Komunika Edisi 3 Tahun VII Februari 2011

Page 1

Tabloid Tempel

Halaman

5

Edisi 03

Tahun VII / Februari 2011

11

Media Harus Seimbang

Kehidupan sosial masyarakat kita berkembangan sangat kontemporer. Sejak era reformasi terus mengalami perubahan yang signifikan. Dan, sebagian besar, harus diakui, mengikuti perubahan struktur politik.

9

Monumen Pers Solo Referensi Wisata Pendidikan

Monumen Pers Nasional Solo terus berbenah. Selain secara manual, pendokumentasian digital juga dikembangkan. Tujuannya, selain menjaga naskah dan majalah-majalah kuno, juga agar masyarakat kenal dan paham peran pers dalam sejarah Indonesia dari masa ke masa.

Perkuat Ketahanan Masyarakat

Melalui Etika dan Profesionalisme

Foto : Agus SB

http://www.facebook.com/pages/komunika/85736916984

e-paper : http://www.issuu.com/komunika


Edisi 03

2

Tahun VII / Februari 2011

Beranda

Media Massa, Pahamilah Peran Dan Fungsimu

Foto : Agus SB

Suara Publika

Ketika kumandang kemerdekaan diproklamirkan Soekarno-Hatta tahun 1945, bumi nusantara bergemuruh. Seluruh negeri memekik, “merdeka!!”. Dan, sejarah kemudian mencatat kepahlawanan Soekarno-Hatta. Tak ada yang memungkiri jasa kedua bapak Proklamator ini. Namun tak ada pula yang bisa menyangkal besarnya peran media saat itu sebagai “kurir” penyambung informasi kemerdekaan ke seluruh pelosok negeri. Berbekal “peralatan” seadanya, media massa yang ketika itu hanyalah surat kabar dan RRI, terbit dan mengudara. Akibatnya, seluruh negeri bangkit dan bersatu untuk terus mempertahankan semangat kemerdekaan. Siapa yang menyangsikan peran Soemanang, Soedarjo Tjokrosiswoyo, BM. Diah, Chairil Anwar?. Mereka inilah pejuang-pejuang dan pelecut semangat rakyat melalui goresan tulisan di berbagai surat kabar kala itu. Usai era kemerdekaan, peran media terus ada di posisi terdepan sebagai penyampai informasi ke khalayak ramai. Seiring perkembangan teknologi, berbagai informasi dari Sabang sampai Merauke, bisa masyarakat peroleh melalui media massa. Saat ini, era yang katanya era “keterbukaan”, semua hal tersaji secara gamblang di media. Tidak hanya kejadian-kejadian besar, media juga menyampaikan program-program pemerintah yang harus diketahui oleh masyarakat luas. Sebaliknya, media juga menyajikan berbagai cerita tentang masyarakat. Tujuannya, agar para pengambil keputusan di negeri ini tahu dan paham kondisi sesungguhnya yang dialami masyarakat. Pengontrol, inilah salah satu peran dan fungsi media. Media massa bisa memberikan “peringatan” bagi pemegang kekuasaan dengan cara memberitakan kepada masyarakat jika diduga terdapat tindakan penyelewengan. Sebaliknya

Mekanisme Kerja Tim Mip

desain: ahas/danang foto: bf-m, danag

Salam kenal, Saya mahasiswa jur ilmu komunikasi yang tengah menulis skripsi tentang MIP. Bagaimana cara untuk memperoleh jurnal Depkominfo tentang kebijakan publik terbaru (2008-2010) maupun deskripsi lengkap mengenai mekanisme kerja tim MIP dan contoh2 hasil MIP terbaru (2010) baik harian maupun tematik per periode?

media bisa menjadi jembatan penyampai aspirasi masyarakat kepada penguasa. Di alam demokrasi, hal seperti ini sangat diperlukan untuk menyeimbangkan kekuasaan agar selalu berpihak kepada rakyatnya. Oleh karena peran pengontrol inilah, maka media dengan seluruh “perangkat”nya tidak boleh salah dalam menjalankan kegiatan redaksinya. Ibarat koki, media mengemas berbagai “makanan” informasi dengan beragam sajian untuk kemudian bebas menyajikan dan menawarkannya kepada konsumen. Namun perlu diingat, bila makanan yang disajikan terbuat dari bahan yang tidak sehat dan tidak layak konsumsi, maka akan menjadikan yang memakannyapun tidak sehat. Semua harus sesuai dengan takaran. Makanan “berita” harus sehat dan seimbang, tidak berlebih, tidak pula dikurangi. Pernahkah terbersit dalam pikiran kita, apa penyebab maraknya kasus pergaulan bebas di kalangan remaja di Indonesia saat ini? Komnas Anak mengungkapkan 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi. Pula didapatkan, sebanyak 62,7 persen remaja pernah melakukan hubungan badan atau dalam istilah remaja ML (making love). Bisa dibayangkan, ketika media kemudian mengupas dan menyajikan kasus-kasus ini dengan gamblang, vulgar dan tanpa takaran. Contoh, heboh video mesum artis Ariel-Luna Maya. Apakah karena masyarakat berhak untuk tahu segala informasi, maka ketika kasus tersebut disidangkan, seluruh kejadian dalam video di perlihatkan oleh media? Jangankan secara terbuka, ketika koran dan sebuah stasiun televisi swasta menayangkan potongan adegan-

Bila Bapak/Ibu berkenan, mohon me-reply melalui comment, wall, atau message karena saya benar-benar membutuhkan data terbaru tersebut sebagai bahan kajian. Terima kasih.

kirim permohonan dan data yang dibutuhkan melalui mail ke p3ubip@depkominfo.go.id atau telp / fax 021.3521538. Tulisan ini telah diteruskan ke direktorat terkait sebagai pengantar permohonan Anda. Terima kasih.

Novalita Sijabatvia via email komunika@ bipnewsroom.info

Ttd Divisi Monitoring Isu Publik

adegan Ariel-Luna dalam video, namun dengan gambar yang dikaburkan, ini sudah meresahkan. Kenapa meresahkan? Karena walaupun kabur, berita dan adegan-adegan tersebut terus diangkat dan ditayangkan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Anak kecil usia 10 tahunpun akan tahu adegan apa yang tengah dilakukan oleh Aril dan Luna. Sebagai kontrol sosial, media begitu berpengaruh terhadap pola perilaku masyarakat secara luas. Kekerasan apabila disiarkan media terus menerus tentu akan menjadikan masyarakat terbiasa dengan kekerasan dan bisa berakibat sangat mudah untuk tersulut untuk mengambil jalan kekerasan ketika tidak puas terhadap sesuatu. Imbasnya lagi, seluruh masyarakat kita seolah menjadi masyarakat yang anarkis. Media massa yang dalam sejarah telah menjadi pahlawan, tentu akan tetap menjadi pahlawan apabila tetap konsisten berada dalam jalur yang benar dan memainkan fungsi-fungsi ideal tersebut. Akan tetapi akan layak diposisikan sebagai lawan masyarakat apabila dalam keberadaannya media justru memberikan informasi yang sesat, tidak mendidik, dan mengarah pada kehancuran moral masyarakat. Yang terpenting dari semua itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, media dituntut ikut berperan dalam membangun nasinalisme dan karakter kebangsaaan. Dan, masyarakat sebagai “penikmat” juga dituntut aktif dalam memilih media yang baik, tidak malah menghujani dirinya sendiri dengan media yang “tidak baik”.

Te r i m a k a s i h a t a s antusiasme Ibu Novalita Sijabat terhadap beberapa program yang kami lakukan. Untuk selanjutnya, silakan

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika), Ahmad Mabruri Mei Akbari (Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik). Pemimpin Redaksi: Sadjan (Direktur Pengelolaan Media Publik). Wakil Pemimpin Redaksi: Ismail Cawidu (Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik), Supomo (Direktur Komunikasi Publik), Bambang Wiswalujo (Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi), James Pardede (Direktur Kemitraan Komunikasi), Erlangga Masdiana (Direktur Layanan Informasi Internasional). Sekretaris Redaksi: Elvira Inda Sari N.K. Redaktur Pelaksana: Fouri Gesang Sholeh. Redaktur: Mardiyanto Soemaryo, Unggul Suryo Putranto, Sukosono, Taufiq Hidayat. Fotografer : Agus Setia Budiawan. Reporter: Dimas Aditya Nugraha (Koordinator reporter), M. Azhar Zainal Iskandar (Koordinator reporter), M. Taofik Rauf (Koordinator reporter), Wiwiek Satelityowati, Suminto Yuliarso, Dewi Rahmarini, Doni Setiawan, Lida Noor Meitania, Karina Listya Widyasari, Frans Sembiring, RM Donum Theo SS, Lamini, Wawan Budiyanto. Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah). Desain/Ilustrasi: Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah, Andi Muslim. Sekretariat Keuangan: Mediari yulian P, Matroji, Djatmadi. Distribusi : Anim, Imron. Tata Usaha : Mulyati, Inu Sudiati, Rien A, Lia Ulisari. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841. e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 03

Tahun VII / Februari 2011

Utama

Waspada Pengaruh Negatif

Foto : Agus SB

Jejaring Sosial

Jejaring sosial yang kini tengah digandrungi manusia seantero dunia, facebook (fb), ternyata juga tidak aman dari pembajakan dan penyalahgunaan (tindak kriminal) oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Tidak tanggungtanggung, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jumly Asshiddiqie, pekan lalu, melapor ke Mabes Polri bahwa akunnya yang ke-3 dibajak orang dan digunakan untuk praktek penipuan.

Menurut ahli hukum itu, akunnya oleh si penipu (yang belum berhasil dilacak hingga saat ini) antara lain dipakai untuk meminta dana bagi program beasiswa anak-anak yatim, serta beasiswa untuk anak-anak miskin di daerah teringgal. “Yang pasti, sejauh ini jumlah uang yang sudah ditransfer kepada si penipu oleh pihak-pihak yang dimintai sumbangan adalah Rp16 juta,” katanya saat itu. Menurut penggiat jejaring sosial, Nukman Luthfie, sasaran pembajakan untuk tujuan penipuan adalah akunakun orang-orang terkenal. “Karena penyalah-gunaan nama besar gampang diakukan untuk praktek penipuan,” katanya. 10 Besar Pengakses Facebook Kejahatan dunia maya lewat facebook agaknya akan terus meningkat, mengingat popularitas jejaring ini di Indonesia sudah sangat merasuki masyarakat mulai dari murid SD, siswa SMP dan SMU, mahasiswa, karyawan, ibu rumahtangga. Bahkan, akan dianggap gaptek atau tidak gaul jika tidak memiliki fb. Dalam obrolan sehari-hari di angkutan umum, stasiun, kantor, mal, di TK ketika ibu-ibu menunggui anak-anaknya sekolah, ramai dipertukarkan alamat fb. Karena itu tak heran jika Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengguna fb terbesar ke-7 di dunia. Menurut detikINET yang mengutip data CheckFacebook, hingga awal September 2009, Indonesia dikatakan telah memiliki 11.759.980 pengguna

fb sehingga menempatkan negeri kita satu strip di bawah Italia yang memiliki 12.581.060 pengguna dan berada di posisi ke-6. Amerika Serikat masih menjadi pemasok warga fb t e r b e s a r s e j a g a d d e n g a n 94.748.820 pengguna. Disusul oleh Inggris di posisi kedua dengan 22.261.080 pengguna.Turki di posisi 3 dengan 14.215.880, Perancis (4) 13.396.760, Kanada (5) 13.228.380, Italia (6) 12.581.060, I n d o n e s i a ( 7 ) 11 . 7 5 9 . 9 8 0 , Spanyol (8) 7.313.160 dan Australia (9) 7.176.640 dan Filipina (10) 6.991.040. Indonesia, masuk 10 besar dalam daftar negara dengan pertumbuhan pengguna tercepat. Pada perhitungan terakhir misalnya, Indonesia berada di posisi ke-9 tercepat dengan presentase 6,84%. Total pengguna fb ciptaan Mark Zuckerberg itu saat ini sudah menembus angka 325 juta di seluruh dunia. Berikut adalah daftar negara dengan pengguna Facebook terbesar di dunia: Dari tahun ke tahun pertumbuhannya terus melesat, pada Oktober 2007 jumlah penguna aktif sekitar 50 juta di dunia. Jumlah itu bertambah dengan cepat dan pada 1 Januari 2009 mencapai 150 juta. Sebulan berselang berlipat menjadi 175 juta dan saat ini sudah tercatat lebih dari 200 juta pengguna. Kini sekitar 100 juta pengguna Facebook mengecek akun mereka paling tidak sekali sehari. Rata-rata mereka terhubung ke lebih dari 120 teman dalam jejaring mereka. Pertumbuhan demografik tercepat justru bukan dari anak

kampus atau remaja belasan, melainkan orang-orang yang berusia 35 tahun ke atas.

fb tertinggi di Asia, mengungguli China, India, Malaysia, Thailand, dan Singapura.

645 persen Pertumbuhan Facebook Indonesia. Dari jumlah itu, lebih dari 30 juta pengguna aktif mengakses fb melalui piranti mobile dan sekitar 50 persen penguna mobile ini selalu aktif. Perusahaan telepon seluler dunia juga sigap memanfaatkan dunia yang tengah dirasuki fb ini. Hingga kini sudah lebih dari 150 operator di 50 negara, terus-terusan mempromosikan fb mobile. Aktivitas mereka di fb mencengangkan, statistik menunjukkan lebih dari 3,5 juta menit dihabiskan oleh seluruh pengguna aktif di seluruh dunia untuk berada di depan fb setiap hari. Lebih dari 850 juta foto diunggah ke situs itu setiap bulan. Lebih dari 1 miliar konten juga diproduksi setiap pekan di fb, baik itu berupa link-link baru, cerita-cerita baru, postingan blog baru, notes, foto, dan lainnya. Laporan bertajuk Facebook in Global Markets di situs Insidefacebook.com memastikan bahwa tahun 2008 pertumbuhan Facebook di Indonesia mencapai lebih dari 645 persen. Jumlah itu menempatkan Indonesia di jajaran atas pertumbuhan penguna di dunia. Bersama Italia yang pertumbuhannya 2900 persen, Argentina 2000 persen, Spanyol 600 persen, dan Perancis 400 persen. Dengan tingkat pertumbuhan 645 persen di tahun 2008, Indonesia menjadi negara yang memiliki pertumbuhan jumlah pengguna

Tepat Guna dan Manfaat Kegandrungan orang Indonesia akan fb membuat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring berkomentar, berdasarkan data, setidaknya hanya 20 persen masyarakat Indonesia yang memiliki kemampuan mengakses infrastruktur dan konten teknologi. Sedangkan, 80 persen masyarakat Indonesia masih buta teknologi. “Meski demikian, dalam hal penggunaan telepon seluler. Indonesia berada pada peringkat ke-6 pengguna telepon seluler di dunia. Pada akhir 2009, Wireless Intelegent Indonesia mencatat lebih dari 135 juta penduduk Indonesia telah menggunakan telepon seluler,” kata Tifatul. Ia meyakini data tersebut penyebarannya tidak merata. Namun jumlah ini cukup revolusioner dibandingkan data tahun 2006. Dari tahun 2006 hingga 2009 penggunaan telepon seluler di Indonesia mencapai 53,3%. Data tersebut diperkuat dari data Google Trend. Melihat pesatnya perkembangan teknologi khususnya jejaring sosial, maka tak pelak lagi kejahatan dengan berbagai bentuk dalam teknologi dunia maya sepertinya tidak akan surut. Tinggal bagaimana orang tua, guru, pemuka agama, pemerintah terus memberikan pemahaman terkait penggunaan teknologi secara tepat guna dan bermanfaat bagi generasi muda. (Illa Kartila/toebari)

3


Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informastika

Freddy Tulung

Keterbukaan Agar Masyarakat Jadi Lebih Pintar Salah satu konsekuensi sebuah negara demokratis adalah keterbukaan informasi. Masyarakat begitu bebas memperoleh informasi dari manapun. Media juga bebas menginformasikan apapun. Tidak ada lagi istilah sensor, bredel, bahkan boikot. Di era seperti ini tidak ada pilihan selain masyarakat sendiri yang harus pandai dan bisa selektif menerima informasi.

media penyiaran yang sebagian besar hidupnya dari iklan, iklan diperoleh dari rating, rating ini di tetapkan oleh suatu lembaga rating yang kadang-kadang hanya mengedepankan aspek selera dari penonton maupun selera dari pembaca. Hal inilah yang menghilangkan unsur edukasi karena yang di kedepankan adalah selera. Belum lagi kemudian adanya interfensi untuk kepentingan politik lainnya, sehingga media kemudian juga digunakan untuk kepentingan politis dan lain sebagainya.

Foto : Rauf

Wawancara

4

Edisi 03

Tahun VII / Februari 2011

Bagaimana keterbukaan informasi di Indonesia usai reformasi 12 tahun silam? Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Freddy Tulung menegaskan, usai era itu pemerintah tidak punya hak untuk membatasi, menyensor ataupun menginterfensi.�Memang akan menjadi persoalan bila informasi yang baik itu tidak tersedia. Oleh karna itu yang bisa kita lakukan adalah menyediakan lebih banyak lagi informasi yang edukatif, mencerahkan dan memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat punya pilihan�. Bagaimana peran komponen bangsa termasuk pers didalamnya dalam mengawal reformasi di Indonesia? Berikut wawancara Dirjen IKP dengan Karina Listya dan Taofiq Rauf dari Komunika. Era reformasi peran pers begitu �dominan�, memang harus seperti ini? Pilar sebuah bangsa adalah masyarakat politik dan masyarakat sosial. Kini ada pilar baru yang kita sebut dengan peran media. Media menjadi

salah satu pilar demokratisasi Indonesia dan memainkan peran yang sangat penting. Perannya mengacu pada Undang-Undang 32 tahun 2002 mengenai penyiaran dan media yang di kaitkan dengan media cetak atau jurnalistik yang diatur melalui undang-undang nomor 40 tahun 1999 mengenai pers. Dalam undang-undang 40 tahun 1999 mengenai pers. Kebebasan pers adalah salah satu wujud dari kedaulatan rakyat yang berazaskan prinsip demokrasi, keadilan dan supermasi hukum. Pada pasal 3 dijelaskan bahwa pers nasional memiliki fungsi sebagai media, hiburan dan sebagai kontrol sosial. Artinya, pers nasional harus seimbang dia sebagai media informasi, pendidikan, hiburan sekaligus sebagai kontrol sosial. Sudahkah pers kita seimbang dalam perannya? Sekarang ini dikhawatirkan memang adanya bobot yang tidak sama. Misalnya hiburan dengan pendidikan, antara pendidikan dengan kontrol sosial dan lain sebagainya. Akibatnya sering terjadi ketidak seimbangan informasi yang

sampai ke masyarakat. Ini karena tidak berimbangnya peran-peran pendidikan, hiburan dan kontrol sosial yang diperankan pers. `Demikian halnya juga dengan Undang-Undang 32 yang mengatur menyangkut masalah penyiaran. Jika berangkat dari azas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran, pada pasal 4 jelas disebutkan penyiaran sebagai kegiatan komunikasi masal mempunyai fungsi yang seimbang sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial di samping juga mempunyai fungsi ekonomi dan budaya. Apa penyebab ketidakberimbangan itu? Penyebabnya bermacammacam. Pertama bisa karena aspek kepemilikan, peran dari pada ownership dalam ke d u a u n d a n g -u n d a n g i n i sangat membedakan antara dewan redaksi dan pemilik, itu sebenarnya tidak boleh ada keterkaitan, tetapi pada kenyataannya sulit untuk memisahkan antara owner dengan managemen. Nah yang ke dua yang tidak kalah pentingnya, terutama

Upaya pemerintah sendiri? Disinilah fungsi Kementrian Komunikasi dan Informatika selaku regulator, fasilitator maupun di dalam bentuk-bentuk tertentu sebagai implementator. Kita di harapkan dapat menyediakan konten-konten tertentu yang mengimbangi, sehingga muncul konten-konten yang mengandalkan prinsipprinsip jurnalistik seperti akurasi, kecepatan, efektif, efisien dan relevan. Selain itu kita juga harus meningkatkan jumlah konten yang mempunyai latar belakang edukasi pemberdayaan, pencerahan dan pendidikan bagi masyarakat. Pengemasan konten juga penting. Konten yang baik tapi dikemas dengan buruk, maka tidak laku. Tapi yang membahayakan adalah konten yang buruk dikemas dengan baik akhirnya dibeli oleh orang. Contoh kontenkonten yang berbau mistik, seksual, kekerasan kadangkadang menjadi sangat laku karena pengemasannya yang luar biasa. Nah, diharapkan konten-konten edukatif juga bisa kita kemas sedemikian rupa sehingga memenuhi nilai selera pasar. Hal ini yang sedang kita lakukan melalui pemberdayaan media-media publik. Disamping itu dalam konteks diseminasi, kami juga melakukan kerjasama kemitraan strategis dengan berbagai pihak untuk penyebaran informasi. Kementrian juga membangun berbagai macam prasarana dan sarana komunikasi mulai dari desa berdering, desa

pintar (punya internet), desa informatif, Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK), media center, community access point, mobile community access point dan lain sebagainya. Infrastruktur memang tersedia. Namun tersediakah juga secara berimbang kontenkonten di daerah strategis, daerah perbatasan, daerah terpencil dan lain sebagainya? oleh karena itu khususnya untuk Direktorat Jendral Informasi dan Komunikasi Publik, mempunyai salah satu tugas dengan membanjiri sebanyak mungkin masyarakat dengan informasi-informasi publik yang mempunyai nuansa edukatif, empowerment, dan punyai nilai semangat kebersamaan NKRI. Sudah idealkah peran pers dalam keterbukaan informasi publik, saat ini? Ini pertanyaan menarik. Kalau sekedar hanya untuk terbuka sudah. Tapi apa hanya itu yang kita cari, keterbukaan itu baru merupakan sarat perlu, tetapi tidak cukup menuju arah demokratisasi di Indonesia. Keterbukaan yang kita harapkan sekarang adalah yang akan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik. Jadi bukan terbuka untuk sekedar terbuka, tapi keterbukaan yang menuju pada peningkatan pengetahuan masyarakat sehingga mereka dapat ikut terlibat di dalam perumusan kebijakan publik. Keterbukaan yang diharapkan adalah keterbukaan yang menimbulkan partisipasi, dan partisipasi pada gilirannya akan menghasilkan akuntabilitas. Ada dua macam akuntabilitas, pertama akuntabilitas publik, karena mereka ikut terlibat dalam perumusan kebijakan publik dan yang ke dua akuntabilitas bagi pejabat publik dalam menyelenggarakan kewajiban birokrasi. Keterbukan yang terjadi sekarang ini adalah keterbukaan yang sekedar terbuka. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa keterbukaan bukan ketelanjangan. Keterbukaan agar masyarakat menjadi lebih pintar dan lebih aktif berpartisipasi. (Rina)


7

Edisi 03

Tahun VII / Februari 2011

Tabloid Tempel Diterbitkan oleh :

DITJEN INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIK KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Radio Komunitas

Menghibur dan

Mencerdaskan Warga

Bisa Bertahan Baik Asbun maupun Suara Warga terus berupaya hadir di telinga pendengarnya. Dalam soal pendanaan, dua radio itu dikelola murni dari dana warga. “Asbun bukan radio komersil. Tak ada sponsor. Seluruh kegiatan

Foto : Agus SB

Erwan Asbun (43), warga Desa Baun Bango, Katingan, Kalimantan Tengah itu sejak 1 Juli 2005 mendapatkan tambahan Asbun, asal bunyi, pada namanya. Bukan lantaran suka memberi informasi yang tidak benar, malah sebaliknya, sebutan itu diberikan lantaran informasi yang disebarluaskan dari radio komunitas yang digagas Erwan.

6

Erwan memang hanya ingin membagi informasi yang diketahuinya kepada masyarakat pedalaman tempatnya tinggal di Katingan. Apa yang diketahuinya, dibagi ke masyarakat dengan apa adanya. “Apa adanya inilah yang membuat penduduk sekitar menyebut radio ini sebagai asbun atau asal bunyi,” ujar Erwan saat dihubungi Taufik Rouf dari komunika, beberapa waktu lalu. Juni 2005 menjadi awal Radio Asbun terdengar oleh penduduk Baun Bango. Tanpa konsep. Hanya ingin berbagi informasi dengan masyarakat pedalaman, begitu

Erwan berkisah. Berbekal peralatan sederhana, Asbun mengudara. Jangkauan siarannya pun hanya mampu dinikmati penduduk satu desa. “Informasi bisa jadi jembatan yang efektif membangun komunitas. Dengan informasi, masyarakat punya banyak pengetahuan untuk berkreasi. Ini penting supaya masyarakat bisa menghadapi persoalan ataupun tantangan hidup,” tambah Erwan. Hiburan Cerdas Di salah satu sudut Kota Jombang, ada radio Suara Warga yang dikelola oleh anak-anak muda. Siaran radio ini secara khusus ditargetkan untuk warga miskin. “Konsep kita dari warga untuk warga miskin di Jombang. Agar suara mereka didengar untuk perumusan kebijakan pemerintah kabupaten,” jelas Imam Syafei, salah satu penggagas radio yang bersiaran dari Jalan Wisnu Wardhana itu. Meskipun dikemas agak serius, tapi radio ini juga menghadirkan hiburan yang

Beragam tema keseharian yang bermanfaat bagi warga dibahas. Mulai dari masalah pertanian, peternakan, perikanan, kesehatan, isu sosial pembagian raskin, hingga persoalan lingkungan hidup

Asbun murni dilakukannya sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat desa,” tandas Erwan. Beragam tema keseharian yang bermanfaat bagi warga dibahas. Mulai dari masalah pertanian, peternakan, perikanan, kesehatan, isu sosial pembagian raskin, hingga persoalan lingkungan hidup. “Tahun lalu kami mendapat kesempatan kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan untuk menyiarkan paket program pendidikan warga. Lumayan bisa mendambah jatah transportasi bagi pengelola,” kenang pengelola Suara Warga, Syafei.

Foto : Wahyu Putro A, Antara

dibutuhkan warga. “Ada program musik juga. Dialog atau diskusi tentang masalah mereka dikemas dalam konsep warung, sehingga tidak jauh dari keseharian mereka dan bisa mengobrol dengan lepas,” tambah Rima, salah satu penyiar Suara Warga. Walaupun Radio Asbun, asal bunyi dan Suara Warga dikelola anak muda. Namun ketika “mengudara”, penyampaian informasi dilakukan dengan santun dan beretika. “Tentu saja acara-acara hiburan juga kami gelar. Supaya seimbang sehingga warga tak bosan,” ujar Erwan. Imbasnya, masyarakat terhibur dan bisa mencerna informasi sebagai bekal gerakan meningkatkan kualitas hidup warga. Hal luar biasa bagi pengelola Radio Asbun adalah ketika warga lebih memilih mendengar Radio Asbun lantas berkegiatan bersama ketimbang berkelahi dan tawuran antar kampung, seperti yang sering terjadi sebelum Asbun mengudara. Wa r g a B a u n B a n g o , Katingan kini menjadi lebih kreatif mengelola sumber daya alam. “Dulu warga tidak tahu bagaimana memanfaatkan kayu yang berserakan di hutan. Asbun informasi agar warga bisa memanfaatkan kayu itu menjadi kerajinan dan bisa menambah penghasilan,” kata Erwan.

“Penyiar” yang bekerja di Asbun adalah pemuda tanpa “gaji” yang ingin mengasah kemampuan. “Beberapa alumus Asbun, benarbenar bekerja sebagai penyiar beberapa radio swasta di Katingan bahkan Palangka Raya,” kata Erwan bangga. Tak jauh beda dengan Radio Suara Warga, para awak media itu awalnya hanya bermodal semangat untuk melakukan perubahan. “Setelah tahun 2005, kita mulai bisa mengumpulkan dana dari donatur dan sedikit iklan layanan masyarakat. Jadi untuk reporter dan penyiar ada sedikit uang ganti transport,” tambah Hasyim, penggagas Suara Warga seraya meyakinkan bahwa ketika pengelola radio komunitas bisa eksis maka beragam tawaran pembiayaan akan datang. “Yang penting kita melakukan manajemen yang baik dulu dan saling aktif dengan berbagai jaringan nasional,” tambah Rima. Erwan juga yakin radio komunitas akan bertahan. Berseloroh ia menyatakan bahwa untuk menuju Desa Baun Bango tempat Erwan tinggal, dulu dibutuhkan waktu sekitar 6 jam perjalanan sampan menyusuri sungai. “Tapi itu beberapa tahun lalu. Saat ini sudah terbuka jalur darat ke desa saya. Mungkin itu karena radio Asbun ya?” canda Erwan sembari tertawa.(tr/mth/asb)


8

Anggota Dewan Pers/Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Wina Armada Sukardi, S.H., M.B.A., M.M

Terbuka Tapi Tetap Beretika Selain memenuhi kebutuhan informasi masyarakat, pers juga dituntut mampu memberikan pembelajaran, “Tidak sekadar menyajikan informasi,” kata Anggota Dewan Pers, Wina Armada seraya mengingatkan fungsi kontrol sosial dan pers yang profesional. Namun, Wina menampik jika saat ini pers dinilai kebablasan. Bagaimana sebenarnya kondisi pers di Indonesia saat ini? Bagaimana dinamika pers di suasana yang serba terbuka ini? Berikut petikan dialog Wina Armada dengan Taufik Rouf dari komunika. Mengapa dinilai tidak “kebablasan”? Saya melihat justru pers saat ini memberikan tawaran-tawaran informasi pada publik. Ini menjadi sangat menarik. Kenapa? Ada pers yang pro ini, atau pro itu, atau pro yang lain. Harus diakui, secara global kondisi itu tidak menimbulkan konflik yang berlebihan, apalagi sampai berdarah-darah. Nah, ini kan satu pelatihan yang baik dan luar biasa sebenarnya buat masyarakat. Sedikit demi sedikit masyarakat dilatih untuk menerima perbedaan.

semakin demokratis. Dan tidak ada sebuah demokrasi tanpa pers yang merdeka. Di negara-negara demokratis tidak akan ditemukan misalnya kelaparan dalam sebuah kelompok masyarakat. Kenapa demikian? Karena persnya sadar terlebih dahulu ketika ada kejadian sosial, pers telah bergerak untuk memberikan informasi. Di Indonesia, sejak reformasi Pemilu berjalan sangat demokratis. Salah satu penyebabnya adalah karena pers menjalankan fungsinya dengan baik. Terlepas dari berbagai kekurangan yang ada, yang patut dicatat saat pemilu lalu tak satu tetes darahpun menetes. Bahkan Indonesia masuk dalam lima besar negara paling demokratis di dunia. Jadi pers punya andil? Dalam UU Pers, peranan pers luar biasa. Yang pertama memenuhi keinginan masyarakat untuk mengetahui informasi. Kemudian mendorong terwujudnya HAM, demokrasi dan keanekaragaman pendapat masyarakat. Selain itu, juga melakukan pengawasan, kritik dan saran untuk kepentingan publik, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Dalam konteks ini kita harus melihat bahwa kebenaran itu bukanlah satu kebenaran tunggal. Ini sebenarnya merupakan kekayaan bangsa Indonesia. Saat ini masyarakat diajarkan melihat suatu persoalan dari berbagai aspek kepentingan dan sudut pandang.

Mampukah masyarakat kita? Kalau menurut saya, masyarakat kita mampu. Masyarakat kita saat ini siap menerima perbedaan Apa bisa dikatakan peran pers sudah ideal? dan keterbukaan informasi. Bahwa terjadi Begini, dari berbagai penelitian dan literatur, goncangan itu hal biasa, penting perubahan dan kalau persnya sehat maka pemerintahan sebuah goncangan itu masih dalam koridor yang benar negara juga akan sehat dan masyarakat tentu sehingga tidak menimbulkan anarki. akan sehat. Begitu pula sebaliknya. Kalau pers Saya tegaskan bahwa hanya pers yang terganggu maka pemerintahan dan masyarakat merdeka, profesional pun akan terganggu. Intinya adalah dan beretika yang dapat semakin merdeka pers maka negara memberikan informasi Hanya pers yang dengan benar. Lantas profesional dan beretika apakah saat ini pers yang dapat membangun membuat rakyat dan ketahanan masyarakat kita. masyarakat bingung? Tanpa pers yang merdeka Atau pers justru tidak dan beretika, juga tidak memberikan jalan mungkin sebuah negara keluar? dinyatakan demokratis. Jadi, kita tidak bisa bicara apakah masyarakat siap atau tidak siap terhadap perubahan. Persoalannya adalah bagaimana kita menghadapinya. Ya itu tadi kita atau pers harus professional dan beretika.

Melalui Koran Dan Radio

Tak kenal maka tak sayang, Tak sayang maka tak cinta.. Kira-kira begitulah peribahasa sederhana ini menjadi pemecut semangat dan inspirasi anak muda di Kampung Tegal Gundil, Bogor Utara, Jawa Barat. Anak muda di kampung ini sangat menyadari peran mereka sebagai bagian dari masyarakat untuk memperbaiki kondisi kampungnya berlandaskan cinta. “Bagaimana akan memberikan yang terbaik bagi kampung sendiri jika tidak kenal, tidak merasa memiliki, dan tidak mencintai rumah sendiri,” ujar Ade Nopi, anak muda asli Tegal Gundil. “Saat ini Tegal Gundil terbagi menjadi 18 RW, 96 RT dan 5200KK yang di dalamnya terdapat penduduk asli dan pendatang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, penduduk asli yang rata-rata berpendidikan lebih rendah dari penduduk pendatang menyebabkan perbedaan” ujar Deden A. Suratman Kepala Kelurahan Tegal Gundil. Untuk menunjukkan jati diri serta memupuk rasa cinta dan bangga akan tempat yang ditinggali ini, sejak 10 Agustus 2002 sekelompok anak muda di Tegal Gundil memprakarsai berdirinya komunitas KALAM (Kampung Halaman). Mereka beraksi dengan membentuk koran kampung dan radio sebagai media untuk bertukar informasi seputar warga Tegal Gundil. Koran & Radio Kampung Berita Tegal Gundil, demikian nama koran dengan 10 halaman berukuran kertas folio itu diberi nama. Isinya seputar aktivitas warga kampung saat ini dan juga sejarah Kampung Tegal Gundil. “Kami ga mau ketidaktahuan warga itu jika dibiarkan, lamalama akan berubah menjadi ketidakpedulian,” ujar Ade Nopi, yang juga mantan Presiden KALAM tahun 2010 . Kartana (42), warga pendatang di Tegal Gundil yang bekerja di instansi pemerintahan Kota Bogor ini mengaku adanya koran kampung ini sangat bermanfaat

baginya. “Kadang karena sibuk tidak sempat untuk memperhatikan perkembangan kampung, tapi dari koran ini saya mendapatkan informasi seputar kegiatan atau hal-hal yang baru di kampung ini. Bahkan kebijakan pemerintah kota kerap dipaparkan di sini. Sangat membantu sekali,” ujarnya. Semua tahapan penerbitan dilakukan oleh tim yang terdiri dari enam anak muda dengan latar belakang pendidikan terdiri dari SD hingga sarjana. Yang berperan sebagai wartawan atau reporter adalah warga Tegal Gundil sendiri, termasuk salah satunya Usman (32), seorang petugas Kelurahan. Meski dia mengakui tidak memiliki latar belakang pendidikan jurnalistik, hanya berbekal pelatihan yang pernah diadakan Kalam, Usman dinilai rekan-rekannya mampu untuk terlibat dalam penerbitan koran ini. Untuk harga koran dengan cetakan hitam putih ini, warga hanya diminta membayar seikhlasnya. “Kami menjelaskan prosesnya seperti apa, silahkan warga memberikan harga yang pantas untuk usaha yang kami lakukan. Tak heran ada warga yang menghargai Rp20.000, ada juga yang Rp1000,” ujar Ade. Tak hanya dengan penerbitan koran, Kreatifitas dan kepedulian Komunitas Kalam juga disalurkan melalui siaran radio yang mengudara di 89.0 FM. Radio ini diberi nama Bete Radio yang menyapa warga dengan membawa informasi bagi warga Tegal Gundil. Melalui Bete Radio komunikasi antar warga lebih terjalin, setidaknya persaudaraan bisa terjalin melalui program siaran kirim salam dan lagu yang pandu oleh Juna (21). Radio ini tidak hanya dinikmati oleh warga Tegal Gundil, akan tetapi juga oleh warga Kota Bogor. Keberadaan Koran Tegal Gundil dan Bete Radio menjadi inspirasi bagaimana media dengan skala kecil dan mengangkat kekuatan informasi lokal berperan positif dalam mengembangkan kepedulian dan kebersamaan warganya. (Elvira)

Foto : Istimewa

Jadi masyarakat bisa mengontrol pers dalam kebebasan itu? Betul sekali. Ini yang harus diluruskan. Saat ini banyak anggapan bahwa kemerdekaan pers hanya milik pers semata. Padahal tidak demikian. Karena pers milik publik, maka kemerdekaan pers adalah milik publik, milik rakyat, termasuk di dalamnya pemerintah, polisi, tokoh agama dan masyarakat. Karena kemerdekaan pers milik semua, maka harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik, kepentingan rakyat, bukan kepentingan kelompok tertentu. Inilah kenapa pers harus profesional dan beretika, harus tunduk dan taat pada kode etik jurnalistik. (tr/dan)

Menggugah Cinta Warga

5


Media Harus Seimbang

Foto : Agus SB

Oleh : Kumala Sari (33th) Pemerhati Sosial Sulawesi Tenggara Kehidupan sosial masyarakat kita berkembangan sangat kontemporer. Sejak era reformasi terus mengalami perubahan yang signifikan. Dan, sebagian besar, harus diakui, mengikuti perubahan struktur politik. Contoh gamblangnya ketika di era Orde Baru segala sesuatu lebih sentralistik, sekarang lebih demokratis. Implikasi logis dari

perkembangan dan perubahan semacam ini, masyarakat juga mengalami euforia karena merasa mendapat ruang yang lebih bebas dalam menyampaikan aspirasi. Sebagian masyarakat belum cukup siap dalam berdemokrasi yang lebih berkualitas. N a h , ketika masyarakat berubah, peran media juga berubah dan mendapat pengaruh struktur politik yang juga berubah. Ada beberapa media yang memotret perubahan euforia beraspirasi masyarakat ini secara apa adanya, namun tidak sedikit pula media yang mengangkatnya secara sensasional bahkan cenderung berlebihan. Yang terakhir ini sangat tidak memberikan pembelajaran yang baik kepada masyarakat. Era keterbukaan informasi bisa dikatakan baru bagi masyarakat kita. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan ketika proses transisi seperti ini, misalnya aspek ekonomi, atau juga kultur budaya kita yang harus “melek”. Baik itu melek huruf, melek teknologi, melek media, dan lain sebaganya. Nah dari sini baru kita bisa menyiapkan masyarakat terlibat dalam proses demokrasi menuju hal-hal yang benar-benar substansial.

Dalam konteks inilah maka media harus menjalankan peran dan fungsi pendidikannya guna meningkatkan ketahanan masyarakat. Ini semua bisa terjadi. Karena kita punya modal sosial yang kuat. Namun begitu kita juga harus menyadari saat ini kultur sosial masyarakat

Yang luar biasanya adalah kriteria informasi ditentukan oleh media yang saat ini sangat liberaly. sedang terancam. Misalnya saja nilai gotong royong, toleransi, saling menghormati. Nilai ini masih ada ditengah masyarakat. Tapi masalahnya nilai-nilai ini oleh media dianggap tidak cukup menarik untuk diangkat. Tidak “menggigit”, begitu istilah anakanak sekarang. Kalah dengan

hal-hal yang dianggap media lebih layak untuk diangkat. Ini ancaman. Saat ini harus diakui media cenderung megangkat hal-hal yang sangat monoton dan tidak cukup mendidik. Jadi memang peran media dengan posisinya seperti ini sangat penting dalam upaya meningkatkan ketahanan masyarakat. Sementara di masyarakat sendiri, potensipotensi meningkatkan ketahanannya sendiri terus hidup. Nah, bagaimana media melihat dan mengangkat ini. Tentu saja media harus kreatif dan cerdas dengan mengangkat hal-hal yang tidak hanya permukaannya saja. Jika ini bisa terlaksana, media yang cenderung “menegaskan” bahwa potret masyarakat kita seolah gampang rusuh dan gampang tersulut emosinya, tidak lagi terjadi. Ada kerusuhan memang atau kejadian-kejadian anarkis, tapi media juga harus bisa seimbang dalam penayangannya. Karena selain kejadian-kejadian rusuh dan anarkis, banyak juga kegiatan-kegiatan atau gerakan masyarakat yang sangat positif. Media harus berimbang memotret ini.

Cermin Retak Kemerdekaan Pers Oleh : Agus Sudibyo Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers.

Di Tual, Maluku Tenggara, kontributor Sun TV tewas teraniaya saat meliput bentrok antarwarga. Di Merauke, wartawan Merauke TV ditemukan tewas mengambang di sebuah sungai setelah dilaporkan hilang oleh keluarganya. Hasil otopsi menunjukkan adanya indikasi penganiayaan. Di Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam, seorang wartawan mendapatkan teror akibat berita yang ditulisnya tentang pembalakan liar. Di Tangerang, wartawan Global TV dan Indosiar diancam akan dibakar hidup-hidup ketika sedang meliput kasus pencemaran lingkungan oleh sebuah pabrik. Dari Sabang sampai Merauke, kita mendengar kisah sedih: kekerasan, intimidasi, bahkan pembunuhan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik. Benarkah kemerdekaan pers secara substansial sudah terwujud di bumi pertiwi? Kemerdekaan pers harus diukur dari sejauh mana negara melindungi keselamatan wartawan dalam menjalankan tugasnya. Juga dari kesadaran semua pihak untuk menyelesaikan keberatan atas pemberitaan media secara beradab dan nir-kekerasan. Keselamatan wartawan masih masalah serius di Indonesia. Dalam catatan Dewan Pers, kekerasan terhadap wartawan marak pada paruh pertama 2010. Kekerasan berupa intimidasi, pelecehan verbal, perusakan peralatan, menghalangi peliputan, penyekapan, penganiayaan fisik, hingga pembunuhan. Pelaku beragam: pejabat publik, staf instansi pemerintah, artis, warga masyarakat, dan preman yang mungkin disuruh pengusaha atau pejabat tertentu.

Faktor yang menonjol adalah lemahnya perlindungan negara terhadap profesi wartawan. Pemerintah juga lamban merespons tindakan kekerasan yang terjadi, bahkan dalam beberapa kasus cenderung membiarkan. Kedaluwarsanya kasus pembunuhan Udin, wartawan Bernas, Yogyakarta, contoh tak terbantahkan di sini. Wartawan bukan warga negara istimewa. Mereka bisa melakukan pelanggaran dan patut mendapatkan hukuman atas pelanggaran itu. Harus diakui, masih banyak wartawan tak profesional dan tingkah lakunya meresahkan berbagai pihak. Namun, bukan berarti kekerasan terhadap wartawan dapat dibenarkan. Kekerasan tidak dapat dibenarkan pada siapa pun, apalagi terhadap mereka yang sedang menjalankan fungsi-fungsi publik. Pokok masalah ini yang sering dilupakan pemerintah yang telanjur apriori terhadap profesi wartawan dan sikap kritis media. Ketidaktegasan dan sikap apriori ini pula yang mengondisikan berbagai pihak tidak segan-segan melakukan tindakan premanisme dan vandalistis terhadap unsur-unsur media. Mereka adalah kelompok yang tidak menghendaki pelembagaan kemerdekaan pers di Indonesia karena selalu melihat kritisisme media sebagai ancaman terhadap kepentingan ekonomi-politik mereka yang telah mapan. Siapa bertanggung jawab? Negara berkewajiban melindungi prinsip kemerdekaan pers, termasuk melindungi keselamatan wartawan dalam menjalankan profesinya. Kemerdekaan pers adalah bagian fundamental kehidupan demokrasi, sekaligus tolok ukur peradaban suatu bangsa. Pemerintah tidak boleh memandang remeh tren kekerasan terhadap wartawan dan media yang meningkat belakangan. Penegak hukum harus membuktikan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus kekerasan yang terjadi. Kepolisian harus secara konsekuen mengusut kekerasan dan teror yang terjadi guna memberikan keadilan bagi

korban dan keluarga, serta mengembalikan rasa aman para wartawan dan media dalam menjalankan imperatif mewujudkan hak-hak publik atas informasi. Dewan Pers bertugas menegakkan kode etik dan melindungi kemerdekaan pers. Menegakkan kode etik berarti harus bersikap tegas terhadap media atau wartawan yang melanggar. Melindungi kemerdekaan pers berarti mengadvokasi wartawan korban kekerasan, mencegah lahirnya regulasi anti-kebebasan pers, menjalin kesepahaman dengan kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain soal prinsip perlindungan kemerdekaan pers. Pada akhirnya, media tempat wartawan bekerja juga harus bertanggung jawab. Dalam beberapa kasus, kekerasan terhadap wartawan merupakan reaksi atas tindakan tidak profesional dari wartawan itu sendiri: menghina narasumber, melanggar privasi, bahkan melakukan pemukulan. Sudahkah media membekali wartawannya dengan pemahaman komprehensif tentang etika dan profesionalisme media? Benarkah media tak membebani wartawannya dengan tuntutan kerja tak masuk akal sehingga mengondisikan mereka untuk mengabaikan etika peliputan? Persaingan antarmedia untuk mendapatkan berita aktual dan eksklusif kian ketat. Wartawan di lapangan menanggung beban paling berat. Mereka harus berpacu mendapatkan informasi, sumber, gambar yang paling dramatis dan eksklusif. Dalam konteks ini, insiden sangat mungkin terjadi. Sang wartawan nekat meliput situasi genting dengan mengesampingkan keselamatan diri. Heroisme ini patut dihargai, tetapi keselamatan jelas lebih prioritas. Maka, media bertanggung jawab memastikan bahwa yang meliput kerusuhan adalah wartawan yang berpengalaman menghadapi situasi darurat. Media bertanggung jawab memberikan fasilitas memadai dan pengetahuan cukup sehingga memudahkan wartawan menyelamatkan diri dari situasi darurat.

9 Opini

Edisi 03

Tahun VII / Februari 2011


10

Edisi 03

Tahun VII / Februari 2011

Daerah

Monumen Pers Solo

Referensi Wisata Pendidikan Monumen Pers Nasional Solo terus berbenah. Selain secara manual, pendokumentasian digital juga dikembangkan. Tujuannya, selain menjaga naskah dan majalahmajalah kuno, juga agar masyarakat kenal dan paham peran pers dalam sejarah Indonesia dari masa ke masa.

“Peningkatan terus diupayakan, dimana untuk masa lima tahun, diharapkan digitalisasi akan dilakukan secara bertahap terhadap seluruh dokumen,” kata Soejatmiko, Kepala Monumen Pers, Solo. Digitalisasi Majalah Kuno Beberapa majalah dan naskah kuno tersebut antara lain 800.000 eksemplar koran dan majalah kuno seperti Cahaya H i n d i a ( 1 9 1 3 ) , Pa n o r a m a (1917), Soeloeh Ra’yat Indonesia (1932) majalah yang telah menulis tentang semangat kemerdekaan, Fikiran Ra’yat, majalah dengan Pemimpin Redaksi IR. Soekarno, Djawa Baroe (1944) majalah propaganda Jepang, Skets Masa (1966) majalah yang terbit di masa pergantian Orde Lama menjadi Orde Baru. Naskah dan dokumen kuno ini memang merupakan bukti-bukti sejarah perjalanan pers nasional dan perjuangan bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan, hingga zaman pemerintahan saat

Kalimantan Barat Bengkulu

Jawa Tengah Jawa Timur

Lintas Daerah ini. Inilah yang menjadikan Monumen Pers Nasional juga selalu dikunjungi masyarakat. “Istilahnya museum ini sudah menjadi tempat wisata pendidikan,” tegas Soedjatmiko. Beberapa tokoh perjuangan bangsa memang lahir dari dunia pers, khususnya di kota Solo. Sebut saja Soemanang, Soedarjo Tjokrosiswoyo dan BM Diah. Mereka ini adalah pejuang-pejuang dan pelecut semangat rakyat melalui tulisan-tulisan di berbagai surat kabar saat itu.

“Tidak hanya kami orang tua, anak saya begitu bersemangat ketika ditanya sejarah pejuangpejuang ini,” kata Kondang Wibowo (50thn) warga Kampung Dayan, Colomadu, Solo saat ditemui sedang mengunjugi museum bersama keluarganya. Terus Berbenah Awalnya Gedung Monumen Pers Nasional bernama Sociteit Sasana Suka, sebuah gedung Balai pertemuan Kerabat Mangkunegaran yang dibangun tahun 1918 oleh KGPAA Sri Mangunnegoro VII. Gedung ini dirancang oleh seorang arsitek Jawa terkenal bernama Mas Abu Kasan Atmodirono. Sejarah mencatat, tahun 1933 di gedung ini diadakan rapat yang dipimpin oleh RM Ir Sarsito Mangunkusumo.

Hasilnya lahirlah Stasiun Radio baru bernama Solosche Radio Vereeniging (SRV) sebagai radio pertama kaum pribumi dengan semangat kebangsaan. Lalu pada 9 Februari 1946 Konggres Wartawan Indonesia diadakan di gedung ini. Kongres inilah yang melahirkan Organisasi profesi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Gedung ini kemudian berganti nama menjadi Monumen Pers Nasional 9 Februari 1978 dan diresmikan langsung oleh Presiden Soeharto. Sejak itu Monumen Pers ini mengemban tugas pelestarian dan pelayanan kepada masyarakat mengenai nilai pers dan produk pers nasional yang bernilai sejarah. Tu g a s i n i d i j a w a b pengelola dengan upaya maksimal melayani keingintahuan warga yang tinggi terhadap sejarah pers nasional. Selain digitalisasi koran dan majalah kuno, pengelola juga mendirikan dua unit papan baca berukuran 2 x 3 m di depan Monumen Pers. Selain info sejarah, koran daerah juga terpampang di sini, sehingga selain sejarah, berita terkini juga akan diketahui masyarakat. Seminar dan sarasehan dengan narasumber yang mumpuni, juga rutin digelar. Dari segi bangunan, pengelola juga terus membenahi. Saat ini bangunan induk berfungsi sebagai aula atau convention hall, bahasa kerennya. Di ruang ini juga dilengkapi dengan perpustakaan, ruang pameran, museum dan ruang konservasi dan koleksi arsip kuno. Dengan koleksi perpustakaan “cukup” lengkap, nilai sejarah yang kuat, sudah sepantasnya masyarakat menjadikan Monumen Pers sebagai referensi kunjungan, baik sekedar berwisata maupun mencari buku-buku sejarah pers, seputar media massa, komunikasi, penerbitan, dan jurnalisme.(Wiwiek/tr)

JawaTengah

Rembang Menuju Internet Sehat Maraknya usaha warnet di Rembang serta banyaknya pengguna jasa usaha tersebut membuat Pemkab Rembang melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dinhubkominfo) merancang peraturan bupati (Perbup) untuk menuju penggunaan internet sehat. Kepala Dinhubkominfo Suyono SH mengatakan nantinya perbup tersebut mengatur agar warnet dapat bersaing sehat dan tidak saling mematikan. Suyono berharap ada pengawasan internal dalam warnet tersebut. “Rancangan Perbup tersebut sedang dalam taraf sosialisasi untuk menjaring aspirasi pengusaha warnet,” kata mantan Kabag Humas tersebut. Secara rinci Suyono menjelaskan nantinya dalam perbub tersebut juga mengatur tentang tinggi dari bilik warnet maksimal satu meter serta layar membelakangi tembok. “Saya juga minta agar situs dewasa diblok secara sistem agar tidak mudah diakses,” jelas Suyono. Mengenai jumlah warnet di Rembang suyono memperkirakan jumlahnya mencapai puluhan namun yang memiliki ijin baru 9 (sembilan) warnet. “kisaran harga sewa bervariasi antara Rp 2000-Rp 3000,-/jam,” ungkap Suyono. Rustopa (33) salah satu pemilik warnet di jalan gajah mada mengatakan pihaknya tidak ada masalah dengan Perbup yang sedang dirancang oleh Dinhubkominfo sebab selama ini pihaknya sudah menerapkan internet sehat. “Pangsa pasar kami anak sekolah, serta kami sebenarnya hanya usaha rental (ketik) internet hanya bonus untuk mencari referensi tambahan,” ujar rustopa. Selain itu di warnet miliknya sudah tidak terpasang bilik serta situs dewasa sudah diblok secara sistem dan ada larangan tertulis yang ditempel ditembok. “kami juga menggunakan software yang legal,” kata Rustopa. Bali

Sukseskan Bali Green Province Mulai dari Anak Sekolah Kabupaten Bangli punya strategi khusus dalam menyukseskan program Bali Green Province (BGP) yang dicanangkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bangli gencar melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan mulai membeli sampah yang dihasilkan oleh para siswanya. Hal ini bertujuan menanamkan budaya bersih sejak dini di kalangan anak-anak. Hal tersebut terungkap dalam sosialisasi program BGP di Aula Kantor Bupati Bangli, Jumat (25/2). Seperti yang dilakukan SD 1 Cempaga. Salah satu sekolah di Kabupaten Bangli ini antusias menyukseskan program BGP melalui penanaman budaya bersih di kalangan siswa. Untuk merangsang para siswanya berperilaku hidup bersih, sekolah ini membentuk POCIL (Polisi Cilik Lingkungan). POCIL punya tugas memantau penanganan sampah di lingkungan sekolahnya. Selain itu, sekolah ini juga sudah melakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos. “Pupuknya kami gunakan untuk menyuburkan tanaman di sekolah kami,” ujar seorang guru SD 1 Cempaga yang hadir dalam pertemuan tersebut. Kabid Pengendalian Dampak Lingkungan BLH Bangli, Jena Suastika menegaskan, salah satu strategi menyukseskan program BGP adalah dengan mengirim surat edaran ke sekolahsekolah. Selain itu, pihaknya juga mengumpulkan dan mengolah sampah yang dihasilkan oleh sekolah-sekolah di Bangli. Kabid Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Komang Ardana menyambut positif berbagai upaya yang dilakukan Pemkab Bangli dalam menyukseskan program BGP. Sosialisasi bertujuan menyamakan persepsi antara Pemprov Bali dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan seluruh komponen masyarakat. Dia berharap, semua pihak ikut berperan dalam menyukseskan program untuk menjadikan Bali sebagai pulau hijau. Program ini tak mungkin berhasil tanpa dukungan dari seluruh komponen masyarakat. (des)

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail:

Foto : Istimewa

komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id


LKBN Antara Perusahaan Pers Harus Terapkan Standar Kompetensi Wartawan Semua perusahaan Pers harus berkomitmen menerapkan standar kompetensi wartawan, dalam melakukan rekrutmen pekerja Pers untuk menghindari penyalahgunaan profesi dan meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan. Ketua Komisi Penelitian,

Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Muhammad Ridlo Eisy di Kupang, Selasa, mengatakan, perusahaan media hampir pasti akan bangkrut jika tidak punya wartawan yang berkualitas dan kompeten pada bidangnya. ”Seperti halnya restoran, dapat dipastikan akan gulung tikar, kalau juru masaknya tidak mampu memasak,” katanya dalam Workshop ”Peningkatan profesional Wartawan Daerah” di Kupang, 8 Februari 2011 menjelang Pelaksanaan Hari Pers Nasional ke-65 dengan topik ”Standar Kompetensi Wartawan dari Sudut Pandang Perusahaan Pers”. Ia mengatakan dari sejumlah perusahaan Pers yang ada, media penyiaran lebih komplek daripada media cetak. Karena itu, jika tidak menyajikan menu berita yang berkualitas (dengan bahasa yang enak) dan memenuhi kriteria layak siar akan mengancam kelangsungan hidup media tersebut. “Setiap perusahaan punya cara dan kriteria sendiri untuk merekrut wartawan. Dalam praktiknya Perusahaan Pers harus melakukan ”in house training” bagi wartawan sebelum akhirnya memutuskan untuk mempekerjakan wartawan tersebut,” katanya. Ia menambahkan setiap perusahaan media perlu wartawan kompeten untuk menyampaikan informasi dengan benar, menghindari masalah terberat dari inkompetensi dan informasi yang disampaikan mendorong penjualan sirkulasi dan iklan dengan tujuan jangka panjang yaitu perusahaan berkembang.

Ketua Harian Serikit Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat ini mengatakan, dampak dari wartawan yang tidak berkompeten telah dibuktikan dengan lebih dari 1.000 media cetak bangkrut karena tidak profesional. Ia mengatakan manfaat dari perlunya perusahaan media menerapkan standar kompetensi wartawan agar menjadi pegangan bagi tiap perusahaan pers untuk merekrut dan mengembangkan wartawannya. Penerapan syarat kompetensi wartawan perlu juga memperhatikan jenjang mulai dari wartawan Muda, Wartawan Madya dan Wartawan Utama. (antara)

Dewan Pers Perusahaan Wajib Asuransikan Wartawan Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers, M Ridlo Eisy, menegaskan pentingnya jaminan keamanan bagi wartawan, yang tidak hanya dilaksanakan oleh UU tetapi juga oleh perusahaan pers itu sendiri. Ia mengupas soal ratifikasi perusahaan pers menindaklanjuti Piagam Palembang, dalam sosialisasi dan silaturahmi dengan pimpinan organisasi kewartawan di NTT, pimpinan perusahaan pers dan para wartawan NTT, di Hotel Sasando Kupang, belum lama ini. Faktor penting lainnya, kata Ridlo, jaminan kesejahteraan

wartawan. Selain gaji yang cukup untuk wartawan dan keluarganya, juga jaminan keamanan dalam bentuk asuransi diri bagi wartawan. “Kasihan kan, kalau wartawan dalam melaksanakan tugasnya, misalnya dipukul lalu mati, atau ditembak mati dan keluarganya tidak mendapat apa-apa. Jadi wartawan harus diasuransikan. Biar keluarganya tenang, ada jaminan dari perusahaan pers,” tegasnya. Menindaklanjuti Piagam Palembang, katanya, perusahaan pers di Indonesia akan diverifikasi. Beberapa indikator verifikasi antara lain, pertama, upah wartawan dan karyawan media, minimal sesuai UMP dan dibayarkan 13 kali dalam setahun. Kedua, asuransi untuk perlindungan wartawan. Ketiga, jika tidak melakukan kegiatan pers selama enam bulan berturut- turut, maka tidak diakui sebagai perusahaan pers. Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, mengatakan, dimensi persoalan pers di Indonesia saat ini makin meluas dan mengancam kebebasan pers. Ancaman kekerasan terhadap wartawan dan media pun diperkirakan akan terus meningkat. Dikatakannya, meski sudah ada Undang Undang no 40 tahun 1999 tentang Pers, yang melindungi kebebasan pers, namun ancaman terhadap kebebasan pers masih tetap ada. Kekerasan terhadap insan pers juga terus berlangsung, baik yang berasal dari luar maupun dari pers itu sendiri. “Kekerasan dari luar itu misalnya saja karena penguasa

atau perusahaan yang merasa terusik karena berita di media massa. Sedangkan dari dalam itu misalnya ada wartawan yang memperlakukan sumber berita secara tidak patut. Wartawan marahi sumber berita, bahkan lebih dulu memukul sumber berita,” jelasnya. Ancaman terhadap kebebasan pers, katanya, juga bisa datang dari sistem aturan. Masih ada aturan yang pasal- pasalnya mengancam kebebasan pers. ”Karena itu sejak masih proses pembuatan aturan, Dewan pers selalu meminta dilibatkan agar tidak boleh ada klausul-klausul dalam pasal-pasal aturan yang mengancam kebebasan pers,” katanya. Pers, lanjut mantan Ketua Mahkamah Agung ini, tak hanya melaksanakan visi idealisme melalui pemberitaan, tetapi sudah menjadi industri. Perusahaan pers perlu ditata menjadi perusahaan yang profesional, kompeten dalam hal managemen dan menjamin kesejahteraan karyawannya. Selain mutu managemen perusahaan pers, mutu berita juga sangat penting yakni memberikan informasi yang mendidik masyarakat, tidak hanya mengeksploitasi peristiwa-peristiwa yang tidak mengandung nilai edukasi. Pers, tandasnya, juga harus tampil menawarkan solusi bagi persoalan-persoalan sosial, bukannya menjadi bagian dari persoalan sosial itu sendiri. Tatanan-tatanan nilai lokal harus terus dijaga oleh insan pers dalam pemberitaannya.(Dewan Pers)

Wajah Kita

SOMBONG Kumadang ayat suci menggema. Ku lirik arloji di tangan kiriku, 11.35 WIB. Masih ada waktu, gumamku seraya menghempaskan pantat ke ubin masjid. Ku buka sepatu secara perlahan. Tidak terburuburu karena memang waktu sholat Jumat masih sekitar setengah jam lagi. Masih sambil membuka sepatu, kulihat seseorang, yang menurut pandangan sepintasku adalah pumulung, karena nampak dari pakaiannya yang kumal sembari memanggul karung entah berisi apa, mendekat. Si “pemulung” meletakkan panggulannya di pojok teras masjid. Entah kenapa aku terus memperhatikan. Dari dalam karung, dikeluarkannya bungkusan kecil, yang ternyata berisi sepasang pakaian. Oh ternyata si “pemulung” ingin menyalin pakaian untuk sholat Jumat, aku membathin. Sekejap si “pemulung”

telah berganti pakaian, yang walaupun kembali lagi menurut pandanganku sama kumalnya dengan pakaian sebelumnya. Tapi kuyakin menurut standar si “pemulung” adalah pakaian terbaik yang dipunyanya untuk menghadap sang Khaliq. Astagfirullah, aku menegur diri sendri. Begitu sombongnya aku hingga sempat memberikan penilaian dengan standar yang aku punyai. Hanya Dia sang Maha Tahu-lah yang berhak memberi nilai, pantas atau tidak, layak atau tidak, umatnya yang akan menghadap-Nya. Aku bergegas menuju tempat wudhu dan tak kulihat lagi kemana perginya si “pemulung”. Setelah mensucikan diri, aku kemudian menuju dalam masjid dan selanjutnya melakukan sholat sunat dua raka’at. Sesaat setelah aku melaksanakan sholat sunat, seseorang mengambil tempat tepat di sebelah kananku untuk juga melakukan sholat

yang sama. Usai sholat, orang tersebut menjulurkan tangan untuk bersalaman, dan kusalamin. Eh, si “pemulung” itu ternyata. Entah ini takdir atau memang kebetulan. Sambil kusalamin, aku tersenyum, dan dibalasnya dengan senyuman tulus. Ta k b e b e r a p a l a m a kemudian kotak amal, yang biasa beredar saat Jumatan, berhenti di depanku. Ku buka dompet. Sempat agak lama kotak tersebut berada di hadapanku, karena aku sibuk mencari uang pecahan terkecil yang ada di dompetku. Perlu ku katakan dalam dompet ada lembaran rupiah seratus ribu, lima puluh ribu dan pecahan kecil selanjutnya. Ku tarik lembaran pecahan kecil, tapi tidak kecil-kecil amat sih. Tapi bukan pula lembaran pecahan terbesar (yakinlah itu!!) Kemudian kulipat untuk selanjutnya kumasukkan ke

dalam kotak amal. Selanjutnya kotak amal itu ku geser ke kanan, dan di sambut si “pemulung. Entah kenapa aku menyempatkan diri melirik ke kanan. Usai menerima kotak amal, si “pemulung” langsung membuka dompet, yang kembali lagi, maaf !!!, kumal menurut pandanganku. Jelas ku lihat dalam dompet hanya ada dua lembar pecahan rupiah, dua puluh ribu dan lima ribu. Tanpa pikir lama, lima detikpun tak sampai, si “pemulung” menarik lembaran dua puluh ribu, untuk kemudian dilipat kecil-kecil dan langsung dimasukkan ke dalam kotak amal. Kemudian di gesernya kotak t e r s e b u t k e k a n a n , selanjutnya pandangannya kembali diarahkan ke depan, khusyuk mendengar khotbah. Aku tersentak. Ya Allah, ampuni segala dosaku. Kau tunjukkan kebesaran-Mu dengan cara yang indah namun begitu memukulku, bathinku.

Aku tertusuk, tertampar atau apapun namanya. Namun aku juga terbangun. Ingin ku peluk sambil menangis “pemulung” mulia di samping kananku. Aku, yang dengan segala standar dunia yang ku punyai, di hadapan Allah SWT saja masih menyempatkan diri untuk berpikir memberi yang terbaik dari yang kupunya!!!! Si ‘pemulung”, dari pakaian hingga uang yang untuk hidup sehari-hari saja susah didapatnya, di hadapan-Nya diberikannya yang terbaik. Bahkan nyawa sekalipun, aku yakin itu, akan diberikan untuk sang Maha Pencipta, sang Maha Punya. Ya Allah, terus berikan teguran aku ketika aku sombong. Terus bangunkan aku ketika aku terlalu indah bermimpi. Terus sadarkan aku ketika aku terlalu jauh meninggalkan-Mu.(Kum/tr)

11 Lintas Lembaga

Edisi 03

Tahun VII / Februari 2011


Radio SURGA FM Wadahnya Informasi Rakyat Jombang

Melalui sebuah bangunan berlantai tiga di jalan Wisnu Wardhana 40 B Jombang dipancarluaskan ke saentero kota berbagai informasi yang dikemas dan disampaikan dalam gaya bahasa rakyat dan cara populer. Acara dikemas dalam berbagai acara dengan akronim yang manis. Misalnya WARKOM untuk acara warung komunitas, WARDES untuk acara warga desa atau INTIPS singkatan dari program Informasi dan tips. Radio Komunitas yang awalnya bernama “Radio Swara Komunitas” berdiri pada 1 Mei 2000 merupakan sarana untuk kepentingan bersama kelompok masyarakat untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan informasi. Radio komunitas ini didirikan oleh masyarakat dari 18 desa di 18 kecamatan di kabupaten Jombang dengan maksud mempresentasikan geografi kabupaten Jombang. Catatan perjalanan sejarah radio ini menuturkan bahwa berdirinya radio ini dilihami reformasi politik tahun 1999 yang membawa harapan baru terciptanya iklim demokratisasi di Indonesia. Pada Januari 2001 “Radio Swara Komunitas” sempat berhenti siaran karena masalah psikologis para pengurus dan soal-soal teknis. Namun pada 25 Februari 2003 radio ini berdiri lagi dimotori oleh aktivis mahasiswa di Jombang bersama komunitas miskin kota yang terdiri dari abang becak, pemulung dan pengamen. Nama Radio Swara Komunitas” kemudian para pendiri sepakat merubah nama menjadi “Suara Warga” yang disingkat dengan Surga FM. Topik bahasan yang lekat dengan dengan persoalan dan kebutuhan sehari-hari pendengar radio ini yang didominasi petani,

tukang becak, pemulung, pedagang kaki lima seakan menjadi tema wajib. Ihkwal jaminan kesehatan, pemberdayaan perempuan, irigasi pertanian, bibit bagi petani misalnya diangkat baik yang disampaikan dalam program dapur demokrasi yang merupakan program talkshow atau WARDES kemasan liputan para reporter. Namun kewajiban yang harus dipatuhi sebagaimana layaknya pekerja media setiap penyajian informasi tetap dilakukan dengan memperhatikan Kode Etik Jurnalistik, berusaha dalam keseimbangan dan obyektif. Ini membuat khalayak pendengarnya betah dan menyukai radio Surga FM yang mengudara pada frekuensi 107,7 MHz. Apalagi ditambah dengan program musik yang setiap hari disajikan baik dalam BALADA atau Barisan lagu Dangdut maupun INFAVO singkatan dari Indonesia Favorit. Latar belakang pendirian radio komunitas serta cara berfikir para pendiri dan para pendukung operasional yang umumnya kalangan muda membuat cara dan corak penyampaian informasi yang kritis dan menggelitik. Menggelitik pendengar untuk berinteraksi maupun menggelitik untuk bereaksi. Nada yang provokatif menjadi ciri khas siaran radio ini begitu ucap Muhammad Hasyim salah seorang Dewan

Penasehat Komunitas yang juga sebagai Dewan Redaksi. Semua itu agaknya untuk merealisasikan visi radio komunitas ini untuk mewujudkan masyarakat plural yang kritis, mandiri, egaliter, berdaya dan mampu memperjuangkan hak-haknya. Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada tahun 2007 radio komunitas ini mengembangkan diri dengan menggabungkan jurnalisme radio, internet dan cetak. Program jurnalisme Radio Komunitas Suara Warga didukung oleh Koran Selembar Suara Warga (Kobar Warga) yang dicetak 750 ekspemplar setiap Jumat dan dibagikan gratis kepada anggota komunitas serta lembaga-lembaga dan kantor dinas pemerintah daerah Jombang. Pada awalnya banyak pejabat daerah bahkan oleh kerabat media massa lainnya memandang sebelah mata keberadaan Radio S u a r a Wa r g a . N a m u n k i n i melalui pemberitaan kritis dan berpihak kepada rakyat kecil media ini telah berhasil merebut hati banyak pihak. Kwalitas dan materi siaran yang menarik telah menarik lembaga atau institusi mengajak melakukan kerja sama, memberikan dukungan atau menjadi sponsor kegiatan. (agussb)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.