Jurnal Inovasi Desember 2009

Page 1


Volume 6, Nomor. 4

ISSN 18291829-8079

Desember 2009

Jurnal ini telah terakreditasi sebagai jurnal ilmiah bidang ilmu politik dan kebijakan dengan nomor : 142/Akred-LIPI/P2MBI/03/2009 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia nomor : 346/D/2009, tanggal 19 Maret 2009.

Jurnal INOVASI sebagai media litbang Provinsi Sumatera Utara memuat karya tulis ilmiah hasil penelitian atau tinjauan kepustakaan dilengkapi dengan resensi buku dalam bidang pemerintahan dan kemasyarakatan, sosial budaya, ekonomi dan pembangunan, sumberdaya alam dan maritim sebagai bahan kebijakan dan wawasan berpolitik. Jurnal INOVASI terbit empat kali dalam setahun setiap bulan Maret, Juni, September dan Desember.

Penasehat

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara

Penanggung Jawab

Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara

Ketua Editor

Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA. (Sosial Politik dan Pemerintahan)

Dewan Editor

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti Nasution, MS. (Pertanian) Drs. H. Alisuman Gultom, M.Si. (Sosial Ekonomi) Ir. E. Harso Kardhinata, M.Sc. (Biologi dan Pertanian) Drs. Kariono, M.Si. (Administrasi Negara dan Kependudukan) M. Ishak, SE, M.Si. Ak. (Ekonomi dan Akuntansi Keuangan) Ir. Sugih Prihatin, M.Si. (Pertanian) Ir. Abdurrozzaq Hasibuan, MT (Teknik Industri)

Redaksi Pelaksana

Drs. Ismet Harahap Sumiarti, SH Drs. Darwin Lubis, MM

Tata Usaha dan Sirkulasi

Makrum Rambe, SE, MM Khaidir Dalimunte, SP Rismawaty Sibarani, S.Sos. Irwan Purnama Putra, SE

Penerbit : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126 Tel. (061) 7866225; 7883016 - Fax. (061) 7866248 Website : http://balitbang.sumutprov.go.id Email : balitbang@sumutprov.go.id


Terakreditasi Nomor. 142/Akred-LIPI/P2MBI/03/2009 Volume 6, Nomor. 4

ISSN 18291829-8079

Desember 2009

Halaman Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Permendagri Nomor. 13 Tahun 2006 (Muhammad Ishak)

Manusia

Dalam

Penerapan 220-227

Kajian Peluang Bisnis Bagi Sepuluh Komiditi Unggulan Di Sumatera Utara (Elianor Sembiring)

228-234

Kebijakan dan Stratejik Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (Ani Murwani Muhar)

235-244

Keuntungan Bagi Pelaku Usaha Kecil Dan Menengah Dari Penerapan Hak Atas Kekayaan Intelektual (Harry P. Limbong)

245-249

Analisis Kesiapan Rumah Sakit Di Sumatera Utara Dalam Menghadapi Akreditasi Rumah Sakit (Murniati Manik)

250-262

Program Mengurangi Kemiskinan di Perdesaan Dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Melelui Telecenter (Bakhrul Khair Amal)

263-267

Wilayah Dalam Aspek Perencanaan, Pemanfaatan dan Pengendalian (Supsiloani)

268-271

Kajian Pengembangan Komoditi Gula Aren Untuk Pemberdayaan Industri Rumah Tangga dan Industri Kecil (IRTIK) Di Kabupaten Mandailing Natal (Zainal Abidin Nasution)

272-279

Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Dan Strategi Belajar Mengajar Dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (Abdul Rahman Suleman)

280-289

Dampak Perubahan Iklim Pada Kesehatan Masyarakat dan Kebijakan Penanggulangannya (Fotarisman Zaluchu)

290-294

Resensi Buku : Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri

295


PENGANTAR REDAKSI Jurnal INOVASI Volume 6 Nomor. 4 bulan Desember 2009 ini telah diselesaikan dengan baik, dimana pada edisi kali tim redaksi mengangkat hasil karya tulis ilmiah dari hasil penelitian maupun kajian yang telah dilakukan oleh berbagai penulis yang berasal dari perguruan tinggi negeri dan swasta serta lembaga/balai/pusat penelitian yang lebih banyak difokuskan pada Bidang Ekonomi dan Pembangunan, yang dapat dijadikan bahan kebijakan dalam rangka pengembangan perekonomian daerah. Tim Redaksi mengucapkan Puji syukur kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan terima kasih kepada seluruh pihak atas kerjasamanya untuk ikut berperan dalam menyelesaikan Jurnal INOVASI Volume 6 Nomor. 4 bulan Desember 2009 ini. Semoga tulisan jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan juga bermanfaat untuk bahan kebijakan dalam pembangunan maupun informasi untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya bagi masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Terima kasih, selamat membaca.

- Redaksi -


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Manusia Dalam Penerapan Permendagri Nomor. 13 Tahun 2006 Muhammad Ishak Dosen pada FE-Universitas Negeri Medan

Abstraksi Kajian ini dimotivasi oleh adanya kebutuhan terhadap penerapan sistem informasi akuntansi sebagaimana yang telah diamanatkan didalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah dirubah menjadi Permendagri No. 56 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendagri No. 13 Tahun 2006. Selain itu, kajian ini juga dilatar belakangi oleh tuntutan transparansi dan akuntabilitas didalam pengelolaan keuangan daerah sebagaimana yang selalu disarankan oleh lembaga pemeriksa negara BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan). Dengan menggunakan responden yang berasal dari para aparatur dilingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, kajian ini menemukan bahwa terdapat beberapa faktor organisasional yang memiliki hubungan dengan peningkatan kinerja sistem informasi akuntansi. Faktor-faktor tersebut adalah faktor pendidikan dan pelatihan, faktor produktivitas, faktor keterampilan, dan faktor ketidakpastian lingkungan kerja. Sedangkan faktor organisasional yang tidak memiliki hubungan dengan peningkatan kinerja sistem informasi akuntansi adalah faktor kejelasan sasaran anggaran, iklim kerja, dan faktor kebutuhan struktur pengenalian internal. Terhadap faktor-faktor keperilakukan, semua faktor keperilakukan memiliki hubungan dengan kinerja sistem informasi akuntansi. Faktor keperilakuan tersebut adalah komitmen organisasi, kebutuhan informasi keuangan, sikap dan perilaku aparatur, dan faktor etos kerja.

Kata kunci : Keuangan, akuntansi, sumber daya aparatur. ini, diharapkan akan terwujud pola pengelolaan keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat sebagaimana yang tertuang didalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 4 butir 1.

PENDAHULUAN UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menuntut para penyelenggara pemerintahan di daerah untuk melakukan perubahan-perubahan paradigmatik dalam menjalankan roda kepemerintahan termasuk juga masalah keuangan daerah. Dari sekian banyak persyaratan yang harus dipenuhinya, tampak bahwa persyaratan dibidang ekonomi dan potensi daerah adalah syarat yang paling urgen, sebab hampir seluruh aktivitas pemerintahan di daerah terpaut dengan masalah ini. Hal ini diukung dengan terbitnya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dengan demikian, masalah keuangan dan potensi daerah telah menjadi masalah penting dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

Dengan adanya Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang telah disempurnakan melalui Permendagri No. 59 Tahun 2007, maka diperlukan suatu mekanisme yang tersistematis dalam pengelolaan keuangan daerah. Namun demikian, pelaksanaan dari permendagri tersebut belum menunjukkan suatu bentuk sistem administrasi pengelolaan keuangan yang baik. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2008 menunjukkan bahwa dilingkungan Pemerintah Sumatera Utara, masalah pengelolaan masih diberi nilai yang relatif buruk (disclaimer). Berdasarkan pada temuan BPK tersebut, Gubernur Sumatera Utara meresponnya dengan menyatakan bahwa peningkatan kualitas sumberdaya aparatur adalah kunci jawaban permasalahan yang ada (Medan Bisnis, 2008). Dengan kata lain, aspek sumberdaya manusia adalah kunci untuk menjawab tantangan guna meningkatkan penilaian dari lembaga independen seperti BPK tersebut.

Untuk itu, selain diperlukan suatu mekanisme pengelolaan keuangan yang dapat menjamin terselenggaranya pengelolaan keuangan daerah secara efisien, efektif, ekonomis, dan transparan juga diperlukan suatu bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan. Sebagai teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut, oleh Pemerintah Pusat ditetapkan beberapa aturan seperti Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Lewat Permendagri

220


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Peningkatan sumberdaya aparatur dapat dilihat dari aspek pengetahuan maupun aspek keperilakuan sumberdaya aparatur. Pada aspek pengetahuan ini, aparatur pemerintah daerah Sumatera Utara, telah dapat dikategorikan sebagai aparatur yang memenuhi kualifikasi. Hal ini terbukti dari komposisi aparatur yang telah memperoleh pendidikan. Kemampuan teknis aparatur dilingkungan Pemerintah Daerah Sumatera Utara, dapat dicermati melalui jumlah aparatur yang berpendidikan tinggi yaitu sebesar 4.719 pegawai atau 42,66% dari total pegawai yang dimiliki Pemprovsu. Dari jumlah tersebut, 1.001 (9,05%) pegawai berpendidikan diploma, 3.434 (31,04%) adalah S1, 280 (2,53%) berpendidikan S2, dan 4 (0,04%) adalah S3 (Suda 2007).

Kondisi diatas dapat dilihat misalnya dalam penyusunan draft RAPBD, dalam penyusunannya telah diharapakan menjadi lebih partisipatif. Artinya, keterlibatan banyak komponen dalam penyusunan RAPBD tersebut, telah menjadi suatu keharusan. Beberapa langkah yang telah diterapkan sebagai implementasi reformasi bidang keuangan tersebut adalah hadirnya kegiatan musrenbang. Dalam kegiatan ini, pemerintah, para tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak lainnya, telah menjadi bagian penting dalam rangka penyusunan RAPBD tersebut. Selain itu, pola fikir para aparatur juga telah mengalami perubahan lewat pendekatan kinerja pada pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Dalam hal ini, para aparatur dilingkungan pemerintah daerah dituntut untuk melakukan perubahan sikap/perilaku untuk menghadapi kondisi yang ada yaitu dituntut untuk berkinerja sesuai yang diharapkan guna pencapaian visi misi daerah.

Berdasarkan data-data tersebut, jelas bahwa masalah kemampuan aparatur untuk mewujudkan pengelolaan keuangan sesuai dengan aturan yang berlaku, bukan menjadi masalah besar. Permasalahan terbesar terletak pada aspek keperilakuan para aparatur. Untuk itu, maka kajian ini menekankan pada aspek-aspek keperilakukan aparatur dalam mewujudkan sebuah sistem pengelolaan keuangan dilingkungan Pemerintah Daerah Sumatera Utara.

Sistem Informasi Keuangan/Akuntansi (SIA) Salah satu peran penting sistem informasi akuntasi adalah menyediakan informasi bagi orang yang tepat dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat. Informasi berperan meningkatkan kemampuan manajemen untuk memahami keadaan lingkungan sekitarnya dan mengidentifikasikan aktivitas yang relevan terkait dengan keuangan. Perencanaan sistem informasi akuntasi yang merupakan bagian dari sistem pengendalian organisasi perlu mendapat perhatian karena sistem informasi berguna bagi organisasi-organisasi untuk mengendalikan dan memonitor proses yang memiliki nilai tambah bagi organisasi.

Tujuan dari pelaksanaan kajian ini adalah : 1) Untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada disekitar pelaksanaan sistem administrasi keuangan daerah terkait keperilakukan sumberdaya manusia aparatur dilingkungan Pemprovsu, dan 2) Mencari solusi yang diperlukan sesuai kondisi yang ada guna permudahan pencapaian tujuan dan sasaran dari Permendagri tersebut yaitu terwujud pola pengelolaan keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.

Informasi akuntansi mempunyai arti yang sangat penting bagi manajemen dalam suatu satuan ekonomi yang efisien. Dalam suatu organisasi publik seperti organisasi Pemprovsu, informasi akuntansi dihasilkan oleh suatu sistem. Unsur-unsur sistem dapat berupa buku harian (jurnal), buku besar dan catatan lainnya, serta orang yang melaksanakan prosedur-prosedur atau mesin-mesin yang diciptakan untuk menggantikan tenaga manusia pada pekerjaan yang rutin dan tugas yang berulang-ulang. Menurut cushing (1995), Sistem Informasi Akuntansi didefinisikan sebagai kumpulan manusia dan sumber-sumber modal didalam suatu organisasi yang bertanggungjawab untuk penyiapan informasi keuangan dan juga informasi yang diperoleh dari pengumpulan dan pengolahan data transaksi. Informasi ini selanjutnya disediakan untuk dipakai oleh semua tingkat manajemen dalam perencanaan dan pengendalian aktivitas organisasi.

LANDASAN KONSEPTUAL KAJIAN Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah, sejak pelaksanaan otonomi daerah, telah terjadi perubahan yang mendasar. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya perencanaan dan anggaran pemerintah daerah, juga ikut mengalami perubahan yang signifikan. Kemudian, saat ini keluar peraturan baru Permendagri 13/2006 yang telah dirubah menjadi Permendagri 59/2007 serta diterapkannya Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah melalui PP No. 54 Tahun 2005, menjadikan seluruh pemerintah daerah memiliki laporan pertangggunjawaban pengelolaan atas keuangan daerah yang semakin komplek dan transparan.

Terdapat dua pemakai utama dalam sistem informasi akuntansi yaitu 1) Pihak Eksternal Organisasi, informasi yang diterima pihak ekstern

221


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

antara lain informasi untuk pengambilan keputusan dan informasi rutin yang menyangkut pelaksanaan operasional organisasi. Pihak ektern ini meliputi masyarakat/stakeholder, pegawai, investor, badan pengawas, bagan legislatif, dan instansi pemerintah lain. 2) Pihak Internal Organisasi, informasi ini khusus ditujukan untuk kepentingan manajemen dan diguakan dalam tiga fungsi manajemen, yaitu perencanaan, implementasi dan pengendalian. Pihak internal yang paling berkepentingan dengan informasi keuangan tersebut adalah pihak manajemen itu sendiri.

d.

e.

Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja SIA Berdasarkan pada kajian yang dilakukan oleh Sugiharto dalam Komara (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SIA, yang diantaranya adalah : a. Sikap dan perilaku. Keterlibatan pemakai yang didefinisikan adalah sebagai perilaku dan sikap yang dilakukan melalui suatu target yang telah ditentukan sebelumnya atau sesuai dengan kemampuan pemakai selama proses pengembangan sistem (Barki dan Hartwick dalam Amrul, 2005). b. Kemampuan teknik personal terhadap sistem informasi akuntansi (keterampilan). Kemampun personil yang terkait dengan sistem akuntansi, dapat berhubungan dengan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (Skill). c. Pelatihan dan pendidikan. Program pelatihan dan pendidikan merupakan suatu usaha pengarahan untuk meningkatkan pemahaman mengenai sistem.

f.

g.

h.

Selain aspek-aspek tersebut, terdapat beberapa hasil kajian yang menjelaskan adanya hubungan antara kinerja SIA dan aspek-aspek berikut : a. Struktur Pengendalian Internal. Merupakan suatu susunan yang meliputi kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuan khusus organisasi dapat dicapai. b. Etos Kerja. Bagian dari masalah keperilakukan yang terdapat dilingkungan kerja adalah masalah etos kerja. Masalah ini menjadi penting manakala pihak manajemen akan melakukan serangkaian perubahan didalam organisasinya. c. Kebutuhan Informasi Keuangan. Nilai informasi akuntansi, oleh beaver (1968) diartikan sebagai kemampuan informasi akuntansi untuk menjelaskan nilai suatu organisasi.. relevansi nilai akuntansi seperti realisasi anggaran dan neraca, melalui pendekatan historical cost telah memiliki kehilangan relevansinya dengan kebutuhan yang akan diwujudkan oleh pengambil keputusan.

Iklim Organisasi. Keberadaan kita ditengah-tengah karyawan lain disuatu bagian atau departemen, akan memiliki dampat serius pada kinerja kita. Artinya, semakin kecil keberadaan kita diakui, maka akan semakin kecil pula kinerja yang akan kita wujudkan dilingkungan tersebut dan bahkan kita memiliki kecenderungan untuk tidak bergabung lagi ditempat kita bekerja tadi. Hubungan kerja yang demikian akan sangat memberikan kerugian bagi organisasi. Kejelasan Sasaran Anggaran. Kejelasan sasaran anggaran (budget goal clarity) pada dasarnya menggambarkan luasnya anggaran yang dinyatakan secara jelas dan spesifik, serta dimengerti oleh pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap pencapainnya (Kenis, 1979). Ketidakpastian Lingkungan. Secara umum ketidakpastian lingkungan mengarah pada rasa ketidakmampuan aparatur untuk melakukan prediksi atau peramalan sesuatu secara akurat (Melliken, 1987). Produktivitas. Sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki suatu organisasi, termasuk pemerintahan, agar menjadi sesuatu yang berdaya guna, maka perlu dioperasionalkan dengan keterampilan organisatoris dan teknis. Artinya hasil yang diperoleh seimbang dengan masukan yang diolah. Komitmen Organiasi. Komitmen dibutuhkan oleh organisasi agar sumberdaya manusia yang kompeten dalam organisasi dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. Robiins (1996) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan dimana seorang staf memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotannya dalam organisasi tersebut.

Akuntansi dan Aspek Organisasional Akuntansi sebagai sebuah sistem untuk menghasilkan informasi akan memberi manfaat yang besar bagi pemakainya seperti menjadi petunjuk dalam memilih dan menetapkan kebijakan serta program kerja. Namun, pemilihan dan penetapan suatu kebijakan atau program juga melibatkan aspek-aspek keperilakukan dari pihakpihak pengambil kebijakan serta organisasional. Dengan demikian, akuntansi sangat terkait erat dengan aspek keprilakuan begitu pula dengan aspek organisasional suatu unit organisasi termasuk organisasi pemerintah (Arfan dan Ishak, 2005).

METODE KAJIAN Kajian ini merupakan kajian yang bersifat inferensial untuk melakukan berbagai uji atas pengaruh beberapa variabel organisasional dan

222


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

keperilakuan terhadap kinerja sistem informasi akuntansi. Statistik inferensial adalah merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2005).

Hasil Statistika -

Uji Validitsa dan Reliabilitas Data

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung korelasi pearson product moment (r). Nilai r hitung diatas 0,3 bermakna bahwa instrumen penelitian atau pertanyaan-pertanyaan didalam kuesioner adalah valid. Jika berada dibawah 0,3 maka item pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid sehingga tidak lagi diikut sertakan dalam ujiuji selanjutnya. Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisen cronbach alpha. Variabel dikatakan reliabel jika cronbach alpha memiliki nilai lebih besar dari 0,6.

Kajian ini dilakukan dilingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Alasam pemilihan lokasi tersebut selain dikarenakan Sumatera Utara merupakan provinsi yang besar, juga dikarenakan berdasar hasil pemeriksaan atas pengelolaan keuangan oleh BPK RI menunjukkan bahwa masih mendapat penilaian disclaimer pada tahun 2008. Populasi dalam kajian ini adalah pegawai negeri sipil dilingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan sampel dalam kajian ini dipilih dengan menggunakan metode purposive sample, yaitu dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan atau persyaratan tertentu. Sampel dalam kajian ini adalah pegawai negeri sipil yang bekerja dibagian keuangan baik di dinas, badan, kantor serta birobiro pengguna anggaran, diantaranya para kepala SKPD dan Bendahara di masing-masing SKPD.

Berdasar pada hasil perhitungan dengan berbantuan pada program SPSS, menunjukan bahwa terdapat beberapa pertanyaan yang dinyatakan tidak valid. Hal ini dikarenakan besarnya nilai r pada item pertanyaan bersangkutan adalah dibawah 0,3. Kualitas data dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa tidak keseluruhan item pertanyaan yang digunakan memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Nilai validitas , rhitung, tidak keseluruhan nilai rhitung>0,3 dan nilai reliabilitas, cronbach alpha > 0,6. Berarti item-item yang tidak valid, tidak diikut sertakan lagi dalam uji hipotesis.

Dalam teknik analisis data, untuk mendukung hasil dan akurasi kajian digunakan melalui bantuan program SPSS 15.0 for windows. Adapun pengujian-pengujian yang akan dilakukan dalam kajian ini adalah : 1) Uji kualitas data (Uji validitas dan uji reliabilitas), 2) Uji Asumsi Klasik (Uji Normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas), 3) Pengujian akhir.

-

Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat nilai skewness. Aturan umum yang digunakan adalah apabila nilai skewness berada dikisaran 2 dan -2, maka data dapat dikatakan normal. Dari hasil perhitungan statistika, maka diperoleh nilai skewness sebesar 0,007. Hal ini menunjukkan bahwa data adalah bersifat normal.

TEMUAN HASIL KAJIAN Deskriptif Responden Berdasarkan demografi responden, maka responden dapat dikelompokan mejadi beberapa kelompok menurut usia, jenis kelamin, pendidikan dan lama bekerja. Berdasarkan jabatan, responden kajian ini adalah mereka yang berstatus sebagai suatu instansi yang berjenis kelamin sebagian besarnya adalah pria.

-

Uji Klasik

Asumsi Multikolinieritas, untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dalam model regresi antara lain dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai VIF > 10. Data pada penelitian ini menunjukkan nilai VIF berada pada kisaran 1,935 hingga 10,873. Ini berarti bahwa terdapat multikolinieritas. Skor VIF sebesar 10,873 tersebut didapat pada variabel aspek sikap dan perilaku. Untuk melanjutkan pengujian maka seluruh data yang terkumpul dirubag ke dalam bentuk logaritma. Hasil uji multikolinieritas dengan menggunakan bentuk logaritma tersebut, menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas. Hal ini disebabkan skor VIF multikolinieritas berada diantara 1,689 hingga 7,692.

Jumlah kepala instansi yang dijadikan responden adalah sebesar 19 orang atau 63,30% dan sisanya adalah staf sebanyak 11 orang atau 37,70%. Menurut pendidikan dan lamanya mereka bekerja di instansi atau di jabatan tersebut, dari 30 orang responden yang diolah tercata bahwa sebanyak 24 orang atau 80% merupakan lulusan sarjana (S1). Sedangkan berdasarkan lama bekerja di instansi tersebut, responden didominasi oleh mereka yang telah bekerja diantara 1 hingga 3 tahun lamanya yang sebanyak 18 orang responden atau 60% dari total responden.

223


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Asumsi Heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji glejser. Data pada penelitian ini menunjukkan nilai koefisien parameter beta berada pada kisaran nilai 0,427 hingga 0,910. Berarti tidak terdapat hetereskedastisitas pada model regresi yang disusun.

c.

Iklim kerja merupakan sebagai kondisi yang ada dilingkungan kerja aparatur. Iklim kerja ini lebih diorientasikan dengan masalah-masalah hubungan kerja antara rekan-rekan sekerja. Berdasarkan hasil statistik, tampak bahwa sebagian besar responden menjawab/melakukan kecendrungan ”setuju” atas butir-butir pertanyaan terkait IK ini. Sedang terhadap butir-butir pertanyaan yang valid itu, kecenderungan responden menjawab ”sangat setuju”. Jika dihubungkan dengan KSIA, aspek IK ini tdak memiliki hubungan. Hal ini terbukti dari rendahnya nilai statistika yaitu sebesar 0,238. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa masalah kedekatan dengan rekan sekerja dan begitu pula dengan masalah kepedulian rekan kerja tidak berhubungan dengan masalah peningkatan atau munculnya KSIA.

Temuan Hasil Kajian 1.

Deskripsi Data

a.

Kejelasan Sasaran Anggaran (KSA)

Dengan melihat hasil jawaban, responden memiliki kesamaan jawaban untuk ke-3 item pertanyaan yaitu setuju. Ini berarti bahwa anggaran yang berbasis kinerja yang mengacu pada Permendagri 13/2006, dipersepsikan oleh responden telah memiliki sasaran yang jelas. Kondisi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Permendagri 12/2006 yang telah dirubah menjadi Permendagri 59/2007, telah berjalan sesuai aturan dan telah menunjukkan suatu kejelasan sasaran anggaran.

d.

Pengendalian Internal (PI)

Pengendalian internal yang diartikan sebagai sebuah organisasi yang berkedudukan sebagai sub struktur dan memiliki peran dalam melakukan serangkaian kegiatan pengendalian atas suatu kerja, juga tidak memiliki hubungan dengan peningkatan KSIA. Hal ini tergambar dari rendahnya nilai korelasi antara PI dan KSIA yaitu sebesar 0,174. Oleh karenanya, struktur pengendalian internal tersebut bukanlah aspek yang penting dalam meningkatkan SIA.

Namun, jika dikaitkan dengan kinerja sistem informasi akuntansi (KSIA) masalah kejelasan sasaran anggaran, tidak memiliki hubungan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi antara KSA dan KSIA adalah sebesar 0,084 yang secara statistik tidak signifikan baik untuk level 0,01 maupun 0,05. Tidak berhububungannya antara KSA dan KSIA ini dapat menjelaskan bahwa semakin jelas sasaran anggaran maka peran sistem informasi akuntansi akan semakin kecil. Artinya, peran sistem informasi akuntansi akan berkurang jika sasaran anggaran yang disusun, telah jelas. Dengan demikian, sifat kedua hubungan ini adalah berbanding terbalik. b.

Iklim Kerja (IK)

Namun demikian, dalam mengembangkan struktur pengendalian itu, beberapa butir pertanyaan yang direspon oleh responden dengan respon ”sangat setuju” adalah hal-hal yang menurut responden sangat penting untuk diwujudkan. Hal itu adalah masalah : a) Perlunya suatu organisasi terhadap sistem PI guna mengawasi operasional organisasi, 2) PI dapat meminimalisasi kesalahan, 3) PI dapat mencegah hilangnya aset organisasi, 4) Sistem PI dapat meningkatkan efisiensi dan sistem PI dapat menginformasikan penyimpangan.

Komitmen Organisasi (KO)

Kecendruangan responden pada aspek KO menunjukkan adanya komitmen yang tinggi pada organisasi di diri responden untuk mensukseskan visi dan misi organisasi. Sedangkan terhadap masalah sistem nilai yang ada didiri aparatur dengan yang terdapat di organisasi, responden cenderung menjawab ”netral”. Hal ini mengidentifikasikan bahwa adanya ketidakjelasan sistem nilai yang ada di organisasi. Sistem nilai itu merupakan kesamaan pandang pada sebuah pekerjaan dan kesamaan pandang pada sebuah hasil dan lain sebagainya. Masalah KO ini, jika dihubungkan dengan KSIA, memiliki hubungan yang relatif tinggi yaitu sebesar 0,463. Hasil perhitungan statistika ini mengidentifkasikan bahwa masalah peningkatan KSIA juga perlu memperhatikan masalah KO para aparatur. Dengan kata lain, untuk meningkatkan KSIA, hendaknya diperhatikan pula tentang kondisi KO aparatur dimana SIA itu diterapkan.

e.

Kebutuhan Informasi Keuangan (KIK)

Informasi keuangan merupakan suatu bentuk fakta tentang keuangan yang dihasilkan melalui suatu mekanisme/sistem keuangan yang diantaranya adalah melalui sistem informasi akuntansi (SIA). Oleh karenanya, KIK ini memiliki hubungan dengan KSIA. Hal ini ditujukan oleh hasil perhitungan statistika yang menggambar bahwa nilai korelasi antara KIK dan KSIA adalah sebesar 0,513. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat kebutuhan informasi informasi akuntansi, maka akan semakin tinggi pula KSIA. Kecendrungan responden pada aspek KIK dapat dijelaskan bahwa para responden memiliki

224


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

kecendrungan yang sangat setuju jika dinyatakan bahwa dalam penyusunan anggaran, informasi keuangan merupakan hal yang sangat diperlukan. Sementara itu, informasi keuangan akan dihasilkan melalui suatu sistem yaitu SIA. Namun terhadap masalah pengambilan keputusan dan informasi keuangan merupakan dua hal yang masih diragukan responden. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang netral atas pernyataan bahwa informasi keuangan diperlukan dalam pengambilan keputusan. Kenyataan ini bermakna bahwa belum dan jarangnya informasi keuangan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan oleh instansi dilingkungan Pemprovsu. f.

informasi keuangan akuntansi lebih cepat, akurat dan bervariasi dapat dihasilkan oleh sebuah sistem informasi akuntansi. Dengan demikian, produktivitas sistem informasi akuntansi berupa laporan keuangan akan secara cepat, bervariasi, dan akurat dapat dihasilkan. Selain hal tersebut, dari tiga butir pernyataan, ada satu butir yang dijawab oleh responden secara ragu-ragu. Butir tersebut adalah tentang tingkat kecepatan aparatur mengerjakan suatu pekerjaan. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa dilingkungan aparatur belum adan suatu standar kinerja dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Hal ini akan berdampak negatif bagi peningkatan KSIA. Sebab, kinerja aparatur yang bertugas dan yang terlibat langsung atas pengoperasian SIA, tidak dapat diukur, akibatnya hadirnya SIA atau tidak, akan menghasilkan sistem yang sama.

Pendidikan dan Latihan Aparatur (APP)

Berdasarkan hasil perhitungan statistika, APP ini berhubungan dengan KSA. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai korelasi yaitu sebesar 0,505 kegiatan ini bermakna bahwa responden melihat pentingnya masalah pendidikan dan pelatihan dalam menunjang KSIA. Selain itu, kegiatan yang dilihat untuk responden adalah bahwa pihak Pemprovsu belum banyak memberikan beasiswa bagi operatornya yang hendak melakukan studi lanjut. Hal ini terbukti dari jawaban responden atas pertanyaan tentang banyaknya beasiswa studi lanjut bagi operator yang didominasi oleh jawaban tidak setuju. g.

i.

Masalah keterampilan terkait dengan kemampuan aparatur untuk mengerjakan suatu tugas. Masalah keterampilan ini termasuk masalah yang penting dalam menjalankan SIA terutama jika SIA itu dilakukan secara komputerisasi. Berdasar hasil perhitungan statistika, antara K dan KSIA adalah berhubungan dengan nilai korelasi adalah 0,367. Hasil statistika tersebut menjelaskan bahwa keterampilan tersebut bukan saha keterampilan dalam hal pengerjaan operasional sistem tetapi juga keterampilan dalam membaca hasil SIA.

Sikap dan Perilaku Aparatur (ASP) j.

Sikap dan perilaku aparatur mencerminkan kedisiplinan, tanggung jawab dan keteladanan atasan. Berdasarkan hasil perhitungan statistika, menunjukkan bahwa ASP ini memiliki hubungan dnegan KSIA. Hal ini dibuktikan dengan skor korelasi yang sebesar 0,483 ini bermakna bahwa peningkatan KSIA juga selalu dikaitkan dengan masalah sikap dan perilaku aparatur. Sikap dan perilaku yang dibutuhkan itu adalah dalam hal tanggung jawab serta keteladanan atasan. Artinya, aparatur yang bertanggungjawab atas tupoksi dan adanya bentuk keteladanan dari pihak atasan, akan memiliki pengaruh terhadap peningkatan KSIA. Khusus untuk keteladanan ini, perlu dilakukan secara berkelanjutan oleh atasan selain untuk merangsang tanggung jawab, juga untuk meningkatkan kedisiplinan operator dalam bekerja sesuai tupoksinya termasuk pengelolaan keuangan. h.

Keterampilan (K)

Etos Kerja (EK)

Etor kerja merupakan salah satu dari aspek keperilakukan yang menggambarkan tentang cara pandang aparatur terhadap suatu tugas kerja yang diberikan kepadanya. Berdasarkan hasil statistika, menunjukkan bahwa hubungan antara KSIA dan EK adalah sebesar 0,475. Nilai ini menggambarkan adanya hubungan. Pada sisi lain, semua butir pertanyaan yang ada di EK, dijawab oleh responden dengan jawaban setuju. Kenyataan ini menggambarkan bahwa aparatur dilingkungan Pemprovsu, dalam hal EK memiliki pandangan yang sama yaitu bahwa tupoksi telah dikerjakan secara tepat sebab terpahami secara baik dan rinci. k.

Ketidakpastian Lingkungan (KL)

Ketidakpastian lingkungan ini menggambarkan adanya suatu ketidakjelasan dari lingkungan kerja aparatur seperti ketidakjelasan metode kerja, keberhasilan kerja dan perintah kerja. Berdasarkan hasil statistika, menunjukkan bahwa hubungan antara KSIA dan KL adalah sebesar 0,373. Nilai ini menggambarkan adanya hubungan antara KSIA dan KL. Ini berarti bahwa semakin jelas lingkungan kerja yang dirasakan oleh aparatur, maka kinerja SIA akan semakin meningkat.

Produktivitas Aparatur (AP)

Produktivitas menjelaskan tentang hasil yang dicapai dari suatu kegiatan baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Hasil perhitungan statistika menunjukkan adanya hubungan antara AP dan KSIA dengan nilai korelasi adalah sebesar 0,375. Hubungan ini menggambarkan bahwa

225


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

2.

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Terhadap aspek organisasional yang tidak memiliki hubungan dengan kinerja sistem informasi akuntansi adalah ketidakjelasan sasaran anggaran (KSA), iklim kerja (IK), dan struktur pengendalian internal (PI). Kenyataan ini menjelaskan bahwa ketiga aspek tersebut tidak menjadi perhatian dalam rangka peningkatan kinerja sistem informasi akuntansi.

Regresi Data

Secara konseptual, kinerja sistem informasi akuntansi dapat dicapai selain dengan memperhatikan aspek-aspek teknis akuntansi, juga aspek non teknis akuntansi yaitu aspek keperilakuan yang meliputi kejelasan sasaran anggaran, kebutuhan informasi keuangan, sikap dan perilaku, dan etos kerja serta aspek organisasional seperti iklim kerja, pengendalian internal, diklat, produktivitas, keterampilan, dan ketidakpastian lingkungan. Artinya, kedua aspek non teknis akuntansi tersebut memiliki peran penting dalam menunjang keberhasilan sebuah sistem akuntansi keuangan jika ditetapkan di suatu instansi/lembaga.

Terhadap masalah yang ditemukan dalam kajian, beberapa saran yang dapat direkomendasikan antara lain adalah : 1. Sistem nilai yang belum jelas dilihat oleh para aparatur, membuat aparatur kurang memiliki kesamaan pandang terhadap sebuah tugas yang diberikan. Hal ini akan berdampak berbedanya sikap dan respon yang diberikan terhadap tugas tersebut oleh masing-masing aparatur. Untuk menghindari kondisi tersebut, maka masingmasing pimpinan instansi perlu memberikan suatu gambaran yang jelas untuk menyamakan cara pandang terhadap suatu kerja di suatu lingkungan instansi. Penyamaan tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Badan Kepegawaian Daerah. 2. Walaupun struktur pengendalian intrnak di suatu instansi adalah penting, namun hal ini berdasrakan hasil kajian tidak memiliki hubungan dengan kinerja sistem informasi keuangan. Oleh karenanya, direkomendasikan kepada pimpinan suatu instansi untuk dapat merangsang para aparatur dibawahnya sehingga akan mempersepsikan bahwa sistem pengendalian adalah sesuatu yang penting. Hal ini mengingat bahwa berdasar konseptual yang ada, sistem pengendalian internal adalah salah satu dari aspek pengendalian dilingkungan keuangan yang akan terlaksana secara baik jika sistem informasi keuangan yang ada, telah berjalan sebagaimana yang ditetapkan. 3. Hasil kajian ini mengindikasikan bahwa secara umum pimpinan instansi belum menggunakan informasi keuangan sebagai salah satu sumber data penting dalam mengambil keputusan ekonomi. Hal ini akan memberikan dampak serius pada penetapan program kerja. Oleh karenanya, kemahiran dan kepedulian pimpinan atas informasi keuangan perlu diperhatikan guna melahirkan efisiensi dan efektifitas program kerja yang dihasilkan. Selain itu, pemanfaatan informasi keuangan akan sangat mendukung terciptanya sistem informasi keuangan yang berkinerja tinggi. 4. Ketidakpastian lingkungan, berdasar hasil analisis menunjukkan adanya kondisi kerja yang membuat aparatur memiliki persepsi sendiri-sendiri atas suatu tugas. Untuk itu, direkomendasikan agar dihadirkannya suatu standar penilaian kinerja atas suatu kerja yang dilakukan oleh para aparatur.

Dengan menggunakan bantuan software program SPSS, maka kajian menemukan bahwa secara keseluruhan, aspek-aspek non teknis tersebut memiliki pengaruh terhadap kesuksesan jika sistem informasi akuntansi dilingkungan aparatur Pemprovsu ditetapkan. Besarnya kemampuan semua aspek non teknis akuntansi ini terhadap kesuksesan sistem informasi akuntansi jika diaplikasikan, memiliki kekuatan untuk menjelaskan kinerja akuntansi adalah sebesar 59,4% dan 41,6% akan dijelaskan oleh variabel atau aspek lain. Walaupun sedikit diatas rata-rata (50%), namun secara statistika, dapat dikatakan signifikan dalam menjelaskan kinerja sistem akuntansi. Pengujian dengan hasil persamaan regresi menunjukkan adanya pengaruh masing-masing aspek terhadap kinerja sistem informasi akuntansi baik melalui kecenderungan positif maupun negatif. Masing-masing aspek tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-beda. Walaupun secara keseluruhan, aspek non akuntansi yaitu aspek keperilakuan dan organisasional, memiliki pengaruh terhadap perkembangan kinerja sistem informasi akuntansi dilingkungan Pemprovsu, namun secara individu masing-masing aspek memiliki pengaruh yang tidak signifikan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan yang dapat disusun berdasar hasil analisis adalah tidak semua aspek keperilakuan dan organisasional yang memiliki hubungan dengan kinerja sistem informasi akuntansi. Aspek keperilakuan yang memiliki hubungan dengan masalah kinerja sistem informasi akuntansi adalah aspek komitmen organisasi (KO), kebutuhan informasi keuangan (KIK), sikap dan perilaku aparatur (ASP), dan etos kerja (EK). sedangkan aspek organisasional yang memiliki hubungan dengan kinerja sistem informasi akuntansi adalah pendidikan dan pelatihan (APP), produkstivitas (AP), keterampilan (K) dan ketidakpastian lingkungan (EKL).

226


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Komara, A. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Sistem Informasi Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo, 15-16 September.

DAFTAR PUSTAKA Amrul, S dan Syar’ie, A. 2005. Analisis Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Proses Pengembangan Kualitas Sistem. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo, 15-16 September. Arfan,

Rivai, V. 2004. Manajemen Sumberdaya Manusia Untuk Perusahaan : Dari Teori ke Praktek. Rajagrafindo Perkasa : Jakarta.

I dan Ishak, M. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat : Jakarta.

Sinungan, M. 2005. Produktivitas : Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2008. Sumatera Utara Dalam Angka 2007.

Sugiyono. 2005. Administrasi Penelitian. Alfabeta, Bandung.

Belkaoui, A.R. 2000. Teori Akuntansi. Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Metodologi

Suharyadi dan Purwanto. 2003. Statistika Untuk Ekonomi & Keuangan Modern, Buku 1 dan 2, Salemba Empat : Jakarta.

Beaver, S. 1968. The Value-Relevance of Annual Earnings Announcements. Journal of Accounting Research, Supplement, pp : 6876.

Widjajanto, N. 2001. Sistem Informasi Akuntansi. PT. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Bisnis, Medan. 2008. Kualitas Aparatur Dalam Membangun Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan. Chasing, B. 1995. Accounting Information System : Mechanism Approach. Erwin & Son. Ltd : New York. Gerloff, E.A., Mir, N.K. dan Bodenstaeir, W.D. 1991. Three Components of Perceived Environmental Uncertainty : An Exploratory On The Effects Of Aggregation. Journal Of Management, Vol. 17, No. 4 pp : 749-768. Gordon, L.A. dan Narayanan, V.K, 1984. Management Accounting System, Perceived Environmental Uncertainty and Organization Structure : An Empirical Investigation. Accounting, Organization, and Society, vol. 10, No. 1, pp:33-47. Kenis, I. 1979. Effects Of Budgetary Goal Characteristics On Managerial Attitude and Performance. The Accounting Review, Oct, Vol. LIV, No. 4. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Pemerintah. PT. Andi Offset : Yogyakarta. Melliken, F.J. 1987, Three Types of Perceived Uncertainty About The Environment State, Effect and Response Uncertainty. Academic Of Management Review, Vol. 12, pp: 133143. Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Salemba Empat : Jakarta.

227


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Kajian Peluang Bisnis Bagi Sepuluh Komiditi Unggulan Di Sumatera Utara Elianor Sembiring Tim Peneliti Bidang Ekonomi dan Pembangunan Balitbang Provsu

Abstraksi Sumatera Utara sebagai provinsi ketiga terbesar di Indonesia, merupakan daerah yang terkenal dengan produk pertaniannya. Daerah yang merupakan kawasan segi tiga emas di Asia Tenggara, merupakan provinsi yang bertetangga dekat dengan Malaysia, Singapura dan Thailand. Pertanian yang merupakan produk unggulan di Sumatera Utara sebaiknya dikembangkan menjadi program perencanaan bisnis secara operasional manajemen yang dilaksanakan melalui penetapan dan perencanaan suatu kawasan bisnis yang disesuaikan dengan keunggulan produk di daerah yang termasuk wilayah Sumatera Utara baik secara kompetitif maupun secara komperatif sebagai basis usaha untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing sesuai dengan tuntutan pasar global. Provinsi Sumatera Utara telah mengkaji pengembangan wilayah ekonomi yang berbasis komoditas unggulan baik hasil pertanian tanaman keras, tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan peternakan yang akan diwujudkan dalam satu program komoditi unggulan Sumatera Utara. Komoditas unggulan dimaksud adalah sepuluh komoditas unggulan yang terdiri dari tanaman keras/perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao dan pinang. Sedangkan komoditas tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi kayu, komoditas tanaman buah-buahan yaitu jeruk serta peternakan yaitu ayam ras.

Kata kunci : Komoditi unggulan, pertanian, agribisnis memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas serta pemberlakukan ekonomi daerah, Provinsi Sumatera Utara terus menggali dan memanfaatkan potensi wilayahnya secara optimum. Provinsi Sumatera Utara mempunyai potensi sumber daya alam berupa lahan dan perairan yang cukup besar.

PENDAHULUAN Adanya komoditas unggulan berarti suatu negara mampu menghasilkan produk dengan atribut khas yang diantaranya disebabkan oleh adanya faktor sumberdaya domestik. Penyediaan produk bermutu mesti dilakukan yang diikuti dengan peningkatan produktifitas dan efisiensi sehingga komoditas tersebut mempunyai daya saing yang tinggi. Dalam upaya meningkatkan daya saing tersebut, pemerintah harus mampu memberi dukungan bagi perbaikan seluruh sub sistem dan tata nilai agribisnis sehingga seluruh aktivitas, baik pada areal pertanaman (on farma) maupun sektor lain yang mendukungnya (off farm) dapat berjalan dengan baik dan lancar. Keberhasilan perbaikan ini salah satunya terletak pada sumberdaya manusia yang terampil dan handal. Dengan demikian kemampuan sumberdaya manusia pertanian selama ini yang hanya berwawasan budidaya, ditingkatkan dengan adanya wawasan bisnis serta penguasaan manajerial dan teknologi.

Upaya Sumatera Utara untuk menjadi kawasan industri dan juga kawasan agoroindustri yang berbasis kepada komoditas yang layak ekspor ke mancanegara terus meningkat dari tahun ke tahun. Penanaman modal asing di Sumatera Utara terus berkembang dari tahun ke tahun disebabkan tersedianya bahan baku dalam jumlah yang besar. Pelaku industri datang sendiri langsung ke Provinsi Sumatera Utara karena bahan baku yang tersedia untuk komoditi kelapa sawit, karet, kakao, kopi cukup ilmiah. Disusul dengan produksi tanaman agropolitan seperti jeruk, jagung, padi dan lainlainnya. Penentuan sepuluh komoditas unggulan yang terdiri dari tanaman keras/perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao dan pinang. Sedangkan komoditas tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi kayu, komoditas tanaman buah-buahan yaitu jeruk serta peternakan yaitu ayam ras, merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisinesi untuk meraih keunggulan komperatif dan kompetitif dalam menghadapi

Pengembangan wilayah ekonomi berbasis kepada pertanian termasuk didalamnnya peternakan pada hakekatnya bertujuan untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya suatu sistem bisnis yang dapat berdaya saing, menguntungkan dan berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani Sumatera Utara.

228


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

globalisasi perdagangan. Penetapan sepuluh produk unggulan Sumatera Utara ditinjau dari aspek luas areal tanam, peluang ekspor ke manca negara, dukungan infrastruktur yang ada, teknologi pengelolaan baik dari hulu sampai ke hilir, biaya yang dikeluarkan relative rendah, permintaan pasar yang tinggi, keterlibatan masyarakat sekitarnya, dan tersedianya akses teknologi. Pengembangan usaha komoditas wilayah yang sesuai dengan kondisi lahan dan berskala luas dapat meningkatkan efisiensi usaha tani, menjaga kelestarian sumberdaya lahan dan meningkatkan aktifitas perdagangan antar provinsi dan antar negara sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.

Sebagai suatu sistem, agribisnis terdiri dari beberapa sub sistem yaitu sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, sub sistem usaha tani yaitu sebagai mekanisme untuk menghasilkan produk, sub sistem agroindustri hilir yang mengolah produk-produk primer sehingga tercipta produk yang mempunyai nilai tambah dan sub sistem pemasaran. Pengembangan agribisnis tidak akan berhasil bila hanya mengembangkan salah satu sub sistem saja (Soehardjo, 1993). Keunggulan Daya Saing Keunggulan daya saing pada dasarnya berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh sebuah perusahaan untuk konsumennya yang melebihi biaya perusahaan dalam menciptakannya. Nilai tersebut adalah apa yang konsumen sedia bayar dan nilai unggul yang berasal dari tawaran harga lebih rendah dari pesaing untuk manfaat yang sepadan (Porter, 1994).

Masalah yang sering dihadapi dalam penyusunan dan perencanaan pembangunan komoditas pertanian adalah tidak tersedianya informasi sumberdaya lahan suatu daerah. Untuk keperluan alih teknologi yang dihasilkan oleh pusat-pusat penelitian komoditas ke daerah pertumbuhan baru diperlukan data lahan dan lingkungan dari daerah yang menjadi sasaran pengembangan (Amien, 1986). Disamping itu, masalah utama lainnya adalah akses permodalan yang terbatas, produksi komoditas yang sering naik turun dan daerah pemasaran yang belum secara optimal dijadikan tempat pemasaran hasil produksi pertanian tersebut.

Saragih (1998), menyatakan bahwa dalam upaya meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia maka ada tiga hal mendasar yang perlu diperhatikan yaitu : a. Kemampuan untuk menghasilkan suatu komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) seperti dengan menghasilkan suatu komodiri yang lebih murah dari pesaing. b. Kemampuan menyediakan produk yang sesuai dengan preferensi konsumen yang berkembang. c. Kemampuan untuk mendayagunakan seluruh keunggulan komparatif yang dimiliki mulai dari hulu (up stream industry) hingga hilir (down stream industry) dalam menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan preferensi konsumen.

Adapun tujuan penelitian ini antara lain : 1) Melakukan kajian tentang potensi sepuluh produk unggulan yang ditetapkan untuk dijadikan sepuluh produk unggulan Sumatera Utara, 2) Menjajaki pemasaran sepuluh produk unggulan yang ditetapkan untuk dijadikan sepuluh produk unggulan Sumatera Utara, 3) Meningkatkan pemasukan bagi petani produk unggulan yang ditetapkan untuk dijadikan sepuluh produk unggulan Sumatera Utara, dan 4) Memberikan jawaban atas permasalahan pada produk unggulan yang ditetapkan untuk dijadikan sepuluh produk unggulan Sumatera Utara.

Peluang Usaha Pada Kegiatan Budidaya Persepsi agribisnis yang selama ini banyak dimengerti oleh masyarakat luas adalah kegiatan budidaya atau on farm activity yang sebetulnya dalam definisi lebih tepat dikatakan sebagai kegiatan pertanian. Rentang usaha dimulai dari skala yang sangat kecil atau skala hobi hingga skala industri dengan teknologi yang cukup canggih. Pemilihan komoditas pun sangat bervariasi, seperti hortikultura (buah atau sayur), komoditas yang berhubungan dengan tanaman pangan (beras, jagung, kedelai dan lain-lain). Selain kegiatan usahatani yang berbasis pada pertanian, kegiatan pertanian berbasis peternakan atau perikanan pun sangat menjanjikan. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat luas terhadap pola makan sehat, beberapa kelompok masyarakat sudah mulai mengalihkan pemenuhan kebutuhan protein hewani dari red meat seperti daging, pada white meat

TINJAUAN TEORI Pengertian Agribisnis Agribisnis adalah sebagai kegiatan yang meliputi seluruh sektor bahan masukan usaha tani, produk yang memasok bahan masukan usaha tani yang terlibat dalam bidang produksi dan pada akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan baik secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir (downey dan erickson, 1987). Selanjutnya Soekartawi (1999) menyatakan bahwa agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.

229


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

seperti ikan dan ayam, dari kondisi ini tentunya dapat ditangkat bahwa peluang untuk melakukan usaha peternakan menjadi sangat menarik.

didapati ada sepeluh yang menjadi komoditis unggulan Sumatera Utara yang terdiri dari : 1. Kelapa Sawit (elaeis guineensis) 2. Karet (Hevea brasiliensis) 3. Kopi (Coffea spp) 4. Coklat (Theobromae cacao) 5. Pinang (Areca catechu) 6. Padi (Oryza sativa) 7. Jagung (Zea mays) 8. Ubi kayu (Manihot utilisima) 9. Jeruk (Citrus sinensis) 10. Ayam ras.

Untuk memperoleh peluang suatu usaha harus memiliki berbagai kemampuan dan pengetahuan seperti kemampuan menghasilkan produk atau jasa, menghasilkan nilai tambah, merintis usaha, melakukan proses atau teknik atau mengembangkan organisasi baru. Keberhasilan dapat dicapai apabila suatu usaha menggunakan produk, proses dan jasajasa inovasi sebagai alat untuk menggali perubahan. Oleh sebab itu inovasi merupakan instrument penting untuk memberdayakan sumber-sumber agar menghasilkan sesuatu yang baru dan menciptakan nilai secara terus menerus. Menurut Zimmerer, ideide yang berasal dari suatu usaha dapat menciptakan peluang untuk memenuhi kebutuhan riil dipasar.

METODOLOGI KAJIAN Menurut Syafaat dan Supena (2000), konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani disuatu wilayah tertentu. Kondisi sosial ekonomi ini mancakup penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur misalnya pasar dan kebiasaan petani setempat (Anonymous, 1995). Pengertian tersebut lebih dekat dengan lacation advantage, sedangkan dilihat dari sisi permintaan, komoditas unggulan merupakan komoditas yang mempunyai permintaan yang kuat baik untuk pasar domestic maupun pasar international dan keunggulan komperatif.

Fakto-Faktor Yang Bisa Membuat Suatu Wilayah Memiliki Keunggulan Komparatif (comparative advantage) Faktor-faktor yang bisa membuat suatu daerah memiliki keunggulan komparatif dapat berupa kondisi alam yaitu suatu wilayah memiliki keunggulan komperatif karena salah satu faktor atau gabungan dari beberapa faktor yang akan diuraikan sebagai berikut : 1. Pemberian alam, yaitu karena kondisi alam akhirnya wilayah itu memiliki keunggulan untuk menghasilkan suatu produk tertentu. 2. Masyarakatnya menguasai teknologi mutakhir untuk jenis produk tertentu. 3. Masyarakatnya menguasai keterampilan khusus. 4. Wilayah itu dekat dengan pasar. 5. Wilayah dengan aksebilitas yang tinggi. 6. Daerah konsentrasi suatu kegiatan sejenis. 7. Daerah agglomerasi dari berbagai kegiatan. 8. Upah buruh yang rendah dan tersedia dalam jumlah yang cukup serta didukung oleh keterampilan yang memadai dan mentalitas yang mendukung. 9. Mentalitas masyarakat yang sesuai untuk pembangunan : jujur, terbuka, mau bekerja keras, dan disiplin sehingga lingkungan kehidupan aman, tertib dan teratur. 10. Kebijakan pemerintah, antara lain dengan menciptakan salah satu/beberapa faktor yang menciptakan keunggulan.

Salah satu pendekatan untuk melihat sebaran komoditas pertanian termasuk ternak adalah menggunakan lacation quotient (LQ). LQ mengukur konsentrasi relative atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada diwilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001 dan Rusastra, 2002). Untuk mengimplementasikan metode LQ dalam tulisan ini digunakan data areal panen tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan populasi ternak. Sumber data utama yang digunakan adalah data sekunder dari statistik Indonesia yang tersedia di BPS.

Sepuluh Komoditas Unggulan Di Sumatera Utara terdapat berbagai komoditi hasil-hasil perkebunan, seperti karet, sawit, kopi, nilam, jahe, kemiri, aren, pinang, kakao, kelapa, panili, kemenyan, kulit manis, dan cengkeh. Sedangkan komoditi sayur-sayuran dan buahbuahan seperti jagung, ubi kayu, padi, jeruk, markisa, rambutan. Dari komoditi yang ada,

HASIL DAN PEMBAHASAN 1.

Keragaman Komoditi Unggulan

Tanaman pangan yang diidentifikasi meliputi tiga jenis yaitu padi sawah, jagung dan ubi kayu. Semua

230


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

tanaman pangan yang diidentifkasi menyebar diseluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara. Setiap wilayah memiliki dominasi jenis tanaman tertentu. Dari data keragaman luas areal komoditi unggulan di Sumatera Utara tahun 2006 menunjukkan bahwa luas areal panen padi sawah paling tinggi terdapat di Kabupaten Samosir sebesar 625.531 ha atau 73,86%, Jagung paling tinggi terdapat di Karo sebesar 194.872 ha atau 22,06% dan Ubi kayu paling tinggi terdapat di Kota Tanjung Balai sebesar 35.996 Ha atau 4,08%.

Subsektor hortikultura bahasannya difokuskan pada kategori buah-buahan. Pada tanaman buah-buahan yaitu jeruk dilihat dari kisaran nilainya, nilai LQ jeruk pada 18 wilayah kabupaten/kota itu berkisar 3,79 artinya produksi jeruk di wilayah itu tingkat konsentrasi area panennya sebesar 3.79 kali lebih tinggi dibandingkan seluruh areal panen di Sumatera Utara. Nilai LQ jeruk paling tinggi di Kabupaten Karo.

Pada subsektor tanaman buah-buahan, luas areal panen jeruk paling tinggi terdapat di Kabupaten Karo sebesar 10.036,69 ha atau 100%, sedangkan pada subsektor tanaman perkebunan pada karet paling tinggi terdapat di Tapanuli Tengah sebesar 349.768,52 ha atau 44,47%. Luas areal panen kelapa sawit paling tinggi di Kabupaten Labuhan Batu sebesar 354.835, 36 ha atau 45,11%. Luas areal panen kopi tertinggi di Kabupaten Samosir sebesar 28.651,79 ha atau 6,26%. Sedangkan Pinang tertinggi di Kabupaten Deli Serdang sebesar 4.164,55 ha atau 0,52% . disisi lain pada subsektor unggas seperti populasi ayam ras tertinggi di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 41.614,64 populasi atau 100% dari sektor unggas yang ada.

Tanaman unggulan yang terdapat ada lima jenis komoditas tanaman perkebunan yang diidentifikasi dari 26 wilayah kabupaten yaitu karet, kelapa sawit, kopi, dan coklat serta ubi pinang. Jika mengacu pada nilai LQ>1 maka dari lima jenis komoditi perkebunan itu, kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan paling unggul karena sebaran kelapa sawit yang memiliki kriteria LQ>1 berada di 14 wilayah kabupaten/kota dengan luas lahan yang terbesar. Urutan kedua dan ketiga setelah kelapa sawit adalah tanaman karet berada di 17 kabupaten dengan luas yang lebih besar. Di urutan ketiga, tanaman coklat berada di 18 kabupaten dengan luas yang besar dan urutan keempat, tanaman kopi berada di 13 kabupaten dengan luas yang cukup besar serta urutan kelima terbesar adalah pinag menyebar di 16 wilayah kabupaten.

c.

Ditinjau dari segi jenisnya, tanaman pangan yang paling tinggi luas areal panennya adalah padi sawah, kemudian diikuti jagung dan ubi kayu. Untuk tanaman buah-buahan luas areal panen tertinggi adalah jeruk. Untuk tanaman perkebunan luas areal panen tertinggi adalah kelapa sawit, kemudian diikuti tanaman karet, coklat, kopi serta pinang. Untuk populasi unggas tertinggi adalah ayam ras. 2.

Sebaran Komoditi Unggulan

a.

Subsektor Tanaman Unggas

d.

Komoditi

LQ>1

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Padi Sawah Jagung Ubi Kayu Jeruk Karet Kelapa Sawit Kopi Coklat Pinang Ayam Ras

1,39 3,61 5,76 3,79 2,03 1,71 23,06 5,12 0,79 1,47

b.

Subsektir Peternakan

Subsektor peternakan bahasannya difokuskan pada unggas. Pada peternakan unggas yaitu ayam ras dilihat dari kisaran nilainya, nilai LQ ayam ras pada 26 wilayah kabupaten/kota itu berkisar 1,47 artinya produksi ternak unggas diwilayah itu tingkat konsentrasi populasinya sebesar 1,47 kali lebih tinggi dibandingkan seluruh populasi ternak unggas ayam ras di Sumatera Utara. Nilai LQ ayam ras paling tinggi di Serdang Bedagai.

Tabel 1. Sebaran Kabupaten Yang Memiliki Komoditi Unggulan Dan Wilayah Utama Tahun 2006 No.

Subsektor Tanaman Perkebunan

e.

Strategi Pengembangan

1) Strategi Pengembangan Agribisnis Berdasarkan analisis diatas telah diketahui bahwa komoditas unggulan di Sumatera Utara adalah padi sawah, jagung, ubi kayu, jeruk, karet, kelapa sawit, coklat, kopi dan pinang serta ayam ras. Usahatani yang telah dilakukan oleh petani dalam 10 komoditas ini dinyatakan layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Oleh karena itu dalam upaya pengembangan sektor pertanian sebaiknya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memperioritaskan pengembangan kesepuluh sektor ini. Faktor produksi yang diperlukan dalam hal ini antara lain sumber daya manusia, alam, modal dan infrastruktur wilayah.

Wilayah Kabupaten Samosir Karo Tanjung Balai Karo Tapanuli Tengah Labuhan Batu Samosir Karo Deli Serdang Serdang Bedagai

Susektor Tanaman Hortikultura

231


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Sebagai faktor utama petani harus ditingkatkan mutunya melalui kegiatan penyuluhan yang efektif dan memberikan ilmu terapan yang aplikatif usahatani. Petani diberikan informasi tentang nilai minimum yang harus dipenuhi dari usahatani agar mencapai titik impas. Adanya informasi ini sangat membantu petani untuk menyusun perencanaan usahataninya selain itu usaha keberlanjutan perlu diberikan pengertian tentang system pertanian organik. Menjaga kelestarian lingkungan merupakan kewajiban seluruh stakeholder. Konsep sistem pertanian berkelanjutan harus selalui menjadi prioritas disamping pengembangan komoditas unggulan.

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan pengembangan sistem informasi manajemen. 2) Kebijaksanaan Teknis Kebijaksanaan Pengembangan Komoditi Kebijaksanaan pengembangan komoditi perkebunan ditempuh melalui optimasi asset perkebunan yang sudah ada dan pengembangan baru baik untuk komoditas konvesional maupun komoditas potensial lainnya, sehingga menadi negara produsen utama. Untuk itu ditempuh upaya sebagai berikut : a) Menerapkan paket teknologi budidaya yang baik (GAP) melalui intensifikasi, rehabilitasi, ektensifikasi dan diversifikasi. b) Mendorong pengembangan komoditas unggulan nasional dan lokal sesuai dengan peluang pasar, karakteristik dan potensi wilayah dengan penerapan teknologi budidaya yang baik. c) Optimasi pemanfaatan sumberdaya lahan, seperti lahan perkarangan, lahan pangan, lahan cadangan dan sisa asset lainnya dengan pengembangan cabang usahatani lain yang sesuai. d) Mendorong pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan untuk mendukung penumbuhan sentra-sentra kegiatan ekonomi pada wilayah khusus, wilayah perbatasan dan penyangga (bufferzone) serta wilayah pemekaran. e) Mendorong pengembangan aneka produk (products development) perkebunan serta upaya peningkatan mutu untuk memperoleh peningkatan nilai tambah. f) Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan perkebunan. g) Meningkatkan upaya pengembangan sistem informasi mencakup aspek teknologi, peluang pasar, manajemen dan permodalan. h) Kebijaksanaan pengembangan sumberdaya manusia. - Jajaran birokrasi sektor perkebunan - SDM petani dan masyarakat

2) Strategi Pengembangan Perkebunan Berdasarkan analisis diatas telah diketahui bahwa strategi pengembangan perkebunan adalah sebagai berikut : a) Peningkatan produksi dan produktivitas usaha perkebunan, melalui penerapan IPTEK, 4 ASI, yang didukung dengan sistem penyuluhan dan pendampingan. b) Memperkuat dan menumbuhkan jaringan usaha perkebunan yang terintegrasi dari hulu dan hilir. c) Memperkokoh dan mengembangkan kelembagaan petani perkebunan. d) Peningkatan kualitas SDM perkebunan melalui pelatihan dan pendampingan petani dan petugas. e) Peningkatan efisiensi usaha dan pangsa pasar baik domestik maupun internasional melalui upaya peningkatan mutu, diversifkasi usaha, promosi dan poteksi. f) Peningkatan pengembangan wilayah melalui pengembangan wilayah tertinggal, perbatasan, DAS, dan optimalisasi sumber daya. f.

Kebijakan

1) Kebijaksanaan Umum Kebijaksanaan umum pembangunan perkebunan adalah memberdayakan di huku dan memperkuat di hilir guna menciptakan peningkatan nilai tambah dan daya saing usaha perkebunan, dengan pemberian insentif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan partisipasi masyarakat perkebunan serta penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kebijaksanaan Investasi Usaha Perkebunan Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendorong iklim investasi yang kondusif dalam pengembangan agribisnis perkebunan untuk meningkatkan peran serta petani, UKM dan masyarakat seluas-luasnya termasuk peningkatan investasi sektor dunia usaha, sehingga potensi sumberdaya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu kebijaksanaan pengembangan investasi usaha perkebunan adalah sebagai berikut : - Fasilitasi, advokasi dan bimbingan dalam memperoleh kemudahan akses untuk pelaksanaan investasi usaha perkebunan.

Untuk melaksanakan kebijaksanaan umum tersebut dijabarkan ke dalam kebijaksanaan teknis, meliputi : kebijaksanaan pengembangan komoditas, peningkatan kemampuan SDM perkebunan, peningkatan dukungan terhadap sistem ketahanan pangan, pengembangan dukungan terhadap

232


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

-

-

-

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Mengembangkan sistem informasi, mencakup kemampuan memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai peluang usaha tanaman perkebunan untuk mendorong dan menumbuhkan minat petani dan masyarakat. Menciptakan iklim investasi yang kondusif, mencakup pengembangan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha. Mendorong penggalian sumber dana dari komoditi untuk pengembangan komoditi. Kebijaksanaan peningkatan dukungan terhadap pengembangan sistem ketahanan pangan.

Kebijaksanaan pengembangan kelembagaan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian kelembagaan agribisnis perkebunan dalam memanfaatkan peluang usaha yang ada. Sedangkan kebijaksanaan pengembangan kemitraan usaha dimaksudkan untuk dapat memperoleh manfaat maksimal dari kegiatan agribisnis perkebunan. Untuk itu kebijaksanaan yang ditempuh adalah sebagai berikut : - Mendorong peningkatan kemampuan dan kemandirian kelembagaan petani untuk menjalin kerjasama usaha dengan mitra terkait serta mengakses berbagai peluang usaha dan sumberdaya yang tersedia. - Mendorong terbentuknya kelembagaan komoditi yang tumbuh dari bawah. - Mendorong penumbuhan kelembagaan keuangan pedesaan. - Mendorong lebih berfungsinya lembaga penyuluhan. - Mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan antara petani, pengusaha, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.

Untuk kebijaksanaan peningkatan dukungan terhadap pembangunan sistem ketahanan pangan adalah sebagai berikut : - Meningkatkan pengembangan usahatani tumpangsari pangan di areal perkebunan secara intensif dan berkelanjutan. - Meningkatkan penyediaan protein hewani melalui integrasi cabang usahatani ternak yang sesuai. - Mendorong ketersediaan benih tanaman pangan varietas unggul baru secara melembaga pada wilayah-wilayah sentra produksi perkebunan. - Kebijaksanaan pengembangan dukungan terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

KESIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari kajian ini antara lain : 1. Sebaran luas areal panen komoditi unggulan dan populasi unggas di tiap kabupaten di Sumatera Utara menunjukkan keragaman yang variatif. Setiap kabupaten/kota memiliki dominasi jenis tanaman tertentu, namun tidak semua kabupaten memiliki komoditi unggulan. 2. Komoditas unggulan yang dapat dikembangkan adalah padi sawah, jagung, ubi kayu, jeruk, karet, kelapa sawit, coklat, kopi dan pinang serta ayam ras. 3. Komoditas unggulan dari subsektor perkebunan yang paling berpeluang dan layak untuk dikembangkan adalah budidaya kopi yang ada di Kabupaten Samosir. 4. Strategi pengembangan komoditas unggulan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani, peningkatan kemampuan dan kesiapan pemerintah kabupaten untuk peningkatan modal dan investasi dan perbaikan infrastruktur serta tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Kebijaksaan pengembangan dukungan terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah memanfaatkan sumberdaya perkebunan secara optimal sesuai dengan daya dukung sehingga kelestariannya dapat tetap terjaga. Kebijaksanaan ini dimaksudkan agar pengembangan perkebunan dapat dilaksanakan secara harmonis ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Untuk itu ditempuh kebijaksanaan sebagai berikut : - Meningkatkan penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah-wilayah perkebunan sesuai kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. - Meningkatkan penerapan paket teknologi ramah lingkungan (GAP dan GMP). - Meningkatkan dukungan dalam rangka rehabilitasi lahan kritis, DAS huku dan pengembangan perkebunan dikawasan penyangga untuk mengurangi gangguan terhadap kawasan lindung. - Meningkatkan penerapan teknologi pemanfaatan limah usaha perkebunan yang ramah lingkungan. - Meningkatkan kampanye peran perkebunan dalam kontribusi penyerapan karbon dan penyedia oksigen. - Kebijaksanaan pengembanan kelembagaan dan kemitraan usaha.

Dari kajian tersebut diatas, adapun saran yang dapat direkomendasikan antara lain : 1. Mengingat besarnya komoditi unggulan di Sumatera Utara sebagai pemasok diluar Sumatera Utara dituntut perhatian yang lebih besar untuk memberikan pembinaan yang lebih intensif bagi komoditi unggulan.

233


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

2.

3. 4.

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Untuk meningkatkan produktivitas dan nilai jual, pengembangan komoditas unggulan perlu dilakukan dengan memperhatikan kesesuaiannya dengan kondisi agroekosistem, berkelanjutan serta didukung kebijakan pemerintah. Dukungan hasil penelitian yang masih dibutuhkan adalah peningkatan kualitas hasil melalui perbaikan pascapanen. Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui keunggulan kompetitif wilayah nasional agar komoditas unggulan memiliki daya saing di pasar global.

Leigh, M.J., 2003. Health Benefits Of Grape Seed Proanthocyanidin Extract (GSPE), Nutrition Noteworthy, 6 (1) : article 5. Muslihat, E.J. 2007. Kajian Aspek Ekonomi Komoditas Unggulan di Kecamatan Caringin. Nonaka, G. 1989. Isolation and Structure Elucidation Of Tannins, Pure & Appl. Chem, 61 (3) : 357-360.

DAFTAR PUSTAKA

Suryana, 2006. Kewirausahaan, Pedoman Praktis : Kiat dan Proses Menuju Sukses Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Amien, I. 1997. Karakteristik dan Analisis Agroekologi. Pusat Penelitian Agroklimat, Bogor.

Syamsuhidayat, S.S., Hutapea, J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Balitbang Departemen Kesehatan, Vol. I : 64-65.

Ayonymous, 1995. Visi Pertanian Abad 21. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Tarigan, R, 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Backer, C.A., and Van Den Brink, R.C. 1968. Flora of Java (Spematophytes Only), Noordhoff NV, Groningen, Netherlands, Vol. III, p. 166-194.

Wang, C.K and Lee, W.H. 1996. Separation, Characteristics and Biological Activities of Phenolics in Area Fruit, J. Agric. Food Chem., 44 (8) : 2014-2019.

BPS 2007, Sumatera Utara Dalam Angka tahun 2007, Jakarta.

Wiharto, 1985. Petunjuk Beternak Ayam. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya Malang.

Depkes RI, 1989, Materi Medika Indonesia, Jilid V, p.55-58. Ferguson, P.J., Kurowska, E., Freeman, D.J. dan Koropatnick, D.J, 2004, A. Flavonoid Fraction From Cranberry Extract Inhibits Proliferation Of Human Tumor Cell Lines, J. Nutr. 134 : 1529-1535. Fine, A.M. 2000, Oligomeric Proanthocyanidin Complexes : History, Structure, and Phytopharmaceutical Application, Altern Med Rev, 5(2): 144-151. Irawan, Agus. 1996. Ayam-Ayam Unggul. Aneka Solo.

Pedaging

Krisnamurthi, B. 2007. Langkah Sukses Memulai Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta. Lee, K.K, and Choi, J.D. 1999. The Effects of Area Catechu L Extract On Anti Inflammation and Anti Melanogenesis, International Journal or Cosmetic Science 21 (4) : 275284.

234


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Kebijakan dan Stratejik Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Ani Murwani Muhar Dosen pada STIE Harapan Medan

Abstract Largely, Indonesian citizen have lived in urban that signed in poverty condition. The other side, in economic perspective, they were life still in under line of wealth. Its means they live in poverty sircumstances. One of ways to go out them from their condition is make a well economy activities in amid of them. But, tese activities will be better if they have a high access to bank or usually that called bankable. Today, everyone can see how do our urban people attempt to emerge their economy highly. But, they always face the failures of their business because they did not have enough of fund and others capital such as skill and knowledegment. Emerging of microfinance will be helped them to creat and developt their business. What, why, when, and how about microfinance institution, going to be described in this article. This article finds that all of government boards or institutions and the others, must be an agent to discuss for executing of microfinanfe in urban amid. The other side, people had to consciously, about their condition, their skill, and their need. These aspects are needed for the mathing between what their need and the concepts or policies that established by the government.

Key words : Micro credit, microfinance institution. Pemerintah Pusat maupun Daerah kepada Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, karena populasi mereka yang sangat besar. Oleh karenanya, pemerintah perlu berorientasi kepada pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk mencapai Indonesia yang sejahtera.

PENDAHULUAN Keuangan mikro merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan oleh Pemerintah Indonesia umumnya dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara khususnya. Pengembangan lembaga keuangan mikro ini, secara langsung juga mencakup tiga hal sekaligus, yaitu: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Pentingnya peran tersebut, masih saja mengandung permasalahan terutama pada masalah akses terhadap jasa keuangan yang secara berkelanjutan. Keaksesan ini merupakan prasyarat penting bagi para pelaku pengusaha mikro, kecil, dan menengah untuk meningkatkan kemampuan usahanya dan sekaligus bagi keluarga miskin dalam mengurangi kerentanan hidup (terhadap musibah dan permasalahan ekonomi lainnya), guna meningkatkan penghasilan mereka. Dengan kata lain, sebuah lembaga keuangan mikro adalah alat yang sangat penting dalam melakukan strategi pembangunan di daerah yang diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan khususnya pembangunan di pedesaan.

Walaupun Indonesia memiliki beraneka ragam penyedia jasa keuangan mikro, namun kesenjangan antara permintaan dan penawaran atas layanan keuangan mikro, masih saja tetap ada. Sebagian besar keluarga di Indonesia tidak memiliki akses layanan jasa keuangan. Seperti misalnya di sebagian besar keluarga yang tinggal di wilayah pedesaan dan di luar wilayah Jawa dan Bali yang jumlah masyarakat miskinnya tercatat paling tinggi. Permasalahan rendahnya akses masyarakat miskin terhadap layanan keuangan mikro disebabkan antara lain oleh adanya kerangka hukum keuangan mikro yang masih terbatas, kurang memadainya peraturan dan pengawasan, serta masih diterapkannya “paradigma lama” dalam bentuk kredit bersubsidi dengan target sasaran tertentu yang berjalan bersamaan dengan penerapan “paradigma baru” yaitu paradigma lembaga keuangan mikro yang dikembangkangkan secara komersial.

Keberadaan lembaga keuangan mikro ini, lebih lanjut, secara nasional oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dinyatakan bahwa baik Pemerintah Pusat maupun Daerah, sangat memberikan perhatian khusus kepada Koperasi dan Usaha Mikro dan kecil guna mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Perhatian khusus tersebut diberikan

Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia adalah kelompok berpenghasilan rendah, sebagai pengusaha mikro, kecil, dan menengah, serta banyak yang tidak terlayani oleh pelayanan jasa bank umum, maka

235


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Dengan usaha yang meningkat (menjadi usaha skala kecil), secara efektif akan mengatasi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri dan diharapkan dapat membantu masyarakat dalam kategori fakir miskin. Pada sisi lain, skim keuangan mikro sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah.

kehadiran lembaga keuangan mikro memiliki peluang besar untuk mengembangkan usahanya untuk melayani pangsa pasar tersebut. Mengingat hingga dewasa ini masih cukup banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan lembaga keuangan mikro baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal, maka perlu perumusan kebijakan dan strategi pengembangan lembaga keuangan mikro yang komprehensif di masa mendatang.

Lembaga keuangan mikro dibutuhkan karena menjadi salah satu instrumen pengembangan pasar keuangan mikro. Secara pragmatis, pasar keuangan mikro merupakan aspek keuangan dari semua proses ekonomi di segmen mikro yang meliputi segala sesuatu yang menyangkut tabungan dan kredit usaha. Pada pemahaman ini dicantumkan kata tabungan dan kredit, guna menghindarkan pemahaman sempit seolah-olah di segmen mikro pelaku-pelaku usahanya hanya membutuhkan kredit, melupakan bahwa mereka mempunyai potensi menabung, dan atau dapat diberdayakan sehingga mempunyai kemampuan menabung. Pendek kata, pada pasar keuangan mikro terdapat potensi besar dalam hal penawaran (tabungan) dan permintaan (kredit).

Berdasar penjelasan dan latar belakang masalah tersebut, maka penulis dapat merumuskan berbagai masalah. Namun, dalam paper ini, masalah yang akan dibahas adalah terkait dengan cara-cara atau kebijakan apa yang harus dipilih dan dikembangan oleh pemerintah sehingga lembaga keuangan mikro tersebut dapat berkembang bahkan dapat menjadi salah satu pilar dari sistem keuangan nasional. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kebijakankebijakan yang layak dilakukan menuju pengembangan peranan lembaga keuangan mikro sebagai sumber pembiayaan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dapat diwujudkan secara maksimal.

Lembaga Keuangan Mikro

Metode penulisan tulisan ini adalah dengan menggunakan metode analisis deskripsi di dalam bentuk narasi. Berbagai data yang digunakan untuk melakukan analisis tersebut adalah data yang bersumber dari data sekunder dengan jenis datanya adalah hasil penilitian dengan materi kajian yang sama serta referensi lainnya yang sesuai tujuan kajian.

Menurut definisi yang dipakai di dalam Micro credit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri mereka sendiri dan keluarganya. Kredit mikro itu merupakan program extend small loans to very poor for selfemployment project that generate income, allowing them to care for themselves and their families (Widjaya, 2005). Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun. Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro. Menurut Asia Development Bank, lembaga keuangan mikro (micro finance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfer yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low income household and their micro enterprises). Sedangkan bentuk lembaga keuangan mikro dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semi formal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang (Setyo, 2008).

TINJAUAN TEORITIS Secara sederhana, lembaga keuangan mikro mempunyai pengertian sebagai suatu lembaga jasa layanan keuangan tabungan dan kredit namun dalam skala mikro dan kecil secara berkelanjutan bagi masyarakat yang mempunyai usaha skala mikro dan kecil pula. Latar belakang dibutuhkannya sebuah lembaga keuangan mikro tersebut, secara umum adalah sebagai berikut : a. Sebagai salah satu instrumen dalam rangka mengatasi kemiskinan. Masyarakat miskin pada umumnya mempunyai usaha berskala mikro. Terminologi World Bank, mereka disebut sebagai economically active poor atau pengusaha mikro. Dalam susunan perekonomian Indonesia, lebih dari 90% unit usaha merupakan usaha skala mikro (BPS Pusat, 2008). Mengembangkan usaha berskala mikro merupakan langkah strategis karena akan mewujudkan broad bases development atau development through equity. Pelaku usaha mikro dan kecil ini membutuhkan permodalan guna mengembangkan kapasitas usahanya.

Lembaga keuangan mikro di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua katagori yaitu

236


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

miskin namun memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor), dan ketiga, masyarakat yang berpenghasilan rendah (low income) yakni mereka yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak (Abbas, 2003).

lembaga keuangan mikro yang berwujud bank dan non bank (Setyo, 2008). Lembaga keuangan mikro yang berwujud bank adalah seperti BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitulmal wattanwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat persyaratan peminjaman menggunakan metode bank konvensional, pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.

Pendekatan yang dipakai dalam rangka pengentasan kemiskinan tentu berbeda-beda untuk ketiga kelompok masyarakat tersebut. Bagi kelompok pertama, akan lebih tepat jika digunakan pendekatan langsung berupa program pangan, subsidi atau penciptaan lapangan pekerjaan yang baru. Sedangkan bagi kelompok kedua dan ketiga, lebih efektif jika digunakan pendekatan tidak langsung misalnya penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan UKM, pengembangan berbagai jenis pinjaman mikro atau mensinergikan UKM dengan para pelaku Usaha Menengah maupun Besar.

Hubungan Lembaga Keuangan Mikro dan Kemiskinan Lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai intermediasi dalam aktifitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik, maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi di sini tidak membedakan antara usaha yang dilaksanakan berskala besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha. Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan, termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat miskin. Pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari pemerintah misalnya, program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana, maupun usaha yang bersifat produktif misalnya melalui pinjaman dalam bentuk micro credit. Secara hipotesis, kaitan antara pemberdayaan kredit mikro dengan upaya pengentasan kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah bagi orang yang akan menjadi pengusaha pemula. Jika pengusaha pemula ini tumbuh dan berkembang akan terentaskan karena menjadi pengusaha atau karena trickle down effect dari semakin banyaknya pengusaha mikro (Widjaya, 2005).

Produk perbankan BPR adalah tabungan, deposito serta pemberian kredit. Dalam kegiatan operasionalnya BPR tidak diperkenankan melakukan transaksi dalam valuta asing serta menghimpun dana masyarakat dalam bentuk giro dan tidak menghimpun dana masyarakat dalam bentuk giro dan tidak diperbolehkan ikut dalam sistem pembayaran lalu lintas giral (kliring).

Menurut Robinson (2000), pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan salah satu upaya yang ampuh dalam menangani kemiskinan. Hal tersebut didasarkan bahwa pada masyarakat miskin sebenarnya terdapat perbedaan klasifikasi diantara mereka, yang mencakup: pertama, masyarakat yang sangat miskin (the extreme poor) yakni mereka yang tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif, kedua, masyarakat yang dikategorikan

Secara umum BPR terdiri dari BPR Badan Kredit Desa (BPR-BKD) dan BPR Non Badan Kredit Desa (BPR-Non BKD). Kepemilikan dan manajemen BPR-BKD berada di tangan aparat desa setempat. Menteri Keuangan telah memberikan izin secara kolektif kepada BKD-BKD dimaksud untuk menjalankan usaha sebagai BPR. Pengawasan dan pembinaan BKD dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bantuan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Kelompok Lembaga Keuangan Mikro Lembaga keuangan mikro, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu lembaga keuangan mikro formal dan informal. Lembaga keuangan mikro formal digolongkan menjadi dua yaitu yang berbentuk bank dan bukan bank. Terhadap jenis atau kelompok lembaga keuangan mikro formal ini, maka akan diperoleh sebuah gambaran atas berbagai macam persyaratan yang harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum lembaga keuangan mikro tersebut beroperasi. Kondisi ini, berbanding terbalik dengan kelompok lembaga keuangan mikro yang bersifat tidak formal. 1.

Lembaga Keuangan Berbentuk Bank.

Mikro

Formal

Lembaga keuangan mikro yang berbentuk bank ini, dapat dijelaskan sebagai berikut: a.

237

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Sedangkan BPR-Non BKD merupakan BPR yang secara kelembagaan dan operasional lebih besar dibandingkan dengan BPR BKD. Sesuai Pakto 1988 terdiri dari berbagai lembaga keuangan yang telah ada sebelumnya yaitu BKPD, Bank Pasar/Bank Desa, dan Bank eks LDKP (Lumbung Pitih Nagari, BKK, KURK, LPK, LKP dan LKK). b.

Kopkar). KSP/USP umumnya dibentuk oleh masyarakat. Izin pendirian, pengaturan pengawasan serta pembinaannya dilaksanakan Kementerian Negara Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil berdasarkan UU Koperasi No. 25 tahun 1995. Sesuai ketentuan yang berlaku, lembaga koperasi memberikan pelayanan terbatas kepada para angotanya. Namun apabila suatu koperasi sudah memperluas jangkauan pelayanannya kepada phak lain di luar anggotanya serta melakukan kegiatan usaha sebagaimana layaknya bank, maka harus mengikuti ketentuan seperti yang tercantum dalam UU Perbankan.

BRI Unit

BRI Unit merupakan bentuk lembaga keuangan mikro yang secara langsung menjadi unit bisnis BRI. BRI Unit ini akan memberikan layanan simpan dan pinjam kepada masyarakat yang memiliki usaha berskala mikro dan kecil.

3.

Lembaga keuangan mikro ini umumnya didirikan oleh masyarakat di daerah pedesaan yang dalam pembentukannya cenderung dipengaruhi oleh budaya setempat serta untuk tujuan tertentu lainnya. Lembaga keuangan mikro tersebut adalah :

Pengawasan terhadap BRI Unit dilakukan oleh BRI melalui pembentukan suatu divisi di dalam tubuh BRI, dengan biaya pengawasan dibebankan sebagai biaya operasional BRI Unit. Namun, pengawasan secara keseluruhan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia. Lokasi operasional BRI Unit ini cenderung mendekatkan diri ke para konsumen baik di dekat daerah pasar maupun perkampungan atau daerah ibu kota kecamatan. 2.

Lembaga Keuangan Berbentuk Bukan Bank.

Mikro

a.

Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP).

a.

Lembaga/Kelompok (LSM/KSM).

Swadaya

Masyarakat

LSM/KSM merupakan kegiatan penyediaan dana yang dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan meningkatkan usaha para anggotanya. Sebagian besar jumlah KSM terbentuk dalam rangka mendukung program-program Pemerintah seperti pengadaan rumah sederhana, keluarga berencana, transmigrasi, dan pertanian (program Inpres Desa Tertinggal/IDT). LSM melakukan kegiatan melalui pendekatan kelompok swadaya masyarakat.

Formal

LDKP didirikan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I, dengan tujuan untuk peningkatan pembangunan di daerah pedesaan. Dalam kegiatan operasionalnya, LDKP tersebut bertindak sebagaimana layaknya suatu bank, yaitu melakukan penghimpunan dana dari masyarakat serta memberikan kredit.

b.

Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

BMT merupakan salah satu bentuk LKM yang operasionalnya berdasarkan prinsip syariah. BMT (Balai Usaha Mandiri) mempunyai perpaduan usaha berupa : - Baitul Maal yang sifatnya sosial yaitu menerima zakat, infaq dan shadaqah yang kemudian disalurkan sesuai dengan aturan dan amanahnya, dan; - Baitut Tamwil yang bersifat bisnis yaitu menerima simpanan dan melakukan pembiayaan kegiatan-kegiatan dengan sistem syariah.

Pengaturan, pengawasan serta pembinaan LDKP dilakukan oleh masing-masing Pemerintah Daerah dibantu oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD). Pendekatan pengawasan/pembinaan LDKP pada masing-masing provinsi berbeda-beda dan tergantung pada kebijakan serta kemampuan setiap Pemda dan BPD. Walaupun keberadaan LDKP ini memiliki peran yang penting dalam menunjang pembangunan di daerah pedesaan, tetapi tetap saja belum menunjukan suatu kinerja yang diharapkan. Hal ini bermakna bahwa keberadaan LDKP ini masih perlu perhatian dari pihak pemerintah daerah yang memiliki LDKP ini. b.

Lembaga Keuangan Mikro Informal.

BMT dapat berbentuk KSM atau Koperaasi apabila telah memenuhi syarat sebagai koperasi, bila belum siap untuk beroperasi BMT dapat juga berfungsi sebagai prakoperasi. BMT dapat pula berkembang menjadi Bank Syariah bila telah memenuhi syarat.

Koperasi (KSP dan USP)

Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang kegiatan utamanya adalah melakukan kegiatan penyimpanan dan peminjaman serta umumnya didirikan oleh masyarakat di daerah pedesaan. Unit Simpan Pinjam (USP) adalah salah satu kegiatan usaha dari koperasi tersebut (USP-KUD, USP-

c.

Arisan

Arisan merupakan kegiatan kelompok yang melakukan pengumpulan dana diantara anggotanya dan kemudian dilakukan penarikan secar bertahap.

238


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Jumlah anggota kelompok berkisar antar 10-30 orang.

sangat

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

informasi untuk mendukung kegiatan operasionalnya atau jika ada tidak mampu memanfaatkannya secara optimal karena keterbatasan SDM. Hal ini menyebabkan lembaga keuangan mikro tidak memiliki kemampuan akses terhadap informasi baik yang berasal dari iternal lembaga maupun eksternal sehingga tidak mampu menyediakan informasi yang cepat, lengakap dan akurat khususnya dalam proses penyusunan perencanna maupun pengambilan keputusan.

bervariasi

Permasalah pada Lembaga Keuangan Mikro Menurut Salam (2002), pengembangan LKM di Indonesia pada umumnya menghadapi kendala yang disebabkan oleh faktor intern dan ekstern. 1.

Faktor Internal

Permasalahan yang terdapat di sekitar lembaga keuangan mikro, jika dikelompokan akan tercermin sebagaimana penjelasan pada bagian di bawah ini. a.

2.

Selain faktor-faktor internal dari lembaga keuangan mikro sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka terdapat pula beberapa permasalah yang terdapat di lembaga keuangan mikro yang berasal dari luar lembaga. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi :

Permodalan dan Sumber Pendanaan

LKM umumnya memiliki modal yang relatif kecil dan sulit untuk menambah modal apabila diperlukan dikarenakan kurangnya kesadaran pemilik mengenai pentingnya permodalan dalam mendukung perkembangan usaha maupun untuk menutup risiko kerugian serta kemampuan finasial pemilk yang sangat terbatas. LKM juga menghadapi kesulitan akses dana ke perbankan atau sumber-sumber lainnya untuk memenuhi kebutuhan dana dalam rangka pengembangan usaha maupun penenggulangan kesulitan likuiditas akibat mismatch. b.

a.

Sumber Daya Manusia (SDM) b.

Tingkat Kepercayaan Masyarakat

Likuidasi beberapa bank umum diikuti dengan likuidasi/ pembekuan kegiatan usaha beberapa BPR, menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat menurun tajam dan disamping itu tidak adanya lembaga penjaminan simpanan (LPS) yang melindingi kekayaan nasabah yang dititipkan kepada lembaga keuangan mikro. c.

Jaringan

Lemah bahkan tidak adanya jaringan merupakan suatu kelemahan besar yang dihadapi lembaga keuangan mikro. Lemahnya jaringan berarti bahwa jaringan ada namun tidak memberikan arti dan peubahan yang lebih baik kepada anggota-anggota jaringan tersebut.

Inovasi di Bidang Pemasaran

Sebagian besar lembaga keuangan mikro tidak mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif yang mampu meningkatkan daya saing dengan lembaga keuangan berskala besar dan dengan lembaga keuangan mikro lainnya. Hal ini disebabkan karena umumnya lembaga keuangan mikro memiliki kualitas SDM yang rendah, dana yang terbatas untuk membiayai kegiatan riset dan pengembangan pasar, serta tidak memiliki strategi utnuk mengatasi hambatan tersebut. d.

Persaingan

Persaingan yang dihadapi berasal dari sesama lembaga keuangan mikro maupun dengan bank umum yang memiliki unit usaha kecil atau cabang di daerah pedesaan. Bank-bank ini memiliki status yang jelas, jaringan luas, berteknologi tinggi, mempunyai bagian riset dan pengembangan dengan jumlah modal yang besar.

Sebuah lembaga keuangan mikro secara rata-rata memiliki SDM yang rendah produktifitasnya karena tingkat pendidikan yang rendah, tidak adanya standar dalam sistem rekruitmen, jenjang karir yang tidak jelas, sistem penggajian dan bonus yang tidak memadai, dan kurangnya upaya peningkatan kemampuan melalui kegiatan pelatihan dan pendidikan. Hal-hal tersebut menyebabkan kualitas SDM lembaga keuangan mikro tidak memadai dan tidak mampu bersaing dengan lembaga keuangan lainnya. c.

Faktor Eksternal

d.

Kebijakan Pemerintah

Lembaga keuangan mikro yang berkembang di Indonesia belum seluruhnya didukung dengan ketentuan hukum dan sistem pengawasan/pembinaan yang memadai. Pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan mikro yang berkembang di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi yang berbeda. Bebarapa lembaga keuangan mikro (LDKP, LSM/KSm) belum mempunyai suatu pengaturan yang jelas. Dengan

Teknologi Informasi

Sebagian besar lembaga keuangan mikro termasuk BPR, belum memiliki perangkat teknologi

239


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

demikian perlu kiranya disusun suatu pengaturan yang mencakup seluruh jenis lembaga keuangan mikro yang ada saat ini. e.

d.

Pengawasan dan Pembinaan

Belum adanya standar pembinaan dan pengawasan yang baku untuk lembaga keuangan mikro dan ada beberapa lembaga keuangan mikro yang belum mempunyai lembaga pengawas, secara tidak langsung telah ikut menghambat perkembangan lembaga keuangan mikro. Pengawasan yang efektif merupakan alat kontrol bagi lembaga keuangan mikro untuk beroperasi secara sehat sehingga dapat berkembang secara wajar dan sehat serta memperoleh kepercayaan masyrakat.

e.

f.

KONSEP KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN LKM Didasarkan pada berbagi permasalahan, peluang, dan potensi lembaga keuangan mikro, dapat dirumuskan konsep kebijakan dan strategi pengembangan lembaga keuangan mikro di masa yang akan datang. Konsep kebijakan dan strategi pengembangan lembaga keuangan mikro, dapat dijelaskan pada bagia berikut di bawah ini.

g.

Konsep Kebijakan Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Konsep kebijakan yang dapat dilakukan oleh pihak baik pemerintah maupun non pemerintah (Syahrul, 2004). Konsep itu, dikelompokan menjadi dua kelompok besar yang meliputi aspek pengaturan dan aspek pengawasan. 1.

h.

i.

Kebijakan Berdasar Aspek Pengaturan

Dalam bentuk pengaturan tersebut, pengembangan lembaga keuangan mikro dapat dilakukan melalui : a. Pemisahan secara jelas atas jenis-jenis lembaga keuangan mikro di Indonesia (LKM-Bank, LKM-Non Bank, LKM informal) yang didasarkan pada bentuk hukum, permodalan, jenis kegiatan usaha dan jangkauan usaha (outreach). b. Masing-masing jenis lembaga keuangan mikro perlu diatur secara tersendiri untuk menghindari terjadinya over regulated dan atau tidak adanya pengaturan bagi lembaga keuangan mikro tertentu seperti yang terjadi selama ini. c. Lembaga keuangan mikro berbentuk Bank seperti BPR maupun Non Bank seperti koperasi yang telah diatur dengan undang-undang perlu peraturan lebih detail yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing jenis lembaga keuangan mikro.

Pengaturan terhadap BPR tetap mengacu pada ketentuan Undang-undang Perbankan namun perlu dibuatkan peraturan operasional secar lebih detail yang terpisah dengan pengaturan bank umum dan lembaga keuangan mikro lainya. Lembaga keuangan mikro Non Bank (Koperasi) mengacu pada Undang-undang Perkoperasian, sedangkan lembaga keuangan mikro Non Bank berupa LDKP dan sejenisnya, perlu diatur dalam undang-undang tersendiri mengingat lembaga tersebut melakukan penghimpunan dana masyarakat dan keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Peraturan pelaksanaan sebagai penjabaran dari Undang-undang dilakukan secara desentralisasi melalui Pemerintah daerah, sedangkan Pemerintah Pusat berfungsi sebagai penetapan kebijakan yang bersifat umum. Mengingat tidak seluruh Pemerintah daerah mempunyai kesiapan yang sama, maka perlu ditetapkan masa transisi dalam ketentuan dimaksud. Selama masa transisi perlu ditetapkan lembaga yang akan melakukan tugas pengaturan. Lembaga keuangan mikro informal seperti arisan dan atau kelompok serupa yang didirikan oleh masyrakat desa tidak memerlukan pengaturan dari Pemerintah namun diperlukan pengakuan eksistensinya sehingga dapat berkembnag. Pengaturan lembaga keuangan mikro informal diserahkan kepada anggota atau lembaga pembinanya. Wilayah operasional BPR tidak perlu dibatasi, sedangkan pembatasan wilayah operasional untuk lembaga keuangan mikro Non Bank perlu dikaji lebih lanjut. Perubahan status lembaga keuangan mikro dari satu jenis ke jenis lembaga keuangan mikro lain perlu diatur secara jelas untuk mengatisipasi perkembangan lembaga keuangan mikro.

Jika dilihat dari keberagaman bentuk pengaturan tersebut di atas, tampak diperlukannya suatu keseriusan dari berbagai pihak yang terkait dengan pengembangan lembaga keuangan mikro tersebut. Keterkaitan itu, walau berada di pihak pemerintah yang lebih dominan, namun bukan berarti bahwa pihak non pemerintah seperti lembaga-lembaga pendukung lembaga keuangan mikro, tidak berperan. Peran penting dari pihak lembaga di luar pemerintah akan sangat dirasakan manakala pihak pemerintah akan menerbitkan serangkaian aturan atau kebijakan terkait pegembangan lembaga keuangan mikro tersebut. Selain, pengembangan lembaga keuangan mikro, masih terdapat lagi sisi-sisi lain di luar lembaga keuangan mikro. Pihak masyarakat berpenghasilan

240


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

rendah adalah contoh pihak yang sangat berkepentingan dengan lembaga keuangan mikro. Artinya, arah pengembangan lembaga keuangan mikro harus diarahkan semaksimal mungkin untuk membantu dan mendukung usaha-usaha berskala mikro, kecil, dan menengah. Di sinilah letak pentingnya artisipasi dari pihak di luar pemerintah untuk ikut aktif memberikan berbagai masukan penting dalam merancang sebuah kebijakan. Dengan kata lain, pihak non pemerintah tersebut berposisi sebagai mitra pmerintah dalam memberikan masukan-masukan penting guna melahirkan sebuah kebijakan yang optimal nilainya dalam memberi dukungan atas perkembangan lembaga keuangan mikro. 2.

permasalahan yang dihadapi maka strategi pengembangan lembaga keuangan mikro di masa yang akan datang. Stratjik pengembangan yang dapat dilakukan, dirumuskan sebagai berikut : 1. Lembaga keuangan mikro didorong untuk melayani usaha kecil dan mikro di pedesaan sehingga perlu berada di daerah pedesaan. Hal tersebut mengingat pangsa pasar didaerah pedesaan masih sangat potensial. Dalam hal ini lembaga keuangan mikro berbentuk bank lebih bertindak sebagi bank sekunder yang melayani masyarakat yang tidak terlayani oleh bank umum. 2. Pemberian fasilitas bantuan teknis dalam rangka pemberdayaan lembaga keuangan mikro dalam betuk bantuan training, konsultasi dan penelitian serta pengembangan. 3. Mengupayakan bantuan keuangan untuk memperkuat permodalan lembaga keuangan mikro dengan tetap berorientasi pada bunga pasar. 4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia lembaga keuangan mikro melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat dan berkesinambungan 5. Mendorong replikasi lembaga keuangan mikro yang telah terbukti keberhasilannya untuk mendorong produk yang inovatif dalam bidang pemasaran. 6. Pengembangan lembaga keuangan mikro didesentralisasikan kepada Pemerintah Daerah. 7. Meningkatkan peran lembaga pendamping dalam pengembangan lembaga keuangan mikro informal. 8. Memperluas jaringan kerjasama antar lembaga keuangan mikro maupun dengan bank umum serta lembaga lainnya. dan Daerah perlu 9. Pemerintah Pusat mengalokasikan dana APBN dan APBD untuk pengembangan LKM diwilayahnya. 10. Untuk mendukung kelangsungan usaha LKMBank diperlukan lembaga yang berfungsi sebagai Lender of last resort guna mengatasi kesulitan likuiditas antara lian dengan pembentukan Lembaga Pooling Fund, sedangkan untuk lembaga keuangan mikro Non Bank perlu pengkajian lebih lanjut. Dalam hal ini, PT. Permodalan Nasional Madnai (PNM) dapat dipertimbangkan untuk melaksanakan fungsi lender of last resort bagi LKM-Bank maupun LKM-Non Bank.

Kebijakan Berdasar Aspek Pengawasan

Kebijakan pengawasan untuk memberikan dukungan terhadap pengembangan lembaga keuangan mikro, perlu pula dilakukan. Konsep pengembangan lembaga keuangan mikro ini, jika ditnjau dari aspek pengawasannya, maka hal-hal yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait di dalam pengembangan lembaga keuangan mikro, antara lain adalah sebagai berikut : a. Pengawasan terhadap BPR dilakukan oleh Lembaga Pengawas yang independen. b. Pengawasan lembaga keuangan mikro NonBank seperti LDKP, BMT dan jenis lainnya masih perlu pengkajian lebih lanjut apakah langsung diserahkan kepada lembaga yang independen atau mengoptimalkan lembaga pengawas yang ada saat ini baik pada tingkat desa, kecamatan, maupun provinsi. c. Pengawasan terhadap lembaga keuangan mikro informal dilakukan oleh lembaga pembinanya yang secara konsisten melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang lebih kompeten di dalam memberikan dan melakukan pengawasan perbankan. d. Mendisain aspek-aspek atau barometer/standar penilaian suatu lembaga keuangan mikro yang beroperasi. Standar tersebut, dirancang tidak saja berdasar aspek-aspek keuangan lembaga keuangan mikro, tetapi aspek budaya, psikologi, dan sosial masyarakat dan pelaku lembaga keuangan mikro, juga dimasukan sebagai aspek yang dinilai. Dengan memperhatikan ke tiga hal di atas, tampak bahwa hampir tidak ada lagi celah-celah yang memiliki potensi untuk menjadi penghambat tumbuh berkembangnya lembaga keuangan mikro.

Berdasar berbagai macam stratejik di atas, maka pada dasarnya, kondisi lembaga keuangan mikro telah mampu menjadi lembaga keuangan yang apat dihandalkan. Oleh karenanya, maka lembaga keuangan mikro seharusnya telah mampu berfungsi sebagai lembaga keuangan yang akan menjadi tempat para pelaku-pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah untuk bertransaksi keuangan.

Stratejik Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Dengan mempertimbangkan arah kebijakan pengembangan lembaga keuangan mikro dan

241


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

masyarakat sendiri sebagai sumber financial support. Pelayanan keuangan hanya diperuntukan kepada anggota, atau membership base. Pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat serta semangat kemandirian pada pendekatan ini mendapatkan penekanan pula.

PEMBAHASAN Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat miskin dan para pelaku UMKM khususnya mikro dan kecil, tidak dapat mengakses lembaga keuangan atau bank karena persyaratan-persyaratan yang menyulitkan mereka untuk dapat memenuhinya, sehingga mustahillah bisa mendapatkan kredit dari bank. Oleh karena itu, strategi yang dikembangkan bagi lembaga keuangan mikro harus mampu membebaskan mereka dari segala belenggu yang telah menyebabkan mereka tidak bisa dilayani oleh bank-bank konvensional yang ada selama ini.

Jika menyimak berbagai pendekatan-pendekatan di atas maka, pendekatan oleh masyarakat merupakan pendekatan yang relatif layak untuk digunakan. Pendekatan yang ketiga ini memiliki ciri yang nyaris sama seperti filosofis koperasi yang secara konsepsual lebih berorientasi pada anggota. Artinya, anggota adalah mereka-mereka yang mengoperasionalkan lembaga keuangan mikro baik secara aktif maupun hanya sekedar anggota. Oleh karenanya, adalah logis jika mereka terlebih dahulu yang menikmati keaksesan financial support. Selain itu, lembaga keuangan mikro yang berbasis pada anggota atau membership based ini, akan mampu menelurkan jiwa-jiwa enterpreneurship di kalangan anggota yang pada gilirannya akan memberikan berbagai macam masukan kepada para pelaku usaha mikro dan kecil untuk mampu mandiri dan berkesinambungan.

Walaupun telah banyak stratejik yang diberlakukan untuk pengembangan lembaga keuangan mikro tersebut, namun belum memberikan makna yang berarti bagi pengembangan lembaga keuangan mikro. Untuk itu, maka stratejik yang dipilih untuk diterapkan perlu memperhatikan pendekatan yang dijadikan dasar penerapan stratejik tersebut. Dalam banyak referensi, ada beberapa pendekatan yang layak untuk digunakan sebagai dasar pelaksanaan stratjik tersebut. Pendekatan-pendekatan itu diantaranya adalah lembaga keuangan mikro untuk masyarakat, lembaga keuangan mikro dengan masyarakat, dan lembaga keuangan mikro oleh masyarakat.

Selain itu, perputaran financial support bagi masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro dan kecil akan sangat terasa jika pengembangan lembaga keuangan mikro dilakukan dengan pendekatan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari akan berpeluangnya masyarakat secara luas untuk berpartisipatif serta memikirkan masalah kelangsungan usaha lembaga keuangan mikro tersebut. Keterlibatan masyarakat luas tersebut sangat memberi andil yang berarti bagi lembaga keuangan mikro. Sebab, dengan adanya anggapan oleh masyarakat bahwa lembaga keuangan mikro tersebut adalah memilik mereka, maka lembaga keuangan mikro akan lebih banyak yang mempedulikannya. Dengan kata lain, masyarakat akan tidak lagi melirik lembaga-lembaga keuangan lain/konvensional sebab mereka telah mau dan berani menggantungkan pendanaan usahanya pada lembaga keuangan mikro yang mereka juga sebagai pengelolalanya.

Pendekatan lembaga keuangan mikro untuk masyarakat selalu menekankan pada aspek credit led institution atau lembaga yang berperan utama sebagai penyedia pinjaman, di mana sumber dari financial support baik oleh masyarakat maupun sumbersumber lain yang ditujukan untuk masyarakat terus diusahakan, sehingga tersedia dana yang cukup besar sebagai modal (heavy of capital) bagi masyarakat. Dengan kata lain, berdirinya lembaga keuangan mikro di tengah-tengah masyarakat miskin tersebut diperuntukan sebagai penyandang dana pinjaman masyarak dengan tanpa melihat peluang pembelajaran bagi masyarakat di dalam mengelola sebuah lembaga keuangan. Pendekatan lembaga keuangan mikro dengan masyarakat, mendasarkan diri pada kelembagaan yang sudah ada, baik formal, semi formal dan non formal. Ketiga lembaga ini, secara alamiah adalah berbeda jika dihubungkan dengan semangat simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan. Lembaga keuangan mikro formal seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) akan diuntungkan dengan meningkatnya outtreach yakni jangkauan dan jumlah nasabah, sementara masyarakat juga akan mendapatkan akses financial support lebih mudah lagi. Sementara itu, pendekatan lembaga keuangan mikro yang ketgia adalah pendekatan oleh masyarakat. Pendekatan ini menekankan kepada saving led microfinance atau mengutamakan mobilisasi dana berdasarkan kemampuan

Pada sisi yang lainnya lagi, pendekatan yang ketiga, yakni lembaga keuangan mikro oleh masyarakat, fondasi keberadaan lembaga keuangan mikro secara cepat akan sangat kuat. Karena kewajiban ekonomi diantara anggota dibentuk mulai dengan tumbuhnya hubungan sosial, yang kemudian meningkat menjadi tumbuhnya kewajiban sosial. Untuk seterusnya, berkembang menjadi hubungan ekonomi dan meningkat menjadi kewajiban ekonomi. Jika lembaga keuangan mikro ini dalam bentuk koperasi, maka ia akan menjadi koperasi yang benar-benar mencerminkan semangat dari, oleh dan untuk anggota.

242


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Namun demikian, berbagai macam keunggulan pendekatan oleh masyarakat tersebut, bukan bermakna bahwa pendekatan ini tanpa kelemahan. Pendekatan oleh masyarakat ini juga memiliki kelemahan yang diantaranya adalah adanya sifat menunggu diantara anggota dan adanya resiko tanggung renteng. Selain itu, kelemahan dari pendekatan ini adalah perkembangan lembaga keuangan mikro terkesan lambat, karena financial support diperoleh hanya dengan mengutamakan sumber-sumber dari dan berdasarkan kemampuan anggota.

sebagaimana yang diharapkan. Lembaga keuangan mikro dengan pendekatan oleh masyarakat ini, hendaknya dipandang selain sebagai wadah pengaksesan modal kerja, juga harus diberlakukan sebagai tempat mereka mewujudkan atau melatih jiwa enterprenuership anggota masayarakat. Oleh karenanya, meskipun kelanjutan atau kesinambungan dari lembaga keuangan mikro ini lebih lambat, namun lembaga keuangan mikro dengan pendekatan oleh masyarakat ini akan sangat memberikan harapan yang nyata bagi masyarakat miskin dan para pelaku usaha mikro dan kecil khususnya dan UMKM umumnya.

Sifat menunggu dari satu atau lebih anggota, merupakan kondisi yang sangat dapat mengganggu kelangsungan hidup lembaga keuangan mikro. Artinya, kehadiran 1 atau 2 orang anggota yang terkesan menunggu atau tidak berinisiatif atau tidak tekun, akan memberikan masukan negatif bagi anggota lainnya. Cerminan perilaku yang menunggu ini, sangat rentan terjadi di kelompokkelompok masyarakat pedesaan yang ditandai dengan tingkat pendidikannya, tingkat kreativitasnya, dan sifat pasrahnya pada sebuah kenyataan walaupun tidak beralasan. Sikap perilaku dan budaya seperti ini sangat berpotensi sebagai pengganggu untuk tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan mikro di tengah-tengah mereka.

SIMPULAN DAN SARAN Berdasar penjelasan dan pembahasan di atas, maka beberapa simpulan yang dapat diambil dalam kajian ini, antara lain adalah : pengentasan kemiskinan dapat 1. Upaya dilakukan dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, antara lain dengan memperluas akses Usaha Kecil dan Mikro (UKM) dalam mendapatkan fasilitas permodalan yang tidak hanya bersumber dari lembaga keuangan formal tapi juga dari Lembaga Keuangan Mikro. 2. Lembaga Keuangan Mikro ternyata mampu memberikan berbagai jenis pembiayaan kepada UKM walaupun tidak sebesar lembaga keuangan formal, sehingga dapat menjadi alternatif pembiayaan yang cukup potensial mengingat sebagian besar pelaku UKM belum memanfaatkan lembaga-lembaga keuangan. 3. Potensi yang cukup besar tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena lembaga keuangan mikro masih menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan antara lain aspek kelembagaan yang tumpang tindih, keterbatasan sumber daya manusia dalam pengelolaan lembaga keuangan mikro dan kecukupan modal. 4. Upaya untuk menguatkan dan mengembangkan lembaga keuangan mikro sebagai salah satu pilar sistem keuangan nasional, diantaranya yang mendesak adalah menuntaskan RUU tentang lembaga keuangan mikro agar terdapat kejelasan dalam pengembangan lembaga keuangan mikro. Serta komitmen pemerintah dalam memperkuat UKM sebagai bagian tidak terpisahkan dari pengembangan lembaga keuangan mikro. 5. Selain kebijakan dan statejik yang diperlukan, pengembangan lembaga keuangan mikro juga membutuhkan aspek-aspek budaya dan sosial sehingga pendekatan yang digunakan di dalam penerapakan stratejik pengembangan lembaga keuangan mikro, dapat diwujudkan sebagaimana yang diharapkan.

Masalah lainnya adalah perihal tanggung jawab renteng. Tanggung jawab ini merupakan sebuah konsekuensi dari adanya hubungan sosial yang menjadi modal kerja anggota (social capital). Tanggung jawab jenis ini merupakan tanggung jawab yang akan diterima oleh salah seorang anggota sebagai akibat salah seorang anggota lainnya melakukan kesalahan. Jika ditinjau secara lebih mendalam, tampak bahwa tanggung jawab renteng merupakan tenggung jawab yang tidak dapat dihandari oleh suatu perkumpulan atau kelompok manapun. Namun, jika kondisi seorang anggota yang menjadi pencetus munculnya tanggun jawab renteng ini diantisipasi atau dipahami oleh seluruh anggota secara cepat, maka kesalahan anggota tersebut, kemungkinan besar, tidak terjadi. Artinya, hubungan sosial yang terbina selama ini, perlu dilestarikan dan bahkan jika memungkin perlu dikembangkan lebih jauh lagi seperti mensinerjikan produk atau alur produksi di kalangan anggota. Produk dari usaha salah satu orang anggota merupakan masukan atau menjadi bahan baku dari proses produksi anggota yang lainnya. Dengan kata lain, social capital yang ada, menjadi perhatian serius di kalangan anggota untuk dicarikan berbagai macam kebijakan guna melestarikannya. Meskipun terkesan lambat sebab lembaga keuangan mikro yang dibentuk dari kemampuan modal kerja anggotanya ini, namun jika dilakukan secara serius pasti akan mampu menunjukan kondisi

243


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Selain simpulan yang dibuat, tulisan ini juga memberikan berbagai jenis rekomendasi yang berguna untuk pengembangan lembaga keuangan mikro. Beberapa rekomendasi tersebut adalah : 1. Perlunya strategi jangka panjang yang jelas dalam pengembangan LKM baik cetak biru maupun kelembagaannya sebagaimana strategi yang telah berjalan pada industri perbankan, mengingat kontribusi LKM yang cukup besar dalam pengembangan UKM. 2. Perlunya pendalaman dan pengkajian yang lebih intensif tentang karakteristik LKM di Indonesia, agar RUU tentang LKM yang dihasilkan nanti akan menjadikan LKM semakin berkembang dan tangguh bukan sebaliknya. 3. Keberadaan lembaga keuangan mikro tersebar di berbagai bidang dengan instansi pembina yang berbeda-beda mulai dari Bank Indonesia, Departemen/Dinas Perkoperasian dan UKM hingga pemerintah daerah. Kondisi ini terjadi karena belum ada ketentuan yang mengatur secara jelas keberadaan lembaga keuangan mikro, walaupun ada masih parsial. Upaya yang semestinya dilakukan oleh pemerintah adalah dengan merancang Rancangan Undang-Undang tentang lembaga keuangan mikro hendaknya dilakukan secara intensif dan mendalam dalam arti muatan RUU ini harus mencerminkan karakteristik lembaga keuangan mikro di Indonesia, agar tujuan yang diinginkan tercapai. 4. Perkembangan lembaga keuangan mikro pada dasarnya mengikuti perkembangan aktifitas usaha para pelaku UKM, jika UKM semakin menghasilkan nilai tambah yang semakin besar maka kebutuhan akan pembiayaan bagi UKM semakin besar pula yang berarti pasar usaha lembaga keuangan mikro semakin terbuka luas. Sehingga usaha-usaha untuk memperkuat UKM menjadi bagian yang tidak terpisahkan jika menginginkan lembaga keuangan mikro semakin kuat. 5. Pengenalan terhadap masalah sosial budaya masayarakat adalah penting sehingga perlu suatu kajian tentang aspek budaya dan sosial dalam perspektif ekonomi umumnya dan lembaga keuangan mikro khususnya.

Bahroen, Syahrul. 2004. Refleksi Kebijakan Keuangan Mikro 2003 dan Strategi Pengembangan Keuangan Mikro 2004 (Belajar dari Pengalaman BPR). Paper, Rapat Majelis Gema PKM Indonesia, 28 Januari 2004. Pantoro, Setyo. 2008. Pendekatan Pengembangan Lembaga Keuangan Miro dan Implikasinya, Jakarta: Kompas. Robinson, Marquerite S. 2000. Beberapa Strategi yang Berhasil Untuk Mengembangkan Bank Pedesaan: Pengalaman dengan Bank Rakyat Indonesia 1970 - 1990, dalam Bunga Rampai Pembiayaan Pertanian Pedesaan. Sugianto (Ed.). Penerbit Institut Bankir Indonesia, Jakarta. Rudjito. 2003. Peran Lembaga Keuangan Mikro Dalam Otonomi Daeah Guna Menggerakan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan: Studi Kasus Bank Rakyat Indonesia. Jurnal Keuangan Rakyat, Tahun II, Nomor 1, Maret. Salam,

Abdul. 2002. Konsep dan Strategi Pengembangan LKM存Paper, unpublished.

Wijaya, Krisna. 2005. Kredit Mikro Bukan Hihah, Harian Kompas, Selasa, 1 Maret 2005. UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Koperasi.

DAFTAR PUSTAKA Abbas, Muktar. 2003. Strategi LKM (Lembaga Keuangan Mikro) Memberi Akses Kepada Masyarakat Miskin (Pengalaman YMU dalam mereplikasi Grameen Bank). Paper Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Keuangan Mikro, Bandung, September 2003. Badan Pusat Statistik. 2008. Indonesia Dalam Angka.

244


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Keuntungan Bagi Pelaku Usaha Kecil Dan Menengah Dari Penerapan Hak Atas Kekayaan Intelektual Harry P. Limbong Peneliti pada Baristand Industri Medan

Abstraksi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau organisasi atas kreasinya atau temuannya sendiri. Mereka diberi suatu hak yang ekslusif atas hasil dari temuannya untuk suatu periode tertentu. Di negara yang sedang berkembang ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa Haki akan menjadi sangat penting untuk mempromosikan dari penemuan di beberapa sektor usaha. Banyak pengalaman menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mutlak diperlukan untuk kesuksesan dari perpindahan teknologi adalah cepat atau tanggap atas perubahan teknologi itu dan Haki memegang peranan yang sangat penting. Adapun tujuan dari tulisan ini untuk memahami aspek-aspek penting dari Haki, kemudian meningkatkan pengetahuan dalam manajemen haki secara efektif dan kiranya mampu sebagai pendamping kepada kalangan usaha kecil dan menengah dalam penerapan HAKI.

Kata kunci : HAKI, paten, lisensi, merek dagang, indikasi geographis adanya hak kekayaan intelektual. Sehingga tulisan ini bertujuan untuk mengulas pada manfaat-manfaat kepada UKM yang didapat dari hak kekayaan intelektual.

LATAR BELAKANG Sejarah mencerminkan bahwa di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang pengembangan Mikro, Usaha Kecil dan Menengah, adalah salah satu peluang untuk menjawab permasalahan dalam perbaikan ekonomi. Kebebasan berpolitik yang dicapai oleh negaranegara yang sedang berkembang hanya membawa otonomi politik, tetapi tidak kemerdekaan ekonomi. Oleh karena itu untuk memberikan peluang lebih besar untuk kemajuan ekonomi negara-negara yang sedang berkembang harus dilakukan melalui promosi dari sektor Mikro, Usaha Kecil dan Menengah.

Tujuan Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis cara di mana UKM dapat memperoleh manfaat dari Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini disebabkan karena sejumlah UKM yang menjalankan bisnis mereka tanpa mereka sadari telah mengisolasi hak kekayaan intelektual, sedangkan sebagian UKM ada beberapa kekayaan intelektual dalam bisnis mereka tanpa sepengetahuan mereka. Seiring dengan jalannya kegiatan usaha manusia, adalah sangat penting untuk dicatat bahwa kekayaan intelektual selalu ada di sekitar kita. Setiap produk atau layanan yang kita gunakan dalam kehidupan seharihari adalah hasil dari rantai panjang inovasi baik besar maupun kecil, seperti perubahan desain atau perbaikan yang membuat produk atau fungsinya. UKM harus sudah mulai mempertimbangkan untuk melindungi kekayaan intelektual. Kebanyakan UKM pasti memiliki hal-hal yang berharga seperti informasi rahasia bisnis dari daftar pelanggan, untuk taktik penjualan seharusnya mereka mungkin ingin lindungi atau proteksi. Tapi kebanyakan UKM biasanya bergerak pada sisi kreatifitas khususnya dalam membuat desain asli dari suatu produk. Di sisi lain selain memproduksi juga perlu publikasi, penyebaran atau retailing dari karya cipta. UKM juga harus fokus pada perbaikan produk atau layanan.

Setiap pemerintahan dari negara-negara yang berbeda dengan keadaan perekonomian yang berbeda pula memerlukan suatu bentuk usaha atau kegiatan rakyat demi untuk kemajuan ekonomi khususnya di sektor Usaha Kecil dan Menengah, yang pouler dikenal sebagai UKM di negara-negara berkembang. Yang dimaksud dengan UKM bervariasi dari satu negara ke negara, namun sebagian besar negara-negara berkembang menentukan bahwa yang disebut usaha kecil adalah perusahaan yang mempekerjakan satu sampai sepuluh orang dan beberapa waktu, menengah adalah mempekerjakan orang ke sebelas sampai empat puluh orang. Sementara tujuan dari tulisan ini adalah bahwa UKM ini yang ada selama ini tidak mengetahui dan kurang menyadari betapa pentingnya tentang

245


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

untuk mempromosikan produk atau layanan sebagai salah satu proses dalam penciptaan klien yang pasti.

TINJAUAN PUSTAKA Berikut ini akan dipaparkan beberapa hal keuntungan yang didapat bagian dari penerapan Haki yang perlu diketahui oleh para pelaku usaha khususnya UKM yaitu :

Penting juga untuk pelaku usaha mengetahui atau mempelajari strategi pasar untuk berbagai kelompok sasaran dan pasar barang atau jasa di luar negeri. hak kekayaan intelektual khususnya paten mungkin membuka peluang ekspor baru. Merek dagang dan desain industri juga membantu UKM untuk mengembangkan produknya di posisi pasar ekspor.

1. Patent UKM mungkin dapat menggunakan hak paten untuk mendapatkan penghasilan royalti dari beberapa cara seperti perizinan paten penemuan ke perusahaan lain atau perusahaan yang memiliki kapasitas untuk mengkomersialisasikan mereka. Ini mungkin tidak hanya menyimpan uang UKM, tetapi ini juga bisa menyediakan UKM yang memiliki banyak pendapatan dari ciptaan atau penemuan dari karyawan UKM tanpa perlu berinvestasi dan komersialisasi. Informasi paten juga berguna bagi UKM dalam arti bahwa paten secara unik menyediakan sumber informasi teknis di mana UKM dapat menemukan nilai yang besar untuk strategi bisnis atau perencanaan. Paten memberikan beberapa sarana dan belajar tentang penelitian ini mengambil tempat serta inovasi lama sebelum inovasi produk akan muncul di pasar.

3. Keuntungan asset dari HAKI Jika negara-negara yang sedang berkembang untuk memenuhi tantangan yang mereka hadapi dalam meningkatkan kesejahteraan mereka maka negara harus ada peningkatan aktivitas kewirausahaan di negara-negara tersebut. Untuk mencapai tujuan ini, maka lingkungan usaha harus diatur dan dibentuk agar dimana mereka berusaha dapat terus berkembang dan harus kondusif bagi perusahaan. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menyalurkan dana bantuan untuk usaha mikro dari lembaga keuangan, sumber-sumber swasta maupun komersial dari perbankan. Aset kekayaan intelektual itu dapat membantu pelaku usaha untuk memperkuat kasus ini untuk mendapatkan uang dari bisnis keuangan seperti lembaga keuangan mikro, termasuk bank umum. Bank akan melakukan kajian dan memberikan bantuan, atau pinjaman dan selalu menilai apakah sesuatu yang baru atau inovasi produk atau layanan yang ditawarkan oleh UKM dilindungi oleh atas Hak Kekayaan Intelektual yang tersedia, jadi perlindungan HAKI selalu menjadi indikator yang baik dari potensi UKM dalam persaingan di pasar global.

Informasi teknis yang terkandung dalam dokumen paten dapat menyediakan informasi bagi anda dan UKM informasi yang sangat penting yaitu wawasan yang digunakan untuk menghindari biaya yang tidak perlu dalam meneliti apa yang sudah dikenal, (contoh: re-inventing the wheel). Informasi juga dapat membantu UKM untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi teknologi untuk keperluan dan perizinan serta transfer teknologi. Dokumen patent juga membantu UKM dalam mengidentifikasi teknologi alternatif dan tetap sejajar dengan teknologi terbaru dalam bidang keahlian. UKM yang mungkin juga siap mencari solusi untuk masalah teknis dan ide-ide untuk inovasi lebih lanjut. Dalam sehubungan dengan strategi komersial dari perusahaan UKM, informasi paten juga akan membantu untuk mencari mitra usaha, pemasok, dan bahan-bahan yang diperlukan dan memantau kegiatan itu.

Kepemilikan HAKI karena itu sangat penting untuk meyakinkan pemberi pinjaman uang dari bank dan pasar untuk membuka peluang usaha untuk komersialisasi produk atau layanan tersebut. Dalam beberapa kasus kepemilikan satu hak paten mungkin dapat membuka pintu di sejumlah peluang lembaga keuangan. Berbagai bank dan pemberi pinjaman uang mungkin memberi penilaian yang berbeda terhadap aset HAKI yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang mungkin berbeda melampirkan tingkat pentingnya hak kekayaan intelektual. Namun pengembangan ke arah peningkatan pada aset kekayaan intelektual sebagai sumber keuntungan kompetitif bagi perusahaan. Oleh karena itu uang dan pemberi pinjaman bank semakin berfokus pada perusahaan yang memiliki portofolio yang dikelola dengan baik. Oleh karena itu, yang penting untuk UKM adalah mengambil langkah-langkah yang serius untuk memahami nilai komersial dari aset Kekayaan Intelektual. Ini dapat

2. Kesempatan Mengekspor Penerapan dari kekayaan intelektual yang efisien jika digunakan dapat menjadi alat sangat penting untuk membuat gambar atau desain yang baik untuk bisnis di UKM, baik di pikiran kita saat ini dan calon pelanggan, dan dalam posisi bisnis kita di pasar. Hak kekayaan intelektual bersama-sama dengan alat-alat pemasaran lainnya seperti iklan dan promosi penjualan adalah kegiatan penting untuk diferensiasi barang dan jasa, serta membuat mereka dengan mudah dikenali. Oleh karena itu penting

246


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

dilakukan dengan memastikan mereka benar penaksiran oleh profesional dan jika perlu memahami persyaratan untuk mereka benar akuntansi dalam buku rekening. UKM harus selalu pastikan untuk menyertakan semua aset Kekayaan Intelektual dalam rencana bisnis saat presentasi kepada calon pemberi pinjaman uang, lembaga keuangan mikro, termasuk bank.

perusahannya bahkan tanpa persetujuan seperti itu. Kewajiban untuk menjaga kerahasiaan dari majikan pada umumnya tetap rahasia, setidaknya untuk kurun waktu tertentu setelah pegawai bahkan telah meninggalkan pekerjaan. d) Menandatangani perjanjian kerahasiaan dengan mitra bisnis ketika mengungkapkan informasi rahasia.

4. Merek Dagang

6. Keuntungan Untuk Perlindungan Hak Cipta

Merek dagang adalah wajah dari bisnis UKM. Mereka memudahkan pelanggan untuk membedakan produk atau layanan dari para pesaing kita dan oleh karena itu memberikan kemungkinan untuk UKM secara efektif berkompetisi dengan pasar barang atau jasa. Namun merek dagang tidak hanya digunakan sebagai identitas / tanda pengenal. Mereka juga dianggap sebagai jaminan kualitas yang konsisten. Pelanggan yang senang terus mendukung anda melalui pembelian dari bisnis anda karena kualitas yang dikenal dari merek dagang. Oleh karena itu UKM harus sangat peduli dalam mengidentifikasi, memilih dan mendesain tanda atau merek yang sesuai. UKM juga harus memastikan untuk melindungi apabila digunakan dengan dalam periklanan serta policing yang menyesatkan atau salah digunakan oleh orang lain yang dapat mengakibatkan pelanggaran yang dapat menyebabkan kehilangan semua termasuk pendapatan keuntungan.

Pembahasan yang diutarakan di sini adalah UKM yang terlibat dalam bidang penciptaan, perekaman publikasi, diseminasi, distribusi atau retailing seni, musik atau sastra kemudian di sisi lain UKM yang menggunakan musik dan gambar produk atau perangkat lunak yang dimiliki oleh orang lain yang di publikasikan lewat brosur atau website. Setelah kita memiliki gambaran yang jelas atas dasar perlindungan hak cipta, maka UKM dapat memanfaatkan karya atau kreasi orang lain dengan otorisasi dari penulis atau pencipta pada hal yang wajar dan adil. UKM harus mampu melindungi sendiri, bekerja atau berkreasi dan memberikan yang terbaik sebagai konsekuensi dari penggunaan hak UKM tersebut pada kedudukan yang wajar dan adil. UKM juga harus dapat kepastian bahwa selain mendapat perlindungan kreasi sendiri juga berhak untuk mendapatkan hak-hak ekonomi atau imbalan dari setiap penggunaan oramg lain yang dibuat dari kreasi sendiri. Ini dapat dilakukan oleh hak lisensi kita sendiri dan kita juga dapat memberi izin lisensi hak kita dipakai kepada pengguna seperti broadcasters, penerbit atau bahkan hiburan dari segi apapun, ini juga adalah suatu nilai tambah bagi usaha kita tersebut. Kemudian anggota dari unit usaha tersebut dapat mengelola dan memantau penggunaan karya atas nama pencipta dan mereka juga bertanggung jawab terhadap negosiasi dalam perjanjian lisensi, dan mengumpulkan royalti atas nama para anggotanya.

5. Keuntungan Dari Perlindungan Rahasia Dagang UKM juga dapat memanfaatkan rahasia dagang sepanjang informasi yang bersifat rahasia dan untuk jangka periode waktu tertentu (misalnya untuk formula Coca cola) jika informasi rahasia yang terdiri dari patent penemuan, maka rahasia dapat disimpan untuk periode sampai dua puluh tahun. Jadi selama periode waktu tersebut orang lain tidak mungkin datang dengan penemuan yang sama dengan cara yang sah, yang berarti sampai berakhirnya, rahasia dagang dapat dianggap atau bernilai paten. Langkah-langkah pencegahan yang harus diambil UKM untuk memastikan rahasia tidak hilang, yaitu : a) Mempertimbangkan apakah rahasia adalah patentable dan jika demikian, apakah tidak akan lebih baik untuk melindungi dengan paten. b) Pastikan bahwa hanya beberapa orang yang mengetahui rahasia dan orang lain yang mengetahui dengan baik hanya sebatas bahwa ia adalah informasi rahasia. c) Pastikan bahwa perjanjian rahasia yang ditetapkan juga ada dalam kontrak karyawan. Namun dibeberapa negara ada juga kontrak atau perjanjian untuk karyawan kerahasiaan

7. Sertifikasi, Tanda Kolektif dan Indikasi Geograpis UKM dalam mengembangkan suatu kerjasama pemasaran produk mereka untuk promosi menggunakan suatu pengenal yang dikenal dengan istilah tanda kolektif. Tanda kolektif dapat memberikan informasi yang berguna sebagai dasar untuk asosiasi antara berbagai UKM membuat produk sejenis yang membantu mereka untuk meningkatkan pengakuan dalam membangun reputasi pada produk mereka. UKM juga dapat mencari produk-produk mereka yang menggambarkan sebagai indikasi geografis jika mereka menganggap bahwa ada hubungan yang erat dan jelas antara produk mereka dan wilayah geografis di mana ia diproduksi. (contohnya : kopi

247


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

sidikalang, bika ambon,dll). Hal ini akan menjamin eksklusivitas produk yang dipasarkan melalui penggunaan indikator geografis.

mereka sebagai aset yang berharga yang harus dijaga. Saingan UKM tidak dapat menggunakan kekayaan intelektual yang dimiliki karena mereka percaya bahwa mereka membeli barang yang dibuat oleh orang lain. Reputasi mencegah salah persepsi dalam melihat barang atau jasa yang mereka hasilkan. Sehingga hubungan antara pemilik dengan konsumen dilakukan dengan itikad yang baik.

Sementara istilah sertifikasi dapat digunakan untuk menyatakan bahwa produk ini memenuhi standar yang diperlukan, sehingga konsumen yang memberikan indikasi bahwa produk yang dipasarkan telah diperiksa oleh sebuah organisasi yang dianggap kompeten untuk memeriksa keaslian produk dan telah memenuhi persyaratan yang diperlukan. Mungkin ini juga dapat membantu perusahaan dalam memasarkan produknya ke pasar dan dapat meningkatkan citra produk tersebut di kalangan konsumen.

10. Penegakan Hukum UKM juga dapat menikmati keuntungan dari penerapan atas hak kekayaan intelektual dalam arti bahwa pencipta atau pemilik mempunyai hak untuk membolehkan atau melarang penggunaan karyanya. Dengan kata lain, jika kita menemukan orang menggunakan karya cipta, paten penemuan, desain industri, tanda/merek dagang dan jasa, tanpa izin dari pemilik, maka UKM yang bersangkutan dapat menegakkan hak-hak administratif di pengadilan dengan meminta kepastian hukum untuk melarang orang lain menggunakan hasil karya cipta dengan cara yang tidak sah, serta memindahkan klaim untuk kerugian yang timbul akibat dari penggunaannya. Kemudian harus selalu dicatat bahwa jangka waktu dari paten di banyak negara adalah untuk jangka waktu dua puluh tahun. Setelah dua puluh tahun ini akan pergi ke domain publik. Para UKM yang ingin memanfaatkan informasi teknis dari paten seperti itu selalu bisa mendapatkan informasi teknis secara gratis.

8. Perijinan Hak Kekayaan Intelektual UKM dalam mengembangkan unit usahanya tentu akan tertarik pada bentuk-bentuk bisnis baru, perluasan usaha yang sudah ada, atau meningkatkan kualitas barang atau jasa. UKM dalam posisi pasar yang demikian, situasi perizinan dari Hak Kekayaan Intelektual adalah alat yang efektif untuk mencapai tujuan bisnis ini. Sebuah perjanjian lisensi merupakan suatu kemitraan antara pemilik Hak Kekayaan Intelektual dan pemakai yang berwenang untuk seperti hak (licensee) dalam suatu pertukaran yang disepakati untuk pembayaran (atau biaya royalti). Ada berbagai perjanjian lisensi yang tersedia dapat dikatagorikan seperti perjanjian lisensi teknologi, tanda dagang, lisensi, franchising, hak cipta dan hak-hak yang berhubungan dengan perjanjian. Semua ini adalah mekanisme apabila kita ingin melakukan kerjasama bisnis di negara sendiri atau di negara lain.

11. Tanda/Fitur Yang Sudah Dikenal UKM juga dapat memperoleh manfaat dari produk mereka yang sudah dikenal. Hal ini disebabkan karena sudah dikenal jadi tidak harus terdaftar. Disini yang penting adalah fitur atau tanda yang sudah dikenal atau terkenal adalah bahwa reputasi merek yang tidak perlu dibatasi untuk tertentu atau kelas produk. Misalnya kata "Marlboro" adalah tanda yang berhubungan dengan produk tembakau. Namun ada juga di beberapa negara tanda itu juga digunakan untuk produk pakaian. Dalam bisnis ini para konsumen telah dieksploitasi dalam kelas yang tidak seluruhnya barang. Sebuah fitur yang terkenal mengisyaratkan bahwa perlindungan diberikan dalam kaitannya dengan penggunaannya. Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mendapatkan manfaat melalui penggunaan tanda yang terkenal selalu dimulai dari titik waktu tertentu dan dimulai sebagai usaha kecil (contohnya perusahaan besar Coca-Cola dan Mercedez Benz).

Dalam konteks internasional, perjanjian lisensi resmi dan juga dilindungi oleh negara-negara untuk kepentingan pemilik. Jika hak intellectual tidak dilindungi dalam negara, maka kita tidak mempunyai hak hukum apa pun untuk menempatkan batasan penggunaannya oleh siapapun dan oleh karena itu akan berakhir sampai kehilangan banyak uang. 9. Reputasi Reputasi yang baik di dunia usaha dianggap sebagai kunci keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Banyak UKM berjuang untuk mendapatkan dan mempertahankan reputasi demi menjaga kualitas produk mereka dan memberikan pelayanan kepada pelanggan. UKM menghabiskan banyak uang untuk iklan mencoba untuk membangun reputasi untuk produk baru atau menjaga reputasi untuk produk yang sudah ada. Jika tidak serius dipantau oleh UKM maka mereka mungkin berakhir kehilangan besar persentase pelanggan. Meskipun reputasi adalah tidak terukur, tapi undang-undang melihat

12. Transfer Teknologi Transfer teknologi merupakan salah satu cara yang harus dilakukan UKM untuk bisa mendapatkan keuntungan dari Hak Kekayaan Intelektual untuk mengembangkan bisnis mereka. Mereka dapat

248


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

mengembangkan usaha mereka dengan memperoleh teknologi canggih melalui transfer teknologi. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan perlindungan komprehensif mengenai hak kekayaan intelektual dalam rangka untuk memfasilitasi dengan efektif lisensi program kekayaan intelektual antara licensor (pemilik) dengan licensees (pemakai). Negara-negara yang sedang berkembang dalam penerapan HAKI akan meminta ke pemilik lisensi teknologi dengan cara yang menjamin bahwa Licensees (user) akhirnya dapat replikasi teknologi. Hal ini akan membantu membangun kapasitas nasional untuk memproduksi Kekayaan Intelektual pada saat yang sama menyerap dan menerapkan ada tidaknya kekayaan intelektual tersebut.

masa mendatang. Dibawah ini dapat diutarakan beberapa kesimpulan sekaligus hal-hal yang perlu dilakukan atau dibenahi, sebagai berikut : • Perlu dibuat suatu program di negara-negara berkembang, dengan target UKM untuk melaksanakan program kekayaan intelektual dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya hak kekayaan intelektual, di tingkat akar rumput. • Perlu melibatkan pengusaha industri, termasuk profesional dan pemerintah setempat dalam mempersiapkan dan menyebarluaskan informasi yang berkenaan dengan kekayaan intelektual. • Perlu target tertentu UKM dalam satu industri, untuk mengidentifikasi titik kritis di mana hak kekayaan intelektual mungkin akan lebih bermanfaat bagi UKM. • Perlu untuk mengembangkan bagi negara dan daerah suatu basis data pada saat ini yang berisi informasi mengenai penerapan hak kekayaan intelektual oleh UKM dari berbagai sektor dan jenis usaha. • Perlu mendirikan pusat teknologi di negara berkembang untuk kepentingan UKM sehingga memudahkan akses bilamana memerlukan teknologi tanpa kesulitan. Hal ini akan membantu sebagai inkubator untuk UKM baru dan untuk meningkatkan pertumbuhan UKM yang ada. • Perlu peran serta perguruan tinggi (PT), Lembaga Riset dan Teknologi untuk mempertimbangkan pengaturan transfer teknologi. • UKM yang ada harus berusaha untuk membentuk kelompok atau cluster, sehingga lembaga keuangan dan perbankan dapat dengan mudah dan diyakinkan untuk memberikan pinjaman ke cluster atau asosiasi dibandingkan dengan masing-masing UKM.

Licensees yang ingin menggunakan teknologi dapat mengembangkan teknologi yang sama dari waktu ke waktu, sehingga mereka tidak hanya menjadi sebuah teknologi yang hanya menyewa teknologi dari berbagai pemasok di mana ini adalah ekonomi rasional . Di sisi lain pemilik hak kekayaan Iktelektual ingin memastikan bahwa lisensi teknologi atau kekayaan intelektual yang membuat mereka tersedia bagi pengguna dikembalikan kepada mereka pada akhir lisensi, sehingga tetap menjadi pemilik kontrol dari kekayaan intelektual atau teknologi.

METODOLOGI Informasi yang dididapat dari tulisan ini didapat dari laporan sumber yang semuanya bersumber dari data sekunder, dari kelas kuliah, internet, paparan mengenai kekayaan intelektual, kunjungan lapangan, buku-buku kekayaan intelektual, serta kelas melalui diskusi kelompok.

PEMBAHASAN DAFTAR PUSTAKA

Dari tulisan diatas jelas bahwa sebagian besar negara-negara berkembang tidak memanfaatkan kekayaan intelektual yang telah menjadi milik mereka yang digali dari hasil kerja sendiri yang dapat digunakan sebagai alat untuk berinvestasi. Sebagai akibatnya, dalam istilah moneter dana yang harusnya masuk diserap akan hilang oleh setiap hari melalui kurangnya kesadaran tentang bagaimana mengkonversi kekayaan intelektual yang menjadi aset berharga yang dapat meningkatkan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang.

A.K. Ganguly, “ An Introduction to Intellectual Property Rights”, Chapter 19-20, Small Enterprises Development, Management & Extesion Journal, Volume 28, Number 1, March 2001, Published by The Principal Director, Nisiet Press, Yousufguda, Hyderabad-India. B.P. Jeevan Reddy, “ Patents and Trade Marks Impact on Small Scale Medium Scale Industries”, Chapter 1-17, SEDME Journal, Volume 28, Number 1, March 2001, Published by The Principal Director, Nisiet Press, Yousufguda, Hderabad-India.

KESIMPULAN Bicara soal manfaat yang berasal dari hak kekayaan intelektual, maka perlindungan dan pengetahuan adalah sesuatu yang sangat penting. Kekayaan Intelektual menjadi aset berharga, itu adalah kunci untuk pengelolaan keberhasilan UKM, bisnis di

Undang-Undang HAKI, Sinar Grafika, 2008.

249


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Analisis Kesiapan Rumah Sakit Di Sumatera Utara Dalam Menghadapi Akreditasi Rumah Sakit Murniati Manik Tim Peneliti Bidang Sosial Budaya Balitbang Provsu

Abstraksi Mutu pelayanan RS adalah sesuatu topik yang senantiasa merupakan isu yang hampir selalu hangat dibahas pada berbagai seminar di media massa. Bahkan sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Sumatera Utara yang masih rendah menjadi salah satu alasan mereka untuk berobat keluar negeri. Menindaklanjuti hal tersebut diatas, Departemen Kesehatan sejak tahun 1995 melakukan akreditasi terhadap rumah sakit yang ada di Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta. Tujuan dilakukannya akreditasi rumah sakit adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan perlindungan terhadap pasien. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 8 Tahun 2000 tentang Perlindungan Terhadap Konsumen dan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Melalui akreditasi diharapkan manajemen rumah sakit mempunyai hospital by laws, medical staf by laws, pedoman medico legal dan SOP (Standard Operating Procedure) yang terkait dengan pelayanan profesi.

Kata kunci : Akreditasi, rumah sakit Kerja sama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi. (10). Penurunan keluhan pasien dan staf, (11). Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya, (12). Peningkatan moril dan motivasi, (13). Re-energized organization, dan, (14). Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder).

PENDAHULUAN Pada dekade yang lalu bila dibahas mutu pelayanan rumah sakit, maka terdapat komponen safety/aman di dalamnya. Namun kecenderungan internasional saat ini adalah pelayanan yang aman lebih mengemuka atau lebih ditonjolkan dan berdampingan dengan mutu. Jadi pelayanan rumah sakit harus aman dan bermutu. Berdasarkan hasil penelitian di Eropah tahun 1996-1999 dinyatakan bahwa salah satu metode untuk menilai atau mengukur mutu pelayanan rumah sakit adalah Akreditasi Rumah Sakit.

Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana kesiapan rumah sakit yang ada di Sumatera Utara dalam menghadapi akreditasi rumah sakit ?�. sehingga ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis variabel-variabel akreditasi rumah sakit dari 16 kriteria tersebut diatas.

Ada enam belas bidang pelayanan yang dinilai dalam akreditasi rumah sakit, yaitu : (1). Administrasi & manajemen, (2). Medis, (3). Gawat darurat, (4). Rekam medis, (5). Keperawatan, (6). Radiologi, (7). Laboratorium, (8). Kamar operasi, (9). Farmasi, (10). K3, (11). Pengendalian infeksi, (12). Perinatal Risiko Tinggi, (13). Rehabilitasi medis, (14). Gizi, (15). Intensif, (16). Darah.

LANDASAN TEORITIS 1.

Akreditasi Rumah Sakit

Tak dapat dipungkiri bahwa pelayanan kesehatan (rumah sakit ) pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama, setiap rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut (Nurachmah, 2001). Disamping itu, penekanan pelayanan kepada kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan. Sejalan dengan adanya UU tentang Perlindungan Konsumen dan hasil amandemen kedua UUD 1945, tepatnya pasal 28H ayat I, para penerima jasa pelayanan kesehatan saat ini mulai menyadari hak-haknya sehingga

Sementara itu manfaat nyata yang akan diperoleh dari akreditasi rumah sakit, adalah : (1). Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator), (2). Peningkatan administrasi dan perencanaan, (3). Peningkatan koordinasi asuhan pasien dan peningkatan koordinasi pelayanan, (4). Peningkatan komunikasi antara staf, (5). Peningkatan sistem dan prosedur, (6). Lingkungan yang lebih aman, (7). Minimalisasi risiko, (8). Penggunaan sumber daya yang lebih efisien, (9).

250


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

keluhan, harapan, laporan, sampai dengan tuntutan ke pengadilan sudah menjadi suatu bagian dari upaya mempertahankan hak mereka sebagai penerima jasa tersebut. Munculnya berbagai Lembaga Perlindungan Konsumen merupakan indikasi kuat bahwa masyarakat sudah mulai sadar akan hak-haknya, meski belum semua.

daerah-daerah dan dipilih sesuai kualifikasi di bidangnya. Sehingga KARS inilah yang bertanggung jawab terhadap hasil penilaian program akreditasi. Pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit juga dilaksanakan di luar negeri. Akreditasi Rumah Sakit di luar negeri dilakukan oleh komisi yang bersifat independen, misalnya ; di Amerika Serikat dilakukan oleh JCHAO (Joint Commission on Accrediatition of Health Care), di Australia oleh ACHS (Australian of Health Care Standart Council) dan di Belanda oleh NIAZ (Nederlands Instituut Voor Accreditatle Van Zie Kenhuiden). Singkatnya, program akreditasi bersifat universal alias mendunia. Hasil dari program akreditasi di sebuah Rumah Sakit terdapat 4 kemungkinan yang akan diperoleh, mulai dari ; Tidak diakreditasi (tidak lulus, harus mengulang), Akreditasi bersyarat (belum memenuhi syarat secara keseluruhan), Akreditasi penuh (memenuhi standard yang telah ditetapkan, yang diberikan selama 3 tahun dan Akreditasi Istimewa (bagi Rumah Sakit yang menunjukkan pemenuhan melebihi standard yang telah ditetapkan). Bagi Rumah Sakit, program akreditasi adalah instrumen yang valid untuk mengetahui sejauh mana pelayanan di Rumah Sakit tersebut memenuhi standart yang berlaku secara nasional. Status terakreditasi juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas layanan di Rumah Sakit dan sebagai alat pencegahan terjadinya kasus malpraktek, karena dalam melaksanakan tugasnya, tenaga di Rumah Sakit telah memiliki Standart Operating Procedure (SOP) yang jelas. Dengan kata lain, akreditasi bagi Rumah Sakit adalah bentuk pertanggungjawaban (accountability) dan perlindungan kepada masyarakat sebagai pengguna jasanya.

Oleh karena itu industri jasa kesehatan semakin merasakan bahwa kualitas pelayanan adalah jawaban yang mutlak dalam rangka mempertahankan eksistensi mutu pelayanan dan menjawab tuntutan masyarakat terhadap mutu layanan. Selain itu upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit di daerah adalah langkah terpenting untuk meningkatkan daya saing usaha daerah di sektor kesehatan. Dalam upaya tersebut diperlukan alat untuk mengevaluasi mutu pelayanan Rumah Sakit. Salah satu strategi penting yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan medik rumah sakit saat ini adalah melalui standarisasi (akreditasi, audit klinis, dan lain-lain). Hal ini lebih disebabkan pelaksanaan program akreditasi RS akhir-akhir semakin gencar dilakukan. Namun, apa itu akreditasi dan pentingnya buat publik/masyarakat, hal inilah yang nampaknya masih menjadi ‘misteri’. Akreditasi sering lebih dipahami sebagai ‘konsumsi terbatas’ para insan kesehatan, mulai dari pemerintah hingga orang-orang yang terlibat dalam jasa pelayanan kesehatan (dokter, perawat, dan tenaga di RS lainnya). Sementara masyarakat, yang notabenenya pengguna pelayanan kesehatan sering ‘ketinggalan kereta’ dalam hal ini. Dengan kata lain masyarakat lebih sebagai ‘obyek’ daripada sebagai ‘subyek’. Padahal dalam otoda, unsur masyarakat mendapat porsi yang cukup dominan. Menurut kamus Webster, kata akreditasi adalah pertimbangan atau pengakuan bahwa yang bersangkutan adalah terkemuka. Sedangkan menurut Permenkes RI No. 159a/Menkes/PER/II/1998 tentang Rumah Sakit, akreditasi adalah pengakuan bahwa Rumah Sakit memenuhi standart minimal yang ditentukan. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa akreditasi adalah pengakuan resmi dari pemerintah yang diberikan kepada Rumah Sakit yang telah memenuhi standart pelayanan. Penilaian akreditasi Rumah Sakit, dilakukan oleh sebuah komisi independen dibawah Departemen Kesehatan RI yang berkedudukan di Jakarta, yaitu Komisi Akreditasi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan (KARS). Penilaiannya difokuskan pada kebutuhan dan harapan konsumen dan dengan komponen pelayanan yang menjawab EEQS (Equity, Efficiently, Quality and Sustainability) agar RS dapat bersaing di tingkat regional bahkan internasional. Didalamnya, terdapat ahli-ahli yang bertindak sebagai surveyor, yang direkrut dari

Akreditasi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya adalah pengakuan kepada rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya yang telah memenuhi standar yang ditetapkan Kegiatan akreditasi meliputi self assessment dan proses external peer review oleh komisi akreditasi yang menilai keakuratan tingkat kinerja dihubungkan dengan standar dan cara implementasi peningkatan sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan. Yang dimaksud dengan sarana kesehatan lainnya adalah sarana pelayanan kesehatan selain rumah sakit, sebagai contoh : Pusat Kesehatan masyarakat, Balai Pengobatan, Rumah Bersalin, Praktek Berkelompok Dokter Spesialis, dan lain-lain. 2.

Pelaksana Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia adalah suatu program yang dilaksanakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS), sebuah badan yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan

251


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

parameter ini telah dipenuhi dan merupakan bagian yang digunakan oleh surveyor untuk menilai sebuah rumah sakit. Bagian ini terbagi atas tiga bagian yaitu dokumentasi, observasi dan wawancara. 1) Dokumentasi adalah dokumen-dokumen yang disyaratkan oleh standar akrediasi. 2) Observasi adalah hal-hal yang harus diamati oleh surveyor untuk membuktikan bahwa standar telah dicapai. 3) Wawancara adalah orang-orang dan/atau fungsi-fungsi organisasi yang harus diwawancarai atau topik-topik wawancaranya.

Republik Indonesia untuk menyusun standar akreditasi, melakukan proses akreditasi dan memberikan sertifikat akreditasi kepada rumah sakit-rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan standar akreditasi yang disusun oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS). KARS menganut sistem standar terbuka. Artinya, persyaratan-persyaratan mutu rumah sakit dapat diketahui oleh semua orang dan dapat diterapkan oleh semua rumah sakit, akan tetapi hanya KARS yang dapat memberikan sertifikat akreditasi. 3.

Standar Akreditasi Rumah Sakit

Seluruh standar akreditasi rumah sakit terbagi atas 16 bidang pelayanan. Setiap bidang pelayanan masing-masing terbagi lagi atas 7 standar sebagai berikut : a. Standar 1. Falsafah dan Tujuan b. Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan c. Standar 3. Staf dan Pimpinan d. Standar 4. Fasilitas dan Peralatan e. Standar 5. Kebijakan dan Prosedur f. Standar 6. Pengembangan Staff dan Program Pendidikan g. Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu

4.

Tahapan Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi sebuah rumah sakit terdiri dari tiga tahapan, yaitu : a. Tahap I (Akreditasi Tingkat Dasar). Terdiri dari akreditasi lima pelayanan, yaitu : (1). Administrasi manajemen, (2). Pelayanan medik, (3). Gawat darurat, (4). Keperawatan, dan (5). Rekam medik. b. Tahap II (Akreditasi Tingkat Lanjut). Terdiri dari akreditasi dua belas pelayanan, yaitu : (1). Administrasi manajemen, (2). Pelayanan medik, (3). Gawat darurat, (4). Keperawatan, (5). Rekam medik, (6). Kamar operasi, (7). Laboratorium, (8). Radiologi, (9). Farmasi, (10). K-3, (11). Pengendalian infeksi, dan (12). Perinatal risiko tinggi. c. Tahap III (Akreditasi Lengkap). Terdiri dari akreditasi dua belas pelayanan Tahap II ditambah dengan sisa kegiatan pelayanan, diantaranya terdapat kegiatan pelayanan rehabilitasi medik, anestesi dan lainlain.

Sementara keenam belas bidang pelayanan yang diakreditasi adalah sebagai berikut: a. Administrasi dan Manajemen b. Pelayanan Rekam Medis c. Pelayanan Farmasi d. Pelayanan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana e. Pelayanan Medis f. Pelayanan Gawat Darurat g. Pelayanan Kamar Operasi h. Pelayanan Intensif i. Pelayanan Radiologi j. Pelayanan Laboratorium k. Pelayanan Rehabilitasi Medis l. Pelayanan Darah m. Pelayanan Keperawatan n. Pelayanan Pengendalian Infeksi di RS o. Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi p. Pelayanan Gizi

5.

Kelulusan Akreditasi Rumah Sakit

Sistem akreditasi rumah sakit versi 2007 berisi pokok-pokok standar pelayanan sebagaimana sistem akreditasi yang lama dengan beberapa tambahan dan penyesuaian. Beberapa perbaikan yang dilakukan untuk menyesuaikannya dengan kondisi terkini dan ada tambahan indikator mengenai hal-hal yang terkait dengan keselamatan pasien rumah sakit. Penerapan sistem keselamatan pasien rumah sakit, antara lain dilihat dari pencatatan kejadian-kejadian yang berpotensi menimbulkan cedera dan pemeriksaan peralatan pendukung perawatan. Penyusunan indikator penilaian sistem keselamatan pasien rumah sakit dalam sistem akreditasi rumah sakit tersebut dilakukan dengan mengacu pada standar keselamatan pasien rumah sakit WHO.

Setiap standar diatas memuat parameter-parameter yang digunakan untuk menilai sebuah rumah sakit. Parameter-parameter ini mencantumkan standar mutu dan persyaratan untuk mencapai skor tertentu. Persyaratan dibagi dalam 6 tingkat yang diberi nilai dari 0 sampai 5 dengan 5 sebagai nilai tertinggi. Di bagian akhir dari parameter ada penjelasan mengenai dua hal : a. D.O. yang berarti Definisi Operasional. Disini dijelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam parameter ini. b. C.P. yang berarti Cara Pembuktian. Bagian ini menjelaskan cara untuk membuktikan bahwa

Akreditasi atau pengakuan pemerintah bahwa suatu sarana kesehatan telah memenuhi standar yang

252


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

ditentukan, dilakukan setiap tiga tahun. Rumah sakit-rumah sakit yang lulus akreditasi, yang skor nilainya rata-rata 75 persen atau lebih, akan diperiksa setiap tiga tahun. Namun demikian, rumah sakit yang lulus bersyarat (skor 60 persen-75 persen) atau tidak lulus (skor di bawah 60 persen) uji akreditasi akan dibina dan diperiksa ulang satu tahun setelah pemeriksaan pertama.

KERANGKA KONSEPTUAL METODOLOGI PENELITIAN

HASIL PENELITIAN 1.

Rumah Sakit di Sumatera Utara

Sejarah perkembangan rumah sakit dimulai dengan berdirinya rumah sakit pertama di Kota Medan, yaitu Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Rumah Sakit ini didirikan oleh Pemerintah Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Marya Constantia Mackey pada tanggal 11 Agustus 1928. Peresmian rumah sakit kemudian dilakukan pada tahun 1930 dengan Direktur pertama Dr. W Bays. Setahun setelah peletakan batu pertama Rumah Sakit tertua di Medan ini, berdiri rumah sakit kedua yaitu Rumah Sakit Santa Elisabeth pada tanggal 11 februari 1929 dan mulai menampung pasien pada tahun 1930.

DAN

Kerangka Konseptual Penelitian Dalam rangka memperoleh gambaran tentang halhal yang menjadi fokus kajian dan rencana penelitian yang akan dilaksanakan maka perlu disajikan kerangka konseptual. Penelitian ini akan mengkaji kesiapan rumah sakit di Sumatera Utara dalam menghadapi akreditasi rumah sakit.. Pelaksanaan akreditasi rumah sakit terdiri dari tiga tahap, yaitu : Tahap I : Akreditasi Tingkat Dasar, Tahap II : Akreditasi Tingkat Lanjut, dan Tahap III : Akreditasi Lengkap. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini mengacu kepada Instrumen Penilaian Akreditasi Rumah Sakit Revisi Maret 2007 yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Metodologi Penelitian

Pelayanan rumah sakit kepada penduduk pribumi dipelopori oleh para misionaris Kristen yang menjadi cikal bakal berdirinya sebuah rumah sakit swasta keagamaan di Kota Medan yaitu sekarang Rumah Sakit St. Elizabeth sekarang. Seiring dengan perjalanan waktu sejak Indonesia merdeka sampai kini di era desentralisasi, variasi kepemilikan rumah sakit kian bertambah. Jika dahulu rumah sakit hanya didirikan oleh badan-badan keagamaan, badan-badan sosial dan pemerintah, maka pada saat ini kepemilikan swasta yang semakin berkembang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan, mengklasifikasi dan menganalisis data serta informasi yang berkaitan. Data sekunder diperoleh dari bahan-bahan yang telah diterbitkan berupa hasil penelitian terdahulu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Kesehatan, Instrumen Penilaian Akreditasi RS, buku rujukan, artikel serta majalah. Data tersebut boleh diperoleh dari pihak-pihak yang relevan dengan penelitian, internet, perpustakaan maupun media massa.

Kepemilikan rumah sakit juga bervariasi, dari milik militer dan polisi, BUMN, Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Departemen Kesehatan. Kepemilikan rumah sakit swasta banyak berkembang melalui Penenaman Modal dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Tahun 1990 merupakan tahun bersejarah untuk perumahsakitan Indonesia, dengan tebitnya Surat Keputusan Menkes Nomor. 24/Menkes/Per II/1990 yang mengijinkan pengelolaan rumah sakit oleh perorangan. Berikut ini adalah daftar rumah sakit di Sumatera Utara berdasarkan kepemilikan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Rumah Sakit yang ada di Sumatera, yaitu sebanyak 182 buah (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara) dan dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah 13 rumah sakit atau 10,4 % dari populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel menggunakan quota sampling yaitu sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.

Tabel 1. Nama-nama Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikannya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus matematika, dan statistika sedangkan analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif untuk memperoleh gambaran tentang kesiapan rumah sakit di Sumatera Utara dalam menghadapi akreditasi rumah sakit.

13

253

Kepemilikan Rumah Sakit TNI/ POLRI

Rumah Sakit BUMN

Nama Rumah Sakit Rumkit TK.II Putri Hijau Medan RS Lantamal AL. Belawan RS Abd.Malik Lanud Medan RS Polda Sumut Runkitban Sibolga RS Rem 021 Pematang Siantar RS Tk. IV Binjai RS Tk. IV Padang Sidimpuan RS Bayangkara Tebing Tinggi Rumkitban Kisaran RSU PTPN II Tembakau Deli RSU PTPN II Dr. Gerhard L.Tobing RSU PTPN II Bangkatan


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

No 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86

Kepemilikan

Rumah Sakit khusus Pemerintah Rumah Sakit Swasta

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Nama Rumah Sakit

No

RSU PTPN II Tanjung Selamat RSU PTPN III Indrya Husada RSU PTPN III Aek Nabara RSU PTPN IIISri Torgamba RSU PTPN III Sri Pamela RSU PTPN III Sri Dadap RSU PTPN IV Balimbingan RSU PTPN IV Laras RSU PTPN IV Pabatu RSU Pelabuhan Medan RSU Pertamina RS Kusta P. Sicanang RS Kusta Lau Simomo RS Jiwa Daerah RSGM USU RSU Advent RSU Alqadri RSU Al Fuady RSU Anirma RSU AIDA RSU Armina Madina RSU Ar-Rhido RSU Bakti RSU Bandung RSU Bahagia RSU Bina Sejahtera RSU Bina kasih RSU Bintang kasih Methodist RSU Batesda GKPS RSU Bersama RSU Bidadari RSU Bridegestone RSU Citra Medika RSU Djamaluddin RSU Dewi Sartika RSU Deli RSU Delima RSU Dewi Maya RSU Ester RSU Estomihi RSU Flora RSU Gleni International Hospital RSU Glugur/ Dr. Rusdi RSU GKPS RSU Harapan RSU Herna T.Tinggi RSU Herna Medan RSU Hirasma RSU Harapan Mama RSU Haji Medan RSU Helvetia RSU HKBP Balige RSU HKBP Nainggolan RSU Horas Insani RSU Ibnu Saleh RSU Imelda Pekerja Indonesia RSU Islam Malahayati RSU Ibu Kartini RSU Insani RSU Inalum RSU Inanta RSU Joko RSU Kartini RSU Univ. Prima Indonesia RSU Kasih Ibu RSU Kalimas RSU Keluarga RSU Kurnia Medika RSU Materna RSU Martha Friska RSU Mina Padi RSU Mitra Sejati RSU Mitra Husada

87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159

254

Kepemilikan

Rumah Sakit Khusus Swasta

Rumah Sakit Pemerintah

Nama Rumah Sakit RSU Melati RSU Methodist RSU Manuella RSU Mandiri RSU Martondi RSU Maya Sari RSU Melati Perbaungan RSU Mega Sari RSU Morawa Utama RSU Muhammadiyah RSU Nursaadah RSU Nuraini RSU Permata Bunda RSU Permata Madina RSU Prof. Dr. Boloni RSU Restu Ibu RSU St. Elisabet Medan RSU Samaria RSU Sari Cipta RSU Sari Mutiara Medan RSU Sari Mutiara L. Pakam RSU Sembiring RSU Serasi RSU Sarah RSU Sehat RSU Siti Hajar RSU Sinar Husni RSU Sundari RSU Sufina Aziz RSU Tiara RSU Trianda RSU Vina Estetika RSU Vita Isnani RSU Wulan Windi RSU Yoshua RSU Adenin Adenan RSU Fajar RSU Farigul RSU Mitra Medika RSU Mitra Persada RSU Methodist Susanna Wesley RSIA Al Ummah RSIA Badrul Aini RSIA Bunda Zahara RSIA Eva RSIA Elovani RSIA Harapan Ibu RSIA Harapan Bunda RSIA Rosiva RSIA Ratu Mas RSIA Suaka Insan RSIA Dr. Takdir RSIA Sri Ratu RSIA Salam RSIA Widya Husada RSIA Wahyu RSJ Bina Atma RSJ Bina Karsa RSJ Mahoni RSJ Poso RSJ Sembada RSIA Hadi Husada RSK Mata Sumatera RSK Bedah Accu-Plast RSK Mata Medan Baru RSK Mata Lions Club RSUP H. Adam Malik RSU Dr. Pirngadi RSU Padangsidimpuan RSU Swadana Tarutung RSU Dr. Jasarmen Saragih BPRSUD Dr. R.M Djoelham RSU Doloksanggul


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

No

Kepemilikan

160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

2.

Nama Rumah Sakit RSU Dr. F.L Tobing RSU Gunung Sitoli RSU Kabanjahe RSU H. Manan Simatupang BPRSUD Deli serdang RSU Panyabungan RSU Porsea BPRSU Rantau Parapat RSU Sidikalang RSU Sipirok RSU Tebing Tinggi RSU Tanjung Pura BPRSU Dr. T. Mansyur RSU Pangururan RSU Parapat RSU Sibuhuan RSU Gunung Tua RSU Lukas RSU Pandan RSU Perdagangan RSU Salak RSUD Natal RSU Sultan Sulaiman

Gambaran Akreditasi Rumah Sakit di Sumatera Utara.

Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara dapat dijadikan gambaran untuk mewakili kondisi Rumah Sakit di Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan penyebaran/ distribusi rumah sakit di Sumatera Utara yang tidak merata. Interaksi rumah sakit di Kota Medan dengan kegiatan akreditasi dimulai sejak tahun 1997. Pada awalnya akreditasi merupakan kewajiban atau keharusan karena ditunjuk oleh pemerintah untuk mengikutinya, bahkan beberapa rumah sakit memakai istilah kata “paksaan” untuk menyatakan bahwa akreditasi bukan dari kemauan mereka sendiri. Keterangan ini diperoleh dari beberapa rumah sakit yang dianggap pelopor saat ini telah memperoleh status terakreditsi tingkat dasar (5 pelayanan). Setelah proses interaksi tersebut berlangsung sekian tahun, saat ini sudah membuahkan akumulasi pemahaman yang beragam dikalangan perumahsakitan di Kota Medan. Pemahaman tersebut menjadi pedoman atau alasan mereka dalam mengambil keputusan dan membangun harapan-harapan yang ingin dicapai dari kegiatan akreditasi. Sampai pada tahun 2008 terdapat bebepara rumah sakit di Sumatera Utara berdasarkan tingkat pelayanan yang sudah dicapai yang dapat dilihat pada tabel 2.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 860b/ SK/XII/1987 tentang klasifikasi rumah sakit umum swasta, penetapan kelas rumah sakit umum adalah ditetapkan oleh Direktur Jendral Pelayanan Medik Depkes RI. Klasifikasi tersebut berdasarkan pembedaan bertingkat dan kemampuan peleyanannya yaitu : • RSU Swasta Pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum • RSU Swasta Madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan 4 cabang spesialistik. • RSU Swasta Utama, memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik.

Informasi lain dari hasil survey bahwa saat ini beberapa rumah sakit telah dalam persiapan melaksanakan akreditasi untuk tingkat dasar yaitu Rumah Sakit Advent Medan dan akreditasi tingkat lanjut antara lain : RSU St. Elizabeth Medan, RSU Tarutung, RSU Sari Mutiara Medan, RSU Haji Medan, RSU Herna Medan, RS Jiwa Medan. Namun perkembangan fase persiapan ini ternyata sangat bervariasi, sebagian besar belum ada meminta untuk diberikan bimbingan dan arahan baik oleh KARS, Dinas Kesehatan Provinsi ataupun PERSI.

Tabel 2. Jumlah Rumah Sakit yang telah Terakreditasi No

Kepemilikan

Nama Rumah Sakit

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Rumah Sakit BUMN Rumah Sakit khusus Pemerintah Rumah Sakit Swasta

RSU PTPN II Tembakau Deli RS Jiwa Daerah RSU Herna Medan RSU Haji Medan RSU Imelda Pekerja Indonesia RSU Islam Malahayati RSU Martha Friska RSU St. Elisabet Medan RSU Sari Mutiara Medan RSUP H. Adam Malik RSU Dr. Pirngadi RSU Swadana Tarutung RSU Dr. Jasarmen Saragih BPRSUD Deli serdang BPRSU Rantau Parapat

Rumah Sakit Pemerintah

Total Persentase (%)

255

5 Pelayanan √ √ √ √ √ √ √

Akreditas 12 Pelayanan

16 Pelayanan

√ √ √ √ √ √ √ √ 12 6.59

1 0.55

2 1.10


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

3.

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

a.

Lingkungan Peraturan

Rumah Sakit sebagai intitusi pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam perkembangannya dihadapkan pada pilihan yang sulit. Dilihat dari perkembangan fungsi rumah sakit, awalnya dominan memiliki fungsi sosial dalam penyembuhan penyakit, namun dalam tahun-tahun terakhir fungsi tersebut telah bergeser menjadisemacam industri jasa yang oleh sebagian kalangan dinilai dapat memberikan keuntungan finansial, bahkan sudah disejajarkan dengan industri yang padat modal, padat teknologi dan padat karya. Pola pelayanan rumah sakit juga mengalami perubahan sejalan dengan munculnya norma-norma baru yang dipengaruhi oleh transisi epidemiologi, sosial ekonomi dan teknologi terutama yang terkait dengan cara pembiayaan pelayanan kesehatan yang berlaku.

b.

c.

Dalam menyelenggarakan pembangunan di bidang pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera memiliki Sub Dinas Bina Pelayanan Kesehatan. Salah satu tugas pokok sub Dinas Pelayanan Kesehatan adalah melakukan pembinaan pelayanan rumah sakit dan akreditasi.

Dari penelusuran terhadap literatur diperoleh cukup banyak peraturan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap rumah sakit, yang dapat menjadi peluang ataupun ancaman bagi rumah sakit. Beberapa peraturan yang dikatakan pihak rumah sakit di Sumatera Utara berdampak kepada rumah sakit mereka diantaranya: a. Undang-undang No. 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Pemerintahan Daerah dan Pertimbangan Keuangan memberikan peluang gerak yang lebih luas bagi perubahan organisasi dan tata kerja institusi kesehatan, serta optimalisasi kinerja jajaran kesehatan di daerah. b. Kecendrungan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat ditambah dengan keluarnya Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. c. Peraturan-peraturan perpajakan misalnya; barang farmasi, sewa ruangan kepada pihak ketiga, pajak reklame, pajak makanan dan minuman, parkir dan lainnya dapat mengakibatkan mahalnya harga pelayanan rumah sakit yang harus dibayar pasien. d. Peraturan tentang fiskal ke luar negeri yang menambah kemudahan bagi konsumen untuk memilih pelayanan rumah sakit diluar negeri. 4.

Menyiapkan bahan perumusan perencanaan/ program dan kebijaksanaan teknis dibidang kesehatan. Menyelenggarakan pembinaan promosi kesehatan dan jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, pelayanan kesehatan dan rujukan, pencegahan pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan, kesehatan keluarga, farmasi dan makanan minuman serta tenaga kesehatan. Melaksanakan tugas-tugas yang terkait dengan kesehatan sesuai ketetapan Kepala Daerah.

Beberapa informasi diperoleh dari pengelola program akreditasi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tentang kendala yang dihadapi yang dapat mempengaruhi pencapaian program akreditasi di Sumatera Utara antara lain: a. Tata hubungan kerja yang masih perlu diperjelas antar pusat dan daerah. Sampai dimana peran dan fungsi pemerintah pusat dan daerah dalam akreditasi masih perlu ditata kembali bukan sekedar secar administratif saja, agar tidak terjadi duplikasi kewenangan. b. Keluhan berbagai pihak akan sumber daya tenaga pengelola akreditasi di Dinas Kesehatan yang tidak siap. c. Menyiapkan SDM melalui pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan permasalahan pembiayaan dan kewenangan tenaga yang akan dipersiapkan. d. Anggaran pemerintah yang terbatas. Kebijakan-kebijakan yang diambil sehubungan dengan keterbatasan anggaranpun perlu disosialisasikan, sehingga kesadaran dan minat rumah sakit dapat ditingkatkan. e. Perangkat hukum yang lemah. Menyiapkan peraturan tentang perizinan dan akreditasi rumah sakit termasuk tenaga pelaksananya serta penerapannya adalah hal yang perlu segera dilakukan.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Dinas Kesehatan adalah Unsur Pelaksana Pemerintah Provinsi yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas, berkedududkan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas menyelengggarakan sebagian kewenangan Pemerintah Provinsi dan tugas Dekonsentrasi dibidang Kesehatan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

5.

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Cabang SUMUT

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) adalah lembaga lahan pengembangan dan pengabdian profesi dalam bidang perumahsakitan di Indonesia yang berkedudukan ditingkat pusat. Ide pembentukannya mulai dicetuskan pada tanggal 4 februari 1973 di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung, sedangkan pendiriannya diresmikan pada tanggal 11 April 1978 di Jakarta. Organisasi ini merupakan

256


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

satu-satunya perhimpunan bagi semua rumah sakit di Indonesia dan ditiap Provinsi hanya dapat didirikan satu cabang. Sekretariat PERSI Cabang SUMUT saat ini bertempat di Dr. Pirngadi Medan.

meningkatkan sistem informasi dirumah sakit. Intervensi ini kemudian mengahasilkan kebijakan baru perumahsakitan yaitu mengenai standar ketenagaan, peralatan dan pelayanan rumah sakit. Pada tahun 1993 ditetapkan standar pelayanan rumah sakit dan standar pelayanan medik, standarisasi ini merupakan langkah awal menuju akreditasi rumah sakit. Selanjutnya disusun buku pedoman yang merupakan acuan bagi seluruh pelaksanan program akreditasi.

Peran PERSI dalam Akreditasi Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh PERSI Cabang SUMUT dalam menyukseskan program Akreditasi Rumah Sakit antara lain: a. Membentuk wadah konsultasi akreditasi rumah sakit dan menyediakan tim ahli untuk konsultasi akreditasi. b. Melakukan sosialisasi akreditasi rumah sakit melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan bagi kalangan perumahsakitan di Provinsi Sumatera Utara c. Melakukan bimbingan kerumah-rumah sakit di Provinsi Sumatera Utara

Saat ini sebagian besar pengelola rumah sakit mengatakan bahwa diperlukan komitmen yang tinggi dari seluruh jajaran rumah sakit, selain kesiapan infra struktur dan sumberdaya manusia untuk dapat melaksanakan akreditasi, termasuk komitmen pemerintah untuk mendorong rumah rumah sakit swasta agar berminat untuk akrediatsi. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan terhadap komitmen pihak rumah sakit terhadap akreditasi menunjukkan besarnya peranan pemilik rumah sakit terhadap keputusan akreditasi, walaupun pengambilan keputusan tetap dilaksanakan oleh manajemen ruamah sakit. Beberapa rumah sakit swasta yang belum terakreditsi nampaknya menaruh harapan besar terhadap pemerintah, dikatakan diperlukan komitmen pemerintah terlebih dahulu agar rumah sakit mau melaksanakan akreditasi. Sedangkan bagi pemerintah strategi yang diambil dalam hal ini adalah mengupayakan tumbuhnya kemandirian rumah sakit dalam akreditasi. Komitmen pemerintah yang diharapkan antara lain: a. Pemerintah dapat memberikan pembinaan yang didukung dengan kesiapan SDM serta terdapat ketentuan pembinaan pasca akreditasi b. Ada peraturan yang jelas tentang perizinan dan akreditasi serta ketegasan implementasinya. c. Menyiapkan reward akreditasi, misalnya : peran pemerintah dalam kemitraan dengan perusahaan asuransi, sosialisasi dan publikasi hasil penilaian akreditasi kepada masyarakat. d. Menyederhanakan birokrasi e. Ada perubahan mekanisme pembiayaan akreditasi bagi rumah sakit swasta

Pandangan PERSI Terhadap Akreditasi Rumah Sakit di Sumatera Utara Dari sudut pandang PERSI, terdapat berbagai kendala yang menghambat perkembangan Akreditasi Rumah Sakit di Sumatera Utara yaitu: a. Sangat kurangnya komitmen dari manajemen rumah sakit untuk akreditasi b. Akreditasi dianggap sebagai beban bagi rumah sakit c. Beban akreditasi selalu dikaitkan dengan biaya bukan kemauan untuk memperbaiki. d. Pelayanan Rumah Sakit sekarang ini belum berorientasi mutu e. Kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh rumah sakit kepad PERSI dalam mengakses informasi akreditasi f. Belum terbukanya peluang untuk tersedianya surveor di Sumatera Utara. Dalam hal ini PERSI sudah pernah mengusulkan dan beberapa ahli mengirimkan persyaratan untuk dapat menjadi surveor di daerah, tetapi belum ada pembahasan hal itu oleh lembaga akreditasi di pusat. 6.

Faktor-faktor yang Mendasari Pengambilan Keputusan Manajemen Rumah Sakit dalam Pelaksanaan Akreditasi

Manfaat Akreditasi Bagi Rumah Sakit Manfaat atau keuntungan yang diperoleh rumah sakit dari akreditasi idealnya apabila rumah sakit dapat meningkatkan kinerjanya dari waktu kewaktu yang dinilai dari kepentingan pasien dan kepuasan pelanggan. Manfaat apa yang sudah dirasakan rumah dari akreditasi dapat diuraikan kedalam beberapa hal yaitu: a. Akreditasi mendorong rumah sakit membuat prosedur dan standar pelayanan, sehingga manfaatnya terutama dirsakan pada rekam medik karena dapat menyediakan data pasien

Komitmen Pada tahun 1989 pemerintah mulai mengkaji keluhan masyarakat mengenai rendahnya mutu pelayanan rumah sakit, sehingga dilakukan survei diagnosis kemungkinan peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Hasil survey menyimpulkan bahwa perlu ada intervensi untuk mengatasi kekurangan tersebut antara lain dengan memperbaiki kebijakan di dalam pengelolaan rumah sakit, meningkatkan mutu rekam medik dan

257


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

b. c. d. e. f.

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Rumah sakit memiliki pedoman yang seragam untuk melaksanakan kegiatan pelayanan Ada rasa aman bagi rumah sakit dalam memberikan pelayanan Rumah sakit dapat menilai kekurangan dan kemajuan yang telah dicapai yang dapat digunakan untuk perencanaan kedepan Akreditasi mendorong manajemen lebih perhatian terhadap mutu Meningkatnya kinerja perawat, rekam medis dan pelayanan gawat darurat.

keluhan pihak rumah sakit mengatakan ketidak siapan sumber daya tersebut disebabkan oleh SDM yang tidak siap pakai yang dikeluarkan oleh institusi pendidikan kita. Hal yang lainnya adalah cukup sulit mengakses pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan SDM dalam bidang-bidang yang diperlukan rumah sakit karena memerlukan biaya yang cukup tinggi karena sering harus diikuti diluar daerah.

PEMBAHASAN

Reward

Pemahaman Terhadap Akreditasi

Umumnya rumah sakit sangat mengharapkan adanya reward dari pemerintah agar akreditasi lebih diminati lagi oleh rumah-rumah sakit khusunya swasta. Beberapa bentuk reward yang diinginkan meliputi: a. Peran pemerintah dalam pengaturan kemitraan dengan perusahaan asuransi b. Sosialisasi dan publikasi hasil penilaian akreditasi kepada masyarakat luas. c. Penghargaan khusus kepada rumah sakit swasta untuk kemandirian dalam akreditasi d. Logo Akreditasi Rumah Sakit

Pada dasarnya tujuan utama akreditasi rumah sakit adalah agar kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di rumah sakit. Bila suatu rumah sakit dianggap telah menerapkan standar-standar yang ditentukan, berarti rumah sakit dianggap telah bertanggung jawab telah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Falsafah dan tujuantersebut intinya sebenarnya adalah agar rumah sakit secara terus-menerus dan bersungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Jadi tujuannya bukan sekedar melengkapi atau memenuhi stndar-standar pelayanan yang disyaratkan untuk memperoleh akreditasi. Pemahaman terhadap akreditasi dan tujuannya bagi jajaran rumah sakit yang menjadi lokasi penelitian dapat dikatakan cukup baik, ratarata mengatakan akreditasi dapat membantu menilai kekurangan dan kemampuan rumah sakit serta menilai kinerja mereka bila kegiatan akreditasi tersebut dilakukan secar kontinu. Namun keputusan untuk melaksanakan akreditasi masih ada keraguan terutama yang menyangkut mekanisme akreditasi pasca penilaian, dan apakah hasil akreditasi benarbenar dapat menjamin kepuasan pelanggan.

Anggaran Faktor anggaran juga menjadi pertimbangan manajemen rumah sakit dalam pengambilan keputusan akreditasi. Alasan klasik adalah tingginya biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit serta menurunnya kemampuan membayar masyarakat. Sebagian besar rumah sakit mengatakan akreditasi sangat membebani keuangan rumah sakit, anggaran terbesar adalah untuk mempersiapkan sarana serta prasarana yang sesuai standar. Namun dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa faktor anggaran tidak menjadi faktor utama yang mendasari pengambilan keputusan. Beberapa rumah sakit tidak mempermasalahkan anggaran untuk akreditasi, tetapi manajemen menunda atau mengambil keputusan untuk tidak melaksanakan akreditasi disebabkan ketidaksiapan SDM dan daya utama adalah karena tidak adanya keharusan bagi rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi.

Alternatif Keputusan Berdasarkan hasil wawancara kepada pimpinan rumah sakit, panitia akreditasi dan beberapa pemilik rumah sakit dari 13 rumah sakit swasta di Kota Medan, alternatif-alternatif keputusan akreditasi rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori yaitu: Kategori 1 adalah rumah sakit yang mengambil keputusan untuk melaksanakan akreditasi, yaitu : • Rumah sakit yang telah terakreditasi • Rumah sakit yang sedang melaksanakan tahapan-tahapan akreditasi, yang dibuktikan dengan dokumentasi tertulis.

Sumber Daya Manusia (SDM) Faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi adalah kesiapan SDM. Menyiapkan SDM dari segi kuantitas dan kualitasnya yang dapat memenuhi standarnya yang memiliki loyalitas dan integritas yang tinggi masih sulit bagi sebagian besar rumah sakit. Namun dalam kondisi demikian beberapa rumah sakit ada juga yang berani mengambil keputusan melaksanakan akreditasi. Beberapa

Kategori 2 adalah rumah sakit yang mengambil keputusan untuk tidak melaksanakan akreditasi, yaitu : • Rumah sakit yang belum mempersiapkan diri untuk akreditasi

258


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Rumah sakit yang belum sampai kepada tahapan-tahapan akreditasi

•

No

Alternatif pertama berasal dari beberapa rumah sakit yang sudah pernah terakreditasi tingkat dasar, yang saat ini sedang mempersiapkan diri melaksanakan akreditasi tingkat lanjut. Kemudian alternatif untuk melaksanakan akreditasi juga berasal dari beberapa rumah sakit yang belum pernah terakreditasi sebelumnya. Alternatif kedua, adalah dari rumah sakit yang merasa tidak siap dan masih jauh dari segi kemampuan/ kesiapan sumber daya dan struktur. Namun pilihan untuk tidak terakreditasi ada juga disebabkan rumah sakit merasa tidak ada tekanan atau sangsi yang mengharuskan untuk akreditasi, jadi bukan sematamata hanya karena ketidaksanggupan. Selain itu ada rumah sakit yang menunda mengambil keputusan karena alasan birokrasi yang tidak sederhana dan perubahan sehubungan dengan era desentralisasi, yang menurut perkiraan rumah sakit tersebut mungkin memberikan perubahan dalam mekanisme pelaksanaan dan pembiayaan akreditasi. Proses Pengambilan Keputusan Akreditasi Dari uraian diatas ada 2 (dua) alternatif pokok yang masuk dalam perhitungan manajemen rumah sakit dalam mengambil keputusan, yaitu pilihan untuk akreditasi atau tidak terakreditasi. Ada beberapa aspek/faktor yang biasanya menjadi bahan pertimbangan dalam memilih alternatif keputusan. Faktor-faktor tersebut telah diuraikan sebelumnya yaitu faktor komitmen dari seluruh jajaran rumah sakit termasuk komitmen stake holder diluar rumah sakit, faktor anggaran untuk akreditasi, kesiapan sumber daya manusia, sanksi, reward, birokrasi dan desentralisasi serta faktor manfaat akreditasi. Semua faktor dijabarkan kedalam pertanyaanpertanyaan yang lebih operasional, yang disusun secara deterministik dan diajukan kepada informan. Setiap alternatif keputusan yang diambil ternyata didasari alasan-alasan pokok yang hampir sama, karena setiap faktor pokok yang mendasari keputusan dianggap penting maka tidak ada yang disishkan. Faktor dukungan pemerintah dimasukkan kedalam faktor komitmen stake holder rumah sakit. Alasan- alasan alternatif yang dapat dijadikan sebagai kendala kesiapan rumah sakit untuk akreditas secara singkat dapat dilihat pada tabel berikut:

1

Faktor

Alternatif Tidak Terakreditasi Ada komitmen Tidak ada yang tinggi dari komitmen yang pemilik, tinggi dari pengelola dan pemilik, seluruh jajaran pengelola dan

Akreditasi

Komitmen -

Alternatif Tidak Terakreditasi seluruh jajaran RS, serta ada RS serta dukungan kurangnya pemerintah. dukungan pemerintah. Tersedianya - Bisa atau tidak anggaran yang tersedianya cukup untuk anggaran yang menyiapkan cukup untuk sarana, fasilitas menyiapkan dan operasional sarana, fasilitas Tim Akreditasi. dan operasional Tim Akreditasi. Sudah memiliki - Sudah atau SDM yang belum memiliki cukup untuk SDM yang akreditasi. cukup untuk akreditasi. Terdapat atau - Terdapat atau tidak sangsi tidak sangsi yang tegas bagi yang tegas bagi rumah sakit. rumah sakit. Ada atau tidak - Tidak ada reward dari reward dari pemerintah. pemerintah. Akreditasi dapat - Akreditasi tidak meningkatkan dapat mutu pelayanan meningkatkan rumah sakit. mutu pelayanan rumah sakit.

Akreditasi

2

Anggaran

-

3

SDM

-

4

Sanksi

-

5

Reward

-

6

Manfaat

-

Dari hasil tabulasi diatas dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mendasari pertimbangan manajemen rumah sakit atas kesiapannya untuk melakukan akrediatasi yaitu: 1. Faktor Komitmen, sangsi dan reward akreditasi menjadi faktor-faktor utama yang mendasari keputusan manajemen rumah sakit baik pemerintah maupun swasta untuk mau melaksanakan akreditasi. 2. Faktor komitmen dari pemilik, pihak manajemen serta seluruh jajaran rumah sakit merupakan faktor utama yang menjadi pertimbangan manajemen rumah sakit dalam mengambil keputusan. 3. Rumah sakit swasta merasakan kurangnya komitmen pemerintah dan organisasi profesi (PERSI) di daerah dalam menyiapkan rumah sakit swasta dalam mencapai standar-standar akreditasi. 4. Sebagian besar manajemen rumah sakit mengatakan faktor sangsi relatif masih diperlukan dan cukup efektif menyebabkan rumah sakit mau melaksanakan akreditasi. Sangsi yang dimaksud adalah yang dapat membedakan antara rumah sakit terakreditasi dengan rumah sakit tidak terakreditasi. 5. Faktor reward dari pemerintah terhadap rumah sakit terakreditasi merupakan harapan sebagian besar rumah sakit swasta 6. Ada keraguan terhadap manfaat akreditasi kepada peningkatan mutu pelayanan rumah sakit

Tabel 3. Pemilihan Alternatif Keputusan No

Faktor

259


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

7.

8.

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Faktor SDM yang sulit untuk mencapai standar akreditasi juga menjadi faktor yang mendasari pengambilan keputusan, tetapi dengan kondisi demikian beberapa rumah sakit tetap berani mengambil keputusan untuk melaksanakan akreditasi. Faktor anggaran tidak menjadi alasan utama manajemen rumah sakit dalam mengambil keputusan akreditasi.

-

Harapan-Harapan yang Mendasari Keputusan -

Beberapa hal yang menjadi harapan manajemen rumah sakit yang mendasari pengambilan keputusan mereka, dapat diringkas sebagai berikut: 1. Agar akreditasi betul-betul memotivasi seluruh jajaran rumah sakit untuk secara berkesinambungan memberikan pelayanan yang bermutu dengan mengadopsi standarstandar akreditasi tersebut komitmen pemerintah dengan 2. Adanya menciptakan suasana agar akreditasi dapat berkembang misalnya menyederhanakan birokrasi pengelolaan limbah rumah sakit, atau mencarikan solusi permasalahan rumah sakit lainnya. 3. Agar pemerintah memikirkan juga reward terhadap rumah sakit yang terakreditasi 4. Agar badan pembina akreditasi terdiri dari orang-orang yang berpengalaman dalam dunia perumahsakitan 5. Adanya minat masyarakat dan perusahaanperusahaan untuk mengapresiasikan rumah sakit yang terakreditasi 6. Agar Sumatera Utara memiliki wadah konsltasi dan informasi akreditasi yang dapat memotivasi rumah sakit dan meringankan dari segi biaya. 7. Agar Sumatera Utara juga memiliki surveior daerah untuk menjamin keobkjektifan akreditasi 8. Rumah sakit di Sumatera Utara dapat bersaing dengan rumah sakit diluar negeri

-

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu: 1. Rumah Sakit Swasta di Sumatera Utara. - Keputusan manajemen rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi didasari oleh paling sedikit 6 macam faktor yaitu: komitmen seluruh jajaran rumah sakit (termasuk dukungan pemerintah dan organisasi profesi), sangsi, reward, manfaat akreditasi, anggaran dan Sumber Daya Manusia. - Faktor komitmen dari pemilik rumah sakit dirasakan sebagai faktor pertama yang mendorong pengambilan keputusan akreditasi. Faktor komitmen menyangkut

juga dari stake holder diluar rumah sakit, seperti: dukungan instansi pemerintah dan organisasi profesi. Faktor sangsi relatif masih efektif mempengaruhi keputusan akreditasi rumah sakit swasta di Sumatera Utara. Faktor reward dari pemerintah menjadi harapan sebaigan besar rumah sakit Manfaat akreditasi terhadap mutu pelayanan menjadi faktor awal menunujkkan keraguan dalam pengambilan keputusan akreditasi. Faktor kecukupan SDM untuk mencapai standar akreditasi masih menjadi kendala besar, namun dengan kondisi yang demikian rumah sakit tetap berani mengambil keputusan melaksanakan akreditasi Faktor anggaran bukan menjadi alasan utama rumah sakit di Sumatera Utara untuk tidak melaksanakan akreditasi.

2.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Beberapa faktor pada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang dapat menjadi kendala perkembangan akreditasi rumah sakit antara lain: - Tata hubungan kerja antara pusat dan pusat dan daerah yang masih perlu diperjelas - Kesiapan Sumber Daya Manusia. - Anggaran pemerintah yang terbatas untuk upaya pembinaan dan sosialisasi. - Perangkat hukum yang lemah, meliputi peraturan dan pelaksanaan.

3.

PERSI Cabang Sumatera Utara. Yang dapat disimpulkan dari pernyataan PERSI Cabang Sumatera Utara dalam penelitian ini menunjukkan: - Balum adanya kejelasan tentang peran dan fungsi PERSI Cabang Sumatera Utara dalam akreditasi - Kurangnya kerjasama dan komunikasi yangbaik antara rumah sakit dan PERSI Cabang Sumatera Utara dalam kegiatan akreditasi

Berdasarkan faktor-faktor yang mendasari keputusan akreditasi, harapan berbagai pihak serta kesimpulan penelitian diatas, dapat disarankan sebagai berikut: 1. Kepada Rumah Sakit - Meningkatkan akses informasi melalui a. Membuat atau mengikuti pertemuanpertemuan dan workshop akreditasi akreditasi (dapat b. Jurnal/masalah dibuat intisari kedalam bentuk majalah dinding agar terbaca seluruh karyawan)

260


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

-

-

-

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Membuat program-program sosialisasi untuk meningkatkan komitmen seluruh jajaran rumah sakit melalui: a. Melakukan perbandingan kerumahrumah sakit yang sudah diakreditasi baik yang berada didalam maupun di luar negeri b. Membuat pertemuan-pertemuan atau seminar misalnya dengan tema; dampak akreditasi terhadap mutu pelayanan, akreditasi dan persaingan rumah sakit, akreditasi dan pengembangan mutu SDM dan sebagainya. Melaksanakan / menjalankan proses peningkatan mutu di setiap bagian rumah sakit misalnya melalui kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM, jaminan mutu dan lain-lain. Membuat program insentif khusus misalnua; honor untuk pegawai yang termasuk kedalam kelompok kerja (Pokja) akreditasi, insentif khusus untuk Komite Medik dan lain-lain.

-

-

-

2.

Kepada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. terhadap - Meningkatkan pengawasan penyelenggaraan perizinan rumah sakit, agar rumah sakit yang tidak sesuai standar minimal tidak bisa mendapatkan izin operasional, sehingga diharapkan rumahrumah sakit yang baru akan lebih siap menghadapi tahap akreditasi - Meningkatkan pembinaan terhadap rumahrumah sakit yang sudah berdiri agar dapat mencapai standar-standar akreditasi dalam batas waktu yang sudah ditentukan - Solusi dengan menggunakan pendekatan standar minimum untuk sertifikasi rumah sakit dan penerapan sstandar optimum untuk akreditasi bagi rumah sakit yang mampu, perlu menjadi pertimbangan pemerintah daerah (perlu direvisi perundangan dan peraturan tentang perizinan dan akreditasi) - Meningkatkan SDM untuk pengelola dan penyalenggara akreditasi melalui pelatihan-pelatihan, termasuk menyiapkan surveior daerah untuk lebih mearik minat rumah-rumah sakit di daerah. - Pengaturan kembali tata hubungan kerja dan komunikasi antara penyelenggara akreditasi di tingkat pusat dengan instansi pembina dan organisasi profesi di daerah dipertimbangkan pembentukan - Perlu badan mutu didaerah untuk membantu kesiapan rumah-rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi

3.

Mengingat terbatasnya anggaran pemerintah, perlu lebih ditingkatkan sosialisasi prinsip kemandirian dan proaktif rumah sakit pemerintah maupun swasta terutama bagi kalangan pemilik rumah sakit, serat sosialisais akreditasi kepada masyarakat luas misalnya melalui penyuluhan, supervisi dan menyebarkan brosur. Penglaman di daerah lain yang sukses program akreditasinya perlu menjadi perbandingan unutk menyiapkan apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan akreditasi. Perlu dipikirkan bentuk reward kepada rumah sakit misalnya; publikasi khusus hasil penilaian akreditasi, peran dalam mengatur kerjasama perusahaanperusahaan lain dengan rumah sakit, pemberian rekomendasi untuk potongan tarif-tarif perpajakan tertentu dari pemerintah daerah bagi rumah sakit terakreditasi, logo akreditasi rumah sakit dan lain-lain. Menyederhanakan birokrasi.

Kepada PERSI Cabang Sumatera Utara. - Agar mekanisme dan prosedur kegiatan konsultasi dan bimbingan akreditasi oleh organisasi dapat disosialisasikan kepada rumah sakit - Meningkatkan kemampuan SDM - Mengupayakan peran dalam pembianaan dan penyelenggaraan akreditasi rumah sakit di daerah melalui pendekatan dan kerjasama kepada pemerintah daerah.

DAFTAR PUSTAKA Boedihartono, H, 2000, Akreditasi Instansi Kesehatan Ditinjau dari Aspek Teori dan Praktek, Jakarta : dalam Pertemuan Ilmiah Kongres VIII PERSI. Departemen Kesehatan RI, 2001, Informasi Rumah Sakit Seri I : Kegiatan Pelayanan, Jakarta : Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, 2002, Pedoman Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia, Jakarta : Departemen Kesehatan. Kuntjoro, 2001, Kecenderungan Perubahan Sistem Akreditasi Menuju Pengukuran Kinerja, dalam Seminar Trend Program Peningkatan Mutu Pelayanan di Rumah Sakit, Yogyakarta : Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kodokteran Universitas Gadjah Mada.

261


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Lubis, Zulkifli, 1996, Repong Damar Kajian tentang Proses Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Hutan di Daerah Pesisir Krui Lampung Barat, Jakarta : Program Pascasarjana Antropologi Universitas Indonesia. Sjaaf, Amal, C, 2000, Akreditasi dan Pelayan Rumah Sakit, Jakarta : dalam Peretmuan Ilmiah Kongres VII PERSI. Soejitno S, Alkatiri A, Ibrahim E, 2002, Reformasi Perumahsakitan Indonesia, Jakarta : Grasindo. Utarini, A, 2000, Perkembangan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Melalui Akreditasi : Tren Akreditasi Lembaga Pelayanan Internasional, Jakarta : dalam Pertemuan Ilmiah Kongres VIII PERSI. Utarini, A, 2002, Akreditasi Pelayanan Medik Dasar, Yogyakarta : Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

262


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Program Mengurangi Kemiskinan di Perdesaan Dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Melelui Telecenter Bakhrul Khair Amal Dosen pada Universitas Negeri Medan

Abstraksi Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk membantu upaya pemerintah mengurangi kemiskinan di Indonesia masih sangat langka. Implementasi konsep mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi diselenggarakan dalam bentuk telecenter. Telecenter ini sebagai wahana multiguna untuk pengembangan masyarakat sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Telecenter adalah merupakan suatu tempat mengakses informasi, berkomunikasi dan mengakses layanan social dan ekonomi dengan mempergunakan sarana teknologi informasi dan komunikasi berupa komputer dan sambungan ke internet. Untuk itu tulisan ini akan mengulas secara lebih jauh tentang telecenter sebagai salah satu bentuk mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin khususnya di perdesaan.

Kata kunci : TIK, telecenter, kemiskinan kebutuhan dasar masyarakat miskin, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur agar dapat menunjang kegiatan-kegiatan sosial dan ekonomi.

PENDAHULUAN Di negara-negara berkembang, kemiskinan itu sebahagian besar merupakan gejala perdesaan. Kemiskinan sebagai suatu fenomena sosial tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga terjadi di negara yang sudah mempunyai kemampuan di bidang ekonomi. Fenomena ini pada dasarnya telah terjadi perhatian, isu, dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Hal ini tercermin dari konfrensi tingkat tinggi dunia yang berhasil menggelar deklarasi dan program aksi untuk pembangunan sosial (world summit in social development) di Conpenhagen pada tahun 1995. salah satu fenomena sosial yang dipandang perlu penanganan segera dan menjadi agenda tingkat tinggi dunia tersebut adalah kemiskinan, pengangguran dan pengucilan sosial yang ada disetiap negara. Secara konstitusional, permasalahan dimaksud telah dijadikan perhatian utama bangsa Indonesia sejak tersusunnya UUD 1945.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu diantaranya yaitu dengan memanfaatkan potensi Teknologi dan Komunikasi (TIK). Ditengah-tengah pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), berbagai jenis aplikasi TIK dimanfaatkan untuk mempermudah dan mempertinggi kualitas hidup manusia. Namun demikian, masih belum banyak pihak yang melihat potensi TIK dimanfaatkan dalam upaya mengurangi kemiskinan, terutama kemiskinan yang terjadi dikalangan masyarakat perdesaan.

PENDEKATAN PROSES KEMISKINAN MASYARAKAT DI PERDESAAN Indonesia adalah negera kepulauan yang sangat luas, padat, dan terdiri dari beragam suku bangsa. Penduduknya tersebar tidak merata, diantaranya disebabkan karena kesenjangan penyebaran pelaksanaan pembangunan antar pedesaan dan perkotaan maupun antar kawasan. Pembanguan sarana dan prasarana yang diupayakan untuk dapat menjangkau ke berbagai daerah dirasakan belum optimal karena keterbatasan dana pemerintah dan luasnya wilayah yang harus dijangkau.

Mengenai makalah kemiskinan, Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini telah menetapkan rencana jangka panjang (tahun 2004 – 2015) untuk mengatasi hal tersebut. Sesuai dengan kebijakan pemerintah, Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) telah merumuskan dua cara pendekatan utama menangani pengurangan kemiskinan, yaitu menambah pendapatan masyarakat miskin dengan cara meningkatkan produktivitas dan kemampuan manajerialnya serta membantu mereka memperoleh peluang dan perlindungan sosial yang lebih baik. Selain itu juga mengurangi pembiayaan kebutuhan-

Berdasarkan data komisi penanggulangan kemiskinan, kantor menteri koordinator bidang kesejahteraan rakyat tahun 2004, sampai saat ini

263


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

masih terdapat 38 juta penduduk Indonesia yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Lebih dari 70 % total penduduk miskin tersebut berada di pedasaan, sedangkan sisanya di perkotaan.

bisa” dalam menjelaskan mengapa terjadi kemiskinan terjadi di negara sedang berkembang. Menurut Lipton dan Vyas, “small, interlocking urban elites conperising mainly businessmen, politician, bureaucrats, trade union leaders and supporting staff of professional. Academics and intellectuals. can in a modern state substantionally control the distribution of resources”.

Pada decade 1976 – 1996, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan, yaitu dari 40,1 % menjadi 11,3 %, namun pada periode 1996 – 1998 angka ini menjadi 24,29 % atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour Orgaization (ILO) memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3 % (BPS, 1999). Pada tahun 2002, persentase kemiskinan telah mengalami penurunan, namun secara absolut jumlah mereka masih tergolong tinggi, yaitu 43 % atau sekitar 15,6 juta (BPS dan Depsos, 2002).

Bisa perkotaan ini dipercaya oleh Lipton, karena menurutnya memang terdapat antagonisme antar penduduk perdesaan dan perkotaan, dimana yang pertama ditandai dengan kemiskinan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika pembangunan yang hanya diarahkan ke perkotaan akan mengakibatkan semakin memburuknya kehidupan penduduk miskin di perdesaan. Untuk mengatasi kecendrungan yang negatif seperti itu, Lipton berpendapat bahwa negara sedang berkembang seharusnya mengarahkan kegiatan investasinya ke sumberdaya utama yang mereka miliki, yaitu pertanian yang padat karya (labour intensive).

Beranekaragam teori telah berupaya mencari penjelasan mengapa terjadi proses pemiskinan. Secara garis besar kemiskinan dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu kemiskinan structural dan kemiskinan alamiah (Nasution, 1996 dalam info Urdi Vol. 14). Kemiskinan structural erring disebut sebagai kemiskinan buatan (man made proverty). Baik langsung maupun tidak langsung kemiskinan kategori ini umumnya disebabkan oleh tatanan kelembagaan yang mencakup tidak hanya tatanan organisasi tetapi juga mencakup masalah aturan permainan yang diterapkan. Sedangkan kemiskinan alamiah lebih banyak disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alam lemah/terbatas, peluang produksi relatif kecil atau tingkat efisiensi produksinya relatif rendah.

Dalam rangka dukungannya untuk mengurangi bisa perkotaan, Lipton dan Vyas berpendapat bahwa sector perdesaan adalah pengguna investasi terbatas yang lebih responsive daripada sector perkotaan. Sejauh ini gagasan Lipton tersebut telah mendapat banyak kritik namun juga dukungan dikalangan pemerhati masalah ekonomi pembangunan.

PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERDESAAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Beranjak dari kedua tipe kemiskinan itu, berbagai teori telah dikembangkan dalam upaya untuk memahami aspek-aspek yang menentukan terjadinya kemiskinan secara lebih mendalam. Keanekaragaman teori yang telah dikembangkan itu menggambarkan adanya perbedaan sudt pandang diantara pemerhati masalah kemiskinan. Secara umum teori-teori yang menjelaskan mengapa terjadi kemiskinan, dapat dibedakan menjadi teori yang berbasis pada teori pendekatan sosial antropologi, khususnya tentang budaya masyarakat. Teori yang berbasis pada teori ekonomi antara lain melihat kemiskinan sebagai akibat dari kesenjangan kepemilikan faktor produksi, kegagalan, kepemilikan, kebijakan yang bisa ke perkotaan, perbedaan kualitas sumberdaya manusia, serta rendahnya pembentukan modal masyarakat atau rendahnya perangsang untuk penanam modal. Disisi lain, pendekatan sosial antropologi menekankan adanya pengaruh budaya yang cenderung melanggengkan kemiskinan (kemiskinan cultural).

Di Indonesia pemanfaatan potensi TIK untuk membantu upaya pemerintah mengurangi kemiskinan masih sangat langka. Sekaranglah waktu yang tepat untuk menggairahkan kembali perlawanan terhadap kemiskinan di Indonesia dengan memberdayakan peranan TIK dalam pembangunan nasional, bergandengan dengan langkah-langkah lain yang telah diambil untuk mengurangi kemiskinan. Strategi TIK mempertemukan tiga pokok yang mendesak dalam pembangunan di Indonesia yang akan bersinergi secara padu kedalam kekuatan yang handal untuk meningkatkan kehidupan kaum miskin di Indonesia. Pertama, strategi TIK akan memantapkan komitmen nasional untuk merangkul dan memanfaatkan TIK dibawah naungan kerangka nasional teknologi informasi (national information technology frame work). Kedua, strategi TIK akan meningkatkan uapaya mengurangi kemiskinan secara nasional sebagaimana tercantum dalam strategi penanggulangan kemiskinan nasional atau

Disisi lain terdapat pandangan proses pemiskinan sebagai akibat kebijakan yang bisa perkotaan. Lipton dan Vyas (1981) mengajukan konsep “urban

264


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

SPKN. Ketiga, implementasi strategi yang memanfaatkan pendekatan desentralisasi akan mendorong proses pengalihan peran dan tanggungjawab pemerintah pusat ketingkat daerah.

atau terlalu sibuk sehingga tidak bisa selalu daring ke telecenter tiap-tiap membutuhkan layanannya, untuk itu konsep penyediaan layanan untuk masyarakat miskinpun harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut. Karenanya layanan ataupun informasi di telecenter haruslah disampaikan dalam format dan bahasa yang bisa dipergunakan dan mudah difahami oleh masyarakat.

Adapun konsep mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi atau yang secara populer dikenal dengan ICT4PR (Information and Communication Technology for Poverty Reduction) dalam pelaksanaannya harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. ICT4PR tidak menekankan strateginya pada sisi teknologi dan akses semata. Bagi ICT4PR teknologi dan akses hanyalah alat atau medium. Sedangkan tujuan utamanya adalah peningkatan kesejahteraan masyrakat itu sendiri.

ICT4PR juga berpihak kepada kebutuhan masyarakat miskin dalam artian informasi disebarkan dan sampai ke masyarakat yang membutuhkan dengan mempergunakan bantan media local yang biasa dipakai oleh masyarakat tersebut. Dengan cara ini masyarakat tidak harus selalu dating ke telecenter untuk mendapatkan manfaat dari telecenter karena informasi dari telecenter dapat diperoleh melalui radio komunikasi, bulletin, papan pengumuman, pertemuan-peremuan masyarakat dan lain-lain.

Fokus intervensinya adalah masyarakat miskin yang memilik aktivitas ekonomi (misalnya petani, nelayan, pedagang, pengrajin, dan lain-lain), namun berbiaya tinggi atau berpenghasilan sangat rendah sehingga apa yang dilakukannya tidak dapat mensejahterakan dirinya. Diharapkan dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi, pengasilan masyarakat dapat bertambah atau biaya produksinya dapat berkurang dikarenakan aktivitas ekonomi yang dilakukan lebih produktif dan efesien.

Dalam hai ini tentunya telecenter tidak hanya berfungsi menjadi pusar layanan informasi, manfaat telecenter dapat beragam dan sesuai dengan kebutuhan dan kreativitas masyarakatnya mislnya secara social, telecenter dapat memberikan manfaat pendidikan (melalui pembelajaran jarak jauh, e;earning), kesehataan (telemedicine), layananan pemerinah, dan lain-lain. Secara ekonomi telecenter dapat memberikan dukungan bisnis melalui layanan dasarnya yaitu penayangan informasi, akses harga pasar, trend konsumen, pembuatan situs untuk pemasaran hasil usaha dan lain-lain.

Dalam implementasinya konsep ICT4PR diselenggarakan dalam bentuk telecenter. Di telecenter masyarakat miskin dapat mengakses informasi, berkomunikasi dan mendapatkan layanan social dan ekonomi dengan mempergunakan sarana teleknologi informasi dan komunikasi berupa komputer dan sambungan ke internet dengan harga yang terjangkau. Keuntungan yang dapat diperoleh masyarakat apabila memanfaatkan informasi yang didapat dari telecenter antara lain adalah mengetahui harga pasar dari produk pertanian atau perikanan, sehingga petani atau nelayan tersebut dapat memperkirakan harga yang sesuai untuk hasil produksinya. Selain itu juga peani dapat memperoleh informasi tntang cuaca sehingga dalam hal ini petani dapat merencanakan dngan baik jenis produksi pertanian apa yang sesuai dan cocok ditanam pada bulan-bulan tertentu menghindari kerugian. Selain itu juga petani dapat belajar mengenai cara mengolah hasil tani yang tidak habis terjual dipasar sehingga tidak merugi. Seperti tomat yang diolah menjadi selai, apel diolah menjadi jenang, wingko, sirup, keripik, seli, sampai minuman sari apel. Begitu pula nangka dan kentang dapat diola menjadi keripik.

Disamping itu juga telecenter dapat dipakai untuk kegiatan-kegiatan pelatihan seperti pelatihan komputer, bahasa ingris, internet, guru dan lainlain. Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut dan menyediakan layanan-layanan seperti diatas, telecenter membutuhkan kontribusi dari pihak-pihak luar yang mau bermitra denganya. Mitra telecenter bisa siapa saja. Mitra telecenter adalah pihak-pihak yang dapat berkontibusi positif untuk menamba koleksi konten (informasi) layanan, program dan kegiatan telecenter ataupun memberikan dukungan finansial bagi telecenter. Pihak pemerinta misalnya bisa menjadi mitra telecenter dengan melakukan program-program pembangunan atau memberikan layananlayanannya berupa e-government melalui telecenter. Pihak swasta bisa memanfaatkan telecenter untuk aktivitas bisnisnya dalam menjangkau bahan mentah hasil produksi pertanian. Yang selama ini belum terpasarkan dengan baik. Bagi kalangan academia, telecenter dapat menjadi lahan pe elitian bagi yang ingin melihat dampak penyebarluasan teknologi informasi dan komunikasi dikalangan masyarakat miskin. Intinya dalam hal ini adalah banak kemungkinan bermitra dengan telecenter bagi siapa saja.

Informasi-informasi semacam ini tentu tidak selamanya dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat karena berbagai alasan diantaranya adalah karena kurang ahli dalam mengopersikan komputer dan mencari inforamsi yang dibutuhkan

265


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

melakukan seleksi lokasi untuk dijadikan proyek percontohan ini juga melihat program – program pembagunan pemerintah yang sedang berjalan di lokasi tersebut. Melalui pendekatan ini diharapkan kegiatan telecenter dapat bersinerji positif dengan program – program penanggulangan kemiskinan yang tengah berjalan, sehingga dampaknya dapat dirasakan lebih cepat dan luas.

BAPPENAS – UNDP Dalam Kerjasama Untuk Membagun Telecenter Melalui Proyek Partnership For e-Prosperity for The Poor (Pe – PP) Konsep mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi atau ICPT4PR dalam implementasinya diselenggarakan dalam bentuk telecenter. Secara definisional telecenter adalah merupakan suatu tempat mengakses informasi, berkomunikasi dan mengakses layanan social dan ekonomi dengan mempergunakan sarana teknologi informasi dan komunikasi berupa komputer dan sambungan ke internet.

Telecenter sebagai wahana multiguna untuk pengembangan masyarakat sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Tempat – tempat sejenis ini datang dengan beragam nama, diantaranya adalah dikenal dengan nama Balai Informais Masyarakat (BIM), Warung Informasi Teknologi (Warintek) atau Community Acsess Point (CAP), yang pada intinya memiliki fasilitas dan fungsi yang hampir sama yaitu menyediakan layanan jasa komputer dan koneksi ke internet serta layanan – layanan dan program – program kegiatan pengembangan masyarakat.

Secara fisik telecenter ini terlihat seperti warnet atau warung intenet, namun perbedaannya uyang mendasar adalah bahwa telecenter tidak sekedar fasilitas untuk mengakses komputer dan internet melainkan media untuk kegiatan pengembagan masyarakat desa. Telecenter akan menfasilitas kelompok – kelompok masyarakat dalam membangun kultur informasi dan komunikasi dan menjadi media yang mendorong berkembangnya dinamika interaksi masyarakat dalam semua aspek kehidupannya.

Pada dasarnya telecenter ini telah dilaksanakan di beberapa negara berkembang lainnya diantaranya yaitu peru, china, jordan, india, zimbabwe, solomon island, rwanda dan dominika dengan banyak nilai sukses. Namum demikian dengan tidak menutupi fakta ada juga telecenter yang dibangun dan gagal memberikan manfaat ekonomi untuk pemberdayaan masyarakat. Tetapi tentunya dalam hal ini bahwa dari banyak kasus sukses dan kegagalan ada pembelajaran yang dapat diambil. Pembelajaran – pembelajaran inilah yang dikaji dan kemudian dipakai untuk terus memperbaiki konsep penaggulangan kemiskinan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi lebih baik lagi dan setidaknya harus selalu disesuaikan dengan konteks local.

Di Indonesia konsep ICT4PR ini sedang diujicoba oleh Bappenas danUNDP melalui program kerjasama yang bernama Partnership for eProsperity for The Poor (Pe – PP) atau yang lebih dikenal dengan program kemitraan mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Di Indonesia Pe – PP ini dilaksanakan di enam provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua. Di tiap – tiap lokasi ini akan didirikan sebuah telecenter yang dilengkapi dengan lima buah komputer, printer, scanner, jaringan dan sambungan ke internet. Elecenter juga dapat dilengkapi dengan perangkat multimedia seperti televisi dan koleksi buku – buku, ved, cdrom, kaset dan lain – lain untuk dimanfaatkan secara penuh oleh masyarakat.

Telecenter di Indonesia didirikan dibawah program Pe – PP ini telah menitikberatkan pendekatannya kepada pembagunan masyarakat informasi yang bersifat bottom-up yaitu berakar pada kebutuhan masyarakat (demand driven) selain mendirikan telecenter yang merupakan askses TIK bersama untuk masyarakat desa. Pe – PP juga melakukan pendampingan intensif selama satu tahun kepada kelompok – kelompok masyarakat desa agar mereka dapat membagun kultur informasi dan komunikasi serta menjadi kelompok –kelompok belajar mandiriyang terus menerus meningkatkan kapasitas dirinya.

Telecenter yang didirikan dibawah program ini mengambil lokasi di pedesaan. Hal ini dengan beberapa alasan antara lain yaitu karena lebih dari 70% pendududk mikin Indonesia tinggal di daerah pedesaan. Desa yang dipilih adalah desa yang termasuk dalam kategori desa merah menurut Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu dengan jumlah penduduk miskinnya mencapai 30% - 50%. Desa –desa merah ini juga sebelumnya harus sudah memiliki fasilitas listrik dan telephone serta menunjukkan komitmen serta partisipasi aktif untuk melaksanakan program ini. Tim nasional Bappenas dan UNDP dalam

Pendampingan kepada masyarakat perdesaan dan kelompok miskin seperti ini merupakan proses yang berwawasan jangka panjang. Karena dengan pendampingan ini maka layanan dan informasi yang diberikan telecenter adalah yang benar – benar dibutuhkan masyarakat.

266


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

PENUTUP Berbagai program untuk mengurangi kemiskinan telah banyak digelar oleh pemerintah salah satu diantaranya dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang implementasinya dilaksanakan oleh Bappenas dengan UNDP melalui proyek Pe – PP untuk membangun telecenter. Diharapkan untuk kedepannya telecenter tersebut dapat benar – benar memfasilitasi masyarakat miskin di perdesaan dalam rangka untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk meningkatkan kapasitas dirinya guna pemgembangan masyarakat perdesaan. Selain itu juga pembangunan telecenter harus disesuaikan dengan konteks local masyarakat setempat. Karena pemasangan infrastruktur komunikasi dan informasi adalah mudah namun membangkitkan kesadaran dan pemanfaatan secara tepat dan benar untuk menjaga keberlangsungannya adalah hal yang tidak mudah.

DAFTAR PUSTAKA Abipraja, Soedjono, Perencanaan Pembangunan di Indonesia, Konsep Model Kebijaksanaan serta Strategi, Airlangga University Press, Surabaya, 2002 Bappenas – UNDP, Teknologi Informasi dan Komunikasi : Strategi Peduli Kemiskinan, Kanisius, Yogyakarta, 2002 Hardjono, Agung, Pandansari, Dinar, Membangun Kultur Informasi dan Komunikasi : Studi kasus Pembangunan Telecenter di Pedesaan, Prosiding Konferensi nasional TIK untuk Indonesia, ITB Bandung, 2006 ---------, Microsoft Berdayakan Petani Dengan CTLC, Detiknet.Com, diakses 21 November 2006. Lewis, P, John, Mengaji Ulang Strategi – srategi Pembangunan, UI Press, Jakarta, 1987 Pandansari, Dinar, Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat melalui Telecenter, Prosiding Konferensi nasional TIK untuk Indonesia, ITB Bandung, 2006 Soetrisno, Loekman, Pembangunan Sebuah Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta, 2002

Pertanian Kanisius,

Wiranto, Tatang, Profil Kemiskinan di Pedesaan, Info Urdi Vol. 14 hal 1-9.

267


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Wilayah Dalam Aspek Perencanaan, Pemanfaatan dan Pengendalian Supsiloani Dosen pada Universitas Negeri Medan

Abstraksi Tulisan ini mencoba menguraikan pengertian wilayah ditinjau dalam aspek perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian yang harus diperhatikan sebagai informasi penyelenggaraan penataan ruang dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan agar dapat berlangsung secara efektif dan efisien karena didalamnya menyangkut berbagai pihak yang akan dilibatkan dalam proses pembangunan wilayah tersebut.

Kata kunci : Wilayah, perencanaan, pemanfaatan, pengendalian. PENDAHULUAN

WILAYAH DALAM PERENCANAAN

Didalam bahasa Indonesia terdapat istilah yang artinya bersangkut paut dengan wilayah antara lain yaitu ruang, daerah dan kawasan. Wilayah sering diartikan sebagai satu kesatuan ruang secara geografi yang mempunyai tempat tertentu tanpa terlalu memperhatikan soal batas dan kondisinya. Defenisi ini menunjukkan bahwa wilayah berarti ruang pada permukaan bumi secara umum tanpa konotasi tentang isi, karakter, maupun kepentingan yang terkait dengannya. Artinya, istilah wilayah dapat dipergunakan secara fleksibel dan mencakup penggunaan ruang secara umum.

ASPEK

Defenisi yang sangat sederhana menyatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pengertian wilayah yang dipergunakan dalam perencanaan dapat berarti suatu wilayah yang sangat sempit atau sangat luas, sepanjang didalamnya terdapat unsur ruang atau space. Untuk kepentingan perencanaan maka wilayah harus dapat dibagi atau dikelompokkan kedalam satu kesatuan agar bisa dibedakan dengan kesatuan lain. Apakah kita membagi atau mengelompokkan tergantung pada titik awal ruang wilayah yang kita maksudkan. Apabila titik awal adalah ruang yang luas dan dingin dianalisis dalam bentuk sub bahagiannya maka uang kita lakukan adalah membagi wilayah yang luas kedalam beberapa sub wilayah dimana pembahagiannya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Suatu wilayah dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintah di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan pemerintahan seprti Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Dusun/Lingkungan. 2. Berdasarkan kesamaan kondisi (homogneity) yang paling umum adalah kesamaan kondisi fisik, misalnya wilayah pantai, pegunungan, pedalaman, industri dan sebagainya. 3. Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih dahulu beberapa pusat pertumbuhan (growth pole atau growth centre) yang kira-kira sama bsarnya atau rankingnya kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh dari setiap pusat pertumbuhan. 4. Berdasarkan wilayah perencanaan program Dlam hal ini ditetapkan batas-batas wilayah ataupun daeerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan untuk tujuan khusus.

Demikan pula apabila titik awalnya adalah wilayah yang kecil-kecil dan ingin dikelompokkan dalam beberapa kesatuan yang lebih besar hal ini dilakukan mengikuti kriteria yang dipergunakan. Satuan yang baru ini tetap juga dinamakan wilayah tetapi dengan tambahan ciri/karakter tertentu sehingga dapat kira bayangkan luasnya lebih kecil atau lebih besar dari luas titik awalnya. Misalnya wilayah negara Republik Indonesia dapat dibagi atas propinsi dapat dibagi atas kabupaten/kota, kabupaten/kota dapat dibagi atas kecamatan, kecamatan dapat dibagi atas desa/kelurahan dan desa/kelurahan dibagi atas dusun lingkungan. Disisi lain kita beranjak dari wilayah yang kecil-kecil, misalnya beberapa

268


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

desa/kelurahan digabung menjadi satu kecamatan , beberapa kecamatan digabung menjadi kabupaten/kota dan seterusnya.

perundangan-undangan yang harus dijadikan referensi. Berikut akan disampaikan beberapa contoh: a. Penetapan kawasan lindung dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam UU tantang pengelolaan lingkungan hidup, Keppres tentang pengelolaan kawasan lindung. b. Penetapan kawasan pemukiman diatur dalam UU No. 4/ 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.

Dalam kondisi Indonesia, wilayah dalam aspek perencanaan setidaknya menentukan unsur-unsur yang urutan atau langkah-langkahnya sebagai berikut : 1. Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. 2. Tetapkan visi, misi dan tujuan umum. Visi, misi dan tujuan umum haruslah merupakan kesepakatan bersama sejak awal. 3. Identifikasi pembatas dan kendala yang sudah ada saat ini maupun yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. 4. Proyeksikan berbagai variabel yang terkait, baik yang bersifat controllable (dapat dikendalikan) maupun non controllable diluar jangkauan pengendalian pihak perencana. 5. Tetapkan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu yaitu berupa tujuan yang dapat diukur. 6. Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif perlu diperhatikan keterbatasan dana dan faktor produksi yang tersedia 7. Memilih alternatif yang terbaik, termasuk menentukan berbagai kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan. 8. Menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan 9. Menyusun kebijakan dan strategi agar kegiatan pada tiap lokasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan

WILAYAH DALAM PEMANFAATAN

ASPEK

Perwujudan struktur dan pola pemanfaatan wilayah yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan melalui pembangunan dalam rangka mengembangkan kawasan lindung, kegiaan budidaya, serta sarana dan prasarana penunjang. Agar dapat berlangsung secara efektif dan efisien, hal tersebut perlu diatur melalui peraturan perundang-undangan. Beberapa aspek penting dalam pemanfaatan wilayah beserta ketentuan peraturan perundangundangan yang mengaturnya dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Penetapan lokasi kegiatan investasi Penetapan lokasi pengembangan kawasan lindung. Kegiatan budidaya serta sarana dan prasarana penunjangnya perlu dengan kebutuhan dan kesesuaian lokasi. Meskipun dalam hal ini tidak secara spesifik diatur dalam UU. 1992 terdapat berbagai peraturan

2.

Penyelenggaraan kegiatan budidaya dan pengelolaan kawasan lindung Penyelenggaraan kegiatan budidaya dan pengelolaan kawasan lindung yang ditetapkan dalam rencana tata ruang atau wilayah harus mengikuti kaedah-kaedah yang ditetapkan secara sektoral. Untuk itu berbagai peratuan perundang-undangan sektoral harus dijadikan referensi dalam mengatur kegiatan budidaya.

3.

Penanganan Konflik Pemanfaat Ruang Dalam pemanfaatan ruang atau wilayah seringkali terjadi benturan kepentingan baik antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya maupun antar pemerintah daerah. Penanganan konflik diarahkan untuk mencapai win win solution. Sejauh ini belum terdapat peraturan perundang-undanganna yang secara khusus mengatur ketentuan tentang mekanisme penyelesaian konflik penataan ruang atau wilayah.

4.

Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang atau wilayah Masyarakat mempunyai hak untuk berperan dalam setiap tahap penataan ruang atau wilayah termasuk dalam pemanfaatan ruang atau wilayah. Ketentuan ini diatur dalam UU 24 / 1992 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang atau wilayah pemanfaatan ruang atau wilayah dan pengendalian pemanfaatan. Berbagai ketentuan pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penataan ruang atau wilayah telah diatur secara lebih terperinci dalam PP 69/1996.

WILAYAH DALAM PENGENDALIAN

ASPEK

Pemanfaatan ruang atau wilayah mewujudkan struktur dan pola pemanfaatan ruang atau wilayah yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang atau wilayah perlu dikendalikan untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan penataan ruang atau wilayah dan meminimalkan konflik. Beberapa aspek pengendalian penataan ruang atau wilayah

269


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

tata ruang atau wilayah harus diikuti dengan upaya penyesuaian pemanfaatan ruang atau wilayah rencana tata ruang atau wilayah sebagai bahagian dari penatagunaan sumber daya alam lainnya.

dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dapat disampaikan sebagai berikut : 1.

Lingkup pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah.

4. Pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah mencakup kegiatan pengawasan dan penertiban. Secara lebih rinci pengawasan mencakup kegiatan pelaporan, pemantauan dan evaluasi. 2.

Perwujudan pola dan struktur ruang berdasarkan rencana tata ruang atau wilayah dapat mengakibatkan kerugian pada masyarakat. Hal ini terjadi apabila kondisi tidak sesuai dengan rencana sehingga perlu disesuaikan atau pengembangan kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruan menimbulkan gangguan kepada masyarakat. Untuk memenuhi rasa keadilan, pemerintah harus memberikan penggantian yang layak kepada masyarakat yang dirugikan.

Kewenangan pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah.

Dalam UU 24/1992 tidak terdapat ketentuan yang secara spesifik mengatur kewenangan dibidang pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah. Namun dengan mempertimbangkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah merupakan bahagian dari penyelenggaraan penataan ruang atau wilayah, maka kewenangannya disesuaikan dengan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang atau wilayah.

Pengertian penggantian yang layak diatas tidak terbatas pada penggantian materi, namun dapat berupa kompensasi non material seperti pemberian kemudahan, keringanan pajak dan retibusi dan berbagai perangkat insentif lainnya. Penetapan perangkat insentif (dan disinsentig, bila diperlukan) tidak diatur secara terinci dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah dapat mengaturnya melalui Peraturan Daerah sejauh tidak bertentangan dengan system hokum yang ada.

Mengingat pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah senantiasa dikaitkan dengan rencana tata ruang atau wilayah, berdasarkan ketentuan UU 24/1992 kewenangan pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah dapat disimpulkan sebagai berikut : Pemanfaatan ruang atau wilayah lintas propinsi dan pemanfaatan ruang atau wilayah pada kawasan-kawasan yang memiliki nilai strategis nasional diselenggarakan dibawah koordinasi Menteri yang bertugas mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang atau wilayah. Pengendalian pemanfaat ruang atau wilayah yang didasarkan pada pemanfaatan ruang atau wilayah lintas kabupaten/kota diselenggarakan koordinasi Gubernur. 3.

Pemberian Kompensasi.

5.

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah.

Sebagaimana telah disampaikan, masyarakat mempunyai hak untuk berperan dalam setiap tahap penataan ruang atau wilayah termasuk dalam pengendalian pemanfataan ruang atau wilayah. Ketentuan ini diatur dalam UU 24/1992 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk brperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemnafaatan. Berbagai ketentuan pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penataan ruang telah diatur secara lebih terinci dalam PP 69/1996.

Penyesuaian pemanfaatan ruang atau wilayah dengan rencana tata ruang atau wilayah.

Sebagai sebuah produk hokum yang mengikat, ketentuan-ketentuan dalam rencana tata ruang atau wilayah harus diikuti oleh masyarakat. Mengingat rencana tata ruang atau wilayah adalah gambaran kondisi spasial yang hendak dicapai dalam jangka waktu perencanaan, sudah tentu terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi eksisting, termasuk dalam pemanfaatan ruang atau wilayah

6.

Alat tools pengendalian pemanfaatan ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang tau wilayah dapat dilaksanakan melalui kegiatan penertiban, pemberian izin dan penerapan mekanisme insentif disinsentif. Ketentuan yang mengatur hal-hal tersebut dapat disampaikan sebagai berikut : Penertiban dilakukan melalui pengenaan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Perizinan dilaksanakan dengan melihat kesesuaian antara izin dengan rencana tata ruang atau wilayah. Sejauh ini belum terdapat peraturan perundangundangan yang secara khusus mengatur

Pemanfaatan ruang atau wilayah eksisting sering kali tidak sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang atau wilayah yang ditetapkan dalam rencana tata ruang atau wilayah. Sampai dengan batas tertentu. Ketidaksesuaian ini dapat dipandang sebagai bentuk pelanggaran atas rencana sehingga perlu disesuaikan. Dengan kata lain, penetapan rencana

270


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

UMUM/MklhSemASPIJuli02-ADJ.pdf Akses : 20 Maret 2007

penerapan mekanisme insentif dan disinsentif untuk pengendalian pemanfaatan ruang atau wilayah. Untuk menerapkan mekanisme ini, otoritas penataan ruang atau wilayah dapat mengadopsi ketentuan tentang mekanisme insentif disinsentif yang ada dalam peraturan perundang-undangan lain atau sektoral.

Mila, Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Tinjauan dari Aspek Pemanfaatan dan Pengendalian, Available at : http://www.kumpraswil.go.id/ditjen ruang/Makalah/dirtarunas 140604.pdf. Akses : 20 Maret 2007

PENUTUP

Tarigan, Robinson, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi, Aksara, Jakarta, 2005

Wilayah dalam aspek perencanaan diharapkan dan diusahakan akan mencapai sasaran-sasaran yang telah direncanakan secara maksimal, berdasarkan hambatan-hambatan dan keterbatasan yang ada. Masalah yang rumit dalam hal wilayah dalam kategori perencanaan ini adalah bahwa pada lokasi yang direncanakan sering kali telah terisi dengan kegiatan lain. Akibatnya harus dibuatkan pilihan antara memindahkan kegiatan yang telah terlebih dahulu ada dan menggantinya dengan kegiatan baru, atau apa yang direncanakan harus disesuaikan dengan apa yang telah ada di lapangan. Menetapkan pilihan ini seringkali tidak mudah karena selain masalah perhitungan biaya versus manfaat, juga seringkali terdapat kepentingan lain yang sulir dikonvensi dalam nilai uang, misalnya adat, sejarah, warisan dan lingkungan. Dalam aspek pemanfataan wilayah memerlukan berbagai instrumen dikarenakan menyangkut berbagai pihak. Disamping itu juga perlu meningkatkan sosialisasi serta menyebarluaskan informasi tentang penyelenggaraan penataan ruang atau wilayah agar masyarakat legislatif dan dunia usaha dapat mengetahui dan memahami dengan baik. Sedangkan dalam aspek pengendalian, perlu dikaitkan pengawasan dan penertiban yang efektif dengan penyederhanaan perijinan pemanfaatan ruang atau wilayah, pelaksanaan fungsi pengawasan ruang atau wilayah yang ketat serta pelaksanaan fungsi penertiban ruang atau wilayah yang adil, tegas dan konsekuen.

DAFTAR PUSTAKA Budiman, Arif, Aplikasi Penataan Perumahan dan Pemukiman Masyarakat Dalam Penataan Ruang Kota Sesuai Kebijakan Pemerintah, Available at : http://www/kimparswil.go.id/ditjen ruang/makalah/sekjen_140604.pdf Akses: 20 Maret 2007 Djunaedi, Achmad, Pemasaran Kota Dalam Kaitannya Dengan Perencanaan Kota, Available at : http://www.mpkd.ugm.ac.id/dosen/djunaedi/ Support/Publikasi/PKD-

271


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Kajian Pengembangan Komoditi Gula Aren Untuk Pemberdayaan Industri Rumah Tangga dan Industri Kecil (IRTIK) Di Kabupaten Mandailing Natal Zainal Abidin Nasution Peneliti Madya pada Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan

Abstraksi Aren (Arenga Pinnata Merr) adalah merupakan tanaman palma daerah tropis basah, belum dibudidayakan, berkembang biak secara alami dengan biji. Pohon aren atau pun pohon enau adalah termasuk jenis pohon spesifik, mempunyai peranan penting sebagai tanaman konservasi keanekaragaman hayati pada lahan miring, penyerap karbon, pengatur tata air serta lainnya. Dan secara ekonomi memenuhi kebutuhan manusia akan produk utamanya yaitu nira. Potensi pohon aren, secara umum mempunyai potensi yang tinggi dan mempunyai dampak yang positif terhadap peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Nira adalah bahan baku untuk pembuatan gula aren, yang mana gula aren termasuk komoditi unggulan dan andalan. Mempunyai daya saing yang tinggi sebagai pemanis nutritif alami dan mempunyai peluang ekspor yang baik, digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman serta keperluan rumah tangga. Dari hasil pengujian contoh gula aren asal Kabupaten Mandailing Natal, dengan parameter utama gula reduksi adalah 7,56% (maks. 10%) dan jumlah gula sebagai sukrosa 73,9% (maks. 77%), memenuhi syarat mutu menurut SNI. 01-3743-1955 tentang gula palma.

Kata kunci : Gula aren, industri rumah tangga, industri kecil PENDAHULUAN

•

Latar Belakang

•

Sejak tahun 1983, pemerintah dengan terencana dan bertingkat telah melakukan berbagai upaya deregulasi dalam berbagai bidang sehingga dapat terjadi penyesuaian secara struktural dan restrukturisasi perekonomian nasional. Dengan harapan termasuklah didalamnya, akan memberikan keuntungan dan kemudahan bagi perusahaan kecil dan menengah. Namun dari studi empiris yang telah banyak dilakukan oleh para ahli, bahwa perusahaan kecil merasakan sulitnya usaha kecil untuk naik kelas menjadi usaha menengah dan lebih sulit lagi usaha menengah untuk naik kelas menjadi usaha besar. Padahal telah terbukti ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998, hanya sektor usaha kecil dan menengah yang mampu bertahan dari kolapsnya ekonomi dunia.

• •

Industri rumah tangga dengan pekerja 1 orang sampai 4 orang. Industri kecil dengan pekerja 5 orang sampai 19 orang. Industri menengah dengan pekerja 20 orang sampai 99 orang. Industri besar dengan pekerja lebih dari 100 orang.

Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 000 101 sampai 100501 Lintang Utara dan 980501 sampai dengan 1000101 Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Lawas - Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat - Sebelah Timur dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia. Kabupaten Mandailing Natal adalah merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli selatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasrkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1998 pada tgl. 23 Nopember 1998. Kabupaten Mandailing Natal adalah bagian dari Propinsi Sumatera Utara, dengan luas daerah 662.070 Ha atau 9,24% dari Wilayah Propinsi Sumatera Utara.

Dari penelitian para ahli, diketahui bahwa usaha kecil dan menengah itu tahan terhadap terpaan krisis pada waktu itu adalah karena antara lain tidak punya utang luar negeri, menggunakan bahan baku lokal dan kebanyakan berorientasi ekspor. Kemudian ada ketentuan dari Badan Pusat Statistik (BPS, 1999) mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu :

272


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan topografinya, Kabupaten Mandailing Natal dibedakan atas 3 bagian, yaitu: 1. Dataran rendah, merupakan daerah pesisir dengan kemiringan tanah sekitar 00 sampai dengan 20. Luas daerahnya sekitar 160.500 Ha (24, 24%). 2. Dataran landai, dengan kemiringan tanah 20 sampai dengan 150. Luas daerahnya mencapai 36.385 Ha (5,49%). 3. Dataran tinggi, dengan kemiringan tanah 150 sampai dengan 400 luas daerahnya terbagi atas : a. Daerah perbukitan dengan luas 112.000 Ha (10,91%) dengan kemiringan tanah 150 sampai dengan 200. b. Daerah pegunungan dengan luas 353.185 Ha (53,34%) dengan kemiringan 200 sampai dengan 400.

Tabel 1. Kondisi Alam Kabupaten Mandailing Natal Tinggi dari Permukaan Laut (m) 1. Batahan 0 – 300 2. Sinunukan 200 – 300 3. Batang Natal 500 – 1315 4. Lingga Bayu 500 – 700 5. Ranto Baek 500 – 650 6. Kota Nopan 400 – 800 7. Ulu Pungkut 600 – 800 8. Tambangan 400 – 750 9. Lembah Sorik Merapi 450 – 650 10. Puncak Sorik Merapi 700 – 980 11. Muara Sipongi 700 – 850 12. Pakantan 700 – 900 13. Penyabungan 400 – 750 14. Penyabungan Selatan 400 – 800 15. Penyabungan Barat 400 – 700 16. Penyabungan Utara 250 – 500 17. Penyabungan Timur 250 – 800 18. Huta Bargot 250 – 300 19. Natal 0 – 150 20. Muara Batang Gadis 0 – 600 21. Bukit Malintang 300 – 450 22. Naga Juang 250 – 350 Sumber : Mandailing Natal Dalam Angka Tahun 2008. No

Nama Kecamatan

Tabel 2. Luas Tanaman Aren dan Produksi Nira Per-kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2008. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Kecamatan Batahan Sinunukan Batang Natal Lingga Bayu Ranto Baek Kota Nopan Ulu Pungkut Tambang-an Lembah Sorik Merapi Muara Sipongi Puncak Surik Merapi Pakantan Penyabungan Penyabungan Selatan Penyabungan Barat Penyabungan Utara Penyabungan Timur Huta Bargot Natal Muara Batang Gadis Siabu Bukit Malintang Naga Juang Total

Tanaman Belum Tanaman Menghasilkan (Ha) Menghasilkan (Ha) 0,50 14,00 4,50 9,70 9.75 19,30 15,20 10,50 1,70 1,40 4,10 0,50 0,50 1,90 0,60 101,15

1,50 17,00 9,20 33,00 15.50 79,80 64,50 35,00 21,30 5,00 3,00 12,00 2,00 2,50 2,00 2,50 339,90

Sumber : Mandailing Natal Dalam Angka Tahun 2008.

273

Tanaman Tidak Menghasilkan (Ha) 37,30 15,00 22,00 36,00 5,00 3,00 3,00 134,50

Jumlah

Produksi Nira (ton)

2,0 68,30 28,70 64,70 25,25 99,10 115,70 40,00 34,80 6,70 4,40 19,10 2,50 3,90 3,90 3,10 575,55

2,4 29,75 16,10 57,42 24,65 139,65 112,88 60,38 37,06 8,73 4,95 20,76 3,30 3,50 3,50 4,08 589,36


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

langsung dan dokumen-dokumen berhubungan dengan nira aren dan gula aren.

Tabel 3. Informasi Komoditi Gula Aren dari Kabupaten Mandailing Natal No

Tahun

1. 2. 3. 4. 5.

2004 2005 2006 2007 2008

Jumlah Pengrajin (orang) 203 186 229 210 -261

Produksi (ton) 526 502 586 589 643

yang

Sedangkan data primer diperoleh dari hasil pengujian beberapa contoh gula aren asal Kabupaten Mandailing Natal. Dari data-data yang dihimpun akan dilakukan analisis data dan interpretasi data yang mencakup langkah-langkah sebagai berikut : a. Reduksi data. Reduksi data adalah proses penyempurnaan data baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan terhadap data yang masih kurang. b. Penyajian data. Penyajian data adalah hasil pengumpulan informasi yang disusun berdasarkan kategori ataupun pengelompokanpengelompokan yang diperlukan. c. Interpretasi data. Interpretasi data adalah pembahasan makna dari serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud yang tidak sekedar melihat yang tersurat, namun lebih pada memahami ataupun menafsirkan mengenai apa yang tersurat didalam data yang telah disajikan. d. Penarikan kesimpulan/verifikasi. Penarikan kesimpulan/verifikasi adalah perumusan makna dari hasil penelitian yang telah diungkapkan dengan kalimat yang singkat padat dan mudah dipahami, khususnya yang berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan perumusan masalah.

Harga jual rata-rata dari pengrajin (Rp/kg) 6.000 7.000 8.500 9.000 10.000

Sumber : Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2009. Perumusan Masalah Dari informasi-informasi tersebut di atas, maka ada suatu fenomena yang harus diteliti untuk menumbuhkembangkan industri gula aren pada skala industri rumah tangga dan industri kecil (IRTIK). IRTIK mampu menyerap banyak tenaga kerja, apalagi IRTIK lokasinya jauh dipedesaan, maka akan intensiflah dalam penggunaan sumberdaya sumberdaya alam lokal. Menumbuhkembangkan IRTIK jauh di pelosok pedesaan akan memberikan dampak positip kepada masyarakat pedesaan, seperti : penyerapan tenaga kerja, menekan jumlah angka kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan masyarakat, pembangunan ekonomi di pedesaan dan lainnya. Tujuan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : a. Melakukan kajian atas besarnya potensi yang dapat dicapai dalam rangka menumbuh kembangkan industri gula aren di Kabupaten Mandailing Natal. b. Mengetahui aspek teknologis pengolahan gula aren. c. Menguji atas dasar contoh, mutu gula aren asal Kabupaten Mandailing Natal. d. Praduga hipotesis dan perkiraan untuk mendapatkan makna dan implikasinya dari komoditi gula aren di Kabupaten Mandailing Natal.

Hasil Ada empat jenis pohon yang termasuk kedalam kelompok aren, yaitu Arenga Pinata (wurmb) Merr, Arenga Undulatitolia Bree, Arenga Westenhonti Guift dan Arenga Ambcang Beee. Diantara keempat jenis tersebut yang sudah dikenal pemanfaatannya adalah Arenga Pinata (Merr), yang dikenal sehariharian dengan nama : aren ataupun enau. Tanaman ini tumbuh pada daerah tropis basah, dapat beradaptasi pada berbagai agroklimat, mulai dari dataran rendah hingga 1.400 m di atas permukaan laut.

METODE PENELITIAN

Tinggi batang tanaman aren dapat mencapai 8 meter sampai dengan 20 meter. Tanaman berbunga setelah berumur 7 tahun sampai dengan 12 tahun. Tandan bunga muncul dari setiap pelepah atau bekas pelepah daun. Bunga pada tandan pertama hingga kelima atau keenam adalah bunga betina, baru disusul bunga jantan yang muncul secara bertahap hingga ke pangkal batang. Tandan bunga yang disadap adalah bunga jantan. Jumlah tandan produktif hanya berkisar 4 tandan sampai dengan 6 tandan, dengan masa sadap 2 bulan sampai dengan

Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatip dengan melakukan pendekatan rasionalistik. Teknik pengumpulan data adalah melakukan eksplorasi informasi dari berbagai sumber. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, seperti : buku teks, berbagai hasil penelitian yang telah dilaksanakan, artikel media massa, makalah-makalah, kunjungan singkat ke lapangan, penelusuran literatur on-line, pemanfaatan data/informasi dari instansi terkait

274


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

3 bulan. Masa sadap pohon aren adalah berkisar 8 bulan sampai dengan 18 bulan, meskipun bunga jantan masih keluar tetapi kurang produktip. Bunga betina berwarna hijau atau hujau kekuningkuningan, sedangkan bunga jantan berwarna kuning coklat sampai coklat.

yang terjadi adalah disebabkan fermentasi pada nira tersebut. Fermentasi ini disebabkan oleh aktivitas enzim invertasi yang dihasilkan oleh mikroba yang mengkontaminasi nira (Hamzah dan Hasbullah, 1997). Pada proses fermentasi yang disebabkan oleh mikroba, maka derajat brix gula pada nira akan menurun dengan cepat, dan kandungan asam seperti asam asetat, laktat dan tartarat cenderung meningkat.

Bagian yang disadap dari pohon aren adalah tangkai mayang bunganya, yang mana sebelumnya ditetas/disiang lalu dipukul-pukul berulang-ulang, 3 hari sekali sebanyak 3 kali. Setelah dipukul-pukul (pada hari ke-9), di balut dengan ijuk dan diperam sampai timbul madunya yang ditandai dengan adanya tawon (sejenis serangga) yang hinggap mengisap madu tersebut. Pada saat itu batang bunga/tandannya menjadi lunak akibat adanya cairan didalamnya, kemudian disadap dan cairannya (nira) ditampung dengan tabung-tabung bambu. Bahwa setiap pohon aren dapat disadap sampai dengan 3 tandan sekaligus.

Mikroba tersebut antara lain adalah saccharomyeus Cerevisae yang membantu proses hidrolisis sukrosa menjadi gula reduksi di dalam nira (Gantama dan Wijendi,1980). Menurut Safari (1995), persyaratan derajat brix gula dan keasaman (pH) nira agar menghasilkan mutu gula aren yang abika dalah pH berkisar 6 – 7,5 dan derajat brix gulanya adalah diatas 17%. Menurut Sarjono dan Dahlan (1988), nira segar yang menetes dari tandannya mempunyai pH sekitar 7-7,5 dan bila tidak diberikan bahan pengawet (misal : minyak kelapa) selama proses penyadapan berlangsung, maka pada akhir waktu penyadapan pH nira akan turun sekitar 5. Menurut Maynand (1990), minyak kelapa akan mengapung di atas nira sehingga akan menghambat adsorbsi permukaan yang dilakukan oleh khamir terhadap substrat.

Tabel 4. Produktivitas Nira Dari Pohon Aren Hasil nira (liter/pohon/ hari) 10 – 12

No

Umur Penyadapan

1.

0 bulan sampai dengan 1 bulan

2.

1 bulan sampai dengan 2 bulan

6–8

3.

Setelah lebih dari 2 bulan

2

Gula aren adalah gula yang dibuat dari nira pohon enau (aren), dimasak hingga kental dan dicetak dalam bentuk kepingan, bulatan ataupun silinder pendek. Karena warnanya coklat kemerah-merahan, sering pula disebut gula merah (Anom, 1991).

Sumber : Balai Industri Ujung Pandang Tabel 5. Komposisi Nira Aren No

Parameter

1. Kadar air 2. Karbohidrat (gula) 3. Abu 4. Protein Lemak 5. 6. Senyawa sitrat Senyawa tartarat 7. 8. Senyawa malat Senyawa suksinat 9. 10. Senyawa laktat 11. Senyawa fumanat 12. Senyawa pyroglutamat Sumber : Itoh et.al. 1985.

Nira segar Kandungan (%) 87,20 11,28 0,24 0,20 0,20 0,9 ppm 0,6 ppm 17,0 ppm 5,1 ppm 4,0 ppm 0,1 ppm 3,9 ppm

Penyaringan

Kotoran

Nira bersih Minyak kelapa

Pemasakan

Buih, kotoran, air

Tengguli Pendinginan

Titik kritis cara pengolahan gula aren pada umumnya terletak pada perlakuan nira sebelum diolah menjadi gula aren. Nira aren mudah mengalami kerusakan karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan selama penyadapan dan pengangkutan ke tempat pengolahan dan kerusakan

Pencetakan Gula Aren Gambar 1. Proses Pembuatan Gula Aren

275


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Pemasakan nira dilakukan dengan proses pemnasan sampai volumenya menjadi sekitar sepersepuluh (1/10) dari volume awal (Anonim, 2001).

Tabel 8. Hasil Analisa Rata-rata Contoh Gula Aren Asal Kabupaten Mandailing Natal No

Dalam 1 minggu, dari 30 liter sampai dengan 100 liter nira yang dihasilkan akan diperoleh sekitar 10 kg sampai dengan 30 kg gula aren. Dengan lama proses pemasakan sekitar 3 jam (Anonom, 2007). Menurut Kantor Biro Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2007, Sumatera Utara memproduksi gula aren sebanyak 3.556 ton.

Kriteria Uji

No

Nama Gula

Hasil Uji Normal

1.

Bentuk

Normal

2.

Rasa dan aroma

Normal, khas

Normal, khas

3.

Warna

Kuning kecoklatan sampai coklat

Coklat

4.

Bagian yang tidak larut dalam air, % b/b

Maks. 1,0

0,35

5.

Air, % b/b

Maks. 10,0

10

6.

Abu, % b/b

Maks. 2,0

1,53

7.

Gula pereduksi, % b/b

Maks. 10,0

7,56

8.

Jumlah gula sebagai sakarosa, % b/b

Maks. 77

73,9

Tabel 6. Tingkat Kemanisan Relatif dari Beberapa Gula Tingkat Kemanisan Relatif 170

Persyaratan

1.

Fruktosa

2.

Gula invert (campuran glukosa dan fruktosa)

130

3.

Sukrosa

100

4.

Glukosa

75

5.

Maltosa

30

6.

Galaktosa

30

Pembahasan

7.

Laktosa

15

Dari informasi/data-data sekunder dan data-data primer, dapat dibahas sebagai berikut :

Sumber : Gaman et.al, 1990 1. Tabel 7. Komposisi Energi dan Zat-zat Lain Yang Terdapat Dalam Beberapa Pemanis Nutritif Alami per 100 gr. No

Komponen

Gula Aren

1. Energi, kal 368 2. Protein, gr 0 3. Lemak, gr 4. Karbohidrat,gr 92 5. Kalsium, mg 75 6. Phosfor, mg 35 7. Besi, mg 3,0 8. Air, g 7 Sumber : Nurfi Afriansyah, 1993

Gula Kelapa 3,6 3,0 76,0 76 37 2,6 10

Aspek Kondisi Alam

Tinggi tempat dari permukaan laut, menentukan suhu udara dan intensitas matahari yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, maka semakin rendah suhunya. Demikian juga halnya dengan intensitas matahari semakin berkurang. Suhu dan intensitas matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatip dari pohon aren, induksi bunga, mekar bunga, munculnya serbuk dan lainnya. Meskipun pohon aren dapat tumbuh sampai dengan ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut, tetapi untuk membudidayakannya tentu saja banyak pertimbangan. Dari penelusuran informasi/datadata sekunder, belum ditemui keterangan yang meneliti tentang produktivitas nira aren yang berhubungan dengan pohon aren yang hidup di berbagai ketinggian di atas permukaan laut. Wellman (1972) membuat pembagian yang dihubungkan dengan ekologi patogen tanaman dan ternyata cocok untuk tropika Asia, yaitu : a. Zona-I, tumbuhan yang berada pada 0 m sampai dengan 300 m di atas permukaan laut (dpl).

Gula Merah Tebu 368 0,4 0,5 90,5 51 44 4,2 7,5

Menurut SNI 01-3743-1995, menjelaskan bahwa gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan (pemasakan) nira pohon palma, seperti aren (Arenga Pinata Merr), kelapa (Cocos Nucifera), siwalan (Borassus flab ellifer L) atau jenis palma lainnya, dan produknya dapat berbentuk cetak ataupun serbuk/granular.

276


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

b. c. d.

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Zona-II, tumbuhan yang berada pada 300 m sampai dengan 500 m di atas permukaan laut (dpl). Zona-III, tumbuhan yang berada pada 500 m sampai dengan 1000 m di atas permukaan laut (dpl). Zona-IV, tumbuhan yang berada pada 1000 m sampai dengan 2000 m di atas permukaan laut (dpl).

Hidrolisa sukrosa juga dikenal sebagai gula inversi sukrosa dan produk yang dihasilkan adalah campuran glukosa dan fruktosa yang dikenal sebagai gula invert. Proses invensi ini terjadi apabila sukrosa dipanaskan dengan asam ataupun penambahan enzim invertase. Pemanasan nira terus menerus menyebabkan terjadinya penguapan, sehingga suhunya terus meningkat menjadi di atas air mendidih, maka gula invert akan mulai mengalami karamelisasi, ditandai dengan nira yang sudah menjadi tengguli dan berwarna kecoklatan sampai coklat. Proses pemasakan nira sudah dapat dihentikan, dan siap dipindahkan kecetakan. Sehingga untuk menghindari peningkatan gula reduksi di dalam gula aren, maka dipertahankan pH nira aren untuk bahan baku pembuatan gula aren adalah antara 6 sampai dengan 7,5.

Dari Tabel – 1 dan Tabel-2, yaitu mebandingkan kondisi alam per kecamatan dengan luas lahan pohon aren dan produksi nira per kecamatan dapat dilihat bahwa kecamatan yang berada pada ketinggian 0 m dpl sampai dengan 600 m dpl dan kecamatan yang berada pada ketinggian 500 m dpl sampai dengan 800 m dpl memberikan hasil yang berbeda, artinya pohon aren yang berada pada Zona III. Populasi pohon aren yang berada pada Zona-III, lebih banyak bila dibandingkan dengan Zona-I dan Zona-II. Berdasarkan topografinya diketahui bahwa Kabupaten Mandailing Natal, dimana 64,25% adalah dataran tinggi dengan kemiringan tanah 150 sampai dengan 400, yang terbagi atas daerah perbukitan seluas 10,91% dan pegunungan seluas 53,34%. Dari sini, diketahui bahwa pengembangan tanaman aren di Kabupaten Mandailing Natal, berdasarkan kondisi alam dan topografinya sangat memungkinkan. 2.

Dari Tabel-7, dapat dilihat bahwa gula aren, gula kelapa dan gula merah tebu adalah gula yang diperoleh dengan proses pemasakan gula invert yang sudah menuju karamelisasi. Akibat proses pemasakan, maka akan terjadi pemutusan rantai karbon, akan menjadi lebih sederhana. Sehingga setiap gula itu, memiliki aroma dan rasa yang khas. Pada Tabel-8, dapat diketahui bahwa pengendalian pH bahan baku nira akan memberikan pengaruh terhadap kualitas gula aren. Parameter yang utama adalah gula reduksi dan jumlah gula sebagai sakarosa. Berdasarkan sampel yang diambil dari Kabupaten Mandailing Natal, dapat dilihat bahwa gula reduksi dan jumlah gula sebagai sakarosa masih memenuhi persyaratan. Intinya nira sebagai bahan baku untuk pembuatan gula aren masih dapat dikendalikan dan proses pembuatan gula arennya sudah cukup baik.

Aspek Teknologi dan Produksi

Ditinjau dari pengolahan dan proses pembuatan gula aren, maka teknologinya adalah teknologi tepat guna. Dari gambar-1, dapat dilihat proses pengolahannya dan bahan-bahannya. Sedangkan peralatannya adalah tungku kaki tiga, kuali besar (misal : kuali besi kapasitas isi 100 liter nira), pengaduk (misalnya : sudip besar), penyaring (misal: saringan kasa) dan cetakan. Prinsip proses dari pada pembuatan gula aren adalah penguapan air dari dalam nira melalui pemanasan. Dari percobaan di laboratorium, setiap liter nira dapat menghasilkan 170 gram gula aren (Anonim, 1983). Nira yang baru menetes dari sadapan, rasanya belum manis (masih tawar), dari Tabel-5 bahwa di dalam nira ada senyawa karbohidrat. Didalam nira itu sendiri ada mikroba sacharomi ces cerevisae, yang menyebabkan akan terjadi proses fermentasi, merubah karbohidrat menjadi gula. Nira segar yang menetes dari tandannya mempunyai pH 7 sampai dengan 7,5. Setelah sekitar 6 jam nira segar tadi akan mulai terasa manis, tetapi karena proses fermentasi terus berlangsung maka gula yang terbentuk tadi akan terjadi hidrolisis sukrosa menjadi gula reduksi. Kadar gula akan menurun, sementara kandungan asam seperti asam asetat, laktat dan tartarat terus meningkat. Ini dapat ditandai dengan menurunnya pH nira tersebut.

3.

Aspek Pasar

Pada tahun 2007 produksi gula aren Sumatera Utara adalah sebanyak 3.556 ton dan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2007 memproduksi gula aren sebanyak 589 ton. Artinya Kabupaten Mandailing Natal memasok sekitar 17% kebutuhan gula aren di Sumatera Utara dengan harga jual di tingkat pengrajin rata-rata tahun 2007 adalah Rp. 9.000/kg. Dari Tabel-3, pada tahun 2008 produksi gula aren di Mandailing Natal adalah 643 ton dengan harga jual di tingkat pengrajin rata-rata Rp. 10.000/kg, artinya terjadi peningkatan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

277


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

1. 2. 3.

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Bahwa gula aren, memungkinkan untuk dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal. Berdasarkan pengujian contoh, gula aren asal Kabupaten Mandailing Natal memenuhi persyaratan SNI. 01-3743-1995. Berdasarkan informasi pasar, bahwa gula aren sudah semakin banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan, keperluan rumah tangga dan lain sebagainya.

Anonim, Aren : Sumber Energi Alternatip, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 31 No. 2 Tahun 2009, hal. 1-3, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Anonim, Pengaruh Ketinggian Tempat (suhu) terhadap Pertumbuhan Tanaman, Ternak, Hama, Penyakit Tumbuhan dan Gulma, download 3 November 2009, http://bsc/ict center-llg.net

Saran 1.

2.

3.

Azhary Saleh, Irsan, (1986), Industri Kecil, Jakarta : Penerbit LPES.

Perlu peningkatan kordinasi antara stake holder di bidang kehutanan dan pemerintah daerah dalam upaya pengelolaan tentang pembudidayaan pohon aren. Untuk mendukung pengembangan gula aren di Kabupaten Mandailing Natal, perlu dilakukan pendekatan kepada masyarakat di pedesaan dengan pelatihan yang dilaksanakan oleh instansi terkait, dalam hal teknologi pengolahan gula aren. Karena gula aren adalah merupakan komoditi spesifik, unggulan dan andalan maka pemerintah daerah perlu menjaga pasarnya, yaitu dengan mendirikan induk koperasi, sehingga jalur dan distribusi gula aren dari petani tidak terperangkap oleh para tengkulak.

Basri, Faisal H., Dinamika UKM Diantara Gemuruh Retorika Politik dan Mitos, download 26 Oktober 2009, http://www.lfip.org Baulina, Rindengan, Steivie Karouw dan Patrik Pasang, Pengaruh Sabut Kelapa Terhadap Kualitas Nira Aren dan Palm Wine, Jurnal LITTRI, Vol. 12 No. 4 Desember 2006, hal. 161-171, Manado, Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Mapanget. Itoh, T, Matsuyama, A., C.H. Widjaya, M.Z. Nasution dan J. Kumendong, (1985) Compositional of Nira Palm Juice of High Sugar Content of Palm Tree, Proceeding of the IPB-JICA International Symposium on Agri culture Product, Processing and Technology, Bogor, Institut Pertanian Bogor and Japan International Coorporation Agency, pp. 233-240.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, Kabupaten Mandailing Natal Dalam Angka Tahun 2008. Anonim, Standar Nasional Indonesia, SNI. 013743-1995, Gula Palma, Dewan Standardisasi Nasional.

Kuncoro, Mudradjad, Pembiayaan Usaha Kecil, Economic Review No. 211, Maret 2008, hal. 1-20, download 26 Oktober 2009, http://www.bni.co.id.

Anonim, Gula Semut Aren, Download 3 September 2009, http://gulasemutaren.blogspot.com

Luqman Lutoni, Tony, (1993), Tanaman Sumber Pemanis, Jakarta : Penebar Swadaya.

Anonim, Serba Serbi Legenda Aren, download 4 September 2009, http://arengasugar.multiply.com /jurnal/item.22/bag.2

Nur Afiah, Nunung, Working Paper In Accounting and Finance. Peranan Kewirausahaan Dalam Memperkuat UKM Indonesia Menghadapi Krisis Financial Global, download 26 Oktober 2009, http://www.ppa.fe.unpad.ac.id.

Anonim, (1985), Coconut Prosesing and Use Rome, Perpustakaan Pusat VAM. Anonim, (1999), Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid-2, Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.

Marsigit, W, Penggunaan Bahan Tambahan Pada Nira dan Mutu Gula Aren yang Dihasilkan di Beberapa Sentra Produksi di Bengkulu, Jurnal Penelitian UNIB, Vol. XI No. 1 Maret 2009, hal 42-48, Universitas Bengkulu.

Anonim, (1991), Ensiklopedi Umum, Cetakan Kesembilan, Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Anonim, Beberapa Masalah Industri Gula Merah di Sumatera Utara, Diskusi Pengembangan Gula Merah, tgl. 3 Juni 1983, Balai Besar Industri Hasil Pertanian, Bogor.

Suseno, Slamet, (2000), Bertanam Aren, Jakarta : Penerbit Swadaya.

278


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Wibowo, S, Beberapa Jenis Pohon Sebagai Sumber Penghasil Bahan Pengawet Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Info Hasil Hutan, Vol. 12 No. 1 April 2006, hal. 67-74, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Wibowo, S dan Sentot Adi Sasmuko, Kajian Pengolahan dan Sistim Pemasaran Gula Merah Aren di Desa Kutaraja Tiga Binanga Tanah Karo Sumatera Utara, Info Hasil Hutan, Vol. 11 No. 1 April 2005, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Wisamurti, (1996), Manfaat Aren, Jakarta : Balai Pustaka.

279


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Dan Strategi Belajar Mengajar Dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi Abdul Rahman Suleman Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Graha Nusantara Jln. Dr. Soetomo Padangsidimpuan – Sumatera Utara

Abstraksi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang disusun berdasarkan atas elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lain sebagai method of inquiry yang diharapkan. Secara kualitas, bahwa mutu pendidikan kita masih memiliki bobot persentase lebih kurang 55%. Kondisi ini telah didukung oleh pendidikan, kualitas tenaga pengajar, penggunaan fasilitas belajar, pemerataan bantuan pendidikan, motivasi pembelajaran anak didik, penggunaan dana pendidikan, penghargaan dan kesejahteraan yang layak dan penenggakan disiplin. Ada tiga institusi yang berperan dalam pendidikan yaitu pemerintah, lembaga pendidikan dan masyarakat industri. Masyarakat industri sangat berkepentingan dengan pendidikan guna mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, sedangkan pemerintah memiliki kepentingan jangka panjang yaitu untuk mencerdaskan dan meningkatkan tingkat kemakmuran bangsa. Untuk itu dalam mengembangkan kurikulum lembaga pendidikan harus menerima masukan kebutuhan dari masyarakat industri dan rambu-rambu yang di atur oleh pemerintah.

Kata kunci : KBK, Strategi Belajar Mengajar intelektual untuk terjun ke dunia kerja. Banyak aspek pembenahan dan pengembangan di pendidikan tinggi, mulai dari tenaga pengajar, kurikulum, sarana, kompetensi lulusan sampai kepada manajemen pendidikan. Terbitnya SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 memberikan hawa segar bagi perguruan tinggi untuk lebih leluasa menyusun kurikulum bagi lembaga pendidikan masing-masing. Walaupun masih ada rambu yang harus tetap dipatuhi secara bersama. Selain hembusan hawa segar melalui terbitnya kedua SK tersebut perubahan dan pengembangan kurikulum dipicu dan dipacu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dan perubahan dalam bidang yang berhubungan langsung dengan kihidupan masyarakat.

PENDAHULUAN Implementasi merupakan suatu proses yang terjadi selama periode waktu yang panjang (5 tahun), sehingga proses harus di monitor secara terusmenerus (must be continually monitored) dan a supportive Implementasi membutuhkan atmosphere yang memungkinkan terciptanya saling percaya dan komunikasi terbuka antar staf akademik (sehingga umpan balik untuk penyempurnaan proses dapat berjalan lancar). Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang sangat potensi untuk terus dikembangkan mengikuti perubahan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan dunia kerja. Dunia yang bergerak dan berubah begitu cepat sangat mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia termasuk juga pendidikan. Negara-negara maju yang memiliki infrastruktur dan tatanan kehidupan social, budaya, ekonomi dan teknologi yang mapan dan tertata secara baik akan dengan cepat merespon pengaruh tersebut dan tidak banyak mengalami hambatan dan kendala. Sedangkan pada Negara-negara berkembang selalu menjadi masalah dan menemui banyak kendala yang akhirnya tertinggal jauh dan tidak pernah terkejar. Begitu pun dengan perkembangan pendidikan Nasional Indonesia.

Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam pembahasan dan pengembangan kurikulum, tidak hanya membatasi pada daftar mata kuliah, cara penyampaian dan penilaian semata, namun akan melibatkan segala aspek yang mendukung proses pembelajaran. Mulai dari silabus, SAP, bahan ajar, tenaga pengajar, mahasiswa, sarana pembelajaran, laboratorium, studio, bengkel, kebun percobaan, mekanisme pembelajaran dan evaluasi sampai kepada learning outcomes dan kompetensi lulusan. Walaupun hubungan dan keterkaitan semua aspek kurikulum tidak bisa dipisahkan dari kurikulum itu sendiri, sehingga dalam makalah ini diketengahkan

Perguruan tinggi merupakan ujung dari rantai panjang pendidikan yang menyiapkan tenaga

280


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu.

Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Strategi Belajar Mengajar dalam Pelaksanaan untuk Kurikulum Berbasis Kompetensi menghasilkan menu daftar sejumlah mata kuliah yang berbasis kompetensi dan konsekwensi proses pembelajaran yang ditawarkan dalam suatu program studi di perguruan tinggi yang juga berkaitan dengan masalah resources dan content yang menunjang penerapan kurikulum berbasis kompetensi dalam proses pembelajaran

Elemen kompetensi terdiri dari atas Landasan Kepribadian, Penguasaan Ilmu dan Keterampilan, kemampuan berkarya dan pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat. Pada pasal 3 keputusan Mendiknas RI No. 232/U/2000 para peserta didik diarahkan menjadi lulusan yang memiliki kualifikasi. a. Menguasai dasar-dasar ilmiah dan keterampilan dalam bidang keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada kawasan keahliannya b. Mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan dibidang keahliannya c. Mampu bersikap dan berprilaku dalam membawakan diri berkarya dibidang keahliannya mengikuti perkembangan ilmu d. Mampu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian yang merupakan keahliannya.

TUJUAN DAN ARAH PENDIDIKAN Pendidikan tinggi yang berfungsi menyiapkan sumber daya manusia berkualitas dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkesinambungan. Pandangan ini sangat penting agar kerangka dalam mengembangkan kurikulum didasari oleh pandangan yang lengkap dan relevan dengan tujuan penyiapan tenaga sumber manusia yang berkualitas. Lembaga pendidikan yang berkepentingan dan berperan dalam pendidikan yaitu pemerintah dan masyarakat, khususnya masyarakat industri sebagai pengguna lulusan. Pemerintah berkepentingan membangun masyarakat menjadi cerdas dan baik (Smart and good) yang berkesinambungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertumbuhan, mekanisme, hasil dan kinerja yang dilakukan oleh lembaga pendidikan/penyelenggara pendidikan secara langsung akan menunjang kepentingan tujuan pemerintah dalam mencerdaskan maupun meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Berdasarkan Keputusan Mendiknas RI Nomor 232/U/2000 pada pasal 2 dinyatakan bahwa tujuan dan arah pendidikan adalah : 1. Pendidikan Akademik bertujuan menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan Akademik dalam menetapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta menyebarluaskan dan mengupayakan pengguanaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan Nasional. 2. Pendidikan professional bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan professional dalam menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaanya untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan Nasional.

Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa standar kompetensi adalah memiliki perangkat keilmuan, berkarya sesuai dengan ilmu yang dimilikinya dan berperan aktif dalam memecahkan masalah dalam masyarakat dengan menggunakan pola pikir sistematis, kritis, jujur, efektif dan efisien. Dengan perkataan lain bahwa mutu kelulusan ditentukan oleh 3 aspek kompetensi yang dimilikinya ; Pengetahuan, Keterampilan, Nilainilai. Hal ini berarti ketiga aspek dari Benjamin Bloom (kognitif, efektif dan psikomotor) dapat dianggap merupakan aspek standar mutu lulusan yang harus diterjemahkan lebih lanjut dalam setiap bidang studi. Melalui pembangunan ketiga aspek kompetensi tersebut, maka pemberdayaan empat pilar dasar pendidikan dapat terjadi. Pemberdayaan kemampuan yang sudah dimiliki peserta didik agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik fisik, sosial dan budaya sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Diharapkan hasil interaksi tersebut dapat menumbuhkembangkan pengetahuan dan rasa percaya dirinya (learning to be) kesempatan berinteraksi dengan individu lainnya dalam kelompok yang bervariasi (learning to live together) akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikapsikap positif dan toleransi terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.

Dalam keputusan Mendiknas No. 045/U/2002 diharapkan peserta didik memiliki kompetensi akademik yaitu seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai

281


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

mutu pendidikan membutuhkan arah dan pedoman belajar yang jelas. Sedangkan arah dan pedoman belajar yang jelas itu ada dalam kurikulum. Melalui pendidikan akan diperoleh manusia yang berilmu, cerdas, analitis, demokratis dan berprilaku terarah (sopan, jujur, bertanggung jawab, menghargai kebenaran dan santun) ketika ini sudah didapatkan dalam proses dan output pendidikan, maka inilah yang dikatakan sumber daya manusia berkualitas.

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI ATAU MODEL KBK (COMPETENCY – BASED CURRICULLUM) KBK awal mulanya adalah konsep kurikulum yang dikembangkan Depdiknas sebagai wewenang dan memang tugas mereka. Kurikulum ini dinyatakan untuk menggantikan kurikulum 1994. KBK dirancang mulai sejak tahun 2000, setelah menjalani proses perenungan dan revisi serta memakan waktu relative lama, maka pada tahun 2004 KBK dilaksanakan. Jadi kurikulum 2004 itulah yang dinamakan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Mulai dari kurikulum 1968, kurikulum 1975 dan kurikulum 1984, bahwa ketiga kurikulum ini berpegang pada konsep kurikulum berdasarkan isi (Content – Based Curriculum). Kurikulum berdasar isi ini dimaksudkan bahwa pelajaran yang disampaikan pada anak didik lebih mengutamakan penyampaian isi materi pelajaran. Kurikulum tersebut dijalani selama lebih kurang 15 tahun, ternyata hasil pendidikan yang kita peroleh masih belum memuaskan. Apabila kita bertolak ukur dengan kualitas sumber daya manusia yang berperan meningkatkan kesejahteraan bangsa, dimana terlihat peran pimpinan, tingkat pengangguran, kehidupan sosial, pelaksanaan hukum. Semuanya itu cenderung melenceng dari norma-norma luhur, keadilan dan belum berjalan dijalur cita-cita bangsa kita yaitu adil, aman dan sejahtera. Sehingga para pakar dan sebagian dari pemimpin dan tokoh masyarakat kita menilainya sebagai konsekuensi dari lemahnya proses pendidikan yang kita laksanakan selama ini.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai isi maupun bahan kajian dan pembelajaran serta cara penyampaiannya dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan belajar – mengajar di perguruan tinggi. (Kepmendiknas No. 232/U/2000 Pasal 1 butir 6). Kurikulum dipahami sebagai dokumen dan sebagai pembelajaran yang nyata. Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu (Kepmendiknas No. 045/U/2002, pasal 21). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang disusun berdasarkan atas elemenelemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lain sebagai method of inquiry yang diharapkan. Method of inquiry adalah suatu metode pembelajaran yang menumbuhkan hasrat besar untuk ingin tahu, meningkatkan kemampuan untuk menggunakan atribut kompetensi guna menentukan pilihan dalam berkehidupan di masyarakat, meningkatkan cara belajar sepanjang hayat (learning tolearn dan learning throughout of life).

Departemen Pendidikan Nasional dan instansi terkait telah menyepakati menggunakan KBK. Meskipun sebelum KBK ini, bahwa kita telah menerapkan kurikulum 1994, yang dinamakan kurikulum berbasis pencapaian tujuan (Objective – Based Curriculum). Meskipun kurikulum berbasis isi telah juga ditukar dengan kurikulum 1994, namun secara nasional bahwa kualitas pendidikan kita juga masih mengecewakan dan pencapaian mutu pendidikan secara nasional lebih kurang 55%. Kegagalan demi kegagalan dalam implementasi pendidikan kita telah mengantarkan para Stakeholder untuk berpaling muka ke KBK. Mudah-mudahan dari konsep “Berkompetensi atau KBK menjadi betul-betul membawa perubahan nyata dalam meningkatkan kualitas pendidikan” kita dibelakang hari.

Menurut ahli pendidikan “Mc Ashan” bahwa kompetensi tersebut …. is knowledge, skill and abilities that a person achieves, which become part of his or her being to extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective and psychomotor behaviors (Kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga dapat melakukan prilaku-prilaku kognitif, efektif dan psikomotor dengan sebaikbaiknya).

Perbedaan yang dapat ditarik dari model KBK jika dibandingkan dengan yang model sebelumnya (kurikulum berdasarkan isi dan tujuan). Bahwa KBK adalah pola pengajaran dari semula mahasiswa yang hanya mengetahui berubah menjadi pandai berbuat. Dari konsep hanya mengetahui ke konsep pandai berbuat adalah suatu tindakan yang mengalami perubahan besar. Konsekuensi dari penerapan KBK tersebut

Suatu Negara ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka terlebih dahulu meningkatkan mutu pendidikan. Sementara untuk meningkatkan

282


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

membutuhkan banyak perubahan pula. Perubahan tersebut terkait dengan kebutuhan mendasar untuk memenuhi implementasi KBK, seperti membutuhkan : (1) tenaga dosen yang berkualitas, dengan memberikan keterampilan dan pengetahuan untuk perubahan ini, (2) fasilitas belajar mengajar perlu dilengkapi, seperti ruangan belajar yang kondusif, meja, kursi, media belajar, alat-alat Bantu praktek seperti laboratorium, workshop dan modul, (3) mahasiswa yang mau belajar dengan mengubah prilaku pasif menjadi aktif dan (4) dana sesuai kebutuhan riel, dana juga termasuk untuk kesejahteraan dosen, pegawai, keperluan untuk proses KBK lainnya.

STRATEGI KURIKULUM

PENGEMBANGAN

Melalui keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 pemerintah telah membuka pintu, memberikan ijin lebih leluasa kepada perguruan tinggi untuk meracik kurikulumnya sendiri berbasis kompetensi (Competensi based) dan memberikan arah pendidikan secara jelas dan relevan dengan kebutuhan masyarakat industri.

Jika KBK ingin berhasil, maka faktor tersebut diatas harus dipenuhi dan sangat mustahil dapat dicapai kualitas pendidikan, apabila mengabaikan faktor-faktor dimaksud.

Kajian Akademik /Body of Knowledge

Visi, Misi & Tujuan Perguruan Tinggi

Kebutuhan Masyarakat Industri

Kompetensi Lulusan Program Studi

Mengembangkan Kurikulum Sk Mendiknas No. 0232 & 045

Taxonomi Bloom Rencana Pembelajaran

Proses Pembelajaran

Evaluasi Hasil Pembelajaran

Gambar 1. Kerangka Pengembangan Kurikulum

283


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Secara ringkas tertuang dalam kalimat-kalimat sebagai berikut : bahwa lulusan program diploma memeliki kemampuan professional dalam menerapkan, mengembangkan dan menyebarluarkan teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya ; lulusan program strata-1 ditekankan kepada menerapkan ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang keahliannya, serta menguasai dasar-dasar ilmiah dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni. Program Strata-2 lebih menekankan kepada mengembangkan dan memutahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sert memecahkan masalah dalam bidang keahliannya melalui kegiatan penelitian, sedangkan Strata-3 lebih menekankan kepada mengembangkan konsep ilmu, teknologi dan/atau seni baru melalui penelitian dan mengembangkan program penelitian.

pengembangan ilmu pengetahuan. Ada perbedaan kajian akademik yang diberikan kepada program akademik dan program profesional. Program akademik memiliki kadar dan muatan yang lebih dalam daripada program profesional. Pemahaman ilmu dasar dari setiap program studi menjadi bekal yang penting bagi lulusannya melakukan pengembangan ilmu pengetahuannya dan juga dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi ke S-2 dan S-3. Kebutuhan Masyarakat Industri Untuk mengetahui secara pasti dan menyeluruh akan kebutuhan masyarakat industri terhadap tenaga lulusan perguruan tinggi perlu melakukan survey dan penelitian kepada bidang industri yang terkait dengan program studinya. Survey dan penelitian dilakukan menggunakan metode kuantitatif, wawancara dan secara komprehensif dan dengan data yang representative. Pandangan terhadap masa depan dalam era global, di mana terjadi perdagangan bebas, terlepasnya semua sekat di antara negara-negara di dunia ini dan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informatika yang membawa masyarakat ke dalam era digital merupakan aspek kajian yang mempengaruhi kebutuhan masyarakat industri terhadap tenaga kerja lulusan perguruan tinggi. Kebutuhan masyarakat industri akan tenaga lulusan program studi sangat menentukan kompetensi lulusan program studi yang dirumuskan.

Paparan data empiris akan kebutuhan masyarakat industri, kemampuan lulusan dan proses pembelajaran di perguruan tinggi serta antisipasi pemerintah melalui keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002, merupakan masukan yang sangat penting dalam menyusun suatu kurikulum yang baik, yang dapat menjawab terhadap tuntutan akademik maupun kebutuhan masyarakat industri. Beberapa pendapat dan kesimpulan yang dapat dipetik dari paparan Selain visi, misi dan tujuan masing-masing perguruan tinggi sebagai masukan yang berguna dalam menyusun kurikulum yaitu : 1. Kajian akademik yang meletakan dasar keilmuan guna pengembangan ilmu pengetahuan dasar dan pengembangan ilmu pengetahuan 2. Kebutuhan dunia usaha akan tenaga kerja yang bersifat lebih praktis, sesuai dengan perkembangan produk, praktis dan spesialis pembelajaran yang mendorong 3. Proses mahasiswa aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri guna membentuk sikap dan perilakunya 4. Mengikuti arah dan tujuan serta rambu dari keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002.

SK Mendiknas No. 045/U/2002

0232/U/2000 dan No.

Ada dua SK Mendiknas yang mengatur pengembangan kurikulum yaitu SK Mendiknas No. 0232/U/2000 dan SK Mendiknas No. 045/U/2002 berisi tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, sedangkan SK Mendiknas No. 045/U/2002 berisi tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi. Secara umum SK ini lebih mempersiapkan lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja atau masyarakat industri. Sedangkan SK No. 045/U/2002 digunakan sebagai acuan dalam melatakkan kompetensi itu sendiri dan pengaturan kurikulum inti yang berlaku secara nasional serta jabatan kompetensi yang terdiri dari kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.

Visi, Misi dan Tujuan Perguruan Tinggi Masing-masing perguruan tinggi memiliki visi, misi dan tujuannya yang ingin dicapai di masa mendatang. Visi, Misi dan Tujuan ini harus dapat mewarnai kompetensi lulusan program studi dari lembaga pendidikan

Kompetensi Lulusan Program Studi Kajian Akademik Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh

Kajian keilmuan secara akademik memberikan dasar keilmuan secara teori sebagai bekal dalam

284


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

hal ini proses evaluasi, ujian dan nilai dari proses pembelajaran tersebut.

masyarakat dalam melaksanakan tugas di bidang pekerjaan tertentu (Psal 1 SK Mendiknas No. 045/U/2002).

Rencana Pembelajaran Perumusan kompetensi lulusan program studi mengacu kepada dasar pemikiran yang tertuang dalam SK Mendiknas No. 0232/U/2000 tentang tujuan dan arah pendidikan, visi misi dan tujuan lembaga pendidikannya, kajian akademik dan kebutuhan masyarakat industri sesuai dengan program studinya masing-masing. Rumusan kompetensi lulusan program studi harus bisa diterjemahkan ke dalam kelompok mata kuliah dan mata kuliah. Secara umum para lulusan program studi perlu diberikan kompetensi intelektual yang diterapkan melalui learning to know, kompetensi profesional diterapkan melalui learning to do, kompetensi kepribadian diterapkan melalui learning to be, kompetensi sosial dan budaya diterapkan melalui learning to live together. Keempat kerangka pemikiran di atas mendasari rumusan kompetensi yang ditetapkan bagi lulusan suatu program studi dalam satu lembaga pendidikan.

Untuk menurutkan kurikulum dalam rencana pembelajaran ada tiga alat yang biasanya digunakan yaitu silabus, Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP). Pengertian dan komponen yang terkandung dalam Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang digunakan saat ini. GBPP merupakan rumusan tujuan dan pokok isi mata kuliah yang terdiri dari (1) tujuan instruksional umum, (2) tujuan instruksional khusus (3) pokok bahasan (4) materi atau rincian pokok bahasan (5) waktu dan (6) sumber pustaka. Sedangkan SAP memiliki komponen yang lebih lengkap dari GBPP, di samping memiliki semua komponen yang berada di dalam GBPP, SAP mengandung komponen mekanisme pembelajaran, media, alat pembelajaran dan evaluasi. Proses Pembelajaran

Taxonomi Bloom Proses pembelajaran akan lebih mudah karena semua rencana pembelajaran telah disiapkan secara lengkap dan matang. Bila telah memiliki SAP merupakan panduan yang sangat berharga dalam menerapkan suatu proses pembelajaran berbasis kompetensi dan bermutu. Para dosen dan mahasiswa hanya mengikuti rencana pembelajaran yang telah disiapkan secara lengkap dan matang. Dengan persiapan rencana pembelajaran yang baik dan lengkap tersebut harus dibarengi dengan pembenahan kemampuan dosen dalam mengajar, kebiasaan mahasiswa belajar, dukungan sumber belajar dan alat belajar. Sebagus apa pun kurikulum dan rencana pembelajaran yang disusun akan sangat tergantung kepada proses pembelajaran yang dilakukan. Untuk melakukan proses pembelajaran yang baik maka perlu melakukan pembenahan dalam berbagai komponen semua komponen dalam proses pembelajaran. Pembenahan meliputi : (1) kemampuan dosen (2) kebiasaan mahasiswa belajar (3) sumber dan alat belajar

Benjamin Bloom (Ornstain, 2000) memberi tingkat kemampuan intelektual manusia berdasarkan aspek cognitive dalam enam kelompok mulai dari memorizing, comprehension, application, analysis, synthesis and evaluation. Tingkat momorizing merupakan tingkat kemampuan paling rendah yaitu pengetahuan diperoleh melalui hafalan, sedangkan comprehension memiliki tingkat yang lebih baik yaitu kemampuan memahami sesuatu melalui pengertian dan pemahaman yang benar, application merupakan tingkat kemampuan yang dapat menerapkan sesuatu teori, konsep, rumus ke dalam pekerjaan dan kegiatan nyata, analysis merupakan kemampuan mengevaluasi fenomena yang ada termasuk ilmu pengetahuan yang dipelajari. Dengan menggunakan teori Taxonomi Bloom ini dapat dirumuskan arah dan tujuan pembelajaran, mekanisme dan evaluasi pembalajaran secara jelas dan dapat diukur yang tertuang dalam kurikulum dan rencana pembelajaran.

Walaupun tidak menjadi mata kuliah yang diajarkan secara langsung, namun proses pembelajaran di perguruan tinggi akan membentuk kebiasaan, perilaku, mental dan karakter mahasiswa yang berhubungan dengan communication skill, team buiding, systemic thinking, soft skill, role of enterprise, profesionalisme, quality yang merupakan kemampuan lulusan yang dibutuhkan dalam dunia kerja atau masyarakat industri. Membentuk kompetensi lulusan yang dibutuhkan dalam dunia kerja tidak hanya melalui pengemasan kurikulum yang baik tetapi juga melalui kegiatan aktif dalam proses pembelajaran yang baik.

Mengembangkan Kurikulum Menurut SK Mendiknas No. 0232/U/2000. pasal 1 ayat 6 kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajarmengajar di perguruan tinggi. Dalam hal ini ada tiga aspek yang perlu dibahas yaitu (1) rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran, (2) cara penyampaian, dalam hal ini yaitu mekanisme pembelajaran dan (3) penilaian, dalam

285


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Strategi atau metode adalah cara pelaksanaan mengajar yang digunakan seorang dosen dalam menyampaikan pelajaran kepada mahasiswa. Tujuannya agar mengerti, paham, pintar, berprestasi, mampu untuk berkembang dan menghasilkan prilaku yang baik (sopan, santun, cerdas dan bertanggungjawab). Kalau kita merujuk pada hasil penelitian Balitbang, ditemukan 4 model teaching (model pengajaran di Indonesia) yang dilakukan oleh dosen dengan mahasiswa di perguruan tinggi yaitu : 1. Teaching good and evaluation good (mengajar bagus dan menilai bagus) 2. Teaching good and evaluation bad (mengajar bagus dan menilai tidak bagus) 3. Teaching bad and evaluation good (mengajar tidak bagus tetapi menilai bagus) 4. Teaching bad and evaluation bad (mengajar tidak bagus dan menilai tidak bagus

Evaluasi Hasil Pembelajaran Kegiatan yang tidak kalah pentingnya yaitu selalu melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran. Evaluasi ini dilakukan pada setiap semester, juga dilakukan kepada pada setiap lulusan yang masuk ke dalam dunia kerja. Evaluasi yang dilakukan kepada setiap semester hanya berkaitan rencana pembelajaran. Sedangkan evaluasi yang dilakukan kepada kemampuan lulusan di samping berhubungan dengan rencana pembelajaran, namun lebih penting yaitu berkaitan dengan kompetensi lulusan. Seorang lulusan perguruan tinggi harus dapat menerapkan kemampuan secara baik dalam ilmu pengetahuan, keterampilan dan perilakunya di dunia kerja. Lima langkah pengembangan kurikulum adalah (1) perumusan kompetensi (2) penyusunan kelompok matakuliah (3) penyusunan struktur pembelajaran, yang didasarkan pada kelompok kompetensi yang akan dicapai pada satu priode (4) penyusunan mata ajaran yaitu penyusunan mata ajaran dengan mempertimbangkan beban, materi ajar dan keterkaitan antar mata ajaran untuk mencapai kompetensi yang telah direncanakan (5) penyusunan cara atau metode pembelajaran dan evaluasi hasil.

Yang dimaksud dengan Teaching Good yaitu dosen masuk dan keluar kelas tepat waktu, punya materi/silabus, mengajar secara sistematis, mampu menjelaskan kembali bagi mahasiswa yang belum mengerti, disiplin, bertanggungjawab, menguasai kelas dan ramah. Sedangkan Teaching Bad adalah sebaliknya. Sedangkan Evaluation Good yaitu memberikan soal (tes) sesuai silabus, yang pernah diajarkan, memeriksa soal ujian secara berkelanjutan (kontiniu) terhadap kemampuan mahasiswa. Sedangkan Evaluation Bad sama dengan sebaliknya.

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR DALAM PEL AKS A NA AN KURIKULUM BE RB AS I S KOMPETENSI (KBK)

Kurikulum 2004 (KBK), membutuhkan Strategi dalam pembelajaran. Pendekatan atau strategi dimaksud yang diutamakan sesuai dengan misi KBK dan memiliki kesamaan dalam hal (1) menekankan pada pemecahan masalah (2) bisa dijalankan dalam berbagai konteks pembelajaran (3) mengarahkan mahasiswa untuk belajar mandiri (4) mengkaitkan konteks kehudupan mahasiswa yang berbeda-beda (5) mendorong terciptanya masyarakat belajar (6) menerapkan penilaian outentik dan (7) menyenangkan.

Kesuksesan pendidikan dapat dicapai, hanya dengan sikap implementasi (secara realita, benar dan nyata), bukan sekedar berpolitik. Karena proses belajar mengajar untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak membutuhkan politik. Akan tetapi pendidikan membutuhkan realitas, kejujuran dan transparansi. Dengan meningkatkan kemampuan tenaga pengajar, fasilitas, dana, peraturan dan tingkat kesejahteraan. Kesemuanya itu membutuhkan kesadaran dan rasa tanggungjawab dari semua unsur-unsur terkait.

Oleh karena itu pilihan Strategi belajar mengajar yang dapat dilakukan untuk mendukung KBK adalah terdiri dari :

Strategi adalah suatu kiat yang digunakan seseorang untuk mencapai tujuan. Dalam proses belajar mengajar juga dibutuhkan kiat, namun kiat yang dibutuhkan adalah untuk mencapai hasil belajar yang sukses, dengan melakukan penataan dalam segala aspek proses pendidikan. Penggunaan strategi belajar mengajar adalah sangat penting, karena mendukung keberhasilan KBK. Strategi sering digunakan untuk berbagai persoalan, dengan makna yang juga agak berlainan. Dalam konteks pengajaran bahwa strategi adalah sebagai suatu pola umum tindakan dosen dalam manginvestasi aktivitas pengajaran.

1.

Contectual Teaching and Leaning (CTL) (Pendekatan konstektual)

Strategi dan model pembelajaran ini adalah mendorong dosen untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata mahasiswa. Dan juga mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. CTL adalah filosofi belajar yang bukan sekedar menekankan pada menghapal, tetapi

286


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

merekonstruksi kejadian. Pembelajaran diupayakan alamiah, dengan motto : Student learn best by actively constructing their own understanding (cara belajar terbaik adalah mahasiswa mengkonstruksikan sendiri pemahamannya). 2.

Problem Based berbasis masalah)

Learning

5.

Cooperative kooperatif)

Learning

(pengajaran

6.

(pengajaran

Project Based proyek/tugas)

Learning

(berbasis

Strategi pembelajaran ini membutuhkan pendekatan pengajaran komprehensif, dimana lingkungan belajar mahasiswa didesain agar mahasiswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah outentik termasuk pendalaman materi suatu topik mata kuliah dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan mahasiswa bekerja secara mandiri dalam membentuk pembelajarannya, dan memunculkannya dalam produk nyata. Mahasiswa diberi tugas yang kompleks, sukar, lengkap, tetapi realistis/outentik. Lalu diberi bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas.

(pengajaran

7. Strategi pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil mahasiswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menciptakan setiap mahasiswa untuk saling ketergantungan dalam memecahkan masalah, melakukan dialog, menghargai kesempatan individu, menyampaikan kritikan sesama mahasiswa dari masalah belajar, dan mampu menjalin hubungan antara pribadi antara mahasiswa dalam pembelajaran. Melahirkan pembentukan sikap, tidak mementingkan diri sendiri, menghargai orang lain dan memupuk rasa percaya diri mahasiswa. Mahasiswa diberi peluang untuk mendominasi pembelajaran, bukan oleh dosen. 4.

Learning

Pendekatan pengajaran yang memperkenankan mahasiswa untuk mempelajari konteks bermakna. Mahasiswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Mahasiswa diperkenankan untuk melakukan identifikasi masalah dan menganalisisnya untuk menyesuaikan antara data autentik dengan kondisi yang nyata.

Strategi ini adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi mahasiswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk meransang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk belajar bagaimana belajar. Cirinya adalah mengajukan pertanyaan atau masalah, terintegrasi dengan disiplin ilmu lainnya, penyeledikan secara otentik/nyata, dengan menghasilkan suatu produk/hasil karya yang dapat diperhatikan. Melakukan kerjasama dengan mahasiswa lain untuk menemukan dan memecahkan masalah, sehingga masing-masing berfikir untuk mencarikan solusinya secara nyata. 3.

Outentic Based berbasis outentik)

Work Based Learning (pengajaran berbasis kerja)

Strategi pembelajaran ini memerlukan pendekatan pengajaran yang memungkinkan mahasiswa menggunakan tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja. Maka tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan mahasiswa. Mengajar mahasiswa dikelas adalah bentuk pemagangan. Pengajaran berbasis kerja menganjurkan pentransperan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif kepada aktivitas sehari-hari di kelas, baik melibatkan mahasiswa dalam tugas-tugas tersebut dan juga melibatkan mahasiswa dalam kelompok pembelajaran kooperatif heterogen dimana mahasiswa yang pandai membantu mahasiswa yang kurang pandai dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks.

Inquiry Based Strategi (strategi pengajaran berbasis inquiri)

Pelajaran dengan strategi inquiri merupakan suatu pendekatan konstruktivitas yang telah memiliki sejarah panjang dalam inovasi atau pembaharuan pendidikan. Strategi ini juga memacu keinginan mahasiswa untuk mengetahui. Memotivatsi mereka melanjutkan pekerjaannya hingga menemukan jawaban. Mahasiswa juga belajar memecahkan masalah secara mandiri dan memiliki keterampilan berfikir kritis karena mereka harus selalu bertindak analitis.

8.

Service Learning (pengajaran melayani)

Strategi pembelajaran ini lebih menekankan pada melayani serta mengkombinasikan melayani terhadap masyarakat dengan struktur berbasis sekolah dengan merefleksikan melayani. Sehingga menghubungkan antara melayani melalui pembelajaran akademis. Strategi pembelajaran ini berpijak pada pemikiran bahwa semua kegiatan

287


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

kehidupan dijiwai oleh kemampuan melayani. Dalam industri modern, kata kunci yang digunakan adalah layani dengan baik. Oleh sebab itu sejak usia dini anak didik telah ditanamkan sifat suka melayani orang lain secara iklas. Misalnya ada bencana alam, maka mereka bersedia mengumpulkan bantuan untuk diserahkan atau ada tamu yang akan datang lalu mereka hadir untuk menyambutnya. 9.

KESIMPULAN Perubahan kurikulum harus dilakukan dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini juga dipicu oleh terbitnya SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK No. 045/U/2002. melalui kedua SK ini pemerintah telah membuka pintu secara lebar bagi perguruan tinggi agar mengatur kurikulumnya sendiri. KBK, diasumsikan sebagai salah satu jawaban dalam perbaikan kualitas pengajaran, karena KBK atau Kurikulum 2004, telah merubah statement dari semula hanya dapat mengetahui menjadi dapat berbuat. Perubahan konsep KBK ini, sangat mendasar, sehingga implementasi dilapangan, juga membawa perubahan seperti penggunaan strategi pembelajaran, kebutuhan fasilitas mengajar, yang mengarah praktek nyata, kreativitas dan kemampuan dosen mengajar, membentuk pola belajar aktif mahasiswa, penggunaan dana penunjang pendidikan, penataan manajemen dan peningkatan kesejahteraan dosen.

CBSA Konsep ini telah diterapkan tahun 70-an di Inggris, sehingga di Indonesia juga sudah dilakukan pada tahun 80-an. CBSA adalah salah satu strategi belajar yang sangat baik. Karena aktivitas belajar berpusat pada anak didik. Pada anak didik ditumbuhkembangkan sikap kreativitas, memimpin, mengendalikan dan menemukan permasalahan sampai memecahkan masalah tersebut, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi. Biasanya dosen lebih berperan sebagai pengendali, setelah diberikan kepada mahasiswa suatu persoalan untuk didiskusikan secara berkelompok. Masingmasing mahasiswa memiliki peluang untuk mengemukakan pendapat dan saling diskusi antara teman kelompok, sehingga dosen berperan sebagai mediator.

Tabel 1 Struktur Kurikulum Berdasarkan Atas 5 Unsur Kompetensi Mata Kuliah MPK (dh. MKU) MKK (dh. MKK MKDK) MKB (dh. MKK MKDK) MPB (dh. MKK MKU) MBB (dh. MKK MKU) Total

+ +

+

(SKS - SK Mendiknas) *) **)

Kur. Institusional Pendukung Lainnya Di isi sesuai Di isi sesuai dengan visi dan dengan visi misi prodi dan misi prodi

+

(% - SK Mendiknas)

Total

Kur. Inti Utama Di isi sesuai dengan kesepakatan prodi dan konsorsium

Jumlah SKS*) % 6–8 4–6 45 – 52

31 – 36

45 – 52

31 – 36

20 – 30

14 – 21

6–8

4 – 13

40 – 80%

20 – 40%

0 – 30%

--

100%

58 – 115

29 – 57

0 – 43

144 – 160**)

--

Interval/rentang SKS yang disarankan Jumlah SKS total mendekati minimal (144 SKS) dan diselesaikan dalam waktu 8 semester

Catatan : MPK Mata kuliah Pengembangan Kepribadian ; Disesuaikan dengan SK Mendiknas 232/U/2000, SK Mendiknas 045/U/2002 dan pasal 3 SK Dikti 38/Dikti/Kep/2002 MKK Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan ; Ada Mata kuliah yang berbasis Teknologi Informasi dan mata kuliah yang berwawasan Internasional (dipertimbangkan sesuai sikon) MKB Mata Kuliah Keahlian Berkarya ; Termasuk Tugas Akhir (4-6 SKS, bentuk Tugas Akhir dapat berupa Skripsi, Proyek, Desain atau lainnya, tergantung kebutuhan Prodi) MPB Mata Kuliah Prilaku Berkarya ; Mata kuliah yang bernuansa praktek, termasuk KKN (2 SKS) MBB Mata Kuliah Berkehidupan Bersama ; Ada mata kuliah yang bernuansa Kewirausahaan Kepemimpinan dan Etika

288


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Mengembangkan Kurikulum Pengembangan Kepribadian

6 – 8% 9 – 12 SKS

Pembentukan kepribadian karakter, mental, moral yang baik, Agama, Pancasila, Kewarganegaraan

Keterampilan Keahlian

45 – 55% 65 – 80 SKS

Ekspresi dari kajian akademik untuk meletakkan dasar keilmuan

Keahlian Berkarya

30 – 40% 44 – 58 SKS

Wujud dari kebutuhan masyarakat industri, Pengetahuan dan keterampilan untuk bekerja

Perilaku Berkarya

10 – 15% 15 – 22 SKS

Sikap dan perilaku dalam berkarya untuk menunjang keahlian berkarya. Masukan dari masyarakat

Berkehidupan Bermasyarakat

6 – 8% 9 – 12 SKS

Kaidah dan norma untuk hidup di masyarakat sesuai dengan profesinya

DAFTAR PUSTAKA Atwi Suparman, Garis-garis Besar Program Pengajaran dan Satuan Acara Pengajaran, Jakarta 1997, PAU Dirjendikti Depdiknas Krathwohl. Devis R and Benjamin S. Bloom, Taxonomy of Educational Objectives, New York 1973, David McKay Co. Once Kurniawan, Kurikulum Berbasis Kompetensi Kerangka Pemikiran dalam Makalah Mengembangkan Kurikulum, disampaikan pada Seminar dan Lokakarya KOPERTIS Wilayah I, NAD Sumatera Utara Medan 2004 Surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Belajar Mahasiswa.

289


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Dampak Perubahan Iklim Pada Kesehatan Masyarakat dan Kebijakan Penanggulangannya Fotarisman Zaluchu Peneliti di Balitbang Provinsi Sumatera Utara

Abstraksi Masalah perubahan iklim telah menjadi konsentrasi di berbagai negara termasuk dalam forum dunia. Namun diperlukan analisis yang lebih memadai mengenai sejauh mana signifikansi masalah tersebut terhadap manusia. Dampak pada manusia adalah dampak yang dapat dilihat konsekuensinya karena berakibat pada kematian atau kesakitan namun dapat pula diubah. Beberapa tulisan yang disampaikan oleh para peneliti sebelumnya membantu kita menganalisis persoalan yang terjadi. Tulisan yang merupakan studi pustaka ini memberikan kajian atas rekomendasi yang bisa dilakukan dalam berbagai skala.

Kata Kunci: perubahan iklim, dampak, kesehatan masyarakat, kebijakan penanggulangan Beggs (2000) menyatakan bahwa salah satu tanda dari perubahan iklim adalah peningkatan suhu air laut. Sekarang ini terjadi peningkatan suhu permukaan air laut sekitar 2 derajat. Diperkirakan bahwa pada tahun 2100, suhu permukaan air laut akan mencapai 3,5 derajat pada tahun 2100 nanti. Namun Beggs (2000) juga mencatat bahwa tandatanda perubahan iklim tersebut juga bisa dilihat dari peningkatan suhu bumi yang lebih cepat daripada 10 ribu tahun terakhir. Selain itu, semakin kerapnya suhu ekstrim baik panas maupun dingin terjadi adalah pertanda sederhana dari perubahan iklim ini.

PENDAHULUAN Perubahan iklim telah menjadi salah satu agenda dunia dalam dekade terakhir. Sekarang ini negaranegara di dunia telah memfasilitasi berbagai upaya untuk mengendalikan perubahan iklim pada berbagai level. Bahkan berbagai rekomendasi telah pula dihasilkan. Selain upaya pengendalian melalui komitmen global, pertemuan pada level negaranegara telah dilakukan antara lain yang terakhir dilakukan adalah Konferensi Perubahan Iklim 2009 di Kopenhagen. Namun yang masih harus dipelajari adalah bagaimana dampak perubahan iklim tersebut terhadap kesehatan. Tulisan ini mencoba menjelaskan hal tersebut dalam perspektif kesehatan masyarakat, lalu mencoba merekomendasikan kebijakan penanggulangannya.

DAMPAK PADA KESEHATAN Pengukuran dampak perubahan iklim ini terhadap kesehatan masyarakat memang tidak mudah mengingat ada dampak yang bersifat langsung dan ada yang bersifat tidak langsung. Dampak langsung dari perubahan iklim adalah akibat banjir dan kekeringan yang terjadi, sementara akibat tidak langsung bisa terjadi karena perubahan pola penyakit yang dampaknya baru bisa dilihat dalam beberapa waktu (Ebi dkk, 2006).

FENOMENA PERUBAHAN IKLIM Perubahan iklim kelihatannya begitu sulit untuk dimengerti. Menurut definisinya, Bernardi (2008) menyatakannya sebagai konsep dampak signifikan secara statistik dari iklim itu sendiri atau variasi, keberadaan (baik dalam dekade tertentu atau lebih lama lagi), sebagai akibat dari: 1) faktor alam, seperti perubahan dalam intensitas matahari atau perubahan dari orbit bumi; 2) perubahan alam dihubungan dengan sirkulasi laut; 3) aktifitas manusia dalam mengubah komposisi atmosfir, misalnya dengan melakukan pembakaran bahan bakar fosil, atau perubahan permukaan lahan menggunakan deforestasi, reforestasi, urbanisasi, dan lain sebagainya.

Beberapa pakar dalam berbagai laporannya sudah menyajikan berbagai hal yang merupakan akibat dari perubahan iklim ini. Diantaranya WHO sendiri melaporkan berbagai peningkatan penyakit di beberapa wilayah. Akan tetapi, Ebi dkk (2006) menyatakan bahwa dampak perubahan iklim harusnya disusun berdasarkan derajat kerentanan dan kemampuan adaptasi manusia terhadap perubahan iklim tersebut, karena tidak ada potensi dampak yang akan sama pada setiap wilayah. Menariknya, dampak perubahan iklim tidak hanya di-asses

290


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

melalui proses yang terjadi pada wilayah tertentu, tetapi juga diukur melalui ada tidaknya kebijakan yang mencoba menanggulangi perubahan iklim ini secara spesifik. Dari pengukuran-pengukuran inilah, penelitian tersebut merekomendasikan risk assesment yang lebih terperinci. Akan tetapi berdasarkan assesment terhadap kemungkinan pengendaliannya, CampbellLendrum dan Rosalie (2006) mencoba menyajikan model simulasi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan masyarakat.

Dampak Pada Kesehatan Peningkatan malnutrisi dan kelainan kesehatan, termasuk dampaknya pada pertumbuhan dan perkembangan anak.

Confidence Level Tinggi

Peningkatan kematian, penyakit dan luka akibat suhu panas, banjir, badai, api dan kekeringan.

Tinggi

Dampak malaria.

campuran

Perubahan infeksi.

vektor

akibat penyakit

Sangat Tinggi Tinggi

Peningkatan penyakit diare.

Sedang

Peningkatan berdarah.

demam

Rendah

produktivitas

Rendah

Penurunan tanaman.

kasus

Secara lebih terperinci, Kovats dkk (2005) juga WHO (2008) menyatakan bahwa outcome kesehatan yang mungkin terjadi bervariasi dalam beberapa hal. Pertama, heat stress, yaitu penyakitpenyakit yang disebabkan karena meningkatnya suhu. Salah satunya karena dampak peningkatan fungsi jantung dan paru-paru tubuh manusia. Kedua, kesakitan dan kematian akibat polusi udara yang diakibatkan oleh konsentrasi gas polutan, distribusi dan dinamikanya. Ketiga, penyebaran vektor nyamuk, yaitu penyebaran yang lebih luas dari vektor tertentu, lebih singkatnya pola hidup vektor sehingga lebih cepat dalam daur hidupnya. Keempat, kekurangan pangan dan akibat-akibatnya yang terjadi disebabkan oleh kekeringan dan peningkatan bakteri-bakteri patogen.

Di dalam gambar 1 terlihat bahwa upaya pengendalian perubahan iklim dapat diprediksi hasilnya dengan menggunakan asumsi level pengendalian. Dengan menggunakan titik potong tahun 2000 sebagai asumsi dasar, maka upaya pengendalian dampak perubahan iklim terhadap kesehatan bisa berhasil dalam mengurangi beban persoalan kesehatan sebesar setengahnya, dibandingkan dengan tidak melakukan apa-apa. Perubahan iklim memberikan konsekuensi besar pada derajat kesehatan manusia. WHO sendiri mencoba meraih dukungan dunia melalui tema Hari Kesehatan Sedunia pada tahun 2008: Protecting Health from Climate Change. Akan tetapi dampak terbesarnya kelihannya terjadi pada negara-negara berkembang dan miskin. Ketidakmampuan mengendalikan dampak adalah salah satu penyebab lebih rentannya negara-negara tersebut.

Bukti-bukti peningkatan persoalan ini bukan tidak ada. Untuk kejadian bencana alam misalnya, WHO (2008) melaporkan grafiknya sebagai berikut :

Berbasis pada berbagai penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh IPCC Fourth Assesment Report Climate, St Louis dan Jeremy (2008) menginventarisir beberapa persoalan yang mungkin dihadapi sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut ini. Tabel 1. Proyeksi Dampak Kesehatan Perubahan Iklim Pada Negara Berkembang

291


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Gambar 2 memperlihatkan bagaimana kecepatan kejadian bencana alam semakin meningkat dengan jumlah korban yang juga relatif secara progesif juga meningkat. WHO juga melaporkan kemungkinan peningkatan penyakit malaria sebesar 20 persen, serta penyebaran penyakit demam berdarah yang semakin luas. Di kawasan Asia Pasific, misalnya, penyebaran demam berdarah sudah mencakup wilayah yang sebelumnya bahkan belum pernah terkena. Kasus demam berdarah di dunia diperkirakan akan meningkat dan mencapai lebih dari 2 juta kasus baru lain sampai pada tahun 2080. Gambaran perubahan pola penyebaran dengue secara spasial analysis dapat dilihat pada gambar 3. Meningkatnya pemanasan global menyebabkan luas pengaruh vektor menjadi meningkat dan memberikan dampak pada peningkatan penyakit demam berdarah di dunia. Sementara itu diare diperkirakan meningkat sebesar 8 persen setiap kalis terjadi peningkatan suhu sebesar 1 persen.

Beggs (2000) menguraikan bahwa dampak perubahan iklim bukan hanya terjadi pada manusianya. Konsekuensi dari perubahan iklim juga terjadi pada sektor kesehatan secara umum berupa perubahan dalam penyimpanan pengobatan, persoalan penyakit-penyakit akibat perubahan panas, pengobatan dan farmakokinetik, serta photosensitivity dari pengobatan yang dilakukan. Akibatnya, bukan hanya masalah kematian dan kesakitan yang terjadi, analisis terhadap beban kerja, ketersediaan sumber daya manusia serta konsekuensi pada persoalan pembiayaan dan manajemen pelayanan kesehatan juga menjadi salah satu dampak dari perubahan iklim. Lebih maju dari analisis teori berupa simulasi burden of disease yang diajukan oleh CampbellLendrum dan Rosalie, Kovats dkk (2005) mencoba melanjutkan analisis dengan melanjutkan perhitungan relative risk di masing-masing kawasan, sesuai dengan kemungkinan pengendalian kadar CO2. Hasilnya terlihat dengan lebih spesifik bahwa dampak pengendalian faktor risiko pencemar ternyata sangat signifikan mempengaruhi pola perubahan penyakit.

KEBIJAKAN STRATEGIS Setelah menyaksikan sebab-sebab perubahan iklim ini, Bernardi (2008) menyatakan bahwa perubahan iklim utama dan berlansung dalam skala yang sangat cepat lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia. Dan karena disebabkan oleh manusia itu pulalah maka potensi pengendaliannya menjadi lebih memadai karena dapat dimodifikasi.

Tabel 2. Estimasi Relative Risk dari Beberapa Outcome Masalah Kesehatan, dengan Berbagai Skenario

292


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

Frumkin dkk (2008) menyatakan bahwa pencegahan dampak perubahan iklim tidak dapat dilepaskan dari framework level-level pencegahan yang sudah lama diketahui dalam bidang Kesehatan Masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan tersebut, maka direkomendasikan untuk melakukan pencegahan tahap pertama yaitu mitigasi berupa upaya pengendalian gas-gas pencemar dan sebagainya, sementara pencegahan tahap kedua dan ketiga disebutnya sebagai adaptasi yaitu berisi upaya penanggulangan dampak dari perubahan iklim tersebut.

Selain merekomendasikan berbagai kebijakan tersebut, WHO (2009b) juga mendukung adanya riset-riset terhadap dampak dan upaya pengendalian perubahan iklim ini. Beberapa agenda yang didukung oleh WHO adalah bahwa penelitian yang harusnya dilakukan sekarang ini adalah mencoba melihat berbagai potensi dampak yang mungkin timbul serta menanggulangi potensi dampak tersebut dengan perhitungan risiko. Diharapkan dengan adanya riset-riset dalam bidang tersebut maka pengendalian terhadap perubahan iklim akan lebih baik.

WHO (2009a) sendiri menyampaikan beberapa kebijakan strategis dalam upaya mengendalikan penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap kesehatan. Secara global, kelihatannya tidak ada jalan lain selain daripada menerapkan upaya pengendalian emisi sebagaimana sudah dikomitmenkan bersama secara global. Kemudian, diperlukan sebuah komitmen untuk mulai melakukan perubahan orientasi kepada kebijakan pembangunan yang lebih pro pengendalian energi.

Upaya mengatasi perubahan iklim bukan hanya bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan di atas. Maibach dkk (2008) memperkenalkan istilah “komunikasi dan pemasaran� perubahan iklim. Menurut mereka, upaya untuk mengendalikan perubahan iklim harusnya juga melibatkan upaya komunikasi yang baik terhadap target sasaran disertai dengan upaya sistematis menganalisis kemungkinan keberhasilannya. Namun belajar dari berbagai upaya penanggulangan bencana di seluruh dunia, yang perlu ditekankan adalah adanya kesiapan dan kesiapsiagaan. Dunia harus bersiap melakukan berbagai upaya penanggulangan dengan menghasilkan kebijakan yang lebih strategis dan adapatif. Pada level makro misalnya, perubahan iklim juga dipengaruhi oleh penataan lingkungan perkotaan (Campbell-Lendrum dan Carlos, 2007). Analisis atas perubahanperubahan faktor mikro telah pula dilakukan misalnya dengan melakukan intervensi pendidikan perubahan iklim melalui pendidikan di sekolah (French dan Howell, 2004). Kesiapan sektor kesehatan juga membutuhkan perubahan di dalam memanajemen surveilans penyakit. Pemantauan berdasarkan laporan-laporan kasus penyakit seharusnya semakin diintensifkan, digabungkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dan dipantau oleh sektor lainnya (Frumkin dkk, 2008).

Selain menggunakan strategi global tersebut, di masing-masing negara juga dapat dilakukan beberapa hal. Pertama, menggunakan otoritas kebijakan kesehatan masyarakat di masing-masing wilayah untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang lebih berorientasi kepada pengendalian dampak perubahan iklim ini. Kedua, memberikan peluang kepada komunitas lokal dalam apapun bentuknya untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim ini. Dengan demikian diperlukan inventarisasi dan pengenalan terhadap persoalan lokal di masingmasing wilayah. Ketiga, memperkuat adaptasi sistem kesehatan yang ada. Sistem kesehatan yang sudah disusun sebaiknya dapat beradaptasi secara cepat terhadap kemungkinan perubahan. Modelmodel surveilans penyakit, kesiapsiagaan terhadap bencana, penanggulangan penyakit, pelatihan dan pendidikan, adalah titik-titik penting memang harus terus menerus bisa dinamis dalam rangka mendukung kesiapan sektor kesehatan masyarakat. Keempat, mendorong institusi kesehatan untuk dapat memberikan contoh di dalam mengurangi atau mengendalikan perubahan iklim. Melalui berbagai cara, misalnya dengan menggunakan teknologi, media, atau aktifitas teknis lainnya sehingga sektor lainnya melihat proses perubahan dan pencegahan tersebut bisa dilakukan. Kelima, membuktikan keuntungan pengendalian perubahan iklim ini pada level kesehatan. Sektor kesehatan masyarakat harus bisa memberikan bukti terlihat bahwa aktifitas pencegahan dan pengendalian perubahan iklim bisa memberikan keuntungan dan hasil yang positif terhadap kesehatan masyarakat.

Tetapi harus pula diantisipasi bahwa masalah perubahan iklim ini memiliki tantangan. Penelitian yang dilakukan oleh Semenza dkk (2008) membuktikan bahwa publik belum sepenuhnya menyadari pentingnya kesadaran mereka di dalam mendukung kebijakan pencegahan dan pengendalian perubahan iklim. Beberapa perilaku yang potensial berlawanan dengan kebijakan telah diinventarisir di antaranya adalah skeptisme mengenai tindakan akan dilakukan, ketidakpercayaan terhadap masalah perubahan iklim, fatalisme mengenai aksi individu, ketidakpercayaan pada akuntabilitas indivisu, kurangnya pengetahuan mengenai perubahan iklim, keengganan melakukan perubahan, ketidakyakinan pada rencana perubahan yang akan dilakukan, kurangnya motivasi, serta apatisme. Perilaku-

293


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

perilaku di atas jelas saja merupakan hambatan di dalam menerapkan upaya kebijakan penanggulangan. Karena itulah mungkin pentingnya komunikasi dan pemasaran persoalan ini.

Public Health Response. Am J Public Health, 2008, 98:435-445 Kovats, R.S., Campbell-Lendrum, D., dan Franziska, M. 2005. Climate Change and Human Health: Estimating Avoidable Deaths and Disease. Risk Analysis, Vol 25 (6): 1409-1418

KESIMPULAN Dari uraian di atas maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan berikut. Pertama, perubahan iklim telah memberikan dampak pada kesehatan masyarakat baik morbiditas, mortalitas maupun perubahan manajemen. Kedua, perubahan iklim adalah dampak yang bisa dimodifikasi dan karena itu memungkinkan terjadinya perubahan. Ketiga, kebijakan pengendalian dan pencegahan dampak perubahan iklim harusnya dilakukan pada skala makro dan mikro.

Maibach, E.W., Connie, R., Anthony, L. 2008. Communication and Marketing as Climate Change-Intervention Assets. Am J Prev Med, 2008, 35(5): 488-500. Neira, M., Roberto, B., Diarmid C., David, L.H. 2008. The Year 2008 A Breakthrough Year for Health Protection from Climate Change. Am J Prev Med 2008, 35 (5): 424-425

DAFTAR PUSTAKA

Semenza, J.C, David, E.H, Daniel, J.W, Brian, D.B, David, J.S, dan Linda, A.G. 2008. Public Perception of Climate Change Voluntary Mitigation and Barriers to Behavior Change. Am J Prev Med 2008, 35 (5) 479-487

Beggs, P.J. 2000. Impact of Climate and Climate Change on Medications and Human Health. Aust NZJ Public Health, 2000, 24:630-632 Bernardi, M. 2008. Global Climate Change-A Feasibility Perspective of Its Effect on Human Health at a Local Scale. Geospatial Health 2 (2):137-150.

St. Louis, M.E., dan Jememy, J.H. 2008. Climate Change Impacts on and Implications for Global Health. Am J Prev Med 2008 (5): 527-538

Campbell-Lendrum, D., dan Rosalie, W. 2006. Comparative Risk Assessment of the Burden of Disease from Climate Change. Environ Health Perspect 114: 1935-1941

WHO. 2007. Climate Change Quantifying the Health Impact at National and Local Levels. Environmental Burden of Disease Series, No. 14. Geneva: WHO.

Campbell-Lendrum, D., dan Carlos, C. 2007. Climate Change and Developiing-Country Cities: Implications for Environmental Health and Equity. Journal of Urban Health: Bulletin of New York Academy of Medicine, Vo. 84 No. 1

WHO. 2008. Protecting Health from Climate Change World Health Day 2008. Geneva: WHO WHO. 2008. Climate Change and Health, 80 Plenary Meeting Paper. Geneva: WHO.

Ebi, K.L., Kovats, R.S., dan Bettina. 2006. An Approach for Assessing Human Health Vulnerability Interventions to Adapt to Climate Chage. Environ Health Perspect 114:1930-1934

WHO. 2009a. Protecting Health From Climate Change: Top 10 Actions for Health Professionals. Geneva: WHO

Epstein, P.R. 1995. Emerging Diseases and Ecosystem Instability: New Threats to Public Health. Am J Public Health, 1995, 85:168172 French, S.A., dan Howell, W. 2004. School-Based Research and Initiatives: Fruit dan Vegetable Environment, Policy, and Pricing Workshop. Preventive Medicine 39 (2004) doi: 10.1016/j.ypmed.2003.10.007 Frumkin, H., Jeremy, H., George, L., Josephine, M., dan Michael, M. 2008. Climate Change: The

294


INOVASI : Vol. 6. No. 4,

Desember 2009

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

RESENSI BUKU Judul Buku Pengarang Penerbit Spesifikasi

: : : :

Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri Drs. Marsono CV. Eko Jaya, Jakarta cover+xxvi+(isi 800 halaman)

Untuk mengetahui kekurangan atau kebaikankebaikan masa lalu kita harus belajar dari sejarah. Demikian pun untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang lebih baik, salah satu aspeknya kita sebaiknya mengetahui sejarah Pemerintahan Dalam Negeri yang berperan dan berfungsi dalam tugas-tugas umum pemerintahan. Dengan latar belakang peran dan fungsi pemerintahan pada masa lalu, Departemen Dalam Negeri dalam tata pemerintahan Republik Indonesia telah banyak mengalami pergulatan dalam ikut serta memberi warna kehidupan masyarakat yang berpemerintahan secara dinamis.

Pembahasannya tidak hanya mengangkat makna istilah, tetapi juga pelembagaan penggunaannya, sehingga tidak lepas dari konteks sejarah. Dari Buku Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri ini dapat diketahui bidang tugas pemerintahan tertentu yang merupakan ruang lingkup tugas Departemen Dalam Negeri, baik dalam kurun waktu tertentu maupun yang secara terus menerus berada dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri. Uraian perkembangan bidang tugas/urusan yang pernah merupakan bidang tugas Departemen Dalam Negeri dan kini dikelola instansi lain, terbatas selagi urusan tersebut berada dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri, itupun diuraikan secara singkat dan pada garis besarnya. Demikian pula halnya urusan pemerintahan tertentu yang sebelumnya dikelola instansi lain dan kini merupakan bidang tugas yang dikelola oleh Departemen Dalam Negeri. Uraian mengenai urusan pemerintahan umum dan otonomi daerah diungkapkan secara lebih luas dan terperinci namun masih terdapat celah-celah untuk dikoreksi dan disempurnakan terutama perkembangan terkini dari kebijakan Mendagri serta implementasi dari penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Dinamika pemerintahan tidak selalu berkembang ke satu arah secara lurus, akan tetapi ada kalanya kebijakan pada masyarakat tertentu berbeda, bahkan ada kalangan bertentangan untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan masyarakat pada masa berikutnya. Dalam konteks penulisan sejarah Departemen Dalam Negeri, penulisan sejarah ini sangat penting, karena dengan penelusuran sejarah makna keberadaannya dan jatidirinya dapat lebih mudah dikenali. Lebih-lebih dalam era reformasi dan demokratisasi, dimana hampir semua nilai-nilai lama hendak diubah, diganti dengan nilai-nilai baru yang belum jelas sosoknya. Reformasi yang berbarengan dengan demokratisasi sangat memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat karena hak berbicara, hak mengeluarkan pendapat dan hak untuk melakukan perubahan bisa dilakukan oleh siapapun. Pendekatan sejarah memungkinkan kita melihat benang merah peran-peran yang dimainkan dan tugas-tugas yang diemban dari awal sampai akhir (terkini), sehingga ciri khas Departemen Dalam Negeri dapat terlihat dengan jelas.

Dari uraian dalam buku ini kita dapat belajar dari sejarah, mengetahui apa yang keliru dan bagaimana cara memperbaikinya, mengambil manfaat dari keberhasilan yang dicapai, serta menyesuaikan sikap terhadap perubahan situasi dan kondisi yang lebih luas yang berada diluar kemampuan kita. Tulisan ini memberi manfaat besar bagi pembaca karena penalaran penulis yang teliti dan hati-hati dalam pengungkapan berbagai fakta. Buku ini sangat berguna bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi para pemerhati, dan mereka yang mengkaji perkembangan pemerintahan dalam negeri.

Buku ini dihimpun oleh penulisnya dari memanfaatkan bahan-bahan tertulis selama ia bertugas dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri dan bersumber antara lain dari panitia penyusun sejarah Departemen Dalam Negeri yang dibentuk pada tahun 1983, dikembangkan oleh penulisnya sampai pada aspek-aspek kesejarahan yang lebih luas, mencakup peristilahan-peristilahan yang substansial seperti arti kata pemerintahan, pamong praja, pemerintahan umum, dan lain-lain.

Peresensi : Irwan Purnama Putra, SE (Staf Balitbang Provsu)

295


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.