan potensi wilayah.

Analisis data dilakukan secara kualitatif, dimana analisa kualitatif fokusnya pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing. Faisal (1999) menyatakan bahwa pengumpulan data, reduksi data, display data, dan pengambilan kesimpulan bukanlah sesuatu yang berlangsung secara linear, melainkan merupakan suatu siklus yang interaktif. Siklus interaktif yang demikian itu, menunjukkan adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk memahami atau mendapatkan pengertian yang mendalam, komprehensif, dan rinci mengenai ssesuatu masalah, sehingga dapat melahirkan kesimpulankesimpulan induktif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN

Keberhasilan pembangunan daerah digambarkan dengan daya saingnya, yaitu pertumbuhan rata-rata pendapatan per kapita. Dengan kata lain, terjadinya pembangunan ekonomi karena naiknya produktivitas barang dan jasa yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan per kapita. Idealnya pembangunan daerah harus berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mencakup berbagai aspek kehidupan.

Setelah pemilihan dan analisis masalah yang akan dikaji, langkah berikutnya adalah strategi pemecahan masalah atau dikenal pula dengan penentuan metodologi penelitian yang akan digunakan. Dalam kajian ini, digunakan format penelitian deskriptif (descriptive research). Faisal (1999) menyatakan bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan social, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Dijelaskan pula bahwa jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada dan tidak dimaksudkan untuk menarik generasi yang menjelaskan variabelvariabel anteseden yang menyebabkan sesuatu gejala atau kenyataan sosial.

Dalam arti luas, pembangunan daerah dan pertumbuhan ekonominya tidak sekedar berkaitan dengan pendapatan per kapita, melainkan juga dengan distribusi rata-rata pendapatan penduduk. Artinya, tujuan utama pembangunan daerah adalah meningkatnya kesejahteraan sosial-ekonomi penduduk secara lebih merata melalui pemanfaatan sumber daya alam atau sumber daya lainnya. Hal ini berkaitan erat dengan pemahaman penduduk terhadap potensi wilayah.

Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus, dimana studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang permasalahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif (Faisal, 1999; Hal. 22). Dalam konteks ini dipilih daya saing daerah dalam perspektif penduduk dan potensi wilayah di

211


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Tabel 1 Jumlah Penduduk, Jumlah Kabupaten/Kota, Indeks Gini Sebaran Penduduk, dan Dissimilarity Index Menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010 Indeks Jumlah Jumlah Persen Dissimilarity IPM Ran Gini No. Provinsi/Pulau Kab./ Penduduk tase Index 2009 king Sebaran Kota (Orang) (%) (DI) Penduduk Aceh 23 4.486.570 8,86 71,31 17 0,399 0,250 1. 2. Sumatera 33 12.985.075 25,66 73,80 8 0,448 0,315 Utara Sumatera Barat 19 4.845.998 9,57 73,44 9 0,349 0,282 3. Riau 12 5.543.031 10,95 75,60 3 0,319 0,156 4. Jambi 11 3.088.618 6,10 72,45 13 0,297 0,130 5. Sumatera 15 7.446.401 14,71 72,61 10 0,324 0,238 6. Selatan Bengkulu 10 1.713.393 3,39 72,55 12 0,221 0,175 7. Lampung 14 7.596.115 15,01 70,93 21 0,294 0,217 8. Kep. Bangka 7 1.223.048 2,42 72,55 11 0,131 0,084 9. Belitung Kep. Riau 7 1.685.698 3,33 74,54 6 0,459 0,404 10. Sumatera 151 50.613.947 100,00 Sumber:

Ringkasan Hasil Sensus Penduduk 2010 dan Berbagai Sumber BPS RI. Data Diolah. 2011.

The Neoclassical View - Initial Conditions - Level of Investment - Human Capital - Technology Driven

Growth Theory - Endogenous Technological Advance - Externalities

Regional Competitiveness GDP/Employee GDP/Hours Worked

Cost Competitiveness - Unit Labour Cost - Price of public input - Ratio of prices tradeable/nontradeable

Economic Geography /Trade Theory Agglomeration Effects Urbanisation Transport Costs Economies of Scale Sectoral Specialisation

Knowledge-Based Factors - input measures (human capital, R&D infrastructure, investment in R&D, number of researchers) - output measures (patents, process and product innovation)

Gambar 1. Analisis Daya Saing Daerah: Proses dan Pengukurannya

212


Saksono, H., Daya Saing Daerah Dalam Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera Utara

Tujuan OTDA

Dinamika Global dan Perekonomian Tatanan Baru Penduduk & Potensi Wilayah

1. 2.

3. 4. 5. 6.

Pengembangan keterampilan; Penyediaan kesempatan kerja yang produktif bagi SDM yang masih belum termanfaatkan secara optimal; Invesment in man; High level manpower; dan Human capital formation.

Pengembangan Kapasitas, Optimalisasi Potensi Wilayah Berkesinambungan, dan Pertumbuhan Ekonomi

DAYA SAING DAERAH

Gambar 2. Alur Pikir Daya Saing Daerah Dalam Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah laki per 100 perempuan atau jumlah laki-laki relatiif hampir sama dengan jumlah perempuan.

Dalam proses pengolahan data, dilakukan penyajian data ke dalam sejumlah matriks atau tabel yang sesuai, sehingga diperoleh hasil analisis yang selanjutnya diinterpretasikan dalam kata-kata atau berbentuk narasi.

Penduduk Provinsi Sumatera Utara mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: jumlah bayi yang lahir, jumlah kematian, dan migrasi. Selama periode 2000-2010, laju pertumbuhan penduduk per tahun di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1,11 persen. Dengan luas wilayah dan jumlah penduduk tersebut, maka tingkat kepadatan penduduk (density) mencapai 178 orang per km2.

Penduduk dan Pembangunan Daerah Sumatera Utara Masih terdapat perdebatan mengenai hubungan penduduk dengan potensi wilayah dalam konteks pembangunan dan daya saing daerah. Namun yang patut dipahami bahwa kuantitas dan kualitas sumber daya alam atau potensi wilayah semakin hari akan semakin menurun karena pemanfaatan (eksploitasi/eksplorasi). Di sisi lain, jumlah penduduk semakin susah dikendalikan dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini nampak dari laju pertumbuhan penduduk tahun 2000-2010 di Provinsi Sumatera Utara yang mencapai 1,11 %/tahun. Secara umum, kondisi penduduk dan potensi wilayah dalam arti luas disajikan dalam tabel 1.

Artinya, semakin disadari bahwa laju pertumbuhan penduduk dan tingkat kepadatan yang tidak terkendali akan menimbulkan permasalahan antara lain pendidikan, kesehatan, prasarana dan sarana social, aksesibilitas pelayanan publik, dan bahkan semakin berkurangnya sumber daya alam. Persebaran penduduk yang tidak merata merupakan salah satu problem pembangunan daerah. Indeks Gini Sebaran Penduduk merupakan salah satu instrumen untuk mengukur pemerataan persebaran penduduk. Besaran Indeks Gini sebaran penduduk berkisar antara 0 – 1. Jika Indeks Gini sebaran penduduk mendekati nol (0) berarti persebaran penduduk semakin merata, dan jika mendekati satu (1) berarti persebaran penduduk semakin tidak merata.

Menyimak Tabel 1, secara geografis, Provinsi Sumatera Utara memiliki luas wilayah 72.981,23 km2 atau 3,82 persen dari luas wilayah Indonesia dan menempati urutan kedelapan terbesar setelah provinsi: 1) Papua; 2) Kalimantan Timur; 3) Kalimantan Tengah; 4) Kalimantan Barat; 5) Papua Barat; 6) Sumatera Selatan; dan 7) Riau. Secara demografis, Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk sebesar 12.985.075 orang atau terbanyak keempat setelah provinsi: 1) Jawa Barat; 2) Jawa Timur; dan 3) Jawa Tengah.

Dalam konteks ini, Provinsi Sumatera Utara memiliki Indeks Gini sebaran penduduk 0,448 atau tertinggi kedua setelah Provinsi Riau. Angka ini mengindikasikan bahwa persebaran penduduk antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara sangat tidak merata.

Dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat diketahui besarnya rasio jenis kelamin (sex ratio), yaitu perbandingan jumlah penduduk lakilaki dengan jumlah penduduk perempuan. Pada tahun 2010, sex ratio Provinsi Sumatera Utara adalah 99,59, yang berarti hampir terdapat 100 laki213


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Tabel 1 Potensi Wilayah dan Perkembangan Penduduk Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 Keterangan* *)

No.

Potensi Wilayah dan Kondisi Penduduk

Jumlah

1.

Luas Wilayah (km2) *) Persentase Terhadap Luas Indonesia (%)

72.981,23 3,82

(8)

2.

Jumlah Daerah Administrasi *) Kabupaten Kota Kecamatan Desa/Kelurahan

25 8 417 5.855

(2) (2) (4) (5)

3.

Jumlah Penduduk (33 Kab./Kota) Laki-laki Perempuan

12.985,075 6.479,051 6.506,024

(4)

4. 5. 6. 7. 8.

Sex Ratio Provinsi Laju Pertumbuhan Penduduk 2000-2010 (%/tahun) Kepadatan Penduduk (orang/km2) Indeks Gini Sebaran Penduduk Dissimilarity Index

99,59 1,11 178 0,448 0,315

(26) (28) (8) (2) (2)

Sumber:

Ringkasan Hasil Sensus Penduduk 2010. BPS RI. Data Diolah. 2011. *) Jumlah Daerah Administrasi Menurut Provinsi di Indonesia, 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. BPS. **) Angka dalam kurung menunjukkan urutan dari terbesar ke yang terkecil dalam skala nasional/regional. Data kepadatan penduduk di Kab. Nias Utara, Nias Barat, dan Kota Gunung Sitoli masih dalam proses untuk dipublikasikan dalam Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2011 dengan keadaan Tahun Data 2010. Secara detil disajikan perbandingan data terkecil dan terbesar yang merepresentasikan profil penduduk dalam persepektif dinamika administrasi kewilayahan sebagaimana disajikan pada tabel 2.

Implikasinya, di daerah yang padat penduduk terjadi tekanan eksploitasi potensi wilayah secara berlebihan, sedangkan di daerah yang jarang penduduknya justru potensi wilayahnya tidak terkelola secara optimal. Besaran lainnya yang juga dapat digunakan untuk melihat persebaran penduduk adalah Dissimilarity Index. Indeks ini digunakan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang harus dialokasikan dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke wilayah yang jarang penduduknya agar persebaran penduduk di wilayah tersebut lebih merata. Dilihat dari angka Dissimilarity Index, maka persebaran penduduk di 36 kabupaten/kota dalam Provinsi Sumatera Utara akan lebih merata jika sekitar 31,5 persen penduduk di kabupaten/kota yang padat dialokasikan ke kabupaten/kota yang kurang padat penduduknya.

Secara khusus, bila mencermati data pada Tabel 2, sepintas nampak bahwa Provinsi Sumatera Utara mempunyai potensi yang sangat besar dalam arti faktor produksi untuk �membangkitkan� pergerakan barang dan jasa, manusia, maupun kegiatan ekonomi lainnya. Secara teknis operasional, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus segera mengatur keseimbangan dalam hal rasio jenis kelamin (Kab. Nias Barat dan Kab. Labuhan Batu Selatan), laju pertumbuhan penduduk (Kab. Samosir dan Kota Padang Sidempuan), kepadatan penduduk (Kab. Pakpak Bharat dan Kota Sibolga), dan jumlah penduduk miskin (Kab. Pakpak Bharat dan Kota Medan) dalam wilayahnya.

Merujuk pada tahun data 2009, terdapat 11 (sebelas) kabupaten yang masih memiliki tingkat kepadatan penduduk di bawah 100 jiwa/km2. Kesebelas kabupaten tersebut: 1) Mandailing Natal (65); 2) Tapanuli Selatan (61); 3) Tapanuli Utara (72); 4) Toba Samosir (74); 5) Humbang Hasundutan (69); 6) Pakpak Bharat (35); 7) Samosir (54); 8) Padang Lawas Utara (50); 9) Padang Lawas (48); 10) Labuhan Batu Selatan (90); dan 11) Labuhan Batu Utara (99).

Keseimbangan antara jumlah penduduk dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengelola potensi wilayah harus diatur. Pengaturan ini sangat diperlukan sebagai upaya peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi terhadap pemanfaatan potensi wilayah.

214


Saksono, H., Daya Saing Daerah Dalam Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera Utara

Tabel 2 Dinamika Penduduk Dalam Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2010

No.

Dinamika Penduduk

Terkecil dan Terbesar Di 25 Kab. dan 8 Kota Dalam Provinsi Terkecil/Terendah

Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan Sex Ratio

Kab. Bharat

Kab. Nias Barat

40.481 20.474 20.007 92

Kab. Samosir

-0,61

4.

Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun (2000-2010) Dalam Provinsi (%/tahun) Kepadatan Penduduk *)

35

Kota Sibolga

8.917

5.

Luas Wilayah (km2) *)

Kab. Pakpak Bharat Kota Sibolga

10,77

6.620,70

6. 7.

Jumlah Kecamatan *) Jumlah Desa/Kelurahan *)

4 31

8.

Jumlah Penduduk Miskin *)

5.930

9.

PDRB Per Kapita (juta rupiah) Tahun 2009 **)

Kota Sibolga Kota Tanjung Balai Kab. Pakpak Bharat Kab. Tapanuli Tengah

Kab. Mandailing Natal Kab. Simalungun Kab. Mandailing Natal Kota Medan

6,14

Kab. Batu Bara

37,27

1.

2. 3.

Sumber:

Pakpak

Terbesar/Tertinggi Kota Medan

Kab. Labuhan Batu Selatan Kota Padang Sidempuan

2.109.339 1.040.680 1.068.659 104 3,86

31 395 200.400

Hasil Olah Cepat Penduduk Indonesia Menurut Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan – Sensus Penduduk 2010. BPS RI. *) Sumatera Utara Dalam Angka 2010. BPS Prov. Sumut. Data Diolah. 2011. **) Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia Mei 2011. BPS RI. Dari sisi daya saing daerah, kondisi ini relatif kurang menguntungkan, karena berbagai permasalahan sosial-ekonomi akan bermunculan. Ketidakseimbangan antara kuantitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung wilayah serta sumber daya alam maupun sumber daya buatan akan memengaruhi produktivitas dan nilai tambah ekonomi. Kondisi ini akan semakin memburuk seiring dengan sirnanya kebijakan pengendalian kelahiran yang intens didengungkan pada masa Orde Baru.

Di sisi lain, pengelolaan penduduk secara profesional akan membantu distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) sumber daya wilayah (kondisi geografis wilayah dan SDM). Implikasinya, daya saing daerah akan tercipta melalui penduduk yang berkualitas, melakukan kegiatan ekonomi secara profesional, terintegrasi, dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusatpusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Dalam tataran implementatif untuk mengantisipasi dampak berkelanjutan dari pertumbuhan penduduk dan kuantitasnya yang semakin meningkat, sudah saatnya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara segera mengatur pengendalian kuantitas penduduk. Hal ini dapat dilakukan dengan menggalakkan kembali gerakan “Keluarga Berencana” (Program KB) secara mandiri, berkesinambungan, dan lebih berkualitas. Dukungan terhadap program “KB” ini dilakukan melalui pengalokasian sejumlah anggaran yang proporsional untuk memenuhi kebutuhan belanja program “KB”. Secara bersamaan sosialisasi, pembudayaan terhadap program KB, dan upaya perubahan mindset senantiasa ditingkatkan dengan

Kondisi Penduduk Sumatera Utara Dalam Dinamika Regional Pembangunan daerah Provinsi Sumatera Utara terintegrasi dalam dinamika regional dan nasional. Secara demografis, Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi penduduk sangat besar. Dalam wilayah Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Utara merupakan satu-satunya provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbesar, yakni mencapai 25,66 persen dari total penduduk di Pulau Sumatera. Kondisi penduduk Provinsi Sumatera Utara dalam dinamika demografi regional P. Sumatera disajikan pada Tabel 3.

215


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

yang potensial. Dengan kata lain, sekalipun jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara sangat besar, namun bila didukung dengan kebijakan peningkatan kualitas SDM, investasi, dan penyediaan lapangan kerja akan menjadi potensi daya saing yang luar biasa.

cakupan penduduk yang lebih luas. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat semakin menyadari pentingnya dampak penurunan fertilitas terhadap tingkat kesejahteraan dalam arti luas. Melihat jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara, implikasi penting dari kondisi ini adalah respon pemerintah daerah dalam penyediaan lapangan kerja. Dalam konteks ini, diperlukan iklim kondusif yang dapat mengundang investasi. Perumusan kebijakan yang pro-job akan menopang perekonomian daerah melalui pemanfaatan secara optimal besarnya porsi penduduk usia produktif maupun pengembangan kewiraswastaan (entrepreneurship). Selain itu, kualitas SDM juga masih menjadi tantangan Provinsi Sumatera Utara. Pada umumnya, tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara masih berpendidikan sekolah menengah ke bawah. Oleh karena itu, secara bersamaan harus dirumuskan kebijakan pengembangan kualitas penduduk melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, dan pemberian fasilitas umum lainnya. Karena kualitas SDM memiliki korelasi signifikan dengan kualitas sarana pendidikan, kesehatan, dan akses ke infrastruktur dasar.

Daya Saing Daerah Provinsi Sumatera Utara Daya saing daerah maupun pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Utara didukung oleh potensi demografi, kekayaan SDA serta posisi geografisnya. Dalam konteks SDA, Sumatera Utara merupakan provinsi yang kaya dengan potensi SDA, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Persoalannya, hingga kini pemerintah daerah sesuai kewenangannya belum secara komprehensif menetapkan “Peraturan Daerah� terkait kekayaan SDA yang dimilikinya. Pengaturan tersebut idealnya mewajibkan kepada setiap investor atau pengusaha (lokal, nasional, dan global) untuk mengelola SDA Sumatera Utara seoptimal mungkin melalui peningkatan industri pengolahan (manufaktur) bernilai tambah tinggi, pemanfaatan tenaga kerja lokal, penciptaan pasar dalam negeri, dan pembatasan ekspor bahan mentah.

Harapan yang hendak dicapai adalah melalui jumlah penduduk yang besar, berkualitas, memiliki paritas daya beli (purchasing power parity) yang tinggi secara berkesinambungan akan menjadi pasar

Tabel 3 Kondisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Ratio, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010 Kepadat Laju Penduduk (Orang) an Pertumbuha No Provinsi/ Sex Pendudu n Penduduk . Pulau Ratio k 2000-2010 Laki-laki Perempuan Jumlah (Org/Km (%/Tahun) 2 ) Aceh 2.243.578 2.242.992 4.486.570 100,03 2,32*) 77 1. 2. Sumatera 6.479.051 6.506.024 12.985.075 99,59 1,11 178 Utara Sumatera 2.404.472 2.441.526 4.845.998 98,48 1,34 115 3. Barat Riau 2.854.989 2.688.042 5.543.031 106,21 3,59 64 4. Kep. Riau 864.333 821.365 1.685.698 105,23 4,99 206 5. Jambi 1.578.338 1.510.280 3.088.618 104,51 2,55 62 6. Sumatera 3.789.109 3.657.292 7.446.401 103,60 1,85 81 7. Selatan Kep. Bangka 634.783 588.265 1.223.048 107,91 3,14 74 8. Belitung Bengkulu 875.663 837.730 1.713.393 104,53 1,66 86 9. 3.905.366 3.690.749 7.596.115 105,81 1,23 219 10. Lampung Sumatera 25.629.682 24.984.265 50.613.947 102,58 1,78 105 Sumber: Ringkasan Hasil Sensus Penduduk 2010. BPS RI. Data Diolah. 2011.

216


Saksono, H., Daya Saing Daerah Dalam Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera Utara

Bagaimana kondisi daya saing daerah di Provinsi Sumatera Utara? Tidak semua indikator daya saing daerah Provinsi Sumatera Utara tersedia datanya. Oleh karena itu, dalam kajian ini hanya disajikan beberapa indikator yang tersedia datanya. Secara umum, indikator tersebut meliputi: 1) luas wilayah; 2) produksi padi; 3) pertumbuhan produksi industri Manufaktur Besar dan Sedang (Triwulan I 2011); dan 4) produk domestik regional bruto (PDRB) tanpa migas atas dasar harga konstan (ADHK) 2000 serta laju pertumbuhannya per tahun. Kekayaan sumberdaya yang dimiliki Provinsi Sumatera Utara disajikan secara bersandingan dengan sepuluh provinsi lainnya di P. Sumatera sebagaimana dalam Tabel 4.

Potret ini memiliki makna bahwa berbagai upaya peningkatan daya saing daerah dengan cara-cara konvensional yang berfokus pada pertanian dan industri melalui pengumpulan hasil-hasil alam serta mengandalkan kuantitas penduduk untuk memanfaatkan potensi wilayah sudah saatnya ditinggalkan. Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara harus berfokus dan segera menyusun regulasi/ kebijakan bagi peningkatan industri lokal sebagai peta jalan (road map). Kebijakan ini menjadi pemicu bagi peningkatan nilai tambah produk, proses produksi, dan distribusinya agar berjalan lancar dan berkelanjutan. Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang yang masih menunjukkan angka negatif mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah wajib segera menyiapkan terobosan (breakthrough) lain untuk menghadapi tantangan daya saing daerah. Kecermatan dalam penataan manajemen pembangunan menjadi kunci utama keberhasilan pembangunan. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu berimplikasi terhadap penurunan kemiskinan ataupun berkurangnya penduduk miskin. Terobosan harus berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang mampu meningkatkan lapangan kerja, membuka peluang bagi pengembangan sektor lain, dan memberikan peluang dominasi bagi tenaga kerja berkemampuan tinggi (high skill labor).

Saat ini, PDRB Tanpa Migas di Provinsi Sumatera Utara menduduki posisi terbesar diantara sepuluh provinsi di P. Sumatera, mencapai Rp. 110,9 T. Adapun laju pertumbuhannya mencapai 5,14 persen per tahun. Dalam konteks pertanian, Provinsi Sumatera Utara masih merupakan produsen padi yang terbesar, yakni 3.582.432 ton per tahun. Provinsi Sumatera Utara juga memiliki pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang yang lebih baik (-0,70). Hal ini jauh lebih baik bila dibandingkan dengan sepuluh provinsi lainnya. Keseluruhan potensi ini merupakan kekayaan Provinsi Sumatera Utara yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung daya saing daerah menuju masyarakat yang lebih sejahtera.

Tabel 4 Luas Wilayah, Produksi Padi, Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang, PDRB Tanpa Migas, dan Laju Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas Menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2010 Luas Wilayah No.

Provinsi/Pulau

(km2) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

(%)

Produksi Padi (ton)

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar & Sedang

PDRB Tanpa Migas (Rp. T)

Laju Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas (%)

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung

57.965,00 72.981,23

3,03 3,82

1.582.468 3.582.432

-3,37 -0,70

27,5 110.9

3,92 5,14

42.012,89 87.023,66 8.201,72 50.058,16 91.592,43

2,20 4,55 0,43 2,62 4,79

2.211.248 574.864 1.246 628.828 3.272.451

-4,57 -9,42 -1.40 -8,22 -3,51

36,5 45,3 36,6 14,7 47,0

4,15 6,44 3,65 6,90 5,05

16.424,06

0,86

22.249

-5,05

10,1

3,77

19.919,33 34.623,80

1,04 1,81

516.869 2.807.791

-7,03 -9,58

7,7 35,8

4,04 5,33

Sumatera

480.793,28

25,16

15.200.446

-

-

-

Sumber:

Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Mei 2011. BPS RI. Data Diolah. 2011. 217


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Penyediaan infrastruktur pendukung aktivitas ekonomi hingga ke pelosok wilayah (kabupaten, kecamatan, dan kelurahan/desa) akan menambah spektrum aksesibilitas dan konektivitas antarwilayah. Keberadaan infrastruktur akan memudahkan proses distribusi produk, menghemat waktu, dan menekan biaya transportasi, sehingga menimbulkan multiplier effect berupa daya saing produk dan percepatan gerak perekonomian daerah.

3.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan: 1. Pemahaman dan pengetahuan tentang penduduk dan potensi wilayah akan berguna dalam penentuan jumlah faktor produksi (terutama penduduk) yang mampu memanfaatkan peluang untuk menciptakan daya saing daerah. 2. Kualitas penduduk berkaitan erat dengan pembangunan daerah, pertumbuhan ekonomi, daya saing daerah, dan kesejahteraan masyarakat, karena penduduk adalah pelaku sekaligus sumber daya bagi faktor produksi. 3. Keberadaan penduduk (jumlah, rasio jenis kelamin, kepadatan, komposisi umur, dan laju pertumbuhan) di Provinsi Sumatera Utara berimplikasi langsung terhadap produktivitas, kemampuan daya beli, keseimbangan produksi, dan struktur ketenagakerjaan, sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan daya saing daerah. 4. Secara spesifik, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara belum memiliki kebijakan yang lebih inovatif dalam mengelola penduduk dan berorientasi pada investasi SDM, sehingga mampu meningkatkan kualitas penduduk sebagai salah satu faktor produksi dalam pembangunan perekonomian daerah dan nasional.

mampu menciptakan penduduk yang lebih berkualitas sebagai salah satu faktor produksi dalam pembangunan perekonomian daerah dan nasional. Melakukan kemitraan bersama tokoh-tokoh masyarakat (Ketua RT, Ketua RW, dll.), lembaga swadaya masyarakat (LSM)/NGO, organisasi masyarakat (ormas), akademisi dan mahasiswa, serta pers atau media massa (cetak dan elektronik) untuk menggalakkan kembali penjarangan kelahiran dan penundaan kelahiran anak pertama, sehingga terkendali pertumbuhan dan kuantitas penduduk demi masyarakat yang lebih sejahtera sesuai dengan tujuan otonomi daerah.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Olah Cepat Penduduk Indonesia Menurut Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan – Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS). Badan Pusat Statistik. 2010. Peta Sebaran Penduduk Indonesia – Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS). Badan Pusat Statistik. 2010. Ringkasan Hasil Sensus Penduduk 2010 (Leaflet). Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS). Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia Mei 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS). Cojanu, Valentin and Laurian Lungu. 2006. Regional Competitiveness Analysis: Process and Measurement. Makalah Diunduh pada hari Jumat, 27 Mei 2011 dari: www.gea.org.ro/documente/en/lisabona/2006/regio nalanalysis.doc

REKOMENDASI

Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2001. Reinventing Indonesia – Menata Ulang Manajemen Pemerintahan Untuk Membangun Indonesia Baru Dengan Keunggulan Global. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.

Secara spesifik, rekomendasi disampaikan kepada Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara, dalam hal ini para penyelenggara pemerintahan daerah yang terdiri dari para birokrat, politisi, dan teknokrat sesuai dengan SKPD serta tugas pokok dan fungsinya untuk bersama-sama melakukan halhal sebagai berikut: 1. Mereviu peraturan daeah dan/atau kebijakan pembangunan daerah di bidang kependudukan agar menjadi kebijakan yang lebih inovatif, mengedepankan penurunan angka kelahiran, dan revitalisasi program Keluarga Berencana (KB). 2. Merumuskan kebijakan yang lebih spesifik dengan tujuan mengelola penduduk dan berorientasi pada investasi SDM, sehingga

Faisal, Sanapiah. 1999. Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar, dan Aplikasi. Edisi I. Cetakan Keempat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Rachbini, Didik J. 2001. Pembangunan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Grasindo. Sumodiningrat, Gunawan. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Edisi 218


Saksono, H., Daya Saing Daerah Dalam Perspektif Penduduk dan Potensi Wilayah Studi Kasus: Provinsi Sumatera Utara

Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. Yin, Robert K. 1997. Studi Kasus Desain dan Metode. Terjemahan. Cetakan Kedua. Jakarta: PT. RajaGRafindo Persada.

219


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Pengembangan Model Penyusunan Rencana Kerja Sekolah Untuk Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara (Development Model of School Plan Preparation for the Improvement of School Principal Competence in North Sumatra) Jonni Sitorus*, Saiful Sagala** *Badan penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan email: sitorus_jonni@yahoo.co.id **Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan Naskah Masuk: 01 Juli 2011; Naskah Diterima: 1 September 2011 ABSTRAK Perencanaan kerja Kepala Sekolah berupa RAPBS disusun untuk satu tahun, sedangkan rencana strategis untuk 4 tahun belum dilakukan oleh Kepala Sekolah. Kemampuan Kepala Sekolah menyusun RKS perlu ditingkatkan. Tujuan penelitian ini: menemukan sebuah model yang tepat untuk menyusun RKS (profil, program dan kegiatan sekolah) sebagai pengembangan kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara (Kota Medan dan Kabupaten Batu Bara). Populasi adalah semua Kepala Sekolah SMP dan SMA/SMK Negeri di Kota Medan sebanyak 81 orang dan di Kabupaten Batu Bara sebanyak 35 orang. Yang menjadi sampel penelitian, yaitu Kepala Sekolah yang mengikuti pelatihan di Kota Medan sebanyak 29 orang. Sedangkan di Kabupaten Batu Bara yang mengikuti pelatihan sebanyak 36 orang (lebih banyak dari yang ditargetkan). Metode penelitian menerapkan metode research and development dari Borg dan Gall, dengan langkah-langkah: survey pendahuluan, perencanaan model, dan sosialisasi model. Instrumen penelitian berupa kuesioner, tes, dan pencatatan dokumen. Hasil penelitian diperoleh bahwa model yang tepat untuk penyusunan rencana kerja sekolah adalah model pembinaan (pelatihan) kepala sekolah. Beberapa saran dalam meningkatkan kompetensi Kepala Sekolah, yaitu: perlu pembinaan lanjutan yang dilakukan oleh suatu lembaga/instansi pada Kepala Sekolah; DUDI perlu berpartisipasi dalam pembinaan Kepala Sekolah; perlu perhatian pemerintah melalui Dinas Pendidikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme Kepala Sekolah melalui berbagai program dan/atau aktivitas untuk itu. Kata Kunci: Penelitian, Pengembangan Model, Penyusunan RKS, Kompetensi

ABSTRACT The form of principal planning for budgets compiled for one year, whereas for 4-year strategic plan has not been carried out by the Principal. The ability of principal to develop needs to be improved. The purpose of this research: finding an appropriate model to develop school preparation plan (profiles, programs and school activities) as the development of competence Principal in North Sumatra (Medan City and Batu Bara Regency). The population is all Principals from State Secondary School, State Senior/Vocational Schools in Medan as many as 81 people and in the Regency Batu Bara as many as 35 people. The sample in Medan is 29 people. While in the Batubara Regency is 36 people (more than targeted). The research method applied research and development of methods of Borg and Gall, with steps: a preliminary survey, planning models, and socialization models. Research instrument in the form of questionnaires, tests, and recording documents. The results obtained that the right model for the school preparation plan is a model of coaching (training) principals. Some suggestions in improving the competence of the Principal, namely: needs further development carried out by an institution/agency in the Principal; Business Industry need to participate in the guidance of the Principal; need the attention of the government through the Department of Education to 220


Sitorus, J. dan Saiful S., Pengembangan Model Penyusunan Rencana Kerja Sekolah Untuk Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara

improve the competence and professionalism of the Principal through various programs and/or activity to it. Keywords: Research, Development Model, Development RKS, Competence kemampuan Kepala Sekolah menyusun RKS masih perlu dikembangkan karena keterbatasan menyusun profil sekolah dan menganalisisnya, merumuskan tantangan, menentukan pemecahan masalah, menyusun program dan kegiatan sekolah. Oleh sebab itu cukup mendesak dilakukan upaya peningkatan kemampuan Kepala Sekolah menyusun rencana kerja sekolah melalui suatu penelitian.

PENDAHULUAN Kepala sekolah satuan pendidikan merupakan tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan pembinaan di sekolah baik kepala akademik maupun kepala manajerial. Ini berarti peran kepala sekolah untuk menjamin mutu hasil belajar siswa sangat besar. Melihat pentingnya peran kepala sekolah, maka Mendiknas (2007) menyampaikan pesan dalam Musyawarah Nasional Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) yang dilaksanakan di Bogor antara lain (a) Kepala Sekolah harus menguasai dimensi kompetensi sebagai syarat memenuhi standar kompetensi Kepala Sekolah, (b) Kepala Sekolah harus menguasai teknologi informasi dan komunikasi atau information and comunication technology (ICT), (c) Kepala Sekolah harus menguasai Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP), dan (d) Kepala Sekolah harus disertifikasi.

Adapun tujuan penelitian ini adalah menemukan sebuah model yang tepat untuk menyusun RKS (profil, program dan kegiatan sekolah) sebagai pengembangan kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara (Kota Medan dan Kabupaten Batu Bara).

METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi kegiatan penelitian Penyusunan Rencana Kerja Sekolah untuk Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara dibatasi pada dua daerah yaitu Kota Medan dan Kabupaten Batu Bara . Sedangkan pelaksanaan penelitian ini direncanakan selama 2 (dua) bulan mulai bulan Juni sampai Juli 2010 dan juga dapat disesuaikan dengan perkembangan kegiatan proses belajar mengajar di sekolah.

Gambaran Kepala Sekolah saat ini tercermin pada ciri-ciri berikut ini yaitu: (1) jabatannya kurang menarik bagi Kepala Sekolah dan guru, (2) rekrutmennya tidak bernilai akademik dan bercitra negatif, (3) wawasannya kalah oleh guru sehingga kurang berwibawa, (4) pelaksanaan tugasya tidak terpola dan terprogram, (5) pembinaan karir dan profesinya tidak berjalan sebagaimana mestinya, (6) fasilitas dan daya dukung pekerjaannya tidak memadai, (7) penghargaan dan perlindungannya kurang diperhatikan, (8) bidang keahliannya banyak yang kurang sesuai, (9) tingkat pendidikannya sebagian besar S1, dan (10) keahliannya tidak dipersiapkan melalui pendidikan profesi. Selanjutnya berdasarkan hasil uji standar kompetensi yang telah dilaksanakan tahun 2006, terdapat beberapa hal yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan Kepala Sekolah yaitu membimbing dan membina Kepala Sekolah untuk melakukan penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS) mulai dari menyusun profil sekolah hingga program dan kegiatan sekolah.

B. Disain Penelitian Disain penelitian ini dirancang dengan langkahlangkah: survey pendahuluan, perencanaan model, dan penerapan model. Penerapan model berupa workshop yang diselenggarakan selama 3 (tiga) hari untuk masing-masing Kabupaten/Kota tempat penelitian. C. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua Kepala Sekolah SMP dan SMA/SMK negeri di Kota Medan dan Kabupaten Batu Bara. Dengan demikian populasi sasaran antara lain Kepala Sekolah SMPN sebanyak 45 orang, SMAN sebanyak 23 orang, dan SMKN sebanyak 13 orang di Kota Medan dengan jumlah Kepala Sekolah sebanyak 81 orang. Kemudian populasi sasaran di Kabupaten Batu Bara berturut-turut Kepala Sekolah SMPN sebanyak 28 orang, Kepala Sekolah SMAN sebanyak 5 orang, dan Kepala Sekolah SMKN sebanyak 2 orang dengan jumlah Kepala Sekolah sebanyak 35 orang.

Kemudian secara umum ditemukan bahwa perencanaan yang ada di sekolah lebih banyak dalam bentuk Rencana Anggaran Pembiayaan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk satu tahun. Sedangkan rencana strategis untuk 4 tahun belum banyak dilakukan oleh Kepala Sekolah. Hal ini terjadi karena kebutuhan sekolah cenderung untuk program 1 tahun dan di lain pihak Dinas Pendidikan sebagai atasan Kepala Sekolah tidak memintanya kepada sekolah. Secara umum

Berdasarkan jumlah populasi yang menjadi sasaran penelitian ini, dilakukan pelatihan (workshop) dengan mengundang semua anggota populasi. 221


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Kemudian yang menghadiri undangan pelatihan merupakan sampel penelitian ini. Yang mengikuti pelatihan yaitu di Kota Medan : 15 orang Kepala Sekolah SMP, 9 orang Kepala Sekolah SMA dan 4 orang Kepala Sekolah SMK sehingga jumlahnya sebanyak 29 orang. Sedangkan di Kabupaten Batu Bara yang mengikuti pelatihan lebih banyak dari populasi sasaran yang direncanakan, karena ada beberapa orang Kepala Sekolah swasta datang untuk mengikutinya. Adapun peserta pelatihan yaitu: 23 orang Kepala Sekolah SMP, 11 orang Kepala Sekolah SMA dan 3 orang Kepala Sekolah SMK sehingga jumlahnya sebanyak 36 orang Kepala Sekolah.

peserta pelatihan berdasarkan jenjang satuan pendidikan disajikan seperti pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3.

D. Sumber Data dan Instrumen Penelitian Data dijaring dengan menggunakan alat ukur atau instrumen penelitian berupa kuesioner, tes, dan pencatatan dokumen. Pada kegiatan tahap pertama data dijaring melalui dokumen rencana kerja sekolah yang telah disusun para Kepala Sekolah.

Rencana target peserta pelatihan hanya sebanyak 35 orang Kepala Sekolah (sesuai populasi sekolah negeri di Kabupaten Batu Bara), namun yang datang ada sebanyak 36 orang Kepala Sekolah. Hal ini terjadi karena ada beberapa Kepala Sekolah berpartisipasi (ikut) dalam pelatihan yang diselenggarakan tersebut.

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa peserta yang mengikuti pelatihan berasal dari satuan pendidikan tingkat SMP ada sebanyak 22 sekolah (61%), yang berasal dari satuan pendidikan SMA ada sebanyak 11 sekolah (11%) dan yang berasal dari SMK ada sebanyak 3 sekolah (8%). Berdasarkan data tentang peserta pelatihan di Kabupaten Batu Bara, menunjukkan hasil yang sangat memuaskan karena peserta yang hadir melampaui sasaran dari yang ditargetkan.

Selanjutnya dilakukan analisis isi terhadap kompetensi, materi, dan modul penyusunan rencana kerja sekolah. Dari hasil analisi dikembangkan sebuah model pembinaan (pelatihan) Kepala Sekolah, selanjutnya dilakukan sosialisasi model berupa workshop yang dilakukan selama 3 (tiga) hari di masing-masing Kabupaten/Kota tempat penelitian.

Bila ditinjau dari tingkat pendidikan para Kepala Sekolah yang ada di Kabupaten Batu Bara yang mengikuti pelatihan, disajikan seperti pada Gambar 2. Jenjang pendidikan para Kepala Sekolah yang mengikuti pelatihan pada umumnya masih stara Sarjana (S-1). Lebih mendetailnya ada sebanyak 5 orang berpendidikan di bawah S-1, sebanyak 31 orang berpendidikan S-1 dan belum ada yang berpendidikan di atas S-1. Dari data ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan para Kepala Sekolah di Kabupaten Batu Bara relative masih rendah, karena amanat dalam UndangUndang, jenjang pendidikan Kepala Sekolah/Madrasah minimal stara S-2 (Magister).

E. Teknik Analisis Data Adapun teknik analisis data yang digunakan akan disesuaikan dengan kebutuhan pengujian. Pertamatama data dilihat berdasarkan karakteristik dari sampel penelitian untuk masing-masing lokasi. Kemudian populasi sampel ditinjau berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan sampel. Lebih lanjut baru dianalisis secara kualitatif tentang materi yang dilatihkan pada para Kepala Sekolah.

Berdasarkan data peserta pelatihan bagi Kepala Sekolah yang diselenggarakan di Kota Medan, diikuti oleh sebanyak 28 orang Kepala Sekolah dari berbagai jenjang pendidikan. Pelatihan ini diselenggarakan di Ruang Pertemuan SMKN 10 Kota Medan, Jl. Cit Ditiro Kota Medan. Adapun peserta pelatihan berdasarkan jenjang satuan pendidikan disajikan seperti pada Gambar 3.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uraian hasil penelitian yang disajikan meliputi: deskripsi Kepala Sekolah yang menjadi sample penelitian, langkah-langkah dalam menyusun program kerja sekolah berupa materi pelatihan, model pembinaan (pelatihan) kepala sekolah, dan sosialisasi model pembinaan (pelatihan) Kepala Sekolah. Lebih jelasnya akan disajikan sebagai berikut:

Berdasarkan Gambar 3. di atas, terlihat bahwa peserta yang mengikuti pelatihan berasal dari satuan pendidikan tingkat SMP ada sebanyak 14 sekolah (48%), yang berasal dari satuan pendidikan SMA ada sebanyak 8 sekolah (28%) dan yang berasal dari SMK ada sebanyak 7 sekolah (24%). Berdasarkan data tentang peserta pelatihan di Kota Medan, menunjukkan bahwa partisipasi para Kepala Sekolah relatif baik, karena peserta mengikuti pelatihan dengan antusias dan partisipatif hingga akhir pelatihan.

A. Deskripsi Peserta Pelatihan (Kepala Sekolah) 1. Kabupaten Batu Bara Berdasarkan data peserta pelatihan bagi Kepala Sekolah yang diselenggarakan di Kabupaten Batu Bara, diikuti oleh sebanyak 36 orang Kepala Sekolah dari berbagai jenjang pendidikan. Adapun 222


Sitorus, J. dan Saiful S., Pengembangan Model Penyusunan Rencana Kerja Sekolah Untuk Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara

berpendidikan S-1 dan ada sebanyak 19 orang Kepala Sekolah yang berpendidikan di atas S-1. Dari data ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan para Kepala Sekolah di Kota Medan relative sudah baik, walau amanat dalam UndangUndang bahwa jenjang pendidikan bagi para Kepala Sekolah/Madrasah minimal stara S-2 (Magister).

Bila ditinjau dari tingkat pendidikan para Kepala Sekolah yang ada di Kota Medan yang mengikuti pelatihan, disajikan seperti pada gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa jenjang pendidikan para Kepala Sekolah yang mengikuti pelatihan pada umumnya berstara Sarjana (S-1). 2. Kota Medan Lebih mendetailnya tidak ada Kepala Sekolah yang berpendidikan di bawah S-1, sebanyak 10 orang

3 orang, 8% 11 orang, 31%

22 orang, 61%

2 SMP 3 SMA 4 SMK

Gambar 1. Jumlah Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Tingkat Pendidikan Kepala Sekolah 35

31

30

Jumlah

25 20 15 10 5 5 0 0 < S-1

S-1

> S-1

Tingkat Pendidikan

Gambar 2. Tingkat Pendidikan Kepala Sekolah

223


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

7 orang, 24% 14 orang, 48%

8 orang, 28%

SMP

SMA

SMK

Gambar 3. Jumlah Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Jenjang Pendidikan Kepala Sekolah 19

20

Jumlah

15 10 10

5 0 0 Series1

< S-1

S-1

> S-1

0

10

19

Jenjang Pendidikan

Gambar 4. Tingkat Pendidikan Kepala Sekolah 3. B. Materi Pelatihan Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah Pelatihan yang diselenggarakan selama 24 jam pertemuan, yang terdiri atas 8 jam pertemuan tatap muka (diskusi tentang materi) dan 16 jam pertemuan membuat program kerja (workshop) menyusun 4 materi pokok yaitu: 1. Visi dan Misi Sekolah, yang menguraikan bagaimana merumuskan suatu visi dan misi sekolah dalam rangka meningkatkan mutu sekolah secara berkesinambungan 2. Profil Sekolah, yang menguraikan tentang bagaimana menyusun suatu rencana kegiatan atau program berdasarkan evaluasi diri (profil sekolah)

4.

224

Analisis Masalah (Kesenjangan), yang menguraikan bagaimana cara menganalisis berbagai masalah yang dihadapi sekolah dalam menyusun program kerja sekolah. Pendekatan analisis masalah yang dilakukan yaitu melalui pendekatan SWOT. Menyusun Program Kerja, yang menguraikan tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun program kerja, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menyusun rencana dan bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada dalam menyusun program kerja.


Sitorus, J. dan Saiful S., Pengembangan Model Penyusunan Rencana Kerja Sekolah Untuk Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara

C. Model Pembinaan Sekolah

(Pelatihan)

diselenggarakan selama 3 hari (sekitar 24 jam praktek, yang terdiri dari 8 jam tatap muka berupa diskusi dan 16 jam berupa praktek/aplikasi penyusunan program sekolah).

Kepala

Berdasarkan analisis permasalahan dan hasil pengamatan dari lapangan, terlihat bahwa pembinaan dan pelatihan Kepala Sekolah relatif masih kurang efektif. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembinaan para kepala Sekolah, baik itu yang berasal dari internal maupun dari ekternal sekolah itu sendiri.

Materi yang disajikan selama penerapan model, baru mendiskusikan dan memperbaiki program sekolah. Selama 1 hari (8 jam) membahas dan menyusun profil sekolah, analisis masalah dan menyusun program kerja sekolah. Selama pelaksanaan pembinaan Kepala Sekolah, terjadi interaksi (komunikasi) yang positif dalam menyusun program sekolah. Untuk lebih rincinya proses dan waktu pelaksanaan pembinaan guru yang diselenggarakan oleh LPTK (Unimed) dalam penelitian ini.

Melalui berbagai kajian maka ditawarkan model pembinaan Kepala Sekolah, untuk dapat membentuk Kepala Sekolah yang profesional. Adapun model pembinaan Kepala Sekolah tersebut, seperti disajikan pada gambar 5. Dari gambar di atas terlihat bahwa pembinaan Kepala Sekolah dalam meningkatkan profesinalisme harus dilakukan oleh berbagai instansi yang terkait. Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa Kelompok Kerja Kepala Sekolah merupakan wadah bagi Kepala Sekolah untuk meningkatkan profesionalismenya, harus menjalin hubungan dengan lembaga (instansi) seperti Perguruan Tinggi baik itu Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK) maupun Non LPTK dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (P4TK) serta Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP).

Proses dan pelaksanaan pembinaan yang diselenggarakan dalam penelitian ini, baru dari satu sudut stakeholder, yaitu dari LPTK Unimed yang bertujuan untuk melihat dan memperbaiki dokumen program sekolah. Materi itu dipilih dan diterapkan pada penelitian ini, karena Unimed bidangnya untuk mengembangkan program sekolah secara baik sesuai dengan yang diharapkan. Penerapan model pembinaan Kepala Sekolah, seperti yang ditawarkan pada gambar di atas, terlihat bahwa pembinaan tidak hanya sebatas pembinaan dari LPTK tentang penyusunan program, namun masih perlu dibina dengan materi lain seperti: proses pelaksanaan program sekolah, pembuatan alat ukur penilaian, pemahaman karakteristik stakeholder, dan lainnya.

Pembinaan Kepala Sekolah selain dari Perguruan Tinggi, juga harus terlibat dari Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Lebih lanjut dari model yang ditawarkan di atas, hendaknya juga harus menjalin kerja sama dengan suatu lembaga profesi “Forum Profesionalisme�. Dalam forum ini, selalu dikaji bagaimana pengembangan dan peningkatan mutu para Kepala Sekolah.

Sedangkan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga/instansi di luar LPTK yang dapat dilakukan pada para Kepala Sekolah seperti dari P4TK yaitu: pembinaan keterampilan (skill) Kepala Sekolah sesuai dengan bidang keahlian yang diampu, pembinaan penggunaan alat (sarana dan prasarana) sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, pembinaan strategi pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan, dan lainnya.

D. Sosialisasi Model Pelatihan Kepala Sekolah Dari model pembinaan Kepala Sekolah seperti yang ditawarkan di atas, terlihat bahwa semua stakeholder sekolah berperan untuk meningkatkan profesionalisme para Kepala Sekolah. Dalam penelitian ini, belum seutuhnya pembinaan guru seperti yang ditawarkan tersebut diselenggarakan dengan sesungguhnya.

Sedangkan dari DUDI juga diharapkan perannya dalam meningkatkan profesionalisme Kepala Sekolah, menjalin keperdulian terhadap pendidikan. DUDI mempunyai peran sangat penting dalam meningkatkan profesionalisme Kepala Sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan, karena lembaga DUDI yang memahami dan mengikuti perkembangan usaha dan industri di masyarakat. Melalui pemahaman mereka tentang perkembangan usaha dan industri, para Kepala Sekolah dapat mengikuti perkembangannya bila pembinaan diselenggarakan.

Penerapan model pembinaan yang dilakukan, hanya baru pembinaan yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi (LPTK), dalam hal ini diselenggarakan oleh Universitas Negeri Medan. Sedangkan oleh lembaga lain seperti Perguruan Tinggi non LPTK dan P4TK belum terlaksana, demikian juga dari pihak Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Penerapan model pembinaan yang diselenggarakan pada penelitian ini berupa workshop yang 225


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

DUDI merupakan stakeholder sekolah dalam pengguna dan penyerapan lulusan.

industri. Dengan meningkatnya profesionalisme Kepala Sekolah akan dapat menyampaikan ilmu yang dimiliki pada guru, peserta didik (siswa), sehingga para siswa tidak ketinggalan dalam mengikuti perkembangan teknologi.

Bila Kepala Sekolah kurang memahami perkembangan DUDI, maka mereka kurang mampu menjelaskan kepada guru dan peserta didik (siswa) tentang kondisi perkembangan usaha dan industri yang pada akhirnya mutu lulusan sekolah dapat dikatakan tidak siap memasukinya. Untuk menghindari hal tersebut, maka peran DUDI sangat diperlukan untuk membina Kepala Sekolah dalam meningkatkan profesionalismenya dari bidang perkembangan usaha dan teknologi terkini.

KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Model yang tepat untuk penyusunan rencana kerja sekolah sebagai peningkatan kompetensi kepala sekolah adalah model pembinaan (pelatihan) kepala sekolah. 2. Pihak yang bertanggungjawab terhadap pembinaan Kepala Sekolah, yaitu pihak Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, pengawas satuan pendidikan dan lembaga lain. 3. Pelaksanaan pembinaan yang dilakukan dari salah satu lembaga Pendidikan Tinggi (Unimed), memberikan kontribusi yang berarti terhadap kualitas dokumen program kerja yang dimiliki oleh Kepala Sekolah. 4. Pelaksanaan pembinaan tersebut cukup efektif dalam meningkatkan kualitas profesionalisme Kepala Sekolah dalam menyusun program kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu suatu model pembinaan yang dilakukan kepada para Kepala Sekolah dalam wadah MKKS. MKKS merupakan suatu wadah bagi para Kepala Sekolah untuk meningkatkan profesinalitasnya. Untuk meningkatkan profesionalitas Kepala Sekolah, maka perlu pembinaan yang berkesinambungan melalui wadah tersebut baik itu berasal dari lembaga Pendidikan Tinggi (LPTK, Non LPTK) atau P4TK, lembaga DUDI dan/atau lembaga profesi. Melalui pembinaan yang dilaksanakan pada MKKS maka para Kepala Sekolah yang ada pada wadah tersebut akan dapat meningkatkan profesionalismenya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Para Kepala Sekolah dapat memahami perkembangan teknologi pembelajaran, perkembangan ilmu pengetahuan sesuai bidang keahliannya, dan perkembangan dunia usaha dan

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN/KOTA (MENETAPKAN PROGRAM PEMBINAAN )

STANDAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

KELOMPOK KERJA KEPALA SEKOLAH (MEMBUAT PROGRAM PEMBINAAN)

ORGANISASI PROFESI

SEKOLAH MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBINAAN GURU

Kepala sekolah

DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI

“FORUM� PROFESIONALISME (KOMITE)

Kepala sekolah PROFESIONAL

PENDIDIKAN TINGGI (LPTK & NON-LPTK) dan P4TK

Gambar. 5. Model Pembinaan Kepala Sekolah

226

MUTU PENDIDIKANI


Sitorus, J. dan Saiful S., Pengembangan Model Penyusunan Rencana Kerja Sekolah Untuk Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah di Sumatera Utara

Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMP TK, Depdiknas. 2008. Laporan Penelitian Tindakan Sekolah Sebagai Karya Tulis Ilmiah Dalam Pengembangan Profesi Kepala Sekolah.

REKOMENDASI Berdasarkan simpulan dan saran penelitian ini, dapat dikemukakan rekomendasi yaitu: 1. Kepada Guburnur Sumatera Utara, untuk menerapkan model pembinaan Kepala Sekolah seperti disajikan pada Bab IV dalam meningkatkan profesionalisme, termasuk mengalokasikan dana pembinaan Kepala Sekolah yang ada di Sumatera Utara. 2. Kepada Gubernur Sumatera Utara melalui Dinas Pendidikan Provinsi, untuk mengukur dan mengevaluasi profesionalisme para Kepala Sekolah. 3. Kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, untuk menyusun suatu perangkat aturan (kebijakan) tentang kompetensi seorang Kepala Sekolah. 4. Kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, agar memperhatikan dan meningkatkan profesionalisme Kepala Sekolah melalui berbagai pembinaan. 5. Kepada Dinas Pendidikan, agar menjalin kerjasama dengan LPTK dan/atau Lembaga Profesi yang ada di Sumatera Utara untuk bersama-sama meningkatkan mutu pendidikan, melalui pembinaan Kepala Sekolah 6. Kepada Pihak Perguruan Tinggi (LPTK, NonLPTK dan P4TK), agar memperhatikan dan meningkatkan profesionalisme Kepala Sekolah melalui berbagai kegiatan pembinaan yang sesuai dengan bidang masing-masing. 7. Kepada Pihak/Lembaga DUDI, agar membuka kerjasama dengan para Kepala Sekolah, agar para guru tersebut dapat menyahuti (menjawab) kebutuhan DUDI dalam dunia nyata. Melalui kerjasama dalam pembinaan Kepala Sekolah, akan sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak. 8. Kepada Lembaga Profesi, untuk meningkatkan profesionalisme Kepala Sekolah dengan berbagai kegiatan kerjasama dan pembinaan.

Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMP TK, Depdiknas. 2008. Panduan Bimbingan Pendampingan Penelitian Tindakan Sekolah Bagi Kepala SMA/SMK. Dick, W., & Carey, Lou. 1985. The systematic design of instruction. Illinois: Scott, Foresman and Company. Fraenkel, J. R., & Wallen, N. E. 1990. How to design and evaluate research in ducation. New York: McGraw-Hill Publishing Company. Gagne, R. M., & Briggs, L. J. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehard and Winston. Glickman, C. D. 1981. Developmental supervision. Washington, D.C.: Association for Supervision and Curriculum Development. Hoy, W. K., & Forsyth, P. B. 1980. Efective supervision: Theory into practice. New York: Random House. Kemmis, S., & McTaggart,R. 1992. The action research planner. 3 th. Ed. Victoria: Deakin University. Lovell, J. T., & Wiles, K. 1983. Supervision for better school. Fifth Ed. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice Hall, Inc. Mc.Niff, Jean. 1992. Action research: principles and practice. New York: Macmillan Education Neagle, R. S. & Evans, N. D. 1980. Handbook for effective supervision instruction. Englewood Cliffs, NJ,: Prentice Hall, Inc.

DAFTAR PUSTAKA

Noe, R. A. 2005. Employee training and development. Third Ed. New York: McGraw-Hill International Edition

Borg, R, W, and Gall, M, D,. 1983. Educational research an introduction. Fourth Edition. New York: Longman.

Romiszowski, A. J. 1981. Designing instructional system. London Kogan Page Ltd.

Dharma, S. 2007. Sambutan dalam Penutupan Seminar Hasil Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) Kepala Sekolah di Hotel Kinasih, Bogor, tanggal 11 Desember 2007.

Sergiovani, , T. S., & Starratt, R. J. 1983. Supervision: Human Perspectives. New York: McGraw-Hill Book Comapany.

Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMP TK, Depdiknas. 2007. Petunjuk Teknis Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research) Peningkatan Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah SMA/SMK.

Snelbecker, G. E. 1974. Learning theory instructional and psychoeducational design. New York: McGraw-Hill Book Comapany. Suhardjono, 2007. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi Guru, 227


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

dalam Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Widiani, Maria, 2007. Pidato Pembukaan Kegiatan Sosialisasi Pembimbing Penulisan Karya Ilmiah Secara On-Line. Jakarta: Direktorat Profesi Pendidik, Ditjen PMP TK, Diknas.

228


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Evaluasi Penerapan Anggaran Primary Health Care (PHC) Di Provinsi Sumatera Utara (Evaluation of Primary Health Care Budget Application in North Sumatra Province) Fotarisman Zaluchu Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. SM Raja No. 198, Medan e-mail: fotarisman@yahoo.com Naskah Masuk: 12 Juli 2011; Naskah Diterima: 2 September 2011 ABSTRAK Primary Health Care (PHC) adalah sebuah komitmen global yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan dan dokumen Alma Ata pada tahun 1978. Setelah lebih dari tiga dekade, WHO merekomendasikan untuk mengevaluasi penerapannya secara khusus dalam anggaran pembangunan yang berfokus pada preventif dan kuratif. Penelitian ini mereview aplikasi konsep PHC ini dalam penganggaran di Kabupaten/ Kota untuk dapat mendapatkan informasi yang memadai dalam rangka mengevaluasi rancangan kebijakan model Pelayanan Kesehatan Dasar di Sumatera Utara. Evaluasi terhadap anggaran tersebut dikumpulkan secara purposive dari Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Samosir, Kabupaten Nias, dan Kabupaten Serdang Bedagai. Ditemukan, anggaran PHC untuk kebutuhan masyarakat yang lebih luas belum maksimal dilaksanakan. Proporsi anggaran masih banyak untuk kepentingan pengobatan sementara alokasi dana untuk pencegahan masih belum maksimal memberdayakan masyarakat untuk mencegah kesehatannya. Direkomendasikan untuk menindaklanjuti penelitian ini dengan menerapkan aturan teknis alokasi anggaran. Kata Kunci: primary health care, anggaran, pencegahan, pengobatan ABSTRACT Primary Health Care (PHC) is a global commitment as a follow-up of meetings and documents Alma Ata in 1978. After more than three decades, the WHO recommends to evaluate its application, particularly in the local budget that focuses on preventive and curative. This study reviewed the application of this PHC concept in budgeting at District / City to obtain sufficient information in order to evaluate the design of model policies PHC in North Sumatra Province. The evaluation of the budget were collected purposively from Medan City, Tebing Tinggi City, Pematang Siantar District, Samosir District, Nias District, and Serdang Begadai District. PHC budget for the wider community needs not optimally implemented. It is revealed that the proportion of the budget is still allocated more in curative activities rather than preventive activities. It is recommended to follow up this research by applying the rules of budgetary allocations. Keywords: primary health care, budgeting, preventive, curative stakeholder kesehatan di masing-masing negara di Alma Ata, Pelayanan Kesehatan Dasar dianggap merupakan terobosan awal dari pengakuan atas hak asasi manusia dalam bidang kesehatan. Konsep Pelayanan Kesehatan Dasar memang menekankan pada keadilan dan kesetaraan serta akses pelayanan kesehatan kepada semua orang.

PENDAHULUAN Pelayanan Kesehatan Dasar (primary health care) adalah sebuah istilah yang menerangkan mengenai konsep pencegahan dan pengendalian penyakit di masyarakat dengan melibatkan peran serta masyarakat. Lahir melalui pertemuan para 229


Zaluchu, F., Evaluasi Penerapan Anggaran Primary Health Care (PHC) Di Provinsi Sumatera Utara

pengobatan. Akibatnya, fokus pelayanan kesehatan di Puskesmas sudah jauh bergeser dari konsep semula yaitu mengedepankan promotif dan preventif. Masyarakat pun dibebankan biaya yang semakin lama semakin mahal. Beberapa Puskesmas pun dipaksakan untuk memberikan kontribusi kepada penerimaan daerah.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Pelayanan Kesehatan Dasar seharusnya diterapkan oleh seluruh negara dalam rangka menjamin pelayanan kesehatan bagi semua orang secara memadai, apalagi di dalam rangka menurunkan berbagai indikator negatif pembangunan manusia sebagaimana tercantum di dalam MDG’s.

Menurut UU No. 36 tahun 2009, yang disebut sebagai upaya kesehatan adalah “Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat”. Dengan demikian, proporsi yang berimbang harus diberikan kepada setiap unsur tersebut, sesuai dengan persoalan yang dihadapi.

Pelayanan kesehatan memang membutuhkan beberapa inovasi. Di era ini, WHO merekomendasikan empat fokus yang menjadi “lokasi” pembaruan konsep Pelayanan Kesehatan Dasar ini, yaitu reformasi universal coverage, reformasi service delivery, reformasi kepemimpinan, dan reformasi kebijakan publik. Keempat hal itu berada dalam satu paket upaya menerapkan Pelayanan Kesehatan Dasar secara utuh sejak WHO meluncurkan The World Health Report 2008 yang memang berfokus pada reinventing Pelayanan Kesehatan Dasar. Pemahaman atas keempat hal tersebut memang menjadi inti dari upaya mengedepankan kebijakan yang berorientasi pada Pelayanan Kesehatan Dasar.

Dalam pasal 46 UU dimaksud, dicantumkan dengan jelas mengenai hal ini, yaitu bahwa “Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggitingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat”. Ini berarti terdapat kepentingan untuk memperhatikan kesehatan perorangan (yang biasanya diidentikan dengan pengobatan) dengan kebutuhan kesehatan bagi masyarakat banyak agar tidak sakit (biasanya disebut dengan pencegahan).

Penerapan Pelayanan Kesehatan Dasar sesungguhnya adalah keniscayaan. Dalam menghasilkan kebijakan pelayanan kesehatan, Pelayanan Kesehatan Dasar selalu mengedepankan pentingnya keadilan pada semua orang. Bukan hanya dalam akses, tetapi juga dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan Kesehatan Dasar juga memberikan inspirasi dalam mengelola pelayanan kesehatan dasar. Dengan adanya konsep aksesibilitas dan partisipasi, maka Puskesmas, Posyandu dan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan lainnya menjadi sangat terbuka pada partisipasi masyarakat dan menjadi forum bagi warga untuk mengelola dan merencanakan pelayanan kesehatan bagi mereka sendiri.

Selain mengintegrasikan promotif dan preventif, Puskesmas seharusnya memfasilitasi keberadaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Namun sayangnya keberadaan Posyandu menjadi terabaikan. Padahal Posyandu adalah tempat yang paling strategis untuk melibatkan masyarakat di dalam merumuskan dan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Kenyataannya, hal-hal sederhana demikian masih jauh dari harapan. Padahal untuk Indonesia dan Sumatera Utara, pelayanan kesehatan seharusnya semakin terjangkau dan semakin lebih murah. Dengan adanya pelayanan kesehatan yang menerapkan Pelayanan Kesehatan Dasar, maka pemerintah dan pemerintah daerah akan lebih leluasa dalam mengelola sumberdaya yang semakin terbatas dan semakin tidak memadai untuk menjangkau semua hal.

Tentu saja hal penataan ulang tidak mudah dicapai dan dilakukan. Persoalan yang terjadi bukan hanya pada masalah aktifitas Puskesmas atau Posyandu, tetapi juga pada konsep dan paradigma penyelenggara Pelayanan Kesehatan Dasar itu sendiri. Diperlukan pemahaman yang baik mengenai apa yang terjadi dan upaya merumuskannya dengan penuh kehati-hatian. Peluang untuk melakukan pembaruan juga terbuka sangat lebar karena konsep Pelayanan Kesehatan Dasar juga mengedepankan kontekstualisasi lingkup dimana Pelayanan Kesehatan Dasar dikembangkan.

Selama ini Indonesia memperkenalkan Pelayanan Kesehatan Dasar dalam bentuk Pusat Kesehatan Masyarakat. Konsep Puskesmas yang selama ini diketahui oleh masyarakat sayangnya sudah bergeser ke arah “rumah sakit mini” dimana rumah sakit lebih banyak berfokus pada pelayanan

Pelayanan Kesehatan Dasar erat kaitannya dengan pencapaian tujuan Millenium Development Goals 230


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

e. f.

(MDG’s). Sebagai sebuah rumusan tujuan bersama yang ingin dicapai pada tahun 2015, MDG’s mengisyaratkan pentingnya mengedepankan penanganan persoalan yang berkaitan dengan kelompok rentan dan marjinal. Dengan rumusan Pelayanan Kesehatan Dasar yang tepat maka tujuan itu sebenarnya bisa dicapai secara efektif dan efisien.

Data kemudian dibandingkan dengan menggunakan konsep analisis dengan melihat proporsi anggaran kuaratif dibandingkan dengan anggaran preventif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gubernur Sumatera Utara sesungguhnya juga sudah meminta diterapkannya konsep ini melalui payung motto: “agar rakyat tidak sakit�. Di dalamnya terdapat pesan untuk mempertahankan masyarakat yang sehat tetap sehat dan menyehatkan masyarakat yang sakit. Sayangnya di dalam pelaksanaannya, model yang digunakan masih pada cara-cara lama. Karena itu maka penelitian ini mereview aplikasi konsep PHC ini dalam penganggaran di Kabupaten/ Kota untuk dapat mendapatkan informasi yang memadai dalam rangka mengevaluasi rancangan kebijakan model Pelayanan Kesehatan Dasar di Sumatera Utara.

Penerapan PHC Dalam Anggaran Dilihat dari alokasi anggaran yang diberikan kepada sektor kesehatan, Gambar 1 memperlihatkan perbandingan yang menunjukkan alokasi anggaran kesehatan di Provinsi Sumatera Utara (daerah sampel) lebih tinggi di Kota Medan dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sementara itu, jika dibagi menurut jenis upaya kesehatannya, gambaran anggaran untuk upaya kesehatan dapat dilihat pada Gambar 2. Terlihat bahwa upaya kesehatan terbesar masih dialokasikan oleh Kota Medan. Sementara itu alokasi anggaran untuk pencegahan kesehatan dapat dilihat pada gambar 3. Alokasi anggaran upaya pengobatan di Kota Medan mencapai Rp. 50 miliar. Dibandingkan dengan anggaran upaya kesehatan, anggaran pencegahan kesehatan paling tinggi adalah di Kota Medan, tetapi masih berada di bawah angka Rp. 5 miliar.

METODE PENELITIAN Studi ini merupakan studi kuantitatif menggunakan data sekunder yang mengevaluasi alokasi budget yang dikumpulkan dari Kab/ Kota di Provinsi Sumatera Utara yang dipilih secara purposive yaitu 6 Kabupaten/ Kota dengan pertimbangan 1) kemudahan mendapatkan akses data terbaru, serta 2) kerjasama klarifikasi dari bagian penyusun program/ evaluasi. Sumber data dari masing-masing Kabupaten/ Kota terpilih adalah: a. b. c. d.

Kabupaten Nias Kabupaten Serdang Bedagai

Suatu anggaran tidak hanya berisi upaya kesehatan tetapi juga alokasi lain termasuk untuk kebutuhan pengembangan SDM, pembangunan fisik, dan kepentingan administrasi lainnya. Jika dianalisis menurut kegiatan atau banyaknya program didalam anggaran dimaksud, maka akan terlihat pada gambar-gambar berikut.

Kota Medan Kota Tebing Tinggi Kota Pematang Siantar Kabupaten Samosir

Miliar

70 60 50 40 30 20 10 0 Kota Medan

Kota Tebing Tinggi

Kota P Siantar

Kab Samosir

Kab Nias

Kab Sergai

Gambar 1. Perbandingan Anggaran Kesehatan (APBD) di Beberapa Kab/ Kota di Provinsi Sumatera Utara

231


Miliar

Zaluchu, F., Evaluasi Penerapan Anggaran Primary Health Care (PHC) Di Provinsi Sumatera Utara

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Kota Medan

Kota Tebing Tinggi

Kota P Siantar

Kab Samosir

Kab Nias Kab Sergai

Gambar 2. Perbandingan Anggaran Pengobatan di Beberapa Kab/ Kota di Provinsi Sumatera Utara 50

Miliar

45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Kota Medan

Kota Tebing Tinggi

Kota P Siantar

Kab Samosir

Kab Nias Kab Sergai

Gambar 3. Perbandingan Anggaran Pencegahan di Beberapa Kab/ Kota di Provinsi Sumatera Utara

6 kegiatan lainnya

76 kegiatan lainnya

60%

26%

3 Kegiatan Pencegahan 6 Kegiatan pengobatan

3 Kegiatan Pencegahan 24 Kegiatan Pengobatan

232

Gambar 4. Alokasi Kegiatan Menurut Jenis Kegiatan Yang Berhubungan dengan PHC di Kota Medan.

Gambar 5. Alokasi Kegiatan Menurut Jenis Kegiatan Yang Berhubungan dengan PHC di Kota Tebing Tinggi


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

26 kegiatan lainnya

26 kegiatan lainnya

73 kegiatan lainnya

50%

11 Kegiatan Pencegahan 15 Kegiatan Pengobatan

46%

8 Kegiatan Pencegahan 14 Kegiatan Pengobatan

7 Kegiatan Pencegahan 27 Kegiatan Pengobatan

32%

14% 152 kegiatan lainnya

3 Kegiatan Pencegahan 22 Kegiatan Pengobatan

Gambar 6. Alokasi Kegiatan Menurut Jenis Kegiatan Yang Berhubungan dengan PHC di Kota Pematang Siantar

Gambar 7. Alokasi Kegiatan Menurut Jenis Kegiatan Yang Berhubungan dengan PHC di Kab Samosir

Gambar 8. Alokasi Kegiatan Menurut Jenis Kegiatan Yang Berhubungan dengan PHC di Kab Nias

Gambar 9. Alokasi Kegiatan Menurut Jenis Kegiatan Yang Berhubungan dengan PHC di Kab Sergei

panggilan umum untuk menyediakan mendistribukan pelayanan kesehatan.

Dapat dilihat dari tabel-tabel tersebut bahwa kegiatan untuk upaya kesehatan menyerap anggaran dengan proporsi yang berbeda-beda. Proporsi terbesar ada di Kota Medan (60 persen), sementara proporsi terkecil ada di Kabupaten Sergei. Sementara itu, terlihat jelas bahwa alokasi anggaran untuk pencegahan masih jauh dari memadai.

dan

Deklarasi Alma-Ata mendefinisikan PHC dalam statement berikut: “pemerintah memiliki tanggungjawab terhadap kesehatan masyarakatnya yang hanya dapat dipenuhi dengan menyediakan pelayanan kesehatan yang memadai secara kesehatan dan sosial. Tujuan sosial dari pemerintah, organisasi internasional dan seluruh komunitas di dalam dekade mendatang harus dicapai oleh semua orang [pada tahun 2000] pada semua level kesehatan yang memungkinkan mereka produktif secara sosial dan ekonomi. PHC adalah kunci untuk mencapai target tersebut sebagai bagian dari pengembangan spirit kesetaraan sosial.

Pentingnya PHC Pada tahun 1978, WHO mengorganisir pelaksanaan Konferensi PHC di Alma-Ata, Uni Sovyet (kini berada di Kazakhstan), untuk membicarakan pentingnya meningkatkan derajat kesehatan. Deklarasi Alma-Ata kemudian disepakati untuk diterima oleh Majelis pada tanggal 12 September 1978, dan kemudian diratifikasi oleh berbagai negara setelah disetujui oleh WHO Executive Board pada tahun 1980. Dokumen ini dijadikan sebagai tonggak penting bagi dimulainya upaya dan komitmen untuk mengurangi ketidakadilan kesehatan, dan sampai sekarang menjadi sebuah

Model PHC menekankan pentingnya promosi kesehatan dan pencegahan kesehatan, kampanye imunisasi, kesehatan reproduksi, dan peningkatan mutu sanitasi serta kesehatan ibu dan anak. Pada 233


Zaluchu, F., Evaluasi Penerapan Anggaran Primary Health Care (PHC) Di Provinsi Sumatera Utara

dokter, perawat, bidan, staf tambahan, dan pekerja komunitas, termasuk tenaga tradisional jika diperlukan, yang dengan secara berkelanjutan dilatih secara sosial dan teknik untuk bekerja sebagai team dan meresponi kebutuhan kesehatan dari sebuah komunitas.

butir VI dokumen Alma-Ata disebutkan: “PHC adalah pelayanan kesehatan yang didasarkan pada praktik, ilmiah dan metode sosial yang diterima dan secara teknologi menciptakan akses universal kepada setiap individu di dalam komunitas untuk berpartisipasi, serta melalui pembiayaan yang ditanggung oleh komunitas dan negara tersebut, dapat memenuhi setiap level dari perkembangan kemampuan dan kesehatan mereka. PHC membentuk sistem kesehatan yang terintegrasi, yang akan menjadi pusat dari seluruh fungsi dan fokus, serta keseluruhan perkembangan sosial dan ekonomi terarah padanya. Pada tahap dasar, keluarga dan komunitas bersama-sama dengan sistem kesehatan nasional membawa pelayanan kesehatan sedekat mungkin ke tempat dimana masyarakat hidup dan bekerja, dan membentuk elemen dasar dari proses pelayanan kesehatan.

Prinsip tersebut memperjelas bahwa PHC merupakan model yang kompleks serta membutuhkan proses terus menerus dan berkelanjutan dari komitmen pemerintah—baik ideologi maupun praktik—untuk menghasilkan kesehatan bagi semua, pendidikan dan menyadarkan masyarakat untuk berpartisipasi di dalam mengembangkan dan memelihara sistem PHC, dan mengintegrasikan pelayanan dasar sebagai sistem utama kesehatan. Mengimplementasikan model PHC membutuhkan re-investasi kesehatan sebagai hak dasar dan mengontrol berbagai konsekuensi dari kepentingan tradisional dalam memainkan perannya yang lebih baik.

Konsep Dasar PHC Pada pertemuan World Health Assembly (Mei, 2004), disepakati bahwa prinsip dasar PHC adalah terpenuhinya hal-hal berikut: 1.

2.

3.

4.

5.

6.

Di dalam dekade terakhir, berbagai perubahan telah mendorong banyak negara untuk serius menerapkan PHC ini.

Merefleksikan dan didasarkan pada situasi ekonomi dan sosiokultural serta karakteristik politik dari sebuah negara dan dikomunikasikan serta didasarkan pada perkembangan sosial, biomedis dan pelayanan kesehatan yang telah dicapai. Menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat utama di sebuah komunitas, menyediakan layanan promotif, pencegahan, pengobatan dan rehabilitas sesuai dengan hal tersebut. Melibatkan, sebagai dukungan kepada sektor kesehatan, semua sektor terkait dan aspekaspek perkembangan secara nasional dan pengembangan masyarakat, secara khusus pertanian, peternakan, makanan, industri, pendidikan, perumahan, pekerjaan umum, komunikasi dan sektor lainnya; serta mensyaratkan upaya koordinasi di antara semua sektor tersebut. Mempromosikan kemampuan terbaik komunitas dan pemberdayaan partisipasi serta kemampuan personal di dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengoperasikan, dan mengontrol PHC, membuat PHC dapat menggunakan secara penuh sumber-sumber daya lokal, nasional dan berbagai sumber daya yang ada; dan untuk mencapai hal ini, melalui pendidikan yang memadai untuk bagi komunitas untuk berpartisipasi. Memiliki kelangsungan melalui integrasi, fungsional dan peran dukungan mutual dari sistem referensi, menuntun ke arah pelayanan kesehatan mutual, dan memberikan prioritas kepada mereka yang paling membutuhkan. Mengandalkan, pada level lokal dan level referensi, adanya petugas kesehatan, termasuk

1.

2.

3.

4.

234

Perubahan Demografi a. Globalisasi dan migrasi massal, berakibat pada terbentuknya masyarakat multi-etnik dan bahasa/ budaya. b. Usia penduduk yang semakin menua c. Struktur keluarga yang baru d. Perubahan di dalam pola kemiskinan dan struktur sosial Perubahan di dalam pola penyakit dan penjelasan mengenai penyebab penyakit a. Peningkatan penyakit kronis dan penyertanya. b. Peningkatan pemahaman mengenai hubungan antara faktor genetik, perilaku hidup dan lingkungan terhadap kejadian penyakit kronis. c. Peningkatan pengenalan terhadap pentingnya kesehatan komunitas. Perubahan di dalam Pelayanan Kesehatan a. Pentingnya evidence-based medicine dengan standard/ protokol yang baku. b. Perubahan dari pengobatan penyakit menjadi deteksi dini dan pencegahan. c. Perubahan dari tempat pengobatan di rumah sakit menjadi pelayanan kesehatan komunitas. d. Munculnya profesionalisme kesehatan baru ke dalam sistem kesehatan. e. Munculnya organisasi profesional Perubahan di dalam social roles dan harapan a. Meningkatan di dalam otonomi pasien, pengakuan dan kepuasan pasien


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

b.

5.

6.

7.

Penurunan peran pelayanan pengobahan tradional c. Peningkatan harapan pada akomodasi orang yang sakit dan cacat d. Peran yang berubah dari perempuan sehingga tidak lagi menjadi ibu “fulltime�. e. Penurunan kepercayaan publik pada dokter dan perawat f. Definisi baru mengenai profesionalisme. Perubahan Teknologi a. Peningkatan ketergantungan pada teknologi untuk melaksanakan peran administrasi dan koordinasi. b. Standardisasi kategori klinik dan pencatatan elektronik. c. Kemampuan untuk menghasilkan data epidemiologi yang bermutu dari pengumpulan data rutin. d. Adanya informasi yang universal e. Peningkatan teknologi kesehatan Perubahan di dalam peran negara a. Tantangan pengaturan tenaga profesi, menjadi kepada peningkatan kualitas. b. Perubahan ke arah manajerial administrasi yang lebih akuntable, mencapai target dan prosedur. Perubahan sosial a. Peningkatan konsumerisme b. Peningkatan pelayanan kesehatan pelengkap dan alternatif

Dalam banyak hal, Deklarasi Alma-Ata adalah sebuah prinsip radikal yang mencoba mengubah keseimbangan kekuatan di dalam wilayah medis yaitu meredistribusi pengambilan keputusan dan tanggung-jawab antara penyedia layanan dan pengguna layanan kesehatan, membutuhkan pelayanan tenaga kesehatan untuk semakin lebih spesifik dan menghasilkan lebih banyak tenaga para-profesional dan praktisi kesehatan rumah tangga, dan mengubah arah pengendalian di dalam mengurangi perbedaan-perbedaan di dalam berbagai sektor di dalam sistem kesehatan. PHC, dengan demikian, adalah tantangan langsung dari model pelayanan kesehatan yang telah ada, dan membutuhkan perubahan secara terus menerus. Karena itu, tidak ada satu pihak pun yang merasa paling diuntungkan, karena semua pihak harus bertanggung-jawab dan berpartisipasi secara penuh di dalam menghasilkan keberhasilan model ini. Penekanan berikutnya dari Deklarasi Alma Ata adalah pada penerapan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care) sebagai bentuk pelayanan yang memadai untuk dikembangkan, baik dalam rangka menjamin kesehatan sebagai individu maupun dalam komunitasnya. Pengembangan pelayanan kesehatan dasar disebutkan sebagai kunci untuk mencapai tujuan global kesehatan sebagai bagian dari dari pengembangan semangat yang berkeadilan sosial. Upaya kesehatan dikembangkan dalam bentuk layanan kesehatan yang memadai, disana juga ada kehendak untuk memberikan jaminan bahwa layanan kesehatan itu juga berkualitas untuk memberikan kesembuhan kepada mereka yang berpenyakit. Pelayanan kesehatan dasar adalah upaya kesehatan yang pertama sekali bersentuhan dengan sistem pelayanan kesehatan yang memberikan makna semakin dekat dan semakin memadai sistem pelayanan kesehatan tersebutm, semakin mudahlah bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Seharusnya, akibat perubahan-perubahan di atas, maka terjadi pergeseran pola pikir di dalam mengorganisasikan PHC. Di bawah ini adalah perbandingan penyelenggaraan PHC secara tradisional dan secara modern. Kegiatan/ aktifitas Inti kegiatan

Tipe aktifitas

Fokus pelayanan

Tradisional

Modern PHC

Diagnosis dan pengobatan penyakit

Pencegahan, surveilans dan dukungan terhadap penyakit kronis Meningkatkan proaktif masyarakat

Reakif, pasien (masyarakat) yang aktif Dokter

Tenpat pelayanan

Praktik dokter/ pelayanan

Prinsip Alokasi SDM

Sesuai dengan kebutuhan pasien

Berdasarkan keputusan klinikal/ medis Hubungan dokterpasien Tujuan dokumentasi kesehatan

Kebebasan klinis

Dokter dominan Untuk tujuan dokter

Sekitar tiga dekade setelah Alma Ata, WHO mengeluarkan dokumen baru mengenai masih relevannya konsepsi kesehatan yang dibangun sejak awal tersebut. Di dalam laporannya tersebut WHO meminta negara-negara menempatkan kepentingan publik di depan, jauh melebihi berbagai kepentingan lainnya dengan membangun kebijakan yang memihak kepada masyarakat (WHO, 2008)

Multi profesional (team) Berbagai tempat yang berbeda-beda jenisnya Sesuai dengan kebutuhan masyarakat demi kesehatan semua orang Sesuai dengan bukti (evidence-based)

Salah satu sumber kegagalan dalam menerapkan pembangunan kesehatan menggunakan konsep dasar yang sudah disepakati secara global ini adalah masalah politik (WHO, 1988). Evaluasi “mid term� yang dilakukan oleh WHO memperlihatkan bahwa meski tujuan awal Alma Ata adalah untuk menyatukan seluruh tujuan global sehingga tercapai

Pasien dominan dan berhak Untuk tujuan pemantauan penyakit bagi multiprofesional

235


Zaluchu, F., Evaluasi Penerapan Anggaran Primary Health Care (PHC) Di Provinsi Sumatera Utara

tujuan kesehatan yang adil bagi semua orang, belum lama kemudian terlihat bahwa ketimpangan masih terus terjadi di dalam usaha tersebut. Kebanyakan karena dorongan dan kebijakan politik jauh dari memadai untuk mendorong pencapaian dimaksud.

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Sampoerno, D. 2009. Tenaga Fungsional Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol 34 No. 2 hal 57-63

KESIMPULAN Anggaran PHC untuk kebutuhan masyarakat yang lebih luas belum maksimal dilaksanakan. Proporsi anggaran untuk pengobatan masih terlalu banyak, sementara alokasi untuk pencegahan belum maksimal memberdayakan masyarakat untuk mencegah kesehatannya.

Walley J, John W, and John H. 2007. Public Health An Action Guide to Improving Health in Developing Countries. Oxford: Oxford University Press WHO. 1988. From Alma-Ata to The Year 2000 Reflections at the midpoint. Geneva: WHO.

REKOMENDASI 1.

2.

3.

Direkomendasikan kepada pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk menyusun model kajian yang lebih menyeluruh mengenai penerapan upaya kesehatan yang terbaik di Provinsi Sumatera Utara. Model ini seharusnya berasal dari sebuah kajian dan penelitian (ayat 3 pasal 50 UU Kesehatan). Untuk dapat mencapai visi agar rakyat Sumatera Utara tidak sakit, maka penerapan konsep pencegahan seharusnya dikedepankan. Pemerintah Provinsi Gubernur Sumatera Utara bisa mengeluarkan panduan teknis berupa Peraturan Gubernur mengenai penerapan pencegahan kesehatan di dalam penyusunan Program dan Anggaran di Kabupaten/ Kota. Pemerintah Provinsi Gubernur Sumatera Utara direkomendasikan untuk menyusun sebuah model upaya memandirikan masyarakat di dalam kesehatannya sendiri. Alokasi anggaran untuk upaya kesehatan seharusnya menggunakan prinsip sharing. Karena itu, pemerintah Provinsi Gubernur Sumatera Utara bisa saja menyusun model pembiayaan kesehatan berupa asuransi masyarakat Sumatera Utara yang lebih mendorong rasa tanggung-jawab masyarakat, bukan ketergantungan dan jaminan pengobatan dari pemerintah.

WHO. 2008. The World Health Report 2008 Primary Health Care Now More Than Ever. Geneva: WHO

DAFTAR PUSTAKA Green, A. 2007. An Introduction to Health Planning for Developing Health Systems. Oxford: Oxford University Press Jessop, E. 2004. GIS in District Public Health Work (dalam GIS in Public Health Practise, editor: Ravi M dan Massimo C. Florida: CRC Press. Manique, CO. 2007. Global Health and Universal Human Right, Chapter 13, in Cooper AF, John JK and Ted S. Hampshire: Ashgate 236


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Melalui Pengelolaan Sampah Anorganik Di Kota Medan (Study of Households Business Oppurtinities on Anorganic Waste Management in Medan City) Dumora Jenny*, Ferdinan Susilo** *Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. SM Raja No. 198, Medan Email: dumora_jenny@yahoo.com *FE Universitas Medan Area Naskah masuk : 20 Juli 2011; Naskah diterima :24 Agustus 2011 ABSTRAK Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi sebagai konsekuensi logis dari aktivitas manusia, yang berdampak pada permasalahan lingkungan perkotaan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah sampah ini adalah dengan mengkaji peluang bisnis dari kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sampah sebagai salah satu usaha alternatif dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian daerah. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi jenis-jenis sampah anorganik bernilai ekonomis yang dapat di daur ulang dengan ramah lingkungan untuk membuka peluang bisnis bagi masyarakat untuk peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah. Hasil dari penelitian ini akan diperoleh jenis sampah anorganik yang ekonomis, yakni plastik dan kertas yang pengelolaannya dapat melibatkan masyarakat sebagai salah satu peluang bisnis untuk meningkatkan perekonomian. Kata Kunci : Bisnis rumah tangga, sampah, anorganik, daur ulang.

ABSTRACT Uncontrolled landfill waste occurs as a consequence of human activities, which impact on urban environmental issues. One of the activities that can be done to solve the garbage problem is to assess business opportunities from the utilization and waste management as one of the alternative efforts in enhancing the community's economy, which in turn can improve the regional economy. So the purpose of this study was to obtain data and information types of inorganic waste that can be economically valuable are recycled by environmentally friendly way to open up business opportunities for the community to increase community and regional economy. The results of this study will be obtained an economical type of inorganic waste, namely plastic and paper that its management can involve the community as a business opportunity to boost the economy. Key words: Business household, rubbish, inorganic, recyclable

PENDAHULUAN

berfungsi lagi, baik yang berasal dari rumah tangga, bangunan dan termasuk yang ada di jalan umum.

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia, seiring dengan peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan, sampah adalah sisa-sisa dari suatu benda berupa benda padat, benda cair yang tidak

Pengelolaan sampah pada sebagian besar kota saat ini masih menimbulkan permasalahan yang sulit dikendalikan. Timbulan sampah yang tidak terkendali terjadi sebagai konsekuensi logis dari aktivitas manusia dan industrialisasi, yang kemudian berdampak pada permasalahan 237


Jenny, D. dan Ferdinan S., Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Melalui Pengelolaan Sampah Anorganik Di Kota Medan

lingkungan perkotaan seperti keindahan kota, kesehatan masyarakat, dan lebih jauh lagi terjadinya bencana (ledakan gas metan, tanah longsor, pencemaran udara akibat pembakaran terbuka dan lain-lain). Sedangkan pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh dinas terkait hanya berfokus pada pengumpulan dan pengangkutan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tanpa melalui pengolahan tertentu.

yang berasal dari stakeholders dan berbagai informasi yang terkait dengan pengelolaan sampah. Data lainnya yang dikumpulkan merupakan data dan informasi yang diperoleh langsung dari lapangan dengan menyebarkan kuisioner (wawancara) dan hasil koordinasi dengan instansi terkait serta melalui studi literature. Pelaksanaan pengumpulan data dibagi menjadi dua tahapan, yaitu : (1) pembuatan instrument pengumpulan data; dan (2) kegiatan pengumpulan data.

Berbagai jenis sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga dan industri apabila tidak dapat dikelola secara baik dan benar, dapat berpotensi untuk melemahkan ekonomi masyarakat karena akan menyerap dana yang cukup besar untuk penanganannya baik dari segi kebersihan, kesehatan maupun lingkungan. Di pihak lain, sampah dapat juga menjadi salah satu sumberdaya penting dalam mengangkat perekonomian masyarakat. Kondisi ini akan terjadi apabila sampah tersebut dapat dikelola secara profesional. Beberapa peluang yang diperoleh dari sampah, diantaranya adalah aspek terbukanya lapangan kerja dari proses pemungutan sampah, aspek pengelolaan dan pemanfaatan sampah serta aspek pemasaran hasil olahan yang berbahan baku sampah.

3. Metode Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya disusun dan ditabulasi sesuai dengan kebutuhan analisis. Datadata primer hasil wawancara dianalisis untuk mengetahui kelayakan usaha alternatif dalam mengelolah sampah sebagai peluang bisnis rumah tangga. Penyajian hasil analisis dan interpretasi data dan informasi pelaksanaan kegiatan kajian ini disusun dalam bentuk laporan akhir.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pengelolaan Sampah di Kota Medan Pemerintah Kota Medan telah mengeluarkan beberapa peraturan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan pengelolaan sampah di Kota Medan yaitu: • Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah di Lingkungan Kota Medan. • Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan yang sekaligus mencabut SK. Walikotamadya KDH Tingkat II Medan Nomor 970/301/1993 tanggal 30 Desember 1993 tentang Tarip Pelayanan Kebersihan. • Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 24 Tahun 2001 tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan. • Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 10 Tahun 2002 tentang Tugas dan Fungsi Dinas Kebersihan Kota Medan. • Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 539/1306/K/2002 tanggal 1 Juli 2002 tentang Pembekuan Pelayanan Umum Kebersihan Kota Medan oleh PD Kebersihan, yang sepenuhnya dialihkan menjadi tanggung jawab Dinas Kebersihan Kota Medan.

Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah sampah ini adalah dengan mengkaji peluang bisnis dari kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sampah sebagai salah satu usaha alternatif dengan produk-produk daur ulang ramah lingkungan dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat (rumah tangga) dan swasta, serta perekonomian daerah. Untuk mendapatkan berbagai data dan informasi yang dipergunakan untuk memanfaatkan peluang bisnis dari sampah yang ada di Kota Medan, maka perlu dilakukan penelitian Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Melalui Pengelolaan Sampah Anorganik di Kota Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi jenis-jenis sampah anorganik bernilai ekonomis yang dapat di daur ulang dengan ramah lingkungan untuk membuka peluang bisnis bagi masyarakat untuk peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah.

METODE PENELITIAN 1. Metode Pendekatan Studi Dalam melaksanakan kajian ini digunakan berbagai pendekatan studi yang mencakup berbagai aspek data dan informasi serta publikasi yang terkait dengan pengelolaan sampah.

Pengelolaan sampah di Kota Medan dilakukan oleh Dinas Kebersihan sebagai salah satu unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam mengelola kebersihan Kota Medan. Visi Dinas

2. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh dari berbagai publikasi 238


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

operasional melayani 7 (tujuh) Kecamatan. Timbulan sampah domestik kota Medan ini didistribusikan ke 2 (dua) buah TPA yaitu (1) TPA Namo Bintang, berlokasi di Kelurahan Namo Bintang ; Kecamatan Pancur Batu dengan luas 17,6 Ha. TPA ini mampu menampung 50 % dari total sampah yang dapat diangkut, (2) TPA Terjun, berlokasi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dengan luas 13,7 Ha dan kapasitas penampungan sebesar 50 % dari total sampah terangkut.

Kebersihan Kota Medan adalah “Menciptakan Medan Kota Metropolitan yang Bersih, Sehat, Tertib, Aman, Rapi dan Indah (BESTARI) dengan masyarakat yang maju, mandiri dan berwawasan lingkungan�. Pada gambar 1 digambarkan sistem pengelolaan sampah di kota Medan yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan. Untuk itu Dinas Kebersihan Kota Medan memberikan pelayanan sampah yang meliputi kegiatan : 1. Membersihkan sampah di jalan umum. 2. Mengumpulkan timbulan sampah dari sumbernya ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). 3. Menyediakan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) untuk pelayanan umum. 4. Mengangkut sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 5. Menyediakan Tempat Pembuangan Akhir untuk pemusnahan sampah. 6. Melakukan penyedotan, pengangkutan limbah tinja manusia dari septictank ke Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja (IPLT) (Dinas Kebersihan, 2008).

Sampah tersebut diangkut oleh armada truk milik Dinas Kebersihan, yang jumlahnya bertambah terus setiap tahunnya. Rincian armada truk pengangkut sampah yang beroperasi dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa setiap harinya terdapat 2.020 m3 sampah (505 ton) yang terangkut oleh armada angkut yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan Kota Medan. Dari jumlah total volume sampah yang terangkut ini mengandung arti bahwa hanya sekitar 41% sampah yang terangkut dari total timbulan sampah yang terdapat di tempat-tempat pembuangan sampah sementara. Selain itu, untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat Kota Medan, Dinas Kebersihan didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang terdiri atas 273 orang PNS, 1 orang ABRI, 1.525 orang THL yang meliputi : Melati (penyapuan) 387 orang, Bestari (becak sampah) 660 orang, supir mekanik, petugas TPA, hansip, mandor angkutan, koordinator dan administrasi sebanyak 487 orang. Pada hakekatnya, terdapat banyak SDM yang membantu Dinas Kebersihan dalam hal pengelolaan sampah yaitu pemulung. Hal yang menarik adalah dimana pada satu sisi sektor informal, pemulung ini memiliki peranan penting dalam pengelolaan sampah. Para pemulung mencari barang yang bernilai ekonomis dari tumpukan sampah, TPS dan TPA maupun dari rumah ke rumah.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan Kota Medan, penduduk Kota Medan pada tahun 2008 diperkirakan telah mencapai 2.566.462 yang terdiri dari 1.999.851 jiwa penduduk tetap dan 566.611 jiwa penduduk tidak tetap (commuters) yang tersebar di 21 kecamatan. Total timbulan sampah domestik di Kota Medan pada tahun 2008 telah mencapai 1.369,9 ton/harinya atau 5.479,6 M3. Timbulan sampah yang terdapat di Kota Medan terdiri dari sampah organik (48,2 %) dan anorganik (51,8 %) dengan persentasi perbandingan antara sampah organik dengan sampah anorganik adalah sebesar 1 : 1,07. Untuk memberikan jasa pelayanan kebersihan, Dinas Kebersihan membentuk 3 (tiga) wilayah operasional, dimana masing-masing wilayah 1. 2. 3.

DINAS KEBERSIHAN

PENYEDIA SARANA ANGKUTAN, PERSONIL DAN PERALATAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAN PENYEDIA DANA PELAKSANAAN DENGAN KOORDINASI

KOTA YANG TERTIB, BERSIH DAN INDAH

MEMPERLANCAR PEMBUANGAN SAMPAH KE TPA

Gambar 1. Sistem Pengelolaan Sampah Kota Medan 239


Jenny, D. dan Ferdinan S., Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Melalui Pengelolaan Sampah Anorganik Di Kota Medan

ulang yang kemudian ditawarkan kembali ke industri-industri yang membutuhkannya.

2. Nilai Ekonomis Sampah Sampah yang dibuang masyarakat tidak semuanya tidak bernilai. Ada sebagian dari jenis-jenis sampah yang memiliki nilai jual (return value) dan sebagian lagi dapat dimanfaatkan kembali. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada 200 orang responden yang tersebar di beberapa kecamatan, sebagian besar masyarakat mengerti nilai ekonomis sampah.

n=200

Menurut responden beberapa sampah dapat dijual kembali kepada pemulung atau ke agen penjualan barang bekas (botot) antara lain yaitu botol, kertas/karton, plastik-plastik, kaleng, besi, dan aluminium.

Gambar 2. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Nilai Ekonomis Sampah di Beberapa Kecamatan Kota Medan Harga sampah yang dapat didaur ulang berdasarkan informasi dari beberapa sentra pengepul sampah di Kota Medan diperlihatkan pada Tabel 2.

Pada umumnya sampah yang memiliki nilai ekonomi adalah bahan-bahan yang dapat didaur

Tabel 1. Jenis Armada Angkut, Jumlah, Ritasi dan Volume Angkut Dinas Kebersihan Kota Medan. No 1 2 3 4

Jenis Armada Tipper truk Arm roll truk Arm roll truk Tipper truk TOTAL

Jumlah (unit)

Ritasi (trip)

93 10 4 3

2 trip 7 trip 7 trip 2 trip

Volume angkut 6 m3 10 m3 6 m3 6 m3

Total 1.116 m3 700 m3 168 m3 36 m3 2.020 m3

Sumber: Dinas Kebersihan Kota Medan, 2008.

No. 1.

Tabel 2. Jenis dan Harga Ekonomis Sampah Jenis sampah Harga (Rp.)

Plastik a. Minuman gelas plastik b. Botol air mineral c. Atom Kaleng 2. a. Seng/kemasan biscuit b. Minuman kaleng Kertas 3. a. Kardus b. Kertas putih c. Majalah d. Koran e. Kertas pembungkus semen Kaca 4. a. Botol bekas b. Kaca Besi 5. a. Besi beton b. Besi super c. Besi pipa Tembaga 6. a. Tembaga super b. Tembaga baker Aluminium 7. a. Aluminium tebal b. Aluminium tipis Sumber : Data Primer Diolah, Agustus 2009.

240

Satuan

3500 1500 3500

kg kg kg

1000 11000

kg kg

800 1000 800 800 150

kg kg kg kg buah

400 100

buah kg

2500 3500 2000

kg kg kg

45000 40000

kg kg

11000 13000

kg kg


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Jenis dan harga sampah yang dapat didaur ulang (Tabel 2) diperoleh dari beberapa sentra lokasi pengumpul sampah di Kota Medan yang menjadi tempat perdagangan sampah bagi pengumpul sampah yang terletak di : (1) Jalan Marelan Raya, (2) Jalan Engsel Tanah Enam Ratus, (3) Jalan Setia Budi, (4) Jalan Asrama simpang Perumnas Helvetia, (6) Jalan Karya, (7) Jalan Aksara, (8) Simpang Titi Kuning, (9) Jalan Krakatau, (10) Jalan HM Joni, (11) Jalan Wahidin, (12) Jalan Letda Sujono, (13) Jalan Kapten Pattimura, (14) Jalan Jemadi, (15) Jalan Cemara, (16) Jalan Pelita 3, (17) Jalan Bintang, (18) Jalan Bilal, (19) Jalan Boom, dan (20) Jalan Kapten Sumarsono.

khususnya pemerintah kota dan lembaga swadaya masyarakat sebagai faktor pelaksana pembangunan daerah dan pemegang kebijakan dalam mengakomodir kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sampah secara berkelanjutan sehingga dapat mewujudkan kota bersih, indah dan sehat. Pengelolaan sampah pada sektor formal di Kota Medan dilakukan oleh Dinas Kebersihan. Berdasarkan hasil penelitian, timbulan sampah domestik di kota Medan terdiri dari sampah organik (48,2 %) dan anorganik (51,8 %) dengan persentasi perbandingan antara sampah organik dengan sampah anorganik adalah sebesar 1 : 1,07. Melihat jumlah timbulan sampah yang semakin meningkat, maka Dinas Kebersihan Kota Medan telah membuat suatu proyeksi volume timbulan sampah. Proyeksi ini menunjukkan bahwa rasio timbulan sampah rata-rata untuk kota Medan adalah sebesar 0,6 kg/jiwa/hari. Padahal dilihat dari jumlah armada yang mengangkut sampah, terlihat bahwa sampah hanya bisa terangkut sekitar 41% saja. Diharapkan pada tahun-tahun mendatang jumlah armada angkut sampah dapat bertambah sesuai dengan jumlah volume timbulan sampah Kota Medan.

3.

Usaha Alternatif Pengelolaan Sampah Bernilai Ekonomis Dari hasil pengamatan dan pengumpulan data primer di lapangan menunjukkan bahwa rumah tangga menghasilkan sampah kantong plastik bervariasi 3-5 buah perhari, 6-8 buah perhari, bahkan lebih dari 8 buah perharinya (Gambar 3).

Sedangkan pada sektor informal, pemulung memiliki peranan penting dalam pengelolaan sampah. Para pemulung mencari barang yang bernilai ekonomis dari tumpukan sampah, TPS dan TPA maupun dari rumah ke rumah. Namun di lain pihak, pengelola sampah dari lembaga pemerintah melihat pemulung sebagai penghambat operasi sistem pengelolaan sampah padat modern yang efisien. Padahal pekerjaan tersebut dapat menjadi sumber kehidupan bagi puluhan ribu orang miskin dan tak berdaya yang tinggal di kota, serta juga dapat mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang atau dibakar.

n= 200

Gambar 3. Persentase Jumlah Responden Menurut Jumlah Sampah Kantong Plastik Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner, jumlah kertas yang dibuang oleh masyarakat tiap KK ¹ 0,2 - 1 kg per harinya. Sedangkan pemulung bisa menjual kertas 5 – 10 kg per harinya dan pengepul barang bekas 3.000 – 7.000 kg per bulannya ke pabrik daur ulang kertas.

Secara idealnya memang kedua sektor ini tentunya diharapkan menjadi sumber pendanaan dalam pengelolaan sampah di kota Medan. Namun hingga saat ini biaya yang dialokasikan oleh pemerintah dalam pengelolaan sampah di Kota Medan adalah berasal dari retribusi sampah yang dikenakan pada setiap gedung dan rumah penduduk, yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Daerah.

Pada prinsipnya, sampah perkotaan terdiri dari sampah yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme (organik) dan sampah yang sulit terdegradasi dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat terurai (an-organik). Namun demikian sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan tingkat pembangunan yang semakin berkembang di era otonomi daerah ini mendorong berbagai pihak untuk lebih memperhatikan masalah sampah perkotaan guna mewujudkan kota bersih, indah dan sehat.

Nilai ekonomi pengelolaan sampah pada umumnya berasal dari dua sektor, yaitu: (1) Sektor formal, yaitu sektor nilai ekonomi yang dikelola oleh pemerintah, dan (2) Sektor informal, yaitu sektor nilai ekonomi yang dikelola oleh pemulung dan pengumpul sampah. Nilai ekonomi sampah Kota Medan dari sektor informal berasal dari penjualan ulang dari bahan-bahan yang dapat diolah kembali. Pada umumnya sampah yang memiliki nilai ekonomi tersebut adalah bahan-bahan yang dapat

Faktor keterlibatan/partisipasi masyarakat dan swasta dalam pengelolaan dan pemanfaatan sampah perkotaan sangat diperlukan demi keberhasilan pengelolaan, disamping perhatian pemerintah 241


Jenny, D. dan Ferdinan S., Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Melalui Pengelolaan Sampah Anorganik Di Kota Medan

didaur ulang yang kemudian ditawarkan kembali ke industri-industri yang membutuhkannya.

Untuk itu masyarakat pula yang harus berperan untuk menjalankan fungsi tertentu dalam konteks manajemen persampahan. Dalam hal ini, salah satu peran penting yang dapat dijalankan oleh masyarakat adalah melakukan pemisahan sampah sejak dari sumbernya (individu penghasil sampah seperti rumah tangga, sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya).

Semua sentra penjualan sampah tersebut menjadi asset yang sangat potensial secara ekonomi bagi masyarakat Kota Medan. Dengan melihat jumlah sentra penjualan sampah yang ada, berarti sentra tersebut juga telah menyerap tenaga kerja informal yang cukup besar untuk Kota Medan. Mulai dari pengumpul dan penjual sampah, yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pengelolaan dan pemanfaatan sampah di Kota Medan.

Pemisahan sampah (solid waste sorting) ini dilakukan dengan alur berfikir sebagai berikut: Jika sampah organik sudah terpisahkan dengan sampah non organik sejak dari rumah tangga hunian, kawasan niaga, kawasan wisata, taman, pantai dan jalan raya, maka ketika masing-masing jenis sampah tersebut sampai di TPA, sampah di TPA sudah terpisah. Para pemulung dapat mudah mengambil sampah non-organiknya, sementara para pembuat pupuk kompos sampah juga mudah mengambil sampah organiknya. Dengan demikian, tumpukan sampah di TPA segera berkurang. Bahkan sangat mungkin bahwa sampah yang sudah terpisah tidak perlu dibawa lagi ke TPA, karena sudah di TPS masyarakat baik itu pemulung maupun pembuat kompos telah memanfaatkan sampah tersebut.

Dalam sistem jaringan daur ulang sampah (Gambar 4), sampah daur ulang dikumpulkan dari sumber seperti : perumahan, kawasan komersial, Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan TPA. Kebanyakan sampah daur ulang dikumpulkan oleh pemulung dan kemudian dijual (disalurkan) ke pelapak (pengepul). Pelapak memilah dan mengklasifikasikannya ke beberapa item tergantung pada tipe dan menjual atau menyalurkannya kepada pabrik daur ulang secara langsung atau terlebih dahulu melalui agen. Sebagian sampah ini didaur ulang di pabrik-pabrik dan sebagian dikirimkan ke kota lain ataupun di ekspor ke luar negeri untuk menghasilkan produk yang pada akhirnya sampai ke konsumen.

Oleh sebab itu, selain partisipasi masyarakat diperlukan juga perhatian dari pemerintah khususnya pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat sebagai faktor pelaksana pembangunan daerah dan pemegang kebijakan dalam mengakomodir kegiatan dan program-program pengelolaan sampah perkotaan sehingga kebersihan dan keindahan Kota Medan dapat terwujud dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat kota. Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kelurahan dan kecamatan), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi.

4.

Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan Pada hakekatnya permasalahan dalam mengelola sampah bukan hanya menjadi tanggungjawab satu pihak, tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak (stakeholders). Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan upaya pengelolaan sampah perkotaan menuju Kota Medan bersih dan berwawasan lingkungan sesuai dengan visi Dinas Kebersihan Kota Medan adalah keterlibatan dan partisipasi masyarakat setempat. Sebab masyarakat pada hakekatnya adalah sumber awal penumpukan sampah.

PEMULUNG SAMPAH

PENGEPUL

PABRIK DAUR ULANG

KONSUMEN

PASAR

Gambar 4. Diagram Jaringan Daur Ulang Sampah

242


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Menurut seorang pengusaha pengepul sampah plastik (plastik kresek dan plastik PE) yang beralamat di Jalan Kapten Sumarsono, tiap harinya bisa terkumpul 1- 3 ton sampah plastik dimana setiap minggunya bisa menyalurkan ke pabrik pengolahan plastik 10 – 18 ton dengan nilai rupiah ± 72 juta setiap bulannya. Jika dilihat dari jumlah sampah plastik yang dibuang setiap KK dan permintaan terhadap sampah ini cukup tinggi, maka tidak menutup kemungkinan usaha alternatif sebagai pengepul sampah memberikan peluang usaha dan penyedia lapangan kerja dalam rangka peningkatan perekonomian keluarga dan pengurangan pengangguran di Kota Medan.

5.

Usaha Alternatif Pengelolaan Sampah Anorganik Bernilai Ekonomis a. Mengepul Sampah Plastik (Plastik Kresek dan PE) Menjadi seorang pengepul sampah plastik merupakan peluang bisnis yang cukup menjanjikan. Selain dapat meningkatkan perekonomian keluarga, usaha ini menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya dapat meminimalkan jumlah pengangguran di Kota Medan. Adapun hasil pengamatan dan pengumpulan data primer di lapangan menunjukkan bahwa rumah tangga menghasilkan sampah kantong plastik bervariasi 3-5 buah perhari, 6-8 buah perhari, bahkan ada yang lebih dari 8 buah per harinya.

Analisis Usaha Pengepul Plastik Kresek dan PE (perbulan) 1. Biaya Produksi - Sewa lahan : 100.000 - Transpotasi @ 200.000 x 15 trip : 3.000.000 - Gaji pegawai @ 1.050.000 x 2 orang : 2.100.000 - Bahan baku plastik kresek : 33.750.000 - Bahan baku plastik PE : 18.000.000 - Biaya tak terduga (10 %) : 5.695.000 Total Biaya Produksi : 62.645.000,2. Hasil Penjualan - Plastik kresek 45 ton x 1000/kg : 45.000.000 - Plastik PE 15 ton x 2000 : 30.000.000 Total Penjualan : 75.000.000,3. Keuntungan Penjualan - Biaya Produksi = 12.355.000,Kelayakan Usaha Pengepul Plastik Kresek dan PE 1. Break Even Point (BEP) BEP produksi = biaya produksi/harga jual = 62.645.000/1250 = 50.116 Hasil ini menandakan bahwa dalam satu bulan pengumpulan plastik kresek dan PE mencapai 50,1 ton, usaha tidak mengalami keuntungan dan kerugian. BEP harga = biaya produksi/jumlah produksi = 62.645.000/60.000 = 1.044 Dengan harga jual ke pabrik Rp 1.044/kg, usaha mengalami titik impas. 2. Return of Investment (ROI) ROI = (hasil penjualan/total biaya produksi) x 100% = (Rp 75.000.000/ Rp 62.645.000) x 100% = 1,19 % Hasil ROI sebesar 1,19 % berarti dari modal sebesar Rp 100,- akan diperoleh pendapatan sebesar Rp 119,3. Benefit Cost Ratio (B/C) B/C = keuntungan/biaya produksi = Rp 12.355.000/ Rp 62.645.000 = 0,19 Dengan hasil B/C sebesar 0,19 berarti dari biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar 0,19%. menjual kertas 5 – 10 kg perharinya dan pengepul barang bekas 3.000 – 7.000 kg perbulannya ke pabrik daur ulang kertas. Melihat volume jumlah kertas yang beredar di tingkat pemulung dan

b. Kertas Daur Ulang Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner, jumlah kertas yang di buang oleh masyarakat tiap KK ± 0,2 - 1 kg perharinya. Sedangkan pemulung bisa 243


Jenny, D. dan Ferdinan S., Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Melalui Pengelolaan Sampah Anorganik Di Kota Medan

pengepul serta sampah kertas yang dibuang sangat besar, hal ini merupakan prospek untuk usaha daur ulang kertas baik skala rumahan maupun skala pabrik. Kertas hasil daur ulang dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk kerajinan

tangan. Cara membuat kertas daur ulang juga tidak membutuhkan waktu dan keahlian khusus, dan setiap orang dapat melakukannya asalkan ada kemauan dan keuletan.

Analisis Usaha Kerajinan Tangan Dari Bahan Kertas Daur Ulang Dalam 1 kg kertas bekas menghasilkan 600 g kertas daur ulang. Berat rata-rata 1 lembar kertas ukuran folio adalah 6 gram sehingga dapat menghasilkan 100 lembar kertas daur ulang dengan harga perlembarnya Rp. 500,-. Analisis usaha diestimasi untuk produksi 500 buah bingkai foto dengan harga jual Rp 2000,-. 1.

Biaya Produksi - Karton 10 lembar @ Rp. 2000 : 20.000 - Kertas daur ulang 125 lembar @ Rp 500,: 62.500 - Lem : 6.000 - Bunga Kering : 25.000 Total Biaya Produksi : 113.500 2. Hasil Penjualan - Bingkai foto 500 x Rp 2000,: 1000.000 Total Penjualan : 1.000.000 3. Keuntungan Penjualan – Biaya Produksi = Rp. 886.500,-

Kelayakan Usaha Kerajinan Tangan dari Bahan Kertas Daur Ulang 1. Break Even Point (BEP) BEP produksi = biaya produksi/harga jual = Rp. 113500/ Rp. 2000 = 57 Hasil ini menandakan bahwa pada produksi 57 buah, usaha tidak mengalami keuntungan dan kerugian. BEP harga = biaya produksi/jumlah produksi = Rp. 113500/500 = 270 Dengan harga jual Rp 270/buah, usaha mengalami titik impas. 2. Return of Investment (ROI) ROI = (hasil penjualan/total biaya produksi) x 100% = (Rp 1.000.000/ Rp 113.500) x 100% = 8,81 % Hasil ROI sebesar 8,81 % berarti dari modal sebesar Rp 100,- akan diperoleh pendapatan sebesar Rp 881,3. Benefit Cost Ratio (B/C) B/C = keuntungan/biaya produksi = Rp 886.500/ Rp 113.500 = 7,81 Dengan hasil B/C sebesar 7,81 berarti dari biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar 7,81%.

KESIMPULAN 3.

Dari berbagai uraian sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Timbulan sampah Kota Medan Tahun 2008 sebanyak 1.369,9 ton/hari atau 5.479,6 M3 yang terdiri dari 48,2% sampah organik dan 51,8 % anorganik, sedangkan rata-rata sampah yang dibuang oleh masyarakat 1 - 1,5 kg per rumah tangga perhari. 2. Disamping sampah organik, terdapat 18 jenis sampah anorganik yang dihasilkan rumah tangga di Kota Medan yang memiliki nilai ekonomis, yang dikelompokkan dalam 7

4.

5.

244

kategori, yaitu : plastik, kaleng, kertas, kaca, besi, tembaga, dan aluminium. Kegiatan yang dapat dijadikan usaha alternatif dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga antara lain yaitu : (a) pengepul plastik kresek dan PE; dan (b) daur ulang kertas. Usaha mengepul plastik kresek dan PE sebagai alternatif peluang bisnis rumah tangga dengan harga plastik jual Rp.1.000 - Rp.2.000/kg, berdasarkan analisis usaha, break even point (BEP) dicapai pada harga Rp. 1.044/ kg. Kerajinan tangan (bingkai foto) dari kertas daur ulang membuka peluang bisnis rumah tangga. Dengan harga jual Rp. 2000/buah, berdasarkan


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

6.

analisis usaha, break even point (BEP) dicapai pada harga Rp. 270/buah. Mengelolah sampah menjadi produk daur ulang sebagai peluang bisnis rumah tangga dan swasta lebih optimal dengan menerapkan sistem pengelolaan sampah partisipatif.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KNLH). 2008. Statistik Persampahan Indonesia. Jakarta: Kemeneg LH ____________. 2008. Panduan Praktis Pemilahan Sampah. Kerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Jakarta.

REKOMENDASI 1.

2.

3.

4.

5.

6.

Neolaka, A. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: Penerbit PT. Rinika Cipta

Setiap rumah tangga agar melakukan pemilahan sampah bernilai ekonomis, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai produk daur ulang guna memberikan tambahan pendapatan keluarga. Perlu dilakukan pembentukan kelompok pemuda pencinta lingkungan hidup untuk setiap kelurahan (lingkungan) yang bertugas mengelola sampah rumah tangga. Pemerintah Kota Medan agar memberikan fasilitas pengelolaan sampah melalui bantuan penyediaan tong sampah terpilah di setiap kelurahan, sehingga sampah telah terpilah sebelum diangkut ke TPA. Perlu sosialisasi yang lebih efektif program pemerintah berkaitan dengan pengelolaan sampah, meliputi : kampanye massal 3R (Reduce, Reuse, Recycle) melalui penyebaran poster, iklan media cetak dan elektronik, dan visit school. Pemerintah Kota Medan agar membuat program pelatihan pengelolaan sampah organik dan anorganik bernilai ekonomis (kompos, produk kerajinan tangan) untuk tingkat rumah tangga dan kelurahan. Perlu penambahan pengetahuan tentang lingkungan hidup khususnya pengelolaan sampah ke dalam kurikulum sekolah Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas.

Provinsi Sumatera Utara. 2002. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Restribusi Pelayanan Kebersihan. Dinas Kebersihan Kota Medan. Medan: Pemko Medan Pratama, Y dan Soleh, A.Z. 2008. Kajian Hubungan Antara Timbulan Sampah Domestik Dengan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Lampung: Universitas Lampung. Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I (PKP2A I) Lembaga Administrasi Negara. 2004. Kajian Tentang Pengelolaan Bersama (Joint Managament) Pelayanan Persampahan Di Wilayah Perkotaan. Bandung. Sidik, M.A., Herumartono, D., dan Sutanto, H.B. 1985. Teknologi Pemusnahan Sampah dengan Incinerator dan Landfill. Direktorat Riset Operasi dan Managemen. Deputi Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Tiwow, C. et all. 2003. Pengelolaan Sampah Terpadu Sebagai Salah Satu Upaya Mengatasi Problem Sampah Di perkotaan. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB)

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Teknologi Pengelolaan Limbah: Daur Ulang Sampah Plastik Bisnis yang Menjanjikan dan ramah Lingkungan. http://onlinebuku.com

Umar, I. 2009. Pengelolaan Sampah Terpadu Di Wilayah Perkotaan. Http://uwityangyoyo.wordpress.com.

Daniel, T.S., Hasan, P., dan Vonny S. 1985. Tekonologi Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah: Suatu Pendekatan Konseptual. Bandung: PPLH ITB Dinas Kebersihan Kota Medan. 2008. Permasalahan dan Pengelolaan Sampah Kota Medan. Medan: Pemko Medan Kastaman, R. dan Kramadibrata, A.M, dan Daradjat. 2002. Rancangan Pengembagan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu). Bandung: Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran 245


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Pendugaan Akuifer Air Tanah Di Medan Belawan Berdasarkan Metode Tahanan Jenis Schlumberger (Estimation Of Ground Water Aquifer In Medan Belawan Using Schlumberger Resistivity Method) Porman J.M.Mahulae*, Syafriadi** *Badan Penelitan dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jln. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20216 Email: pormanj@yahoo.co.id **Institut Teknologi Medan Jln. Gedung Arca No. 52 Medan Naskah masuk : 15 Juli 2011; Naskah diterima :22 Agustus 2011 ABSTRAK Penelitian geofisika dilakukan di daerah Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara, untuk menduga lapisan sedimen menggunakan metode Geolistrik. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data tahanan jenis konfigurasi Schlumberger, daerah penelitian diduga terdiri dari lapisan tanah penutup (top soil dengan ketebalan bervariasi berkisar 1,6 - 7,1 m . Di bawah tanah penutup terdapat lapisan lempung, dengan ketebalan 11 - 39 m. Di bawah lapisan lempung diduga terdapat lapisan sedimen berupa lapisan pasir yang diduga sebagai akuifer dengan ketebalan yang bervariasi. Dilihat dari sifat fisik berdasar interpretasi hasil data geofisika dan geologi diperkirakan akuifer ini pada keadaan tertekan (confined acquifer). Berdasar jenis dan sifat litologi, ketebalan dan penyebarannya, akuifer ini cukup menyimpan air. Kata Kunci: akuifer, air tanah, geofisika, tahanan jenis, belawan ABSTRACT Geophysical research was conducted at Medan Belawan, North Sumatra to predict sediment layers using geoelectric method. Based on the results of data processing and analysis of Schlumberger resistivity configuration, the surveyed area thought consist of overburden (top soil) with thickness ranges from 0.9 to 7.1 m. Under the cover, there is a layer of clay soil, with a thickness range from 11 to 39 m. While allegedly under clay sediment, found sand layers who suspected as aquifers with varying thickness. From the resistivity values and geological data, estimated aquifer in this area in the confined position. Based on type and lithological characteristic such as its thickness and spreading, this aquifer may be considered sufficient to save water. Keywords: aquifer, groundwater, geophysical , resistivity, Belawan geofisika dan metode geokimia (Samouelien, dkk 2005). Metode geofisika yang dilakukan dengan metode geolistrik bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai lapisan tanah di bawah permukaan, didasarkan pada kenyataan bahwa material yang berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus listrik, metode geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger merupakan susunan elektroda paling fleksibel digunakan dan banyak diterapkan di lapangan, karena elektroda potensialnya tidak sering dipindah-pindahkan jadi menghemat waktu dan

PENDAHULUAN Air tanah adalah air yang tersimpan di bawah permukaan tanah yang pergerakannya mengikuti hukum-hukum fluida. Keberadaannya di alam sangat tergantung dari ada tidaknya batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang berarti, dalam hal ini disebut akuifer. Secara alamiah tidak semua batuan dapat menjadi akuifer mengingat sangat bergantung pada ruang antar butiran dan permeabilitasnya (Hendra, 2007). Pencarian akuifer bisa dilakukan dengan metode

246


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

bongkah hingga lempung dan aluvium yang berasal dari aktifitas alur sungai, rawa, dan pantai (Moechtar, 2007). Aluvium Medan menjadi aluvium pantai (Qp), Aluvium delta (Qd), Aluvium rawa (Qr) dan Aluvium Sungai (Qp) dan Alivium Sungai (QS) (Gambar 1) (Moechtar, 2007). Litologi yang penyusun endapan kuarter di daerah ini dibedakan atas pasir kasar kerikilan dengan ketebalan 1.2 – 3.5 m, pasir dengan ketebalan 0.5 – 2 m, lanau dengan ketebalan 0.5 – 1.8 m, lempung dengan ketebalan 0.2 – 3.5 m, lempung bergambut 0.8 – 4.8 m dan gambut dengan ketebalan 0.5-1.2 m (Moechtar, 2007) (Gambar 2) (Moechtar, 2007). Dalam penelitian ini dilakukan sebuah analisa dengan menggunakan data tahanan jenis batuan penyusun lapisan sedimen bawah permukaan, dengan tujuan untuk menduga adanya akuifer air tanah, yang diharapkan dapat menjadi informasi awal dalam perencanaan pemanfaatannya guna memenuhi kebutuhan akan air bersih di daerah Medan Belawan.

tenaga kerja, perhitungan dan penafsirannya mudah dan cepat serta memberikan hasil yang baik. Pada pengukuran lapangan, elektroda arus dan elektroda potensial terletak pada satu garis lurus (Junizar, 1998; Samoulien dkk, 2005; Zubaidah dkk, 2008) Untuk memperoleh harga tahanan jenis semu pada setiap pengukuran digunakan rumus dari Surdaryo dkk (2008): ρα = π [(AB/2)2 – (MN/2)2]/MN * ∆V/I Dimana : ρα AB MN ∆V I

= Tahanan jenis semu (Ohm meter) = Jarak antara kedua elektroda arus (meter) = Jarak antara kedua elektroda potensial (meter) = Perbedaan potensial = Kuat arus listrik yang dialirkan

Nilai resistivitas sebenarnya dapat disimpulkan dengan cara pencocokan (matching) atau dengan metode inversi (Surdaryo dkk, 2008). Proses pencocokan (matching) ini dapat dilakukan dengan menggunakan software komputer yang sudah biasa diaplikasikan dalam perhitungan nilai resistivitas geolistrik, seperti IPI2WIN, Schlumberger sounding interpretation program, Res2Dinv dan lain sebagainya (Junizar, 1998; Samoulien dkk, 2005; Zubaidah dkk, 2008).

METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Medan Belawan pada Bulan Juni sampai September 2011 yang dilakukan dengan metode penyelidikan melalui pengukuran geolistrik pada 8 (delapan) lokasi menggunakan susunan elektroda Schlumberger dengan panjang bentangan elektroda arus (AB/2) 250-300 m dan panjang bentangan elektroda potensial (MN/2) 10 m, untuk mendapat nilai arus listrik (I) dan beda potensial (V). Selanjutnya nilai tahanan jenis semu pada setiap pengukuran dihitung dengan menggunakan rumus (1). Metode penafsiran dilakukan menggunakan software IPI2_Win. Harga tahanan jenis hasil pengukuran dilapangan yang masih bersifat semu (ρa) diolah dengan tujuan untuk mendapatkan harga tahanan jenis sebenarnya (true resistivity).

Medan Belawan yang terletak didaerah pesisir pantai bagian utara kota Medan, terletak pada kordinat 030 35’ - 030 50’ LU dan 980 330 - 980 44’ BT (Moechtar, 2007). Pada tahun 2001 kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 91.881 jiwa dengan luas 26,25 km² dan kepadatan penduduk 3.500,23 jiwa/km². Masyarakat di daerah ini masih mengandalkan air permukaan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih yang sangat bergantung pada kondisi cuaca. Oleh sebab itu perlu direncanakan pemanfaatan air bawah permukaan (air tanah). Bentang alam daerah penelitian dapat dibedakan menjadi daerah dataran rendah hingga dataran pantai yang ditutupi oleh material lepas berukuran

Gambar 1. Peta geologi medan sekitarnya (Wangsosentono, 1984), lokasi pemboran dangkal (Moechtar, 2007) dan lokasi pengukuran geolistrik.

247


Mahulae, PJM. dan Syafriadi, Pendugaan Akuifer Air Tanah Di Medan Belawan Berdasarkan Metode Tahanan Jenis Schlumberger

Berdasarkan petunjuk harga tahanan jenis sebenarnya dan data geologi yang mendukung (geologi daerah penelitian, sedimentologi dan stratigrafi) maka dapat di interpretasikan susunan lapisan batuan bawah permukaan. Metode pendugaan akuifer dilakukan dengan menginterpretasi sifat fisik batuan penyusun sedimentasi dan hubungan antara satu titik pengukuran dengan yang lainnya dalam satu area atau lokasi.

(tiga) lapisan, dengan posisi paling atas berupa tanah Penutup (Soil); merupakan tanah berukuran halus yang diperkirakan sebagai hasil pelapukan dari tufa Toba yang penyebarannya merata disemua titik ukur. Lapisan ini di indikasikan oleh nilai tahanan jenis berkisar antara 1,17 - 10,27Ωm dengan ketebalan lapisan bervariasi antara 0.9 – 7,10 m. Dibawah lapisan tanah penutup terdapat lapisan lempung yang penyebarannya merata disemua titik ukur. Lapisan ini di indikasikan oleh nilai tahanan jenis antara 0,038 – 3,99 Ωm yang dijumpai pada kedalaman 1,55 – 15,6 m di titik P-01, kedalaman 1,38 – 15,47 m di titik P-02, kedalaman 2,82 – 24,46 m di titik P-03, kedalaman 0,9 – 16,68 m di titik P-04, kedalaman 6,06 – 39,59 m di titik P-05, kedalaman 5,09 – 12,3 m di titik P-06, kedalaman 7,10 – 21,35 di titik P-07 dan 1,59 – 11,0 m di titik P-08. Dibawah lapisan lempung terdapat lapisan Pasir dengan nilai tahanan jenis antara 5,65 – 565,1 Ωm. Keberadaan lapisan pasir ini diperkirakan merata di daerah penelitian dengan kedalaman dan ketebalan lapisan bervariasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran yang dilakukan pada 8 (delapan) lokasi di daerah peneltian yang telah dihitung dengan rumus (1) dan menghasilkan harga tahanan jenis semu diolah dengan software IPI2WIN sehingga menghasilkan harga tahanan jenis yang sebenarnya, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Dari interpretasi harga tahanan jenis sebenarnya, tiap-tiap titik pengukuran memiliki 5 (lima) klasifikasi tahanan jenis dengan ketebalan yang bervariasi, namun bila dikolerasi dengan data geologi yang ada (lithologi dan stratigrafi daerah penelitian (Gambar 1 dan 2), diduga lapisan sedimentasi pada tiap titik pengukuran terdiri atas 3

Sumber dari Mochtar, dkk.,2007

Gambar 2. Penampang bor dangkal A-B berarah selatan –utara daerah medan dan sekitarnya (Moechtar, 2007)

248


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Location Measuring station nr. Curve Fitting RMS error

: Bagan Belawan : Titik P 01 : 2,44%

Location Measuring station nr. Curve Fitting RMS error

: JL. Tol Balmera Km. 2.6 : Titik P 03 : 1,05%

Location Measuring station nr. Curve Fitting RMS error

Location Measuring station nr. Curve Fitting RMS error

Location Measuring station nr. Curve Fitting RMS error

Location Measuring station nr. Curve Fitting RMS error

: Martubung : Titik P 05 : 0,79%

Location Measuring station nr. Curve Fitting RMS error

: Marelan Pasar I : Titik P 07 : 0,27%

Location Measuring station nr. Curve Fitting RMS error

: Gabion Belawan : Titik P 02 : 0,58%

: KIM II Mabar : Titik P 04 : 0,60%

: JL. Km Yos Sudarso : Titik P 06 : 0,17%

: Sicanang Belawan : Titik P 08 : 2,6%

Gambar 3. Hasil inversi data pengkuran dengan software IP2WIN (Harga tahanan jenis sebenarnya, tebal dan kedalaman tiap lapisan) dengan Curve Fitting RMS error lebih kecil dari 5%

249


Mahulae, PJM. dan Syafriadi, Pendugaan Akuifer Air Tanah Di Medan Belawan Berdasarkan Metode Tahanan Jenis Schlumberger

Berpedoman pada hasil kolerasi antara harga tahanan jenis dengan jenis litologi tersebut diatas, maka didapatkan gambaran tentang susunan dan ketebalan lapisan batuan dibawah permukaan yang

terdapat didaerah penyelidikan. Gambaran ini disajikan dalam 3 (tiga) penampang tahanan jenis yang melintasi daerah penyelidikan dengan uraiannya dikemukakan pada Gambar 4, 5, dan 6.

Gambar 4. Penampang vertikal titik P-08, P-03, P-05 dan P-04

Gambar 5. Penampang vertikal titik P-08, P-03, P-01 dan P-02

Gambar 6. Penampang vertikal titik P-06, P-07, P-03, P-01 dan P-02

250


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Surdaryo, B., dkk. 2008. Pengolahan data geolistrik dengan metode schlumberger. Teknik Vol. 29, No. 2, ISSN 0852-1697

Bila dilihat dari sifat fisik litologi tiap lapisan, diduga lapisan pasir merupakan akuifer karena memiliki ruang antar butir dan permeabilitas yang besar. Dan bila dilihat dari posisinya, lapisan pasir ini merupakan akuifer dengan posisi tertekan oleh lapisan lempung. Dengan dominasi yang paling besar dilihat dari penyebarannya serta ketebalan lapisan pasir ini, dapat diprediksi bahwa lapisan ini merupakan akuifer yang menyimpan air tanah dalam jumlah yang cukup berarti. Untuk membuktikan hasil penelitian ini dapat dilakukan pemboran di titik P-01 dan P-02, karena dari kolerasi antara data geofisika dan geologi, interpretasi kondisi lapisan terlihat paling mendekati. Batasan lapisan lempung terdapat pada kedalaman kurang lebih 15 meter dari permukaan.

Moecthar, Herman dkk. 2007. Sedimentologi dan stratigrafi holosen dataran pantai Medan-Belawan sekitarnya Sumatera Utara, Jurnal Geologi Kelautan, Vol. 5, No. 2, Pusat Survei Geologi Bandung Zubaidah, Teti dkk. 2008. Pemodelan fisika aplikasi metode geolistrik konfigurasi schlumberger untuk investigasi keberadaan air tanah. Teknologi Elektro, vol. 7 No. 1 Kasoep, Junizar. 1998. Pendugaan geolistrik di cekungan Sugihan-Selawan Kecamatan Jenu dan Merak Urak Kabupaten Tuban Propinsi Jawa Timur, Buletin Geologi Tata Lingkungan, No. 24, hal 40-51 Direktorat Geologi Tata lingkungan.

KESIMPULAN Dari hasil pembahasan serta pendugaan geolistrik tahanan jenis yang telah dilakukan, dapat dikemukakan berbagai kesimpulan bahwa hasil pendugaan geolistrik menunjukkan bahwa daerah pengukuran terdiri dari 3 (tiga) jenis lapisan yang secara berurutan diduga berupa lapisan penutup (soil), lapisan lempung dan lapisan pasir. Dilihat dari penyebaran dan ketebalannya sampai batas pengukuran, lapisan pasir mendominasi dengan tahanan jenis 5,65 – 565,1 ℌm. Berdasarkan interpretasi lithologi tiap lapisan, diduga lapisan pasir adalah akuifer, karena ruang antar butir dan permeabilitas batuan ini besar. Untuk membuktikan hasil penelitian ini dapat dilakukan pemboran di titik P-01 dan P-02, karena dari kolerasi antara data geofisika dan geologi, interpretasi kondisi lapisan terlihat paling mendekati. Batasan lapisan lempung terdapat pada kedalaman kurang lebih 15 meter dari permukaan.

UCAPAN TERIMA KASIH Kami ucapkan terimakasih kepada Balitbang Provsu yang telah memberikan dana penelitian, Bapak Syafriadi (Institut Teknologi Medan) yang telah mengijinkan dalam mengambil sample data dan bapak Wahyu Suprihantoro (Geoteknologi LIPI Bandung) yang telah membantu sumbang saran dan diskusinya dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA Bakti, Hendra. 2007. Akuifer Rekahan: Suatu Potensi Sumber Daya Air. Pusat Penelitian Geolteknologi-LIPI Samouelien, A., dkk. 2005. Electrical resistivity survey in soil science: a review, Soil and tillage research 83, 173-193, Elsevier B.V

251


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Analisis Potensi Pengembangan Jalan Kawasan Pantai Timur Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara (The Analysis Of The Potential Development Of East Coast Road Area To Support Economic Growth In North Sumatra)

Anton Parlindungan Sinaga*, Edyasa Hardiansyah** *Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Telp. (061) 7866225; Fax. (061) 7366248; antonsinaga94@gmail.com **Institut Teknologi Medan Naskah Masuk: 20 Juli 2011; Naskah Diterima: 12 Agustus 2011 ABSTRAK Analisis terhadap potensi pengembangan jalan Kawasan Pantai Timur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara telah dilakukan. Analisis dilakukan selama kurun waktu empat bulan pada tahun 2009 dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh dari berbagai publikasi yang berasal dari stakeholders dan berbagai informasi yang terkait dengan jalan di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Data lainnya yang dikumpulkan merupakan data dan informasi yang diperoleh langsung dari lapangan dan hasil koordinasi dengan instansi terkait. Dari hasil analisis ini bisa disimpulkan bahwa pengembangan jalan di kawasan tersebut yaitu di Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Labuhan Batu dan Kota Tanjung Balai harus segera dilakukan paling lambat pada awal tahun 2012 untuk menunjang keberlangsungan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Kata Kunci: Pengembangan jalan, Kawasan Pantai Timur, Pertumbuhan Ekonomi, Sumatera Utara ABSTRACT The Analysis of the potential development of the east coast roads for supporting economic growth in North Sumatra have been done. The analysis was conducted over a period of four months in the year 2009 with using descriptive statistic analysis methods. The collected data is the primary and secondary data obtained from various publications that provide by the stake holders and various information related to the road on the East Coast Region of North Sumatra. Another data collected is data and information obtained directly from the field and the results of coordination with related agencies. Results of this analysis can be concluded that the development of roads in the district of Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Labuhan Batu and Tanjung Balai City should be done no later than at the beginning of 2012 to support sustainable economic growth of those region. Keywords: Development of the road, East Coast Region; Economic Growth, North Sumatra memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Dalam konteks ekonomi, sarana jalan merupakan tempat bertumpunya perkembangan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi sulit dicapai tanpa ketersediaan jalan yang memadai (H. Clarkson and R. Oglesby and Gary Hicks, 1999; Setijowarno D. Dan Frazila R. B., 2001).

PENDAHULUAN Pembangunan yang dilaksanakan di Sumatera Utara menunjukkan pertumbuhan positif yang berlangsung secara terus menerus dan terarah menuju tercapainya tujuan pembangunan daerah. Infrastruktur fisik terutama jaringan jalan sebagai pembentuk struktur ruang nasional dan daerah,

252


Sinaga, A.P. dan Edyasa H., Analisis Potensi Pengembangan Jalan Kawasan Pantai Timur Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara

memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Dipihak lain belum semua wilayah Sumatera Utara memiliki jalan dengan kondisi mantap dalam upaya untuk pengembangan wilayah dan sekaligus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, meskipun potensi yang dimiliki cukup besar. Salah satunya dapat dilakukan melalui pengembangan jalan yang berada di Kawasan Pantai Timur.

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Morlok Edward K, 1978). Pengembangan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Jalan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena menolong orang untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan, komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat dijual kepada pasaran di luar wilayah itu. Selain itu, jalan juga mengembangkan ekonomi lalu lintas di sepanjang lintasannya (Arthur B. Gallion and Simon Eisner, 1992).

Sejalan hal tersebut, untuk pengembangan potensi di Kawasan Pantai Timur diperlukan sebuah analisis yang komprehensif meliputi berbagai aspek data dan informasi berupa teknis, lingkungan, sosial, dan ekonomi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi pengembangan jalan di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara dikaitkan dengan potensi ekonomi di kawasan tersebut.

METODE PENELITIAN

Pembangunan jalan menuntut berbagai kompatibilitas lintas spasial, lintas sektor dan antar pemangku kepentingan. Untuk itu pembangunan jalan berbasis pada kondisi tingkat perkembangan setiap wilayah yang secara nasional dibagi dalam tiga kategori, yaitu pengembangan jalan di kawasan telah berkembang, kawasan mulai berkembang, dan kawasan pengembangan baru (FD Hobbs, 1995). Kebijakan penanganan ruas-ruas jalan nasional diarahkan pada jalur ekonomi utama dalam upaya peningkatan daya dukung struktur dan kapasitas jalan akses menuju ke pusat-pusat produksi dan pemasaran, mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembangunan jaringan jalan guna membuka akses ke kawasan-kawasan yang baru berkembang (Idwan Santoso, 1996).

Lokasi kegiatan adalah di Kabupaten dan Kota yang ada di sekitar Kawasan Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara yaitu Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Labuhan Batu dan Kota Tanjungbalai. Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai September 2009. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh dari berbagai publikasi yang berasal dari stakeholders dan berbagai informasi yang terkait dengan jalan di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Data lainnya yang dikumpulkan merupakan data dan informasi yang diperoleh langsung dari lapangan dan hasil koordinasi dengan instansi terkait serta melalui studi literatur. Pelaksanaan pengumpulan data dibagi tiga tahapan yaitu: pembuatan instrumen pengumpulan data dan kegiatan pengumpulan data, kemudian data terkumpul disusun dan ditabulasi sesuai dengan kebutuhan analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam kegiatan analisis ini adalah analisis statistik deskriptif.

Berdasarkan data BPS Provinsi Sumatera Utara (2008), panjang jalan di Sumatera Utara selama periode tahun 2003-2007 mengalami peningkatan dari 33.561.780 km menjadi 36.966,47 km. Dari statusnya, selama periode tersebut jalan negara dan jalan provinsi tidak mengalami peningkatan masing-masing 2.098,050 km dan 2.752,500 km, sedangkan jalan Kabupaten dan Kota mengalami peningkatan dari 28.711.319 km menjadi 32.115,92 km. Berdasarkan keadaannya kondisi jalan-jalan tersebut dalam keadaan baik 12.728,62 km (34,43%), sedang 8.393,99 km (22,71%), rusak 7.758,83 km (20,99%), rusak berat 5.473,06 km (14,81%) dan tidak terinci 2.611,97 km (7,07%).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sumatera Utara memiliki 7 wilayah Kota dan 26 Kabupaten dan Kota. (Gambar 1). Dari berbagai jaringan jalan yang ada di Sumatera Utara, pertambahan panjang pada Kabupaten dan Kota pada tahun 2006 – 2008 terlihat seperti pada Tabel 1.

Jalan-jalan tersebut merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Makin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk

253


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

KAB.DELISERDANG KOTA MEDAN KAB.SERGEI

S

Pulau Kumpail P.SEMBILAN

E

Pang ka la n Susu

L

Pangka la n Bra ndan

A

Besitang

T TANJUNGPURA

M

E O R G G N A N

A KAB. LANGKAT

L

Bela wan Lab uha n Ba tu LUBUK PAKAM

BINJAI

A K

H E C A

A M A L A S S U R A D

TEBING TINGGI KAB. DELI SERDANG

KAB. KARO

KAB. ASAHAN

KAB. SIMALUNGUN KISARAN PEMATANGSIANTAR KAB. ASAHAN

SIDIKALANG KAB. DAIRI P.SAMOSIR

KOTA TGBALAI KAB. LABUHAN BATU

KAB. TAPANULI UTARA

LABUHAN BATU RANTAUPRAPAT KAB. TAPANULI TENGAH

TARUTUNG

SIBOLGA

Sawe Lahewa

KAB. LABUHAN BATU

PADANG SIDEMPUAN

Afia

KAB. TAPANULI SELATAN

GUNUNGSITOLI

Faighunaa Lahague

PROVINSI RIAU

U

Onolimbu

Sirombu

Sifaroasi

BL

TL

P. NIAS Bawelawalan Hiliotaluwa

B

T

BD

Telukdalam

TG S

DAERAH ISTIMEWA SUMATERA BARAT LEGENDA :

SKALA 1 : 2.450.000

0

24,5

49

73,5

0

1

2

3

98 KM 4 CM

Gambar 1. Peta Wilayah Sumatera Utara Tabel 1. Pertambahan Panjang Jalan Pada Kabupaten dan Kota 2006

2007

2008

(km)

(km)

(km)

Labuhan Batu

2,067.74

2,540.43

2,585.75

Asahan

1,866.78

1,866.78

1,885.35

Deli Serdang

2,808.78

3,018.82

3,393.24

Serdang Bedagai

1,737.52

2,432.80

2,432.80

Tanjung Balai

220.26

307.79

307.79

Kabupaten

Total 8,701.08 10,166.62 10,604.93 Sumber : Dinas Bina Marga Jembatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 Tabel 2. Panjang Jalan Pada Kabupaten dan Kota Menurut Kondisi Jalan (km) pada Tahun 2006 - 2008 Kabupaten

Baik

Labuhan Batu

1,063.10

120.66

1,401.99

0.00

2,585.75

790.65

122.60

859.10

113.00

1,885.35

2,018.47

977.20

374.35

23.22

3,393.24

Serdang Bedagai

731.98

882.28

452.55

365.99

2,432.80

Tanjung Balai

161.97

111.68

29.42

4.72

307.79

Asahan Deli Serdang

Total

Sedang

Rusak

Rusak Berat

Jumlah

4,766.17 2,214.42 3,117.41 506.93 10,604.93 Sumber : Dinas Bina Marga Jembatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2009

254


Sinaga, A.P. dan Edyasa H., Analisis Potensi Pengembangan Jalan Kawasan Pantai Timur Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten dan Kota (PDB) Kabupaten

2006

2007

2008

Labuhan Batu

5.33

6.71

5.84

Asahan

4.17

4.89

4.82

Deli Serdang

5.45

5.74

5.82

Serdang Bedagai

6.22

6.25

6.12

Tanjung Balai

3.54

4.01

3.99

Rata – rata 4.94 5.52 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2009

5.32

Tabel 4. Produksi Hasil Perkebunan dan Perikanan di Kabupaten dan Kota Pada Tahun 2006 - 2009 Kabupaten Labuhan Batu

Karet

Sawit

Coklat

Ikan

(ton)

(ton)

(ton)

(ton)

18,009.00

94,313.56

238.32

39,174.00

Asahan

8,804.04

213,049.00

7,070.10

91,886.00

Deli Serdang

5,716.98

35,465.03

6,464.66

39,888.00

Serdang Bedagai

9,280.80

32,739.39

1,178.99

38,450.00

0.00

0.00

0.00

49,492.00

14,952.07

258,890.00

Tanjung Balai Total

41,810.82 375,566.98 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2009

Dari Tabel 1. terlihat pengembangan jalan dari tahun 2007 ke 2008 mengalami penurunan volume dibanding tahun 2006 ke 2007 yaitu hanya 438,31 km, jika dibandingkan dengan panjang jalan keseluruhan di Sumatera Utara panjang jalan di Kawasan Pantai Timur relatif kecil yaitu 10,604.93 km (31.60 %) dari 33,561.78 km.

sama sebagai upaya untuk menghubungkan daerahdaerah yang berada di wilayahnya sehingga distribusi pembangunan dapat tersebar merata. Potensi Ekonomi Kawasan ini mempunyai kekayaan alam yang cukup melimpah yang memberikan kontribusi untuk pemasukan PAD Provinsi maupun Kabupaten dan Kota yang ditandai dengan roda perekonomian berjalan dengan baik dan lancar. Kontribusi pemasukan pendapatan daerah tersebut diantaranya berasal dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, ekspor dan retribusi yang ada. Sementara itu laju pertumbuhan ekonomi setiap Kabupaten dan Kota terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan mencapai rata rata 5,26 % sebagaimana pada Tabel 3.

Ini menggambarkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan jalan di Pantai Timur Sumatera Utara. Pemerintah harus segera menganggarkan dana untuk pengembangan jalan di daerah tersebut untuk menghindari perlambatan ekonomi yang mungkin terjadi yang disebabkan akses jalan ke sentra ekonomi terganggu. Dalam hal ini, pengembangan jalan untuk jalan provinsi dianggarkan oleh pemerintah pusat dan untuk jalan kabupaten oleh pemerintah daerah. Untuk menyikapi keterbatasan anggaran, dapat dibuat skala prioritas yaitu daerah yang memiliki potensi besar dari segi ekonomi didahulukan untuk pengembangan jalan.

Khusus untuk wilayah sekitar Kawasan Pantai Timur sektor perkebunan seperti karet, sawit, dan coklat mendominasi dalam kontribusi PAD, selanjutnya diikuti oleh perikanan, seperti terlihat pada Tabel 4. Potensi perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat mempunyai luas sekitar 387 ribu ha dengan hasil lebih dari 41,810.82 ton. Sedangkan luas perkebunan kelapa sawit lebih 383 ribu ha dengan produksi 375,556.98 ton tandan buah segar, kemudian perkebunan coklat di atas 61 ribu ha dengan produksi 14,952.07 ton.

Tabel 2. memperlihatkan kondisi jalan di Kawasan Pantai Timur dalam kondisi tidak baik terlihat dari jumlah kondisi jalan yang rusak dan rusak berat jumlahnya 34%. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Selain Pemerintah Pusat dan Provinsi bertanggungjawab dalam pengembangan jalan Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota juga mempunyai peran yang

Potensi lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam memberikan kontribusi ekonomi bagi pemasukan

255


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

PAD Kabupaten dan Kota adalah sektor perikanan dengan produksi sebesar 258,890 ton. Keadaan ini juga ditandai dengan pergerakan ekspor dan arus barang dan jasa dari beberapa pelabuhan mengalami peningkatan khususnya yang berada di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara.

Kabupaten Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang dengan ibukota Lubuk Pakam secara administratif terdiri dari 22 Kecamatan dan 2 perwakilan Kecamatan dengan 379 Desa dan 15 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah 2.394,62 km2 dengan jumlah penduduk 1.738.431 jiwa. Bidang usaha yang mendapat prioritas Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang untuk dikembangkan mencakup 4 sektor yaitu sektor industri pengolahan jagung (pakan ternak), industri pengolahan karet, industri pengolahan CPO, industri pengolahan ikan, industri pengolahan ubi kayu, sektor perikanan (usaha budidaya tambak udang), sektor perkebunan (perkebunan sawit, karet dan coklat) dan sektor pertanian (usaha budidaya tembakau).

Ditinjau secara geografis wilayah Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara kaya akan berbagai potensi yang dapat dikembangan serta memberikan sumbangan bagi pemasukan pendapatan asli daerah. Potensi-potensi kekayaan yang ada tentunya akan dapat meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat apabila dapat dimanfaatkan secara optimal. Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari beberapa kabupaten juga mempunyai kekayaan sumberdaya alam yang cukup berlimpah ruah mulai dari potensi pertambangan, perkebunan, pertanian, perikanan, wisata dan lain. Setiap wilayah kabupaten yang ada mempunyai masing-masing potensi yang bebeda. khususnya di wilayah Pantai Timur yang merupakan wilayah dataran rendah, cukup kaya akan berbagai potensi diantaranya perkebunan, perternakan, pertanian, hasil perikanan maupun pariwisata.

Potensi pariwisata yang dikembangkan di Kabupaten Deli Serdang berupa wisata alam pantai, sungai, laut atau pantai dan pegunungan, seperti : taman hutan wisata Sibolangit, pemandian alam Sembahe. Panjang jaringan jalan di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2008 mencapai 3,393.24 km. Kondisi jalan di daerah ini pada tahun 2008 terdiri dari : 59,49% kondisi baik, 28,80% kondisi sedang, 11,03% kondisi rusak dan 0,68% kondisi rusak berat. Dilihat dari kondisi tersebut terlihat persentase kondisi jalan yang baik dan sedang lebih besar dari kondisi jalan yang rusak dan rusak berat. Maka pengembangan jalan di Kabupaten Deli Serdang sudah berjalan dengan baik, tetapi masih memerlukan peningkatan dalam panjang jalan. Pemerintah harus memberikan perhatian terhadap penambahan panjang jalan terutama diprioritaskan menghubungkan daerah yang memiliki potensi ekonomi besar agar potensi ekonomi daerah tersebut tidak terhambat.

Analisis Untuk menentukan skala prioritas jalan yang akan dikembangkan, maka ada 2 kategori penting yang dijadikan acuan dalam penentuan, yaitu: kategori sentra ekonomi dan kategori objek wisata. Secara sederhana, pembagian tingkat sentra ekonomi secara umum terdiri dari tingkat sentra ekonomi primer, sekunder dan tersier. Secara umum berdasarkan tingkat hirarki, jalan yang menghubungkan sentra ekonomi primer dengan sendirinya lebih diprioritaskan dibandingkan dengan sentra ekonomi sekunder maupun sentra ekonomi tersier.

Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai dengan ibukota Sei Rampah adalah salah satu Kabupaten pemekaran dari induknya yaitu Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Serdang Bedagai secara administratif terdiri dari 11 Kecamatan, 243 desa, 5 kelurahan dengan memiliki luas 1.900,22 km2 dengan jumlah penduduk 579.499 jiwa. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya, Kabupaten Serdang Bedagai memprioritaskan pembangunan pada bidang perikanan, kelautan, perkebunan, pertanian, kehutanan, industri dan pariwisata.

Di pihak lain, skala prioritas ini dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi kebutuhan setiap daerah Kabupaten dan Kota, dimana daerah dengan jumlah sentra ekonomi yang dihubungkan lebih banyak akan menjadi prioritas dibandingkan daerah yang hanya memiliki satu sentra ekonomi saja. Untuk kategori objek wisata yang menjadi prioritas adalah objek wisata yang mempunyai daya tarik wisatawan mancanegara, regional dan lokal. Unsur yang menjadi penunjang penting untuk pengembangan wisata di wilayah ini adalah jumlah pengunjung yang relatif banyak dan seringnya kunjungan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara dan didasarkan pada tingkat keunikan objek wisata, dimana dengan semakin unik suatu objek wisata maka prioritas pengembangan jalan akan semakin tinggi.

Pariwisata merupakan salah satu andalan Kabupaten Serdang Bedagai menjadikannya Kawasan-kawasan wisata yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, antara lain: Pantai Gudang Garam, Pantai Pondok Permai, Pantai Cermin Theme Park, Pantai Kuala Putri, Pantai Klang, Pantai Sialang Buah,dll. Panjang jaringan jalan di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2008 mencapai 2,432.80 km.

256


Sinaga, A.P. dan Edyasa H., Analisis Potensi Pengembangan Jalan Kawasan Pantai Timur Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara

Kondisi jalan di daerah ini pada tahun 2008 terdiri dari : 30,09% kondisi baik, 36,27% kondisi sedang, 18,60% kondisi rusak dan 15,04% kondisi rusak berat. Dilihat dari kondisi tersebut terlihat persentase kondisi jalan yang baik dan sedang lebih besar dari kondisi jalan yang rusak dan rusak berat. Maka pengembangan jalan di Kabupaten Serdang Bedagai belum berjalan dengan baik karena periode tahun 2007 – 2008 tidak ada penambahan panjang jaringan jalan.

tahun 2007 – 2008 hanya menambah jalan sepanjang 18,57 km, apabila ini tidak ditindaklanjuti maka mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi didaerah ini. Demikian juga dengan pemeliharaan jaringan jalan yang ada harus dianggarkan lebih besar lagi sebab jumlah jaringan jalan yang rusak sangat besar, hal ini bila dibiarkan akan menggangu akses ke sentra ekonomi. Kota Tanjungbalai Posisi Kota Tanjungbalai berada di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara pada ketinggian 0-3 m di atas permukaan laut dengan kondisi wilayah relatif datar. Kota Tanjungbalai secara administratif terdiri dari 5 Kecamatan, 19 Desa dan 11 Kelurahan dengan luas wilayah Kota Tanjungbalai 60,52 km². Kegiatan ekonomi yang menonjol di Kota Tanjungbalai adalah perikanan. Uniknya, Tanjungbalai sebagai kota yang tidak punya laut mampu menghasilkan ikan puluhan ribu ton tiap tahunnya. Produksi perikanan mencapai 49.492 ton per tahun. Pelabuhan Teluk Nibung merupakan pelabuhan penyeberangan yang menjadi alternatif jalur perdagangan bagi daerah Sumatera Utara yang sulit menjangkau pelabuhan Belawan, hal ini dikarenakan Teluk Nibung lebih dekat ke Singapura dan Malaysia.

Pemerintah harus memberikan perhatian terhadap penambahan panjang jalan terutama diprioritaskan menghubungkan daerah yang memiliki potensi ekonomi besar agar potensi ekonomi daerah tersebut tidak terhambat, dan pemeliharaan jalan yang sudah ada agar lebih di intensifkan agar panjang jalan yang rusak tidak bertambah besar. Kabupaten Asahan Kabupaten ini secara administratif terdiri dari 20 Kecamatan, 237 desa, 34 kelurahan. Luas wilayahnya 4.624,41 km² dengan jumlah penduduk 990.230 jiwa. Kabupaten Asahan merupakan sentra perkebunan di Provinsi Sumatera Utara dengan komoditi perkebunan penting yang dihasilkan di Kabupaten Asahan adalah karet, kelapa sawit, kakao, kelapa. Pengusahaan perkebunan ini dilakukan oleh rakyat, Badan Usaha Milik Negara (PTPN) dan swasta. Pengolahan minyak goreng dan oleokimia dipilih sebagai bidang usaha yang layak dikembangkan karena di wilayah Kabupaten Asahan terdapat banyak kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Wilayah Kabupaten Asahan menghadap Selat Malaka dan berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Pelabuhan Bagan Asahan terletak di muara Sungai Asahan Kecamatan Tanjungbalai yang saat ini belum dioperasionalkan.

Panjang jaringan jalan di Kota Tanjungbalai pada tahun 2008 mencapai 307.79 km. Kondisi jalan di daerah ini pada tahun 2008 terdiri dari : 52,62% kondisi baik ; 36,28% kondisi sedang; 9,56% kondisi rusak dan 1,53% kondisi rusak berat. Dilihat dari kondisi tersebut terlihat persentase kondisi jalan yang baik dan sedang sangat besar. Pemeliharaan jaringan jalan sudah baik, tapi pengembangan jaringan jalan sangat buruk sebab periode tahun 2007 – 2008 tidak ada penambahan panjang jalan, ini sangat disayangkan karena Kota Tanjung Balai mempunyai pelabuhan yang kegiatan ekspor dan impor sangat tinggi. Jadi Pemerintah Kota Tanjung Balai harus agresif menambah jaringan jalan, jika tidak kegiatan ekspor dan import akan terganggu.

Pada dasarnya Kabupaten Asahan memiliki potensi yang cukup besar bagi pengembangan pariwisata. Daerah ini didominasi sejumlah obyek wisata alam yang memiliki daya tarik tersendiri antara lain : Wisata alam arung jeram di hulu Sungai Asahan, Wisata alam air terjun Simonang-monang di Kecamatan Bandar Pulau.

Kabupaten Labuhan Batu Kabupaten Labuhan Batu dengan ibukota Rantau Prapat secara administrasi terdiri dari 22 Kecamatan 209 Desa, 33 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Labuhan 9.323,18 Km² dengan jumlah penduduk 857.692 jiwa. Bidang usaha yang mendapat prioritas Pemerintah Daerah untuk dikembangkan mencakup 4 sektor yaitu sektor pertanian, sektor perikanan, sektor perkebunan dan sektor industri. Potensi perkembangan karet di Labuhan Batu termasuk luas dengan hasil yang beragam baik jumlah maupun mutunya. Nilai tambah ini akan didapat jika di daerah Labuhan Batu dibangun suatu industri pengolahan lateks menjadi bahan yang siap pakai. Luasnya perkebunan kelapa sawit dan

Panjang jaringan jalan di Kabupaten Asahan pada tahun 2008 mencapai 1,885.35 km. Kondisi jalan di daerah ini pada tahun 2008 terdiri dari : 41,94% kondisi baik; 6,50% kondisi sedang; 45,57% kondisi rusak dan 5,99% kondisi rusak berat. Dilihat dari kondisi tersebut terlihat persentase kondisi jalan yang rusak dan rusak berat lebih dari 50%. Maka pengembangan jalan di Kabupaten Asahan belum berjalan dengan baik, memerlukan peningkatan dalam kualitas dan panjang jalan. Pemerintah Kabupaten Asahan harus aggresif terhadap penambahan panjang jalan sebab antara

257


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

produksi kelapa sawit yang cukup besar merupakan potensi bahan baku industri pengolahan CPO di daerah ini.

dan negara (ekspor), d) Tumbuhnya aktifitas ekonomi dan objek wisata, membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk membuka usaha dan bekerja sehingga pengangguran dan urbanisasi dapat diminimalisir, roda perekonomian berjalan serta kesejateraan akan semakin meningkat, e) Bagi Kabupaten dan Kota yang mempunyai lahan yang memadai serta didukung berbagai aspek akan membangun kawasan-kawasan industri, f) Pengembangan jalan berpeluang mengurangi beban jalan lintas Sumatera, sehingga akan mengurangi kerusakan jalan, g) Meningkatkan kelas jalan yang sudah ada menjadi lebih tinggi atau baik.

Panjang jaringan jalan di Kabupaten Labuhan Batu pada tahun 2008 mencapai 2,585.75 km. Kondisi jalan di daerah ini pada tahun 2008 terdiri dari : 41,11% kondisi baik; 4,67% kondisi sedang; dan 54,22% kondisi rusak. Dilihat dari kondisi tersebut terlihat persentase kondisi jalan yang rusak dan rusak berat lebih dari 50%. Maka pengembangan jalan di Kabupaten Labuhan Batu belum berjalan dengan baik, memerlukan peningkatan dalam kualitas dan volume panjang jalan. Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu harus agresif terhadap penambahan panjang jalan sebab periode tahun 2007 – 2008 hanya menambah sepanjang 45,32 km, apabila ini tidak ditindaklanjuti maka mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi didaerah ini. Demikian juga dengan pemeliharaan jaringan jalan yang ada harus dianggarkan lebih besar lagi sebab jumlah jaringan jalan yang rusak sangat besar, hal ini bila dibiarkan akan menggangu akses ke sentra ekonomi.

Untuk itu perlu dilakukan berbagai langkah strategi spasial untuk pengembangan jaringan jalan pada Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara dengan esensi, sebagai berikut: 1) Pengembangan jaringan jalan diprioritaskan yang dapat menghubungkan dan mendukung percepatan pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru maupun lama, selain itu kawasan andalan yang berupa kawasan industri diharapkan dapat menghubungkan daerah pengembangan dengan daerah tertinggal; 2) Perlu pengembangan jalan interkoneksi yang mendukung pertumbuhan pengangkutan barang dan jasa, seperti jalan yang menghubungkan stasiun kereta api, bandar udara dan pelabuhan kapal laut; 3) Mengupayakan sumber pembiayaan pengembangan infrastruktur jalan dari sumber lain selain APBD/APBN dengan cara melibatkan pihak swasta dalam hal ini perkebunan yang banyak dijumpai di sekitar wilayah tersebut; 4) Pemerintah dapat menjadikan isu-isu program pengembangan jalan untuk promosi kepada investor melalui upaya menciptakan iklim bisnis yang kondusif sehingga tertarik untuk berinvestasi di daerah ini; dan 5) Perlu optimalisasi pemanfaatan prasarana pelabuhan laut untuk kegiatan eksporimpor barang baik lokal maupun antar negara.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka pengembangan jalan di Kawasan Pantai Timur mempunyai kelebihan dan kekurangan, antara lain sebagai berikut : 1) Pengembangan jalan mempunyai kelebihan atau kekuatan yang meliputi : a) Pengembangan jalan akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitarnya, b) Mempermudah aksesbilitas dalam pengiriman barang dan jasa baik antar kota, pulau, provinsi maupun antar negara, c) Beberapa fasilitas penyokong perekonomian yang ada di berbagai Kota dan Kabupaten dapat dimanfaatkan secara optimal, yaitu: sarana pelabuhan laut dan bandara udara, d) Ruas jalan yang baik akan mendukung peningkatan pengembangan objek wisata dan sentra ekonomi khususnya yang berada di sekitar pinggiran Pantai Timur Sumatera Utara, e) Secara umum jaringan jalan di seluruh Kota dan Kabupaten di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara telah ada dengan klasifikasi kelas III ke bawah sehingga biaya peningkatan jalan dapat dikurangi, dibandingkan jika harus membuka jalan baru; 2) Pengembangan jalan mempunyai kelemahan, sebagai berikut : a) Pengembangan jaringan jalan akan membutuhkan biaya peningkatan atau pemeliharaan yang relatif besar, b) Anggaran biaya peningkatan infrastruktur jalan pemerintah sangat terbatas; 3) Pengembangan jalan berpeluang, sebagai berikut : a) Mempercepat pertumbuhan perekonomian suatu daerah, b) Menarik minat investor untuk berinvestasi di daerah karena biaya operasional dapat diefisiensikan semaksimal mungkin, c) Mobilisasi dan pengiriman barang atau jasa dapat lebih cepat antar kota, pulau

KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengembangan jalan di Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Labuhan Batu dan Kota Tanjung Balai memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi yang tinggi, oleh karena itu harus segera dilakukan. jika tidak akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut menurun. Karenanya perlu peningkatan sarana dan prasarana pendukung agar aksesibilitas ekonomi menjadi lebih baik , yaitu dengan pembangunan jalan dan jembatan, peningkatan dan rehabilitasi jalan kabupaten, peningkatan dan pembangunan jalan desa dan pembangunan jalan arteri yang menghubungkan antar kecamatan dan antar kabupaten. Untuk itu perlu di upayakan sumber pembiayaan pengembangan infrastruktur jalan dari sumber lain selain APBD/APBN dengan

258


Sinaga, A.P. dan Edyasa H., Analisis Potensi Pengembangan Jalan Kawasan Pantai Timur Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Di Sumatera Utara

melibatkan pihak swasta yaitu perkebunan yang banyak dijumpai di sekitar wilayah tersebut

REKOMENDASI Penelitian ini merekomendasikan pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih serius terhadap pembangunan jalan di kawasan pantai timur Sumatera Utara yang akan menunjang keberlangsungan roda perekonomian di Sumatera Utara.

DAFTAR PUSTAKA Clarkson, H. dan R, Oglesby. dan Gary, Hicks. 1999. Teknik Jalan Raya. Jakarta: Erlangga. D, Setijowarno. dan R. B. Frazila. 2001. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta: Unika Soegijapranata. Edward K. Morlok. 1978. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga. Gallion, Arthur B. dan Eisner, Simon. 1992. Pengantar Perancangan Kota. Jakarta: Erlangga. Hobbs, FD. 1995. Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas. Yogyakarta: Universitas Gajahmada. Santoso, Idwan. 1996. Manajemen Transportasi Perkotaan. Bandung: Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat ITB bekerja sama dengan KBK Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik Sipil ITB.

259


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Upaya Mengatasi Kemacetan Jalan Medan-Brastagi Di Sumatera Utara (Efforts to Overcome Congestion Road Medan – Brastagi in North Sumatra) Sahat Christian Simanjuntak*, Mettis Surbakti** *Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Telp.(061) 7866225 Fax.(061) 7366248 sahat_christians@yahoo.co.id **Universitas Sumatera Utara Naskah masuk : 15 Juli 2011; Naskah diterima :28 Agustus 2011 ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang upaya mengatasi kemacetan Jalan Medan - Brastagi di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Juni sampai dengan September 2010. Dari hasil penelitian ini bisa disimpulkan bahwa terdapat 11 (sebelas) titik kemacetan dengan faktor penyebab kemacetan tersebut adalah kondisi sarana dan prasarana jalan, perilaku dari pengemudi serta dimensi dan karakteristik kenderaan. Tanpa mengabaikan sebab perilaku pengemudi, upaya baru ditujukan kepada kondisi sarana prasarana dan karakteristik kendaraan, yaitu pemilihan 3 (tiga) jalur alternatif, perbaikan sistem manajemen pemeliharaan jalan melalui koordinasi pemangku kebijakan infrastruktur serta “reinforcement� Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 551/501/K/2008 tentang pelarangan kenderaan truk yang melebihi 2 (dua) sumbu pengangkut barang yang melintas pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur mulai pukul 06.00 wib sampai dengan pukul 20.00 wib. Kata kunci: Kemacetan, Kapasitas Jalan, Biaya Operasional Kenderaan ABSTRACT The research on efforts to overcome the heavy traffic of Medan - Brastagi roads in North Sumatra have been done. This Research is carried out during 3 (three) months from June to September 2010. From the results point of view, this study can be concluded that there are 11 (eleven) point factors which causing road congestion, which belong to the condition of road infrastructure, the behavior of the driver as well as the dimensions and characteristics of vehicles. Without ignoring the driver behaviour, the effort just dedicated to overcome the infrastructure problem and the vehicle characterization, for example the selection of 3 (three) alternative routes, improvement of road maintenance management system through the coordination of infrastructure and implementation of policy makers and reinforcement on North Sumatra Governor about The Regulation No. 551/501/K/2008 which prohibit of truck vehicles that exceed 2 (two) axis, passing on Saturday, Sunday and public holidays from 06.00 pm until 20:00 pm. Keywords : Congestion, Capacity Roads, Vehicle Operating Costs

pengembangan wilayah. Menurunnya kualitas pelayanan prasarana jalan yang ada di jalur-jalur ekonomi tersebut disebabkan jumlah volume kenderaan yang lewat tidak sebanding dengan panjang jalan yang ada (Arief Budiarto, 1998).

PENDAHULUAN Belum optimalnya kualitas pelayanan prasarana jalan saat ini, ditandai dengan banyaknya kondisi jalan rusak di jalur ekonomi sehingga menyebabkan keterbatasan akses dari pusat-pusat produksi ke daerah pemasaran, outlet maupun ke perkotaan dan jalan lintas yang ada belum optimal mendukung

Kondisi ini juga dihadapi Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi

260


Simanjuntak, S.C. dan Mettis S., Upaya Mengatasi Kemacetan Jalan Medan-Brastagi Di Sumatera Utara

Bertitik tolak dari permasalahan diatas, tulisan ini merupakan penelitian tentang �Upaya Mengatasi Kemacetan Jalan Medan - Brastagi di Sumatera Utara�. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimana upaya mengatasi kemacetan Jalan Medan - Brastagi.

wilayah barat, dimana jalan-jalan yang ada selama ini masih sangat rendah pertumbuhannya. Selama periode tahun 2003-2009, jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara hanya mengalami peningkatan dari 33.561,780 Km menjadi 33.963,18 Km. Untuk jalan provinsi mengalami peningkatan masing-masing 2.098,050 Km dan 2.572,500 Km, sedangkan jalan kabupaten/kota mengalami peningkatan dari 28.711,319 Km menjadi 32.115,92 Km (BPS Sumatera Utara 2010) (BPS, 2010).

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian bertempat di Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, dengan waktu penelitian yang berlangsung selama 4 (empat) bulan terhitung dari bulan Juni sampai dengan September 2010.

Keadaan ini terjadi pada jalan Medan - Brastagi yang akhir-akhir ini mengalami peningkatan kendaraan yang cukup tinggi terutama pada saat hari-hari libur. Jalan Medan - Brastagi merupakan jalan distribusi yang menghubungkan Kota Medan dengan Kabupaten Karo sebagai pusat pertanian daerah, serta merupakan jalan yang menghubungkan dengan daerah Kabupaten lainnya di daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Permasalahan lainnya untuk pelebaran Jalan Medan - Brastagi memerlukan dana yang cukup tinggi, disebabkan kondisi jalan yang berada di pinggiran tebing-tebing dan jurang.

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara pencatatan dokumen untuk data sekunder dan survey untuk data primer (Budi D. Sinulingga, 1999; Dirjen Bina Marga, 1990). Data primer yang diambil adalah jumlah dan jenis kendaraan yang lewat, lebar jalan, lokasi kemacetan dan kuesioner terhadap pengguna jalan dan penduduk. Sedangkan data sekunder yang diambil meliputi, peta jaringan jalan, panjang jalan, kondisi permukaan jalan.

Kemacetan lalu lintas terjadi bila ditinjau dari tingkat pelayanan jalan yaitu pada kondisi lalulintas mulai tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan kebebasan bergerak relatif kecil. Pada kondisi ini nisbah volume-kapasitas lebih besar atau sama dengan 0,80 V C > 0,80. Jika tingkat pelayanan sudah mencapai E, aliran lalulintas menjadi tidak stabil sehingga terjadilah tundaan berat yang disebut dengan kemacetan lalulintas (E. K. Morlok, 1998; Dirjen Bina Marga, 1997). Kemacetan mulai terjadi jika arus lalulintas mendekati besaran kapasitas jalan. Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain. Kemacetan total terjadi apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak sangat lambat (Ofyar Z. Tanim, 2000).

Teknik Penyajian Data Kedua jenis data kemudian ditabulasi sesuai dengan kebutuhan jenis analisis yang akan dilakukan. Tabulasi kemudian di analisis secara deskriptif untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa terjadi kemacetan pada jalan Medan - Brastagi untuk memperoleh alternatif penyelesaian masalah.

HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN

DAN

Faktor-faktor penyebab kemacetan Jalan Medan – Brastagi dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Kemacetan terkait skala waktu: (a) temporer (tidak tetap), hanya terjadi pada beberapa keadaan tertentu, misalnya: terjadi kecelakaan lalu lintas, badan jalan longsor, mobil mogok di badan jalan, mobil terguling, dan angkutan berat yang bergerak lambat; (b) Tetap, yaitu beberapa titik yang selalu menimbulkan potensi kemacetan akibat hambatan samping (side friction), misalnya: kegiatan pasar pekanan untuk waktu 1 minggu sekali, contohnya: Pasar Sibolangit; kegiatan pasar, contohnya: Pasar Pancurbatu;, kegiatan wisata, contohnya: objek wisata Simbahe, Mickey Holiday; kegiatan sosial, contohnya: sekolah, tempat ibadah, dan sarana budaya; kegiatan bisnis dan perdagangan, contohnya pada daerah Peceren; 2) Kemacetan yang diakibatkan oleh faktor sarana dan prasarana jalan, lingkungan dan manusia: (a) kendaraan: terkait dengan kecepatan kendaraan serta dimensi

Lalulintas tergantung kepada kapasitas jalan, banyaknya lalulintas yang ingin bergerak tetapi kalau kapasitas jalan tidak bisa menampung maka lalulintas yang ada akan terhambat dan akan mengalir sesuai dengan kapasitas jaringan jalan maksimum (Budi D. Sinulingga,1999). Jadi faktor yang mempengaruhi kemacetan adalah besarnya volume arus lalulintas dan besarnya kapasitas jalan yang dilalui. Beberapa permasalahan yang ada dalam penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor penyebab kemacetan Jalan Medan – Brastagi, titiktitik yang mengalami kemacetan, dampak kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan Jalan Medan – Brastagi, serta bagaimana cara mengatasi kemacetan Jalan Medan - Brastagi tersebut.

261


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

kendaraan; (b) jalan, terkait dengan lebar jalan, perkerasan, dan alinyemen khususnya di tikungan; (c) Lingkungan dan manusia: terkait dengan perilaku berkendara dan pejalan kaki.

terdapat kendaraan yang rusak, sehingga menutupi badan jalan yang sempit dan menimbulkan kemacetan; 13) pada beberapa kondisi terdapat kendaraan bermuatan berat yang memiliki kecepatan rendah, menghambat laju kendaraan lain di belakangnya sehingga menimbulkan potensi kemacetan; 14) pada titik-titik tertentu terdapat aktivitas kegiatan ekonomi dan perdagangan, contohnya di daerah Peceren, pada ruas jalan sering sibuk dan berpotensi menimbulkan kemacetan; 15) pada titik-titik tertentu terdapat perkerasan jalan yang rusak akibat pengerjaan konstruksi yang kurang baik, hal ini juga turut mempengaruhi kelancaran lalu lintas.

Adapun beberapa titik kemacetan di Jalan Medan Brastagi seperti terlihat pada tabel 1., antara lain: 1) jalur perbatasan terdapat persimpangan yang sering mengalami kemacetan, terutama diakibatkan oleh pergerakan angkutan umum; 2) jalur sekitar kawasan Pasar Pancur Batu, terdapat hambatan samping berupa parkir angkutan umum dan kendaraan pribadi di pinggir jalan; 3) beberapa bahu jalan terdapat kerusakan akibat longsor; 4) pada jalur di kawasan Pasar Sibolangit terjadi kemacetan akibat hambatan samping dari kegiatan pasar seperti menaik-turunkan barang yang dilakukan di pinggir jalan serta angkutan umum yang berhenti sementara lebar jalan tidak memadai; 5) pada ruas jalan jembatan di kawasan objek wisata Simbahe yang sedang mengalami perbaikan sehingga mengurangi kapasitas ruas jalan. Jembatan yang biasanya terdiri dari 2 jalur, sementara ini hanya dapat digunakan 1 jalur secara bergantian; 6) pada ruas jalan jembatan di kawasan objek wisata Simbahe yang sedang mengalami perbaikan sehingga mengurangi kapasitas ruas jalan. Jembatan yang biasanya terdiri dari 2 jalur, sementara ini hanya dapat digunakan 1 jalur secara bergantian ; 7) kemacetan pada jalur sepanjang objek wisata Simbahe akibat hambatan samping yang ditimbulkan akibat aktifitas di sekitar kawasan objek wisata; 8) kawasan wisata Green Hill merupakan salah satu kawasan terbesar berpotensi macet mulai dari kawasan Sibolangit; 9) jalur alternatif simpang Bukum Bandar baru kerap mengalami kemacetan akibat ruas jalan yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk; 10) hambatan samping pada simpang Dolat Rakyat akibat parkir kendaraan angkutan umum dan alinyemen yang kurang baik; 11) pada beberapa titik tikungan terjadi antrian kendaraan disebabkan kurang lebarnya badan jalan; 12) pada beberapa kondisi

Dampak negatif kemacetan Jalan Medan - Brastagi sama halnya dengan kemacetan pada umumnya yang selalu terkait dengan masalah waktu seperti terlihat Tabel 2. Biaya perjalanan dan psikologis pengguna jalan sehingga pada akhirnya mempengaruhi kegiatan ekonomi. Kemacetan yang timbul mengakibatkan antrian kendaraan, meningkatnya volume kendaraan di ruas jalan yang pada akhirnya menurunkan kecepatan waktu tempuh, menambah besar biaya perjalanan dan menimbulkan stres terhadap pengguna jalan. Jika berbicara mengenai kemacetan tentunya tidak terlepas dari perhitungan biaya operasional kendaraan yang biasa disebut dengan istilah BOK.

Perhitungan BOK terdiri atas dua komponen yakni perhitungan biaya tetap (standing cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tidak tetap meliputi biaya konsumsi bahan bakar, biaya konsumsi oli, biaya konsumsi suku cadang, biaya upah tenaga pemeliharaan dan lain-lain. Biaya konsumsi bahan bakar terkait dengan besarnya variabel kecepatan rata-rata lalu lintas, percepatan rata-rata kendaraan, simpangan baku percepatan yang memuat faktor volume lalu lintas, serta tanjakan dan turunan ruas jalan.

Tabel 1. Lokasi Titik-titik Utama Kemacetan Jalan Medan – Brastagi LOKASI WAKTU TERJADI LAMA WAKTU KEMACETAN KEMACETAN Pada peak hour ¹ 2 jam pada jamKM 14,5 jam puncak Perbatasan Kota Medan (Jam puncak) - Kab. Deli Serdang KM 17 (Pasar Pancurbatu)

Saat terjadi kegiatan pasar

Pagi hingga sore hari

KM 25

Saat longsor/perbaikan

Sepanjang hari

PENYEBAB KEMACETAN Hambatan samping dari angkutan umum dan parkir kendaraan di tepi jalan Hambatan samping dari kegiatan pasar dan antrian kendaraan yang parker disekitar pasar Bahu jalan longsor

KM 34,5 Objek Wisata Sembahe

Hari Sabtu, Minggu dan hari libur

Sepanjang hari dari pagi hingga sore

Perbaikan Jembatan dan kegiatan wisata

262


Simanjuntak, S.C. dan Mettis S., Upaya Mengatasi Kemacetan Jalan Medan-Brastagi Di Sumatera Utara

KM 39,7 Pasar Sibolangit KM 45 Objek Wisata Green Hill Sibolangit KM 48 Simpang Bukum Bandar Baru KM 51 Tikungan di daerah Bakaran Jagung KM 52 Objek Wisata Bakaran Jagung KM 64 Simpang Dolat Rakyat

Pada jadwal hari Pekanan Hari Sabtu, Minggu dan libur nacional

Pagi sampai sore Pagi sampai sore

Pada jam puncak (Jam-jam tertentu pagi, siang, sore) Hari Sabtu, Minggu dan libur nacional

Beberapa jam puncak

Hari Sabtu, Minggu dan libur nacional

Sepanjang hari, pagi, sore, dan petang Beberapa jam puncak

Pada jam puncak (Jam-jam tertentu pagi, siang, sore)

Siang hari dan pada KM 68 hari-hari libur Jalur di kawasan Peceren Sumber : Hasil Survey Konsultan

Sepanjang hari

Sepanjang hari

Side friction akibat kegiatan pasar Side friction aktivitas pengunjung dan warga sekitar Side friction pemukiman penduduk Antrian di tikungan akibat lebar jalan tidak memadai Side friction dari parkir kendaraan dan alinyemen terjal Side friction akibat angkutan umum yang menunggu penumpang di tepi jalan Kegiatan bisnis dan perdagangan

Tabel 2. Perbandingan Waktu Tempuh Hari Biasa dan Hari Libur untuk Jalan Medan – Brastagi Perbandingan lama waktu tempuh (menit) Kegiatan Perjalanan (dari-ke) Hari Biasa (Hari Kerja) Hari Libur 1. Batas kota Medan – Awal pajak Pancurbatu 12 menit (*) 20 menit (*) 2. Awal Pajak Pancurbatu – Titik keluar pajak 15 menit (**) 20 menit (**) 3. Pajak Pancurbatu – Sembahe 20 menit (*) > 30 menit (*) 4. Sembahe – Pajak Sibolangit 10 menit (*) > 20 menit (*) 5. Pajak Sibolangit – Hillpark 5 menit > 15 menit (**) 6. Hillpark – Taman Hutan Bukit Barisan 20 menit (*) > 30 menit (**) 7. Taman Hutan B. Barisan – Bakaran Jagung 10 menit > 20 menit (*) 8. Bakaran Jagung – Simpang Sidebuk-debuk 10 menit > 15 menit (*) 9. Simpang Sidebuk-debuk – Mickey Holliday 15 menit > 25 menit (**) 10. Mickey Holliday – Kawasan Peceren 5 menit > 10 menit (*) 11. Kawasan Peceren – Kota Brastagi 3 menit > 5 menit (*) Sumber : Hasil Survei Peneliti Keterangan : (*) : Kondisi Arus Lalu Lintas Macet (**) : Kondisi Arus Lalu Lintas Macet Total Dampak lain kemacetan adalah terkait dengan perilaku pengendara. Akibat dari kemacetan sangat mempengaruhi emosi pengguna jalan akibat penat dan tidak sabar menunggu antrian kendaraan dan pada akhirnya berpengaruh pada pengambilan keputusan mengemudi.

Deli Serdang; (b) Jalur alternatif jalan Deli Tua – Namurambe – Simbahe, karena kondisi jalan yang ada sekarang, memiliki lebar perkerasan lebih kurang 3 meter dengan kondisi perkerasan cukup baik, hanya di sebagian titik terdapat kerusakan, khususnya di daerah obyek wisata Namurambe, sebagai akibat dari aktivitas angkutan berat yang mengangkut material galian C. Jalan ini memiliki alinyemen cukup terjal dan berkelok-kelok. Meskipun cukup sempit, tapi ruas jalan ini masih memungkinkan kendaraan untuk berselisih; (c) jalur alternatif Jalan Deli Tua – Namurambe – Simbahe, karena kondisi jalan ini memiliki lebar perkerasan lebih kurang 3 meter dengan kondisi perkerasan cukup baik, hanya di sebagian titik terdapat kerusakan, khususnya di daerah obyek wisata Namurambe, sebagai akibat dari aktivitas angkutan berat yang mengangkut material galian C. Jalan ini

Berdasarkan faktor penyebab dan titik-titik lokasi yang berpotensi menimbulkan kemacetan, perlu dibuat beberapa cara mengatasi kemacetan Jalan Medan - Brastagi sebagai berikut : 1) Pemilihan jalur alternatif, yaitu; (a) Jalur alternatif Jalan Pancurbatu – Namurambe, karena di kawasan Pasar Pancur Batu terdapat jalan penghubung dari dan menuju Namurambe sehingga dapat juga digunakan sebagai jalan alternatif bagi penduduk Namurambe untuk perjalanan ke Pancur Batu tanpa harus melewati jalur Perbatasan Kota Medan – Kabupaten

263


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

tata ruang dan wilayah, melalui perencanaan, studi kelayakan dan analisa dampak lingkungan yang nantinya dapat melibatkan seluruh stake holder dalam penanganan jalan tersebut; b) perbaikan sistem manajemen pemeliharaan jalan dengan menjalin koordinasi antar stake holder yang terlibat dalam perbaikan infrastruktur baik pusat maupun daerah; c) Penguatan kembali Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 551/501/K/2008 tertanggal 30 Desember 2008 tentang pelarangan operasi kendaraan truk yang melebihi 2 (dua) sumbu pada siang hari pada hari Sabtu, Minggu, dan libur nasional di ruas Jalan Medan – Brastagi mulai pukul 06.00 wib sampai dengan pukul 20.00 wib.

memiliki alinyemen cukup terjal dan berkelokkelok. Meskipun cukup sempit, tapi ruas jalan ini masih memungkinkan kendaraan untuk berselisih; (d) jalur alternatif Jalan Kampung Bukum - Panen – Sibiru – Delitua, karena jalan ini menghubungkan Kampung Bukum - Penen - Sibiru-biru - Deli Tua. Kondisi jalan memiliki alinyemen yang cukup ekstrim dengan lebar perkerasan ± 2,5 meter. Jalur alternatif ini digunakan untuk menghindari kemacetan di titik Pasar Pancurbatu dan Simbahe. Pemilihan jalur alternatif ini haruslah mempertimbangkan tata ruang dan wilayah, melalui perencanaan, studi kelayakan dan analisa dampak lingkungan yang nantinya dapat melibatkan seluruh stake holder dalam penanganan jalan tersebut; 2) Pembuatan kebijakan pengelolaan pasar yang komprehensif terkait hubungannya dengan lalu lintas; 3) Perbaikan sistem manajemen pemeliharaan jalan dengan menjalin koordinasi antar stake holder yang terlibat dalam perbaikan infrastruktur baik pusat maupun daerah; 4) Adanya Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 551/501/K/2008 tertanggal 30 Desember 2008 tentang pelarangan operasi kendaraan truk yang melebihi 2 (dua) sumbu pada siang hari pada hari Sabtu, Minggu, dan libur nasional di ruas Jalan Medan – Brastagi mulai pukul 06.00 wib sampai dengan pukul 20.00 wib.

REKOMENDASI Penelitian ini merekomendasikan kepada pemerintah daerah beberapa alternatif pemecahan masalah kemacetan jalan Medan-Brastagi. Terutama penguatan kembali Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 551/501/K/2008 tanggal 30 Desember 2008.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2010. Sumatera Utara Dalam Angka 2010.

KESIMPULAN

Budiarto, Arief. 1998. Pengaruh Bottleneck Terhadap Karakteristik Lalu-lintas. Tesis Institut Teknologi Bandung. Bandung: ITB.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab kemacetan Jalan Medan – Brastagi antara lain faktor sarana dan prasarana jalan, perilaku berkendara serta dimensi dan karakteristik kendaraan. Terdapat 11 (sebelas) titik rawan terjadinya kemacetan Jalan Medan – Brastagi, antara lain: a) Simpang jalan Jamin Ginting – Medan Tuntungan (Km 14,5); b) Pasar Pancurbatu (Km 17); c) Objek wisata Sembahe/jembatan rusak (Km 34.5); c) Objek wisata Green Hill – Sibolangit (Km 45); d) Pasar Sibolangit (Km 39,7); e) Objek Wisata Bakaran Jagung (Km 52); f) Lajur di sepanjang kawasan (Km 51); g) Perusahaan Air Minum Aqua (Km 48); h) Di beberapa tanjakan ekstrim di Kawasan Taman Hutan Bukit Barisan (Km 57); i) Simpang Dolat Rakyat (Km 64); j) Objek wisata Mickey Holiday (Km 67); dan k) Kawasan Peceren (Km 68).

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997. Jakarta. Morlok, E.K. 1998. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Jakarta: Erlangga. Sinulingga, Budi D. 1999. Pembangunan KotaTinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Tamin, Ofyar Z. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung: Jurusan Teknik Sipil ITB. Dirjen Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota. 1990. Panduan Survey dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu-lintas No.001/T/BNKT/1990

Dampak kerugian akibat kemacetan Jalan Medan Brastagi antara lain: a) bertambahnya waktu perjalanan; b) meningkatnya biaya operasional kenderaaan; c) psikologis pengguna jalan, seperti stress dan keletihan; d) polusi gas buang kenderaan dan polusi suara (kebisingan). Cara mengatasi masalah kemacetan Jalan Medan - Brastagi berdasarkan skala prioritas, yaitu: a) pemilihan 3 (tiga) jalur alternatif haruslah mempertimbangkan

Dirjen Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota. 1990. Tata Cara Pelaksanaan Survey dan Perhitungan Lalu-lintas Cara manual Nomor : 016/T/BNKT/1990.

264


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Kehidupan Ekonomi dan Pelayanan Publik bagi Masyarakat di Sumatera Utara (Impact of Expansion on Regional Economic Life and Public Services For The Poor In North Sumatra) Silvia Darina*, Faizal Eriza**, Marlon Sihombing** *Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara silvia.darina@gmail.com **FISP-Universitas Sumatera Utara Naskah masuk : 20 Juli 2011; Naskah diterima :24 Agustus 2011

ABSTRAK Efektivitas pemekaran diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai dampak pemekaran wilayah terhadap kehidupan sosial ekonomi daerah, kualitas pelayanan publik serta tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di daerah sebagaimana cita-cita pemekaran wilayah itu sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian mengenai dampak pemekaran daerah terhadap kehidupan sosial ekonomi dan pelayanan publik (public service) bagi masyarakat di Sumatera Utara dan Upaya-upaya yang dilakukan daerah pemekaran dalam peningkatan kehidupan ekonomi dan kualitas pelayanan publik di daerah pemekaran di Sumatera Utara. Secara Umum terjadi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan dalam bidang ekonomi pasca pemekaran di daerah otonom baru ini dapat dilihat dari PDRB, pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan sarana prasarana yang meningkat dari sebelum dan setelah pemekaran. Secara umum terdapat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, perizinan dan fasilitas umum seiring dengan semakin ditambahnya personil pegawai dan sarana dan prasarana pelayanan publik. Namun hanya Kabupaten Serdang Bedagai yang membuat terobosan baru dalam perbaikan kualitas pelayanan publik dengan pelayanan terpadu satu atap, sedangkan daerah lainnya masih menggunakan metode pelayanan konvensional. Perlu dilakukannya sosialisasi dan transparansi program pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing untuk mewujudkan pembangunan yang partisipatif dan pengetatan Mekanisme pemekaran daerah dan mengevaluasi kinerja daerah pemekaran Kata Kunci : Dampak, Pemekaran, ekonomi, Pelayanan Publik, Masyarakat, Daerah ABSTRACT The effect of the new region is expected to provide an overview of the regional growth impacts on the social life of the local economy, quality of public services and the level of progress and prosperity in the region as the ideal division of the territory itself. Based on this background, it is deemed necessary to conduct a study on the impact of area of socio-economic life and public services (public service) for people in North Sumatra and the efforts made in improving the lives of regional economic expansion and quality of local public services division in North Sumatra. Generally an increase in welfare and economic progress in the field of postexpansion in the new autonomous regions can be seen from the GDP, economic growth and increased availability of infrastructure facilities before and after separation. In general there is an increase in the quality of public services such as health, education, licensing and public facilities along with the ditambahnya personnel and employees of public service facilities and infrastructure. But only Serdang Bedagai makes new inroads in improving the quality of public services with integrated one-stop service, while other areas are still using the conventional service methods. Keep doing socialization and transparency of government programs to 265


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

increase community participation in regional development in accordance with the role and functions of each to realize participatory development and regional expansion and the tightening mechanism to evaluate the performance of the division Key Word : Impact, Expansion, Economy, Public Service, Community, Regional.

Akan tetapi, dalam perkembangan pemekaran daerah ini, isu-isu perselisihan ataupun konflik baik mengenai tapal batas, pemanfaatan sumber daya, kerjasama antar daerah sepertinya menjadi masalah yang krusial yang harus dijawab dengan model pendekatan yang tepat. Selain itu ada kecendrungan membuat Peraturan daerah yang ada dibentuk hanya semata-mata menggali pajak dan reribusi daerah sebagai pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih banyak memberatkan masyarakat. Pemekaran pun banyak ditenggarai karena kepentingan politik elitelit tertentu sehingga tujuan utama pemekaran bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mendekatkan pelayanan belum sepenuhnya tercapai.

PENDAHULUAN Pemekaran Wilayah di Prov. Sumatera Utara berlangsung sangat cepat. Kabupaten Mandailing Natal dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Kota Padang Sidempuan dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Humbang Hasundutan dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Samosir dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir. Kabupaten Nias Selatan dimekarkan dari Kabupaten Nias. Sementara itu, Kabupaten Pakpak Barat dimekarkan dari Kabupaten Dairi. Kabupaten Serdang Bedagai dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Batubara dimekarkan dari Kabupaten Asahan. Kabupaten Padang Lawas dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten Padang Lawas Utara dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten Labuhan Batu Utara dimekarkan dari Kabupaten Labuhan Batu. Kabupaten Labuhan Batu Selatan dimekarkan dari Kabupaten Labuhan Batu. Kabupaten Nias Barat dimekarkan dari Kabupaten Nias. Kota Gunung Sitoli dimekarkan dari Kabupaten Nias. Kabupaten Nias Utara dimekarkan dari Kabupaten Nias.

Secara prinsipil terdapat dua hal yang tercantum dalam otonomi yaitu hak dan wewenang untuk mengelola daerah serta tanggung jawab untuk kegagalan dalam memanajemeni daerah. Sementara “daerah” dalam arti local state government adalah pemerintah di daerah yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Secara prinsipil terdapat dua hal yang tercantum dalam otonomi yaitu hak dan wewenang untuk mengelola daerah serta tanggung jawab untuk kegagalan dalam memanajemeni daerah. Sementara “daerah” dalam arti local state government adalah pemerintah di daerah yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.

Pemekaran daerah kabupaten atau kota bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih aspiratif dan lebih peka dengan kebutuhan masyarakat, serta optimalisasi potensi dan sumber daya di daerah untuk sebesar-besarnya meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat serta pemerataan pembangunan. Dalam proses pemekaran Kabupaten/Kota yang telah menjadi daerah otonom baru di Sumatera Utara, tentu tidak terlepas dengan permasalahan mengenai efektivitas pemekaran daerah kabupaten/kota, kualitas pelayanan publik, ataupun konflik dan masalah terutama bagi daerah Kabupaten/Kota hasil pemekaran dengan daerah induknya.

Asas-asas pelayanan publik dalam Surat Keptusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Thaun 1993 tentang pedoman tata laksana pelayanan umum. Pelayanan umum atau pelayanan masyarakat merupakan suatu rangkaian kegiatan terpadu yang mengandung sifat: sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Pelayanan pemerintah kepada masyarakat harus meiliki sendi-sendi tata laksana pelayanan yaitu: Kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisien, ekonomis, keadilan yang merata, dan ketepatan waktu dengan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, fasilitas pelayanan yang mencukupi.

Dengan mengetahui dan mengevaluasi efektivitas pemekaran diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai dampak pemekaran wilayah terhadap kehidupan sosial ekonomi daerah, kualitas pelayanan publik serta tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di daerah sebagaimana cita-cita pemekaran wilayah itu sendiri.

Dalam kajian ini efektivitas peningkatan pelayanan kepada masyarakat akan diukur dari asas-asas pelayanan publik dan jenis/bentuk pelayanan. Menjelaskan dampak pemekaran terhadap kehidupan ekonomi masyarakat di Sumatera Utara, menggambarkan kualitas pelayanan publik di daerah pemekaran di Sumatera Utara dan mengetahui upaya-upaya yang dilakukan daerah 266


Darina dkk, Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Kehidupan Ekonomi dan Pelayanan Publik bagi Masyarakat di Sumatera Utara

pemekaran dalam peningkatan kehidupan ekonomi dan kualitas pelayanan publik di daerah pemekaran di Sumatera Utara.

menyusun data informan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini. Tahap selanjutnya adalah melakukan wawancara mendalam terhadap informan dari daftar yang telah diverifikasi, dengan menggunakan pedoman instrumen yang sudah dipersiapkan oleh Peneliti. Wawancara mendalam dengan informan kunci digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai indikator-indikator yang dipelajari. Responden (informan) untuk wawancara mendalam tersebut dilakukan dengan Pejabat Daerah, Ketua Bappeda dan Stafnya, Kepala atau pejabat Dinas/Badan/Kantor dan staf-stafnya yang terkait, Ketua/Wakil Ketua atau anggota DPRD, serta beberapa elemen Civil Society Organizations (CSOs) dan masyarakat.

METODE PENELITIAN Bentuk penelitian bersifat deskriptif evaluatif, yakni menggambarkan dan mengevaluasi kinerja pemerintah daerah (Kabupaten/Kota) berdasarkan indikator yang telah ditentukan, juga menelusuri lebih mendalam dampak pemekaran daerah terhadap kehidupan ekonomi, kualitas pelayanan publik dan hal-hal lain sesuai dengan temuantemuan yang berkembang di lapangan, terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota yang merupakan daerah otonom baru di Sumatera Utara.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Adapun penelitian ini dilaksanakan di 2 (dua) kabupaten yang merupakan daerah otonom baru, yaitu : Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Samosir.

Secara umum terjadi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan dalam bidang ekonomi pasca pemekaran di daerah otonom baru ini dapat dilihat dari PDRB, pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan sarana prasarana yang meningkat dari sebelum dan setelah pemekaran. Secara umum terdapat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, perizinan dan fasilitas umum seiring dengan semakin ditambahnya personil pegawai dan sarana dan prasarana pelayanan publik. Namun hanya Kabupaten Serdang Bedagai yang membuat terobosan baru dalam perbaikan kualitas pelayanan publik dengan pelayanan terpadu satu atap, sedangkan daerah lainnya masih menggunakan metode pelayanan konvensional

Adapun alasan pemilihan daerah kabupaten/ kota tersebut adalah karena daerah-daerah otonom di atas merupakan daerah otonom baru yang telah berusia kurang lebih 5 tahun, sehingga sudah layak untuk dilakukan evaluasi, selain itu juga mempertimbangkan geografis wilayah seperti pantai timur yang memiliki dataran rendah (Kab. Serdang Bedagai), serta dataran tinggi (Kab. Samosir) yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah PNS/Pejabat yang jumlahnya akan ditetapkan menurut kebutuhan penelitian secara purpossive berdasarkan relevansinya dengan jenis data yang dibutuhkan sesuai dengan indikator pertanyaan yang dibatasi pada aparat Pemerintah Kabupaten yang menjadi sampel lokasi penelitian.

APBD daerah Kabupaten/Kota sebagian besar bersumber dari DAU dan DAK serta dana perimbangan lainnya, pengeluaran terbesar pada umumnya adalah untuk pembiayaan rutin sedangkan pembiayaan pembangunan terutama pelayanan dasar (kesehatan, pendidikan dan fasilitas umum) porsinya lebih kecil, meskipun demikian, terjadi peningkatan PAD di tiap daerah yang nilainya bervariasi.

Selain itu, untuk menjaring penilaian masyarakat tentang permasalahan penelitian ini juga disebarkan kuesioner terhadap masyarakat masing-masing 100 orang responden/Kabupaten. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder terdiri dari dokumen tertulis yang diperoleh dari berbagai instansi terkait yang ada di kedua Kabupaten yakni Pemerintahan Kab. Serdang Bedagai dan Kab. Samosir. Data primer menggunakan metoda triangulasi yang terdiri dari teknik wawancara yang mempergunakan panduan/pedoman wawancara serta penilaian masyarakat melalui kuesioner.

PDRB selama lima tahun terakhir di setiap daerah meningkat cukup signifikan, namun pertumbuhan ekonomi tidak merata di semua daerah pemekaran karena perbedaan potensi sumber daya dan geografis daerah yang berbeda-beda. Daerah pemekaran belum sepenuhnya mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara optimal untuk menambah PAD dan peningakatan kesejahteraan masyarakat serta kemajuan daerahnya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan daerah serta perlunya peningkatan kuantitas dan kualitas SDM aparatur pemerintah daerah.

Pelaksanaan wawancara dilakukan melalui dua tahap yakni wawancara awal dan wawancara mendalam. Wawancara awal dimaksudkan untuk menggali berbagai informasi awal berkaitan dengan data sekunder yang dibutuhkan dan untuk

267


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

No. 1. 2. 3. 4. 5.

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Tabel 1. Pendapat Responden Tentang Kemajuan Perekonomian Daerah Serdang Bedagai Samosir Indikator Jlh Jlh % % Taraf Hidup dan ekonomi yang lebih baik 86 86 62 62 pasca Pemekaran Berkurangnya Angka Kemiskinan 70 70 44 44 Kemudahan berusaha dan Mencari Lapangan 74 74 42 42 Pekerjaan Sarana Infrastruktur Pereknomian (bank, 94 94 60 60 koperasi dll) telah menjangkau masyarakat Kemudahan dan Kelengkapan sarana dan 86 86 40 40 prasarana Transportasi

RataRata % 74 57 58 77 73

Tabel 2. Pendapat Responden Tentang Pemberdayaan Ekonomi di daerah Pemekaran Serdang Bedagai Samosir RataIndikator Rata % Jlh % Jlh % Kebijakan pemberdayaan ekonomi 75 75 56 56 65,5 masyarakat pasca Pemekaran Kemudahan mengakses sumber daya (modal, 71 71 62 62 61,5 bahan baku dan pemasaran) Intervensi dan bantuan pemerintah daerah dalam memberdayakan dan menigkatkan 81 81 65 65 73 kesejahteraan masyarakat Pembinaan dan keberpihakan pemerintah 78 78 59 59 68,5 terhadap usaha kecil dan menengah Pengelolaan Potensi Sumber Daya Daerah 82 82 60 60 71 berjalan Optimal

Secara umum terdapat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, perizinan dan fasilitas umum seiring dengan semakin ditambahnya personil pegawai dan sarana dan prasarana pelayanan publik. Namun hanya Kabupaten Serdang Bedagai yang membuat terobosan baru dalam perbaikan kualitas pelayanan publik dengan pelayanan terpadu satu atap, sedangkan daerah lainnya masih menggunakan metode pelayanan konvensional.

Untuk itu kedepan daerah pemekaran mengusulkan pengangkatan sejumlah PNS dan meningkatkan kualitas SDM aparatur melalui Diklat, Tugas Belajar dan magang. Selain itu beberapa hal penting yang bisa dilakukan adalah: a.

Upaya-upaya yang dilakukan daerah pemekaran dalam peningkatan kehidupan ekonomi dan kualitas pelayanan publik di daerah pemekaran di Sumatera Utara, adalah:

b.

Daerah pemekaran melakukan identifikasi potensi sumberdaya yang adauntuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara optimal untuk menambah PAD dan peningakatan kesejahteraan masyarakat serta kemajuan daerahnya. Hal ini masih terkendala karena keterbatasan kemampuan daerah serta perlunya peningkatan kuantitas dan kualitas SDM aparatur pemerintah daerah.

c.

d.

268

Melakukan pemerataan dan percepatan pembangunan infrastruktur untuk merangsang pertumbuhan PDRB, pertumbuhan ekonomi tidak merata di semua daerah pemekaran karena perbedaan potensi sumber daya dan geografis daerah yang berbeda-beda disiasati dengan intervensi pemerintah. Memperbesar alokasi pembiayaan pembangunan terutama pelayanan dasar (kesehatan, pendidikan, perizinan dan fasilitas umum) yang selama ini porsinya lebih kecil untuk meningkatkan kualitas kualitas pelayanan kepada masyarakat. Membuat kebijakan perbaikan kualitas pelayanan publik dengan pelayanan terpadu satu atap, menggantikan pelayanan dengan menggunakan metode konvensional Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas SDM Aparatur Pelayanan serta diikuti dengan penyebaran dan pemerataannya di tiap kecamatan dan desa


Darina dkk, Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Kehidupan Ekonomi dan Pelayanan Publik bagi Masyarakat di Sumatera Utara

e.

Memberikan tunjangan kesejahteraan pegawai dan menegakkan disiplin dalam rangka membangun profesionalisme aparatur (carrot and stick)

usaha yang kondusif untuk mewujudkan kemandirian dan kemajuan daerah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Perlu dilakukannya sosialisasi dan transparansi program pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing untuk mewujudkan pembangunan yang partisipatif.

KESIMPULAN Secara Umum terjadi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan dalam bidang ekonomi pasca pemekaran di daerah otonom baru ini dapat dilihat dari PDRB, pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan sarana prasarana yang meningkat dari sebelum dan setelah pemekaran. Secara umum terdapat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, perizinan dan fasilitas umum seiring dengan semakin ditambahnya personil pegawai dan sarana dan prasarana pelayanan publik. Namun hanya Kabupaten Serdang Bedagai yang membuat terobosan baru dalam perbaikan kualitas pelayanan publik dengan pelayanan terpadu satu atap, sedangkan daerah lainnya masih menggunakan metode pelayanan konvensional.

Perlunya pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mengevaluasi Perda yang dinilai akan menghambat kemudahan dan iklim investasi serta bertentangan dengan peraturanperaturan yang ada di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Amal, Ichlasul (1992), Regional and Central Government in Indonesian Politics: West Sumatra and South Sulawesi 1949-1979, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Antlov, Hans (1994), “Village Leaders and the New Order�, in Antlov, Hans and Sven Cederroth (1994), Leadership on Java: Gentle Hints, Authoritarian Rule, Curzon Press, Surrey.

REKOMENDASI Daerah pemekaran hendaknya mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara optimal untuk menambah PAD dan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kemajuan daerahnya. Untuk itu diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas SDM aparatur pemerintah daerah. Setiap daerah pemekaran hendaknya lebih memperbesar porsi anggaran bagi pembangunan, khususnya untuk pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan perizinan dan fasilitas umum, sehingga kualitas pembangunan manusia di daerah akan meningkat yang akan turut memacu pembangunan daerah di masa mendatang dengan SDM yang sehat, cerdas dan terampil.

Bahar, Saafroedin & A.B.Tangdililing (1996), Integrasi Nasional: Teori, Masalah dan Strategi, Ghalia Indonesia, Jakarta. Dirjend Perimbangan, Departemen Keuangan Republik Indoneisa, 2007. Kebijakan Transfer Daerah Tahun 2008, Materi Kuliah Umum Program Magister Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, tidak dipublikasikan. Devas, Nick (1989), Financing Local Government in Indonesia, Ohio University Press, Ohio.

Untuk mencapai kualitas kinerja dan pelayanan yang optimal, hendaknya Pemerintah merekrut SDM baru terutama tenaga fungsional sesuai dengan kebutuhan dan pemerataannya ke daerah daerah agar dapat memberikan pelayanan publik yang prima. Diklat pengembangan pegawai diarahkan kepada perbaikan kinerja dan budaya organisasi agar reformasi birokrasi dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, pemberian tunjangan kesejahteraan hendaknya ditingkatkan sesuai dengan kemampuan daerah disertai dengan pertanggungjawaban kinerja.

King, Dwight Y. (1982), "Indonesia's New Order as a Bureaucratic Polity, a Neopatrimonial Regime or Bureaucratic Authoritarian Regime: What Difference does it Make?", in Anderson, B. and Kahin, A. (1982, eds.), Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to the Debate, Cornell Modern Indonesia Project, Ithaca. Lay, Cornelis, 2006, Perjuangan Menuju Puncak, Yogyakarta: S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM dengan Pemkab Puncak Jaya Mubarak M. Zaki, dkk. (eds). 2006. Blue Print Otonomi Daerah Indonesia. Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa bekerja sama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI) dan European Union (EU).

Setiap pemerintah daerah hendaknya membuat terobosan baru dalam perbaikan kualitas pelayanan publik dengan pelayanan terpadu satu atap, seperti yang sudah dilakukan di Serdang Bedagai dan daerah-daerah lain di Indonesia agar pelayanan publik dapat lebih optimal dan mewujudkan iklim 269


Jurnal Inovasi Vol 8 No. 3, September 2011

Pratikno (1996), Working the System dan Testing the Boundaries: Political Participation in Gresik Under Indonesia’s New Order, disertasi S-3, Flinders University of South Australia. Pratikno, 1999, ”Hubungan Pusat dan Daerah: Gelombang Ketiga”, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial UNISIA No. 39/XXII/III/1999 Pratikno, 2007, “Usulan Perubahan Kebijakan Penataan Daerah: Pemekaran dan Penggabungan Daerah”, Kajian Akademik untuk Penataan Daerah di Indonesia, DRSP-Usaid, Jakarta. Reeve, D. (1990), ‘The Corporatist State: the Case of Golkar’, in Budiman, Arief (1990, ed.), State and Civil Society in Indonesia, Monash Papers on Southeast Asia - No.22, Monash University, Melbourne. Rohdewohld, Rainer (1995), Public Administration in Indonesia, Montech Pty Ltd, Melbourne. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, CV. Eka Jaya, Jakarta, 2000. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, 2003, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, CV. Eka Jaya, Jakarta, 2003 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000, tentang Dana Perimbangan antara Pusat dan daerah, CV. Eka Jaya, Jakarta, 2001 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah. Nomor 105 Tahun 2000, tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, CV. Eka Jaya, Jakarta, 2001 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, CV. Eka Jaya, Jakarta, 2003, CV. Eka Jaya, Jakarta, 2004 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara, CV. Eka Jaya, Jakarta, 2004 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, CV. Eka Jaya, Jakarta, 2005 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, CV. Eka Jaya. Jakarta. 2005

270


Pedoman Penulisan Naskah Ilmiah Jurnal INOVASI Jurnal INOVASI memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dalam bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasan berpolitik. Jurnal INOVASI terbit empat kali dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember. Naskah yang akan diterbitkan dalam Jurnal INOVASI Balitbang Provinsi Sumatera Utara, harus memenuhi ketentuan berikut : 1. Naskah berupa karya asli yang belum pernah dipublikasikan di tempat lain dan tidak sedang diajukan ke tempat lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. 3. Komponen utama naskah memuat hal-hal berikut: a. b.

c.

d.

e.

f.

g.

h. i.

setidak-tidaknya

Judul, ditulis dengan jelas menggambarkan isi tulisan. Identitas Penulis, dimuat di bawah judul tulisan, memuat nama, alamat korespondensi dan e-mail. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris beserta kata kuncinya. Abstrak ditulis dalam 1 alinea berisi masalah, tujuan penelitian, hasil dan saran/ usulan. Pendahuluan, tidak menggunakan subjudul, berisi penjelasan padat dan ringkas tentang latar belakang penelitian, studi pustaka yang mendukung dan relevan, serta tujuan penelitian. Metode Penelitian berisikan disain penelitian yang digunakan, populasi, sampel, sumber data, instrumen, analisis dan teknik analisis yang digunakan. Hasil adalah temuan penelitian yang disajikan apa adanya tanpa pendapat penulis. Pembahasan menjelaskan dengan baik serta argumentatif tentang temuan penelitian serta relevansinya dengan penelitian terdahulu. Kesimpulan menjawab tujuan penelitian tanpa melampauinya. Rekomendasi berisi usulan-usulan kebijakan yang memungkinkan dihasilkan, berisi bentuk dan telaahannya untuk dilaksanakan mengacu pada prinsip tepatguna, logis dan relevan.

4. Tabel, gambar dan grafik dapat terbaca dengan jelas dan hendaknya agar dilampirkan secara terpisah serta diberi penjelasan yang memadai. 5. Penulisan rujukan sesuai dengan model Harvard. Pada isi tulisan, nama penulis ditulis disertai dengan tahun penulisannya. Pada bagian Daftar Pustaka, penulisan diurut sesuai dengan abjad. 6. Beberapa contoh bentuk referensi dalam jurnal ini adalah: Buku Abel, R. 2004. Revolusi Kesehatan Mata: Pencegahan dan Pengembalian Masalah Penglihatan. New York: Kensington Book Chaniago, A. 2010. Studi Pustaka dan Konseptualisasi Penelitian. Dalam: Zaluchu, F. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bandung: Citapustaka Media, hal 79-92. Artikel dari Jurnal Ang, L. dan Taylor, B. 2005. Memanajemen Keuntungan Konsumen Menggunakan Matriks Portofolio. Jurnal Pemasaran dan Manajemen Konsumen Strategik 12 (5), hal 298-304 Bagian di dalam buku Ballinger, A. dan Clark, M. 2001. Nutrisi, Pengendalian Nafsu Makan dan Penyakit. Dalam: Payne-James, J. dkk. editor. Dukungan Artifisial bagi Praktik Klinik. Edisi kedua. London: Greenwich Medical, hal 225-239 Koran Benoit, B. 2007. Peran G8 dalam Pemanasan Global. Harian Kompas 29 Mei 2007, hal 9. Laporan Komisi Eropa. 2004. Laporan Pendahuluan terhadap Implementasi dari Strategi Pemasaran Internal 2003-2006. Luxemburg: Unit Publikasi Komisi Eropa. Konferensi Fiedelius, H.C. 2000. Miopi dan Penurunan Visual: Aspek Global. Dalam: Lin, L.L.K. dkk. editor. Miopia Terbarukan II: Prosiding Konferensi Internasional ke-7. Taipei, 17-20 Nopember 1998. Tokyo: Springer, hal 31-37. Tesis Garcia-Sierra, A. 2000. Investigasi Penyebab Ca-Serviks pada Wanita Usia Subur di Perkotaan. Tesis PhD, Universitas Indonesia. Jurnal Artikel Elektronik Merchant, A.T. 2009. Diet dan Aktifitas Fisik pada AnakAnak di Kawasan Kumuh Perkotaan: sebuah Studi Cross Sectional. Jurnal Nutrisi [Online] Edisi 6. Dari: http://www.nutritionj.com/content/pdf/1475-2891-6.1.pdf [Diakses: 10 Mei 2007]. Web Page Thompson, B. 2006. Mengapa Balita Butuh ASI [Online]. Dari: http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/459876 [Diakses: 10 Mei 2007].


Depkes RI. 2006. Panduan Imunisasi [Online]. Dari: http://www.depkes.go.id/bayi_panduan_imunisasi/2345 [Diakses: 19 Februari 2011].

7. Naskah dituliskan dengan menggunakan Times New Roman 12, maksimal 20 halaman A4 spasi ganda, ditulis dengan program komputer Microsoft Word. 8. Naskah yang masuk hendaknya diterima 2 (dua) bulan sebelum waktu penerbitan untuk direview oleh anggota dewan redaksi dan reviewer (mitra bestari) yang ditunjuk oleh Dewan Redaksi. 9. Dewan Redaksi berhak menolak naskah ilmiah yang dianggap tidak layak muat di Jurnal Inovasi. Naskah diserahkan dalam 2 (dua) media yaitu hardcopy dan softcopy yang keduanya harus memuat isi yang sama. Nama file, judul dan nama penulis naskah dituliskan pada label CD. Naskah dipersiapkan dengan menggunakan pengolah kata Microsoft Word. Pengiriman naskah ke alamat redaksi melalui surat elektronik ke : balitbangsumut@yahoo.co.id atau melalui pos ke : Dewan Redaksi Jurnal INOVASI Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 10. Redaksi berhak menolak naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan naskah di atas dan redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan naskah tersebut. 11. Setiap penerimaan atau penolakan naskah akan disertai dengan surat resmi yang ditandatangani oleh Dewan Redaksi dan dikirimkan kepada penulis. 12. Setiap penulis yang karya tulisnya telah diterbitkan, akan mendapat satu buah cetak lepas dan satu buah full print. 13. Setiap penulis menyetujui untuk mengalihkan hak ciptanya ke Jurnal Inovasi jika naskahnya diterima untuk diterbitkan.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.