Komunika Edisi 1 2016

Page 1

komunikatabloid Tahun XII Januari 2016

Edisi 1

h t t p : / / w w w. i n fo p u b l i k . i d

AGAR TAK TERJERAT ALIRAN SESAT Laporan Utama Halaman 3

MENANGKAL RADIKALISME DI MEDIA SOSIAL Tips Halaman 10

KAMI TIDAK TAKUT! Cinta Indonesia Halaman 9

Radikal bukan kita


2

Beranda

Tahun XII

Januari 2016

Edisi 1

WASPADA RADIKALISME DAN PENYIMPANGAN PAHAM

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. FOTO COVER AKBAR NUGROHO GUMAY

Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

ANTARAFOTO/ WAHYU PUTRO A

Pengarah : Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika), Suprawoto (Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab : Djoko Agung Harijadi (Plt. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik). Pemimpin Redaksi : Sunaryo (Direktur Pengelolaan Media Publik). Wakil Pemimpin Redaksi : Hendra Purnama (Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik). Dewan Redaksi : Tulus Subardjono (Direktur Komunikasi Publik), Dedet Suryanandika (Direktur Kemitraan Komunikasi), Siti Meiningsih (Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi), Selamatta Sembiring (Direktur Layanan Informasi Internasional). Sekretaris Redaksi : Elvira Inda Sari N.K. Redaktur Pelaksana : M. Taofiq rauf. Penyunting / Editor / Redaktur : Mardianto Soemaryo (Kasubdit Media Cetak), Hypolitus Layanan (Kasubdit Media Online), Dikdik Sadaka (Kasubdit Media Luar Ruang dan Audio Visual). Reporter / Pembuat Artikel : Ardi Timbul H. Saragih (Koordinator reporter), Dimas Aditya Nugraha (Koordinator reporter), M. Azhar Iskandar Zainal, Agus Triyuwono, Wawan Budiyanto, Ignatius Yoshua AH, Annisa Rizkina Rosa, Resti Aminanda, Marhendi Wijaya, Nurita Widyanti, Iwans Eko Widodo. Fotografer : Agus Setia Budiawan, Fouri Gesang Sholeh. Desain Grafis / Artistik : Danang Firmansyah, Andrean Weby Finaka. Koresponden Luar / Penulis Artikel : Purwadi (BKPI-LIPI), Surya Pratama (BPPT). Sekretariat Keuangan: Very Radian Wicaksono, Inu Sudiati, Mulyati, Djatmadi. Distribusi : Monang Hutabarat, Imron, Nixon Elyezer. Tata Usaha : Rien Andari, Lia Ulisari, Rahmat. Alamat Redaksi : Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta 10110 Telp/Faks. (021) 3504620. e-mail: dana006@kominfo.go.id

Suara

Publika Pembaca Komunika dapat mengirimkan materi suara publika melalui e-mail ke : dana006@kominfo.go.id atau melalui surat dengan dialamatkan ke Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta 10110

H

asrat yang begitu menggebu untuk menguasai, menjadi dasar utama kelompokkelompok radikal melakukan aksinya. Tak pernah peduli siapa sasarannya, yang penting mereka mendapatkan perhatian dalam mencapai tujuan. Tak terhitung berapa korban yang menjadi tumbal kebrutalan kelompokkelompok ini. Dari aparat hingga warga sipil yang tak paham apa-apa. Tengok empat “orang aneh” yang melakukan teror 14 Februari 2016 lalu di jalan Thamrin Jakarta Pusat. Disaat pagi baru akan beranjak siang, disaat orang-orang tengah beraktivitas mencari nafkah untuk keluarga, seolah tak berotak, kelimanya membabi buta memuntahkan peluru dan melemparkan bom di tengah khalayak ramai. Korban berjatuhan. Beruntung aparat kepolisian dari Polda Metro Jaya sigap dan bereaksi cepat sehingga korban tewas dan luka-luka bisa diminimalisir. Aksi teror sebelum tragedi Thamrin pun sama. Bahkan menimbulkan korban jiwa dan luka-luka lebih banyak, karena para pelaku menggunakan bom berkategori high eksplosif. Komplek Mega Kuningan Jakarta Pusat pada tahun 2009 luluh lantak diguncang aksi bom bunuh diri. Sedikitnya sembilan orang tewas dan puluhan luka pada peristiwa itu. Bagaimana mungkin kelompokkelompok ini dikatakan baik dan benar, jika cara-cara biadab menjadi sesuatu yang sah dan halal dilakukan?. Padahal tak satupun agama di muka bumi ini yang mengajarkan kebencian dan kekerasan. Kewaspadaan tehadap paham radikal tidak hanya sebatas kewaspadaan terhadap teror kekerasan dengan korban luka atau bahkan tewas bergelimpangan. Masyarakat juga perlu waspada dini terhadap gerakan

Cegah Hal Menyimpang “ Fa k t a b a h w a a k s i terorisme di Indonesia saat ini di provokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab membuat ar ti radik al dipandang buruk oleh masyarakat luas. Paham yang berseberangan antara satu dengan yang lainnya dapat memicu kegiatan serta aksi ekstrim para pengikutnya. Radikalisme yang berkembang saat ini agaknya membuat kita harus berpikir secara lebih jernih dalam mengambil sikap guna mencegah terjadinya hal-hal yang menyimpang sehingga semua lapisan masyarakat dapat hidup rukun dan damai. “ (Dinda M.Adams, Mahasiswi)

kelompok-kelompok yang terindikasi menyimpang dalam bentuk pemaksaan ideologi melalui dialog, selebaran, tayangan televisi ataupun propaganda di jaringan internet. Beberapa hari belakangan, kita dikejutkan dengan banyaknya laporan kehilangan anggota keluarga di berbagai daerah yang disinyalir bergabung dengan sebuah aliran yang menamak an diri sebagai Gerakan Fajar Nusantara atau yang disingkat Gafatar. Gafatar sendiri diyakini sebagai perpanjangan dari Al-Qiyadah Al-Islamiyah, sebuah kelompok pimpinan Ahmad Moshaddeq yang telah dibubarkan setelah dinyatakan sebagai aliran sesat oleh pemerintah pada tahun 2007. Moshaddeq kemudian divonis penjara selama empat tahun karena terbukti menistakan agama. Pimpinan dan petinggi Gafatar dalam menjaring anggota, menyasar melalui doktrin lisan maupun tulisan. Memang tak ada, atau bisa juga belum ada, paham kekerasan yang dijejalkan pada calon anggotanya, namun oleh beberapa lembaga kajian menyatakan bahwa paham yang diberikan adalah paham yang dangkal dan sesat. Paham yang dangkal dan sesat juga telah ditegaskan oleh Tim Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) yang terdiri dari beberapa lembaga negara seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Badan Intelijen Negara (BIN). Pakem menyatakan ajaran Gafatar menyimpang. “Kami telah meneliti kegiatan Gafatar selama sebulan terakhir dan kami menilai itu ajaran menyimpang,” tutur Wakil Ketua Tim Pakem, Adi Toegarisman saat konferensi pers di Kejaksaan Agung,” beberapa waktu lalu. Gerakan Bersama Ada tiga alasan mendasar Gafatar

Mencegah Lebih Baik “Menurut saya tindakan radikal tidak bisa dibenarkan. Isu radikalisme sangat disayangkan dapat berpengaruh pada citra Indonesia di mata dunia Internasional. Menurut saya, baik pemerintah maupun masyarakat kita cenderung bersikap reaktif dan kurang antisipatif terhadap berkembangnya radikalisme ini. Semoga ke depannya radikalisme di Indonesia dapat dicegah agar tidak berkembang luas di masyarakat, sehingga masyarakat terhindar dari perasaan khawatir dan ketakutan.” Novi P. Dewi, Karyawan di Kampus Universitas Gadjah Mada

dinyatakan sebagai kelompok menyimpang, yaitu pertama menyebarkan kepercayaan yang menggabungkan pemahaman dari tiga agama. Kedua, Gafatar merupakan metamor fosis dari Komunitas Millah Abraham yang sebelumnya bernama AlQiyadah Al-Islamiyah, dan organisasi ini telah dinyatakan terlarang pada tahun 2007. Ketiga, kelompok ini meyakini Ahmad Moshaddeq sebagai nabi. Menangkal radikalisme dan penyimpangan paham-paham kepercayaan harus menjadi gerakan bersama. Pemerintah memegang peranan penting dalam hal ini, namun setiap elemen juga harus memainkan perannya. Tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan hingga lingkungan keluarga menjadi garda awal membentengi diri. Upaya pemerintah dalam hal ini aparat kepolisian melalui berbagai divisinya, memerangi aksi teror untuk melindungi setiap warga negara perlu diapresiasi. Respon cepat dan tanggap aparat saat para teroris memulai gerakan hingga aksi lapangan, sedikitnya telah memberikan kita rasa aman. Namun upaya yang juga tak kalah penting adalah bagaimana pemerintah terus mengawasi mereka atau kelompokkelompok yang telah dinyatakan “berbahaya”. Ketegasan dan kejelasan batasan akan paham-paham sesat juga perlu dinyatakan dengan terang dan cepat. Lebih dari itu masyarakat perlu peka terhadap kehadiran individu atau kelompokkelompok yang terlihat “aneh” dan berbeda dengan pola hidup dan kebiasaan masyarakat sejak lama. Ketika kepekaan itu muncul, Lembaga pendidikan, tokoh agama dan tokoh masyarakat dituntut aktif untuk memberikan pemahaman yang “lurus”. (tr/ mota001@kominfo.go.id)


Edisi 1

Tahun XII

Utama

Januari 2016

3

AGAR TAK TERJERAT ALIRAN SESAT “Belajar agama itu harus kepada orang yang memiliki sanad intelektual yang jelas. Ibaratnya, kalau kita datang ke dokter seharusnya memilih dokter yang memiliki ijin praktik, bukan kepada orang yang mengaku dokter tetapi tidak memiliki ijin, sehingga bukannya kita sehat tetapi malah tambah sakit.” Arti Kata radikal, radikalisme, teroris dan terorisme menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia

ANTARAFOTO/ R. REKOTOMO

Radikal : 1 Perubahan secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); 2 Amat keras menuntut perubahan (undangundang, pemerintahan); 3 maju dalam berpikir atau bertindak.

I

tulah analogi yang diberik an Machasin, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Republik indonesia terkait dengan adanya organisasi masa yang ditengarai mengajarkan paham dan aliran sesat Gafatar. Machasin berpesan kepada umat Islam yang ingin belajar agama, agar menimba ilmu pada seseorang yang sudah dikenal, atau berafiliasi pada organisasi yang dikenal sehingga tidak memunculkan keraguan. “Seseorang yang memiliki paham k e a g a m a a n s e h a r u s nya m e m i l i k i sandaran keilmuan yang jelas, sehingga tidak menimbulkan masalah. Apalagi paham itu disebarkan dan diajarkan

INFOGRAFIS: FEB

Sekira 375 orang eks pengikut Gafatar di Mempawah yang saat ini mengungsi di Pontianak, Kalimantan Barat tiba di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, menggunakan KRI Girimanuk.

kepada orang lain. Para ulama di NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya jelas sekali. Mereka menyebarkan paham keagamaan yang memiliki sanad intelektual tokoh-tokoh masa lalu, seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Qayyim, Ibnu Sina, Ibnu Arabi, dan lain-lain,” tandasnya. Terkait dengan persepsi aliran sesat yang ramai menjadi perbincangan publik, Guru Besar Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga itu mengatakan bahwa tipologi sesat itu ada tiga. “Pertama, dianggap sesat karena tidak mengikuti tertib nalar yang benar. Kedua, dianggap sesat karena membahayakan jiwa atau kehidupan seseorang. Ketiga,

membahayakan masyarakat atau tatanan yang sudah ada,” terangnya. Dalam rilis Bimas Islam Kementerian Agama, Kamis (14/01) lalu Machasin juga menghimbau kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap ajakan orang, apalagi yang tidak dikenal untuk mengikuti paham atau aliran yang tidak jelas sumbernya. “Kepada masyarakat, berhati-hatilah dalam belajar agama. Jangan mengikuti kepada ajaran orang yang tidak jelas. Belajarlah kepada orang yang telah diakui keilmuannya, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, “ tutupnya. (dana006@kominfo.go.id/sumber:Bimas Islam)

Radikalisme : 1 paham atau aliran yang radikal dalam politik; 2 paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; 3 sikap ekstrem dalam aliran politik. Teroris : orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik: gerombolan -- telah mengganas dengan membakar rumah penduduk dan merampas hasil panen Terorisme : penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror.


4

Wawancara

Tahun XII

Januari 2016

Edisi 1

TAK CUKUP PENINDAKAN HUKUM Penyimpangan terhadap paham agama bahkan cenderung radikal kembali marak terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tentu menimbulkan keprihatinan bersama. Gerakan radikal apapun alasannya menghancurkan kedamaian disamping dapat memecah belah persatuan bangsa.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dr. Hakimul Ikhwan.

T

ak satupun agama membenarkan cara-cara kekerasan. Dan, radikalisme bukanlah sebuah produk dari agama. Oleh karena itu radikalisme menjadi musuh bersama dan tak terkait dengan agama tertentu. Bagaimana paham-paham “nyeleneh” dan tindakan radikal bisa berkembang di tengah masyarakat kita, Tabloid Komunika menyambangi dan mewawancarai sosiolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dr. Hakimul Ikhwan. Berikut petikannya ; Apa sesungguhnya radikalisme itu dan apa tujuannya? Radikalisme umumnya dapat dikatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap ideologi tertentu dalam sebuah ruang konstruksi, baik yang nyata maupun tidak. Intinya adalah, radikalisme merupakan sebuah perlawanan terhadap ideologi yang dianggap “mengancam”. M e n g a p a r a d i ka l i s m e s a a t i n i diidentikkan dengan agama tertentu? Faktanya memang setiap agama punya sejarah radikalisme. Hanya saja mengapa saat ini radikalisme lebih diidentikkan pada agama tertentu saja, dalam hal ini, konteks masyarakat Islam dikarenakan beberapa hal, diantaranya, Islam dianggap menjadi ideologi yang menentang barat pasca keruntuhan komunisme. Samuel Huntington, dalam Clash of Civilization, memandang radikalisme, yang sebagian berujung pada terorisme, merupakan sebuah implikasi dari benturan dua peradaban utama di dunia, yaitu Islam versus Barat. Huntington berpendapat, sejak kejatuhan rezim komunis dan berakhirnya perang dingin, maka akan muncul kekuatan

baru yang akan melawan ideologi barat. Kekuatan baru ini adalah Islam. Jadi, radikalisme itu merupakan bentuk perlawanan terhadap Barat? Bisa dikatakan sebagai bentuk perlawanan, tetapi bisa juga tidak. Kita harus mencermati apakah radikalisme yang dilakukan oleh kelompok radikal ini memang merupakan bentuk perlawanan terhadap Barat, atau kepentingan lainnya. Salah satu penelitian kita menemukan radikalisme juga digunakan untuk mendapat keuntungan ekonomi dan politik. Bagaimana dengan di Indonesia? Sebetulnya sejarah radikalisme, baik itu yang mengatasnamakan agama ataupun tidak, berkembang tidak hanya sejak satu atau dua dasawarsa terkahir ini. Kita harus menyadari bahwa saat ini zaman sudah berubah dan konteks nasional negara kita sangat dipengaruhi oleh konteks global. Apa yang disebut sekarang sebagai masyarakat digital, selain mudah untuk mendapatkan berbagai informasi dari seluruh penjuru dunia, mereka juga mudah untuk menerima pengaruh dari setiap informasi yang mereka dapatkan tersebut. Kemudian, mengapa radikalisme di Indonesia sekarang ini dirasa begitu masif dan meluas, dikarenakan adanya berbagai peristiwa yang mendorong munculnya radikalisme tersebut, seperti perang Irak dan konflik Timur Tengah terkait ISIS. Orangorang yang terlibat pun jauh lebih banyak. M e n g a p a m a s ya r a ka t s a a t i n i terpengaruh paham-paham radikal? Pelaku radikalisme dapat digolongkan menjadi tiga. Pertama adalah kelompok pengikut atau followers, yaitu mereka yang

FOTO : NURITA

baru mengenal dan memiliki ketertarikan sehingga bergabung dengan kelompok radikalisme tersebut. Kedua yaitu seekers, adalah orang-orang yang mencari identitas, makna, atau apapun itu, untuk mencari sesuatu yang ‘kosong’ atau dianggap tidak ada dari hidupnya selama ini. Biasanya orang-orang ini dengan mudah tertarik pada simbol-simbol agama yang digunakan oleh kelompok radikal untuk menyebarluaskan paham mereka. Yang terakhir adalah golongan yang disebut defender, yaitu mereka yang punya keyakinan kuat akan paham atau ideologi yang dianutnya dan selalu punya keinginan untuk membela. Kembali jawaban untuk pertanyaan mengapa mereka menjadi pengikut radikalisme, maka kita harus melihat dulu termasuk ke dalam golongan mana orang-orang tersebut. Bisa saja mereka tertarik menjadi pengikut radikalisme karena memang merasa tidak puas dengan keadaan atau kondisi yang ada saat ini, atau karena paham ini dianggap mampu untuk mengisi kekosongan dalam diri mereka, atau bisa saja karena alasan lainnya. Peran lembaga pendidikan dalam menangkal paham radikal? Sebetulnya dari lembaga pendidikan sendiri atau k atak anlah pendidik an fo r m a l t i d a k c u k u p. H a l i n i k a re n a pendidik an kita tidak membebask an orang untuk mempelajari hal-hal lain di luar identitasnya dan lebih berorientasi pada hasil sehingga mengak ibatk an timbulnya cara pandang yang cenderung sempit. Cara pandang sempit inilah yang mendorong orang menjadi mudah terprovokasi sesuatu. Selain itu, saya pikir, orang yang terlibat dalam gerakan radikal bukan karena

dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal yang dimilikinya, tetapi lebih karena pergaulan dan adanya pengaruh dari figur-figur tertentu yang menimbulkan kekaguman atau simpati dalam diri orang tersebut. Apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah, selain penindakan hukum? Penindakan hukum tidak cukup untuk mengatasi masalah radikalisme. Mungkin hal itu efektif untuk penanganan secara cepat, tetapi tidak lantas bisa menghilangkan radikalisme itu sendiri. Pendekatan struktural seperti penindakan hukum atau melakukan revisi terhadap peraturan perundangan kurang efektif untuk deradikalisasi karena masalah radikalisme adalah terkait dengan pemahaman. Pendekatan struktural yang cenderung memberikan pressure kepada kelompok radikal justru ke depan akan menimbulkan radikalisasi. Idealnya pemerintah dan kelompok-kelompok mayoritas yang berideologi damai harus lebih aktif menyuarakan pesan-pesan damai serta merangkul kelompok-kelompok radikal tersebut. Adapun untuk mengantisipasi serta pencegahaan terhadap radikalisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengkampanyekan cara pandang akan indahnya perdamaian oleh kelompokkelompok mayoritas, peran aktif kelompok mayoritas bersama dengan pemerintah untuk merangkul kelompok radikal tersebut, dan melakukan counter pemahaman bahwa radikalisme tidak bisa dibenarkan. Intinya, pemerintah beserta masyarakat dapat melakukan pendekatan yang lebih terbuka dan demokratis dalam mengatasi masalah radikalisme. (wit/tr)


7

Ta b l o i d Te m p e l h t t p : / / w w w. i n fo p u b l i k . i d http://www.infopublik.org

Tahun XII

Januari 2016

Edisi 1

Laman Twitter Komunikonten, turut menyebarluaskan informasi yang valid dan positif di media sosial.

SEBARKAN INFORMASI SAHIH!

M

6

“Jadilah pengguna media sosial yang bijak, jangan menyebarkan informasi yang belum pasti kebenarannya, kita tidak pernah tau apa akibatnya. Dampak media sosial begitu cepat dan luas.” (Hariqo Wibawa Satria, M.Si – Direktur Eksekutif Komunikonten)

e re b a k nya i s u p a h a m radikal di Indonesia perlu diwaspadai. Paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan sosial dan politik secara drastis ini menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya, termasuk dengan cara kekerasan. Motif seseorang terpengaruh gerakan ini bukan lagi karena ideologi ataupun keagamaan, melainkan sudah masuk pada motif ekonomi dan kepentingan. Terlebih, penyebaran paham radikal ini semakin canggih melalui media sosial. Bertolak dari fenomena maraknya informasi yang tidak valid dan isu paham radikal di media sosial, Hariqo Wibawa Satria berinisiatif membentuk Institut Media Sosial dan Diplomasi bernama Komunikonten. Hingga saat ini sudah lebih dari 70 orang penggiat media sosial dari berbagai macam latar belakang bergabung menjadi relawan Komunikonten. Tujuan pembentukan Komunikonten adalah sebagai agen perubahan untuk menyebarluaskan informasi yang valid dan positif di media sosial.

FOTO: FEB

Sejak dibentuk pada tahun 2010 h i n g g a s a a t i n i , Ko mu n i ko n te n berpartisipasi aktif menciptakan iklim kondusif di media sosial. Komunikonten memiliki misi untuk membangkitan kepedulian dan kepekaan masyarakat agar tidak buta informasi. Semangat y a n g d i t u l a r k a n Ko mu n i ko n t e n diharapkan dapat menciptakan kultur yang sehat dan berkualitas di media sosial. “Membangun kultur tidak seperti membangun infrastruktur. Kalau infrastruksur kan jelas bentuknya, kalau kultur ini harus benar-benar dipahami esensinya kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Walikota Bogor Bima Arya mendukung penuh aksi yang dilakukan oleh Komunikonten. Peka dan Waspada Masyarakat dituntut bukan hanya sebagai penerima informasi, tetapi meningkat sebagai sumber informasi yang valid (sahih). “Pengguna media sosial harus cermat dan bijak dalam menyebarkan informasi, jangan hanya copy paste, pastikan dulu kebenarannya, karena informasi tersebut akan sangat cepat menyebar ke masyarakat luas,”

Walikota Bogor, Bima Arya

Dir. Eksekutif komunikonten, Hariqo Wibawa S

kata Hariqo saat ditemui Komunika dalam suatu acara di Balaikota Bogor, Rabu (20/1/2016). Penyebar paham radikal di media sosial selalu mencari cara untuk melakukan perekrutan anggota baru. Masyarakat harus peka dan waspada sebelum bergabung ke dalam suatu perkumpulan, komunitas dan organisasi di media sosial agar terhindar dari ajaran yang menyimpang. Untuk mendeteksi adanya gejala gerakan radikal, maka perlu ditingkatkan kepedulian dan k e s i g a p a n m a s y a r a k a t . “J a n g a n terpancing dengan adu domba yang dilakukan oleh pihak yang sengaja menciptakan situasi yang tidak kondusif, masyarakat harus berpartisipasi aktif untuk menyampaikan informasi terkait gerakan radikal agar segera dapat dilakukan eskalasi kepada pihak terkait,” ungkap Hariqo. Senada dengan Hariqo, pencetus ide Kota Pintar Prof. Suhono H. Supangkat, CGEIT menjelaskan bahwa deteksi dini terhadap gerakan radikal dapat dilakukan mulai dari lingkup masyarakat terdekat, yaitu keluarga dan tetangga. “Gerakan radikal tidak sesuai dengan

ajaran agama apapun. Masyarakat dapat mendeteksi adanya gerakan radikal dengan 3 tahapan, yaitu sensing (merasakan), understanding (memahami) dan acting (tindakan),” ungkapnya. Lebih lanjut diungkapkan Prof. Suhono bahwa generasi muda sebagai pengguna media sosial saat ini memiliki karakter adaptif, bebas, aktif dan responsif. Untuk itu pendekatan yang digunakan adalah Role Model / teladan/ contoh yang baik. Komunikonten dinilai dapat menjadi contoh yang baik dalam menggunakan media sosial yang bebas tetapi bertanggung jawab. Paham radikal di media sosial akan hilang dengan sendirinya apabila masyarakat tidak mengakses dan menyebarkan informasi dari paham tersebut. Pengguna media sosial dituntut lebih selektif dalam mengakses informasi. “Komunikonten mengajak pengguna media sosial untuk menyebarkan informasi yang valid dan positif. Sebab, paham radikal juga bisa dicegah melalui media sosial,” pungkas Hariqo. (feb/Elvira)

Diterbitkan oleh :

DITJEN INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIK KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

http://www.facebook.com/komunikatabloid

e-paper http://infopublik.org/index.php?page=product&id=1


PENYIMPANGAN IDEOLOGI ADA DI SEKITAR KITA, SELALU PEDULI DAN JANGAN LENGAH!

Gafatar di Bantul Walaupun Kementerian Dalam Negeri sendiri telah menegaskan bahwa kelompok ini tidak terdaftar sebagai Organisasi Kemayarakatan (Ormas), namun ternyata di Kabupaten Bantul Provinsi DI Yogyakarta pada bulan November 2011 Gafatar pernah terdaftar sebagai ormas resmi. Sebagai Ormas, Gafatar Bantul kemudian rutin berkegiatan sosial kemasyarakatan seperti kerja bakti membersihkan lingkungan. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bantul, A.G. Sumasriyana membenarkan Gafatar

P

asca kejadian teror di jalan MH. Thamrin Jakarta Pusat, (14/1/2016), pemberitaan terkait aksi mencekam tersebut marak di media cetak dan elektronik. Gambar korban ditayangkan berulang kali di televisi. Foto-foto menyebar di dunia maya. Siapa saja bisa dengan gampang mengaksesnya tak terkecuali anak-anak. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengatakan peristiwa teror bisa memberikan dampak yang berbeda bagi anak karena mereka unik. Peristiwa teror ini dapat menimbulkan rasa takut dan trauma bagi anak. “Anak-anak kita menyaksikan tayangan peristiwa berdarah yang dapat menimbulkan rasa takut”, ujar Anies Baswedan. Ini kemudian mendorong Kementerian Pendidik an dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan panduan bagi para guru dan orangtua, tentang bagaimana m e m b i c a ra k a n , m e m a h a m i d a n menyikapi kejahatan terorisme dengan siswa dan anak-anak. “Dalam situasi seperti ini, orang tua dan guru perlu membantu anak-anak kita mencerna dan menanggapi peristiwa teror ini,” ujar Mendikbud. Panduan ini terdiri dari dua bentuk. Pertama panduan untuk guru dalam berbicara dengan siswa tentang kejahatan terorisme. Kedua, panduan bagi orangtua untuk bicara terorisme dengan anaknya. Dalam panduan itu para guru diharapkan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Sediakan waktu bicara pada siswa tentang kejahatan terorisme. Siswa sering menjadikan guru tempat mencari informasi dan pemahaman tentang apa yang sedang terjadi. 2. Bahas secara singkat apa yang terjadi, meliputi fakta-fakta yang sudah terkonfirmasi. Jangan membuk a ruang terhadap rumor, isu dan spekulasi. 3. Beri kesempatan siswa untuk mengungkapkan perasaannya tentang tragedi/kejahatan yang terjadi. Nyatakan dengan jelas rasa duka kita terhadap para korban dan keluarganya.

pernah tercatat sebagai Ormas resmi di wilayahnya. “Dulu mereka sangat aktif ikut kegiatan warga, bahkan mereka juga kerap memberikan sumbangan dana untuk kegiatan warga. Tapi waktu itu belum ada gelagat yang mencurigakan. Masyarakat hanya tahu Gafatar adalah ormas biasa yang bergerak di bidang sosial,” ujar Sumasriyana. Setahun setelah terdaftar, barulah Kesbangpol Kabupaten Bantul menerima surat edaran yang menyatakan bahwa Gafatar adalah organisasi ilegal karena tidak terdaftar di Kementerian Dalam Negeri RI. Sejak saat itu, organisasi ini dikatakan Sumasriyana mengalami kesulitan untuk melakukan berbagai kegiatan dikarenakan gelombang penolakan warga terhadap organisasi ini. Karena Kesenjangan Gafatar memang diduga sebagai jelmaan Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin Ahmad Mussadeq. Al-Qiyadah Al-Islamiyah sendiri telah dinyatakan sebagai organisasi sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan dinyatakan terlarang pada tahun 2007. Usai penetapan itu, Mussadeq sebagai pemimpinnya kemudian dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena terbukti menistakan agama. Dinyatakan terlarang, kelompok Mussadeq ini terbukti tetap hidup namun kemudian

“ganti baju” menjadi Komunitas Millah Abraham. Setelah juga dibubarkan dan dinyatakan sesat, Millah Abraham kemudian ditengarai kembali hidup dalam wujud Gafatar. Terus hidupnya kelompokkelompok atau aliran-aliran yang menyimpang menurut pandangan Sumasriyana dilatarbelakangi beberapa faktor, diantaranya kesenjangan ideologi, ekonomi dan sosial budaya. Dua faktor terakhir dikatakannya sebagai hal yang paling berpengaruh besar menjadi daya tarik orang awam bergabung. “Kesenjangan ekonomi sudah jelas merupakan faktor paling menentukan. Siapa sih yang tidak merasa simpati dengan mereka yang mau menolong kita saat kita kesulitan ekonomi?,” tanyanya. Ketiga faktor inilah yang menjadi fokus perhatian Kesbangpol Kabupaten Bantul. Pendekatan dialogis rutin dilakukan dengan masyarakat setempat. Berbagai hal dikupas secara mendalam namun dengan bahasa-bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami. ”Bukan pada mendeteksi yang terpenting, tetapi meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap radikalisme dengan cara menumbuhkan kesadaran baik di dalam diri sendiri, k e l u a rg a , d a n j u g a l i n g k u n g a n sekitar kita bahwa kita hidup dalam keberagaman, bahwa kedamaian dan kerukunan masyarakat itu harus dijaga.

FOTO: NURITA

Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bantul, A.G. Sumasriyana Kalau memang merasa ada indikasi penyimpangan, ya mereka harus kita rangkul untuk kembali kepada jalan yang benar,” kata Sumasriyana. Kesbangpol Bantul juga tak hentihentinya memberikan himbauan kepada masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Dikatakan Sumasriyana bahwa sangat penting bagi masyarakat untuk tidak bersikap apatis dan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebarluasan paham-paham yang menyimpang serta

radikal. Disamping itu, Kesbangpol Bantul juga menempatkan diri sebagai fasilitator terkait penanganan radikalisme. Selama ini Kesbangpol Bantul telah berupaya mencegah berkembangnya paham menyimpang serta radikal tersebut dengan cara menyelenggarak an kegiatan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dengan berbagai organisasi agama dan tokoh-tokoh masyarakat. (nuri008@kominfo.go.id/tr)

PANDUAN BERBICARA TERORISME PADA ANAK

ANTARAFOTO/ INDRIANTO EKO SUWARSO

M

araknya berita terkait orangorang hilang secara misterius beberapa waktu belakangan m e n g g e m p a r k a n m a s ya ra k at d i tanah air. Aparat Kepolisian kemudian mengungkapkan jika hilangnya orangorang tersebut diduga kuat karena bergabung dengan sebuah kelompok yang menamakan diri Gerakan Fajar Nusantara atau yang dikenal dengan Gafatar. Organisasi ini diyakini mengajarkan sesuatu yang menyimpang yang cenderung mengarah kepada perusakan akidah atau keimanan seseorang terhadap agama yang dianut. Pengikut organisasi ini mencapai diyakini telah ribuan orang serta berasal dari berbagai golongan masyarakat.

Tim Dukungan Psikososial Kemensos bermain dengan anak-anak pengungsi eks-Gafatar di tempat penampungan sementara Taman Wiladatika Cibubur, Depok, Jawa Barat, Kamis (28/1). Dukungan psikososial diberikan kepada anakanak pengungsi untuk mengembalikan kondisi situasional psikologis dan sosial mereka menjadi normal kembali pasca pembakaran permukiman warga eks-Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.

4. Arahkan rasa kemarahan pada sasaran yang tepat, yaitu pada pelaku kejahatan, bukan pada identitas golongan tertentu yang didasarkan pada prasangka. 5. Kembali pada rutinitas normal. Terorisme akan sukses apabila mereka berhasil mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan kehidupan kebangsaan kita. 6. Ajak siswa berpikir positif. Ingatkan bahwa negara kita telah melewati banyak tragedi dan masalah dengan tegar, gotongroyong, semangat persatuan dan saling menjaga.

1. Cari tahu apa yang mereka pahami. Bahas secara singkat apa yang terjadi, meliputi faktafakta yang sudah terkonfirmasi, ajak anak untuk menghindari isu dan spekulasi. 2. H indari paparan terhadap televisi dan media sosial yang sering menampilkan gambar dan adegan mengerikan bagi kebanyakan anak, terutama anak di bawah usia 12 tahun. 3. Identifikasi rasa takut anak yang mungkin berlebihan. Pahami bahwa tiap anak memilik i karakter unik. Jelaskan bahwa kejahatan terorisme sangat jarang, namun kewaspadaan bersama tetap perlu. 4. Bantu anak mengungkapkan perasaannya terhadap tragedi

yang terjadi. Bila ada rasa marah, arahkan pada sasaran yang tepat, yaitu pelaku kejahatan. Hindari prasangka pada identitas golongan tertentu yang didasarkan pada prasangka. 5. J a l a n i k e g i a t a n k e l u a r g a bersama secara normal untuk memberikan rasa aman dan nyaman, serta tidak tunduk pada tujuan teroris mengganggu kehidupan kita. Kebersamaan dan komunikasi rutin sangat penting untuk mendukung anak. 6. Aj a k a n a k b e rd i s k u s i d a n mengapresiasi kerja para polisi, TNI dan petugas kesehatan yang melindungi, melayani dan membantu kita di masa tragedi. Diskusikan lebih banyak tentang sisi kesigapan dan keberanian mereka daripada sisi kejahatan pelaku teror.

7. Panduan ini diharapkan bisa menjadi contoh bagi orangtua dan guru dalam mendampingi anak-anak bila terjadi peristiwa lain, yang dapat berdampak psikologis pada anak-anak, tidak hanya soal kejahatan terorisme. Anies menekankan “Sampaikan pada anak bahwa orang jahat akan selalu ada tetapi ada orang-orang baik dan berani akan menjadi pahlawan baru bagi anak-anak. Ajak anak untuk melihat para penegak hukum, penjinak bom, dan petugas medis yang sudah mempertaruhkan nyawanya untuk memberikan rasa aman dan damai bagi kita. Supaya yang menempel di otak anak-anak kita bukanlah teror di jalanan dan gambar-gambar para korban. Tunjukkan aksi teror yang mereka lakukan tidak memberikan efek bagi kita”, pungkasnya. (tr/Vira)

Tarik di sini

5

7. Ajak siswa berdiskusi dan mengapresiasi kerja para polisi, TNI dan petugas kesehatan yang melindungi, melayani dan membantu kita di masa tragedi. Diskusikan lebih banyak tentang sisi kesigapan dan keberanian mereka daripada sisi kejahatan pelaku teror.

Sedangkan bagi orangtua diharapkan dapat melakukan serangkaian hal berikut ini kepada anak-anak:


Edisi 1

Tahun XII

Cinta Indonesia

Januari 2016

9

“KAMI TIDAK TAKUT!

S

ekitar enam jam usai serangan kelompok teroris yang merenggut 8 korban tewas dan 27 orang lukaluka tersebut, masyarakat ibu kota sudah beraktivitas seperti biasa. Jalan protokol yang sempat ditutup Garis Polisi kembali dibuka. Begitu juga dengan pertokoan dan perkantoran disepanjang jalan yang biasanya dilewati iring-iringan mobil pejabat dan petinggi negeri. Bus-bus Transjakarta dan mobil-mobil pribadi sudah berlalu-lalang mengangkut masyarakat Jakarta di jam pergi dan pulang kantor seperti biasa. Bersatu melalui Media Sosial Sementara itu di dunia maya, tidak lama setelah teror itu, berbagai tayangan gambar atau foto hasil suntingan bernada humor (meme-dibaca ‘mim’) terkait tragedi itu bermunculan, khususnya di media sosial. Salah satu meme yang marak bermunculan adalah penjual sate yang tetap berjualan, meski kejadian kontak senjata tersebut hanya beberapa ratus meter dari lokasi bapak tukang sate berjualan. Tagar #KamiTidakTakut sempat nongol dan menjadi trending topic twitter selama beberapa waktu. Tagar tersebut seakan menjadi simbol jika rakyat Indonesia khususnya masyarakat kota Jakarta tidak takut dengan ancaman terorisme. Alihalih membuat takut dan mengganggu masyarakat menjalankan aktivitas, teror tersebut malah membuat masyarakat berani dan bersatu mengutuk teror keji tersebut. Beberapa sosok sederhana dibicarakan dan dijadikan contoh nyata dan aplikasi dari slogan “Kami Tidak Takut”. Sama seperti awal kemunculan jargon tersebut, sosok itu pun muncul di media sosial. Sosok-sosok itu adalah Jamal dan Muhammad Yunus. Jamal adalah tukang sate yang keberadaannya

tertangkap mata seorang netizen. Sebuah akun Path menggunakan nama Wimpy menulis kesannya. “The satay booth just about 100 meter from terrorist attack area just 2 hours ago and this guy still grill his satay and people keep ordering the satay. This is Jakarta!!! You can’t terror Jakarta people!!! Fear is not in our dictionary.” Dengan polos, Jamal dan istrinya, Heni, mengaku sebenarnya takut dengan teror itu. Namun apa daya, dagangan untuk penyambung hidup itu yang akhirnya membuat mereka bertahan dan tidak takut. “Kami pas dengar suara yang kedua dan lihat orang-orang lari, awalnya sempat mau ikut lari juga. Cuma setelah ingat dagangan, kami enggak jadi ikutan lari,” ujar Heni, yang mengaku sudah berjualan di kawasan Sabang sejak 1974. Sedangkan, Muhammad Yunus adalah pengemudi ojek online Go-Jek yang tertangkap kamera sedang menolong seorang wanita dari ledakan bom di Jalan MH Thamrin. Sosoknya juga menjadi viral di media sosial. Dia digambarkan sebagai pahlawan karena berani menolong gadis yang tidak ia kenal meskipun ada bahaya mengancam. Teror Gagal Guru besar sosiologi agama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta Bambang Pranowo menilai sikap masyarakat itu sebagai bukti kekuatan Islam moderat di Indonesia dalam membendung paham kekerasan dan aksi terorisme. “Itu adalah refleksi bahwa mayoritas masyarakat dan umat memang tidak setuju dengan berbagai hal yang berkaitan dengan terorisme. Mereka bahkan berani melawan tindakan itu,” katanya. Artinya, tambah Bambang, masyarakat

ANTARAFOTO/ AKBAR NUGROHO GUMAY

Dirut Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio (tengah) didampingi (kiri ke kanan) Direktur Pengembangan Nicky Hogan, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Hamdi Hassyarbaini, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Alpino Kianjaya dan Direktur Teknologi Informasi dan Manajemen Risiko Sulistyo Budi mengepalkan tangan seusai memberikan keterangan tentang pengaruh teror bom Sarinah terhadap perdagangan IHSG di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/1). Dirut BEI menilai perdagangan saham tidak terpengaruh oleh aksi teror di Thamrin karena sikap cekatan aparat dalam menuntaskan aksi teror itu sehingga membuat investor semakin yakin bahwa keamanan di Indonesia sangat kondusif.

ANTARAFOTO/ WAHYU PUTRO A

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Kota jakarta untuk pulih seperti sedia kala pasca aksi teror yang berlagsung di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1). Aksi yang mengguncang jantung Ibu Kota itu boleh dibilang gagal menghadirkan teror yang bertujuan membuat resah masyarakat.

sudah semakin sadar untuk selalu mengedepankan Islam yang ramah, bukan Islam yang marah. Sikap masyarakat itu positif bagi pencegahan terorisme ke depan. “Itu bukti bahwa kesadaran masyarakat itu sudah ada bahkan sangat tinggi. Tinggal bagaimana kita menjadikan dukungan itu menjadi gerakan nyata yang besar. Kalau itu bisa diwujudkan, praktis ruang gerak terorisme di Indonesia akan makin sempit,” katanya. Tokoh agama Romo Franz Magnis Suseno seperti dikutip dari VOA mengatakan aksi solidaritas #KamiTidakTakut menunjukkan kekompakan masyarakat Indonesia dalam menentang aksi terorisme. Masyarakat Indonesia tidak boleh membiarkan para teroris tersebut menebarkan kebencian antar agama, kebencian antar kaum. Mereka juga menilai teroris telah gagal membuat masyarakat takut. Agama mayoritas yang ada di Indonesia kata Romo Franz jelas menolak terorisme. Menurutnya pengeboman yang terjadi di Sarinah, Thamrin, Jakarta ini tidak ada hubungannya dengan agama. Masyarakat Indonesia harus bersatu untuk

melawan terorisme. Kami Tidak Takut Kini, belum lama usai teror di jalan Thamrin, masyarakat Jakarta terlihat sudah melaksanakan aktivitasnya seperti biasa. Warga Jakarta yang ditemui Komunika juga mengaku sudah tidak merasa takut dan khawatir. Kehatia-hatian mutlak diperlukan, tapi tidak berarti rasa khawatir dan takut jadi penghambat aktivitas sehari-hari. Masyarakat percaya polisi atau aparat bisa memberikan rasa aman. Yuke seorang warga berkomentar, “Tetap beraktivitas seperti biasa, hati-hati saja, tapi tidak takut.” Bahkan pada Jumat (15/1/2016) lalu puluhan warga Jakarta menggelar aksi solidaritas di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, tepat di lokasi ledakan dan serangan bersenjata. Mereka berteriak lantang: ‘Kami Tidak Takut’. “Kami tidak takut! Hey teroris, lawan teroris!” teriak para peserta solidaritas. Aksi ini jadi bukti bahwa Jakarta dan Indonesia pada umumnya tak pernah takut pada teror. Kelompok teroris tak akan pernah menaklukan Indonesia. (Dan&Vir/ berbagai sumber)


10

Teknlologi Tepat Guna

Tahun XII

Januari 2016

Edisi 1

MENANGKAL RADIKALISME DI MEDIA SOSIAL

S

aat ini Media sosial atau Medsos bak syurga dalam menanamkan ideologi tanpa susah payah oleh beberapa kelompok beraliran keras atau radikal. Bayangkan saja, dengan sekali tekan “enter” propaganda paham dapat menyebar hingga penjuru dunia dalam hitungan detik. Tak perlu perekrutan tenaga marketing, yang sudah tentu akan menghemat biaya. Pakar media sosial, Nukman Luthfie, menilai, media inilah yang saat ini gencar digunakan kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) dalam menyebarkan paham-paham radikalnya hingga pelosok penjuru dunia. ISIS dikatakan Nukman lebih memilih Medsos karena lebih mudah dan lebih maksimal dalam menjangkau target pengikut. “ISIS sekarang ini menyasar media sosial dan menyebarkan paham radikal, lewat medsos dan lebih gampang lakukan rekrutmen kepada penggunannya,” ungkap Nukman. Menurutnya, 60 persen pengguna internet dan media sosial merupakan generasi muda, yang sebagian besar dari mereka sedang mencari jati diri. Ini menjadi rentan disusupi dan terbawa arus pahampaham “miring”. Belum lagi, diusia ini biasanya adalah usia pencarian sosok yang dianggap pahlawan bagi mereka. “Hal ini yang membuat generasi muda menjadi sasaran empuk kelompok radikal.” Kata Nukman. Penertiban Media Sosial Penertiban penyebaran radikalisme di media sosial akan sangat sulit untuk

BLOGSPOT

Media online dan media sosial menjadi ruang publik baru yang terbuka dan bebas. Hal ini seolah pintu proses rekrutmen dan indoktrinasi paham radikal yang tidak lagi terjadi di ruang tertutup atau perantara atau orang terdekat. Dan, indoktrinasi telah merambah ke ruang publik baru ini.

dilakukan. Ini karena, meskipun sebuah akun yang menyebarkan paham radikal ditutup atau diblokir, pengguna akan dengan mudah membuat akun baru. Untuk itu, menurut Nukman, penertiban akan lebih efektif dilakukan pada penggunanya. “Kalau media konvensional ditertibkan bisa, tapi kalau media sosial ada 74 juta akun di Facebook dan ada 40 juta akun di Twitter, dan kalau satu ditutup dia bikin lagi yang baru, cepat sekali. Sulit untuk mentertibkannya, kecuali dengan pendekatan UU, tangkap (pengunanya) masukan penjara dan seterusnya,” tutur Nukman. Meskipun begitu, Nukman menyambut baik keinginan pemerintah melakukan pener tiban akun media sosial yang menyebarkan radikalisme. Namun menurut Nukman, seharusnya dengan teknologi yang maju seperti saat ini seharusnya sangat mudah bagi para penegak hukum untuk melacak pengguna akun yang menyebarkan paham radikal. “Kita bisa melacak akun A siapa yang pegang, dia ada di mana, kita bisa dapat itu. Polisi juga punya kemampuan itu saya kira,” pungkas dia.

Key Opinion Leader Ditambahkan Nukman, dalam pergerakan kelompok radikal di internet, mereka memiliki pemuka pendapat atau key opinion leader. Mereka adalah orang-orang yang diikuti banyak pengguna media sosial karena pemikirannya yang dianggap bagus. Namun di sisi lain, para pengguna media sosial kebanyakan merasa tidak perlu tahu siapa yang mereka ikuti, sehingga ketika tokoh itu mengajak melakukan satu gerakan, para pengikutnya akan langsung mengikuti ajakan itu. Untuk membendung hal tersebut pemblokiran akses situs dan jejaring sosial para kaum radikal dan teror memang perlu untuk terus dilakukan. Tetapi selain itu juga perlu adanya kampanye yang bersifat penggalangan untuk melawan propaganda paham radikal terutama di jejaring media sosial. Untuk itu, memang diperlukan gerakan swadaya dari masyarakat, khususnya para pegiat dunia maya melalui penyediaan informasi, edukasi dan diskusi positif di dunia maya. “Hal ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh pemerintah.” Kata Nukman. (igna002@ kominfo.go.id/tr)


Edisi 1

Tahun XII

Regulasi

Januari 2016

11

FOLLOW THE MONEY : MEMUTUS MATA RANTAI PENDANAAN TERORISME Setiap Orang yang dengan sengaja menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme, organisasi teroris, atau teroris dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

A

ksi teror dan kejadian-kejadian yang mengarah kepada tindak radikal belakangan ini kembali marak terjadi. Masyarakat dibuat resah. Aparat penegak hukum dibuat sibuk. Dan, memang inilah yang diinginkan para pelaku, membuat gejolak untuk mendapatkan perhatian demi tujuan sesat mereka. Pesatnya perkembangan teknologi juga dimanfaatkan para pelaku dalam meluaskan jaringan dan menjangkau pengikut. Begitu kuatnya doktrin yang dijejalkan sehingga selalu saja tumbuh “sel-sel” baru jaringan pelaku teror ini. “Mati satu, tumbuh seribu”, begitu kira-kira peribahasa menggambarkan aksi dan sepak terjang teroris. Aparat keamanan tentu tak bisa bekerja sendiri dalam menangkal ancaman orangorang atau kelompok “tak berotak” ini. Perlu partisipasi seluruh elemen bangsa hingga masyarakat, karena teroris adalah musuh bersama.

Upaya penegakkan hukum melalui pemberantasan terhadap individu ataupun kelompok radikal perlu terus digalakkan. Namun cara ini bukanlah satu-satunya. Pendekatan lain yang perlu terus digeber adalah mengikuti aliran pendanaan teroris (follow the money), karena selama mereka masih memiliki uang, tidak ada yang tidak mungkin. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 menjadi salah satu upaya negara melindungi warga negara dan kedaulatannya dari tindakan terorisme. Caranya dengan mencegah pendanaan terorisme itu sendiri, khususnya yang melalui penyedia jasa keuangan seperti bank, lembaga pembiayaan, perusahaan asuransi, perusahaan pialang, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, kustodian, manajer investasi, perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran kartu, penyelenggara e-money atau e-wallet, koperasi simpan

pinjam, pegadaian, perusahaan berjangka komoditas, dan/atau perusahaan penyedia jasa pengiriman uang. Pasal 4 dalam undang-undang ini menegaskan, “Setiap Orang yang dengan sengaja menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme, organisasi teroris, atau teroris dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Sementara jika pelakunya adalah korporasi, hukumannya diatur dalam pasal 8 ayat (4) “Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi, yang menurut pasal 1 butir 4 yaitu kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, berupa pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).” dan (5) “Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan Korporasi; b. pencabutan izin usaha dan dinyatakan sebagai Korporasi terlarang; c. pembubaran Korporasi; d. perampasan aset Korporasi untuk negara; e. pengambilalihan Korporasi oleh negara; dan/atau f. pengumuman putusan pengadilan.” Bagi mereka yang memiliki dana di bank,

dan merasa ada keanehan dengan jumlah dana yang mereka miliki, baik itu bertambah atau berkurang secara mencurigakan dan tidak diketahuinya, maka harus melapor untuk berjaga-jaga bila mungkin dana tersebut dicampur atau digunakan sebagai dana terorisme. Dana yang secara langsung atau tidak langsung atau yang diketahui atau patut diduga digunakan atau akan digunakan, baik seluruh maupun sebagian, untuk Tindak Pidana Terorisme dapat diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk meminta atau memerintahkan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) atau instansi berwenang untuk melakukan pemblokiran. Bagi pihak ketiga yang merasa dana-dananya diblokir, dan merasa keberatan maka dapat mengajukan keberatan pada PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim. Pengajuan keberatan musti diser tai bukti-bukti kuat yang membuktikan aset atau dana-dana tersebut sah dan legal. D e n g a n a d a nya u n d a n g - u n d a n g ini diharapkan koordinasi dari Penyedia Jasa Keuangan sebagai Pihak Pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, PPATK, dan aparat penegak hukum menjadi cara strategis untuk memutus mata rantai tindak pidana pendanaan terorisme ini. Berbagai rintangan dalam penerapannya seperti pengawasan dana, penyaluran dana melalui lembaga pengiriman uang informal dan lain sebagainya dapat ditanggulangi dan tidak menyurutkan para aparat penegak hukum untuk memberantas terorisme. (rest005@

kominfo.go.id/tr)

RespoNs

S

eperti pagi-pagi sebelumnya, Kamis (14/1/2016) itu, kawasan s e k i t a r k o m p l e k p e r to k o a n Sarinah dan perk antoran di jalan Thamrin Jakarta Pusat, padat dan ramai. Lalu lalang para pekerja aktif berbaur dengan kendaraankendaraan yang melintas di jalan MH. Thamrin. Di beberapa kafe dan toko yang menyediakan menu sarapan, juga tampak orang-orang santai menghabiskan makanan dan minuman yang dipesan sambil “ngobrol”. Tak ada yang janggal hingga waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB. Setengah jam kemudian, tepatnya pukul 10.39 WIB, tiba-tiba terdengar ledakan keras. Kafe Starbucks yang berdampingan dengan Jakarta Theatre di jalan MH. Thamrin kemudian berantakan dengan puingpuing k aca berserak an. B elum reda kepanikan orang-orang sekitar kafe, 11 menit kemudian ledakan kedua, yang jauh lebih keras, terjadi tepat di pos Polisi Lalu Lintas (Polantas) yang berada di perempatan di depan pertokoan Sarinah. Sejurus usai dua ledakan tersebut, belum ada yang tersadar jika teror tengah mengancam jiwa. Pun dengan aparat Kepolisian yang ada di sekitar kejadian. Sigap setelah ledakan, beberapa Polisi

Lalu Lintas (Polantas) mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Pos Polantas. Dorongan kuat sebagai aparat yang responsif melakuk an tindak an perlindungan pada masyarakat, beberapa dari mereka langsung melakukan sterilisasi lok asi. Hanya lima menit. Aparat mungkin telah menyadari adanya ancaman teror, namun dengan banyaknya masyarakat di sekitar lokasi, menjadikan merekapun berhati-hati dalam bertindak. Dalam keadaan seperti itu siapa musuh dan lokasinya dimana, tak bisa langsung terdeteksi. Terbukti selang berapa menit, dua orang nampak memisahk an diri untuk kemudian bergerak ke arah aparat yang berusaha menguasai keadaan. Satu diantaranya langsung memuntahkan timah panas ke arah Polisi, seorangnya lagi kembali ke arah kafe Starbucks untuk kemudian juga menembak dua Warga Negara Asing yang ada di lokasi. Setelah itu, tembak menembak antara aparat dan pelaku teror terjadi. Diantara itu pula empat ledakan bom kembali te rd e n g a r. H a ny a 1 1 m e n i t te m b a k menembak berlangsung, setelah itu aparat berhasil menguasai keadaan. Delapan orang tewas, empat diantaranya adalah pelaku teror. Terlepas dari adanya korban tewas

dan luka-luka, kita patut memberi apresiasi tinggi kepada jajaran aparat yang tanggap, sigap dan cepat menguasai m e d a n a k s i te ro r. Pa d a h a l a d a d a r i mereka bahkan yang keberadaannya di lokasi, sedang “lewat” tanpa sengaja. AKBP Untung Sangadji misalnya. Perwira menengah Pusat Pendidikan Lembaga Pendidikan Polisi ini berada tak ajauh dari lokasi. Begitu terdengar ledakan dirinya langsung bereaksi, menolong korban dan langsung terlibat baku tembak dengan pelaku. Tanpa peduli dirinya yang sedang tidak bertugas dan tanpa rompi peluru pula. Aparat tak pernah pik ir panjang, mereka merelakan jiwa dan raga begitu masyarak at dirasa terancam. Padahal beberapa saat setelah kejadian,

merekapun belum tahu siapa dan dimana sang musuh. Yang ada dibenak mereka adalah bagaimana secepat mungk in menguasai keadaan dan memberikan perlindungan. Begitu musuh terdeteksi, dalam waktu singkat ancaman teror mereka atasi. Respons salut dan apresiasi negara luar langsung dituai. Sesaat usai menguasai keadaan, aparat kita menerima pujian atas aksi heroik yang cepat dan tanggap melumpuhkan teror. Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada hingga Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB) memberikan apresiasinya. Ada tiga poin penting yang menjadi dasar kerja aparat kita menuai pujian, pertama adalah aksi teror dilumpuhkan kurang dari tiga jam, kedua aktivitas masyarakat bisa kembali normal hanya dalam hitungan jam, dan ketiga adalah rencana para pelaku bisa dik atak an berantak an k arena gebrak an aparat. Dua bom terakhir yang sedianya akan dilemparkan ke arah polisi bisa digagalkan setelah AKBP Untung menembak kaki dan tangan dua pelaku. Bom gagal itu akhirnya meledak dan menewaskan dua pembawanya. Bisa dibayangk an jik a rencana para teroris ini tak buyar. (tr/ mota001@kominfo.go.id)


P

aham radikalisme menyasar tak pandang usia. Fakta terkait ini disampaikan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti akhir Desember 2015 lalu. Kapolri menyebutkan bahwa seorang remaja berusia 14 tahun terlibat dalam jaringan ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria-red). “Tidak hanya kalangan terdidik, bahkan dari data terakhir kami, ada umur 14 tahun (ikut dalam jaringan ISIS). Dia komunikasi lewat internet, kebetulan hobi dia menembak,” ungkapnya. Badrodin menambahkan, remaja yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini kerap melawan orangtuanya setelah terpengaruh paham ISIS. Sikap membangkang yang muncul dari remaja tersebut adalah perintah dari pimpinan ISIS di Suriah. “Remaja ini tergolong cerdas karena pernah berhasil mengikuti program percepatan naik kelas. Nah, setelah kami beri tahu, mereka (orangtuanya-red) sadar bahwa anaknya sudah terpengaruh. Ini yang harus diwaspadai,” ujar Kapolri. Muda dan Pintar Muda dan pintar memang menjadi kriteria target simpatisan para sutradara atau orang di balik layar kelompok-kelompok radikal. Tak heran, para simpatisan banyak muncul dari kalangan muda yang memiliki nilai akademik bagus dan umumnya belajar di sekolah atau perguruan tinggi favorit. Mengapa anak muda dan pintar mudah terjebak radikalisme? Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Hakimul Ikhwan, saat ditemui Tabloid Komunika mengatakan, pelaku radikalisme dapat digolongkan menjadi tiga bagian. Yang pertama adalah kelompok pengikut atau followers, yaitu mereka yang baru mengenal dan memiliki keter tarikan sehingga bergabung dengan kelompok radikalisme tersebut. Golongan kedua yaitu seekers, adalah orang-orang yang mencari identitas, makna, atau apapun itu, untuk mencari sesuatu yang ‘kosong’ atau dianggap tidak ada dari hidupnya selama ini. Biasanya orang-orang ini dengan mudah tertarik pada simbol-simbol agama yang digunakan oleh kelompok radikal untuk menyebarluaskan

paham mereka. Yang terakhir adalah golongan yang disebut defender, yaitu mereka yang punya keyakinan kuat akan paham atau ideologi yang dianutnya dan selalu punya keinginan untuk membela. “Bisa saja mereka tertarik menjadi pengikut radikalisme karena memang merasa tidak puas dengan keadaan atau kondisi yang ada saat ini, atau karena paham ini dianggap mampu untuk mengisi kekosongan dalam diri mereka, atau bisa saja karena alasan lainnya,”ujar Hakimul Ikhwan. Kondisi Jiwa yang Rentan Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Secara alami, kognisi atau proses mengolah pengetahuan pada masa-masa ini sangat terbuka. Tanpa diprovokasi atau dipaksa pun, pikiran mereka mudah disusupi. Sumber provokasi bisa dari mana saja, internet, kawan, mentor, maupun guru. Menurut psikolog sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Mirra Noor Milla, kondisi itu sering kali dimanfaatkan oleh penjaja ideologi, termasuk ideologi radikal. Mereka mencuci otak anak muda. “Dengan berbagai upaya, penjaja ideologi itu membuka kognisi remaja hingga membuat mereka merasa tidak berharga. Setelah kondisi itu tercapai, ideologi radikal bisa dengan mudah dimasukkan,” kata Mirra. Namun begitu, tambahnya, tidak semua anak muda yang terpapar informasi radikalisme akan berlaku radikal. Terbuka atau tidaknya kognisi seseorang sangat tergantung dari pemaknaan remaja atas diri mereka. “Remaja yang kehilangan pemaknaan diri, baik akibat merasa disiasiakan, tidak dipahami orangtua atau yang lebih dewasa, diabaikan lingkungannya, maupun ingin menjadi orang yang lebih bermakna, mudah menerima paham-paham radikal,” kata Mirra. Selain pemaknaan diri, mereka yang lebih mudah terkena paham radikal adalah remaja yang tidak terbiasa berpikir kritis atau berpikir rasional komprehensif. Kemampuan dan kebiasaan berpikir kritis itu sangat ditentukan pola asuh keluarga, pendidikan di sekolah, hingga pengalaman hidup. Pola pendidikan yang lebih banyak menghafal

“Dengan berbagai upaya, penjaja ideologi itu membuka kognisi remaja hingga membuat mereka merasa tidak berharga. Setelah kondisi itu tercapai, ideologi radikal bisa dengan mudah dimasukkan,” Mirra Noor Milla Psikolog sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

daripada menganalisis, menyamaratakan perlakuan terhadap semua siswa, dan ketidaksiapan guru untuk mendapat jawaban berbeda dari murid justru mematikan daya pikir anak. Pola asuh dalam keluarga yang menuntut kepatuhan buta anak, mengabaikan, dan meremehkan pendapat anak juga menumpulkan nalar mereka. Remaja yang rentan dengan ideologi radikal umumnya memiliki pengalaman hidup terbatas, relasi sangat sedikit, pengalaman ketidakadilan, pengalaman tidak dimanusiakan, kegagalan hidup, atau tinggal dalam lingkungan yang homogen. K e te r b at a s a n i t u m e m b u at m e re k a cenderung berpikiran tertutup sehingga sulit berpikir kritis. Pemikiran Kaku Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidik an Agama, Kementerian Agama, bersama Asosiasi Dosen Agama di 13 perguruan tinggi di Indonesia pada 2010 menyimpulkan hal yang lebih mengerucut. Bahwasanya pemikiran keagamaan eksklusif dan ekstrem lebih banyak dialami oleh mahasiswa kelompok ilmu eksakta dibandingkan dengan mahasiswa noneksakta. Diduga, pola pemikiran keagamaan mereka yang cenderung kaku dan merasa paling benar dibentuk dan dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap hukum alam yang bersifat pasti. Kepala Pusat Studi Otak dan Perilaku Sosial Universitas Sam Ratulangi Manado Taufiq Pasiak mengatak an, interaksi

ANTARA FOTO/DIDIK SUHARTONO

MUDA DAN PINTAR, RENTAN TERJEBAK RADIKALISME

mahasiswa eksakta yang sering berhubungan dengan benda statis membuat mereka kurang bisa berinteraksi dengan segala sesuatu yang dinamis. Padahal, manusia bersifat dinamis. Akibatnya, ketika mereka berhadapan dengan paham keagamaan tertentu, mereka sulit membuat pandangan alternatif. “Itulah bahayanya jika pendidikan tidak mengajarkan ilmu tentang manusia,” katanya. Karena itu, ilmu filsafat penting diajarkan di perguruan tinggi untuk seluruh mahasiswa. Ilmu filsafat memperdalam pemikiran manusia. Pandangan kaku terhadap sains tidak terlepas dari kekeliruan siswa dalam memahami sains. Kekeliruan itu muncul akibat pengajaran sains yang keliru, sains diajarkan bukan dengan penalaran, tetapi sebagai hafalan. Pentingnya Komunikasi Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda berbagi pandangannya mengenai cara membentengi anak-anak agar tidak terjangkit pahampaham radikal. “Pada dasarnya adalah pola komunikasi antara orang tua dengan anak harus dibangun dengan hangat, karena perekrutan paham radikal ataupun aliran sesat, menyasar kepada anak-anak remaja, kepada adik-adik yang memang masih sangat polos. Kelompok-kelompok penyebar radikalisme itu menjejalkan pemahaman dengan mengusung sesuatu yang memang eksis dan aktual, karena remaja identik dengan hal-hal seperti itu,” kata Erlinda, Jumat (15/1). Setelah membangun komunikasi yang hangat, lanjut Erlinda, orang tua bisa memulai memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai bahaya radikalisme. “Yang bahaya itu ketika anak tidak mau berkomunikasi. Karenanya penting untuk membentengi anak dengan cara mengajarkan mau berterus terang, menjalin komunikasi, berani mengatakan tidak kepada orang asing dan bukannya mengatakan tidak kepada orang tua yang mencoba memberikan pemahaman lebih baik,” pungkas Erlinda. (Vira/sumber:Kompas)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.