Jurnal Inovasi Juni 2012

Page 1

ISSN 1829-8079

INOVASI JURNAL POLITIK DAN KEBIJAKAN

Vol. 9 No.2, Juni 2012

Strategi Peningkatan Kualitas Pembelajaran Di PKBM Bina Warga Kecamatan Percut Sei Tuan (Rosdiana Sianturi) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Sumatera Utara (Hastina Febrianty, Rusiadi, Mitra Musika) Evaluasi Program Penanganan Korban KDRT dan Program Perlindungan Anak Terlantar Sumatera Utara (Masganti Sitorus, Hafsah) Evaluasi Efisiensi Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Sumatera Utara (Suripto) Analisis Model Kepuasan Pelanggan Untuk Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Hotel Di Sumatera Utara (Dameria Naibaho) Karakteristik Masyarakat Dan Pemanfaatan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara (Wanda Kuswanda) Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kabupaten Langkat (Marlon Sihombing) Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Sumatera Utara (Dumora Jenny Siagian, Porman Juanda Marpomari Mahulae, Sahat C Simanjuntak, Nobria Husni) Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri di SMAN I Medan (Diana , Zulhaida Lubis, Ernawati Nasution)

Diterbitkan oleh :

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Inovasi

Vol. 9

No. 2

Hal. 77-154

Medan Juni 2012

ISSN 1829 - 8079

Terakreditasi sebagai Majalah Berkala Ilmiah berdasarkan Keputusan Kepala LIPI Nomor. 482/D/2011 Tanggal 12 April 2011


Volume 9, Nomor 2

Juni 2012

ISSN 1829-8079

Jurnal INOVASI terakreditasi B sebagai jurnal ilmiah bidang ilmu politik dan kebijakan dengan Nomor : 334/AU1/P2MBI/04/2011 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor : 482/D/2011 tanggal 12 April 2011. Jurnal INOVASI sebagai media litbang Provinsi Sumatera Utara memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dalam bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasan berpolitik yang terbit empat kali dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember.

Penasehat

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara

Penanggung Jawab

Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara

Pemimpin Redaksi

Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

Dewan Redaksi

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Prof. Dr. Ir. Nurhayati, MP Prof. Dr. H. Syaiful Sagala, S.Sos, M.Pd Dr. Ir. Zahari Zein, M.Sc Ir. E. Harso Kardhinata, M.Sc Iskandar Muda, SE, M.Si., Ak Fotarisman Zaluchu, SKM, MSi, MPH

Redaksi Pelaksana

Drs. Darwin Lubis, MM Nobrya Husni, ST Silvia Darina, SP

Tata Usaha dan Sirkulasi

Jonni Sitorus, ST, M.Pd Dumora Jenny Margaretha Siagian, ST Porman Juanda Marpomari Mahulae, ST Anton Parlindungan Sinaga, ST

Mitra Bestari Djanius Djamin (Universitas Negeri Medan) Azizul Kholis (Universitas Negeri Medan) Ida Yustina (Universitas Sumatera Utara) Sabam Malau (Universitas HKBP Nomensen) Zulkifli Nasution (Universitas Sumatera Utara) Gunarto (B2P3KS Jogjakarta)

Alamat Penerbit : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Tel. (061) 7866225; 7883016 - Fax. (061) 7866248 Website : http://balitbang.sumutprov.go.id Email : inovasibpp@gmail.com


PENGANTAR REDAKSI Pembaca yang terhormat, Puji syukur kembali kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Jurnal Inovasi kembali menjumpai para pembaca sekalian. Edisi ini adalah volume ke-2 dan akan seluruh hasil penelitian dalam berbagai bidang. Seturut dengan perbaikan tata letak yang telah kami lakukan sejak volume ke-1, maka kami akan meneruskan hal tersebut dengan perbaikan yang dianggap perlu, sehingga para pembaca akan mendapatkan tulisan ilmiah yang baik dan bermutu, sekaligus dengan cara yang penulisan dan layout yang baik pula. Harapan kami, seluruh pembaca akan dapat menggali informasi baru dan pengetahuan baru dari tulisan yang disajikan pada volume ke-2 ini. Terima kasih dan selamat membaca. -Dewan Redaksi-


Volume 9, Nomor 2

Juni 2012

ISSN 1829-8079

Lembar abstrak ini boleh diperbanyak/dicopy tanpa ijin dan biaya.

Rosdiana Sianturi

Masganti Sitorus, Hafsah

Strategi Peningkatan Kualitas Pembelajaran Di PKBM Bina Warga Kecamatan Percut Sei Tuan

Evaluasi Program Penanganan Korban KDRT dan Program Perlindungan Anak Terlantar Sumatera Utara

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 78-84

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 93-102

Penelitian ini bertujuan untuk melihat strategi dalam pelaksanaan supervisi pada tutor sehingga meningkatkan kompetensi tutor dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran sehingga meningkatkan hasil belajar warga belajar Paket C Garuda di PKBM Bina Warga Kecamatan Percut Sei Tuan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai dengan Juni 2011 di Paket C Garuda PKBM Bina Warga Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan. Jumlah tutor sampel sebanyak tiga tutor dengan dua puluh warga belajar. Data diperoleh melalui rubrik penilaian dan tes hasil belajar warga belajar yang dianalisis secara deskriftif dan persentatif. Penelitian menunjukkan bahwa supervisi tutor terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kompetensi tutor dalam menyusun RPP di Paket C Garuda sehingga hasil belajar warga belajar mengalami peningkatan untuk 3 (tiga) mata pelajaran, yaitu; Bahasa Ingris dari 35% menjadi 90%, Matematika dari 50% menjadi 85%, dan Bahasa Indonesia dari 50% menjadi 90%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan, keberhasilan, kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan serta tanggapan dan harapan pengguna pada program-program yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar di Sumatera Utara. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan di 3 (tiga) wilayah Sumatera Utara, yakni Kota Medan, Kota Pematang Siantar, dan Kota Sibolga. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengisian angket, dan studi dokumen. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif menggunakan model Miles dan Huberman yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program penanganan korban KDRT dan anak terlantar telah dilaksanakan dalam bentuk tindakan preventif dan kuratif. Keberhasilan telah dicapai dalam bentuk pencegahan, perlindungan, dan pemberdayaan. Kekuatan program terdiri dari dukungan pemerintah, penyediaan sarana, dan penyediaan tenaga ahli dari unsur masyarakat. Kelemahan program adalah belum semuanya terlibat dalam program tersebut, sikap korban, dan jumlah tenaga ahli yang terbatas. Peluang program berupa banyaknya organisasi sosial dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan penanganan korban KDRT dan anak terlantar yang dapat dijadikan mitra. Tantangan program adalah sikap penuntut yang selalu tidak konsisten. Tanggapan pengguna program adalah terciptanya kemandirian, keberanian memperjuangkan hak, dan tekad melanjutkan pendidikan. Harapan pengguna progam agar frekwensi dan jenis kegiatan ditingkatkan, kegiatan berfokus pada keterampilan, dan kegiatan yang membantu ekonomi keluarga.

Kata kunci : PLS, Pendidikan Kesetaraan C, Supervisi, RPP, Model Pembelajaran Hastina Febrianty, Rusiadi, Mitra Musika Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 85-92 Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara. Wilayah kajian terdiri empat Kabupaten/kota yaitu, Kabupaten Nias, Kabupaten Langkat, Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Data di analisis dengan statistik deskriptif dan analisis model probit bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara adalah sebagai berikut: (a) Kepemilikan rumah, rumah warisan orang tua dan menumpang sebanyak 62% dan luas bangunan pada umumnya < 50 m2 (72%) dengan kondisi yang tidak layak huni; (b) Sebagian besar umur kepala keluarga (70,27%) pada kelompok umur 34 – 51 tahun; (c) Sebagian besar jumlah anggota keluarga miskin 3–6 orang sebanyak 81,04% dan rata-rata jumlah anggota keluarga 4,48 orang lebih kecil dari angka nasional 5,1 orang/KK; (d) Tingkat pendidikan kepala keluarga sebagian besar SMP dan SMA sebesar 74,78% dan masih terdapat KK yang belum/tidak pernah sekolah; (e) jenis pekerjaan sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 20,72 %, tukang becak dan pekerja lepas masing-masing 16,22 %. Tingkat pendapatan sebagian besar berada di bawah Rp 157.500 perkapita perbulan 45,95%. Kata kunci : kemiskinan, rumah tangga miskin, karakteristik, sosial ekonomi.

Kata kunci: KDRT, penanganan korban, anak terlantar Suripto Evaluasi Efisiensi Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 103-109 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat delapan. Setiap kabupaten dan kota memiliki pertumbuhan yang sangat bervariasi antara 0.26 – 1,77 persen. Hal ini menunjukan setiap Kabupaten atau kota memiliki kebijakan, strategi serta komitmen yang berbeda-beda juga. Penelitian ini akan memaparkan bagaimana tingkat efektifitas dan efisiensi pembangunan manusia kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan merujuk pada indikator hasil Kongres Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan study kepustakaan. Dalam melakukan analisis dengan alat bantu Software Data Envelopment Analysis (DEA) - Solver LV3.0/ BCC (BCC-O). Hasil Analisis menunjukan


bahwa nilai rata-rata efisiensi sebesar 0.999997 dengan standar deviasi 1.89E-05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan manusia kabupaten atau kota di Provinsi Sumatera Utara relatif sangat efisien.

Marlon Sihombing

Kata kunci : indeks pembangunan manusia, efektifitas, efisiensi, Provinsi Sumatera Utara. Dameria Naibaho

Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 131-138

Analisis Model Kepuasan Pelanggan Untuk Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Hotel Di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 110-119 Keramahtamahan merupakan ciri pelayanan dalam industri pariwisata, secara khusus dalam industri hotel yang dapat diukur dengan tingkat complaint (keluhan) rendah dan likelihood of return (kemungkinan kembali) yang tinggi diharapkan akan mampu meningkatkan profitabilitas yang diukur dengan keuntungan, pendapatan, penghematan biaya atau Tingkat Hunian Kamar Hotel. Perbaikan yang terus menerus dan berorientasi terhadap kepuasan pelanggan dengan menciptakan customer value (nilai pelanggan) yang lebih baik dalam jangka panjang akan memperbaiki laba perusahaan. Rendahnya tingkat kepuasan pelanggan industri hotel di Sumatera Utara akan berdampak pada pertumbuhan industri pariwisata di Sumatera Utara. Target khusus dalam penelitian ini adalah terkait dengan perbaikan terhadap industri pariwisata dengan mencari model kepuasan pelanggan yang dapat meningkatkan profitabilitas bagi industri hotel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan perlakuan terhadap program insentif yang memasukkan ukuran kinerja nonkeuangan yaitu kepuasan pelanggan yang terdiri dari 2 variabel: complaint dan likelihood of return, dengan sampel 5 hotel yang ada di kabupaten Simalungun. Populasi dalam penelitian ini adalah hotel berbintang di Sumatera Utara, dengan sampel ditahun 2009 di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Samosir dan kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Complaint (keluhan) berpengaruh negatif terhadap tingkat hunian kamar, likelihood of return (kemungkinan kembali) berpengaruh positif terhadap tingkat hunian kamar, dan program insentif yang memasukkan kriteria nonkeuangan berpengaruh secara positif terhadap tingkat hunian kamar. Kata kunci: keluhan, kemungkinan kembali, program insentif, kepuasan pelanggan. Wanda Kuswanda Karakteristik Masyarakat Dan Pemanfaatan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 120-130 Kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) memiliki peranan penting untuk medukung kehidupan masyarakat di daerah penyangganya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat pada desa-desa penyangga, Taman Nasional Batang Gadis. Penelitian ini dilakukan pada tujuh desa dari bulan April sampai Nopember 2008. Pemilihan desa ditentukan secara stratifikasi berdasarkan jarak desa terhadap batas taman nasional. Pengumpulan data melalui wawancara dan penyebaran kuesioner. Analisis data menggunakan tabel frekuensi. Masyarakat di Daerah Penyangga TNBG mayoritas beragama islam,mata pencaharian sebagai petani dengan tingkat pendidikan umumnya sampai tamat SLTP. Lahan diperoleh dengan cara membuka hutan dan warisan orang tua dengan luas rata-rata 1 Ha sampai 2 Ha per kepala keluarga. Tanaman yang dibudidayakan umumnya karet, kayu manis, coklat dan kelapa. Strategi kebijakan yang direkomendasikan adalah pemberdayaan lembaga masyarakat, pengembangan area budidaya dengan sistem agroforestri dan mengembangkan kesempatan usaha pada masyarakat. Kata kunci: masyarakat, lahan, penyangga, Taman Nasional Batang Gadis

Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kabupaten Langkat

Penelitian ini terlaksana atas kerjasama dengan BAPPEDA Kabupaten Langkat. Adapun tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik, kendala yang dihadapi dalam pemberian pelayanan publik yang berkualitas dan strategi peningkatan kualitas pelayanan publik di Kabupaten Langkat. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat, khususnya pada Kantor Dinas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Langkat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjung Pura, dan Kantor Pelayanan Terpadu. Berdasarkan 14 unsur penelitian dengan kriteria yang ditentukan menunjukkan ketiga unit pelayanan publik di Kab. Langkat berada pada kategori baik. Yakni Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat (IKM=81,25/Baik), RSUD Tanjung Pura (IKM=73,50/Baik) dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat (IKM=78,00/Baik). Kendala-kendala yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat adalah: (1) Kualitas SDM yang masih perlu ditingkatkan (baik kesadaran dan motivasi dalam pemberian pelayanan), (2) Keterbatasan fasilitas pelayanan dan (3) Minimnya anggaran. Upaya dan strategi yang perlu segera dilakukan adalah : (1) Peningkatan pelayanan kepada masyarakat (e-KTP oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, JAMKESMAS, Puskesmas 24 Jam oleh RSUD, Pelayanan Perizinan Terpadu Kantor Pelayanan Terpadu), (2) Pelayanan prima melalui penyederhanaan birokrasi dan pelayanan yang mudah/sederhana, singkat/cepat dan memuaskan dalam pelaksanaan pelayanan, (3) Berorientasi pada hasil dan kualitas pelayanan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan asli daerah dan (4) Meningkatkan standar mutu layanan agar diakui secara internasional melalui sertifikasi ISO. Kata Kunci: Indeks Kepuasan Masyarakat, kualitas pelayanan publik, pelayanan terpadu Dumora Jenny Siagian, Porman Juanda Marpomari Mahulae, Sahat C Simanjuntak, Nobrya Husni Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Sumatera Utara Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 139-147 Kajian ini ditujukan untuk mengetahui komoditas basis tanaman pangan di Sumatera Utara, mengetahui ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan di Sumatera Utara, dan menentukan prioritas dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Sumatera Utara. Dari hasil analisis data disimpulkan bahwa di Sumatera Utara tanaman padi merupakan komoditas basis pada 16 kabupaten, jagung merupakan komoditas basis pada 5 kabupaten. Kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar merupakan sektor bukan basis. Dalam penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan diperoleh hasil bahwa padi merupakan komoditas dengan prioritas pertama dengan skor 0,0653, sedangkan prioritas kedua adalah jagung dengan skor 0,347. Berdasarkan peta RTRW, penggunaan lahan dan status penguasaan lahan, sekitar 9,03% (647.223 ha) dari total luas provinsi Sumatera Utara (7.168.068 ha) tersedia untuk pengembangan tanaman pangan Kata kunci : agribisnis, tanaman pangan, Sumatera Utara. Diana , Zulhaida Lubis, Ernawati Nasution Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri di SMAN I Medan Inovasi, Jurnal Politik dan Kebijakan Vol 9, Nomor 2, hal 148-154


Citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Sebenarnya apa yang mereka fikirkan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah analitik. Populasi adalah seluruh siswi kelas X, XI dan XII di SMUN 1 Medan. Sebanyak 258 siswi terpilih secara acak sebagai sampel penelitian. Pengukuran citra tubuh diukur dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari Concordia Health Service, pengukuran perilaku makan dengan menggunakan tabel food frekuensi dan status gizi dengan menggunakan indikator IMT WHO tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan (p=0,015), Ada pengaruh citra tubuh terhadap status gizi (p=0,000) dan ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi (p=0,000). Perlu dilakukan promosi kesehatan oleh pihak sekolah (guru BP) khususnya mengenai perilaku makan yang baik kepada siswi melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan melakukan kegiatan penyuluhan gizi secara berkala kepada siswi dengan materi penyuluhan tentang citra tubuh, perilaku makan dan berat badan yang ideal bagi remaja putri. Kata Kunci : citra tubuh, perilaku makan, status gizi


Volume 9, Number 2

June 2012

ISSN 1829-8079

The abstrack sheet may by reproduced/ copied without permission or charge Rosdiana Sianturi Quality Improvement Of Learning Strategy At PKBM Bina Warga Percut Sei Tuan District Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 78-84 This study aims to look at strategies in the implementation of supervision on a tutor to improve the competence of tutors in the planning, implementation and evaluation of learning so that people learn to improve learning outcomes in PKBM Garuda Package C Bina District of Percut Sei Tuan. The study was conducted in February until June 2011 on Package C Garuda PKBM Bina Desa Kolam District of Percut Sei Tuan. The number of samples are 3 (three) tutor with 20 (twenty) student. Data obtained through the assessment rubric and test which analize descriptively and persentatively. The research shows that tutor’s supervision is scientifically proven to increase the competence of tutors in preparing lesson plans on Garuda Package C which caused to the increasing of student learning outcomes for 3 (three) subjects, which are; English Language 35% to 90%, Maths from 50% to 85%, and Indonesian Language from 50% to 90%. Keywords : education outside of school, education equality C, supervision, learning model Hastina Febrianty, Rusiadi, Mitra Musika Analysis Of Factors Affecting The Poverty In North Sumatera

nongovernmental organizations in the handling of victims of domestic violence and neglected children in North Sumatra. Research using qualitative research methods. The study was conducted in 3 (three) areas of North Sumatra, which are; Medan City, Siantar City, and Sibolga City. Data was collected through interviews, filling questionnaires, and study the document. Analysis of the data used is the analysis of qualitative data using the model of Miles and Huberman, beginning of data collection, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results showed that the implementation of victims of domestic violence treatment program and abandoned children have been implemented in the form of preventive and curative. Success has been achieved in the form of prevention, protection, and empowerment. Force composed of government support programs, the provision of facilities, and provision of experts from the community. Weaknesses of the program is not all involved in the program, the attitude of the victim, and a limited number of experts. Opportunities program are many social organizations and NGOs concerned with the handling of victims of domestic violence and neglected children who can be partners. Program challenges is the prosecutor's attitude is not always consistent. Creation of independent user feedback program, the courage to fight for rights, and the determination to continue their education. Expectations of the user program to increase the frequency and type of events, activities focusing on skills, and activities that help the family economy. Keywords: domestic violence, treatment of victims, neglected children Suripto

Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 85-92 This study aims to describe the socio-economic characteristics of poor households in North Sumatera. Study area consists of four regencies/cities which are, Nias regency, Langkat, Simalungun District and the city of Medan. Data were analyzed with descriptive statistics and bivariate probit model analysis results show that socioeconomic characteristics of poor households in North Sumatera are as follows: (a) Ownership of the house, heritage house parents and ride as much as 62% and area of the generally <50 m2 (72%) with conditions unfit for human habitation, (b) Most of the old heads of households (70.27%) in the age group 34-51 years, (c) the majority of the members of poor families 3-6 people as much as 81, 04% and the average family size of 4.48 is smaller than the national figure of 5.1 persons/households; (d) level of education the head of the family most of high school by 74.78% and there are families that have not / never been to school, (e) the type of work that most traders as much as 20.72%, a pedicab driver and freelance worker 16.22% respectively. Income levels are mostly under Rp. 157.500 per capita per month 45.95%. Keywords: poverty, poor households, characteristics, socio-economic\ Masganti Sitorus, Hafsah Evaluation Of Treatment Program Of Domestic Violence Victims And Neglected Child Protection Program In North Sumatra

Efficiency Evaluation Of Human Development Index In District And City Of North Sumatera Province Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 103-109 Human Development Index (HDI) of North Sumatera Province was ranked eight. Each district and city has a highly variable growth between 0.26 - 1.77 percent. This shows each district or city have a policy, strategy and commitment is also different. This research is going to describe the level of effectiveness and efficiency of human development in the district and the City of North Sumatera province which refer to the concept study of Human Development Indicators as result of The Indonesia Human Development Congress on 2006. This research using evaluation method by literature study. Analysis tool is Data Envelopment Analysis (DEA) - Solver LV3.0 / BCC (BCC-O) Software. Analysis results show that the average efficiency value of 0.999997 with a standard deviation of 1.89E-05. Therefore we can conclude that human development in the county or city of North Sumatera province has been relatively very efficient. Keywords : human development index, effectiveness, efficiency, North Sumatera province. Dameria Naibaho Model Analysis Of Customer Satisfaction To Improved Profitability On Hotel Industry In North Sumatra

Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 93-102 Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 110-119 This study aims to determine the implementation, successes, strengths, weaknesses, opportunities, challenges and responses, and user expectations for programs of the government and

Hospitality is the hallmark of service contained in the tourism industry, particularly in the hotel industry which can be measured


with a low complaint and a high likelihood of return and it is expected to be able to increase profitability as measured by Profit, Revenue, Cost Saving or The Rate of Room Occupancy Hotel. Continuous improvement-oriented to customer satisfaction by creating better customer value in the long term will improve company profits. Low levels of customer satisfaction hotel industry in North Sumatra that has an impact on the growth of the tourism industry in North Sumatra. A specific target in this study is related to the improvement of the tourism industry to look for a model of customer satisfaction that can increase profitability for the hotel industry. The method used in this study is to do a treatment on an incentive program to include non-financial performance measures of customer satisfaction that is composed of two variables: the complaint and the likelihood of return, with a sample of five hotels in the Simalungun Regency. The population in this study is a five-star hotel in North Sumatra, with the sample in 2009 in the Simalungun Regency, Regency of Karo, Regency of Samosir and Medan City. Research results shows that complaint has negative effect on occupancy rates, likelihood of return has a positive influence on the level of occupancy rooms, and incentive programs which include nonfinancial criteria are a positive influence on occupancy rates. Keywords: complaint, likelihood of return, incentive program, customer satisfaction. Wanda Kuswanda Community Characteristics And Land-Use In Buffer Zone Of Batang Gadis National Park In North Sumatera Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 120-130 Batang Gadis National Park area have an important role to support community life in the buffer zone. This study aimed to known the characteristics and land-use patterns by people in the buffer villages, Batang Gadis National Park. This research was conducted in seven villages from April to November 2008. Selection of village was determined with stratification based on the distance the village to the national park boundary. Data was collected through interviews and questionnaires. The data were analyzed quantitatively by frequency tables. Local communities in the Batang Gadis National Park Buffer Zone are moslem majority, livelihoods as farmers whit education level until graduated junior high. Acquired land by clearing forests and heritage of parents with an average of 1 to 2 ha per head of the family. Plants generally cultivated rubber, cinnamon, cocoa, and coconut. The policy strategic recommended is the empowerment of community institutions, developing areas of cultivation with agroforestry systems and developing business opportunities in the community. Keywords: community, land, buffer, Batang Gadis National Park Marlon Sihombing Satisfaction Index Study On The Quality Of The Public Services In Langkat District Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 131-138 The research was done in collaboration with BAPPEDA Langkat. The purpose of this study was to analyze the level of public satisfaction towards the quality of public services, problems encountered in the provision of quality public services and strategies for improving the quality of public services in Langkat. The research approach used in this study is a descriptive study, with the location of the study was conducted in Langkat, particularly in the Population and Civil Agency of Langkat, Regional General Hospital (Hospital) Tanjung Pura, and the Office of Integrated Services. The research held based on 14 elements with the specified criteria of research suggests for the Three units of public service, Langkat Region are in good category. Namely the Population and Civil Agency of Langkat (HPI = 81.25 / Good), Tanjung Pura Hospital (HPI = 73.50 / Good) and the Office of Integrated Services District Langkat (HPI = 78.00 / Good). The Constraints that affect the quality of public services in the Population and Civil agency of Langkat, Tanjung Pura Hospital and Integrated Services Office of Langkat are: (1) Quality of human resources which can be improved (both awareness and motivation in the provision of services), (2) Limitations care facilities and (3) The lack of budget. The Efforts and strategies need to be implemented are: (1) Increased

public services (e-ID card by the Population and Civil Agency, Jamkesmas, 24 hour health center by hospitals, Integrated Licensing Services Office of Integrated Services), (2) Excellent service by simplifying bureaucracy and service that is easy / simple, short / rapid and satisfactory in service delivery, (3) on the yield and quality oriented services to increase productivity and revenue, and (4) improve the service quality standards that are internationally recognized through ISO certification. Keywords: Public Satisfaction Index, quality public services, integrated services. Dumora Jenny Siagian, Porman Juanda Marpomari Mahulae, Sahat C Simanjuntak, Nobrya Husni Agribusiness Development Study Of Commodity Food Plant In North Sumatra Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 139-147 This study aimed to know the basis of commodity food crop in North Sumatra, determine the availability and suitability of land for food crop commodity base in North Sumatra, and determine the priorities and direction of development of commodity food crops in North Sumatra. From the analysis of the data concluded that in North Sumatra, the rice plant is a commodity basis in 16 districts, corn is a commodity basis in 5 districts, soy beans, peanuts, green beans, cassava and sweet potato is not a sector basis. In determining priority commodity crops showed that rice is a commodity with a score 0,0,653 first priority, while the second priority is the corn with a score of 0.347. Based on Spatial maps, land use and ownership status of land, approximately 9.03% (647 223 ha) of the total area of North Sumatra province (7,168,068 ha) is available for crop development. Keywords: agribusiness, food crops, North Sumatra. Diana , Zulhaida Lubis, Ernawati Nasution The Influence Of Body Image On The Eating Behavior And Nutritional Status Of Female Teenagers at SMUN I Medan Inovasi, Journal of Politics and Policy, Vol 9, No. 2, p. 148-154 Body image is a mental description related to someone’s body shape and size, how someone perceives and evaluates what he/she thinks about the shape and size of his/her body, and how other people would evaluate him/herself. Actually, what he/she thinks and feels does not represent the actual condition but more subjective self evaluation. The purpose of this analytical study was to analyze the influence of body image on the eating behavior and nutritional status of female teenagers at SMUN I Medan in 2011. The population was all of female students in grade X and grade XI at SMUN I Medan. The sample for this study was 213 female students who were randomly selected. The body image was measured by using the questionnaires adapted from Concordia Health Service, eating behavior was measured by using the table of food frequency, and nutrition status was measured by the IMT indicators of WHO in 2005. The result of study showed that there was no significant relationship between body image status and nutrition status (p = 0.074), but there was significant relationship between eating behavior and nutrition status (p = 0.000) and eating behavior had significant influence on nutrition status (p = 0.000). The school management (Counseling and Extension Teacher) is suggested to do health promotion, especially on good eating behavior, to the female students through the School Health Organization (UKS) and periodical extension on nutrition with extension materials such as body image, eating behavior and the ideal body weight for female teenagers. Keywords: Body Image, Eating Behavior, Nutritional Status


Volume 9, Nomor. 2

Juni 2012

ISSN 1829-8079

DAFTAR ISI Halaman Strategi Peningkatan Kualitas Pembelajaran Di PKBM Bina Warga Kecamatan Percut Sei Tuan (Rosdiana Sianturi)

78-84

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Sumatera Utara (Hastina Febrianty, Rusiadi, Mitra Musika)

85-92

Evaluasi Program Penanganan Korban KDRT dan Program Perlindungan Anak Terlantar Sumatera Utara (Masganti Sitorus, Hafsah)

93-102

Evaluasi Efisiensi Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Sumatera Utara (Suripto)

103-109

Analisis Model Kepuasan Pelanggan Untuk Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Hotel Di Sumatera Utara (Dameria Naibaho)

110-119

Karakteristik Masyarakat Dan Pemanfaatan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara (Wanda Kuswanda)

120-130

Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kabupaten Langkat (Marlon Sihombing)

131-138

Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Sumatera Utara (Dumora Jenny Siagian, Porman Juanda Marpomari Mahulae, Sahat C Simanjuntak, Nobrya Husni) Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri di SMAN I Medan (Diana , Zulhaida Lubis, Ernawati Nasution)

139-147

148-154


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN DI PKBM BINA WARGA KECAMATAN PERCUT SEI TUAN (QUALITY IMPROVEMENT OF LEARNING STRATEGY AT PKBM BINA WARGA PERCUT SEI TUAN DISTRICT) Rosdiana Sianturi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Deli Serdang Jl. Karya Asih No. 1 Lubuk Pakam;Telp: 061-7954043 Naskah masuk : 20 Desember 2011 ; Naskah diterima : 20 Februari 2012

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat strategi dalam pelaksanaan supervisi pada tutor sehingga meningkatkan kompetensi tutor dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran sehingga meningkatkan hasil belajar warga belajar Paket C Garuda di PKBM Bina Warga Kecamatan Percut Sei Tuan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai dengan Juni 2011 di Paket C Garuda PKBM Bina Warga Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan. Jumlah tutor sampel sebanyak tiga tutor dengan dua puluh warga belajar. Data diperoleh melalui rubrik penilaian dan tes hasil belajar warga belajar yang dianalisis secara deskriftif dan persentatif. Penelitian menunjukkan bahwa supervisi tutor terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kompetensi tutor dalam menyusun RPP di Paket C Garuda sehingga hasil belajar warga belajar mengalami peningkatan untuk 3 (tiga) mata pelajaran, yaitu; Bahasa Ingris dari 35% menjadi 90%, Matematika dari 50% menjadi 85%, dan Bahasa Indonesia dari 50% menjadi 90%. Kata kunci : PLS, Pendidikan Kesetaraan C, Supervisi, RPP, Model Pembelajaran

ABSTRACT This study aims to look at strategies in the implementation of supervision on a tutor to improve the competence of tutors in the planning, implementation and evaluation of learning so that people learn to improve learning outcomes in PKBM Garuda Package C Bina District of Percut Sei Tuan. The study was conducted in February until June 2011 on Package C Garuda PKBM Bina Desa Kolam District of Percut Sei Tuan. The number of samples are 3 (three) tutor with 20 (twenty) student. Data obtained through the assessment rubric and test which analize descriptively and persentatively. The research shows that tutor’s supervision is scientifically proven to increase the competence of tutors in preparing lesson plans on Garuda Package C which caused to the increasing of student learning outcomes for 3 (three) subjects, which are; English Language 35% to 90%, Maths from 50% to 85%, and Indonesian Language from 50% to 90%. Keywords : education outside of school, education equality C, supervision, learning model

tujuan tersebut tentunya dibutuhkan strategi yang disebut dengan strategi pembelajaran. Dalam strategi pembelajaran terkandung tiga hal pokok yakni perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

PENDAHULUAN Pendidikan adalah proses merubah manusia menjadi lebih baik, lebih mahir dan lebih terampil. Tidak terkecuali pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebagai bagian dari program pendidikan yang dicanangkan pemerintah diluar jalur formal (non-formal). Untuk mencapai 78


Sianturi, R. Strategi Peningkatan Kualitas Pembelajaran di PKBM Bina Warga Kecamatan Percut Sei Tuan

belajar dalam pembelajaran, dan pada akhirnya meningkatkan kinerja dan mutu program secara keseluruhan dan menjadi referensi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan guna penanganan kasus serupa bagi pembaca dan pihak – pihak yang berkepentingan.

Perencanaan program berfungsi untuk memberikan arah pelaksanaan pembelajaran sehingga menjadi terarah dan efisien. Salah satu bagian dari perencanaan pembelajaran yang sangat penting dibuat oleh tutor sebagai pengarah pembelajaran adalah silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Silabus memberikan arah tentang apa saja yang harus dicapai guna menggapai tujuan pembelajaran dan cara seperti apa yang akan digunakan. Selain itu silabus juga memuat teknik penilaian seperti apa untuk menguji sejauh mana keberhasilan pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah instrumen perencanaan yang lebih spesifik dari silabus. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini dibuat untuk memandu tutor dalam mengajar agar tidak melebar jauh dari tujuan pembelajaran. Dengan melihat pentingnya penyusunan perencanaan pembelajaran ini, tutor semestinya tidak mengajar tanpa adanya rencana. Namun sayang perencanaan pembelajaran yang mestinya dapat diukur oleh penilik PLS ini, tidak dapat diukur oleh penilik PLS karena hanya direncanakan dalam pikiran sang tutor saja. Akibatnya penilik lapangan sebagai pembuat kebijakan dalam program pendidikan kesetaraan tidak dapat mengevaluasi kinerja tutor secara akademik melalui supervisi. Kinerja yang dapat dilihat oleh penilik lapangan hanyalah kehadiran tatap muka, tanpa mengetahui apakah kemampuan tutor dalam mengelola pembelajaran sudah sesuai dengan harapan atau belum, atau sudahkah kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh warga belajar terkuasai dengan benar. Dari hasil identifikasi masalah yang muncul, peneliti membatasi permasalahan yang disinyalir oleh peneliti sebagai akar permasalahan dari semua masalah yang teridentifikasi yaitu rendahnya kompetensi tutor dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang berdampak pada belum setaranya kualitas pembelajaran dan hasil belajar warga belajar terhadap pendidikan formal. Bertolak dari permasalahan yang telah diuraikan diatas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1) Membuktikan secara ilmiah apakah supervisi akademik dapat meningkatkan kompetensi tutor dalam menyusun RPP; 2) Membuktikan dampak supervisi akademik terhadap tutor dapat meningkatkan hasil belajar warga belajar. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini bagi penilik PLS diantaranya: upaya meningkatkan kompetensi tutor dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga menjadi lebih profesional, meningkatkan prestasi warga

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di penyelenggaraan program kesetaraan SMA Paket C Garuda yang bernaung di bawah PKBM Bina Warga di Jln. Pringgan Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Februari sampai dengan Juni 2011. B. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah tiga tutor Paket C Garuda Tahun Pembelajaran 2010/2011. Selama penelitian peneliti melakukan diskusi aktif dengan pihak-pihak terkait diantaranya pembimbing dan pendamping penelitian dari Universitas Negeri Medan, teman sejawat sesama penilik PLS Kabupaten Deli Serdang dan Ketua PKBM Bina Warga. C. Alat Pengumpul dan Analisis Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah berupa format rubrik penilaian RPP dan Tes Hasil Belajar warga belajar. Analisis data yang digunakan untuk mengatasi permasalahan yang disajikan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan persentatif. Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kemampuan tutor dalam menyusun RPP dan meningkatkan hasil belajar warga belajar. Dengan mengkonfirmasi hasil penilaian dengan kriteria yang ditentukan, maka kita mengetahui kemampuan tutor dalam menyusun RPP dan sebagai informasi dalam mengambil pertimbangan dan melaksanakan usaha-usaha perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang ada. Sedangkan untuk hasil belajar siswa diakukan analisis persentatif dari ketuntasan hasil belajar dan analisis deskriptif berdasarkan kriteria ketuntasan yang ditetapkan. D. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan (Action Research) yakni penelitian yang dilakukan oleh pengawas atau penilik PLS dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Perencanaan Diawali dengan mengidentifikasi RPP yang sudah dibuat tutor sebelum penelitian. Maka 79


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

peneliti melakukan konsultasi dengan teman sejawat dan pembimbing serta pendamping penelitian dari Universitas Negeri Medan. Sehingga diperoleh rumusan masalah penelitian dan tersusun draft perangkat-perangkat pembelajaran, draft materi yang akan disampaikan pada supervisi berupa penyusunan RPP, instrumen rubrik penilaian perangkat, serta jadwal pertemuan dengan tutor-tutor.

HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Supervisi Pada pertemuan awal peneliti dengan tutor yang dilaksanakan pada hari Sabtu 26 Maret 2011. Materi yang didiskusikan adalah pedoman penyusunan RPP. Penilaian RPP mengacu pada lima kriteria seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Penilaian Perangkat Pembelajaran

2. Tahap Tindakan Dilakukan dengan melaksanakan pertemuan supervisi kelompok dengan tutor-tutor dalam satu siklus, penelitian dilakukan dalam dua siklus. Dan melakukan evaluasi hasil supervisi dengan mengidentifikasi format penagihan dan melakukan skoring rubrik RPP. Kemudian melakukan analis hasil evaluasi dengan mengkonfirmasi nilai-nilai yang diperoleh dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan.

>89 76 – 89 51 – 75 26 – 50 < 26

Dari hasil pemungutan RPP diperoleh data pada Tabel 2. Data pada tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata yang berada pada kategori cukup. Namun sebagai pembanding maka RPP tersebut tetap diterapkan dalam pembelajaran oleh tiga tutor bidang studi yang berbeda yakni Bahasa Inggris melalui model Think Talk Write, Bahasa Indonesia melalui model CL, dan matematika melalui model PBL. Pembelajaran oleh tutor dilakukan dalam dua Siklus dengan dua pertemuan setiap siklusnya. Diakhir KBM Siklus I Tutor mata pelajaran melaksanakan pengumpulan data hasil belajar warga belajar melalui tes hasil belajar. Data hasil belajar warga belajar untuk ketiga mata pelajaran disajikan dalam tabel 3.

3. Tahap Observasi Tahap Oservasi dilakukan Melalui pengamatan terhadap pertemuan yang dilakukan tutor terhadap warga belajar. 4. Tahap Refleksi Dari hasil analisis Siklus I, apakah nilai masing masing indikator maupun keseluruhan, jika belum maka dilakukan analisis kelemahan Siklus I dan dilakukan perbaikan pada Siklus II. Dari hasil analisis Siklus II dilakukan proses refleksi yang sama, jika hasilnya berhasil maka penelitian dicukupkan dengan menyimpulkan faktor-faktor penyebabnya.

Tabel 2. Data Kualitas RPP Siklus I RPP Berbasis Model Indikator Penilaian TTW CL PBL

No

Amat Baik Baik Cukup Buruk Buruk sekali

Jumlah

Rerata per Indikator

1

Identitas

4

3

4

11

91.7

2

Hirarki kompetensi

2

2

3

7

58.3

3

Komposisi hirarki kompetensi

2

2

2

6

50.0

4

Materi

3

3

3

9

75.0

5

Model/Metode

2

2

2

6

50.0

6

Unsur-unsur model pembelajaran

2

2

2

6

50.0

7

Alokasi waktu

3

3

2

8

66.7

8

Bahan ajar/ media

2

2

3

7

58.3

9

Sistematika evaluasi

2

2

2

6

50.0

10

Kesesuaian soal dengan TP

3

3

2

8

66.7

62.5

60

62.5

Nilai rata-rata

80

61.7


Sianturi, R. Strategi Peningkatan Kualitas Pembelajaran di PKBM Bina Warga Kecamatan Percut Sei Tuan

No 1. 2. 3. 4.

Tabel 3. Data Ulangan Harian Warga belajar Siklus I Bahasa Hasil Tes Matematika Inggris Nilai Tertinggi 90 80 Nilai terendah 50 40 Rata-rata nilai tes 61 62 Persen ketuntasan 35% 50% Tabel 4. Data Kualitas RPP Siklus II RPP Berbasis Model Indikator Penilaian Jumlah TTW CL PBL

No

Bahasa Indonesia 90 40 63,5 50%

Rata-Rata per Indikator

1

Identitas

4

4

4

12

100.0

2

Hirarki kompetensi

4

3

4

11

91.7

3

Komposisi hirarki kompetensi

3

3

3

9

75.0

4

Materi

4

4

4

12

100.0

5

Model/Metode

4

4

3

11

91.7

6

Unsur-unsur model pembelajaran

4

4

3

11

91.7

7

Alokasi waktu

3

4

4

11

91.7

8

Bahan ajar/ media

3

3

4

10

83.3

9

Sistematika evaluasi

3

3

3

9

75.0

10

Kesesuaian soal dengan TP

4

4

4

12

100.0

90

90

90

Nilai rata-rata

Kedua data hasil Siklus I baik data kualitas RPP, maupun data hasil belajar warga belajar menunjukkan hasil-hasil yang belum begitu berarti merujuk pada masing-masing kriteria yang ditentukan untuk tiap penilaian. Belum optimalnya kualitas RPP berdampak pada kualitas pembelajaran yang tidak optimal pula dan bermuara pada hasil belajar warga belajar yang belum memuaskan ditunjukkan oleh ketuntasan klasikal yang belum mencapai 85%. Untuk memperbaiki hasil Siklus I, maka peneliti melakukan diskusi bersama pembimbing dan pendamping penelitian guna sebagai refleksi Siklus I diminggu ketiga April 2011. Selanjutnya melakukan pertemuan kedua bersama tutor pada Sabtu 23 April 2011 untuk membicarakan tentang perbaikan RPP pada bagian-bagian tertentu yang masih lemah dan pelatihan kemampuan tutor pada bagian-bagian yang dianggap lemah penguasaannya. Dari penilaian perangkat RPP yang dibuat oleh tiga tutor mata pelajaran pada Siklus II diperoleh data seperti pada tabel 4. Data kualitas RPP menunjukkan nilai yang meningkat dibandingkan kualitas RPP Siklus I. Untuk melihat peningkatan kualitas RPP, data tabel 2 dan tabel 4 dapat disajikan dalam grafik histogram seperti gambar 1.

90.0

RPP yang disusun kemudian diterapkan dalam pembelajaran oleh ketiga tutor. Pembelajaran untuk RPP pada Siklus II dimulai dengan pertemuan ketiga KBM dan keempat KBM pada minggu kelima April dan pertama Mei 2011. Diakhir KBM Siklus II Tutor mata pelajaran melaksanakan pengumpulan data hasil belajar warga belajar melalui tes hasil belajar. Data hasil belajar Warga belajar untuk ketiga mata pelajaran diakhir Siklus II disajikan dalam tabel 5. Kedua data hasil Siklus II baik data kualitas RPP, maupun data hasil belajar warga belajar menunjukkan hasil-hasil yang cukup berarti merujuk pada masing-masing kriteria yang ditentukan untuk tiap penilaian. Kondisi ini menggambarkan bahwa tindakan yang dilakukan peneliti dalam pelatihan diawal Siklus II memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan Kualitas perencanaan pada RPP, peningkatan kualitas proses pembelajaran pada kemampuan tutor dan berimplikasi pada meningkatnya hasil belajar warga belajar diakhir Siklus II. Untuk memudahkan melihat, peningkatan ketuntasan belajar tiap siklus dapat disajikan dalam grafik histogram seperti gambar 2.

81


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

1. 2. 3.

Tabel 5. Data Ulangan Harian Warga belajar Siklus II Hasil Tes Bahasa Matematika Inggris Nilai Tertinggi 90 100 Nilai terendah 50 50 Rata-rata nilai tes 78,0 79,0

4.

Persen ketuntasan

No

90%

Bahasa Indonesia 100 50 82,5

85%

90%

Gambar 1. Grafik Perkembangan Kualitas RPP Siklus I Dan Siklus II

120 100 80 60 40 20 0

1 91.7

2 58.3

3 50

4 75

5 50

6 50

7 66.7

8 58

9 50

10 66.7

Siklus 2 100.0

91.7

75.0

100.0

91.7

91.7

91.7

83.3

75.0

100.0

Siklus 1 Keterangan:

1, 2,3,‌‌,10 adalah indikator penilaian

Gambar 2. Grafik Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar

100% 80% 60% 40% 20% 0% Siklus I siklus II

Bahasa Inggris 35% 90%

Matematika 50% 85%

Ekonomi 50% 90%

mata pelajaran yang diampu tutor Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia memiliki ketuntasan hasil belajar berturut-turut, 35%, 50%, dan 50%, semuanya belum mencapai criteria ketuntasan klasikal 85% sehingga pembelajaran pada ketiga mata pelajaran dinyatakan tidak tutas atau dengan kata lain KBM Siklus I gagal memberi ketuntasan hasil belajar pada warga belajar Paket C Garuda.

PEMBAHASAN Merujuk pada tabel 2 tentang kualitas RPP diperoleh kesimpulan bahwa kualiatas RPP pada siklus I masih dalam kategori cukup dengan rata-rata nilai 61,7 dan hampir seluruh indikator belum berkategori baik terutama pada hirarki kompetensi, unsure model, dan sistematika evaluasi yang hanya mendapatkan skor 50,0. Ini berarti supervisi pada siklus I belum mampu meningkatkan kompetensi tutor sampai pada level yang diharapkan dalam menyusun RPP.

Merujuk kedua data tersebut diatas maka dapat dikatan Siklus I masih gagal memberikan kompetensi pada tutor dalam menyusun RPP dan berimplikasi pada masih rendahnya

Sejalan dengan itu, merujuk pada tabel 3 tentang hasil belajar warga belajar Siklus I untuk ketiga 82


Sianturi, R. Strategi Peningkatan Kualitas Pembelajaran di PKBM Bina Warga Kecamatan Percut Sei Tuan

Peningkatan pada kompetensi tutor dalam menyusun RPP dan peningkatan hasil belajar warga belajar dapat disajikan dalam tabel 6.

ketuntasan hasil belajar warga belajar pada KBM siklus I. Untuk memecahkan masalah ini, maka peneliti berdiskusi kembali bersama pembimbing dan pendamping penelitian sehingga diperoleh rumusan sebagai berikut: 1. Supervisi Siklus II harus lebih menekankan pada aspek-aspek yang masih lemah dimiliki tutor merujuk analisis hasil supervisi Siklus I. 2. Pemberian beberapa contoh format RPP untuk membantu dalam memberikan pemahaman pada tutor. 3. Melaksanakan supervisi individual, dimana setiap tutor diminta mempresentasikan RPP-nya kepada penilik sebagai peneliti, kemudian peneliti memberikan masukan terhadap kekurangan RPP tutor. 4. Untuk mengecek originalitas RPP yang disusun tutor, peneliti melakukan supervise kelas. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan rencana yang dimuat dalam RPP dengan penerapannya di kelas. Jika sesuai maka dapat dipastikan, kompetensi guru dalam menyusun RPP tersebut benar.

Tabel 6. Rekapitulasi Kompetensi Tutor Dan Ketuntasan Belajar Klasilkal Tiap Siklus No

Aspek Penilaian

1.

Kemampuan Tutor Menyusun RPP • Tutor B. Inggris • Tutor Matematika • Tutor B. Indonesia Ketuntasan Hasil Belajar Kognitif • Tutor B. Inggris • Tutor Matematika • Tutor B. Indonesia

2.

Siklus I

62,5 62,5 62,5

35% 50% 50%

Siklus II 90 90 90

90% 85% 90%

Supervisi akademik terbukti dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan perangkat pembelajaran berbasis model pembelajaran karena supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis. Hal ini diperkuat pula dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa sebagai efek supervisi akademik yang berorientasi pada ketercapaian tujuan supervisi itu sendiri yakni peningkatan kemampuan mengajar guru dan peningkatan hasil belajar siswa.

Setelah berdiskusi bersama pembimbing dan pendamping penelitian, maka peneliti merencanakan kembali pertemuan bersama tutor untuk melaksanakan penyusunan RPP Siklus II. Dari hasil pelaksanaan penyusunan RPP Siklus II, diperoleh data hasil penilaian RPP. Merujuk pada tabel 4 tentang hasil penilaian RPP diperoleh nilai rata-rata 80,0 pada kategori baik. Ini mengindikasikan bahwa supervisi Siklus II cukup berhasil meningkatkan kompetensi tutor dalam menyusun RPP. Sejalan dengan itu, merujuk pada tabel 3 tentang hasil belajar warga belajar Siklus I untuk ketiga mata pelajaran yang diampu tutor Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia memiliki ketuntasan hasil belajar berturut-turut, 90%, 85%, dan 90%, semuanya telah melampaui kriteria ketuntasan klasikal 85% sehingga pembelajaran pada ketiga mata pelajaran dinyatakan tutas atau dengan kata lain KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan hasil belajar pada warga belajar Paket C Garuda. Dari hasil penelitian diperoleh fakta yang mendukung pernyataan bahwa supervisi merupakan strategi yang tepat dalam memberikan peningkatan kompetensi bagi tutor dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Sementara rencana pelaksanaan pembelajaran yang matang, terarah dan berkualitas akan menghasilkan pembelajaran yang berkualitas dan meningkatkan hasil belajar warga belajar.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Supervisi pada tutor terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kompetensi tutor dalam menyusun RPP di Paket C Garuda. Ini terbukti dengan meningkatnya nilai RPP tutor dari kategori cukup menjadi baik setelah supervisi akademik. 2. Supervisi pada tutor terbukti berdampak pada peningkatan hasil belajar warga belajar. Terbukti dari naiknya ketuntasan klasikal untuk ketiga mata pelajaran Bahasa Ingrris dari 35% menjadi 90%, Matematika dari 50% menjadi 85%, dan Bahasa Indonesia dari 50% menjadi 90%. 3. Strategi peningkatan kompetensi tutor ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

83


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

a. b. c.

d.

e.

Joyce, Wheil, dan Calhoun. 2010. Model’s of Teaching (Model–Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pengumuman rencana supervisi terhadap guru. Supervisi dengan menekankan pada aspekaspek yang masih lemah dimiliki tutor. Pemberian beberapa contoh format RPP untuk membantu dalam memberikan pemahaman pada tutor. Melaksanakan supervisi individual, dimana setiap tutor diminta mempresentasikan RPP-nya kepada penilik sebagai peneliti, kemudian peneliti memberikan masukan terhadap kekurangan RPP tutor. Untuk mengecek originalitas RPP yang disusun tutor, peneliti melakukan supervise kelas. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan rencana yang dimuat dalam RPP dengan penerapannya di kelas. Jika sesuai maka dapat dipastikan, kompetensi guru dalam menyusun RPP tersebut benar.

Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: Grafindo. Majid, A. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

REKOMENDASI 1. Dalam menyusun RPP diperlukan bimbingan dan arahan dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Pendidikan Deli Serdang khususnya untuk Program Paket untuk unit SMA demi peningkatan kemampuan mengajar bagi tutor. 2. Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Pendidikan Deli Sedang diharapkan dapat melakukan supervisi bagi kinerja tutor yang mengajar di Program Paket unit SMA. DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Abdulhak, I. 2000. Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira. Abdulhak, I. 2001. Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi dalam Peningkatan Kualitas dan Efektivitas Pembelajaran. Depdiknas: Universitas Pendidikan Indonesia. BPKB dan UNESCO. 2001. Standar Minimal Manajemen Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Berbasis Masyarakat. Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta : Depdiknas. Depdiknas. 2010. Supervisi Akademik; Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan Kepala Sekolah, Jakarta: Depdiknas. Gultom, dkk. 2010. Kompetensi Guru. Medan: UNIMED. 84


Febrianty, H., Rusiadi, dan Musika, M. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Sumatera Utara

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI SUMATERA UTARA (ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE POVERTY IN NORTH SUMATERA) Hastina Febrianty, Rusiadi, Mitra Musika Universitas Sumatera Utara Jl. Dr. Mansur No. 9 Medan; Telp: 081260961560 Naskah masuk: 24 Januari 2012 ; Naskah diterima: 12 April 2012

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara. Wilayah kajian terdiri empat Kabupaten/kota yaitu, Kabupaten Nias, Kabupaten Langkat, Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Data di analisis dengan statistik deskriptif dan analisis model probit bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara adalah sebagai berikut: (a) Kepemilikan rumah, rumah warisan orang tua dan menumpang sebanyak 62% dan luas bangunan pada umumnya < 50 m2 (72%) dengan kondisi yang tidak layak huni; (b) Sebagian besar umur kepala keluarga (70,27%) pada kelompok umur 34 – 51 tahun; (c) Sebagian besar jumlah anggota keluarga miskin 3–6 orang sebanyak 81,04% dan rata-rata jumlah anggota keluarga 4,48 orang lebih kecil dari angka nasional 5,1 orang/KK; (d) Tingkat pendidikan kepala keluarga sebagian besar SMP dan SMA sebesar 74,78% dan masih terdapat KK yang belum/tidak pernah sekolah; (e) jenis pekerjaan sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 20,72 %, tukang becak dan pekerja lepas masing-masing 16,22 %. Tingkat pendapatan sebagian besar berada di bawah Rp 157.500 perkapita perbulan 45,95%. Kata kunci : kemiskinan, rumah tangga miskin, karakteristik, sosial ekonomi.

ABSTRACT This study aims to describe the socio-economic characteristics of poor households in North Sumatera. Study area consists of four regencies/cities which are, Nias regency, Langkat, Simalungun District and the city of Medan. Data were analyzed with descriptive statistics and bivariate probit model analysis results show that socio-economic characteristics of poor households in North Sumatera are as follows: (a) Ownership of the house, heritage house parents and ride as much as 62% and area of the generally <50 m2 (72%) with conditions unfit for human habitation, (b) Most of the old heads of households (70.27%) in the age group 34-51 years, (c) the majority of the members of poor families 3-6 people as much as 81, 04% and the average family size of 4.48 is smaller than the national figure of 5.1 persons/households; (d) level of education the head of the family most of high school by 74.78% and there are families that have not / never been to school, (e) the type of work that most traders as much as 20.72%, a pedicab driver and freelance worker 16.22% respectively. Income levels are mostly under Rp. 157.500 per capita per month 45.95%. Keywords: poverty, poor households, characteristics, socio-economic

sepenuhnya berhasil. Ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi dengan angka diatas hard core atau diatas 10 persen.

PENDAHULUAN Keberhasilan provinsi Sumatera Utara dalam menanggulangi kemiskinan belum 85


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Persentase penduduk miskin Sumatera Utara sebesar 11,3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Sumatera, seperti Kepulauan Bangka Belitung sebesar 4,4 persen atau dibandingkan Provinsi Sumatera Barat dengan persentase penduduk miskin hanya sebesar 6,8 persen di tahun 2010. Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas Chambers dalam Chriswardani Suryawati (2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan disertai pemerataan hasil pertumbuhan keseluruh sektor usaha sangat dibutuhkan dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu untuk mempercepat penurunan tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan melalui peningkatan pendapatan rumah tangga. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah upah. Upah minimum ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup layak yang dibutuhkan pekerja dengan harapan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja sehingga tingkat kemiskinan akan berkurang. Selain itu, pendidikan dan pengangguran juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan ketrampilan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan memperbesar peluang kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih layak dan memperoleh kemakmuran. Pendapatan masyarakat maksimum tercapai saat perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh. Semakin meningkatnya tingkat pengangguran akan semakin mengurangi pendapatan masyarakat yang berakibat naiknya tingkat kemiskinan. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara, dan melakukan analisis mendalam tentang faktor pendapatan, kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan akses terhadap lembaga keuangan mempengaruhi terjadinya

kemiskinan pada rumah tangga miskin di Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Wilayah kajian terdiri dari empat Kabupaten/kota yaitu, Kabupaten Nias, Kabupaten Langkat, Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan bahwa 4 wilayah memiliki angka/jumlah penduduk miskin terbanyak dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara, pengambilan sampel dilakukan dengan metode quota sampling sebanyak 160 sampel (40 sampel per lokasi). B. Sumber Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan skunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi ke lapangan. Data sekunder yang bersumber dari data BPS, Bank Indonesia, BKPMD, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan instansi-instansi terkait lainnya di Provinsi Sumatera Utara. C. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung ke lokasi atau objek penelitian, setelah data diperoleh dan ditabulasi, selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan dilanjutkan dengan analisis regresi berganda untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang beragam, baik dilihat dari umur, jumlah keluarga, pendidikan, agama, suku ataupun daerah asal. Responden penelitian Sebagian besar berada pada kelompok umur 34 – 51 tahun atau sekitar 70,27%, sedangkan menurut statistik pada tahun 2009 rata-rata umur kepala keluarga miskin di perkotaan berkisar 46 tahun. Berdasarkan hasil lapangan ini berarti sebagian besar kepala keluarga berada pada usia produktif. Usia ini adalah usia yang cukup matang, stabil sebagai kepala keluarga dalam hal mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Biasanya pada usia seperti ini seseorang sudah mempunyai emosional yang stabil dan ketetapan dalam bekerja serta berada pada puncak produktivitas. Dari jumlah anggota keluarga, ditemukan jumlah anggota keluarga terbanyak adalah 3 – 6 86


Febrianty, H., Rusiadi, dan Musika, M. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Sumatera Utara

rumah semen (86,49%), dan juga dijumpai berlantai tanah (13,51%). Atap rumah Sebagian besar adalah atap seng (72,07%) atap asbes 8,11% dan atap rumbia 19,82%. Secara keseluruhan kondisi rumah keluarga responden sangat tidak layak untuk dihuni dengan jumlah keluarga yang cukup banyak dengan luas bangunan yang sempit, kondisi rumah yang memprihatinkan, ditambah lagi dengan sanitasi dan kebersihan lingkungan yang tidak terpelihara. Dari status kepemilikan rumah responden dapat diketahui bahwa sebanyak 20 orang (18,02%) dari responden adalah rumah milik sendiri, 33 orang (29,73%) merupakan warisan dari orang tua, 36 orang (32,43%) menumpang dan menyewa sebanyak 22 orang (19,82%). Berdasarkan hal ini dapat dilihat yang merupakan rumah milik sendiri dan warisan orang tua berjumlah 47,75%, keadaan ini cukup menguntungkan bagi responden walaupun kondisi rumah tidak memadai namun buat sementara dapat mengurangi beban karena akan membantu mengurangi pengeluaran rutin rumah tangga berupa pembayaran sewa atau meringankan beban untuk menyediakan rumah bagi keluarga yang merupakan kebutuhan yang sangat penting. Banyaknya jumlah keluarga yang menumpang dan tidak memiliki rumah adalah merupakan suatu beban tersendiri bagi keluarga. Membicarakan ekonomi masyarakat, tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan yang dilakukannya, jumlah pendapatan yang diperoleh setiap bulannya, pola konsumsi, jumlah keluarga yang menjadi tanggungan, kemampuan untuk menabung serta aksesnya terhadap lembaga keuangan yang ada. Dari jenis pekerjaan responden sangat beragam dan paling banyak ditemui adalah pedagang (20,72%), tukang becak, dan pekerja lepas dengan jumlah yang sama, masing-masing 16,22%. Kemudian dari jumlah pendapatan dapat dilihat bahwa pendapatan perkapita tertinggi sebagian besar berada pada kategori rendah yaitu dengan tingkat pendapatan per kapita kurang dari Rp. 157.500,- per kapita setiap bulannya (45,95%), yaitu kelompok paling miskin menurut kategori Sayogyo yang digunakan dalam penelitian ini. Ternyata sebagian besar penghasilan digunakan untuk kebutuhan pangan dengan kisaran 70 – 75 %, dan sisanya digunakan untuk pendidikan, papan dan transportasi. Jika sebagian besar pendapatan digunakan untuk konsumsi dan pemenuhan kebutuhan pokok lainnya itu menandakan bahwa masyarakat tersebut masih hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini juga menggambarkan betapa berat beban

orang (81,04%) dan jumlah keluarga di atas 6 orang sebanyak 9,01%, dan sisanya di bawah 3 orang sebanyak 9,91%. Sedangkan jumlah ratarata anggota keluarga adalah sebanyak 4,48 orang, angka ini berarti masih dibawah jumlah angka rata-rata nasional 5,1 orang (BPS, 2009). Besarnya jumlah anggota keluarga sekaligus menentukan jumlah tanggungan dalam keluarga akan turut mempengaruhi tingkat pendapatan rata-rata dan tingkat kemiskinan dalam keluarga. Pendidikan responden mayoritas SMP dan SMU dengan jumlah masing-masing 35,14% dan 39,64% (74,78%), di samping itu ada yang sampai perguruan tinggi/akademi sebanyak 17,12%, sedangkan yang berpendidikan SD adalah 8,10%. Sementara itu yang tidak pernah sekolah ditemukan ada 3 responden. Dengan demikian tingkat pendidikan responden berdasarkan kategori yang ditentukan Sebagian besar berada pada tingkat sedang, hal ini berarti sudah termasuk dalam kategori program wajib belajar 9 tahun. Agama dari responden kebanyakan beragama Islam (83,79%) dan sisanya adalah agama kristen dan Hindu/Budha (14,41 dan 1,80 persen). Kondisi perumahan miskin dan kumuh di tiga kabupaten dan 1 kota pada daerah penelitian yaitu: Kabupaten Langkat (Kecamatan Pantai Gemi), Kabupaten Simalungun (Kecamatan Raya) dan Kabupaten Nias (Ulu Moro O) dan Kotamadya Medan (Kecamatan Medan Labuhan) tidak berbeda jauh dengan kondisi perumahan yang terdapat di kawasan miskin dan kumuh lainnya di Sumatera Utara. Disamping itu terdapat pemandangan yang kontras, dimana pemukiman miskin dan kumuh berada dibalik gedung bertingkat yang dipenuhi dengan berbagai kegiatan ekonomi yang sangat kompleks. Kondisi tempat tinggal tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukan dari hasil studi yang dilakukan Bappeda kota Medan. Sebagian besar rumah terdiri dari rumah dengan dinding papan, lantai semen dan atap seng dengan luas bangunan kurang lebih 50 m2. Luas tanah sebagian besar < 100 m2 atau sekitar 51,35% dan yang memiliki tanah seluas 150-200 m2 hanya sekitar 8,10%. Sedangkan luas bangunan sebagian besar adalah kurang dari 50 m2 atau sekitar 72,07%, dan yang memiliki luas bangunan lebih dari 100 m2 hanya 2,70%. Ditinjau dari kondisi fisik bangunan rumah, rumah dengan dinding setengah batu dengan persentase sebanyak 38,73%, rumah dinding papan sebanyak 36,93%, rumah dengan tepas dijumpai sebanyak 19,81%, sedangkan rumah dengan dinding batu sebanyak 4,50%. Apabila ditinjau dari lantai rumah, sebagian besar lantai 87


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

hidup yang ditanggung oleh keluarga miskin sehingga mereka sulit untuk punya keinginan lain kecuali hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok yang wajib mereka penuhi, terkadang itupun tidak dapat mereka penuhi, sedangkan untuk menabung yang seharusnya dilakukan oleh setiap keluarga guna pembentukan modal agar tingkat ekonomi keluarga dapat ditingkatkan, tidak dapat mereka lakukan. Selanjutnya akses terhadap lembaga keuangan yang besar kemungkinan berpengaruh terhadap ekonomi keluarga, dapat dilihat dari hasil data penelitian di lapangan ternyata Sebagian besar responden tidak mempunyai akses terhadap lembaga keuangan dan bahkan tidak pernah mendapat informasi mengenai peran dan fungsi lembaga keuangan yang ada untuk membantu ekonomi rakyat kecil (39,64%), sedangkan yang pernah menggunakan lembaga keuangan dan mendapat informasi mengenai peranan lembaga keuangan tersebut ada sebanyak (28,8%) dan 31,5 % adalah yang pernah berhubungan dengan lembaga keuangan namun tidak pernah mendapatkan informasi mengenai peranan lembaga tersebut. Betapa kecilnya peranan dan manfaat lembaga keuangan bagi masyarakat miskin, disamping kurang akses informasi, juga sejauh ini lembaga keuangan hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk mendapatkan pinjaman yang sifatnya konsumtif, bukan untuk penggunaan yang semestinya, masyarakat lebih sering menggunakan koperasi keliling yang beroperasi di wilayah mereka.

a.

b.

c.

d.

e.

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil estimasi di atas dapat menunjukan bahwa R2 = 0.8495 yang bermakna bahwa variabel kepemilikan rumah (RMH), umur (UM), Jumlah anggota keluarga (JK), pendidikan (PDD) dan akses lembaga keuangan (BANK) mampu menjelaskan variasi kemiskinan di Sumatera Utara sebesar 84,95 persen dan sisanya 15,05 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Berdasarkan hasil uji simultan (serempak) yang dilakukan melihat signifikansi secara bersama-sama variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat (dependent variable). Dari estimasi tersebut diperoleh nilai prob (F-Statistik) sebesar 0.000 < Îą 0,05 atau F hitung (16,547) > F tabel (2,81) yang berarti secara bersama-sama (kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan akses lembaga keuangan) dapat mempengaruhi kemiskinan dengan tingkat keyakinan 95 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan adalah:

Kepemilikan rumah (RMH) adalah status kepemilikan rumah yang dimiliki oleh keluarga miskin. Peningkatan status kepemilikan rumah akan mengakibatkan berkurangnya kemiskinan. Umur (UM) adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung mulai dari lahir sampai saat berlangsungnya penelitian. Peningkatan umur kepala keluarga miskin akan mengakibatkan peningkatan kemiskinan. Usia yang tinggi mengakibatkan kepala keluarga tersebut menjadi kurang produktif lagi dalam mencari kerja dan atau berkerja. Jumlah anggota keluarga (JK) adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal dan menetap di rumah keluarga miskin. Peningkatan jumlah anggota keluarga akan mengakibatkan peningkatan kemiskinan karena semakin besarnya angka pengeluaran atau biaya hidup yang harus dibayar. Pendidikan adalah jenjang pendidikan yang ditempuh oleh kepala keluarga. Skor tertinggi adalah SLTA keatas. Peningkatan jenjang pendidikan kepala keluarga akan mengakibatkan berkurangnya kemiskinan karena peluang bekerja kepala keluarga tersebut bertambah begitu juga dengan ketrampilannya dalam berusaha. Akses terhadap lembaga keuangan adalah kesempatan rumah tangga untuk memanfaatkan kelembagaan ekonomi. Peningkatan akses terhadap lembaga keuangan akan mengakibatkan naiknya skor kemiskinan (skor 3 adalah miskin)

Sebagaimana halnya kota-kota besar lainnya di Indonesia, maka Sumatera Utara juga mempunyai satu permasalahan umum yaitu adanya pemukiman miskin dan kumuh. Kawasan ini terdapat di bantaran sungai, disamping itu juga terdapat di sepanjang rel kereta api. Tentu saja pemukiman miskin ini menjadi permasalahan kota tersendiri, terutama mengganggu keindahan. Pemerintah Sumatera Utara telah melakukan program-program perbaikan pemukiman miskin dan kumuh. Kawasan miskin dan kumuh merupakan kawasan yang mempunyai ciri dan karakteristik tersendiri yang membedakan dengan kawasan yang mempunyai berbagai sarana dan prasarana dan kondisi sosial yang berbeda dengan kawasan lainnya. Kawasan kumuh memperlihatkan kondisi kekumuhan atau kondisi ketidakteraturan kawasan yang salah satunya disebabkan oleh kondisi kemiskinan. Wajah dan bentuk Sumatera Utara saat ini tidak jauh berbeda dengan kota-kota besar 88


Febrianty, H., Rusiadi, dan Musika, M. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Sumatera Utara

Hampir di seluruh kawasan miskin tidak terdapat atau sangat terbatas tersedianya air bersih dari PAM. Kebutuhan air bersih mereka dapatkan dengan membuat sumur pribadi ataupun sumur umum. Pada kawasan miskin, penduduk masih mempergunakan air sungai untuk kebutuhan MCK (mandi, cuci, kakus). Sedangkan untuk air minum mereka membeli, kondisi ini semakin memprihatinkan apabila terjadi banjir, air sungai tidak bisa dimanfaatkan, akhirnya untuk berbagai kebutuhan mereka harus membeli. Permasalahan sanitasi dan sarana drainase memperlihatkan kondisi tidak tersedianya tempat pembuangan sampah yang memadai ataupu seluruh parit yang layak dengan aliran air yang lancar sehingga air limbah rumah tangga sering tergenang. Penduduk kebanyakan membuang sampah ke pinggir sungai, disekitar rumah atau pada tanah kosong yang sempit disekitar rumah. Apabila turun hujan aliran parit dan got akan menggenangi kawasan pemukiman sehingga bau tak sedap akan tercium dari tumpukan sampah yang berbaur dengan air yang tergenang. Kondisi ini akan membahayakan kesehatan. Seperti halnya di wilayah penelitian masalah sanitasi dan drainase tetap menjadi pemandangan yang kurang bagus. Kondisi fasilitas jalan di kawasan miskin berbeda dengan kawasan ideal dengan lebar jalan dan kualitas jalan aspal atau hotmix. Jalan di kawasan miskin terlihat sangat sempit dan kelebaran antara 1–3 meter, dengan bahan jalan terbuat dari semen bahkan tanah. Jalan hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua atau tiga seperti becak. Kalaupun ada jalan yang cukup lebar dan bisa dilalui oleh kendaraan roda empat, namun tidak didukung oleh pola pemukiman yang sehat dan teratur. Fasilitas pendidikan yang tersedia di kawasan miskin pada umumnya adalah sekolah dasar yang letaknya dekat dengan pemukiman. Pada lokasi penelitian dijumpai sekolah untuk tingkat SLTP dan SMU, seperti madrasah atau sekolah yang dikelola oleh swasta. Ketersediaan fasilitas kesehatan, biasanya sejenis puskesmas ataupun puskesmas pembantu yang terletak atau agak jauh dari kawasan. Penduduk cenderung membeli obat bebas jika menderita sakit. Fasilitas tempat bermain dan tempat berolahraga pada umumnya tidak tersedia secara memadai. Anak-anak biasanya bermain dengan mempergunakan jalan gang didepan rumah, sehingga sering menghambat jalan. Begitu juga tempat bersosialisasi mereka sering berkumpul ditmpat tetangga terutama ibu-ibu rumah tangga untuk menghabiskan waktu

lainnya di Indonesia. Hal ini karena kota-kota di Indonesia pada umumnya berkembang tanpa dilandasi perencanaan kota yang menyeluruh dan terpadu. Kota tidak betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu relatif pendek. Kondisi kekumuhan ini bukan hanya terjadi dibantaran sungai, namun juga di kawasan rel kereta api. Ini dapat terlihat jelas pada perjalanan kereta api ke Tebing Tinggi, disepanjang jalan daerah Sukaramai, sampai ke daerah Mandala. Hal yang sama juga terlihat di kawasan Medan Labuhan. Di daerah ini banyak terlihat industri yang cukup padat dan menimbulkan efek daerah kumuh. Pola pemukiman di kawasan miskin identik dengan pemukiman yang tidak teratur, dengan bangunan perumahan yang sangat padat, jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat rapat, malah ada dinding yang menyatu dengan dinding ditetangga sebelah. Bentuk dan komposisi bangunan relatif sangat kecil dan sempit, dengan rata-rata lebar bangunan berkisar 4 – 5 meter dengan panjang yang variatif, namun juga sangat pendek. Seperti di kawasan kumuh sepanjang bantaran rel kereta api, rata-rata lebar bangunan adalah 4 meter dengan panjang 5 meter. Secara umum karakteritik tempat tinggal dapat dilihat dari kondisi dan bangunan rumah secara keseluruhan, seperti luas lantai, jenis dinding, atap, sumber air minum dan fasilitas sanitasi. Kondisi rumah yang ada di pemukiman miskin dan kumuh secara fisik sungguh sangat memprihatinkan. Dari hasil studi yang dilakukan Bappeda Kota Medan pada tahun 2009, dilaporkan bahwa sebagian besar tempat tinggal merupakan rumah setengah permanen dengan dinding atas adalah papan atau tepas. Ada juga sebagian yang seluruh dinding terbuat dari tepas. Kualitas rumah juga sangat rusak, untuk yang bercat, catnya sudah mulai memudar. Tata letak bangunan relatif tidak teratur, lantai rumah kebanyakan terbuat dari semen. Fasilitas rumah dengan ruang yang sangat terbatas, jumlah kamar 2–3 kamar sangat sempit yang dihuni rata-rata 5–7 orang anggota keluarga. Ruang makan merangkap dapur, sedangkan untuk kamar mandi mereka menggunakan sumur diluar rumah atau sungai disekitar, begitu juga dengan jamban keluarga. Komponen penting yang umumnya dijumpai di kawasan kumuh adalah ketidaktersediaan sarana dan prasarana yang layak. Sarana dan prasarana itu mencakup sarana air minum, sanitasi dan drainase; dan fasilitas jalan, sekolah, kesehatan, tempat bermain, olah raga, dan tempat bersosialisasi. 89


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

mereka setelah habis bekerja.dan bagi kaum bapak melakukan sosialisasi di kedai-kedai kopi di sekitar pemukiman. Hal yang banyak terjadi adalah komposisi penduduk di kawasan miskin ini relatif sangat padat bila dibandingkan dengan kondisi idealnya suatu kawasan. Dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi maka realistisnya menimbulkan berbagai persoalan yang menyulitkan penduduk itu sendiri dan lingkungan. Bila dilihat dari jumlah anggota keluarga, rumah tangga miskin cenderung besar dengan banyak anak dan banyak anggota rumah tangga yang secara ekonomis tergantung. Hubungan antara kemiskinan dan jumlah anggota rumah tangga di dasarkan pada asumsi bahwa rumah tangga miskin cenderung mempunyai tingkat kelahiran yang tinggi dan tingkat kematian anak yang tinggi akibat kurangnya pendapatan dan akses kesehatan serta pemenuhan gizi yang kurang. Keadaan ini akan menghambat peningkatan sumber daya manusia masa depan. Menurut data statistik, secara umum jumlah anggota rumah tangga miskin di perkotaan Indonesia adalah 5,1 orang /kk (BPS, 2000). Kemudian salah satu komponen paling penting yang menyangkut prospek kesejahteraan rumah tangga adalah pendidikan, karena secara teoritis semakin tinggi pendidikan seseorang maka dia akan mempunyai peluang yang lebih baik dan sesuai dengan kemampuannya. Dari data statistik secara nasional pada tahun 1999, menunjukkan bahwa kepala rumah tangga miskin di perkotaan menunjukkan bahwa rata-rata lamanya pendidikan (sekolah) lebih lama, dengan kata lain tingkat pendidikannya lebih tinggi jika dibanding dengan wilayah pedesaan. Karakteristik ekonomi penduduk dapat menggambarkan miskin atau tidaknya suatu keluarga. Beberapa karakteristik ekonomi penduduk / keluarga yang akan dilihat adalah jenis pekerjaan, pendapatan dan pola konsumsi. Jenis pekerjaan di kawasan kumuh biasanya penduduk bekerja di sektor informal yang tidak menghendaki persyaratan tertentu dan juga tidak menjanjikan pendapatan yang tetap untuk setiap harinya. Adapun jenis pekerjaan tersebut seperti buruh bangunan, tukang becak, supir, buruh pabrik, tukang botot, pedagang dan lainlain. Ada juga yang bekerja sebagai pegawai swasta ataupun pegawai negeri golongan rendah (Bappeda Kota Medan, 2009). Menurut data statistik kepala rumah tangga miskin diperkotaan banyak terlibat di sektor jasa, sedang dipedesaan tergantung pada sektor pertanian. Juga di perkotaan kemiskinan lebih banyak ditemui pada rumah tangga yang bekerja

sebagai buruh / karyawan yaitu sebesar 48,10% (BPS, 2009). Setelah jenis pekerjaan dapat dilihat lagi tingkat pendapatan penduduk miskin berdasarkan jenis pekerjaan akan turut mempengaruhi pendapatan, sulit sekali menentukan jumlah pendapatan bagi penduduk yang jenis pekerjaannya bukan sebagai pegawai. Dari hasil studi dilakukan Bappeda, rata-rata pendapatan mereka di kawasan ini adalah Rp 500,000,-sampai dengan Rp 600.000,- . penghasilan ini digunakan untuk membiayai 5 sampai 6 orang ini berarti kalau di bagi dengan rata-rata 5 orang jumlah anggota keluarga maka pendapatan perkapita keluarga adalah Rp. 100.000 – Rp 120.000 per bulan. Penghasilan mereka juga terkadang terdiri dari penghasilan utama dari bapak ditambah dengan penghasilan dari istri dan anak mereka. Kemudian dari pola konsumsi keluarga miskin, dikatakan oleh Sutyastie dalam bukunya bahwa pola konsumsi makanan dan bukan makanan dari penduduk miskin adalah sebesar 70,6% dan hanya 29,31% untuk konsumsi bukan makanan. Kondisi ini terjadi karena kondisi keluarga miskin masih menganggap kebutuhan makanan adalah kebutuhan utama merek dibandingkan dengan kebutuhan sekunder lainnya. KESIMPULAN Berdasarkan permasalahan, hasil dan pembahasan penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara adalah: a. Dari kepemilikan rumah, rata-rata rumah yang ditempati oleh penduduk miskin tersebut adalah rumah warisan orang tua dan menumpang yaitu sebanyak 62%. Dan luas bangunan pada umumunya < 50 m2 (72%) dengan kondisi yang tidak layak huni b. Sebagian besar umur kepala keluarga (70,27%) berada pada kelompok umur 34 – 51 tahun, secara ekonomi kelompok ini termasuk dalam kelompok umur yang masih produktif c. Sebagian besar jumlah anggota keluarga miskin adalah 3 – 6 orang yaitu sebanyak 81,04% dan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 4,48 orang lebih kecil dari angka nasional 5,1 orang/KK d. Tingkat pendidikan kepala keluarga Sebagian besar adalah SMP dan SMA yaitu sebesar 74,78% dan masih terdapat KK yang belum/tidak pernah sekolah e. Dari jenis pekerjaan Sebagian besar adalah pedagang yaitu sebanyak 20,72 %, 90


Febrianty, H., Rusiadi, dan Musika, M. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Sumatera Utara

2.

a.

b.

c.

d.

kemudian tukang becak dan pekerja lepas masing-masing 16,22 %. Tingkat pendapatan Sebagian besar berada di bawah Rp 157.500 perkapita perbulan yaitu 45,95% Dari hasil analisis kemiskinan (rumah tangga miskin) dapat disimpulkan sebagai berikut: Secara bersama-sama (kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan akses lembaga keuangan) dapat mempengaruhi kemiskinan dengan tingkat keyakinan 95 persen. Secara partial, variabel kepemilikan rumah, umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan, dan akses terhadap lembaga keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap strata kemiskinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan yang mempunyai pengaruh positif adalah umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan akses terhadap lembaga keuangan. Sedangkan faktor kemiskinan yang berpengaruh negatif adalah kepemilikan rumah dan tingkat pendidikan. R2 yang dihasilkan adalah 0.8495 yang bermakna bahwa variabel kepemilikan rumah (RMH), umur (UM), Jumlah anggota keluarga (JK), pendidikan (PDD) dan akses lembaga keuangan (BANK) mampu menjelaskan variasi kemiskinan di Sumatera Utara sebesar 84,95 persen dan sisanya 15,05 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

kebijakan yang mengatur industri, ketenagakerjaan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bentuk program kerja yang dapat dilakukan antara lain: keberadaan kredit mikro bagi para individu miskin yang dirancang dengan skema yang sedemikian sehingga memacu produktifitas dan daya saing dari individu miskin tersebut. Program ini dilakukan dengan koordinasi Bank Indonesia melalui berbagai program keuangan mikro (microfinance) bersama bank-bank pembangunan daerah (BPD) dan bank-bank perkreditan rakyat (BPR) bekerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan milik masyarakat seperti Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Program kerja lainnya adalah membuka akses tanah olahan bagi para individu miskin. 3. Dinas Ketenagakerjaan diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan yang mengatur pembangunan suatu kelembagaan perlindungan sosial bagi warga negara. Bentuk program kerjanya antara lain adalah jaminan asuransi, jaminan penanganan khusus untuk pemberikan kredit bagi para cacat untuk wira usaha dan regulasi lainnya terkait dengan upah minimum dan fasilitas minimum bagi para pekerja. 4. Lembaga swadaya masyarakat yang berfokus kepada pengentasan kemiskinan sebaiknya berkoordinasi dengan pemerintah daerah merumuskan kebijakan yang memungkinkan adanya akses untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan miskin (the poor). Bentuk program kerjanya antara lain pemberdayaan lembaga TKPKRI (Perpres 54/2005) secara lebih intensif yang akan memberikan akses pada terbentuknya forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat dan/atau memberdayakan forum-forum sejenis yang telah terbentuk.

REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan melihat kondisi sosial budaya serta ekonomi masyarakat di Sumatera Utara, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut : 1. Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara diharapkan dapat membuat program kerja, antara lain dengan mempercepat belanja pusat yang di alokasikan pada sejumlah proyek infrastruktur dan memberdayakan usaha kecil menengah sektor-sektor produksi, serta mendukung dan memfasilitasi gerakan nasional penanggulangan kemiskinan. 2. Untuk mendukung penguatan sistem pendidikan nasional yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja diharapkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara untuk mengeluarkan kebijakan dari segi pendidikan yang berintegrasi dengan

DAFTAR PUSTAKA Aditya, Sri. 2010. Analisis Ketimpangan Antar Wilayah dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya Dengan Model Panel Data (Studi Kasus 35 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000 – 2007). Semarang: Universitas Diponegoro. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara. 2007. Dukungan Provinsi Sumatera Utara Dalam Pemberantasan Kemiskinan. http://p3b.bappenas.go.id

91


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Badan Pusat Statistik. 2009. Berita Resmi Statistik Sumatera Utara.

Wongdesmiwati. 2009. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Analisis Ekonometrika. http://wongdesmiwati.files.wordpress.com/200 9/10/pertumbuhan-ekonomi-dan-pengentasankemiskinan-di-indonesia-_analisisekonometrika_pdf.

Boediono. 2002. Ekonomi Mikro : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1, Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Criswardani, Suryawati. 2005. Memahami Kemiskinan secara Multidimensional. http://www.jmpkonline.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf. Dian, Satria. 2008. Modal Manusia dan Globalisasi: Peran Subsidi Pendidikan, http://www.diansatria.web.id/wpcontent/uploads/2008/12/jurnal-indefsubsidi.pdf. Hasanuddin, Rachman. 2005. Pengaruh Pengupahan Sebagai Langkah Strategis Stabilitas Dalam Hubungan Industrial. Jakarta. Kaufman, Bruce. 2000. The Economics of Labor Market (Fifth Edition). New York: The Dryden Press. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Nasir, Muh., Saichudin dan Maulizar. 2008. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Purworejo. Jurnal Eksekutif. Vol. 5 No. 4 Agustus 2008. Jakarta: LIPI. Siregar, Hermanto dan Dwi Wahyuniarti. 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. http://psc.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PR OS_2008_MAK3.pdf. Sitepu, Rasidin K. dan Bonar M. Sinaga. 2004. Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia: Pendekatan Model Computable General Equilibrium. Http://ejournal.unud.ac.id/?modulc=detailpenel itian&idf=7&idj=48&idv=1818&idi=48&idr=191 9. Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, (Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga.

92


Sitorus, M. dan Hafsah. Evaluasi Program Penanganan Korban KDRT dan Program Perlindungan Anak Terlantar di Sumatera Utara

EVALUASI PROGRAM PENANGANAN KORBAN KDRT DAN PROGRAM PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DI SUMATERA UTARA (EVALUATION OF TREATMENT PROGRAM OF DOMESTIC VIOLENCE VICTIMS AND NEGLECTED CHILD PROTECTION PROGRAM IN NORTH SUMATRA) Masganti Sitorus, Hafsah Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate; Telp: 061-6615683 Naskah masuk : 20 Januari 2012 ; Naskah diterima : 5 Maret 2012

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan, keberhasilan, kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan serta tanggapan dan harapan pengguna pada program-program yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar di Sumatera Utara. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan di 3 (tiga) wilayah Sumatera Utara, yakni Kota Medan, Kota Pematang Siantar, dan Kota Sibolga. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengisian angket, dan studi dokumen. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif menggunakan model Miles dan Huberman yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program penanganan korban KDRT dan anak terlantar telah dilaksanakan dalam bentuk tindakan preventif dan kuratif. Keberhasilan telah dicapai dalam bentuk pencegahan, perlindungan, dan pemberdayaan. Kekuatan program terdiri dari dukungan pemerintah, penyediaan sarana, dan penyediaan tenaga ahli dari unsur masyarakat. Kelemahan program adalah belum semuanya terlibat dalam program tersebut, sikap korban, dan jumlah tenaga ahli yang terbatas. Peluang program berupa banyaknya organisasi sosial dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan penanganan korban KDRT dan anak terlantar yang dapat dijadikan mitra. Tantangan program adalah sikap penuntut yang selalu tidak konsisten. Tanggapan pengguna program adalah terciptanya kemandirian, keberanian memperjuangkan hak, dan tekad melanjutkan pendidikan. Harapan pengguna progam agar frekwensi dan jenis kegiatan ditingkatkan, kegiatan berfokus pada keterampilan, dan kegiatan yang membantu ekonomi keluarga. Kata kunci: KDRT, penanganan korban, anak terlantar

ABSTRACT This study aims to determine the implementation, successes, strengths, weaknesses, opportunities, challenges and responses, and user expectations for programs of the government and nongovernmental organizations in the handling of victims of domestic violence and neglected children in North Sumatra. Research using qualitative research methods. The study was conducted in 3 (three) areas of North Sumatra, which are; Medan City, Siantar City, and Sibolga City. Data was collected through interviews, filling questionnaires, and study the document. Analysis of the data used is the analysis of qualitative data using the model of Miles and Huberman, beginning of data collection, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results showed that the implementation of victims of domestic violence treatment program and abandoned children

93


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

have been implemented in the form of preventive and curative. Success has been achieved in the form of prevention, protection, and empowerment. Force composed of government support programs, the provision of facilities, and provision of experts from the community. Weaknesses of the program is not all involved in the program, the attitude of the victim, and a limited number of experts. Opportunities program are many social organizations and NGOs concerned with the handling of victims of domestic violence and neglected children who can be partners. Program challenges is the prosecutor's attitude is not always consistent. Creation of independent user feedback program, the courage to fight for rights, and the determination to continue their education. Expectations of the user program to increase the frequency and type of events, activities focusing on skills, and activities that help the family economy. Keywords: domestic violence, treatment of victims, neglected children

terlantar kemungkinan mengalami perilaku tertentu. Penelitian yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa anak yang dibesarkan dengan bentuk penelantaran ini akan beresiko terhadap perilaku yang menyimpang dan tindakan kejahatan. Kemungkinan anak yang diterlantarkan akan mengulang perilaku pengasuhan yang sama terhadap anak-anaknya kelak. Menurut Ismira Dewi (2008), anak yang diterlantarkan akan menunjukkan penurunan kognisi yang berpengaruh terhadap akademisnya dan keterlambatan perkembangan, dibanding anak yang tidak diterlantarkan. Keterlambatan ini dapat berupa keterlambatan dalam berbahasa dan ekspresi pikiran dan perasaannya. Sehingga perlu dilakukan perlindungan terhadap anak – anak terlantar. Perlindungan terhadap anak secara yuridis telah ditetapkan pemerintah sejak tahun 2002 dengan Undangundang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penanganan masalah anak terlantar juga telah menjadi bagian dari program kerja dari dinas sosial provinsi dan kabupaten kota di Sumatera Utara, tetapi berbagai pihak menilai penanganan masalah kesejahteraan sosial di Sumatera Utara masih tergolong lambat. Ketua Komisi E. Brilian Moktar menyatakan: "Kinerja Dinas Sosial Sumut masih setengah hati dalam masalah kesejahteraan sosial masyarakat. Saya belum melihat upaya nyata Dinas Sosial Sumut untuk menyelesaikan masalah ini." Perlindungan terhadap korban kekerasaan dalam rumah tangga telah ditetapkan pemerintah pada Undang-undang Republik No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Di Sumatera Utara penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dilakukan pemerintah, kepolisian dan lembaga-lembaga perlindungan hukum, seperti LBH APIK dan lainnya, namun hasil yang dicapai dalam penanganan KDRT di Sumatera Utara belum memuaskan.

PENDAHULUAN Indonesia telah merdeka lebih dari 65 tahun, tetapi masalah-masalah kesejahteraan belum tertuntaskan sampai saat ini. Data tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia masih mencapai 31 juta, sekitar 13,33 persen dari penduduk Indonesia. Banyak kejahatan yang timbul disebabkan kemiskinan, misalnya pencurian, trafficking, penodongan, perkelahian, bahkan pembunuhan. Penelantaran anak dan usia lanjut, kekerasan dalam rumah tangga, pekerja migran yang terlantar, anak jalanan, merupakan masalah-masalah yang timbul akibat kemiskinan. Pemerintah telah berupaya terus menerus meningkatkan pendapatan masyarakat, namun upaya tersebut belum sepenuhnya dapat menuntaskan masalahmasalah kesejahteraan masyarakat. Belum tuntasnya masalah kemiskinan baik bersifat materi dan non materi dalam masyarakat menyebabkan munculnya kelompok-kelompok Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial antara lain terdiri dari anak terlantar dan wanita korban tindak kekerasaan. Data Biro Statistik Propinsi Sumatera Utara tahun 2008 menyatakan jumlah anak terlantar sebanyak 145.345 jiwa dan korban tindak kekerasan sebanyak 14.197 jiwa. Penelantaran yang dilakukan terhadap anak tentunya akan memiliki dampak yang buruk dan menyebabkan persoalan yang serius. Pengaruhnya dapat mencangkup berbagai wilayah, termasuk di dalamnya adalah: Kesehatan dan perkembangan fisik anak yang diterlantarkan dapat beresiko terhadap permasalahan fisik, berupa perkembangan yang terhambat, malnutrisis dan kerusakan otak. Secara tidak langsung, anak akan mengalami permasalahan kesehatan yang buruk. Selain itu anak juga akan mengalami permasalahan emosi dan psikologis. Anak akan merasa ketakutan, menarik diri, tidak dapat mempercayai orang lain, yang kemudian akan berakibat pada rendahnya harga diri pada anak. Anak yang

94


Sitorus, M. dan Hafsah. Evaluasi Program Penanganan Korban KDRT dan Program Perlindungan Anak Terlantar di Sumatera Utara

Data di atas menunjukkan banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah PMKS terutama masalah korban KDRT dan anak terlantar. Tetapi untuk mempercepat keberhasilan pengentasan PMKS terutama pada kasus KDRT dan anak terlantar perlu dilakukan sebuah penelitian evaluatif terhadap kegiatankegiatan pengentasan PMKS yang berkaitan anak terlantar dan KDRT yang telah dilakukan. Melalui hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi saran dan rekomendasi guna mendukung dan memaksimalkan upaya mengeleminir korban KDRT dan anak terlantar di provinsi Sumatera Utara yang dapat dijadikan rujukan atau acuan data dan dapat dijadikan konsep yang bisa diaplikasikan di berbagai wilayah di Sumatera Utara.

C. 1.

2.

3.

4. 5. 6.

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian evaluatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan yang telah dicapai dalam program yang telah dilaksanakan. Dalam penelitian ini yang akan dinilai adalah program-program yang telah dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan anak terlantar dan kekerasan dalam rumah tangga di Sumatera Utara. Penelitian ini bersifat deskriptif-evaluatif yang bermaksud untuk menggambarkan pelaksanaan program penanganan korban KDRT dan anak terlantar serta keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Penelitian dimulai dengan mengumpulkan informasi dari informan penelitian tentang data penelantaran anak dan kekerasan dalam rumah tangga, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terkait dengan program perlindungan terhadap anak terlantar dan korban kekerasan dalam rumah tangga di Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya peneliti menyebarkan angket kepada responden yang terlibat sebagai pengguna program perlindungan anak terlantar dan korban kekerasan dalam rumah tangga.

7.

8.

Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini terdiri dari: Kepala Seksi Pekerja Migran dan Tindak Kekerasan pada Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, Medan, Pematangsiantar, dan Sibolga. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial pada Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, Medan, Pematangsiantar, dan Sibolga. Ketua UPPA pada Kepolisian Provinsi Sumatera Utara, Medan, Pematangsiantar, dan Sibolga Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan dan Anak Sumatera Utara Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat yang mendapatkan bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara yaitu: LBH APIK dan Lembaga Perlidungan Anak Sumatera Utara (LPA SU) di Medan, Women Crisis Centre (WCC) di Pematang Siantar, dan Perhimpunan Kasih Sayang di Sibolga. Para Perempuan yang menjadi korban KDRT dan menjadi pengguna Program Perlindungan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan oleh LSM yang dibiayai pemerintah yaitu pada Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) di Medan, Women Crisis Centre (WCC) di Pematang Siantar, dan Perhimpunan Kasih Sayang di Sibolga. Para Anak Terlantar yang menjadi Program Perlindungan Anak Terlantar pengguna program yang dilakukan oleh Pemerintah atau LSM yang dibiayai pemerintah pada Lembaga Perlidungan Anak Sumatera Utara (LPA SU) dan Perhimpunan Kasih Sayang di Sibolga.

Pengambilan subjek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Subjek dipilih dari orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi yang akurat untuk penelitian.

B.

Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada 3 (tiga) kota di wilayah provinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada data dari Dinas Sosial dan Kesejahteraan Provinsi Sumatera Utara bahwa pada 3 (tiga) kota ini telah diberikan/dialokasikan bantuan untuk penanganan korban KDRT dan anak terlantar dan jumlah korban KDRT dan anak terlantar pada 3 (tiga) kota tersebut. Kota-kota tersebut adalah Kota Medan, Kota Pematangsiantar, dan Kota Sibolga.

D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, pengisian angket, dan studi dokumen. Wawancara dilakukan dengan Dinas Sosial, Kepolisian, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Sumatera Utara, dan LSM. Angket diberikan kepada anak terlantar dan korban KDRT yang menjadi pengguna program perlindungan anak terlantar dan korban KDRT. Studi dokumen untuk mendapatkan data tentang perencanaan dan pelaksanaan program perlindungan anak 95


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

terlantar dan korban KDRT yang dilaksanakan pemerintah atau LSM.

telah

informasi yang berkaitan dengan KDRT kepada masyarakat dan aparat pemerintah. Dalam proses sosialisasi UPPA lebih selalu berposisi sebagai Nara Sumber bersama dengan Biro PP dan LSM yang peduli terhadap penanganan korban KDRT. Program penanganan kasus KDRT yang dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara mencakup kegiatan pembuatan kebijakan dan keterlibatan dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya penghapusan KDRT di Sumatera Utara. Kegiatan pembentukan kebijakan dilakukan dalam bentuk merumuskan kebijakan penghapusan KDRT serta pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban. Keterlibatan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya penghapusan KDRT di Sumatera Utara dalam bentuk sosialisasi, advokasi, rehabilitasi dan konseling. Program sosialisasi dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara tentang ketentuan dan peraturan perlindungan perempuan dalam Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota sampai tingkat kecamatan. Sosialisasi juga dilakukan dengan bekerjasama dengan SKPD terkait, melalui media elektronika (televise dan radio). Posisi Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara sebagai nara sumber dan pelaksana. Pemerintah Kota Medan setiap tahun mengadakan sosialisasi tentang perlindungan perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga dengan peserta yang terdiri dari seluruh camat, lurah, dan kepala lingkungan se kota Medan. Advokasi dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara dengan menampung korban di rumah aman P2TP2A yang terletak di Gedung Johor maksimal 2 minggu. Korban yang ditampung di rumah tersebut bisa yang mengadu langsung kepada Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara dengan didampingi LSM pendamping, bisa juga merupakan titipan LSM seperti PKPA, Pusaka Indonesia, Sinceritas Sada Ahmo, dan Cahaya Perempuan. Advokasi juga dilakukan dalam bentuk perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban. Konseling dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara terhadap korban

E. Metode Analisis dan Teknik Penjaminan Keabsahan Data Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif menggunakan model Miles dan Huberman yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik penjaminan keabsahan data ini dilakukan dengan: 1. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi antar sumber. Triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda pula. Hasil wawancara akan dikonfirmasi dengan hasil studi dokumen dan angket. 2. Diskusi dengan sejawat. Penjaminan keabsahan data dengan sejawat dilakukan dengan memahami permasalahan program korban KDRT dan anak terlantar. HASIL PENELITIAN Penanganan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa program penanganan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumatera Utara yang bersifat tindakan preventif berupa program peningkatan kesejahteraan keluarga, pelayanan terhadap keluarga muda mandiri dengan penguatan mental sosial dan ekonomi produktif, dan pelayanan melalui LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga) untuk mencari solusi ketika ada indikasi akan terjadi KDRT. Kepolisian Daerah Sumatera Utara juga melakukan program perlindungan dan advokasi korban KDRT yang terdiri dari: melindungi korban, merujuk korban ke rumah aman, konseling, mediasi, merujuk visum, menerima pengaduan, proses penegakan hukum, dan rehabilitasi korban melibatkan instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Polresta Medan juga melakukan beberapa program tentang penanganan korban KDRT yang meliputi sosialisasi kepada masyarakat, menerima pengaduan, dan koordinasi dengan LSM dalam menangani pengaduan korban KDRT. Dalam proses sosialisasi UPPA polresta Medan bekerjasama dengan LSM dalam menyampaikan 96


Sitorus, M. dan Hafsah. Evaluasi Program Penanganan Korban KDRT dan Program Perlindungan Anak Terlantar di Sumatera Utara

dampingan LSM dengan memberikan pelayanan konsultasi psikologis di rumah aman P2TP2A. Program penanganan korban KDRT yang dilakukan LBH APIK dilakukan dalam bentuk advokasi seperti perlindungan terhadap korban dan pendampingnya, saksi, keluarga, dan teman korban; menyediakan bantuan hukum di pengadilan; dan menjadi mediator bagi korban yang masih ingin kembali kepada pasangannya. Kegiatan yang dilakukan LSM dalam penanganan korban KDRT antara lain: sosialisasi tata cara perlindungan hukum, pelatihan keterampilan hidup, perlindungan dari pelaku kekerasan, dan bantuan hukum. Hasil angket yang diberikan kepada 20 orang responden yang diambil dari Yayasan Perhimpunan Kasih Sayang dan Women Crisis Centre menunjukkan keaktifan para korban tindak kekerasan dalam rumah tangga mengikuti kegiatan-kegiatan tergambar pada tabel 1.

dengan stimulant produktif, pelatihan keterampilan usaha ekonomis produktif, dan pembinaan lanjut dengan langkah-langkah konstruktif dan professional. Program yang melibatkan LSM umumnya program yang berkaitan dengan penelantaran anak. Pada tahun 2010 program anak ditujukan pada pemberdayaan anak-anak terlantar, LPA SU yang memiliki program yang berkaitan dengan pemberdayaan anak jalanan mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk melakukan programnya pada tahun 2010 sebesar Rp. 50.000.000-,. Di samping program penanganan terhadap anak-anak yang sudah terlantar, rhesos juga melakukan program pencegahan seperti memberikan bantuan pendidikan untuk tingkat sekolah dasar, pendampingan bekerjasama dengan dinas sosial dan tenaga kerja kabupaten/kota. Menurut Nasrun, kepala Seksi Rhesos Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, jumlah anak terlantar di Sumatera Utara yang harus dilayani sebanyak 145.345 orang. Data ini sebenarnya seperti bola salju artinya jumlah yang muncul di permukaan sebenarnya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah sebenarnya. Cara penanganan anak terlantar yang selama ini dilakukan Dinas Sosial adalah dengan cara kolaborasi atau sendiri-sendiri dengan koordinasi dengan bidang lain agar tidak terjadi tumpang tindih antar SKPD dan LSM. Pelaksanaan penanganan anak terlantar menurut Ketua LPA Sumatera Utara dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan semua LSM yang berkonsentrasi pada masalah anak terlantar. Menurut Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Kepolisian Daerah Sumatera Utara tidak ada kasus penelantaran anak yang dilaporkan kepada Kepolisian Sumatera Utara, sebab sebagai kasus harus ada pelapor, sementara pada kasus penelantaran anak ini tidak ada pihak yang mengambil posisi sebagai pelapor. Data yang sama juga terjadi di UPPA Kepolisian Kota Medan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, Zahrin Piliang menyatakan program yang dilakukan KPAID SU terdiri dari proses sosialisasi terhadap perlindungan yang dilakukan bekerjasama dengan lembaga pendidikan atau memanggil peserta datang ke kantor KPAID SU. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan juga melakukan program untuk menangani anak yang menjadi korban penelantaran. Program yang dilaksanakan antara lain: Pelatihan keterampilan dan Praktek Kerja, Pendidikan dan Pelatihan bagi penghuni panti asuhan, peningkatan keterampilan tenaga pelatih dan

Tabel 1. Keaktifan Korban KDRT dalam Mengikuti Kegiatan No.

Keaktifan F Persentase Mengikuti (%) Kegiatan 1. Selalu 20 100 2. Kadang 0 0 3. Jarang 0 0 d. Tidak Pernah 0 0 Jumlah 20 100 Tanggapan para korban tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap program yang dilakukan LSM terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Manfaat Kegiatan No.

Tanggapan terhadap Manfaat Kegiatan yang diikuti 1. Sangat Bermanfaat 2. Bermanfaat 3. Kurang bermanfaat d. Tidak bermanfaat Jumlah

F

Persentase (%)

15

75

5 0

15 0

0 20

0 100

Program Penanganan untuk Anak Terlantar Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Rehabilitisasi Sosial (Rhesos) pada tanggal 2 juni 2011 diperoleh data bahwa Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumatera Utara telah melakukan program anak terlantar meliputi: Pelayanan Panti dan non Panti dengan program: Bimbingan motivasi, pemberdayaan 97


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

pendidik, dan monitoring, evaluasi dan pelaporan panti asuhan. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 25 Juni 2011 dengan Kepala Dinas Sosial Kota Pematang Siantar diperoleh data bahwa SKPD tersebut belum memiliki program khusus untuk penanganan anak terlantar dan KDRT. Program yang dilakukan hanya sebatas pemulangan/pengembalian anak terlantar kepada orang tua atau keluarga melalui operasioperasi pengemis anak-anak di jalanan. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 21 Juli 2011 dengan Kepala Dinas Sosial Kota Sibolga diperoleh data bahwa SKPD tersebut belum memiliki program khusus untuk penanganan anak terlantar dan KDRT. Alasan belum adanya program khusus untuk kedua masalah PMKS ini disebabkan program-program tersebut masih belum mendapatkan pendanaan khusus dalam anggaran belanja daerah kota Sibolga. Berdasarkan wawancara pada tanggal 21 Juli 2011 dengan Ketua Unit Perlindungan Anak (UPPA) kota Sibolga diperoleh data program yang dilakukan UPPA untuk penanganan anak terlantar yaitu dengan sosialisasi yang dilakukan UPPA bersama dengan BKKBN tentang perlunya penanganan anak terlantar di Kota Sibolga. Sosialisasi ini disampaikan kepada camat, lurah, dan kepala lingkungan di Kota Sibolga. Berdasarkan wawancara 25 Juni 2011 dengan kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Pematang Siantar dinyatakan bahwa program penanganan anak terlantar yang dilakukan hanya sebatas pemulangan anak terlantar di jalanan kepada orang tuanya. Sementara hasil wawancara dengan Kanit UPPA Kepolisian Kota Pematang Siantar pada tanggal 25 Juni 2011 diperoleh data bahwa program yang dilakukan UPPA adalah mengani kasuskasus anak penelantaran anak yang diadukan kepada Kepolisian Kota Pematang Siantar.

b.

c.

PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara, angket dan studi dokumen pelaksanaan, keberhasilan, kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan, tanggapan dan harapan pengguna pada program-program penanggulangan korban KDRT dan anak terlantar di Sumatera Utara sebagai berikut: a. Program-program yang telah dilaksanakan Dinas Kesejahteraan Sosial, kepolisian, dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar dilakukan dalam bentuk tindakan preventif berupa program sosialisasi UU tentang KDRT dan Perlindungan Anak, peningkatan 98

kesejahteraan keluarga, pelayanan terhadap keluarga muda mandiri dengan penguatan mental sosial dan ekonomi produktif, pelayanan melalui LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga) untuk mencari solusi ketika ada indikasi akan terjadi KDRT, dan peningkatan keterampilan perempuan. Sedangkan bentuk tindakan kuratif melakukan program Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dana Dekonsetrasi), Program Penanganan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial (Dana APBD), melindungi korban, merujuk korban ke rumah aman, konseling, mediasi, merujuk visum, menerima pengaduan, proses penegakan hukum, dan rehabilitasi korban. Rehabilitasi korban baik medis, psikologis dan sosial dilakukan untuk mempersiapkan korban kembali ke masyarakat. Program ini dilaksanakan dengan melalui koordinasi jejaring kerjasama antar instansi/lembaga terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Misalnya rehabilitasi kesehatan dilakukan dengan dinas kesehatan, rehabilitasi sosial dilakukan dengan dinas sosial, dan rehabilitasi psikis dilakukan dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam konsultasi psikologis. Selain itu juga, program penanganan kasus KDRT yang dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara mencakup kegiatan pembuatan kebijakan dan keterlibatan dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya penghapusan KDRT di Sumatera Utara. Kegiatan pembentukan kebijakan dilakukan dalam bentuk merumuskan kebijakan penghapusan KDRT serta pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban. Keberhasilan yang telah dicapai pada program-program yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar dalam bentuk pencegahan, korban mengetahui hak-haknya. Dalam bentuk perlindungan, mediasi antara korban dan pelaku guna pemulihan rumah tangga, mengembalikan anak ke lingkungan keluarga, memberikan tempat tinggal. Dalam bentuk pemberdayaan, memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan kepada anak, keterampilan hidup, dan peningkatan ekonomi keluarga.


Sitorus, M. dan Hafsah. Evaluasi Program Penanganan Korban KDRT dan Program Perlindungan Anak Terlantar di Sumatera Utara

d.

e.

f.

g.

Kekuatan dalam pelaksanaan programprogram yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban KDRT dan anak terlantar dalam bentuk dukungan pemerintah, penyediaan dana dekonsentrasi dan berbagai kebijakan pemerintah tentang perlindungan korban KDRT dan anak terlantar. Penyediaan sarana, dalam bentuk penyediaan rumah aman sebagai tempat penampungan korban. Penyediaan tenaga ahli dari unsur masyarakat, seperti penyediaan tenaga kesehatan, hukum, dan psikolog. Kelemahan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar adalah pendataan yang masih belum akurat, belum semua terlibat dalam program tersebut, sikap korban yang tidak konsisten, jumlah tenaga ahli yang terbatas dibandingkan dengan jumlah korban, anak merasa minder dalam melanjutkan pendidikan, dan keterbatasan pengetahuan pejabat yang terlibat dalam penanganan korban KDRT dan anak terlantar. Peluang dalam pelaksanaan programprogram yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar antara lain adanya UPPA di tiap kepolisian kabupaten/kota yang berkonsentrasi dalam menangani masalah perempuan dan anak dan banyaknya organisasi sosial dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan penanganan korban KDRT dan anak terlantar yang dapat dijadikan mitra pemerintah. Tantangan dalam pelaksanaan programprogram yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar adalah sikap penuntut yang selalu tidak konsisten, belum ada shelter yang layak diakses korban, traumatis bagi anak apabila pelaku (ayah/suami) ditahan, barang bukti sudah tidak dapat diakses seperti visum karena lamanya jarak peristiwa dengan waktu melapor, tidak ada surat nikah, masyarakat belum mau turut campur dalam masalah KDRT dan penelantaran anak karena dianggap masalah pribadi, budaya patriarkhi, dan pemerintah masih belum sinergis dalam menangani kasus KDRT dan penelantaran anak.

h.

Tanggapan pengguna terhadap programprogram yang akan dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar positif dan menilai program yang dilakukan sangat bermanfaat. Dengan mengikuti program tersebut, maka tercipta dalam diri perempuan dan anak kemandirian, keberanian memperjuangkan hak, dan tekad melanjutkan pendidikan. Harapan pengguna terhadap programprogram yang akan dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar, antara lain adalah frekwensi dan jenis kegiatan ditingkatkan, kegiatan lebih berfokus pada keterampilan di samping kegiatan sosialisasi, perlindungan hukum, dan kegiatan yang membantu ekonomi keluarga.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa program-program yang dilakukan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat yang ada di Sumatera Utara untuk penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar pada dasarnya sudah cukup baik. Namun beberapa kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan program masih saja ditemukan. Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya tidak dapat diatasi dengan mudah sebab berbagai faktor yang menyebabkan hal ini sangat kompleks. Kekerasan dalam rumah tangga sering kali tidak diketahui/ter-ekspose karena beberapa hal antara lain: adanya rasa malu dari korban karena menganggap hal ini merupakan aib keluarga sehingga orang lain tidak boleh tahu, rasa takut akan ancaman pelaku ditambah oleh rasa khawatir dari berbagai tekanan, sehingga menyebabkan kasus kekerasan dalam rumah tangga sulit terdeteksi, ketergantungan ekonomi dan emosional dari korban kepada pelaku, karena tidak dilaporkan. Faktor-faktor tersebut ditunjang dengan masih adanya pandangan di masyarakat yang mengatakan bahwa persoalan rumah tangga merupakan persoalan pribadi yang bersangkutan, sehingga tidak seorangpun yang boleh mencampuri. Oleh karena itu masyarakat tidak melihat bahwa persoalan ini merupakan tanggung jawab bersama, tetapi diposisikan sebagai masalah di dalam rumah tangga. Hal ini juga disebabkan karena budaya kita sampai pada tingkat tertentu masih mendukung keyakinan lama, yakni budaya patriarkhi yang meletakkan laki-laki sebagai makhluk superior dan perempuan sebagai makhluk inferior. 99


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Pada tahun 2007 Departemen Sosial, Save the Children UK, dan UNICEF telah melakukan penelitian yang meneliti situasi panti asuhan anak di enam Provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan Maluku. Hasil penelitian merekomendasikan untuk lima tahun ke depan, Indonesia akan melaksanakan upaya-upaya sebagai berikut: 1. Menetapkan standar-standar pengasuhan di panti sosial asuhan anak. 2. Menetapkan sistem perizinan, pendaftaran, dan pemantauan panti sosial asuhan anak. 3. Mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pengumpulan data anak di pengasuhan alternatif, termasuk anak di panti sosial. 4. Menetapkan kebijakan yang memrioritaskan pengasuhan berbasis keluarga dan masyarakat sebagai alternatif pertama untuk anak tanpa asuhan orangtua. (United Nation CRC, 2007).

Dengan keyakinan ini, laki-laki kemudian dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan (Rita Serena Kalibouse, 1999). Banyak faktor yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan secara domestik yaitu kekerasan rumah tangga terhadap istri. Seperti halnya faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat beragam. Menurut Sukri (2004), faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi kekerasan meliputi: usia, pendidikan, kondisi ekonomi. Djannah, dkk. (2002), mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri, yaitu: kemandirian ekonomi istri, karena pekerjaan istri, perselingkuhan suami, campur tangan pihak ketiga, pemahaman yang salah terhadap ajaran agama, kebiasaan suami, dan kekuasaan suami. Poerwandari (1995) menyatakan ada faktor yang menjadi penyebab yang cukup berperan terhadap bertahannya kekerasan terhadap perempuan. Faktor-faktor penyebab itu disosialisasikan, lalu di internalisasikan oleh warga masyarakat, termasuk korbannya. Faktorfaktor tersebut antara lain peran tradisional wanita yang menganggap wanita adalah milik laki-laki yang berstatus sebagai kepala keluarga, masalah KDRT adalah privasi keluarga sehingga akan malu jika diketahui orang lain. Keluarga dengan orangtua lengkap merupakan bentuk ideal sehingga seorang istri harus rela berkorban mempertahankan keluarganya dalam kondisi apapun, kekhawatiran proses perceraian akan membuat anak menderita, sikap menyalahkan korban, dan harapan istri akan adanya perubahan perilaku suami. Kompleksnya penyebab bertahannya kekerasan dalam rumah tangga menjadikan penanganan korban tindak KDRT sulit untuk diatasi. Langkah sosialisasi UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT kepada para perempuan yang rentan menjadi korban KDRT mungkin merupakan langkah yang bijak. Sosialisasi dapat dilakukan melalui majlis taklim atau tim penggerak PKK. Penelantaran anak merupakan kesalahan yang dilakukan orang tua atau orang yang menjadi wali anak. Penelantaran anak telah diantisipasi UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara� (Pasal 34). Namun program penanganan anak-anak terlantar sampai saat ini belum dilakukan secara maksimal. Di dalam penelitian ini ternyata penanganan anak-anak terlantar belum diprogramkan secara terencana oleh instansi pemerintah kabupaten/kota. Salah satu sarana yang bisa menampung anak – anak terlantar adalah perlu didirikannya panti – panti asuhan.

Namun hasil penelitian ini menunjukkan upayaupaya tersebut belum dilakukan pemerintah, sebab belum ditemukan program pembinaan panti asuhan baik di Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumatera Utara maupun di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, Pematang Siantar, dan Sibolga. KESIMPULAN Berdasarkan paparan data hasil penelitian dan analisis hasil penelitian diperoleh rumusan hasil penelitian sebagai berikut: a. Program-program yang telah dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar dilakukan dalam bentuk tindakan preventif dan kuratif. b. Keberhasilan yang telah dicapai pada program-program yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar adalah dalam bentuk pencegahan, perlindungan, dan pemberdayaan. c. Kekuatan dalam pelaksanaan programprogram yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban KDRT dan anak terlantar tersedia dalam bentuk dukungan pemerintah, penyediaan sarana, dan penyediaan tenaga ahli dari unsur masyarakat. d. Kelemahan dalam pelaksanaan programprogram yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah 100


Sitorus, M. dan Hafsah. Evaluasi Program Penanganan Korban KDRT dan Program Perlindungan Anak Terlantar di Sumatera Utara

tangga dan anak terlantar karena belum semua terlibat dalam program tersebut, sikap korban, jumlah tenaga ahli yang terbatas. e. Peluang dalam pelaksanaan programprogram yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar adalah banyaknya organisasi sosial dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan penanganan korban KDRT dan anak terlantar yang dapat dijadikan mitra. f. Tantangan dalam pelaksanaan programprogram yang dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar adalah sikap penuntut yang selalu tidak konsisten. g. Tanggapan pengguna terhadap programprogram yang akan dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar adalah dalam bentuk kemandirian, keberanian memperjuangkan hak, dan tekad melanjutkan pendidikan. Harapan pengguna terhadap program-program yang akan dilaksanakan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan anak terlantar adalah frekwensi dan jenis kegiatan ditingkatkan, kegiatan berfokus pada keterampilan, dan kegiatan yang membantu ekonomi keluarga.

5.

6.

7.

dapat menunjukkan bukti kekerasan yang dialaminya. Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat dapat menjalin kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat dalam menangani korban KDRT dan anak terlantar, sehingga penuntasan kedua masalah PMKS ini dapat diselesaikan baik dari program yang dilaksanakan pemerintah maupun program yang dilakukan LSM serta dengan kepedulian masyarakat termasuk korban. Kepada korban KDRT agar lebih berani memperjuangkan nasibnya untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kepada para orang tua agar menyadari bahwa anak adalah titipan Allah yang harus dipelihara dan dipenuhi hak-haknya.

DAFTAR PUSTAKA Berita Komnas Perempuan 2011 Darsono, GRM Soerjo. 2008. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial – PMKS. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial. Dewi, Isnira. 2008. Penelantaran terhadap Anak Masuk Katagori Penganiayaan. Kabar Indonesia Online Djannah, Fathul, Masganti, dan Nurasiah. 2002. Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi. Harry, Hikmat. 2004. Kajian Manajemen Pelayanan Panti Sosial di Lingkungan Pemda DKI Jakarta. Jakarta : Dinas Bintal Kesos.

REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini, maka dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah dan Kabupaten/Kota khususnya Dinas Kesejahteraan Sosial dan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja untuk memprogramkan pendataan jumlah korban KDRT dan anak terlantar di Sumatera sehingga program yang direncanakan berbasis data yang akurat. 2. Pemerintah Daerah dan Kabupaten/Kota menyediakan alokasi dana yang memadai untuk merencanakan dan melakukan program penanganan korban KDRT dan anak terlantar secara berkelanjutan. 3. Kepolisian Daerah dan Kabupaten/Kota membuat tempat-tempat penampungan korban KDRT dan Anak Terlantar serta membuat program yang bermanfaat bagi para korban di tempat penampungan. 4. Para penyidik di Kepolisian Daerah dan Kabupaten/Kota agar lebih berpihak pada korban KDRT terutama saat korban tidak

Kementerian Sosial. 2010. Rencana Strategis Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Sosial. Kolibonso, Rita. S. 2002. Kejahatan itu Bernama Kekerasan dalam Rumah Tangga, Jurnal Perempuan No. 26. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Media Indonesia. 09 Feb 2010. Penelantaran Anak Terus Meningkat. Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru, Terj. Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press Poerwandari, Kristi. 2006. Penguatan Psikologis untuk Menanggulangi Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Kekerasan Seksual. Disertasi, Universitas Indonesia.

101


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial. 2007. Panduan Pendataan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia. Sukri, Aksara S. 2004. Islam Menentang Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta : Gama Media. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga United Nations. 2007. Komite Hak-Hak Anak Laporan Negara Pihak Sesuai Pasal 44 Konvensi Laporan Periodik Ketiga Dan Keempat Negara Pihak Tahun 2007 Indonesia. Jakarta: CRC. UU RI nomor 23 Perlindungan Anak.

Tahun

2002

Tentang

UUD 1945 dan Amandemennya.

102


Suripto. Evaluasi Efisiensi Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara

EVALUASI EFISIENSI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PADA KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA (EFFICIENCY EVALUATION OF HUMAN DEVELOPMENT INDEX IN DISTRICT AND CITY OF NORTH SUMATERA PROVINCE) Suripto Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat; rivto76@yahoo.co.id Naskah masuk: 27 Januari 2012 ; Naskah diterima: 30 Maret 2012

ABSTRAK Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat delapan. Setiap kabupaten dan kota memiliki pertumbuhan yang sangat bervariasi antara 0.26 – 1,77 persen. Hal ini menunjukan setiap Kabupaten atau kota memiliki kebijakan, strategi serta komitmen yang berbeda-beda juga. Penelitian ini akan memaparkan bagaimana tingkat efektifitas dan efisiensi pembangunan manusia kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan merujuk pada indikator hasil Kongres Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan study kepustakaan. Dalam melakukan analisis dengan alat bantu Software Data Envelopment Analysis (DEA) - Solver LV3.0/ BCC (BCC-O). Hasil Analisis menunjukan bahwa nilai rata-rata efisiensi sebesar 0.999997 dengan standar deviasi 1.89E-05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan manusia kabupaten atau kota di Provinsi Sumatera Utara relatif sangat efisien. Kata kunci : indeks pembangunan manusia, efektifitas, efisiensi, Provinsi Sumatera Utara.

ABSTRACT Human Development Index (HDI) of North Sumatera Province was ranked eight. Each district and city has a highly variable growth between 0.26 - 1.77 percent. This shows each district or city have a policy, strategy and commitment is also different. This research is going to describe the level of effectiveness and efficiency of human development in the district and the City of North Sumatera province which refer to the concept study of Human Development Indicators as result of The Indonesia Human Development Congress on 2006. This research using evaluation method by literature study. Analysis tool is Data Envelopment Analysis (DEA) - Solver LV3.0 / BCC (BCC-O) Software. Analysis results show that the average efficiency value of 0.999997 with a standard deviation of 1.89E-05. Therefore we can conclude that human development in the county or city of North Sumatera province has been relatively very efficient. Keywords : human development index, effectiveness, efficiency, North Sumatera province.

kebijakan pembangunan telah difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan dan hak dasar masyarakat terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan, yang berlandaskan pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Arah kebijakan pembangunan

PENDAHULUAN Provinsi Sumatera Utara memiliki komitmen yang baik dalam pembangunan manusia. Hal ini dapat dilihat dari visi untuk menjadi "Sumatera Utara Yang Maju Dan Sejahtera Dalam Harmoni Keberagaman". Untuk mewujudkan hal tersebut, 103


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

manusia di Provinsi Sumut dapat dilihat di Peraturan Daerah (Perda) No.8 Tahun 2009 terutama pada Strategi pengembangan ekonomi kerakyatan dan Strategi pemenuhan kebutuhan pokok (Stategy Basic Need). Kebijakan dalam pengembangan ekonomi meliputi antara lain pengembangan pertanian rakyat, perikanan, perkebunan, peternakan dan usaha mikro kecil dan menengah yang berdaya saing. Kebijakan dalam Pemenuhan kebutuhan pokok antara lain penanggulangan kemiskinan, peningkatan derajat kesehatan dan pelayanan sosial, dan peningkatan dan pemerataan akses pendidikan yang berkualitas (Bisnis Sumatera, 2011). Komitmen pembangunan manusia Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dibuktikan dengan prestasi yang relatif baik. Selama empat tahun terakhir, Provinsi Sumut selalu menduduki peringkat sepuluh besar nasional. Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2009 mencapai 73,29 atau lebih tinggi 2.12 persen dibandingkan dengan IPM nasional. Capaian tersebut sejalan dengan peningkatan pembangunan pada sektor kesehatan, pendidikan dan ekonomi di lingkungan Sumut yang juga semakin baik. Pada sektor kesehatan yang dibuktikan dengan meningkatnya angka harapan hidup sebesar 0.46 tahun pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 68,89 tahun. Selanjutnya dalam sektor pendidikan yang meliputi angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah juga mengalami peningkatan. Kebijakan yang mendukung keberhasilan sektor pendidikan adalah pemberian bantuan untuk sekolah bersubsidi, rintisan dan implementasi wajib belajar 12 tahun dan program kejar paket B. Sedangkan bidang ekonomi, Provinsi Sumut tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 5,07 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang hanya sebesar 4,55 persen. Walaupun pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibandingkan tahun 2008 dan 2007, tetapi jumlah prosentase penduduk miskin Sumut turun dari 11,51 persen menjadi 11,31 persen atau lebih baik dari nasional yang sebesar 14,15 persen menjadi 13,33 (Harian Waspada, 2012). Data pembangunan manusia pada tahun 2007 - 2010 di Provinsi Sumut berdasarkan kabupaten dan kota menunjukan bahwa pertumbuhan dalam pembangunan manusia sangat bervariasi, pertumbuhan dengan lebih dari 1,50 % meliputi Kabupaten Nias Selatan, Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Asahan. Sedangkan, pemda yang memiliki nilai pertumbuhan kurang dari 1 % meliputi Kabupaten Samosir, Kota Binjai, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Mandailing Natal serta daerah kabupaten pemekaran baru yang meliputi

Padang Lawas utara, Padang Lawas, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Nias Utara dan Nias Barat. Kabupaten yang memiliki pertumbuhan paling tinggi indikator harapan hidup antara lain Kabupaten Labuan Batu, Kabupaten Nias Selatan, Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Tapanuli Utara, sedangkan yang memiliki nilai terendah antara lain Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Langkat dan Kota Silboga. Pertumbuhan meleh huruf paling baik antara lain Kabupaten Karo, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Sedang Bedegai, sedangkan yang pertumbuhannya negative antara lain Kabupaten Labuan Batu, Kabupaten Tapanuli Utara, Kota Tanjung Balai dan Kota Binjai. Pertumbuhan rata-rata lama sekolah paling baik antara lain Kabupaten Asahan, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Humbang Hasundutan, sedangkan yang relative terendah meliputi antara lain Kota Tebing Tinggi, Kota Pemantang Siantar, Kabupaten Samosir, Kabupaten Nias dan Kabupten Mandailing Natal. Selanjuntya, pertumbuhan kemampuan daya beli paling baik antara lain Kabupaten Langkat, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Nias, sedangkan yang relative rendah antara lain Kabupaten Dairi, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Batu Bara. Berdasarkan fenomena perkembangan pembangunan manusia di setiap kabupaten dan Kota, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi perkembangan pembangunan manusia kabupaten dan Kota di Provinsi Sumut. Beberapa study yang telah dilakukan sebelumnya tentang pembangunan manusia Indonesia antara lain berfokus pada faktor pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan manusia. Study yang mengukur pengaruh satu indikator yakni ekonomi atau kemampuan daya beli dalam pembangunan manusia. Studi lainnya menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Indonesia. Studi yang melihat pengaruh jumlah penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah dalam pembangunan manusia. Sehingga dengan demikian, Study ini menjadi penting untuk melihat indikator yang masih belum atau kurang efisien dalam pembangunan manusia di Provinsi Sumut. Sehingga, hasil evaluasi ini dapat memberikan saran dalam peningkatan optimalisasi pembangunan manusia di Provinsi Sumut. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan untuk mengukur efisiensi pembangunan manusia Provinsi Sumut yakni evaluasi dengan study kepustakaan. 104


Suripto. Evaluasi Efisiensi Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara

Pemilihan metode ini didasarkan atas pertimbangan antara lain data-data yang dihasilkan atau diperoleh dari dokumen baik yang berbentuk buku atau dokumen lainnya telah valid. Dimana, sumber data yang dimuat dalam dokumen tersebut dilakukan metodemetode yang ilmiah. Data utama dalam analisis bersumber dari Badan Pusat Statistik yang meliputi antara lain Sumatera Utara Dalam Angka 2010 serta data-data daerah dalam angka di lingkungan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 – 2010. Selain itu, data juga diperoleh dari berbagai sumber website resmi pemerintah darah provinsi, kabupaten dan kota dilingkungan provinsi Sumatera Utara serta website resmi lainnya. Sehingga, hasil penelitian ini relatif objektif serta dapat memberikan kesimpulan dan saran yang sesuai dengan kondisi sebenarnya. Untuk analisis evaluasi digunakan Software Data Envelopment Analysis (DEA) model = DEASolver LV3.0/ BCC (BCC-O). Penggunaan DEA didasarkan atas keunggulan alat ini yang mampu menghitung tingkat relatifitas efisiensi Decision Making Unit (DMU) dengan membandingkan antara input dan output masing-masing DMU.

Selanjutnya, penelitian ini menggunakan empat indikator dalam pembangunan manusia yang meliputi angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil perkapita untuk mengukur tingkat efisiensi dari setiap kabupaten atau kota. Data yang digunakan dalam analisis seperti pada tabel 1. Seperti yang terlihat pada tabel 1, jumlah DMU yang di analisis tingkat efisiensinya dalam pembangunan manusia sebanyak 33 unit. DMU tersebut terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan empat indikator input dan satu indikator output. Indikator input meliputi angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil perkapita. Sedangkan indikator outputnya adalah nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hasil Analisis DEA-Solver LV3.0/ BCC (BCC-O) menunjukan bahwa nilai minimum sebesar 0.99989 dan maximum sebesar 1.0000 atau dengan rata-rata 0.999997 dengan standar deviasi 1.89E-05. Nilai efisiensi pembangunan manusia kabupaten dan kota di Provinsi Sumut seperti pada Grafik 6. Hasil menunjukan bahwa seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sumut telah relatif efisien dalam pembangunan manusia, dimana setiap DMU memperoleh nilai pembulatan 1.000. Meskipun demikian, 12 DMU yang masuk dalam Proyeksi Returns of Scale (RTS) dalam penyempurnaan Efisiensi meliputi Nias, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Labuan Batu, Asahan, Dairi, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, Padang Lawas Utara, Tanjung Balai dan Tebing Tinggi.

HASIL PENELITIAN Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam study ini merujuk pada hasil Kongres Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2006. Hasil kongres menyatakan bahwa, pengukuran IPM didasarkan atas tiga indeks dimensi utama yakni Indeks harapan hidup yang diukur dari angka harapan hidup pada saat lahir, Indeks pendidikan yang diukur dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan Indeks pendapatan diukur dari peneluaran perkapita. Alur perhitungan indeks pembangunan manusia hasil kongres seperti pada gambar 1.

105


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Tabel 1. Nilai Indikator Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Sumut

Kabupaten / Kota Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhan Batu Asahan Simalungun D a i r i K a r o Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Padang Lawas Utara Padang Lawas Labuhan Batu Selatan Labuhan Batu Utara Nias Utara Nias Barat Sibolga Tanjung balai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan Gunung Sitoli

Angka Harapan Hidup 69.38 63.54 67.03 67.91 69.32 70.61 69.2 68.84 68.85 68.15 72.09 70.36 69.03 69.60

89.75 99.32 99.79 95.75 98.57 98.34 97.94 96.79 97.37 97.95 98.69 98.35 96.85 85.19

Rata-rata lama sekolah 6.41 7.71 8.93 8.12 8.82 9.74 8.32 7.67 8.69 8.53 9.09 9.11 8.72 6.32

Pengeluaran riil per kapita 605.61 633.72 639.12 616.8 629.88 643.12 634.24 627.64 628.59 623.85 619.83 630.84 624.51 592.13

68.26 70.27 73.64 70.91 73.85 76.22 73.61 72.16 73.13 72.38 74.84 74.67 72.82 66.27

67.78

98.21

9.05

611.2

71.64

67.32 69.62 68.89 68.46

96.51 96.61 97.44 95.21

8.14 9.51 8.63 7.33

611.52 621.09 626.3 626.3

70.36 73.42 72.94 71.25

66.53

99.21

8.16

632.03

72.11

66.97

99.65

8.12

622.29

71.68

69.62

98.82

8.18

628.88

73.52

69.22 69.06 69.07 70.17 70.05 72.00 71.20 71.71 71.65 69.47 69.55

98.16 89.19 84.30 99.29 98.98 99.41 98.61 99.31 99.18 99.62 94.75

7.81 5.81 5.36 9.63 8.80 10.81 9.81 10.80 9.85 10.10 8.42

631.74 603.54 603.74 626.42 620.92 632.28 635.94 632.32 630.45 625.45 610.39

73.10 67.36 65.96 74.82 73.64 77.18 76.10 76.99 76.09 74.77 71.33

Angka Melek Huruf (%)

IPM

Sumber : BPS Sumatera Utara, Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009 Dalam bidang kesehatan, Provinsi Sumatera Utara telah memiliki suprastruktur dan infrastruktur yang relatif baik. Hal ini diungkapkan dalam hasil analisa Isu Strategis Bidang Kesehatan, Candra Syafei (2011) berpendapat bahwa pembangunan bidang kesehatan memiliki kekuatan (strenght) antara lain Peraturan daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Sistem Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, yaitu; kesehatan sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan daerah, dan tersedianya sarana pelayanan kesehatan mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat provinsi.

PEMBAHASAN Provinsi Sumut menyelenggarakan pembangunan manusia secara efektif dan efisien. Efektifitas pembangunan pembangunan dibuktikan dengan peringakat 10 besar nasional atau memiliki nilai diatas rata-rata. Sedangkan, Nilai efisiensi dihasilkan dari perbandingan antara input dan ouput pembangunan manusia. Pencapaian prestasi tersebut tentunya tidak terlepas dari keberhasilan dalam bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi di Sumatera Utara.

106


Suripto. Evaluasi Efisiensi Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara

Suprastruktur dalam bentuk kebijakan pemerintah daerah dalam bidang kesehatan merupakan bentuk komitmen juga ditunjukan oleh oleh para Bupati/Walikota dengan penyelenggaraan program kesehatan gratis. Dalam upaya mewujudkan komitmen tersebut, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota secara bersama-sama juga meningkatkan sarana dan tenaga kesehatan. Pada tahun 2009, Penyediaan sarana kesehatan secara keseluruhan meningkat sebesar 16,5 persen dibandingkan tahun 2008. Peningkatan sarana paling banyak yakni Pos Kesehatan Kelurahan/Desa sebanyak 2.435 unit. Selanjutnya, tenaga kesehatan secara keseluruhan meningkat 15 persen. Selanjutnya sampai dengan akhir tahun 2009 sarana dan tenaga kesehatan di Provinsi Sumut antara lain sebagai berikut: • •

• •

Manajemen dan Sistem Pengawasan Intern. Dalam rangka pemerataan akses pendidikan, pada tahun 2009 Provinsi Sumut telah memiliki sekolah dasar 7.427 unit, Sekolah Menengah Pertama 1.888 unit, sekolah menengah umum 912 unit dan Sekolah Menengah Kejuruan 479 unit. Sedangkan, jumlah guru sekolah dasar 84.285 orang, Sekolah Menengah Pertama 41.290 orang, Sekolah Menengah Umum 24.621 orang dan Sekolah Menengah Kejuruan 12.599 orang. Kebijakan tersebut diselenggarakan untuk mensukseskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun sebagaimana di amanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, untuk mencapai sasaran tesebut beberapa kabupaten dan kota juga telah menyelenggarakan program sekolah gratis seperti Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Kabupaten Nias Selatan. Selain kesehatan dan pendidikan, bidang Ekonomi juga termasuk dalam prioritas pembangunan Provinsi Sumut. Prioritas bidang Ekonomi meliputi perhubungan, tenaga kerja, koperasi dan UKM, penanaman modal, pemberdayaan masyarakat dan desa, pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2009 sebagaimana dijelaskan sebelumnya sebesar 5,07 persen. Pencapaian tersebut didukung sektor pertanian sebesar 1,15 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 1,00 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 0,70 persen, sektor jasa-jasa 0,66 persen, sektor industri pengolahan 0,63 persen, dan sisanya oleh ke empat sektor lainnya. Namun demikian, salah satu indikator terpenting dalam menunjukan kualitas pertumbuhan ekonomi adalah menurunnya angka kemiskinan. Hasil survei Sosial Ekonomi Nasional menunjukan bahwa sampai dengan maret 2010 jumlah penduduk miskin sebanyak 11,31 persen atau lebih rendah dibandingkan periode tahun sebelumnya yang mencapai 11.51 persen. Beberapa Kabupaten atau kota yang masih memiliki jumlah penduduk miskin diatas pesentasi provinsi antara lain Gunung Sitoli 33.87 persen, Nias Utara 31,94 persen, Nias Barat 30.89 persen, Nias Selatan 20,73 persen, Nias 19,98 persen, Tapanuli Tengah 16,74 persen, Samosir 16.51 persen, Tanjung Balai 16.32 persen dan Labuan Batu Selatan 15,58 persen. Dengan melihat data-data tersebut, Pemerintah Provinsi Sumut masih perlu melakukan pemerataan pertumbuhan terutama untuk wilayah-wilayah terpencil.

Rumah Sakit sebanyak 292 unit yang terdiri dari 44 pemerintah dan 148 swasta. Unit Pusat Kesehatan Masyarakat dan sejenisnya sebanyak 21.155 meliputi Puskesmas 526 unit, Puskesmas pembantu 1.803 unit, Balai Pengobatan Umum 1.148 unit, Poskesdes 2.436 unit, Posyandu 15.242 unit Klinik Keluarga Berencana sebanyak 1.384 unit Tenaga Dokter sebanyak 4.084 orang meliputi dokter umum 2.352 orang , dokter gigi 756 orang dan dokter spesialis 976 orang. Tenaga Medis sebanyak 22.531 orang meliputi bidan 10.051 orang dan pewarat 12.480 orang. Tenaga Non Medis meliputi Apoteker 977 orang, S1 Farmasi 269 orang dan Asisten Apoteker 1.251 orang.

Namun demikian, pembangunan kesehatan Provinsi Sumut bukan berarti telah sempurna. Masih diperlukan upaya dalam mengoptimalkan kinerjanya antara lain dengan meningkatkan pelayanan secara kuantitas maupun kualitasnya, meningkatkan koordinasi antara kabupaten dan kota serta peningkatan manajemen kesehatan. Pendidikan merupakan salah satu dari sembilan program prioritas pembangunan Sumut 2009– 2013. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka Dinas Pendidikan Provinsi Sumut mengeluarkan kebijakan antara lain meliputi: perluasan dan pemerataan akses Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); Pendidikan Dasar Universal, Pendididikan Menengah, Khusus dan Pendidiakn Layanan Khusus Bermutu, Pendididikan Tinggi, Pendididikan Nonformal Berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup; Penguatan Tata Kelola, Sistem Pengendalian 107


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Selanjutnya, hasil analisis DEA-Solver LV3.0/ BCC (BCC-O) juga memberikan rekomendasi untuk Reference set atau DMU rujukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pembangunan manusia sebagai berikut: • •

Nias merujuk pada DMU Nias Selatan, Batu Bara, Nias Utara, Nias Barat dan Binjai. Tapanuli Tengah dapat merujuk pada DMU Mandailing Natal, Nias Selatan, Pakpak Bharat, Samosir, Batu Bara. Tapanuli Utara dapat merujuk pada DMU Tapanuli Selatan, Toba Samosir, Batu Bara, Labuhan Batu Utara dan Sibolga. Labuhan Batu dapat merujuk pada DMU Tapanuli Selatan, Toba Samosir, Simalungun, Batu Bara, dan Labuhan Batu Utara. Asahan dapat merujuk pada DMU Karo, Batu Bara, Padang Lawas, Labuhan Batu Utara dan Sibolga. Dairi dapat merujuk pada DMU Mandailing Natal, Simalungun, Samosir, Batu Bara, Padang Lawas. Deli Serdang dapat merujuk pada DMU Toba Samosir, Batu Bara, Labuhan Batu Utara, Sibolga dan Binjai. Langkat dapat merujuk pada DMU Simalungun, Samosir, Batu Bara, Padang Lawas dan Sibolga. Serdang Bedagai dapat merujuk pada DMU Tapanuli Selatan, Samosir, Batu Bara, Padang Lawas, Sibolga, Padang Lawas Utara, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Batu Bara, Padang Lawas dan Labuhan Batu Utara. Tanjung balai dapat merujuk pada DMU Karo, Humbang Hasundutan, Padang Lawas, Sibolga, Gunung Sitoli. Tebing Tinggi dapat merujuk pada DMU Toba Samosir, Karo, Nias Barat, Pematang Siantar dan Binjai

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Kesehatan diharapkan meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan sebagai upaya mempermudah akses pelayanan kesehatan. Perlu koordinasi yang optimal antara kabupaten dan kota di lingkungan Provinsi Sumatera Utara sebagai upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan kesehatan. Menetapkan peraturan daerah yang mewajibkan kabupaten dan kota mengalokasikan anggaran 20 persen APBD untuk bidang pendidikan sebagai upaya akselerasi pelaksanaan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menetapkan peraturan daerah tenang Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di lingkungan Provinsi Sumatera Utara. Akselerasi program pembangunan ekonomi untuk wilayah-wilayah terpencil di Pemerintah Provinsi Sumut sebagai upaya meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias. _____ . Kemiskinan Dan Pembangunan Manusia. Dari: http://niaskab.bps.go.id/pdf/publikasi/inkesra nias/bab3.pdf [Diakses: 25 Maret 2012]. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2010. Tabel-Tabel Sosial Provinsi Sumut Tahun 2010. Dari: http://sumut.bps.go.id/?qw=stasek&ns=04&hal =3 [Diakses: 14 April 2012]. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2010. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 1999 – 2011. Dari: http://sumut.bps.go.id/?qw=stasek&ns=03 [Diakses: 14 April 2012].

KESIMPULAN Berdasarkan Analisis DEA-Solver LV3.0/ BCC (BCC-O) dengan menggunakan empat indikator input dan satu indikator output, maka nilai DMU yang minimum sebesar 0.99989 dan maximum sebesar 1.0000 atau dengan rata-rata 0.999997 dengan standar deviasi 1.89E-05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembangunan manusia kabupaten atau kota di Provinsi Sumatera Utara relatif sangat efisien.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2010. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010. Dari: http://sumut.bps.go.id/?qw=stasek&ns=03 [Diakses: 14 April 2012]. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2010. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Tahun 2009 Atas Harga Konstan 2000 Mencapai 5,07 Persen. Dari: http://sumut.bps.go.id/?qw=brs&no=182 [Diakses: 14 April 2012].

REKOMENDASI Selanjutnya, untuk mengoptimalkan pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Utara disarankan hal-hal sebagai berikut:

Bisnis Sumatera. 2011. Indek Pembangunan Manusia di Sumut Membaik. Dari: 108


Suripto. Evaluasi Efisiensi Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara

http://www.bisnissumatra.com/index.php/2011/08/indekpembangunan-manusia-di-sumut-membaik/ [Diakses: 25 Maret 2012].

listrik-naik-di-sumatera-utara.html [Diakses : 11 April 2012]. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ginting S, Charisma Kuriata. 2008. Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia. Tesis, Universitas Sumatera Utara.

Waspada Online. 2010. Pemprovsu tak gagal tekan angka kemiskinan?. Dari: http://www.waspada.co.id/index.php?option=c om_content&view=article&id=129678:pemprov su-tak-gagal-tekan-angkakemiskinan&catid=15:sumut&Itemid=28 [Diakses : 11 April 2012].

Humas Pemda Provinsi Sumatera Utara. Visi dan misi. Dari: http://www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me= visi [Diakses: 25 Maret 2012]. Humas Pemda Provinsi Sumatera Utara. Strategi. Dari: http://www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me= strategi [Diakses: 25 Maret 2012]. Madogucci, Prieska Pretty. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Indonesia. Dari: http://www.Scribd.Com/Doc/48240615/Analisi s-Faktor-Faktor-Yang-Mempengaruhi-IndeksPembangunan-Manusia-Ipm-Di-Indonesia [Diakses: 11 April 2012]. Medan Bisnis. 2011. Sukseskan Enam Prioritas dan Tujuh Program Unggulan Pembangunan Merata, Rakyat Sumut “Luar Biasa”. Dari: http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/ 2011/04/23/30405/pembangunan_merata_rak yat_sumut_luar_biasa/#.T27TqEHobYk [Diakses : 25 Maret 2012]. Medan Bisnis. 2011. Mandailing Natal Setelah 12 Tahun Berdiri. Dari: http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/ 2011/12/05/69918/mandailing_natal_setelah_1 2_tahun_berdiri/#.T27tM0HobYk [Diakses : 25 Maret 2012]. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Sistem Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009 – 2013. Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai No. 31 Tahun 2007 tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten Serdang Bedagai. Steel, Alpen. _____. Pertumbuhan sektor listrik naik di sumatera utara : pertumbuhan ekonomi masih lambat. Dari: http://www.alpensteel.com/article/51-113energi-lain-lain/4063--pertumbuhan-sektor109


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

ANALISIS MODEL KEPUASAN PELANGGAN UNTUK PENINGKATAN PROFITABILITAS PADA INDUSTRI HOTEL DI SUMATERA UTARA (MODEL ANALYSIS OF CUSTOMER SATISFACTION TO IMPROVED PROFITABILITY ON HOTEL INDUSTRY IN NORTH SUMATRA) Dameria Naibaho Politeknik Negeri Medan Jl. Almamater No. 1 Kampus USU Medan; damerianaibaho@yahoo.com Naskah masuk: 10 Januari 2012 ; Naskah diterima: 3 April 2012

ABSTRAK Keramahtamahan merupakan ciri pelayanan dalam industri pariwisata, secara khusus dalam industri hotel yang dapat diukur dengan tingkat complaint (keluhan) rendah dan likelihood of return (kemungkinan kembali) yang tinggi diharapkan akan mampu meningkatkan profitabilitas yang diukur dengan keuntungan, pendapatan, penghematan biaya atau Tingkat Hunian Kamar Hotel. Perbaikan yang terus menerus dan berorientasi terhadap kepuasan pelanggan dengan menciptakan customer value (nilai pelanggan) yang lebih baik dalam jangka panjang akan memperbaiki laba perusahaan. Rendahnya tingkat kepuasan pelanggan industri hotel di Sumatera Utara akan berdampak pada pertumbuhan industri pariwisata di Sumatera Utara. Target khusus dalam penelitian ini adalah terkait dengan perbaikan terhadap industri pariwisata dengan mencari model kepuasan pelanggan yang dapat meningkatkan profitabilitas bagi industri hotel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan perlakuan terhadap program insentif yang memasukkan ukuran kinerja nonkeuangan yaitu kepuasan pelanggan yang terdiri dari 2 variabel: complaint dan likelihood of return, dengan sampel 5 hotel yang ada di kabupaten Simalungun. Populasi dalam penelitian ini adalah hotel berbintang di Sumatera Utara, dengan sampel ditahun 2009 di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Samosir dan kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Complaint (keluhan) berpengaruh negatif terhadap tingkat hunian kamar, likelihood of return (kemungkinan kembali) berpengaruh positif terhadap tingkat hunian kamar, dan program insentif yang memasukkan kriteria nonkeuangan berpengaruh secara positif terhadap tingkat hunian kamar. Kata kunci: keluhan, kemungkinan kembali, program insentif, kepuasan pelanggan.

ABSTRACT Hospitality is the hallmark of service contained in the tourism industry, particularly in the hotel industry which can be measured with a low complaint and a high likelihood of return and it is expected to be able to increase profitability as measured by Profit, Revenue, Cost Saving or The Rate of Room Occupancy Hotel. Continuous improvement-oriented to customer satisfaction by creating better customer value in the long term will improve company profits. Low levels of customer satisfaction hotel industry in North Sumatra that has an impact on the growth of the tourism industry in North Sumatra. A specific target in this study is related to the improvement of the tourism industry to look for a model of customer satisfaction that can increase profitability for the hotel industry. The method used in this study is to do a treatment on an incentive program to include non-financial performance measures of customer satisfaction that is composed of two variables: the complaint and the likelihood of return, with a sample of five hotels in the Simalungun Regency. The population in this study is a five-star hotel in North Sumatra, with the sample

110


Naibaho, D. Analisis Model Kepuasan Pelanggan Untuk Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Hotel di Sumatera Utara

in 2009 in the Simalungun Regency, Regency of Karo, Regency of Samosir and Medan City. Research results shows that complaint has negative effect on occupancy rates, likelihood of return has a positive influence on the level of occupancy rooms, and incentive programs which include non-financial criteria are a positive influence on occupancy rates. Keywords: complaint, likelihood of return, incentive program, customer satisfaction.

saat ini yang tidak akan terlihat dalam kinerja keuangan (Singleton-Green, 1993). Teori keagenan mengeksplorasi bagaimana kontrak dan insentif dapat dirumuskan untuk memotivasi principal dan agent dalam mencapai keselarasan tujuan, meskipun semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Ada dua paham pemikiran mengenai cara untuk menggabungkan penghargaan tetap (gaji dan tunjangan) dengan penghargaan variabel (bonus insentif), pertama menyatakan bahwa perusahaan merekrut orang-orang yang baik, membayarnya dengan baik, dan kemudian mengharapkan kinerja yang baik, menekankan pada gaji dan bukan bonus insentif. Paham kedua menyatakan bahwa perusahaan merekrut orang yang baik, mengharapkan mereka berkinerja baik, dan akan membayar mereka dengan baik sesuai dengan kinerja yang telah dicapai, yang mempraktikkan pembayaran berdasarkan kinerja, dan menekankan pada bonus insentif bukan pada gaji (Anthony dan Govindarajan, 2002). Paket kompensasi dari seorang manajer terdiri dari tiga komponen dan berkaitan satu sama lain yaitu: gaji, tunjangan dan kompensasi insentif (berkaitan dengan fungsi pengendalian manajemen). Kompensasi insentif yang diberikan kepada manajer dan anggota organisasi merupakan suatu cara yang ampuh untuk memotivasi manajer dalam melampaui target yang ditetapkan dan disepakati, bonus maksimum berkisar antara 30% hingga 70% dari gaji manajer (Kefgen, 1996). Riset Banker et al., (2000) menunjukkan bahwa sebelum tahun 1993, kompensasi manajer hotel individual memasukkan bonus yang mendasarkan pada ukuran keuangan, berdasarkan suatu prosentase relatif terhadap gaji, ternyata berada dibawah standar industri, seperti penerimaan bonus oleh general manager hingga 20%, yang didasarkan pada ukuran kinerja individual dalam area pertanggungjawabannya dan telah digunakan dalam pembuatan standar gaji, tetapi mereka tidak menggunakan secara tegas untuk tujuan insentif (Banker et al., 2000). Program insentif dapat didasarkan pada kriteria kinerja keuangan atau nonkeuangan, atau keduanya, yang secara tegas memberikan bobot khusus pada setiap ukuran. Program insentif yang memasukkan kriteria kinerja nonkeuangan diharapkan dapat menjelaskan sistem penghargaan yang baik. Memberikan

PENDAHULUAN Hotel merupakan tempat persinggahan pertama bagi wisatawan manca negara maupun domestik yang akan melakukan kunjungan wisata. Pelayanan hotel yang baik dan pemberian informasi penuh dan menarik kepada konsumen, merupakan peluang yang sangat penting bagi wisatawan untuk melanjutkan perjalanan wisatanya menuju objek-objek wisata tersebut, sehingga akan menghabiskan waktu yang lebih panjang serta memberikan peningkatan income bagi pelaku-pelaku wisata. Medan sebagai pintu gerbang menuju ke wilayah objek wisata, melalui udara maupun laut. Berastagi, Parapat dan Tuk-tuk merupakan wilayah yang secara geografis berbeda, baik dari jarak tempuh maupun waktu tempuh, serta tersedianya infrastruktur yang kurang memadai, merupakan kendala bagi wisatawan untuk sampai di tempat tujuan wisata tersebut. Kurangnya aktivitas air di sekitar Danau Toba (khusus Parapat dan Tuk-tuk) merupakan kondisi yang membuat wisatawan kurang tertarik untuk menghabiskan waktu lebih lama di tujuan wisata. Bagi perusahaan yang menganggap tenaga kerja sebagai aset, memperhatikan penghargaan yang mampu mendorong dan memotivasi anggota untuk mencapai tujuan organisasi, seperti pemberian kompensasi insentif yang layak dan adil. Peningkatan penekanan pada ukuran nonkeuangan seperti kepuasan konsumen, kepuasan pekerja, produktivitas, kualitas produk, dan pangsa pasar telah terjadi di Amerika dalam pembayaran kompensasi manajer (Banker et al., 2000). Chrysler Corporation membayar bonus 200 Top Eksekutif berdasarkan pada pencapaian target kepuasan konsumen dan kualitas pengiriman (vehicle) yang meningkatkan ukuran profitabilitas (Lavin, 1994). New York Times (1998) menyatakan bahwa Ford Motor Co. telah mengumumkan program kompensasi eksekutif, seperti program yang digunakan oleh General Motors and Chrysler, yang memasukkan ukuran operasi dan kepuasan konsumen (Banker et al., 2000). Ukuran keuangan hanya mencerminkan sebagian pengaruh kegiatan saat ini dan masa lalu, sementara ukuran nonkeuangan dari kepuasan konsumen, perbaikan proses internal, dan kegiatan perbaikan dan inovasi organisasi mencerminkan pengaruh dari tindakan manajer

111


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Produk yang di desain secara cost effective sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan memasarkannya secara efektif, pelanggan yang puas dan value pelanggan meningkat sehingga perusahaan mampu menghasilkan financial returns yang memadai. Riset Banker et al. (2000), berfokus pada pengaruh kinerja yang memasukkan ukuran nonkeuangan di dalam program insentif. Riset teori keagenan juga mendukung pandangan tentang penggunaan ukuran kinerja yang menggambarkan lebih tepat pada satu dimensi usaha dalam suatu program insentif (Feltham dan Xie, 1994). Perbaikan dalam ukuran nonkeuangan yang berorientasi kepuasan pelanggan diperlihatkan dengan kesetiaan pelanggan yang tinggi, elastisitas harga yang rendah dan berpotensi untuk menarik pelanggan baru karena reputasi semakin tinggi, dan penjualan tinggi (Hauser et al. 1994, 330). Kemungkinan biaya operasi meningkat, tetapi diharapkan setiap peningkatan biaya akan lebih rendah dari peningkatan hasil penjualannya dengan begitu laba diharapkan akan meningkat sebagai peningkatan penekanan pada kepuasan pelanggan. HOTELCORP. memperkenalkan program insentif yang baru bagi manajer utama pada setiap properti yang dikelola dalam tahun 1993 dengan tujuan menghargai pekerja untuk mempertemukan tujuan pokok dari kepuasan pemilik (profitability) dan kepuasan pelanggan. Gambaran kepuasan pelanggan dapat dilihat dari keluhan yang rendah serta kemungkinan kembali yang tinggi, akan mampu untuk meningkatkan tingkat hunian hotel. Jika program insentif memperhitungkan ukuran kriteria non-keuangan juga akan mampu meningkatkan motivasi manajer memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen, sehingga akan menurunkan keluhan serta meningkatkan kemungkinan kembali, pada akhirnya akan meningkatkan tingkat hunian hotel, sehingga penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: H1a : Complaint yang tinggi berpengaruh negatif terhadap tingkat hunian hotel. H1b : Likelihood return yang tinggi berpengaruh positif terhadap tingkat hunian hotel. H2 : Program insentif yang memasukkan ukuran nonkeuangan akan berpengaruh positif terhadap tingkat hunian hotel.

penekanan yang sama terhadap kinerja keuangan dan nonkeuangan dalam program insentif dapat mendorong tercapainya tujuan nonkeuangan. Tujuan nonkeuangan dapat juga tercapai dengan cara memberikan insentif yang lebih tinggi berdasarkan ukuran nonkeuangan. Disain dan struktur program insentif harus jelas dengan target yang ditetapkan. Hansen dan Mowen (2000) mengatakan bahwa perusahaan yang dikelola dengan menggunakan konsep total quality management diharapkan akan menghasilkan pelanggan yang puas dan berdampak terhadap kenaikan pendapatan. Perusahaan jasa yang memberikan pelayanan kepada pelanggan, menekankan kepuasan pelanggan yang zero defect, berusaha bertahan dalam lingkungan persaingan dengan memberikan pelayanan yang memuaskan yang dapat dilihat dari menurunnya indikator keluhan dan kecenderungan untuk kembali melakukan transaksi. Menurut Kotler (1997) definisi dari kepuasan pelanggan sebagai berikut:“Satisfaction is a persons feeling’s of pleasure or dissappoinment resulting from comparing a product’s perceived performance (or outcome) in relation to his or her expectations�. Hal ini dapat diterjemahkan bahwa pelanggan yang puas akan kembali membeli produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Pelanggan yang puas akan memberitahu orang lain mengenai manfaat yang diperoleh dari produk dan jasa yang mereka konsumsi atau yang sering dikenal sebagai penyampaian dari mulut ke mulut (words of mouth). Pelanggan yang puas akan menyebabkan aliran pendapatan ke dalam organisasi sehingga organisasi mampu menghasilkan financial returns memadai. Kepuasan konsumen merupakan ukuran penting yang dipertimbangkan dalam jangka pendek, juga yang merupakan indikator utama dari kinerja jangka panjang (Anderson dan Sullivan 1993; Hauser et al., 1994). Pengukuran keuangan mudah dilakukan, sementara kinerja nonkeuangan di abaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya (Mulyadi dan Setyawan, 2001). Sistem penghargaan didesain untuk mengarahkan kinerja karyawan sessuai dengan yang diharapkan oleh organisasi dan dapat bertahan pada lingkungan bisnis yang kompetitif harus melakukan tiga kegiatan utama berikut ini: 1). Mendesain produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 2). Memproduksi produk dan jasa tersebut secara cost effective. 3). Memasarkan produk dan jasa tersebut secara efektif kepada pelanggan.\

METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Pada tahun 2009, seluruh hotel berbintang yang ada di Sumatera Utara merupakan populasi penelitian. Hasil penelitian di tahun 2009 menunjukkan hotel berbintang di Pemkab Simalungun menunjukkan angka Complaint yang lebih tinggi dan Likelihood of return yang lebih 112


Naibaho, D. Analisis Model Kepuasan Pelanggan Untuk Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Hotel di Sumatera Utara

Likelihood Return (X2)

H 1a

H1b

Complaint (X1)

Penjualan Kamar (Y)

H2 Program Insentif (X3)

Gambar 1. Model Penelitian

rendah dibandingkan dengan hotel berbintang yang ada di wilayah kota Medan, Pemkab Tanah Karo dan Pemkab Samosir. Pada tahun 2010 sampel dipilih secara purposif dan diberikan perlakuan yaitu hotel yang di Parapat sebanyak 5 Hotel Berbintang antara lain; Danau Toba International Cottage (Bintang 1), Wisata Bahari Hotel (Bintang 2), Natour Parapat Hotel Bintang 3), Quality Siantar Hotel (Bintang 2) dan Niagara Hotel (Bintang 4) . Pada tahun 2011, populasi dalam penelitian adalah hotel berbintang yang ada di Sumatera Utara, dengan sampel sebanyak 11 hotel berbintang.

Tim pengumpul data adalah mahasiswa yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, mampu menggunakan bahasa inggris dengan lancar, memiliki komitmen yang baik. Pengumpul data dilatih terlebih dahulu. Kuesioner dalam bahasa asing diberikan kepada wisatawan manca negara, sementara kuesioner dalam bahasa Indonesia akan diberikan kepada wisatawan domestik. Kuesioner minimal diberikan kepada 10 konsumen di setiap hotel berbintang tersebut. Pengumpulan data dilakukan setiap bulan dengan memfokuskan pada waktu akhir pekan dan masa liburan, khususnya di 3 daerah tempat penelitian seperti Berastagi, Parapat dan Tuktuk.

B. Pengumpulan Data Jumlah hotel berbintang yang ada tahun 2009 di Sumatera Utara diperoleh secara langsung dari Dinas Pariwisata Seni dan Budaya di Sumatera Utara, di Pemkab Simalungun, Pemkab Tanah Karo, Pemkab Samosir dan Pemko Medan, melalui internet dan secara langsung melalui survey. Data kepuasan pelanggan tahun 2009 sampai dengan 2011 diperoleh langsung dari konsumen hotel dan program insentif manajer diperoleh secara langsung dari manajer dengan melakukan interview sebelum dan setelah pemberian treatment kepada hotel berbintang yang ada di Parapat (Pemkab Simalungun) sebanyak 5 hotel berbintang.

D. Pengukuran Variabel Penelitian Variabel penelitian menggunakan kuesioner yang digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen dengan melihat kualitas pelayanan dengan menggunakan kuesioner yang sebelumnya telah digunakan oleh Oganti (2001) dan telah dimodifikasi oleh penulis. Sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan realibitas terhadap kuesioner tersebut. Kepuasan konsumen merupakan kinerja nonkeuangan yang diukur dengan mengajukan pertanyaan dengan skala 1 sampai 7, 1= sangat tidak setuju, 4= tidak memberikan pendapat dan 7 = sangat setuju. Kepuasan konsumen akan dibagi menjadi dua variabel yaitu complaint dan likelihood return. Pertanyaan kepada manajer akan diajukan tentang apakah manajer merasa puas atau kurang puas yang akan diukur dengan menggunakan dummy variable (1= merasa puas dan 0= merasa tidak puas).

C. Pelaksanaan Survey Penyebaran kuesioner kepada responden telah dilakukan selama 3 tahun yaitu dari Mei tahun 2009, 2010 sampai September 2011 dengan cara mendatangi konsumen yang menggunakan jasa hotel untuk mengetahui tingkat complaint dan likelihood of return, dan kepada manajer untuk mengetahui apakah manajer hotel merasa puas atau tidak puas dengan formula insentif yang diberikan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan.

E. Metode Analisis Data 1. Pengujian Hipotesis Dari data kepuasan pelanggan, yang terkumpul, dilihat unsur pertanyaan mana yang lemah, dan 113


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

ukuran nonkeuangan yang dicerminkan oleh tingkat complaint dan likelihood of return. Pemberian insentif kepada manajer memang harus di setujui oleh manager utama, oleh karena tidak seluruhnya dapat menyetujui pemberian insentif tersebut dengan alasan kemampuan keuangan perusahaan, maka penulis membuat reward semu kepada manager di tahun 2011 jika mampu memenuhi kinerja keuangan non keuangannya. Komunikasi yang kurang harmonis dan tidak aktif diantara anggota PHRI yang harus menyediakan waktu untuk duduk bersama dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh manajer hotel seperti membuat harga standar, pelayanan dan sarana prasarana yang standar serta promosi bersama sehingga bisa bersaing secara wajar. Peran Dinas Pariwisata yang tidak lebih hanya sebagai koordinator yang memberikan himbauan kepada pihak hotel, merupakan kelemahan tersendiri yang bisa mempengaruhi komunikasi antara manajer hotel dan PHRI. Evaluasi terhadap data dan informasi yang terkumpul dari konsumen, manajer hotel, PHRI, Dinas kebudayaan dan pariwisata kota Medan, Kabupaten Karo, Simalungun, dan Samosir di Parapat pada tanggal 2 Juli 2011 difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toba Samosir ini memberikan masukan bahwa dalam pemberian pelayanan terbaik kepada pelanggan di wilayah Sumatera Utara perlu memperhatikan pendekatan budaya. Perbaikan pelayanan kepada pelanggan melalui pendekatan budaya mungkin akan lebih sesuai, dan harus ditindaklanjuti lagi melalui penelitian, mengingat latar belakang masyarakat di Sumut, lingkungan masyarakat dan budaya masyarakat di Sumut yang lebih mendominasi motivasi dan etos kerja individu masyarakat yang ada di wilayah Sumatera Utara tersebut.

diberi treatment program insentif untuk memperbaikinya dan dianalisa unsur pertanyaan yang mana yang hasilnya negatif, baik dalam complaint maupun likelihood of return. Data juga akan diuji dan dianalisis secara statistik untuk melihat korelasi antara variabel independen (metrik) yaitu complaint (X1), likelihood return (X2) dan program insentif (X3) terhadap variabel dependen (metrik) yaitu tingkat hunian kamar (Y) seperti terlihat dalam gambar 1, dengan menggunakan analisis regresi. Sebelum menguji hipotesis, penulis akan melakukan uji validitas dan realibilitas serta uji asumsi klasik dan uji normalitas data. 2. Model Matematik Dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan dilapangan baik data primer maupun skunder, data yang diperoleh terlihat pada tabel 1, tabel 2, tabel 3, tabel 4 dan tabel 5. PEMBAHASAN Evaluasi data tahun 2009 ditemukan wilayah Parapat merupakan wilayah hotel yang lebih memiliki tingkat kepuasan pelanggan yang paling rendah dibandingkan dengan Medan, Berastagi dan Tuktuk, sehingga treatment insentif dengan memasukkan ukuran kinerja non keuangan di implementasikan di 5 hotel yang ada di wilayah Parapat, antara lain Danau Toba International Cottage (Bintang 1), Natour Parapat Hotel (Bintang 3), Hotel Wisata Bahari Danau Toba (bintang 2), Niagara Hotel (Bintang 4) dan Quality Siantar Hotel (Bintang 3) setelah sosialisasi di bulan Juli 2010. Pengumpulan data dan informasi dari manajer tentang tingkat hunian kamar dan juga pendapat manager tentang pemberian insentif yang memasukkan

Tabel 1. Jumlah Hotel di Sumatera Utara Daerah No. Bintang Karo Simalungun Samosir Dairi Asahan Tapteng 1 5 1. 1 3 4 2. 3 1 3 3. 3 5 4 2 2 4. 4 1 1 1 3 1 5. Total=60 11 10 6 1 3 2 Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan SUMUT 2011 (revisi)

114

Tapsel 2 2

Nias 1 1

Medan 4 6 6 8 24


Naibaho, D. Analisis Model Kepuasan Pelanggan Untuk Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Hotel di Sumatera Utara

No. 1 2 3 4 5

No.

Bintang

1. 2. 3. 4. 5. Total

5 4 3 2 1

No. 1 2

3

4

No. 1.

2.

Tabel 2. Jumlah Hotel yang Menjadi Sampel tahun 2009 Bintang Daerah Karo Simalungun Samosir Medan 5 1 4 2 1 2 3 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 Total 4 5 4 4

Total 1 5 4 6 1 17

Tabel 3. Profil Konsumen Hotel Berbintang di Sumut tahun 2009 Jumlah Jenis Pendidikan Asal Negara Alasan (Orang) Kelamin 40 Laki2 = Domestik = Bersenang-senang = SMU = 48,33% 200 88,89% 58,89% Diploma 1 = 14,44% 76,11% 160 Manca Negara = Pertemuan Bisnis = Perempuan S1 = 27,22% 280 23,89% 11,11% = 41,11% S2 = 7,22% 40 Lainnya= 2,78% 720

Tabel 4. Profil Manajer Hotel Berbintang di Sumut tahun 2009 Jumlah Jenis Daerah Bintang Pendidikan (orang) Kelamin 4 16 Medan Laki-laki = S2 = 10 % 3 16 90,62 % 5 Kab.Karo 8 S1 = 40 % 4 16 Perempuan 2 8 = 9,38 % Diploma = 4 Kab.Simalungun 8 15 % 3 8 2 30 SMU = 35 % 3 Kab. Samosir 8 2 10 1 3 Total 128

Lama bekerja 6 bulan s/d 10 tahun

Tabel 5. Keunggulan dan Kelemahan Pelayanan Hotel Berbintang di Sumut Keterangan Keunggulan Kelemahan Complaint 1. Konsumen bermasalah ditanggapi 1. Karyawan belum memberikan secara simpatik dan meyakinkan perhatian lebih secara personal kepada 2. Karyawan hotel dapat dipercaya pelanggan konsumen 2. Hotel ini belum berkualitas baik yang 3. Konsumen merasa aman dalam dapat diandalkan dan dipercaya melakukan transaksi dengan pihak 3. Hotel belum mengerti kebutuhan hotel khusus konsumen 4. Karyawan hotel selalu bersikap sopan 4. Belum menepati janji memberikan pelayanan pada waktu yang telah 5. Karyawan hotel mampu menjawab dijanjikan pertanyaan konsumen 5. Belum memberikan pelayanan tepat waktu 6. Catatan keuangan yang belum akurat 7. Belum bersungguh-sungguh memperhatikan kepentingan setiap konsumen Likelihood of 1. Karyawan hotel selalu bersedia 1. Sarana dengan teknologi yang kurang Return membantu konsumen mutakhir. 2. Media promosi tidak menarik 3. Tidak berniat menganjurkan teman 115


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

4.

5. 6.

7. 8.

atau keluarga untuk memilih hotel ini untuk pertemuan Tidak berniat menganjurkan teman atau keluarga untuk memilih hotel ini untuk liburan. Tidak akan kembali melakukan transaksi ulangan yang sama Karyawan hotel selalu kurang cepat menanggapi permintaan konsumen secara tepat Karyawan hotel kurang memberikan pelayanan secara tepat Kayawan kurang berpenampilan rapi dan kurang tampak menarik

b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin-Watson (tabel 8) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antar error variance pada periode-t dengan error variance pada periode sebelumnya (t-1).

Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah XI yaitu program insentif, X2 yaitu complaint (komplain), dan X3 yaitu likehood return. Tabel 6, Coefficient Correlation memperlihatkan korelasi antar variabel bebas masih berada dibawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius.

Tabel 8. Model Summary Variabel Dependen : Tingkat Hunian Kamar Keterangan Durbin Watson Predictors: Constant, Complaint, 1,854 Likelihood of Return dan Program Insentif Nilai Durbin-Watson sebesar 1,854, nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel 11 hotel dan jumlah variabel bebas 3 (k=3), maka di tabel Durbin Watson akan di dapatkan nilai sebesar 1,676, maka dapat dikatakan tidak terdapat autokorrelasi.

Tabel 6. Coefficient Correlation Variabel Dependen : Tingkat Hunian Kamar Keterangan Complaint Complaint Program Insentif Complaint 1,000 -0,912 -0,356 Likelihood -0,912 1,000 0,162 of Return -0,356 0,162 1,000 Program Insentif Hasil nilai perhitungan tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang mamiliki nilai tolerance yang kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 95%. Hasil VIF juga menunjukkan hal yang sama, tidak ada satu dari variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Tidak terdapat multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi yang ditunjukkan pada tabel 7.

c. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas ini menggunakan uji Park. Tabel 9 menunjukkan koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut tidak ada yang signifikan secara statistik, yang berarti tidak terdapat heteroskedastisitas.

Tabel 7. Coefficient Variabel Dependen : Tingkat Hunian Kamar VIF Keterangan T ptolerance value Complaint 0,124 8,065 0,013 3,462 0,038 Likelihood 0,138 7,231 of Return 2,648 0,028 0,716 1,397 Program 2,123 Insentif

Tabel 9. Coefficient Variabel Dependen : Ln Ui2 Keterangan T p-value 0,406 -0,894 Complaint 0,365 0,979 Likelihood of Return 0,625 0,515 Program Insentif 116


Naibaho, D. Analisis Model Kepuasan Pelanggan Untuk Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Hotel di Sumatera Utara

d. Uji Normalitas Besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov (tabel 10) adalah sebesar 0,641 dan tidak signifikan pada a=5% (p-value = 0,805), yang berarti data residual terdistribusi secara normal.

Tabel 11. Koefisien Determinasi R Std. Error Keterangan Square of the Estimated Predictors : (Constant), 0,796 9,58 Complaint,Likelihood Return, Program insentif

Tabel 10. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Keterangan Unstandardized Residual N 11 Normal Mean -0,0000 Parameters Std. 7,8199 Deviation 0,203 Most Extreme Absolute 0,137 Differences Positive -0,203 Negative 0,641 Kolmogorov0,805 Smirnov Z Asymp, Sig. (2tailed)

Tabel ANOVA atau F test didapat dinilai F hitung sebesar 4,579 dengan p-value sebesar 0,054 dan signifikan pada α sebesar 5% (tabel 12). Berdasarkan hasil tersebut, maka diprediksi bahwa complaint, likelihood return dan program insentif secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat hunian kamar. Dari dua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model regresi, variabel complaint dan likelihood return, dapat dilihat dari tabel 13 bahwa variabel complaint signifikan pada α = 5% (p-value = 0,013), variabel likelihood return juga signifikan pada α = 5% (p-value = 0,038) dan program insentif juga signifikan pada α = 5% (p-value = 0,028).

Pengujian Hipotesis Hipotesis 1a menyatakan bahwa complaint berpengaruh secara negatif terhadap tingkat hunian Kamar hotel, hipotesis 1b menyatakan bahwa likelihood return berpengaruh secara positif terhadap tingkat hunian kamar hotel. Hipotesis 2 menyatakan bahwa program insentif yang memasukkan unsur kriteria non keuangan akan berpengaruh positif terhadap tingkat hunian kamar. Tampilan tabel 11 menunjukkan besar R Square adalah 0,796 atau 79,6% variasi tingkat hunian dijelaskan oleh ketiga variabel independen yaitu complaint, likelihood of return dan program insentif, sedangkan sisanya 20,4% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.

Keterangan Constant Complaint Likelihood Return Program insentif

Tabel 12. Uji Signifikan Simultan-Anova Keteran Sum of D Mean F pgan Square f Squar valu e e Regressi 1260,1 3 420,0 4,5 0,05 on 5 6 50 79 4a Residual 550,35 9 91,72 Total 9 6 1810,5 09 Keterangan: a. Predictors : (Constant), Complaint, Likelihood Return, Program insentif b. Dependent Variable : Tingkat Hunian Kamar

Tabel 13. Uji Signifikansi Parameter Individual Variabel Dependen : Tingkat Hunian Kamar Unstandardized Standardized Coefficient Coefficient T B Std. Error Beta 185,800 36,698 5,063 -86,397 24,958 -2,213 -3,462 37,413 14,128 1,603 2,648 64,641 30,451 0,565 2,213

Dari hasil pengujian diatas dapat dibuat ke dalam persamaan regresi seperti dibawah ini: Y = 185,800 – 86,397 X1 + 37,413 X2 + 64,641 X3 + e Keterangan: Y X1 X2 X3 e

= Tingkat Hunian Kamar = Complaint = Likelihood Return = Program insentif = error

117

p-value 0,002 0,013 0,038 0,028


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

d. Belum bersungguh-sungguh memberikan pelayanan yang sesuai dengan kepentingan setiap konsumen e. Hotel belum memiliki sarana dengan teknologi yang menarik dan prasarana yang baik sesuai dengan tingkat berbintang yang dimiliki hotel. f. Media promosi yang tidak informatif, menarik bahkan tidak ada di layanan internet.

Berdasarkan hasil pengujian di atas maka dapat disimpulkan bahwa complaint berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat hunian dengan beta sebesar -86,397, tanda negatif pada beta menunjukkan bahwa complaint yang semakin besar akan mempengaruhi tingkat hunian yang semakin rendah (hipotesis 1a diterima), hasil penelitian ini konsisten dengan yang dilakukan oleh Banker et al. (2002). Demikian halnya dengan likelihood return yang signifikan terhadap tingkat hunian dengan beta sebesar 37,413 dan tanda positip pada beta menunjukkan bahwa kemungkinan kembali konsumen yang semakin tinggi akan mempengaruhi tingkat hunian yang semakin tinggi pula (hipotesis 1b diterima), hasil penelitian ini konsisten dengan yang dilakukan oleh Banker al. (2002). Variabel program insentif juga signifikan terhadap tingkat hunian dengan beta 64,641 dan tanda positip menunjukkan bahwa program insentif yang memasukkan kriteria nonkeuangan juga mempengaruhi tingkat hunian yang semakin tinggi (hipotesis 2 diterima) pada Îą=5% (p-value = 0,028).

REKOMENDASI 1. Pemerintah daerah dan provinsi memberi subsidi dan harus mampu menjadi fasilitator utama dalam mempromosikan tempat wisata dan objek wisata yang ada di wilayah Sumatera Utara, yang berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan semua pelaku wisata seperti manajer/pemilik hotel dan restoran, masyarakat setempat. 2. Penggalian, pengembangan dan pemeliharaan objek wisata yang berkaitan dengan budaya setempat, yang harus dilakukan secara serius, sungguh-sungguh, teratur dan berkesinambungan, yang akan menjadi informasi menarik yang dapat di sampaikan oleh industri hotel kepada pelanggan, melalui brosur lengkap dengan peta dan kos. 3. Perbaikan sarana dan prasana, di darat, air dan udara, menjadikan wisata suatu perjalanan dan aktivitas yang menyenangkan, tersedianya objek wisata yang dapat dinikmati sepanjang jalan. 4. Standarisasi harga/tarip Hotel Berbintang, Update data dan informasi harus dilakukan secara periodik dan berdasarkan informasi yang real sesuai dengan kondisi yang ada dilapangan, yang dapat di akses oleh siapapun melalui brosur atau layanan internet. 5. Perlu mempertimbangkan ukuran nonkeuangan dalam memberikan insentif kepada manager tersebut, karena insentif tersebut dapat memotivasi pekerja dan manajer memberikan pelayanan yang terbaik dapat diterima pelanggan dan dimasa yang akan datang yang pada akhirnya akan menghasilkan peningkatan pendapatan bagi hotel.

KESIMPULAN 1. Complaint berpengaruh negatif terhadap tingkat hunian kamar dengan beta sebesar 86,397, likelihood of return berpengaruh positif terhadap tingkat hunian kamar dengan beta sebesar 37,413, dan program insentif yang memasukkan kriteria kinerja nonkeuangan juga berpengaruh positip terhadap tingkat hunian kamar. 2. Penentuan Formula Insentif yang mampu memotivasi Manajer melaksanakan tugasnya secara optimal di Hotel Berbintang ini harus mempertimbangkan ukuran kinerja nonkeuangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan kepada pelanggan yang dianggap lemah, menjadi titik awal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun formula insentif di hotel. Kemauan yang kuat serta komitmen manajemen dan karyawan hotel yang dapat diyakinkan dapat memberikan pelayanan yang baik meningkatkan pendapatan individu, juga meningkatkan tingkat hunian kamar hotel. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan di Hotel Berbintang yang ada di Sumatera Utara antara lain: a. Sarana infrastruktur yang kurang memadai ke tempat tujuan wisata b. Hotel belum mengerti kebutuhan khusus konsumen c. Hotel belum menepati janji memberikan pelayanan tepat waktu

DAFTAR PUSTAKA Anderson, E., dan M. Sullivan. 1993. The Antecendens and Consequences of Customer Satifaction for Firms. Journal of Marketing Science.

118


Naibaho, D. Analisis Model Kepuasan Pelanggan Untuk Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Hotel di Sumatera Utara

Anthony, Robert N. dan Vijay Govindarajan. 2002. Management Control System.Eleventh Edition. Homewood Illinois: Richard D. Irwin Inc. Banker, Rajiv D., Gordon Potter dan Dhinu Srinivasan. 2000. An Empirical Investigation of an Incentive Plan that Includes Nonfinancial Performance Measures. The Accounting Review. Feltham, G., dan J. Xie. 1994. Performance Measure Congruity and Diversity in Multi-Task Principal/Agent Relations. The Accounting Review. Hansen dan Mowen. 2000. Management Accounting (Fifth Edition). South-Western College Publishing. Hauser, J. R., D. Simester dan B. Wernerfelt. 1994. Customer Satifaction Incentives. Marketing Sciences. Ittner, C., dan D. Larcker. 1998. Innovations in Performance Measurement: Trenda and Research Implications. Journal of Managerial Accounting Research. Jones, T. O. dan W.E. Sasser Jr. 1995. Why Satisfied Customer Defect. Harvard Business Review. Kaplan, R. dan D. Norton. 1992. The Balance Scorecard: Measures that drive performance. Harvard Business Review. Keaveney, S. M. 1995. Customer Switching Behavior in Service Industries: An Exploratory Study. Jurnal of Marketing. Kefgen, K. 1996. Price/value relationship also usable as measure for executive talent. Restoran Business. Lavin, D. 1994. Chrysler aides to get bonuses equal to salaries. Wall Street Journal. Mulyadi dan Setyawan, J. 2001. Sistem Perencanaan Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. New York Times. 1998. Ford is Changing Bonus Program. March 26: C7(N). Oganti, A., D. 2001. Analisis Kepuasan Konsumen Sebagai Dasar Penyusunan Strategi Pemasaran. Tesis, Universitas Gajah Mada. Singleton-Green, B. 1993. If It Matters, Measure It. Accountancy. 119


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

KARAKTERISTIK MASYARAKAT DAN PEMANFAATAN LAHAN DI DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL BATANG GADIS DI SUMATERA UTARA (COMMUNITY CHARACTERISTICS AND LAND-USE IN BUFFER ZONE OF BATANG GADIS NATIONAL PARK IN NORTH SUMATERA) Wanda Kuswanda Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Jl. Raya Sibaganding Km. 10,5 Parapat Sumatera Utara 21174; Telp: (0625) 41659, 41653; Email: wkuswan@yahoo.com Naskah masuk: 27 Januari 2012 ; Naskah diterima: 29 April 2012

ABSTRAK Kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) memiliki peranan penting untuk medukung kehidupan masyarakat di daerah penyangganya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat pada desa-desa penyangga, Taman Nasional Batang Gadis. Penelitian ini dilakukan pada tujuh desa dari bulan April sampai Nopember 2008. Pemilihan desa ditentukan secara stratifikasi berdasarkan jarak desa terhadap batas taman nasional. Pengumpulan data melalui wawancara dan penyebaran kuesioner. Analisis data menggunakan tabel frekuensi. Masyarakat di Daerah Penyangga TNBG mayoritas beragama islam,mata pencaharian sebagai petani dengan tingkat pendidikan umumnya sampai tamat SLTP. Lahan diperoleh dengan cara membuka hutan dan warisan orang tua dengan luas rata-rata 1 Ha sampai 2 Ha per kepala keluarga. Tanaman yang dibudidayakan umumnya karet, kayu manis, coklat dan kelapa. Strategi kebijakan yang direkomendasikan adalah pemberdayaan lembaga masyarakat, pengembangan area budidaya dengan sistem agroforestri dan mengembangkan kesempatan usaha pada masyarakat. Kata kunci: masyarakat, lahan, penyangga, Taman Nasional Batang Gadis

ABSTRACT Batang Gadis National Park area have an important role to support community life in the buffer zone. This study aimed to known the characteristics and land-use patterns by people in the buffer villages, Batang Gadis National Park. This research was conducted in seven villages from April to November 2008. Selection of village was determined with stratification based on the distance the village to the national park boundary. Data was collected through interviews and questionnaires. The data were analyzed quantitatively by frequency tables. Local communities in the Batang Gadis National Park Buffer Zone are moslem majority, livelihoods as farmers whit education level until graduated junior high. Acquired land by clearing forests and heritage of parents with an average of 1 to 2 ha per head of the family. Plants generally cultivated rubber, cinnamon, cocoa, and coconut. The policy strategic recommended is the empowerment of community institutions, developing areas of cultivation with agroforestry systems and developing business opportunities in the community. Keywords: community, land, buffer, Batang Gadis National Park

120


Kuswanda, W. Karakteristik Masyarakat dan Pemanfaatan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara

untuk membantu mewujudkan fungsi taman nasional dan penyelamatan hutan tropika Indonesia pada umumnya. Harapannya daerah penyangga dapat memberikan perlindungan tambahan bagi kawasan TNBG dan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat pada desa-desa penyangga Taman Nasional Batang Gadis. Hasil penelitian dapat menjadi bahan rekomendasi dalam mengembangkan pengelolaan daerah penyangga sehingga perekonomian masyarakat dan peran serta dalam membantu melestarikan Kawasan TNBG semakin meningkat.

PENDAHULUAN Kawasan hutan tropika sebagian besar banyak mengalami kerusakan seiring meningkatnya peradaban dan kebutuhan lahan manusia. Pengurangan penutupan hutan tropika tersebut ternyata telah mengurangi produktivitas sumberdaya lahan untuk jangka panjang (Notohadiprowiro, 2006). Frekuensi bencana alam semakin meningkat dan perubahan iklim yang sulit untuk diprediksi sering mengakibatkan kegagalan panen yang terjadi setiap tahun di sebagain besar wilayah Indonesia. Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan salah satu kawasan hutan tropika basah yang masih tersisa, khususnya di Sumatera Utara. Kawasan TNBG ditunjuk pada tanggal 24 April 2004 berdasarkan SK Menhut No. 126/Menhut-II/2004 dengan luas sekitar 108.000 ha (Departemen Kehutanan, 2004). Keberadaan TNBG saat ini sangat penting karena menjadi sumber untuk penghidupan masyarakat sekitarnya. Masyarakat penyangga yang sebagian besar, lebih dari 80%, bermata pencaharian sebagai petani (Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, 2009), kebutuhan air untuk mengelola lahannya sangat bergantung dari kawasan TNBG. Untuk mempertahan keutuhan TNBG, sebagai kawasan pelestarian ekosistem beserta keragaman hayati maupun penyangga kehidupan (Departemen Kehutanan, 1999), tentunya diperlukan informasi tentang karakteristik masyarakat maupun kondisi lahan di daerah penyangganya. Keberadaan dan pola kehidupan masyarakat di daerah penyangga sangat penting diketahui

METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tujuh desa yang termasuk Desa Penyangga TNBG menurut Dinas Kehutanan Kabupaten Madina (2005). Waktu penelitian dilakukan selama delapan bulan, dari Bulan April sampai dengan November 2008. B. Pemilihan Desa Penelitian Desa yang menjadi lokasi penelitian sebanyak tujuh desa (intensitas sampling penelitian sebesar 10 %) dari 71 desa yang termasuk Desa Penyangga TNBG. Pemilihan desa ditentukan secara stratifikasi berdasarkan jarak desa terhadap batas taman nasional dan pembagian Seksi Wilayah Pengelolaan TNBG (Balai TNBG, 2007). Sebaran desa penelitian ditentukan secara proporsional, yaitu tiga desa di bagian Utara/Seksi Wilayah Siabu, dua desa di

Gambar 1. Peta sebaran desa penelitian dan Daerah Penyangga, Taman Nasional Batang Gadis (Map of villages research distribution and Batang Gadis National Park Buffer Zone).

121


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Barat dan berada di bagian Utara atau Seksi Wilayah Pengelolaan Siabu, Balai TNBG. Secara geografis desa ini terletak di sekitar koordinat 00˚ 55' 49.2" LU dan 99˚ 28' 44.4" BT dengan ketinggian sekitar 275 meter dpl. Desa ini sebelumnya termasuk Desa Tangga Bosi dan lahir pada tahun 1954 melalui pemekaran desa. Jarak pemukiman masyarakat ke TNBG sekitar 4 – 5 km, dengan luas desa sekitar 160 ha. Penduduk di desa ini pada Tahun 2007 berjumlah 2.825 orang atau 565 kepala keluarga. Masyarakatnya sekitar 95% merupakan Ethnis Mandailing dan 5% dari Ethnis Batak lainnya dan suku pendatang, seperti Jawa. Masyarakat desa sebagian besar hidup dari hasil perkebunan. Jenis tanaman yang ditanam bersifat multi species, yang artinya pada satu hamparan lahan terdapat beragam jenis tanaman. Tanaman yang dibudidayakan didominasi oleh kemiri, sebagian kecil karet dan coklat. Pada desa ini banyak pula ditemukan kebun kelapa dan pisang, terutama di pinggiran Sungai Batang Gadis. Pengambilan kelapa dilakukan dengan memanfaatkan satwa beruk (Macaca nemestrina). Upah pengambilan kelapa tersebut adalah 20 : 3, artinya dari 23 kelapa yang diambil oleh beruk maka si pemilik lahan memperoleh 20 biji dan si pemilik beruk memperoleh 3 biji kelapa. Tanaman yang dibudidayakan adalah terong, jagung, cabai, singkong, talas. Pada ladang palawija ditanam pula tanaman sela/peneduh seperti pepaya, nangka, dan pisang.

bagian Tengah/Seksi Wilayah Muara Soma dan dan dua desa di bagian Selatan/Seksi Wilayah Kota Nopan. Sebaran desa penelitian disajikan pada gambar 1. C. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data melalui wawancara dan penyebaran kuisioner. Penentuan jumlah unit contoh/responden pada setiap desa contoh menggunakan pendekatan metode purposive sampling sebanyak 20 responden, yaitu masyarakat desa yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan di daerah penyangga. D. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder melalui studi literatur terhadap hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian, laporan taman nasional, laporan pemerintah daerah (kantor kecamatan dan desa atau bappeda kabupaten), buku teks dan yang lainnya. Beberapa data sekunder yang akan dikumpulkan adalah jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat pendidikan, sarana dan prasarana perekonomian, dan jenis komoditi masyarakat setempat. E. Analisis Data Untuk mengetahui presentase karakteristik masyarakat dari pemanfaatan lahan secara kuantitatif dilakukan penghitungan menggunakan tabel frekuensi (Walpole, 1993; Supangat 2008). Penyusunan tabel frekuensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Editing data, yaitu meneliti kembali data penelitian terhadap rekaman jawaban yang telah ditulis dalam kuisioner, catatan-catatan wawancara dan hasil observasi untuk mengetahui apakah data sudah cukup baik untuk proses analisis data; 2) Koding data, yaitu mengadakan pengklasifikasian terhadap jawaban-jawaban responden dengan membubuhkan kode pada suatu jawaban tertentu; 3) Menghitung frekuensi, yaitu mentabulasi atau menyusun data ke dalam tabel-tabel yang memuat seluruh jawaban dalam kategori tertentu dan 4) Membuat tabel frekuensi yang memuat jumlah frekuensi dan prosentase untuk setiap pernyataan.

2. Desa Runding Desa Runding termasuk pada Kecamatan Panyabungan Barat dan sering disebut sebagai desa tertua di Kabupaten Madina. Desa ini masih berada di bagian Utara atau Seksi Wilayah Pengelolaan Siabu, Balai TNBG. Desa Runding menurut pengakuan masyarakat setempat merupakan awal mula tempat lahirnya leluhur masyarakat Etnis Mandailing atau desa pertama yang ditempati di Kab. Madina. Desa Runding secara geografis terletak di sekitar koordinat koordinat 00˚ 51' 04.9" LU dan 99˚ 30' 18.6" BT dengan ketinggian 241 meter dpl. Jarak pemukiman masyarakat ke TNBG sekitar 2 – 3 km, dengan luas desa sekitar 3.000 ha. Masyarakatnya 100% masih merupakan suku mandailing atau penduduk lokal, belum tercatat ada pendatang dari daerah lain, dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 697 orang atau 165 kepela keluarga. Masyarakat desa ini sebagian besar berkebun dan hanya sedikit yang menanam tanaman palawija (sayuran) dan padi. Kebun masyarakat umumnya ditanam oleh tanaman multi species, sebagai contoh, pada satu lahan ditanami oleh tanaman karet dengan jarak

HASIL PENELITIAN Karakteristik Desa Penelitian Karakteristik umum desa-desa yang menjadi lokasi penelitian adalah sebagai berikut : 1. Desa Huta Godang Muda Desa Huta Godang Muda secara administratif termasuk Kecamatan Panyabungan 122


Kuswanda, W. Karakteristik Masyarakat dan Pemanfaatan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara

telah menyadarkan masyarakat untuk menjaga sebagian kawasan hutan secara lestari. Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian dengan mengelola kebun. Tanaman yang dibudidayakan di desa ini cukup berbeda dengan desa di bagian Utara, yaitu didominasi oleh kayu manis, kopi, dan aren. Kebun kayu manis sangat mendominasi karena tanaman tersebut menurut masyarakat paling cocok untuk dikelola di kawasan mereka, yang terletak di wilayah pegunungan. Tanaman palawija sangat sedikit dibudidayakan karena desa tidak dapat tumbuh dengan baik, kecuali cabai. Selain itu, untuk menambah pendapatan sebagian masyarakat membuka warung, terutama di kawasan puncak Sopotinjak yang sering digunakan sebagai tempat peristirahatan/persinggahan dan rekreasi masyarakat di Sumatera Utara dan sekitarnya.

tanam 5 m x 6 m atau 3 m x 7 m, tanaman jati 5 m x 4 m, tanaman coklat 5 m x 3 m, dan tanaman kemiri 7 m x 8 m. Tanaman palawija yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah pisang, cabai, dan terong. Hasil panen tanaman palawija umumnya hanya untuk dikonsumsi dan jarang sekali untuk dijual. 3. Desa Pagaran Gala-gala Desa Pagaran Gala-gala merupakan salah satu desa hasil pemekaran di Kecamatan Panyabungan Selatan dan berada di bagian Utara atau Seksi Wilayah Pengelolaan Siabu, Balai TNBG. Sebelum dimekarkan desa ini termasuk wilayah Desa Tano Bato. Secara geografis desa ini berada di sekitar koordinat koordinat 00˚ 44' 16.7" LU dan 99˚ 32' 57.7" BT dengan ketinggian sekitar 585 meter dpl. Jarak pemukiman masyarakat ke kawasan TNBG sekitar 6 – 8 km. Luas desa sekitar 200 ha dengan masyarakatnya hampir 100% merupakan penduduk asli atau Suku Mandailing. Pada desa ini tidak ditemukan lagi hutan alam karena sudah berubah menjadi lahan perkebunan dan pertanian. Mata pencaharian masyarakat sebagian besar berkebun dan menanam padi. Namun sebagian besar kebunkebun dan sawah yang terdapat di desa ini adalah milik masyarakat dari desa lain/tetangga, seperti Desa Tano Bato dan Roburan Dolok. Masyarakat umumnya hanya menyewa lahan dan/atau sebagai buruh tani/memelihara kebun orang lain. Tanaman yang dikelola didominasi oleh karet, coklat, dan kayu manis. Tanaman karet ditanam dengan jarak antara 3 m x 4 m dan 4 m x 4 m, dengan kerapatan pohon sekitar 900 – 1.050 pohon per ha. Pada sebagain kebun karet ditanam pula tanaman seperti aren, kayu manis, dan kemiri dengan jarak tanam yang tidak beraturan. Tanaman coklat secara umum ditanam dengan sistem monokultur dengan jarak tanam 3 m x 3 m, atau dengan kerapatan sekitar 1.600 – 1.800 tanaman/ha.

5.

Desa Bangkelang Desa Bangkelang secara administratif termasuk Kecamatan Batang Natal dan berada di bagian Tengah atau Seksi Wilayah Pengelolaan Muara Soma, Balai TNBG. Secara geografis desa ini terletak di sekitar koordinat 00˚ 40' 18.0" LU dan 99˚ 24' 44.4" BT dengan ketinggian 293 meter dpl. Jarak pemukiman masyarakat ke TNBG sekitar 1 – 2 km, dengan luas desa sekitar 1.563 ha. Sebagian besar desa ini masih merupakan hutan alam dengan luas sekitar 1.184 ha, sawah 56 ha, kebun 288 ha, ladang 5 ha, lahan terlantar 72 ha, dan pemukiman 14 ha. Penduduk di desa ini pada tahun 2007 berjumlah 1.268 orang, meliputi 547 laki-laki dan 681 perempuan. Masyarakatnya sekitar 98% merupakan suku mandailing dan sisanya dari suku batak lainnya. Masyarakat desa ini merupakan bagian dari desa yang telah menerapkan kearifan lokal ‘lubuk larangan’ pada Sungai Batang Natal. Fasilitas prasarana kehidupan di desa masih kurang meskipun desa ini berada di jalur jalan Panyabungan – Natal. Hanya terdapat satu sekolah dasar (SD) dan MTS, satu pasar tradisional, 4 mesjid yang secara umum bangunannya sudah tidak layak pakai. Untuk mendapatkan pendidikan yang layak, masyarakat menyekolahkan anaknya ke Kota Panyabungan, terutama untuk sekolah tingkat SLTP dan SLTA.

4. Desa Sopotinjak Desa Sopotinjak secara administratif termasuk Kecamatan Batang Natal dan berada di bagian Tengah atau Seksi Wilayah Pengelolaan Muara Soma, Balai TNBG. Secara geografis desa ini terletak di sekitar koordinat koordinat 00˚ 42' 15.0" LU dan 99˚ 29' 59.6" BT dengan ketinggian 1055 meter dpl. Jarak pemukiman masyarakat ke TNBG sekitar 0.5 – 1 km, dengan luas desa sekitar 660 ha. Kawasan desa ini sebagian besar masih merupakan hutan alam, kebun, ladang dan lahan terlantar. Penduduk di desa ini pada Tahun 2007 berjumlah sekitar 258 orang dengan 54 kepala keluarga. Kondisi desa yang berada di bawah lereng/tebing yang curam

6. Desa Pastap Julu Desa Pastap Julu merupakan salah satu desa penyangga yang berada di bagian Selatan atau Seksi Wilayah Pengelolaan Kota Nopan, Balai TNBG. Secara geografis desa ini berada di sekitar koordinat koordinat 00˚ 38' 45.0" LU dan 99˚ 38' 04.4" BT dengan ketinggian sekitar 631 meter dpl. Jarak pemukiman masyarakat ke 123


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

kawasan TNBG sekitar 1 - 1,5 km. Luas desa sekitar 77,5 ha, yang meliputi sawah 20 ha, kebun 50 ha, pemukiman 2 ha, dan lahan terlantar 5 ha. Masyarakatnya hampir 100% merupakan penduduk asli atau Suku Mandailing. Penduduk di desa ini pada tahun 2007 berjumlah 468 orang, meliputi 206 laki-laki dan 262 perempuan atau sebanyak 104 kepala keluarga. Pada desa ini sebagian besar lahan sudah menjadi areal pertanian dan perkebunan, hutan alam sudah jarang ditemukan. Mata pencaharian masyarakat sebagian besar berkebun dan menanam padi. Tanaman yang dikelola didominasi oleh coklat, karet dan sebagian kopi. Pada desa ini masih banyak ditemukan kebun bambu terutama di pinggiran sawah. Tanaman coklat secara umum ditanam dengan sistem monokultur dengan jarak tanam 5 m x 6 m. Jenis padi yang ditanam di sawah tadah hujan adalah jenis Siherang yang dapat di panen dalam 100 hari dan Sipulo yang dapat dipanen setelah berumur 5 bulan.

7. Desa Pagar Gunung Desa Pagar Gunung berada di bagian Selatan atau Seksi Wilayah Pengelolaan Kota Nopan, Balai TNBG. Secara geografis desa ini berada di sekitar koordinat koordinat 00Ëš 35' 47.1" LU dan 99Ëš 40' 30.4" BT dengan ketinggian sekitar 1.175 meter dpl. Jarak pemukiman masyarakat ke kawasan TNBG sekitar 0.5 - 1 km. Luas desa sekitar 96,73 ha. Masyarakatnya hampir 100% merupakan penduduk asli atau suku mandailing dengan jumlah penduduk pada Tahun 2007 berjumlah 218 orang. Pada desa ini masih banyak ditemukan hutan alam dan areal semak belukar. Lahan pertanian dan perkebunan masih sedikit bila dibandingkan pada desa lainnya. Tanaman yang dikelola didominasi oleh kayu manis, suren dan sebagian jeruk. Penelitian menyajikan karakteristik masyarakat pada tabel 1 sampai dengan tabel 3.

Tabel 1. Karakteristik masyarakat pada desa-desa penyangga Desa (Village) No

1

2

3

Karakteristik Responden (Respondent Characteristics) Agama/Religion a. Islam/Islam b. Lainnya/Another Komposisi Umur (Age Composition) a. Non produktif muda/young non productive (<15 tahun/years) b. Produktif/productive (15 – 64 tahun/years) c. Non produktif tua/old non productive (>64 tahun/years) Jumlah anggota keluarga (Number of family) a. Kecil/small(2-4 orang) b. Sedang/middle (5-7 orang) c. Besar/big (>7 orang)

Pastap Julu (%)

Pagar Gunun g (%)

Ratarata/ Averages (%)

100 0

100 0

100 0

100,0 0,0

0

0

0

0

1,4

95

85

95

90

85

89,3

10

5

15

5

10

15

9,3

25

40

10

10

15

15

10

17,9

55 20

35 25

35 55

50 40

40 45

55 30

75 15

49,3 32,9

Pagaran Galagala (%)

Runding (%)

Huta Godang (%)

Sopotinjak (%)

Bangkelan g (%)

100 0

100 0

100 0

100 0

5

5

0

90

85

5

124


Kuswanda, W. Karakteristik Masyarakat dan Pemanfaatan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara

Tabel 2. Karakteristik masyarakat pada desa-desa penyangga Ratarata/ Averages (%)

Desa (Village) No

1

2

3

Karakteristik Responden (Respondent Characteristics)

Tingkat pendidikan (Level of Education) a. Sekolah dasar (elementary school) b. SMP/SMA (Junior/senior high school) c. Perguruan tinggi (Universities) Mata Pencaharian Utama ((Main jobs) a. Petani (Farmer) b. Buruh (Labourer) c. Peternak (Breeder) d. Pedagang (marketer) e. Pengumpul kayu (Timber traders) f. Pegawai negeri (Staff government) g. Pegawai swasta (Staff Pendapatan per Bulan (Monthly Earnings) a. Kecil (Small) (< Rp. 500.000,-) b. Sedang (Middle) (Rp. 500.000 1.000.000) c. Besar (Big) (> Rp. 1.000.000,-)

Pagaran Galagala (%)

Run-ding (%)

Huta Godan g (%)

Sopotinjak (%)

Bangkelan g (%)

Pastap Julu (%)

Pagar Gunun g (%)

20

45

40

30

20

35

65

36,4

75

35

55

60

50

60

30

52,1

5

20

5

10

30

5

5

11,4

60 30 0 5

70 5 5 10

50 15 10 5

85 0 0 0

70 10 0 5

75 10 0 10

90 5 0 5

71,4 10,7 2,1 5,7

0

0

0

10

0

0

0

1,4

5 0

5 5

10 10

5 0

10 5

5 0

0 0

5,7 2,9

70

55

45

20

15

50

50

25

35

40

25

20

25

45

43,6 0,0 30,7

5

10

15

55

65

25

5

0,0 25,7

Tabel 3. Distribusi Responden menurut Pola Pemanfaatan Lahan Ratarata/ Averages (%)

Desa (Village) N o

Pola Pemanfaatan Lahan (Pattern of Land Use)

1

Asal usul lahan olahan a. Membuka hutan/belukar b. Tanah adat c. Warisan orangtua d. Membeli dari orang lain e. Kombinasi antara dua

Pagaran Gala-gala (%)

5 15 40 10 30

Runding (%)

10 10 45 25 10 125

Huta Godan g (%)

Sopotinjak (%)

Bang kelan g (%)

Pastap Julu (%)

Pagar Gunun g (%)

10 10 10 50 20

5 20 5 0 70

25 10 10 5 50

0 30 20 10 40

15 20 10 5 50

10,0 16,4 20,0 15,0 38,6


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

2

3

4

5

6

7

atau lebih dari a,b,c dan d Lama waktu menggarap lahan a. Lama (> 4 tahun) b. Sedang (antara 2 - 4 tahun) c. Baru (< 2 tahun) Status lahan olahan a. Milik sendiri

0

0

0,0

90 10 0 0 0 25

82,1 12,1 0,0 5,7 0,0 43,6

80 15

70 20

75 10

90 10

95 5

5

10

15

0

0

30

75

55

35

70

75 15 0 10 0 15

b. Milik orang lain/sewaan

55

15

35

10

0

10

5

18,6

c. Tanah adat/negara d. Milik sendiri dan adat/ negara Luas kepemilikan lahan (milik sendiri) a. < 1 ha b. antara 1 - 2 ha c. > 2 ha d. Tidak mempunyai lahan milik Penentuan batas-batas lahan a. Berdasarkan sertifikat tanah/kepemilikan b. Kompromi adat c. Kesepakatan bersama d. Kesepakatan bersama dan kompromi adat Jumlah jenis tanaman yang dibudidaya pada satu lokasi lahan garapan a. 1 jenis tanaman (monokultur) b. 2 jenis tanaman c. > 2 jenis tanaman Pemanfaatan dari hasil panen pada lahan garapan a. Dimanfaatkan sendiri b. Hanya dijual c. Dijual dan dimanfaat-kan sendiri

15

10

10

5

10

55

35

20,0

0

0

0

50

20

20

35

17,9

20 5 5

15 35 25

15 30 10

50 15 20

5 10 75

25 10 10

20 30 15

21,4 19,3 22,9

70

25

45

15

10

55

35

36,4

0

0

0,0

0 15 75

0 10 90

15 5 75

0 15 30

10 10 35

0 10 55

0 15 80

3,6 11,4 62,9

10

0

5

55

45

35

5

22,1

25 20 55

35 20 45

20 35 45

75 20 5

45 50 5

70 15 15

65 20 15

47,9 25,7 26,4

0 15 25

0,0 17,1 17,9

60

65,0

40 10

15 15

15 20

10 0

5 10

0 20 45

50

70

65

90

85

35

terlihat dari banyaknya pesantren maupun tempat ‘suluk’ di Kabupaten Mandailing Natal. Hasil analisis selengkapnya mengenai agama, umur, dan anggota keluarga disajikan pada tabel 1. Berdasarkan komposisi umur terlihat bahwa sebagian besar responden pada tujuh desa termasuk dalam golongan produktif (15-64 tahun), yaitu rata-rata sebesar 89,3%. Komposisi usia produktif yang paling besar terdapat di Desa Huta Godang dan Desa Bangkelang. Hanya 10,7% masyarakat ternyata tergolong usia non produktif (< 15 tahun dan > 64 tahun). Banyaknya masyarakat usia produktif

PEMBAHASAN A. Karakteristik masyarakat menurut agama, umur, dan anggota keluarga Masyarakat di daerah penyangga TNBG semuanya (100%) memeluk agama islam, tidak ada responden yang beragama lainnya. Masyarakat Mandailing Natal memang telah dikenal sebagai masyarakat madani dan islami. Agama islam menurut sejarah masuk di Mandailing Natal sejak terjadinya Perang Paderi untuk melawan Belanda, sekitar tahun 1816 (Ismoyo, 2004). Dalam kehidupan sehari-hari sangat kental terhadap ajaran Islam, seperti 126


Kuswanda, W. Karakteristik Masyarakat dan Pemanfaatan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara

dari seluruh nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) kabupaten disumbangkan dari sektor pertanian (Badan Pusat Statistik Kabupaten Madina, 2009). Kelangsungan sektor pertanian ini tentunya sangat tergantung dari kelangsungan jasa lingkungan dari kawasan TNBG yang merupakan hulu sungai, pengendali siklus air, dan pengatur kesuburan tanah. Penghasilan masyarakat di daerah penyangga per bulan pada setiap keluarga masih sangat rendah, yaitu 43,6% responden berpenghasilan < Rp. 500.000,- dan 30,7% responden berpenghasilan antara Rp.500.000 – Rp. 1.000.000. Hanya 25,7% responden yang mengaku berpenghasilan > Rp. 1.000.000. Penghasilan keluarga tersebut tentunya tidak layak untuk mencapai keluarga yang sejahtera seiring harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat. Menurut Data dalam BPS Kab. Madina (2009), penduduk pra sejahtera di Kabupaten Madina sekitar 60 % meskipun penduduk yang termasuk usia produktif cukup tinggi. Kabupaten Madina adalah salah satu dari 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki penduduk relatif miskin terbesar.

menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada tujuh desa tersebut masih bekerja secara optimum sehingga dapat mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Jumlah anggota keluarga yang menjadi responden sebesar 49,3% berjumlah 5 – 7 orang, 32,9% responden mempunyai jumlah anggota keluarga lebih besar dari 7 orang, dan hanya 17,9% keluarga yang memiliki 1-2 orang anak. Pada setiap desa lebih dari 75% responden mengakui memiliki anak lebih dari 3 orang. Hasil ini menunjukan bahwa sebagian besar keluarga belum menerapkan program keluarga berencana (KB). Sebagian responden mengakui kurang tertarik untuk mengikuti program KB karena beranggapan bahwa anak akan mendatangkan rejeki dan dapat menjadi tempat bergantung (memenuhi kebutuhan hidup) di masa tua. B. Karakteristik masyarakat menurut pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan Hasil analisis kuisioner terhadap tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan masyarakat pada daerah penyangga disajikan pada Tabel 2. Masyarakat yang menjadi responden menyatakan bahwa sebesar 52,1 % berpendidikan tamat SLTP/SMA dengan jumlah terbesar ditemukan di Desa Pagaran Gala-gala, yaitu 75%. Responden yang hanya berpendidikan sampai SD atau tidak tamat SD ditemukan sebesar 36,4 % dan sisanya mengakui berpendidikan sampai Perguruan Tinggi/Akademi. Dari tingkat pendidikan sebenarnya sebagian besar masyarakat memiliki pendidikan yang cukup, terutama responden yang berusia di bawah 40 tahun. Hal ini terbukti bahwa pentingnya pendidikan telah diakui oleh masyarakat. Salah satu responden di Desa Bangkelang menyebutkan bahwa telah menyekolahkan anaknya sebanyak lima orang sampai tingkat SLTA meskipun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selalu kurang karena pendapatannya digunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Mereka menyekolahkan anaknya untuk tingkat SLTP atau SLTA ke Kota Panyabungan atau Kota Kecamatan yang telah memiliki fasiltas pendidikan yang memadai. Bahkan, banyak dari anak mereka melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Medan bahkan di Jawa. Mata pencaharian masyarakat, terutama yang terpilih menjadi responden sebanyak 71,4% sebagai petani atau peladang, 10,7% sebagai buruh, dan sisanya yang lainnya, seperti pedagang dan PNS. Petani terbanyak ditemukan di Desa Pagar Gunung, yaitu sebesar 90% dan terendah di Desa Huta Godang sebesar 50%. Masyarakat di Kab. Madina memiliki ketergantungan yang tinggi pada sektor pertanian dan dapat terlihat bahwa sekitar 35%

C. Pemanfaatan Lahan Pemanfaatan lahan oleh masyarakat pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan bahan kebutuhan sehari-hari dan produk yang dapat dijual sehingga akan meningkatkan perekonomian keluarga. Pemanfaatan lahan di daerah penyangga terus meningkat sebagai akibat dari jumlah penduduk yang terus bertambah dan ekonomi yang berkembang. Luas lahan yang dibuka terus bertambah dan telah memasuki kawasan TNBG, walaupun sebelumnya masyarakat telah menggarap lahan yang saat ini diperuntukan untuk kawasan taman nasional. Asal usul lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat saat ini sangat bervariasi. Dari isian kuisioner diperoleh informasi bahwa sebanyak 10% responden mendapatkan lahan dengan cara membuka hutan, 16,4% menggunakan tanah adat, 20% merupakan warisan dari orangtua, 15% membeli dari orang lain, dan 38,6% berasal dari kombinasi diantara cara tersebut. Perolehan lahan dengan cara membuka hutan paling banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Bangkelang, sebesar 25% resaponden, dari tanah adat di Desa Pastap Julu sebesar 30%, dan dari warisan orang tua di Desa Runding, sebesar 45%. Hasil analisis terhadap asal usul dan pemanfaatan lahan dan lainnya dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah. Pembukaan lahan dari membuka hutan ini justru lebih banyak dilakukan oleh masyarakat pendatang, yang memilih tinggal di desa mereka. Namun di 127


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

beberapa desa ditemukan pula kasus bahwa masyarakat sendiri yang menjual lahan pada pendatang atau pemilik modal dari luar. Lahanlahan tersebut sebagian besar merupakan lahan yang mereka klaim sebagai tanah adat sehingga oleh sebagian masyarakat merupakan lahan yang bebas untuk diperjual belikan karena merupakan peninggalan dari orangtua mereka. Kasus ini banyak terjadi di Wilayah Seksi Pengelolaan Siabu (desa-desa bagian Utara Kawasan TNBG) dimana hasil pengamatan ditemukan lebih dari 100 kepala keluarga dari Etnis Nias telah mengelola lahan yang sebagian besar saat ini termasuk Kawasan TNBG. Lama penggarapan lahan oleh masyarakat yang terpilih menjadi responden umumnya sudah lama (> 4 tahun), yaitu sebanyak 82,1 %, antara 2 -4 tahun sebanyak 12,1%, dan di bawah 2 tahun sebanyak 5,7% responden (Klasifikasi berdasarkan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan dan Perkebunan, 2000). Masyarakat yang paling banyak sudah lama menggarap lahan adalah di Desa Bangkelang sebesar 95% responden dan yang paling banyak baru menggarap lahan di Desa Huta Godang sebesar 15% responden. Masyarakat yang lama menggarap lahan adalah umumnya responden yang telah berusia di atas 45 tahun yang memang melanjutkan lahan garap dari warisan orang tuanya sedangkan yang baru menggarap lahan adalah masyarakat muda (usia di bawah 25 tahun) atau penduduk desa yang baru datang dari perantauan. Pembahasan status lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah hal penting untuk penyusunan rencana pengembangan daerah penyangga. Menurut pengakuan masyarakat yang menjadi responden menyebutkan bahwa 43,6% responden mengolah lahan milik sendiri, 18,6% milik orang/lahan sewaan, 20% tanah adat, dan 17,9% kombinasi lahan milik sendiri dan tanah adat. Masyarakat yang paling banyak memiliki lahan sendiri terdapat di Desa Runding sebesar 75% dan yang paling banyak menggunakan lahan adat adalah di Desa Pastap Julu, sebesar 55% responden. Informasi status kepemilikan lahan olahan tersebut tentunya akan menjadi ‘bias’ apabila dikaikan dengan kepemilikan secara legal atau status lahan secara hukum. Meskipun lebih dari 50% masyarakat mengakui lahan olahannya sebagai hak milik namun dari mereka sebagian besar tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan. Begitu pula terhadap tanah adat karena Pemerintah daerah Kab. Madina saat ini telah mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Madina yang isinya menyatakan bahwa tidak ada lahan yang statusnya sebagai tanah adat di Kab. Madina. Hal tersebut sama pula bila dikaitkan

dengan Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 44/Menhut – II/2005 tentang Peruntukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Sumatera Utara, tanggal 16 Pebruari 2005 (Departemen Kehutanan, 2005), bahwa sebagian besar desa-desa di Daerah Penyangga TNBG berada dalam hutan yang statusnya sebagai hutan lindung dan hutan produksi tetap yang pada dasarnya merupakan tanah negara. Masalah status lahan ini sebenarnya telah diketahui oleh sebagian besar responden. Namun mereka tetap merasa lahan olahannya telah menjadi hak milik karena merupakan lahan turun temurun dari orang tuanya, yang telah menggarap lahan desa lebih dari ratusan tahun yang lalu. Masyarakat telah mencoba untuk mengurus sertifikat tanah namun selalu gagal dengan alasan dari Dinas Pertanahan Kabupaten Madina lahan tersebut adalah tanah negara. Polemik ini harus segera diselesaikan karena kebutuhan lahan akan terus meningkat. Untuk menjembatani permasalahan tersebut diperlukan alternatif yang dapat menguntungkan negara maupun masyarakat. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan menerapkan status lahan sebagai lahan hak guna usaha (HGU) pada masyarakat. Artinya masyarakat dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk peningkatan perekonomian mereka dan pemerintah dapat menarik pajak untuk pendapatan negara. Selain itu dengan Hak Guna Usaha masyarakat tidak dapat lagi dengan bebas memperjualbelikan lahan olahannya maupun kawasan hutan yang diklaim sebagai tanah adat di sekitar desa mereka. Dari masyarakat yang menjadi responden dan mengakui memiliki lahan milik, ternyata luasan lahan miliknya cukup beragam (Klasifikasi dalam Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan dan Perkebunan, 2000). Sebanyak 22,9% responden memiliki lahan lebih dari 2 ha, 19,3% antara 1 – 2 ha, dan 21,4% kurang dari 1 ha. Luasan ini merupakan gabungan dari beberapa lahan olahan yang terdiri dari berbagai tipe lahan, seperti kebun, sawah, dan hutan. Namun 36,4% responden telah menyadari bahwa lahan olahanya adalah lahan negara dan belum memiliki kekuatan hak milik secara hukum. Masyarakat yang mengakui memiliki lahan hak milik terbanyak dan terluas adalah di Desa Bangkelang, sebesar 75%. Kondisi ini dapat dipahami karena desa mereka berada di lahan yang statusnya sebagai hutan produksi tetap (Departemen Kehutanan, 2005) dan sudah tidak ada lagi aktivitas perusahaan lebih dari 40 tahun, sedangkan desa-desa lainnya berada di kawasan hutan lindung. Tata cara penentuan batas lahan olahan sangat menarik karena pada dasarnya mereka 128


Kuswanda, W. Karakteristik Masyarakat dan Pemanfaatan Lahan di Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara

tidak memiliki bukti sertifikat/kepemilikan lahan. Hasil penyebaran kuisioner diperoleh informasi bahwa penentuan batas lahan olahan sebanyak 62,9% berdasarkan kesepakan bersama, 22,1% melalui kesepakatan bersama dan kompromi adat, 11,4% hanya diselesaikan melalui adat, dan 3,6% mengakui berdasarkan sertifikat kepemilikan lahan. Pengakuan melalui sertifikat, terutama pada masyarakat Desa Huta Godang ternyata setelah ditanyakan pada responden adalah lahan yang berada di luar desa. Proses kesepakatan bersama dalam penentuan batas lahan sebenarnya telah dilakukan oleh orang tua mereka dan masyarakat sekarang hanya tinggal melanjutkan menurut petunjuk dari orang tuanya. Sebagai tanda batas lahan dengan milik orang lain biasanya ditandai dengan penanaman pohon pinang. Apabila terjadi perselisihan maka penyelesaiannya dilakukan secara musyawarah dalam rapat desa atau melalui keputusan ketua adat desa. Jenis tanaman yang dibudidayakan pada satu lokasi lahan olahan mereka cukup bervariasi, yaitu 47,9% responden menanam satu jenis tanaman/monokultur, 25,7% menggabungkan dua jenis tanaman, dan 26,4% menanam lebih dari 2 jenis, baik itu pada lahan kebun maupun ladang palawija. Masyarakat yang paling banyak mengkombinasikan jenis tanaman lebih dari 2 jenis pada lahan olahannya adalah di Desa Pagaran Gala-gala sebesar 55% responden dan dengan sistim monokultur di Desa Sopotinjak sebesar 75% responden. Menurut masyarakat di Desa Pagaran Gala-gala, keterbatasan akan lahan telah menuntut mereka menanam beragam jenis sehingga ada tanaman yang dapat dipanen secara mingguan ataupun bulanan. Jenis tanaman yang paling banyak dibudidayakan adalah karet, kayu manis, coklat, dan kelapa. Hasil panen dari lahan yang mereka olah sebagian besar untuk dikonsumsi dan dijual, yaitu sebanyak 65% responden, hanya untuk dijual 17,9%, dan hanya dikonsumsi 17,1%. Hasil panen yang dijual sebagian besar dari tanaman perkebunan dan yang untuk dikonsumsi dari sawah atau ladang palawija. Masyarakat yang paling banyak menggunakan hasil panen untuk memenuhi kebutuhan sendiri adalah di Desa Pagaran Gala-gala sebesar 40% responden dan yang paling banyak dijual adalah di Desa Pastap Julu sebesar 45% responden. Pengelolaan karet yang dilakukan oleh masyarakat sebenarnya masih dilakukan secara tradisional dengan pola agroforestri dengan jenis tanaman masih karet lokal bukan hasil okulasi, begitu pula dengan cara budidaya kayu manis. Banyaknya tanaman karet dan kayu manis yang dibudidayakan oleh masyarakat

karena getah karet dan kulit kayu dianggap akan memiliki prospek dan nilai ekonomi yang tinggi. Meskipun dalam tiga tahun terakhir pada beberapa desa, sebagian masyarakat telah berubah membudidayakan coklat dan sebagian jeruk. Pendapatan masyarakat dengan menjual hasil panen sebagian besar lebih dari Rp. 400.000,- per bulan per kepala keluarga bahkan rata-rata ada yang mencapai lebih dari Rp.1.000.000,- per bulan terutama pada responden yang memiliki kebun lebuh dari 2 ha. Dari hasil panen tersebut, sebagian besar keluarga mengakuai mampu menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi di Medan maupun di Pulau Jawa. Hasil panen oleh masyarakat di jual pada pengumpul atau agen yang terdapat di desa mereka. Beberapa harga komoditi masyarakat di daerah penyangga yang dibeli oleh pengumpul (data harga Tahun 2008) adalah sebagai berikut : - Harga getah karet Rp. 9.000,- per kg - Harga biji coklat kering Rp. 20.000,- per kg. - Harga biji pinang setelah dikupas dan dikeringkan sekitar Rp. 3.000,- per kg - Harga biji kelapa tua sekitar Rp 1.500,sedangkan setelah dikupas dan dikeringkan harganya mencapai Rp. 5.000,- per kg. - Harga biji kemiri tua dan kering Rp. 2.000,per kg - Harga kulit kayu medang (kering) sekitar Rp. 1.400,- per kg KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Masyarakat di Daerah Penyangga TNBG mayoritas beragama islam, mata pencaharian sebagai petani, termasuk umur produktif (15-64 tahun), jumlah anggota keluarga 5- 7 orang, dan tingkat pendidikan umumnya sampai tamat SLTP. 2. Lahan yang dikelola oleh masyarakat sebagian besar diperoleh dengan cara membuka hutan dan warisan orang tua dengan luas lahan yang dikelola rata-rata 12 ha per kepala keluarga. Status lahan diakui sebagai milik pribadi meskipun belum memiliki sertifikat tanah yang mana penentuan batas lahan dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama. Tanaman yang dibudidayakan umumnya karet, kayu manis, coklat, dan kelapa. REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka sangat penting adanya strategi pengembangan potensi masyarakat dan sumberdaya lahan di daerah penyangga dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat. Strategi kebijakan 129


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

tanggal 29 April 2004. Jakarta: Departemen Kehutanan.

yang direkomendasikan dalam pengembangan potensi daerah penyangga, khususnya di sekitar TNBG diantaranya adalah: 1. Pemberdayaan berbagai kelembagaan terkait dalam pengelolaan daerah penyangga dengan membentuk dan mendayagunakan Badan Pengelola Multi Pihak (BPMP), yang terdiri dari Balai Taman Nasional, Pemda Kab. Madina, Lembaga Lokal Masyarakat, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 2.

3.

4.

Dinas Kehutanan Kab. Madina. 2005. Lampiran Peta Penetapan Daerah Penyangga Taman Nasional Batang Gadis. Kantor Dinas Kehutanan Kab. Madina. Ismoyo, Budi. 2004. Kebijakan Konservasi Pengelolaan Hutan di Daerah (Praktek Mengwujudkan Kawasan Konservasi Baru Taman Nasional Batang Gadis. Kertas Kerja, Dies Natalis Universitas Gajah Mada.

Meningkatkan kesadartahuan mengenai fungsi taman nasional beserta penyanganya, terutama pada desa-desa yang rawan konflik pemanfaatan lahan seperti di Kecamatan Siabu. Pengembangan areal budidaya dengan pola agroforestri sebagai sumber ekonomi pilihan seperti melalui budidaya komoditas tanaman hutan, seperti meranti, suren, dan/atau sampinur, budidaya tumbuhan obat, lebah madu, dan peternakan, seperti di Desa Pagar Gunung dan Desa Bangkelang, Mengembangkan kemandirian dan kesempatan usaha pada masyarakat melalui peningkatan kemampuan masyarakat berbasis lahan, berbasis wirausaha, dan pelayanan jasa khususnya wisata, seperti di Desa Sopotinjak.

Notohadiprowiro, T. 2006. Strategi Penyelamatan Hutan Tropika di Indonesia. Yogyakarta: Repro : Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Pedoman Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan dan Perkebunan. Bogor: Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Supangat, A. 2008. Statistik dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal. 2009. Mandailing Natal dalam Angka 2009. BPS Kantor Kabupaten Mandailing Natal. Balai Konservasi Sumberdaya Alam II Sumatera Utara. 2006. Zonasi Taman Nasional Batang Gadis. Medan: Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Taman Nasional Batang Gadis. 2007. Rekapitulasi Laporan Balai Nasional Batang Gadis Tahun 2007. Kantor Balai Taman Nasional Batang Gadis. Departemen Kehutanan. 1999. Undang-undang No. 41 tentang Kehutanan, tanggal 30 September 1999. Jakarta: Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2005. Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 44/Menhut – II/2005 tentang Peruntukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Sumatera Utara, tanggal 16 Pebruari 2005. Jakarta: Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2004. Naskah Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 126/MenhutII/2004 tentang penunjukan Taman Nasional Batang Gadis, di Kabupaten Mandailing Natal,

130


Sihombing, M. Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kabupaten Langkat

KAJIAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN LANGKAT (SATISFACTION INDEX STUDY ON THE QUALITY OF THE PUBLIC SERVICES IN LANGKAT DISTRICT) Marlon Sihombing Universitas Sumatera Utara Jl. Dr. Mansur No. 9 Medan; E-mail: mrlnsihombing@gmail.com Naskah masuk: 28 Maret 2012 ; Naskah diterima: 14 Juni 2012

ABSTRAK Penelitian ini terlaksana atas kerjasama dengan BAPPEDA Kabupaten Langkat. Adapun tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik, kendala yang dihadapi dalam pemberian pelayanan publik yang berkualitas dan strategi peningkatan kualitas pelayanan publik di Kabupaten Langkat. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat, khususnya pada Kantor Dinas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Langkat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjung Pura, dan Kantor Pelayanan Terpadu. Berdasarkan 14 unsur penelitian dengan kriteria yang ditentukan menunjukkan ketiga unit pelayanan publik di Kab. Langkat berada pada kategori baik. Yakni Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat (IKM=81,25/Baik), RSUD Tanjung Pura (IKM=73,50/Baik) dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat (IKM=78,00/Baik). Kendala-kendala yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat adalah: (1) Kualitas SDM yang masih perlu ditingkatkan (baik kesadaran dan motivasi dalam pemberian pelayanan), (2) Keterbatasan fasilitas pelayanan dan (3) Minimnya anggaran. Upaya dan strategi yang perlu segera dilakukan adalah : (1) Peningkatan pelayanan kepada masyarakat (e-KTP oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, JAMKESMAS, Puskesmas 24 Jam oleh RSUD, Pelayanan Perizinan Terpadu Kantor Pelayanan Terpadu), (2) Pelayanan prima melalui penyederhanaan birokrasi dan pelayanan yang mudah/sederhana, singkat/cepat dan memuaskan dalam pelaksanaan pelayanan, (3) Berorientasi pada hasil dan kualitas pelayanan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan asli daerah dan (4) Meningkatkan standar mutu layanan agar diakui secara internasional melalui sertifikasi ISO. Kata Kunci: Indeks Kepuasan Masyarakat, kualitas pelayanan publik, pelayanan terpadu.

ABSTRACT The research was done in collaboration with BAPPEDA Langkat. The purpose of this study was to analyze the level of public satisfaction towards the quality of public services, problems encountered in the provision of quality public services and strategies for improving the quality of public services in Langkat. The research approach used in this study is a descriptive study, with the location of the study was conducted in Langkat, particularly in the Population and Civil Agency of Langkat, Regional General Hospital (Hospital) Tanjung Pura, and the Office of Integrated Services. The research held based on 14 elements with the specified criteria of research suggests for the Three units of public service, Langkat Region are in good category. Namely the Population and Civil Agency of Langkat (HPI = 81.25 / Good), Tanjung Pura Hospital (HPI = 73.50 / Good) and the Office of Integrated Services District Langkat (HPI = 78.00 / Good). The Constraints that affect the quality of public services in the Population and Civil agency of Langkat, Tanjung Pura Hospital and Integrated

131


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Services Office of Langkat are: (1) Quality of human resources which can be improved (both awareness and motivation in the provision of services), (2) Limitations care facilities and (3) The lack of budget. The Efforts and strategies need to be implemented are: (1) Increased public services (e-ID card by the Population and Civil Agency, Jamkesmas, 24 hour health center by hospitals, Integrated Licensing Services Office of Integrated Services), (2) Excellent service by simplifying bureaucracy and service that is easy / simple, short / rapid and satisfactory in service delivery, (3) on the yield and quality oriented services to increase productivity and revenue, and (4) improve the service quality standards that are internationally recognized through ISO certification. Keywords: Public Satisfaction Index, quality public services, integrated services.

driven government. United Nation Development Program (UNDP) memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan Good Governance yaitu : Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Rule of Law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Transparency, transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Responsiviness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani masyarakat Efficiency and Effectiviness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna Accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Akuntabilitas dapat juga dilakukan dengan bekerja berdasarkan juklak, petunjuk ataan dan kepuasan masyarakat.

PENDAHULUAN Pelaksanaan roda pemerintahan di daerah saat ini menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan publik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pemerataan pembangunan sebagaimana tuntutan reformasi serta tujuan pembangunan Millenium (Millenium Development Goals) dalam era globalisasi. Oleh karena itu, perlu diterapkannya tatanan pemerintahan yang baik (good governance), dimana terwujudnya kerjasama dan tanggung jawab antara pemerintah daerah dan segenap stakeholder dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing. Untuk mewujudkan hal tersebut, aparatur birokrasi di daerah harus berorientasi kepada kinerja dan peningkatan kualitas pelayanan publik dengan menerapkan model pelayanan prima kepada masyarakat, sedangkan masyarakat hendaknya memberikan dukungan berupa partisipasi dan ketaatan mengikuti sistem dan prosedur pelayanan yang diterapkan. Saat ini pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah masih memiliki kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas seperti yang diharapkan masyarakat. Fenomena ini masih terlihat dengan adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra (image) yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah serta berkurangnya kepercayaan publik dan mempengaruhi kewibawaan institusi pemerintah di mata masyarakat, karena fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka sudah seharusnya pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Fakta di masa lalu menunjukkan perilaku aparatur birokrasi yang lebih suka dilayani daripada melayani, atau menempatkan pemimpin puncak birokrasi pada piramida tertinggi sedangkan warga negara (customer) pada posisi bawah. Upaya yang dilakukan jelas sangat berbeda dengan formasi ideal dalam model reinventing government yang menempatkan masyarakat pada posisi teratas piramida atau lebih dikenal dengan customer

Pada sektor publik, terminologi pelayanan pemerintah (government service) diartikan sebagai pemberian pelayanan oleh agen pemerintah melalui pegawainya (the delivery of a service by a government agency using its own employees). Negara dan sistem pemerintahan menjadi tumpuan pelayanan warga Negara dalam memperoleh jaminan atas hak-haknya, maka peningkatan kualitas pelayanan (quality of service) akan semakin penting, sebab manajemen publik sejak tahun 1980-an telah berubah oleh fenomena internasional, yang antara lain lahirnya kompetisi tingkat global (global competitiveness) dalam sektor pelayanan. Di sisi lain perkembangan saat ini menunjukkan fenomena bahwa informasi 132


Sihombing, M. Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kabupaten Langkat

sebenarnya tidak terbatas, komunikasi antar daerah terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang sudah terdidik, dan kondisi telah berubah dengan kecepatan yang luar biasa, sehingga tidak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik ke rantai komando dan keputusan untuk turun. Sebab itu dalam dunia sekarang ini sesuatu hanya akan berjalan lebih baik jika merka yang bekerja di organisasi publik memiliki otoritas untuk mengambil keputusan sendiri. Dalam menjelaskan kualitas pelayanan, itu murni merupakan respon yang diberikan pemakai jasa layanan. Oleh karenanya kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan yang disediakan pemerinth daerah menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan cerminan kepuasan warga masyarakat memberikan ekses positif bagi partisipasi masyarakat dan senantiasa meningkatkan power masyarakat sebagai pihak yang diharapkan menjadi perencana, pelaksana hingga sebagai pihak yang turut mengawasi secara aktif proses pembangunan daerah. Seiring perkembangan waktu, berbagai kebutuhan masyarakat semakin meningkat tajam mengikuti trend teknologi informasi. Oleh karenanya pelayanan publik yang disediakan pemerintah daerah senantiasa dituntut memiliki kongruensi yang cukup baik. Untuk itu diperlukan juga suatu format birokrasi yang responsif terhadap perkembangan public needs tersebut. Bagaimana hal itu dapat dibangun, tentunya haruslah membangun suatu ketatapemerintahan yang baik. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Langkat untuk mengutamakan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan, karena tidak hanya terkait pada masalah teknis tetapi juga mentalitas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik di Kabupaten Langkat, menganalisis kendala yang dihadapi dalam dalam pemberian pelayanan publik yang berkualitas di Kabupaten Langkat, dan memberi rekomendasi strategi peningkatan kualitas pelayanan publik di Kabupaten Langkat pada masa mendatang. METODE PENELITIAN A. Pendekatan penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni melalui penyelidikan dengan cara menggambarkan, menukarkan dan menafsirkan keadaan subyek satu obyek penelitian sebagaimana adanya berdasarkan data dan fakta yang ditemukan, sehingga dapat diungkapkan fenomena-fenomena yang teramati, baik berupa situasi, hubungan yang terjadi, proses atau kegiatan yang sedang berlangsung. Kerangka pemikiran penelitian ini tersaji pada gambar 1. B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat, khususnya pada Kantor Dinas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Langkat yang melayani administrasi kependudukan yang beralamat di Jalan K.H. Zainul Arifin Kelurahan Kwala Bingai Stabat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjung Pura yang memberikan pelayanan Kesehatan yang beralamat di Kec. Tanjung Pura, dan Kantor Pelayanan Terpadu yang memberikan pelayanan perizinan dan non perizinan yang beralamat di Jalan Proklamasi Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat kabupaten Langkat.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

133


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

2.

C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang mendapat pelayanan pada Kantor Dinas Kependudukan dan catatan Sipil, Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat. Jumlah masyarakat yang berurusan pada ketiga instansi pemberi pelayanan tersebut adalah tidak tetap dalam arti setiap hari/bulan/tahun mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan keadaan tersebut maka dalam pengambilan sampel dilakukan secara accidental yaitu masyarakat yang secara kebetulan menerima pelayanan pada ketiga instansi tersebut, selama kurun waktu 1 bulan (September 2011). Jumlah sampel dalam kurun waktu tersebut yang dapat diperoleh sebanyak 50 orang untuk masing masing instansi sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 150 orang.

3.

D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) teknis, yaitu; 1) teknik penyebaran angket kepada masyarakat yang menerima pelayanan publik khususnya pelayanan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat; dan 2) teknik wawancara (interview), yaitu mengadakan wawancara dengan pegawai/ pejabat terkait khususnya mereka yang secara langsung memberikan pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kependudukan dan catatan Sipil, Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat kepada masyarakat setempat.

Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Usia. Gambaran usia akan memberikan keterangan spesifik jika ditinjau secara mendalam terhadap keterkaitannya dengan permasalahan penelitian ini. Berdasarkan grafik 3, dapat dilihat bahwa dari keseluruhan responden mayoritas berusia antara 30-39 tahun. Jika dilihat dari tingkat usia tersebut, berarti juga dapat dikatakan bahwa responden penelitian ini mayoritas sudah mapan dan sudah berkeluarga. Hal ini tentu berpengaruh kepada wawasan dan pengetahuan secara khusus dalam pelaksanaan pelayanan publik di Kabupaten Langkat. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan Intelektualitas, Emosional dan Spiritual Question seseorang, sehingga dengan semakin tingginya tingkat pendidikan diharapkan semakin tinggi pula kinerja pegawai. Berdasarkan gambar 4 mayoritas responden berpendidikan terakhir sarjana Sekolah Menegah Atas. Dari sini dapat diketahui secara umum tingkat emosi dan pengerahuan responden cukup memadai, seperti yang kita ketahui semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan semakin tinggi pula karakter serta sikap yang ditunjukkan dan semakin tinggi pendidikan maka sikap mental dan moral akan menunjukkan hasil yang lebih menggembirakan.

PEMBAHASAN Berdasarkan data di atas jelas bahwa persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu unit pelayanan belum sepenuhnya dapat terpenuhi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan pelayan publik, namun belum sepenuhnya kebijakan tersebut dapat dilaksanakan khususnya pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat. Dari hasil tersebut tampak unsur Kepastian jadwal pelayanan, Kepastian Biaya Pelayanan, Kewajaran Biaya, kecepatan pelayanan, Kemampuan Petugas, dan kejelasan petugas pelayanan memperoleh nilai tertinggi dari responden (dalam hal ini masyarakat) dengan predikat sangat baik.

HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Penelitian 1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin. Berdasarkan grafik pada gambar 2, diketahui bahwa responden dalam penelitian ini cukup representatif jika dilihat dari karakteristik jenis kelamin. Dalam penelaahan individu sebagai bagian dari organisasi secara utuh, memberikan perbedaan dimana responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih memiliki ketahanan dan kekuatan fisik dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan. Oleh karenanya melihat komposisi tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa responden Laki-laki lebih mendominasi pelaksanaan pengurusan serta pelayanan lainnya seperti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Langkat.

134


Sihombing, M. Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kabupaten Langkat

86

100 80

60

60

46 54

40

Laki-laki

40

14

20

Perempuan

0 %

%

%

Dukcapil (%)

KPT (%)

RSUD (%)

Gambar 2. Hasil Rekapitulasi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

100

74

80

50

60 40 20

26 24 10

34

Dukcapil (%)

24 1016 16610

KPT (%) RSUD (%)

0

20 - 29 30 - 39 40 - 49 > 50 tahun tahun tahun tahun Gambar 3. Hasil Rekapitulasi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia

100 80

40 20

Pendidikan Terakhir %

5654

60 28 16 6

0

10 4

26

20 2022 8 8 2

0

Pendidikan Terakhir % Pendidikan Terakhir %

Gambar 4. Hasil Rekapitulasi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

135


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

5 4 3 2 1 0

Nilai Unsur Pelayanan Disdukcapil

Nilai Unsur Pelayanan KPT

Nilai Unsur Pelayanan RSUD

Gambar 5. Hasil Rekapitulasi Variabel Penelitian Tentu saja hal tersebut harus dapat dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjaga kualitas pelayanan publik di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat Tetapi tampak beberapa unsur harus mendapat perhatian khusus untuk diperbaiki karena unsur-unsur diharapkan oleh responden (dalam hal ini masyarakat) untuk lebih ditingkatkan. Tampak unsur terendah yaitu Kenyamanan lingkungan sangat dikeluhkan oleh masyarakat, hal ini menyangkut ruang tunggu bagi masyarakat yang mendapat pelayanan agar dapat ditingkatkan lagi. Hasil analisa tersebut perlu diperhatikan sehingga diharapkan dengan adanya perbaikan yang berkesinambungan, masyarakat dapat merasakan kepuasan dalam menggunakan jasa pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat. Berdasarkan hasil penghitungan indeks kepuasan masyarakat, jumlah nilai dari setiap unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai ratarata setiap unsur pelayanan. Sedangkan nilai indeks komposit (gabungan) untuk setiap unit pelayanan, merupakan jumlah nilai rata-rata dari setiap unsur pelayanan dikalikan dengan penimbang yang sama. • Nilai indeks adalah 3,25 • Nilai IKM setelah dikonversi = Nilai Indeks X Nilai Dasar = 3,25 x 25 = 81,25

• •

Mutu pelayanan B. Kinerja unit pelayanan adalah Baik

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja unit pelayanan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat termasuk dalam kategori baik, dalam arti kualitas pelayanan publik pada kantor tersebut adalah baik. Namun apabila dilihat dari masingmasing unsur pelayanan menunjukkan adanya perbedaan. Hasil penyusunan indeks Kepuasan Masyarakat pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat pada bulan Oktober 2011 mempunyai katagori baik yaitu dengan nilai rata-rata tertimbang IKM adalah 3,25 atau konversi IKM sebesar 81,25 (Baik). Secara Keseluruhan pelayanan sudah bagus, dengan lingkungan yang nyaman dan keamanan yang terjaga. Petugas pemandu yang ditempatkan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam memenuhi kepuasan dari masyarakat. Perlu adanya penyederhanaan prosedur sebelum melakukan pendaftaran. Perlu pengaturan jadwal petugas pelayanan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat untuk tetap membuka loket pelayanan pada jam 12.00 WIB s/d 13.00 WIB.

136


Sihombing, M. Kajian Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kabupaten Langkat

3.

KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan hal sebagai berikut: 1. Unit pelayanan publik di Kabupaten Langkat yang berada pada kategori baik adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat (IKM=81,25/Baik), RSUD Tanjung Pura (IKM=73,50/Baik) dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat (IKM=78,00/Baik). 2. Kendala-kendala yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat antara lain; (1) Kualitas SDM yang masih perlu ditingkatkan (baik kesadaran dan motivasi dalam pemberian pelayanan); (2) Keterbatasan fasilitas pelayanan; dan (3) Minimnya anggaran. 3. Upaya dan strategi yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Langkat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan adalah; (1) Peningkatan pelayanan kepada masyarakat (e-KTP, JAMKESMAS, Puskesmas 24 Jam, Pelayanan Perizinan Terpadu); (2) Pelayanan prima melalui penyederhanaan birokrasi dan pelayanan yang mudah/sederhana, singkat/cepat dan memuaskan dalam pelaksanaan pelayanan; (3) Berorientasi pada hasil dan kualitas pelayanan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan asli daerah; dan (4) Meningkatkan standar mutu layanan agar diakui secara internasional melalui sertifikasi ISO.

4.

Perlu melakukan evaluasi diri secara institusi dalam kerangka memperbaiki pelaksanaan pelayanan masyarakat di daerah. Memperbaiki prosedur pelayanan, kedisiplinan petugas, kecepatan Pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan dan kepastian jadwal pelayanan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA Dwiyanto, Agus. 2003. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada. Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2000. Otonomi Daerah , Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta: Gramedia. Hardjosoekarto, Sudarsono. 2008. Pelayanan Prima. Jakarta: LAN.

Strategi

Menteri PAN. 2003. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Peyelenggaraan Pelayanan Publik. Menteri PAN. 2005. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/25/PAN/2/2005 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Jakarta. Osborne, David dan Ted Gaebler. 2005. Reinventing Government; How The Enterpreneural Spirit is Transforming the Public Sector. New York: Penguin Book.

REKOMENDASI 1. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat sejalan dengan tuntutan semangat reformasi, maka perlu penyederhanaan sitem prosedur dan birokrasi pelayanan yang lebih fleksibel dan hendaknya mempertahankan dan meningkatkan pelayanan yang sudah baik. 2. Hendaknya pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Langkat, RSUD Tanjung Pura dan Kantor Pelayanan Terpadu Kab. Langkat lebih memperhatikan dan merespon keluhan masyarakat pada saat mereka berurusan dengan unit pelayanan yang tersedia misalnya dengan membuat nomor antrian agar berkas yang mendaftar pertama akan diselesaikan pertama kali (first in first out).

Osborne, David dan Peter Plastrik. 2005. Banistring Bureaucracy; the Five Strategis For Reiventing Government. Addison: Wisley Publishing Company Inc. Ratminto, SW Atik. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 2003. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Steers, Richard M. 2005. Efektivitas Organisasi (diterjemahkan oleh Magdalena Jamin). Jakarta: Erlangga. 137


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Thoha, Miftah. 2003. Persepktif Perilaku Birokrasi. Cetakan II. Jakarta: CV. Rajawali. Zeithmal, Valerie dan May Jo Bitner. 2000. Service Marketing. Mc Graw Hill International Editions. Zeithmal, Valerie. Leonard L. Barry dan A. Parasuraman. 2002. The Behavioral Consequences of service Quality. Journal of Marketing. 60 (31-46).

138


Siagian, D. J., dkk. Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Sumatera Utara

KAJIAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI UNGGULAN TANAMAN PANGAN DI SUMATERA UTARA (AGRIBUSINESS DEVELOPMENT STUDY OF COMMODITY FOOD PLANT IN NORTH SUMATRA) Dumora Jenny Siagian, Porman Juanda Marpomari Mahulae, Sahat C Simanjuntak, Nobrya Husni Badan penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Telp.(061) 7866225; Fax.(061) 7366248; email: dumora_jenny@yahoo.com Naskah masuk: 27 Desember 2011 ; Naskah diterima: 31 Maret 2012

ABSTRAK Kajian ini ditujukan untuk mengetahui komoditas basis tanaman pangan di Sumatera Utara, mengetahui ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan di Sumatera Utara, dan menentukan prioritas dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Sumatera Utara. Dari hasil analisis data disimpulkan bahwa di Sumatera Utara tanaman padi merupakan komoditas basis pada 16 kabupaten, jagung merupakan komoditas basis pada 5 kabupaten. Kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar merupakan sektor bukan basis. Dalam penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan diperoleh hasil bahwa padi merupakan komoditas dengan prioritas pertama dengan skor 0,0653, sedangkan prioritas kedua adalah jagung dengan skor 0,347. Berdasarkan peta RTRW, penggunaan lahan dan status penguasaan lahan, sekitar 9,03% (647.223 ha) dari total luas provinsi Sumatera Utara (7.168.068 ha) tersedia untuk pengembangan tanaman pangan Kata kunci : agribisnis, tanaman pangan, Sumatera Utara.

ABSTRACT This study aimed to know the basis of commodity food crop in North Sumatra, determine the availability and suitability of land for food crop commodity base in North Sumatra, and determine the priorities and direction of development of commodity food crops in North Sumatra. From the analysis of the data concluded that in North Sumatra, the rice plant is a commodity basis in 16 districts, corn is a commodity basis in 5 districts, soy beans, peanuts, green beans, cassava and sweet potato is not a sector basis. In determining priority commodity crops showed that rice is a commodity with a score 0,0,653 first priority, while the second priority is the corn with a score of 0.347. Based on Spatial maps, land use and ownership status of land, approximately 9.03% (647 223 ha) of the total area of North Sumatra province (7,168,068 ha) is available for crop development. Keywords: agribusiness, food crops, North Sumatra.

di antara daerah-daerah lainnya di wilayah Sumatera. Di pihak lain pembangunan di bidang pertanian yang dilaksanakan selama ini masih belum optimal. Berbagai terobosan penting

PENDAHULUAN Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi sumber daya pertanian yang cukup besar mengingat provinsi ini memiliki tingkat kesuburan tanah yang unggul 139


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

perlu segera dilakukan untuk memanfaatkan potensi pertanian tersebut. Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting antara lain adalah kesesuaian lahan dan keragaman sifat lahan yang akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap jenis tanaman membutuhkan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al.,2002). Keragaman sifat lahan ini merupakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah aspek manajemen dalam pengelolaan lahan yang didasarkan pada sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komperatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai unggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Di tinjau dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestic maupun internasional (Syafaat dan Supena, 2000). Pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan perlu dilakukan dengan memperhatikan potensi yang dimiliki yang langkah awalnya dapat dilakukan melalui pewilayahan komoditas. Pewilayahan komoditas tanaman pangan yang sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktifitas lahan yang diusahakan dapat optimal. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar wilayah sehingga peluang pasar akan terjamin. Untuk mendukung pengembangan potensi tersebut dibutuhkan suatu analisis yang menyeluruh yang meliputi berbagai aspek penting, seperti; (1) menentukan komoditas unggulan yang tepat, sesuai dengan data-data hasil produksi yang ada; (2) mengetahui komoditas apakah yang sesungguhnya paling

disukai oleh stakeholder selaku pelaku, sehingga dapat ditentukan kebijakan yang dapat mendukung keberhasilan pertanian di Sumatera Utara; (3) analisis tentang kesesuaian lahan terhadap komoditas tanaman pangan yang ada, upaya ini penting untuk dapat memetakan dengan jelas daya dukung biofisik lahan dan lingkungan yang ada dan (4) analisis tentang kelayakan usahatani, untuk melihat kelayakakan finansial suatu jenis usahatani. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut diatas, maka kajian ini ditujukan untuk; (i) mengetahui komoditas basis tanaman pangan di Sumatera Utara; (ii) mengetahui ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan di Sumatera Utara; dan (iii) menentukan prioritas dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Sumatera Utara. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara yang ditentukan secara purposive (sengaja) untuk diteliti yang didasarkan atas tujuan tertentu yang sesuai dengan syarat penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011. Pengembangan komoditas unggulan dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yang meliputi: penetapan komoditas unggulan, penetapan prioritas komoditas unggulan, dan penetapan arahan pengembangan komoditas unggulan. Langkah-langkah dan metode yang dilaksanakan dalam analisis data adalah; a) penetapan Komoditas Unggulan (terdiri atas penentuan komoditas basis, analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan dan analisis kelayakan usahatani); b) penetapan prioritas komoditas unggulan; dan c) penetapan arahan pengembangan komoditas unggulan. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian tersaji pada tabel-tabel 1 sampai dengan tabel 6. PEMBAHASAN A. Penetapan Komoditas Unggulan Penentuan komoditi Basis Dari tabel 1 terlihat bahwa tanaman padi merupakan komoditas basis pada 16 kabupaten, jagung merupakan komoditas basis pada 5 kabupaten, Kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar merupakan sektor bukan basis, dimana nilai LQ < 1 sehingga perlu pasokan dari luar wilayah. Komoditas dengan jumlah kabupaten terbanyak yang memiliki nilai LQ lebih besar dari 1 adalah padi. 140


Siagian, D. J., dkk. Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Sumatera Utara

Tabel 1. Nilai LQ komoditas tanaman pangan berbasis luas panen per Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara dengan total wilayah Nasional No.

Kabupaten

Padi

Jagung

Kacang Kedelai

Kacang Tanah

Kacang Hijau

Ubi Kayu

Ubi Jalar

1

Nias

1,337

0,012

-

0,005

0,002

0,101

0,098

2

Mandailing Natal

1,865

0,085

0,040

0,009

0,002

0,004

0,001

3

Tapanuli Selatan

1,613

0,089

0,018

0,024

0,007

0,017

0,010

4

Tapanuli Tengah

1,572

0,085

0,010

0,030

0,018

0,066

0,022

5

Tapanuli Utara

1,299

0,230

-

0,110

0,000

0,073

0,064

6

Toba Samosir

1,022

0,334

-

0,006

0,000

0,021

0,011

7

Labuhan Batu

3,066

0,097

0,006

0,004

0,003

0,005

0,004

8

Asahan

0,975

0,352

0,017

0,009

0,009

0,036

0,007

9

Simalungun

4,983

3,352

0,031

0,210

0,032

0,726

0,157

10

D a i r i

1,174

1,406

0,000

0,118

-

0,012

0,024

11

K a r o

1,214

3,289

-

0,021

0,002

0,000

0,021

12

Deli Serdang

3,723

1,245

0,131

0,032

0,044

0,326

0,024

13

Langkat

4,406

1,145

0,160

0,028

0,034

0,018

0,008

14

0,710

0,009

-

0,000

0,001

0,143

0,078

1,058

0,029

0,000

0,025

-

0,024

0,025

16

Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat

0,123

0,059

-

0,000

-

0,001

0,000

17

Samosir

0,364

0,062

0,001

0,034

0,001

0,032

0,032

18

Serdang Bedagai

3,680

0,354

0,099

0,015

0,013

0,217

0,009

19

Batu Bara

1,912

0,133

0,034

0,003

0,004

0,045

0,003

20

Padang Lawas Utara

1,016

0,053

0,009

0,009

0,009

0,018

0,007

21

0,922

0,063

0,014

0,014

0,007

0,021

0,006

-

-

-

-

-

-

-

23

Padang Lawas Labuhan Batu Selatan Labuhan Batu Utara

-

-

-

-

-

-

-

24

Nias Utara

-

-

-

-

-

-

-

25

25. Nias Barat

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

15

22

Kota/City 26

Sibolga

27

Tanjung Balai

0,027

0,001

-

-

-

0,001

0,000

28

Pematang Siantar

0,183

0,047

-

0,003

-

0,018

0,003

29

Tebing Tinggi

0,058

0,002

0,000

0,000

0,000

0,014

0,000

30

Medan

0,201

0,021

0,000

0,009

0,006

0,015

0,011

31

Binjai

0,201

0,057

0,011

0,006

0,013

0,006

0,004

32

Padangsidimpuan

0,433

0,009

0,002

0,003

0,003

0,009

0,003

33

Gunung Sitoli

-

-

-

-

-

-

-

16

5

0

0

0

0

0

1

2

3

3

3

3

3

Jumlah LQ>1 Peringkat Sumber : Data Diolah

141


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Tabel 2. Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2001 - 2009 Komoditi

2008

2009

Ratarata

Peringkat

750.232

748.540

768.407

779.185

1

200.146

229.882

240.413

247.782

217.760

2

13.787

6.311

3.747

9.597

11.494

9.584

6

26.029

19.195

17.991

17.694

16.626

14.294

19.706

4

11.274

10.562

7.663

6.173

4.569

5.160

4.124

7.594

7

36.119

33.452

37.313

40.717

35.996

34.812

37.941

38.611

37.355

3

12.405

14.280

12.227

12.014

10.630

12.129

10.316

12.359

12.092

5

2002

2003

2004

2005

2006

801.94

765.161

825.188

826.091

822.073

705.023

198.709

198.670

210.782

214.885

218.569

10.003

9.705

9.910

11.706

21.130

21.432

22.962

9.370

9.454

Ubi Kayu

41.233

Ubi Jalar

12.464

Padi Jagung Kacang Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau

2001

2007

Sumber : BPS, Sumatera Utara dalam Angka 2010 Tabel 3. Ketersediaan dan konsumsi Pangan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 KonTotal Benih/Pakan/ KeterJumlah sumsi Surplus Produksi Konsu Tercecer sediaan Penduduk per / Minus msi KomoPeringkapita ditas kat (Kg/ (ton) (%) (Ton) (Ton) (Jiwa) Kap/ (Ton) (Ton) Thn) Padi

3.527.899

10

Jagung

1.166.548

15

Ubi Kayu

1.007.284

15

Ubi Jalar

140.138

12

16.771

5

4.426

7

Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Kedelai

3.175.1 09

13.248.386

174.98 2

991.566

13.248.386

151.09 3

856.191

13.248.386

16.817

123.321

13.248.386

839

15.932

13.248.386

310

4.116

13.248.386

710

102,22

1.354. 250

1.820.8 59

2,21

29.27 9

962.287

9,57

126.7 87

729.404

2,4

31.79 6

91.525

6.094

9.838

5.034

(918)

0,46 0,38

13.496

13.248.386

142

7,17

1

2

3

4 5 6

94.99 (81.495 7 1 ) Sumber : BPS, Sumatera Utara dalam Angka 2010. Survey Sosial Ekonomi Nasional 2008 dan 2009 diolah Tabel 4. Komoditas Basis Terpilih Peringkat Peringkat Peringkat Trend Peringkat Neraca Komoditas komoditas LQ Luas Panen Penyediaan Konsumsi basis Padi 1 1 1 1 Jagung 2 2 2 2 Ubi Kayu 3 3 3 3 Kacang Kedelai 3 6 7 4 Kacang Tanah 3 4 5 5 Kacang Hijau 3 7 6 6 Ubi Jalar 3 5 4 7 Sumber : Data diolah 14.206

5

352.79 0


Siagian, D. J., dkk. Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Sumatera Utara

Tabel 5. Nilai Hasil Analisis R/C Ratio Komoditas Basis Tanaman Pangan Penerimaan Komoditas Total Biaya (Rp/ha) Nilai R/C ratio (Rp/ha) Padi

21.000.000

7.944.000

2,64

Jagung

15.725.000

5.945.500

2,64

Sumber : (data primer diolah) Tabel 6. Nilai Hasil Analisis R/C Ratio Komoditas bukan Basis Tanaman Pangan Penerimaan Total Biaya (Rp/ha) Nilai R/C ratio Komoditas (Rp/ha) Kacang Kedelai 9.600.000 3.497.500 2,74 Kacang Tanah

23.000.000

6.627.500

3,47

Kacang Hijau

18.000.000

4.452.500

4,04

Ubi Kayu

13.990.500

6.037.500

2,32

Ubi Jalar 15.000.000 Sumber : (data primer diolah)

8.777.500

1,71

Analisis LQ dan trend luas panen menilai keunggulan suatu komoditas dari sisi penawaran. Nilai LQ menunjukkan rasio antara luas areal panen suatu komoditas pada suatu kecamatan terhadap total luas panen komoditas tersebut pada tingkat kabupaten, sehingga nilai LQ > 1 menunjukkan kriteria unggul dari sisi penawaran. Padi merupakan komoditas yang paling unggul di Provinsi Sumatera Utara karena memiliki jumlah kabupaten terbanyak dengan nilai LQ > 1 yang artinya diusahakan hampir di seluruh kabupaten. Nilai LQ menggambarkan pemusatan luasan usahatani suatu komoditas dibandingkan dengan total luasan Provinsi Sumatera Utara. Suatu wilayah dikatakan memiliki keunggulan komparatif untuk suatu komoditas jika terjadi pemusatan komoditas dengan luas areal yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain pada suatu titik tahun. Nilai LQ juga menunjukkan bahwa kabupaten tersebut menghasilkan produksi yang memungkinkan untuk diekspor ke kabupaten lain sehingga diharapkan mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Menurut Hendayana (2003), hal tersebut karena areal panen merupakan resultante kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisit mencakup unsur-unsur iklim, fisiografi dan jenis tanah sehingga secara agregat di wilayah kecamatan tersebut menghasilkan surplus produksi yang memungkinkan untuk mengekspor surplus itu keluar wilayah dan akhirnya mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Tingkat aktivitas budidaya tanaman pangan dapat dilihat dari trend luas panen. Semakin tinggi luas panen suatu komoditas maka

semakin tinggi pula aktivitas budidaya komoditas itu oleh petani. Pada Tabel 2, dapat dilihat Trend luas panen dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2009 menunjukkan bahwa komoditas yang paling banyak dibudidayakan adalah padi dengan luas panen pada tahun 2009 sebesar 768407 ha dan rata-rata luas panen 779.185 ha. Jagung menempati urutan kedua dengan luas panen pada tahun 2009 sebesar 247.782 ha dan rata-rata luas panen 217.760 ha, diikuti oleh tanaman ubi kayu dengan luas panen pada tahun 2009 sebesar 38.611 ha dan rata-rata luas panen 37.355 ha. Pada tabel 3, Neraca produksi tanaman pangan berdasarkan konsumsi perkapita pada tahun 2009 menunjukkan bahwa hampir semua komoditas tanaman pangan mengalami surplus kecuali kacang hijau dan kacang kedelai. Surplus terbesar terjadi pada komoditas padi, dengan sekitar 1.820.859 ton. Jagung dan ubi kayu berada pada urutan kedua dan ketiga dengan nilai surplus sekitar 962.287 ton dan 729.404 ton. Setelah peringkat komoditas berdasarkan ketiga analisis tersebut diurutkan dan di peringkat kembali dapar dilihat tabel 4, diperoleh bahwa komoditas padi, jagung, dan ubi kayu terpilih sebagai komoditas basis yang menjadi kandidat komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan Tujuan dari dimasukkannya status penguasaan lahan adalah untuk mengeluarkan lahan yang berstatus hak guna usaha (HGU) dan lahan yang dikuasai oleh kehutanan dari analisis 143


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

tanaman ubi kayu, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan sebesar 2,32 rupiah, demikian juga tanaman ubi jalar, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan sebesar 1,71 rupiah. Penentuan komoditas basis menghasilkan padi, dan jagung sebagai komoditas basis terpilih berdasarkan analisis LQ, trend luas panen, dan neraca penyediaan dan konsumsi pangan. Kedua komoditas tersebut memiliki lahan yang tersedia dan sesuai untuk budidaya berdasarkan analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan. Berdasarkan analisis kelayakan usahatani, kedua komoditas tersebut juga layak diusahakan yang berarti akan memberikan keuntungan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komoditas unggulan yang diusulkan untuk pengembangan tanaman pangan di Provinsi sumatera utara adalah padi dan jagung .

berikutnya, sehingga menyisakan lahan yang berstatus hak milik atau hak ulayat menjadi tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Lahan berstatus HGU sebagian besar dikuasai oleh perusahaan perkebunan sehingga menutup kemungkinan akses petani tanaman pangan dalam pemanfaatan lahan itu secara legal. Berdasarkan peta RTRW, penggunaan lahan dan status penguasaan lahan, sekitar 9,03% (647.223 ha) dari total luas provinsi Sumatera Utara (7.168.068 ha) tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan suatu perencanaan atau penataan kembali penggunaan lahan agar sumberdaya lahan yang terbatas dapat dimanfaatkan secara lebih efisien (Sitorus, 2004). Evaluasi sumberdaya lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah untuk mengetahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan lahan tertentu. Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk komoditas basis terpilih yaitu padi dan jagung, pada lahan yang termasuk dalam kategori tersedia untuk pengembangan tanaman pangan.

B. Penetapan Prioritas Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Dari AHP diketahui bahwa kriteria ekologi menempati peringkat pertama dengan nilai 0,472, diikuti oleh ekonomi dengan nilai 0,370 dan yang terakhir sosial dengan nilai 0,158. Pada tingkat sub kriteria, kelestarian lingkungan menempati peringkat pertama (0,251), di ikuti dengan kesesuaian lahan (0,221), kemudian berturut-turut peluang peningkatan pendapatan (0,197), peluang pasar (0,173), dan penguasaan teknologi (0,101), serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung produksi (0,0,57). Hasil AHP dengan tujuan penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan menunjukkan bahwa padi merupakan komoditas dengan prioritas pertama dengan skor 0,0,653. Prioritas kedua adalah jagung dengan skor 0,347.

Kelayakan usaha tani Analisis R/C ratio yang dilakukan terhadap 2 (dua) komoditas basis tanaman pangan (padi dan jagung) di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa kedua komoditas tersebut layak diusahakan (R/C ratio > 1), seperti yang terlihat dalam tabel 5. Nilai R/C ratio untuk tanaman padi sebesar 2,64 berarti bahwa untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani padi akan memberikan pendapatan sebesar 2,64 rupiah. Demikian juga untuk tanaman jagung, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan sebesar 2,64 rupiah. Selain itu dilakukan juga analisis R/C ratio yang dilakukan terhadap 5 komoditas bukan basis tanaman pangan (kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi ) di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa kelima komoditas tersebut layak juga diusahakan (R/C ratio > 1), seperti yang terlihat dalam tabel 6. Nilai R/C ratio untuk tanaman kacang kedelai sebesar 2,74 berarti bahwa untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani kacang kedelai akan memberikan pendapatan sebesar 2,74 rupiah, tanaman kacang tanah, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan sebesar 3,47 rupiah, tanaman kacang hijau, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan sebesar 4,04 rupiah,

C. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Sebelumnya diketahui bahwa padi terpilih sebagai komoditas unggulan prioritas pertama yang diikuti oleh jagung. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa kedua komoditas tersebut secara ekonomi layak diusahakan karena memberikan keuntungan atau total pendapatan yang dihasilkan dari usahatani lebih besar daripada total biaya yang dikeluarkan. Proses perencanaan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, mempertimbangkan aspek keberlanjutan penggunaan lahan (O’Connor, 2005) yaitu kesejahteraan secara ekonomi, sesuai dengan daya dukung lingkungan, dan dapat diterima secara sosial. 144


Siagian, D. J., dkk. Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Sumatera Utara

Prioritas Komoditas Unggulan Tanaman Pangan

Ekonomi 0,370

M 0,173

Ekologi 0,472

ES 0,251

LS 0,221

I 0,197

Sosial 0,158

PADI 0,653

T 0,101

P 0,057

JAGUNG 0,347

Gambar 1. Hierarki Penetapan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Keterangan : M = Peluang Pasar I = Peluang Peningkatan Pendapatan LS = Kesesuaian Lahan ES = Kelestarian Lingkungan T = Penguasaan Teknologi P = Ketersediaan Sarana Prasarana pendukung produksi Dengan analisis kelayakan usahatani diharapkan dapat memenuhi kriteria keberlanjutan secara ekonomi, sedangkan analisis kesesuaian lahan diharapkan memenuhi kriteria secara lingkungan. Penelitian ini juga melibatkan petani dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kriteria keberlanjutan secara sosial. Digunakannya analisis ketersediaan lahan memberikan nilai tambah dalam aspek sosial dan legal. Penetapan ketersediaan lahan berdasarkan pertimbangan penggunaan lahan saat ini dimaksudkan bahwa lahan yang direncanakan saat ini bukan lagi lahan kosong tetapi sebagian sudah digunakan oleh manusia dalam aktivitas kehidupannya. Untuk memenuhi kriteria keberlanjutan maka lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan menjadi tidak tersedia untuk pengembangan tanaman pangan (Saroinsong, 2007). Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik. Pengalihan dari tanaman perkebunan menjadi tanaman pangan sangat sulit dilakukan berkenaan dengan preferensi petani dan

penguasaan teknologi. Secara umum, jumlah produksi merupakan fungsi dari luas panen dan produktivitas. Dengan demikian, strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi tanaman pangan adalah dengan meningkatkan luas panen dan/atau produktivitas. Peningkatan luas panen diupayakan dengan peningkatan luas tanam dan pengurangan kegagalan panen baik yang disebabkan oleh hama dan penyakit maupun disebabkan oleh lingkungan seperti kekeringan dan kebanjiran. Berkenaan dengan upaya peningkatan luas tanam, strategi yang dapat digunakan adalah perluasan areal tanam dan peningkatan intensitas pertanaman. Dengan perluasan areal tanam berarti bahwa komoditas dikembangkan pada lahan baru, sedangkan peningkatan intensitas pertanaman berarti upaya peningkatan frekuensi tanam pada lahan yang sama dalam satu tahun. Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah peningkatan produktivitas yang dapat dilihat dari sisi tanaman dan lahan. Tanaman yang 145


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

dibudidayakan hendaknya merupakan jenis yang unggul, yang memiliki potensi produksi tinggi, tahan penyakit dan stress lingkungan. Peningkatan produktivitas lahan berhubungan dengan peningkatan status kesuburan secara berkelanjutan. Bagi Kabupaten Langkat dan Deli Serdang, Otonomi Daerah adalah merupakan peluang sekaligus tantangan yang mempunyai prospek yang baik ke depan. Prospek disini terutama dalam pengembangan sektor pertanian dalam arti luas yaitu mencakup pertanian tanaman pangan. Hal ini didukung oleh tersedianya lahan yang cukup luas dan sumber daya manusia, hampir + 45 % dari penduduk Kabupaten Langkat dan Deli Serdang hidup dari sektor pertanian ini. Apabila dari kedua faktor ini ditambah dengan sentuhan-sentuhan tekhnologi pertanian maka Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dapat menjadi daerah penyedia bahan baku Industri bagi Sumatera Utara (Medan) bahkan Kawasan IMT-GT. Sesuai program Deptan melalui Dinas Pertanian Sumut, di langkat dilaksanakan kegiatan mutu intensifikasi seluas 500 Ha, terbesar di Kecamatan Kuala, Salapian dan Bahorok. Inti kegiatan, mengoptimalkan penerapan paket teknologi lainnya, selain itu dilakukan kegiatan perluasan areal pertanian di areal baru. Dari 700 Ha lahan yang terhampar dan terlantar selama 25 tahun dicoba untuk dimanfaatkan seluas 150 Ha dengan bantuan pemberian sarana produksi berupa benih dan Herbisida sebagai stimulant bagi petani. Secara teknis, strategi pengembangan agribisnis komoditas unggulan tanaman pangan di Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut: 1. Meningkatkan produksi tanaman pangan melalui pelaksanaan Intensifikasi Pertanian 2. Melaksanakan diversifikasi (penganekaragaman) pangan dan gizi dengan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang 3. Meningkatkan pembangunan dan rehabilitasi sarana/prasarana dan infrastruktur pertanian lainnya. 4. Meningkatkan penggunaan mekanisasi pertanian dengan penerapan alat mesin pertanian (alsintan) 5. Meningkatkan penggunaan teknologi pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil prodik tanaman pangan 6. Meningkatkan akses pasar dan modal usaha agribisnis 7. Meningkatkan pembinaan kemitraan usaha dengan kelembagaan bisnis pangan 8. Mendorong promosi hasil produk tanaman pangan 9. Melaksanakan kaji terap teknologi spesifik

lokasi melalui demfarm area.

percontohan

demplot/

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dan memperhatikan tujuan dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Potensi lahan pertanian di Sumatera Utara masih cukup luas tersedia khususnya untuk Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dan belum dimanfaatkan secara optimal 2. Berdasarkan peta RTRW, penggunaan lahan dan status penguasaan lahan serta status kesesuaian lahan, sekitar 9,03% (647.223 ha) tersedia untuk pengembangan tanaman pangan. 3. Kelayakan usaha untuk komoditas basis padi dan jagung layak untuk diusahakan. Demikian untuk tanaman non basis (kacang kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan kacang hijau) layak untuk diusahakan juga. 4. Komoditas basis tanaman pangan di Provinsi Sumatera Utara adalah padi dan jagung. Prioritas pertama komoditas unggulan adalah padi dan diikuti oleh jagung sebagai prioritas kedua. 5. Arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Provinsi Sumatera Utara dapat berupa program peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana penunjang produksi misalnya jaringan irigasi dan saprodi seperti pupuk dan benih unggul. REKOMENDASI Pemerintah daerah disarankan untuk memfokuskan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan terutama padi dan jagung, di sentra pengembangan yang telah diusulkan. Pemerintah daerah juga disarankan untuk mendorong upaya intensifikasi dan peningkatan produktivitas lahan melalui program-program peningkatan kemampuan petani, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana penunjang produksi tanaman pangan, dan penguatan permodalan. Pengembangan Tanaman pangan (padi dan jagung), sebaiknya diarahkan kepada Daerah-daerah potensial sentra produksi yang memiliki daya saing tinggi atau keunggulan kompetitif dan komparatifnya lebih baik. Dengan begitu, diharapkan swasembada tanaman pangan (padi dan jagung) di masa-masa mendatang dapat cepat diwujudkan, sehingga ketergantungan impor tanaman pangan (padi dan jagung) Indonesia dapat dikurangi seminimal mungkin.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data yang lebih detil dan lengkap, sehingga perencanaan pengembangan yang dihasilkan akan lebih detil dan akurat. Untuk 146


Siagian, D. J., dkk. Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Sumatera Utara

data tanah sebaiknya digunakan peta tanah semi detil (1:50.000) dan untuk permintaan sebaiknya digunakan data permintaan sesungguhnya dengan memasukkan data kebutuhan industri.

Mendukung Ketahanan Pangan di Maluku. Jurnal Litbang Pertanian 24(2):70-79. Susilawati, Sabran M, Ramli R, Utomo BN, Bhermana A, dan Krismawati A. 2006. Penentuan Komoditas Unggulan Nasional di Provinsi Kalimantan Tengah dengan Metode Location Quotient. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 9(1): 1-9.

DAFTAR PUSTAKA Bachrein, S. 2003. Penetapan Komoditas Unggulan Propinsi BP2TP Working Paper. Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Syafruddin, Kairupan AN, Negara A, dan Limbongan J. 2004. Penataan Sistem Pertanian dan Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agroekologi di Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Pertanian.

Badan Litbang Pertanian. 2003. Panduan Umum: Pelaksanaan Pengkajian serta Program Informasi, Komunikasi, dan Diseminasi di BPTP. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balitbang Propinsi Sumatera Utara. 2008. Kajian Peluang Bisnis Bagi Sepuluh Komoditi Unggulan di Sumatera Utara. Medan: Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara. Djaednuddin D, Sulaeman, Y. dan Abdurachman A. 2002. Pendekatan Perwilayahan Komoditas Pertanian menurut Pedo-Agroklimat di Kawasan Timur Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Forman, EH dan Selly MA. 2001. Decision By Objectives: How to convince others that you are right. Singapore: World Scientific Publishing. Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12:121. Hossain, H., Sposito V, and Evans C. 2006. Sustainable Land Resource Assessment in Regional and Urban System. Applied GIS 2(2):24.1-24.21. Nurleli. 2008. Pengembangan Komoditas Unggulan perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. Tesis, Institut Pertanian Bogor. Nurmalina, R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 26:47-79. Sitorus, SRP. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan (Edisi ketiga cetak ulang kedua). Bandung: Penerbit Tarsito. Susanto AN dan Sirappa MP. 2005. Prospek dan Strategi Pengembangan Jagung untuk

147


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PERILAKU MAKAN DAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI DI SMAN I MEDAN (THE INFLUENCE OF BODY IMAGE ON THE EATING BEHAVIOR AND NUTRITIONAL STATUS OF FEMALE TEENAGERS AT SMUN I MEDAN) Diana*, Zulhaida Lubis**, Ernawati Nasution*** *

Staf Pengajar Program Studi S1 IKM STIKes Sumatera Utara, Medan. E-mail: diana_ags@ymail.com ** Pembantu Dekan (PD) I FKM – USU, Medan *** Staf Pengajar Program Studi S1 & S2 FKM USU, Medan Naskah masuk : 15 Desember 2011 ; Naskah diterima : 6 Maret 2012

ABSTRAK Citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Sebenarnya apa yang mereka fikirkan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan. Jenis penelitian ini adalah analitik. Populasi adalah seluruh siswi kelas X, XI dan XII di SMUN 1 Medan. Sebanyak 258 siswi terpilih secara acak sebagai sampel penelitian. Pengukuran citra tubuh diukur dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari Concordia Health Service, pengukuran perilaku makan dengan menggunakan tabel food frekuensi dan status gizi dengan menggunakan indikator IMT WHO tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan (p=0,015), Ada pengaruh citra tubuh terhadap status gizi (p=0,000) dan ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi (p=0,000) Perlu dilakukan promosi kesehatan oleh pihak sekolah (guru BP) khususnya mengenai perilaku makan yang baik kepada siswi melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan melakukan kegiatan penyuluhan gizi secara berkala kepada siswi dengan materi penyuluhan tentang citra tubuh, perilaku makan dan berat badan yang ideal bagi remaja putri. Kata Kunci : citra tubuh, perilaku makan, status gizi

ABSTRACT Body image is a mental description related to someone’s body shape and size, how someone perceives and evaluates what he/she thinks about the shape and size of his/her body, and how other people would evaluate him/herself. Actually, what he/she thinks and feels does not represent the actual condition but more subjective self evaluation. The purpose of this analytical study was to analyze the influence of body image on the eating behavior and nutritional status of female teenagers at SMUN I Medan. The population was all of female students in grade X and grade XI at SMUN I Medan. The sample for this study was 213 female students who were randomly selected. The body image was measured by using the questionnaires adapted from Concordia Health Service, eating behavior was measured by using the table of food frequency, and nutrition status was measured by the IMT indicators of WHO in 2005. The result of study showed that there was no significant relationship between body image status and nutrition status (p = 0.074), but there was significant relationship between eating

148


Diana, Lubis, Z., dan Nasution, E. Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri di SMAN I Medan

behavior and nutrition status (p = 0.000) and eating behavior had significant influence on nutrition status (p = 0.000). The school management (Counseling and Extension Teacher) is suggested to do health promotion, especially on good eating behavior, to the female students through the School Health Organization (UKS) and periodical extension on nutrition with extension materials such as body image, eating behavior and the ideal body weight for female teenagers. Keywords: Body Image, Eating Behavior, Nutritional Status

1,2 gram protein. Di Sumatera Utara remaja yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal sebanyak 51,5 % dan protein sebanyak 21,2 % (Riskesdas 2010). Dari studi pendahuluan di beberapa Sekolah Menengah Umum favorit di kota Medan didapatkan gambaran masih banyak siswi yang merasa tidak puas dengan bentuk tubuh mereka. Dikhawatirkan mereka akan mempraktekkan perilaku makan yang salah yang berakhir dengan status gizi kurang, kelebihan berat badan, maupun obesitas. Status gizi pada kelompok remaja didominasi dengan masalah obesitas, walaupun masalah kurus masih cukup tinggi. Angka obesitas lebih tinggi pada perempuan dari pada pria dan lebih banyak terjadi di wilayah perkotaan (Riskesdas,2010). Remaja yang memiliki citra tubuh negatif cenderung memiliki perilaku makan yang tidak baik sehingga berakibat pada berbagai masalah kekurangan gizi. Masalah kurang gizi tersebut dapat berupa kekurangan energi dan protein, kurus, obesitas, maupun tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur. Masalah kekurangan energi dan protein terjadi pada semua kelompok umur, terutama pada anak usia sekolah (6-12 tahun), usia pra remaja (13-15 tahun), usia remaja (16-18 tahun), dan kelompok ibu hamil. Di Sumatera Utara masalah status gizi lebih dan obesitas sudah terlihat tinggi dengan prevalensi diatas 20%, sedangkan status gizi kurus mencapai 8,9% (Riskesdas 2007). Secara nasional prevalensi kependekan pada remaja umur 16-18 tahun adalah 31,2 % terdiri dari 7,2 % sangat pendek dan 24,0% pendek. Prevalensi kekurusan pada remaja 1618 tahun adalah 8,9 % terdiri dari 1,8% sangat kurus dan 7,1 % kurus. Sedangkan prevalensi kegemukan yaitu 1,4% (Riskesdas, 2010). Di Sumatera Utara prevalensi status gizi remaja umur 16-18 tahun berdasarkan TB/U sangat pendek 11,6%, pendek 28,2%, dan normal 60,0%. Sedangkan berdasarkan indeks masa tubuh (IMT) diperoleh data sangat kurus 1,4%, kurus 4,6%, normal 93,1% dan gemuk 1%. Prevalensi kekurusan dan kegemukan lebih tinggi diperkotaan dibandingkan di pedesaan yaitu 9,7% dan 8,0%. (Riskesdas, 2010). Masih

PENDAHULUAN Hampir semua orang menginginkan bentuk tubuh yang ideal, termasuk remaja yang mulai mengembangkan konsep diri dan juga hubungan heteroseksual. Pada masa remaja terjadi perubahan fisik, biologis, dan kognitif yang cepat dan drastis. Perubahan yang cepat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya. Respon itu terwujud dalam bentuk penilaian atau evaluasi akan fisik tubuh mereka. Penilaian tersebut berupa perasaan puas atau tidak puas akan keadaan tubuh dan penampilannya (Purwaningrum, 2008). Penilaian mengenai penampilan fisik ini disebut dengan citra tubuh. Harnawartiaj dalam Purwaningrum (2008) Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya meliputi ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara terus menerus baik masa lalu maupun sekarang. Sebagian besar remaja yang sering melakukan penilaian terhadap tubuhnya adalah wanita, dan termasuk golongan sosial-ekonomi menengah ke atas dimana mereka sangat peduli akan bentuk tubuh dan berat badan mereka. Remaja yang memiliki citra tubuh negatif akan berperilaku makan negatif seperti selalu memperkirakan jumlah kalori yang dikonsumsi, sehingga banyak dari remaja tersebut mengalami perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan adalah suatu tingkah laku yang dapat diamati yang dilakukan individu dalam rangka memenuhi kebutuhan makan yang merupakan kebutuhan dasar yang bersifat fisiologis. Perilaku makan tersebut yang kemudian akan berpengaruh langsung terhadap asupan makanan dan kecukupan energy. Secara nasional rata-rata kecukupan konsumsi energi penduduk usia 16-18 tahun berkisar antara 69,5% - 84,3%, dan sebanyak 54,5 % remaja mengonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal. Sedangkan rata-rata kecukupan konsumsi protein remaja berkisar antara 88,3% - 129,6%, dan remaja yang mengonsumsi dibawah kebutuhan minimal sebanyak 35,6%. Di perkotaan, rata – rata remaja kekurangan 670 kilo kalori energi dan 149


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

tingginya prevalensi kekurusan pada kelompok remaja tersebut mengindikasikan adanya resiko terganggunya konsentrasi belajar, sedangkan masalah kependekan yang masih tinggi pada remaja perempuan merupakan resiko sebagai calon ibu rumah tangga yang akan melahirkan generasi penerus. Dampak gangguan makan pada anak dan remaja tergantung pada berat dan lamanya gangguan makan yang terjadi. Jika gangguan terjadi dalam waktu beberapa hari saja dapat menyebabkan remaja kekurangan energi akan tetapi bila berlangsung lama dapat berakibat hambatan pertumbuhan dan perkembangan bahkan kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan meliputi keteraturan waktu makan (sarapan, makan siang dan makan malam), kebiasaan pada saat makan, Alasan makan (memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan sosial), jenis makanan yang di makan, frekuensi makan, dan perkiraan jumlah kalori dalam makanan, dan status gizi remaja. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Ada pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan remaja putri di SMUN 1 Medan Tahun 2011 2. Ada pengaruh citra tubuh terhadap status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011. 3. Ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi remaja putri di SMUN 1 Medan tahun 2011. Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada teori aksi beralasan/ theory of reasoned action (Fishbein dan Ajzen,1975). Teori ini kemudian diadaptasi oleh Wang dalam penelitiannya yang berjudul Social ideological influences on reported food consumption and BMI, dengan kerangka penelitian sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka Teori pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMUN 1 Medan Tahun 2011. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah analitik yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui uji statistik, yaitu menjelaskan pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan dan status gizi remaja di SMAN 1 Medan tahun 2011. Penelitian dilakukan di SMUN 1 Medan dengan pertimbangan : SMAN 1 Medan cukup menggambarkan karakteristik dari Populasi penelitian yaitu ratarata siswa berasal dari sosial ekonomi menengah keatas dan lokasi sekolah berada di daerah perkotaan. Dari survey pendahuluan didapatkan sekitar 8% siswi mempunyai status gizi tidak baik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X , XI dan kelas XII SMAN 1 Medan yang berjumlah sebanyak 781 orang. Besar sampel ditentukan dengan rumus (Lemeshow, 1997):

Z 2 1 − α / 2 P (1 − P ). N n= 2 d ( N − 1) + Z 2 α / 2 (1 − P ) METODE PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur untuk mendapatkan informasi tentang identitas responden (nama, kelas, umur, tinggi badan, berat badan), citra tubuh, dan perilaku makan. Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, berat badan diukur menggunakan timbangan injak yang mempunyai kapasitas 130 kg dengan tingkat ketelitian 0,1 kg, selanjutnya hasil pengukuran dibandingkan dengan indikator IMT berdasarkan WHO tahun 2005. Citra tubuh diukur dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari Concordia Health Service, 1998, sedangkan data tentang perilaku makan diperoleh dengan pertanyaan terstruktur dan dengan menggunakan tabel food frekuensi.

Gambar 1. Theory Of Reasoned Action dalam Wang et al. Landasan teori dalam penelitian ini dimodifikasi dari penelitian diatas sehingga didapatkan kerangka teori sebagai berikut :

150


Diana, Lubis, Z., dan Nasution, E. Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri di SMAN I Medan

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak sekolah untuk mendapatkan informasi tentang jumlah siswi kelas X, XI dan XI, fasilitas sekolah, kegiatan siswi serta gambaran umum SMAN 1 Medan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah citra tubuh. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku makan dan status gizi remaja putri Pengukuran citra tubuh merujuk pada Concordia Health Service (1998). Pengukuran perilaku makan diperoleh dari jawaban pada food frequency, sedangkan indeks masa tubuh mengacu pada baku antropometri tahun 2005. Penilaian menggunakan nilai median. Citra tubuh dibagi menjadi dua kategori yaitu positif dan negatif. Hasil penilaian yang cenderung baik akan menjadi kategori positif sedangkan penilaian yang cenderung tidak baik akan menjadi kategori negatif. Untuk menganalisis data, maka dilakukan dengan membaginya sesuai kategori berikut ini: 1. Analisis univariat a. Untuk mendistribusikan variabel citra tubuh remaja dengan penyajian dalam bentuk distribusi frekuensi b. Untuk mendistribusikan variabel perilaku makan remaja dengan penyajian dalam bentuk distribusi frekuensi c. Untuk mendistribusikan variabel status gizi remaja dengan penyajian dalam bentuk distribusi frekuensi 2. Analisis bivariat Untuk menganalisis hubungan variabel citra tubuh terhadap perilaku makan remaja, dan perilaku makan remaja terhadap status gizi dengan menggunakan uji chi-square. 3. Analisis multivariat yaitu analisis lanjutan dari analisis bivariat untuk menganalisis pengaruh citra tubuh dan perilaku makan terhadap satus gizi remaja dengan menggunakan uji regresi logistic pada tingkat kepercayaan 95%.

negatif memiliki resiko 1,093 kali untuk mengalami status gizi di atas normal. Dalam penelitian ini diperoleh hasil ada 155 siswi (60,1% ) yang memiliki perilaku makan yang baik namun masih banyak yang memiliki status gizi di bawah normal (26,4%) dan 23,3 % memiliki status gizi di atas normal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai Eks (B) untuk status gizi dibawah normal sebesar 8,818 sedangkan nilai sig adalah 0,000. Hal ini berarti ada pengaruh antara perilaku makan dengan status gizi, siswi yang memiliki perilaku makan yang tidak baik 8,818 kali memiliki resiko untuk mengalami status gizi di bawah normal. Sedangkan nilai Eks (B) untuk status gizi di atas normal adalah 1,362 dan nilai sig sebesar 0,368 yang berarti siswi yang memiliki perilaku makan yang tidak baik memiliki resiko 1,362 kali untuk mengalami status gizi di atas normal. PEMBAHASAN 1. Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan Remaja yang memiliki citra tubuh yang positif akan merasa bahwa tubuh dan penampilannya menarik. Perasaan ini muncul karena remaja memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Walaupun pada kenyataannya tubuh dan penampilannya kurang menarik, tetapi remaja tersebut tidak diliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri sendiri karena tubuh dan penampilannya yang menarik bukan merupakan satu-satunya syarat agar mereka memperoleh pengakuan dari lingkungan dan teman sebayanya sehingga tidak menutup kemungkinan mereka akan memiliki perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik ini dapat terjadi karena banyak siswi yang tidak memiliki keteraturan dalam hal makan yaitu 9,3 % siswi tidak sarapan, 5,6 % siswi tidak makan malam (5,8%). Beberapa siswi melakukan aktifitas lain ketika makan (6,6%). Tidak jarang siswi makan bukan untuk tujuan memenuhi rasa lapar (4,7%),bukan karena lapar tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan psikologis dan sosialisasi masing-masing sebesar 8,5 % dan 4,3%. Begitu juga halnya untuk jenis makanan yang dimakan ada yang tidak seimbang yaitu 9,3% dan yang paling mengkhawatirkan adalah ada 9,7 % siswi yang jumlah kalori dalam makanan tidak cukup. Jadi meskipun remaja memiliki citra tubuh positif belum tentu memiliki perilaku makan yang baik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswi yang memiliki citra tubuh positif ada 42,5 % yang memiliki perilaku makan yang buruk. Hal ini dapat disebabkan karena remaja cenderung ingin mengubah tubuh mereka untuk

HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 93,0 % siswi memiliki citra tubuh positif tetapi ada 39,9 % memiliki perilaku makan yang tidak baik. Setelah dilakukan analisis statistik, maka nilai Eks (B) untuk status gizi di bawah normal sebesar 1,165E-9 sedangkan nilai sig adalah 0,000. Hal ini berarti ada pengaruh antara citra tubuh dengan status gizi, siswi yang memiliki citra tubuh negatif 1,165E-9 kali memiliki resiko untuk mengalami status gizi di bawah normal. Sedangkan nilai Eks (B) untuk status gizi di atas normal adalah 1,093 dan nilai sig sebesar 0,866, yang berarti siswi yang memiliki citra tubuh

151


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

menjadi lebih kurus atau lebih gemuk sehingga menyebabkan remaja enggan untuk sarapan pagi ataupun makan malam, mengonsumsi makanan kaya lemak namun miskin serat, kebiasaan makan sanbil melakukan aktifitas ataupun menonton televisi sehingga asupan makanan menjadi tidak terkontrol. Jadi meskipun remaja memiliki citra tubuh yang positif, namun tidak menutup kemungkinan remaja memiliki perilaku makan yang tidak baik sehingga pada ahirnya memiliki status gizi yang tidak normal. Hasil penelitian serupa dengan yang dilakukan Stefanie, dkk (2007) yang menyatakan bahwa masalah gizi pada remaja lebih banyak disebabkan oleh perilaku makan masyarakat perkotaan yaitu perilaku makan yang banyak mengonsumsi makanan cepat saji, sedikit mengonsumsi sayur dan buah-buahan. Demikian juga yang di kemukakan oleh Pearson dkk, (2008) menyatakan bahwa melakukan aktifitas lain ketika makan berupa berdiskusi maupun menonton televisi lebih dari 2 jam perhari dapat menyebabkan remaja banyak mengonsumsi makanan ringan, sedikit mengonsumsi sayur dan buah. Mereka juga mengasosiasikan bahwa makanan yang terdapat pada iklan makanan ringan adalah makanan yang mampu mencukupi kebutuhan gizi mereka. Pada uji chi square menunjukkan terdapat hubungan antara citra tubuh dengan perilaku makan (P= 0,001). Citra tubuh atau gambaran remaja tentang tubuhnya memengaruhi perilaku makannya sehari-hari. Remaja yang memiliki citra tubuh positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri. Dengan demikian remaja tersebut memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat untuk dirinya. Sebaliknya, remaja yang memiliki citra tubuh yang negatif akan memilih harga diri yang rendah, merasa tidak seimbang, menganggap dirinya tidak mampu melaksanakan tugas, sehingga remaja tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang tepat bagi dirinya. Contohnya, remaja yang memiliki citra tubuh yang positif akan merasa bahwa tubuh dan penampilannya menarik. Perasaan yang menyenangkan ini muncul karena remaja memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Walaupun pada kenyataannya tubuh dan penampilannya kurang menarik, tetapi individu tersebut tidak diliputi perasaan depresi, gagal atau kebencian pada diri sendiri karena tubuh dan penampilannya yang menarik bukan merupakan satu-satunya syarat agar mereka memperoleh pengakuan dari lingkungan dan teman sebayanya.

2. Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Status Gizi Citra tubuh yang negatif akan mengakibatkan remaja tidak puas akan bentuk tubuhnya, merasa terlalu gemuk atau terlalu kurus dari ukuran yang sebenarnya dan cenderung ingin mengubah bentuk tubuhnya melalui pengaturan asupan makanan. Citra tubuh negatif yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan masalah gizi. Dampak jangka pendeknya adalah remaja akan kekurangan energi sedangkan dampak jangka panjang dapat menyebabkan remaja mengalami kekurangan massa otot, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, dan juga berdampak pada system reproduksi remaja. Penelitian yang dilakukan Wang, dkk (2008), menemukan melalui perilaku makan ada pengaruh antara citra tubuh dengan status gizi remaja. Remaja merasa bahwa kurus dapat menyebabkan remaja tampil lebih feminin dan percaya bahwa kelebihan berat badan dapat menyebabkan tersisih dari teman sebaya, cenderung membatasi asupan makanannya dan berahir pada masalah gizi remaja tersebut. Remaja cenderung tidak terlalu memikirkan akan pentingnya kesehatan, namun lebih memikirkan bagaimana cara memperoleh bentuk tubuh yang mereka inginkan. Remaja yang memiliki citra tubuh negatif dapat mengalami masalah gizi baik itu status gizi di bawah normal ataupun di atas normal. Hal ini dapat terjadi karena remaja tidak selektif dalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi. Remaja tidak terlalu memperhitungkan jumlah kalori dalam makanan. 3. Pengaruh Perilaku Makan Terhadap Status Gizi Perilaku makan adalah faktor langsung yang memengaruhi asupan makanan. Perilaku makan dalam hal ini meliputi frekuensi makan, jenis makanan yang dikonsumsi, kebiasaan pada saat makan, dan juga rata-rata banyaknya makanan yang dikonsumsi setiap hari. Perilaku makan yang baik maupun tidak baik akan memengaruhi status gizi individu. Schroeder (2001), menyatakan bahwa salah satu faktor langsung yang memengaruhi status gizi individu adalah cukup atau tidaknya asupan makanan. Hal ini juga sesuai dengan konsep masalah gizi yang dikemukakan UNICEF (2005) bahwa penyebab langsung terjadinya masalah gizi adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. (Gibney, 2009). KESIMPULAN Ada pengaruh citra tubuh terhadap perilaku makan (p=0,015), akan tetapi tidak ada 152


Diana, Lubis, Z., dan Nasution, E. Pengaruh Citra Tubuh Terhadap Perilaku Makan dan Status Gizi Remaja Putri di SMAN I Medan

Physical Activity and Healthy Eating dalam International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 2010, 7:86 http://www.ijbnpa.org/content/7/1/86, diakses Juni 2011

perbedaan risiko untuk mengalami perilaku makan tidak baik antara siswi yang memiliki citra tubuh negatif dengan siswi yang memiliki citra tubuh positif. Ada pengaruh citra tubuh terhadap status gizi (p=0,000). Siswi yang memiliki citra tubuh negatif memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mengalami status gizi lebih (gemuk) dibandingkan dengan siswi yang memiliki citra tubuh positif. Ada pengaruh perilaku makan terhadap status gizi (p=0,000). Siswi yang memiliki perilaku makan tidak baik kemungkinan mengalami status gizi di bawah normal (kurus) hampir 9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan siswi yang memiliki perilaku makan yang baik.

Berutu, 2007. Perilaku Makan Remaja. Jurnal Gizi Sumatera Utara Vol 7 : 54-57 Concordia Health Service. 1998. Body Image Self Assesment (Body Image Status) dalam http://students.usask.ca/wellness/info/mentalh ealth/bodyimage/asses ment/1998, diakses Juni 2011 Coveney , 2000. Food, Moral and Meaning. Routledge. London and New York

REKOMENDASI 1. Perlu dilakukan promosi kesehatan oleh pihak sekolah (guru BP ataupun guru mata pelajaran yang berkaitan) khususnya mengenai perilaku makan yang baik kepada siswi melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) 2. Melakukan kegiatan penyuluhan gizi secara berkala kepada siswi dengan materi penyuluhan tentang citra tubuh, perilaku makan terutama tentang makanan yang seimbang dan berat badan yang ideal bagi remaja putri.

Dariyo, A, 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Ghalia Indonesia. Jakarta Desmita, 2007. Psikologi Perkembangan Remaja. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung Green W L, 1980. Perencanaan Pendidikan Kesehatan suatu Pendekatan Diagnostik. Proyek Pengembangan FKM Dep. Dik Bud. Jakarta Gibney, et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta Hilbert A, et al. 2008. Eating Behavior and Familial Interactions of Children with Loss of Control Eating: a Laboratory Test Meal Study dalam www.ajcn.org diakses Juni 2011

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Ando T, et al. 2007. Variation in the Preproghelin Gene Correlate with Higher Body Mass Index, Fat Mass, and Body Dissatisfaction in Young Japanese Women. Dalam www.ajcn.org 2007;86: 25-32 diakses Juni 2011

Hurlock, 1980. Psikologi Perkembangan suatu pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Erlangga. Jakarta Khomsan, A, 2003. Pangan dan Gizi Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Anwar, 2009. Tumbuh Kembang, Child, Health Dalam http://anwarsasake.wordpress.com/2009/08/0 6/body-image-pada-remaja/feed/ Diakses September 2010

Khumaidi, 1994. Gizi Masyarakat. Penerbit PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta Lameshow,1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press

Arini, 2006. Studi Tentang Upaya Penurunan Berat Badan Pada Remaja Putri : Studi Pada Siswi SMP di Surabaya. Tesis UNAIR.

Licavoli L and Brannon-Quin T. 1998. Body Image Assesment dalam http://www.healthbodyimage.com/image.htm diakses Juni 2011

Arisman, 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta

Murti, 2010. Desain Dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Bidang Kesehatan, Gadjah Mada University Press

Baliwati, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta Ball K, et al. 2010. Is Healthy Behavior contangious : assosiation of Social Norm With 153


Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 2, Juni 2012

Muniroh, 2002. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perbedaan Status Gizi Remaja Putri di Daerah Perkotaan dan Pedesaan Kabupaten Jombang. Bagian Gizi FKM Universitas Airlangga. www.journa].unair.ac.id Narendra BM, 2002. Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. CV. Sagung Seto. Jakarta Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Penerbit Rineka Cipta.Jakarta Rimbawan dan Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Penebar Swadaya, Jakarta Utter J,et al. 2007. What Effevt do Attempts to Lose Weight on the Observed Relationship Between Nutrition Behaviors and Body Mass Index Among Adolescents? Dalam http://www.ijbnpa.org/content/4/1/40 diakses Juni 2011 Purwaningrum, 2008. Hubungan Antara Citra Raga Dengan Perilaku Makan Remaja Putri. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta Riskesdas 2007. 2008. Laporan Sumatera Utara. Balitbangkes Depkes RI _______, 2010. Balitbangkes Depkes RI Sucita, 2008. Persepsi tentang tubuh ideal dan pola diet pada sisiwi SMA Panca Budi Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan Supariasa, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Wang, et al. 2008. Social Ideological Influence on Reported Food Consumtion and BMI. Interbational Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity dalam http://creativecommons.org/licenses/by/2.0) diakses Juni 2011 WHO, 2000. Penyakit Bawaan Makanan. Fokus Pendidikan Kesehatan. EGC. Jakarta ______, WHO’s Classification of BMI. Geneva

154


Pedoman Penulisan Naskah Ilmiah Jurnal INOVASI Jurnal INOVASI memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dalam bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasan berpolitik. Jurnal INOVASI terbit empat kali dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember. Naskah yang akan diterbitkan dalam Jurnal INOVASI Balitbang Provinsi Sumatera Utara, harus memenuhi ketentuan berikut : 1. Naskah berupa karya asli yang belum pernah dipublikasikan di tempat lain dan tidak sedang diajukan ke tempat lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. 3. Komponen utama naskah memuat hal-hal berikut: a. b.

c.

d.

e.

f.

g.

h. i.

setidak-tidaknya

Judul, ditulis dengan jelas menggambarkan isi tulisan. Identitas Penulis, dimuat di bawah judul tulisan, memuat nama, alamat korespondensi dan e-mail. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris beserta kata kuncinya. Abstrak ditulis dalam 1 alinea berisi masalah, tujuan penelitian, hasil dan saran/ usulan. Pendahuluan, tidak menggunakan subjudul, berisi penjelasan padat dan ringkas tentang latar belakang penelitian, studi pustaka yang mendukung dan relevan, serta tujuan penelitian. Metode Penelitian berisikan disain penelitian yang digunakan, populasi, sampel, sumber data, instrumen, analisis dan teknik analisis yang digunakan. Hasil adalah temuan penelitian yang disajikan apa adanya tanpa pendapat penulis. Pembahasan menjelaskan dengan baik serta argumentatif tentang temuan penelitian serta relevansinya dengan penelitian terdahulu. Kesimpulan menjawab tujuan penelitian tanpa melampauinya. Rekomendasi berisi usulan-usulan kebijakan yang memungkinkan dihasilkan, berisi bentuk dan telaahannya untuk dilaksanakan mengacu pada prinsip tepatguna, logis dan relevan.

4. Tabel, gambar dan grafik dapat terbaca dengan jelas dan hendaknya agar dilampirkan secara terpisah serta diberi penjelasan yang memadai. 5. Penulisan rujukan sesuai dengan model Harvard. Pada isi tulisan, nama penulis ditulis disertai dengan tahun penulisannya. Pada bagian Daftar Pustaka, penulisan diurut sesuai dengan abjad. 6. Beberapa contoh bentuk referensi dalam jurnal ini adalah: Buku Abel, R. 2004. Revolusi Kesehatan Mata: Pencegahan dan Pengembalian Masalah Penglihatan. New York: Kensington Book Chaniago, A. 2010. Studi Pustaka dan Konseptualisasi Penelitian. Dalam: Zaluchu, F. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bandung: Citapustaka Media, hal 79-92. Artikel dari Jurnal Ang, L. dan Taylor, B. 2005. Memanajemen Keuntungan Konsumen Menggunakan Matriks Portofolio. Jurnal Pemasaran dan Manajemen Konsumen Strategik 12 (5), hal 298-304 Bagian di dalam buku Ballinger, A. dan Clark, M. 2001. Nutrisi, Pengendalian Nafsu Makan dan Penyakit. Dalam: Payne-James, J. dkk. editor. Dukungan Artifisial bagi Praktik Klinik. Edisi kedua. London: Greenwich Medical, hal 225-239 Koran Benoit, B. 2007. Peran G8 dalam Pemanasan Global. Harian Kompas 29 Mei 2007, hal 9. Laporan Komisi Eropa. 2004. Laporan Pendahuluan terhadap Implementasi dari Strategi Pemasaran Internal 2003-2006. Luxemburg: Unit Publikasi Komisi Eropa. Konferensi Fiedelius, H.C. 2000. Miopi dan Penurunan Visual: Aspek Global. Dalam: Lin, L.L.K. dkk. editor. Miopia Terbarukan II: Prosiding Konferensi Internasional ke-7. Taipei, 17-20 Nopember 1998. Tokyo: Springer, hal 31-37. Tesis Garcia-Sierra, A. 2000. Investigasi Penyebab Ca-Serviks pada Wanita Usia Subur di Perkotaan. Tesis PhD, Universitas Indonesia. Jurnal Artikel Elektronik Merchant, A.T. 2009. Diet dan Aktifitas Fisik pada AnakAnak di Kawasan Kumuh Perkotaan: sebuah Studi Cross Sectional. Jurnal Nutrisi [Online] Edisi 6. Dari: http://www.nutritionj.com/content/pdf/1475-2891-6.1.pdf [Diakses: 10 Mei 2007]. Web Page Thompson, B. 2006. Mengapa Balita Butuh ASI [Online]. Dari: http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/459876 [Diakses: 10 Mei 2007].


Depkes RI. 2006. Panduan Imunisasi [Online]. Dari: http://www.depkes.go.id/bayi_panduan_imunisasi/2345 [Diakses: 19 Februari 2011].

7. Naskah dituliskan dengan menggunakan Times New Roman 12, maksimal 20 halaman A4 spasi ganda, ditulis dengan program komputer Microsoft Word. 8. Naskah yang masuk hendaknya diterima 2 (dua) bulan sebelum waktu penerbitan untuk direview oleh anggota dewan redaksi dan reviewer (mitra bestari) yang ditunjuk oleh Dewan Redaksi. 9. Dewan Redaksi berhak menolak naskah ilmiah yang dianggap tidak layak muat di Jurnal Inovasi. Naskah diserahkan dalam 2 (dua) media yaitu hardcopy dan softcopy yang keduanya harus memuat isi yang sama. Nama file, judul dan nama penulis naskah dituliskan pada label CD. Naskah dipersiapkan dengan menggunakan pengolah kata Microsoft Word. Pengiriman naskah ke alamat redaksi melalui surat elektronik ke : inovasibpp@gmail.com atau melalui pos ke : Dewan Redaksi Jurnal INOVASI Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 10. Redaksi berhak menolak naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan naskah di atas dan redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan naskah tersebut. 11. Setiap penerimaan atau penolakan naskah akan disertai dengan surat resmi yang ditandatangani oleh Dewan Redaksi dan dikirimkan kepada penulis. 12. Setiap penulis yang karya tulisnya telah diterbitkan, akan mendapat satu buah cetak lepas dan satu buah full print. 13. Setiap penulis menyetujui untuk mengalihkan hak ciptanya ke Jurnal Inovasi jika naskahnya diterima untuk diterbitkan.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.