Komunika Edisi 5 Tahun VII Maret 2011

Page 1

Tabloid Tempel

Halaman

5

Edisi 05

Tahun VII / Maret 2011

4

Perlu Undang-undang Kehidupan Beragama Salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun adalah hak beragama. Bahkan setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut agamanya.

9

Pererat Kesatuan dengan Pekan Kerukunan Umat Beragama

Ratusan orang dari berbagai agama tumpah ruah di Istora Senayan , gedung olahraga bersejarah di Jakarta 6 Februaari lalu. Di antara mereka ada tokoh agama dan tokoh nasional, bahkan utusan PBB. Mereka berkumpul dalam satu keinginan yakni untuk menghembuskan nafas kerukunan antar umat beragama. Tidak hanya di Indonesia, tapi tidak tanggung-tanggung, seluruh dunia.

Indahnya Kerukunan Antar Umat Beragama

Foto : Agus SB

http://www.facebook.com/pages/komunika/85736916984

e-paper : http://www.issuu.com/komunika


Edisi 05

2

Tahun VII / Maret 2011

Beranda

Keberagaman, Kekuatan Bangsa Untuk Maju

Foto : Danang

Suara Publika

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang diciptakan dengan berbagai macam perbedaan. suku, bahasa maupun agama. Perbedaan ini di satu sisi merupakan kekayaan bangsa yang luar biasa. Akan tetapi bila tidak dikelola dengan benar akan berubah menjadi ancaman yang luar biasa besar bagi persatuan dan kesatuan bangsa ini. Pemerintah saat ini hanya mengakui enam agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME. Namun begitu, masih ada kepercayaan lain yang dianut warga di sejumlah daerah di Indonesia. Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini dan pendiri komunitas Sant’ Egidio, Andrea Riccardi, dalam pidato mereka pada pembukaan seminar internasional pada tahun 2009 dengan tema Unity in Diversity: The Indonesian Model for a Society in which to Live Together mengatakan Indonesia dianggap sebagai laboratorium kerukunan umat beragama. Hal ini paling tidak merupakan pengakuan dunia internasional terhadap kerukunan yang telah terbentuk di negara kita. Lalu apa yang harus dilakukan untuk terus menjaga kerukunan yang ada ini, mengingat keberagaman dan kerukunan merupakan aset luar biasa yang dimiliki bangsa ini untuk maju? Tentu saja yang pertama dan utama adalah menjaga kerukunan tersebut agar jangan sampai rusak dan ternoda oleh tindakan-tindakan dan sikap yang memecah belah persatuan NKRI. Ancaman terhadap pecahnya kerukunan yang ada dalam masyarakat di Indonesia sangat

bersama akan mempertinggi intensitas komunikasi, sehingga pemahaman terhadap masing-masing kelompok akan terbentuk yang akan berujung pada sikap toleransi. Namun tentu harus disadari harus selalu dilandasi sikap saling menghargai dan menghormati terhadap masing masing anggota masyarakat. Tokoh agama juga memiliki peran sangat strategis dalam menciptakan dan menjaga kerukunan bangsa ini. Tugas utama mereka adalah memberikan pencerahan kepada umatnya untuk berpegang pada ajaran agama masing-masing , yang di dalam konteks berhubungan dalam masyarakat jelas mengajarkan kasih sayang dan toleransi. Penistaan terhadap agama harus dihindari, karena hal ini merupakan satu hal yang sering dijadikan alasan ketika terjadi benturan antar agama. Prinsip “bagiku agamaku, bagimu agamamu” sangat relevan untuk bangsa Indonesia yang memiliki banyak perbedaan agama ini. Sejumlah benturan yang terjadi belakangan di Indonesia harus kita lihat sebagai terapi yang menyadarkan kita bahwa secara nyata memang ada ancaman terhadap kerukunan yang sudah dimiliki bangsa ini. Pemerintah dan masyarakat harus menyadari dan mengantisipasi untuk menjaga kerukunan bangsa ini, karena kerukunan umat beragama adalah sesuatu yang dinamis yang dapat berubah sesuai dengan perilaku para pendukungnya.(fg)

Fanpage Meresahkan di Facebook

Toleransi Umat Beragama

Tayangan TV mengumbar Konflik

Media Promosi Produk Dalam Negeri

Tolong dilihat dan ditindak sebuah fan page di Facebook mengatasnamakan tayangan TV (Monk Little Dog) memojokkan agama Islam, agak meresahkan juga, jangan sampai terjadi lagi konflik antar agama diindonesia.

Kok masih aja pada berantem ya di negeri yang katanya rakyatnya sopan dan murah senyum? Untuk umat beragama di Indonesia harus memegang prinsip tiap-tiap agama adalah untuk masing masing penganutnya. Selain itu jangan sampai menodai ajaran ketuhanan masing-masing sehingga tidak akan terjadi pergesekan.

Kondisi siaran di stasiun televisi di tanah air menurut saya sudah banyak yang tidak mempertimbangkan efek negatif yang bisa ditimbulkan. Banyak sinetron yang hanya mengumbar konflik dan gaya hidup mewah. Mbok ya pemerintah menegur dan mengontrol siaran mereka demi masa depan generasi penerus kita. Terimakasih.

Banyak potensi daerah yang membutuhkan uluran semua pihak untuk ikut mempromosikan sebagai wujud kampanye cinta produksi dalam negeri. Saya berharap pemerintah yang memiliki penerbitan media, baik untuk kalangan internal maupun yang disebar ke masyarakat ikut membantu mempromosikannya. Biar produk daerah juga dikenal masyarakat, tidak hanya produk-produk bermerk dari

Dwi Narsih via email komunika@ bipnewsroom.info

Kay Kinasih, Jakarta via email komunika@ bipnewsroom.info

desain: Danang, Andi Muslim foto: Agus SB

besar, mengingat keberagaman sebenarnya merupakan faktor yang apabila tidak disikapi dengan bijak akan menimbulkan benturanbenturan, baik secara komunikasi, kepentingan dan lebih lanjut bisa mengakibatkan benturan fisik antar kelompok. Pemerintah sebagai pemegang kendali kepemimpinan nasional telah memberikan sejumlah aturan perundangan yang apabila ditaati oleh masyarakat, akan menjadi sarana pemersatu bangsa yang kaya akan perbedaan ini. Akan tetapi pemerintah tidak bisa berjalan sendiri menciptakan dan menjaga kerukunan ini, mengingat hal ini banyak menyangkut masalah keyakinan dan prinsip-prinsip yang dianut masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai orang yang dipandang dan diteladani oleh kelompok masyarakat tertentu memiliki posisi strategis mengajak masyarakatnya hidup dalam kerukunan. Satu hal yang penting adalah tokoh masyarakat dapat berperan sebagai fasilitator untuk menjembatani komunikasi dan kepentingan di dalam kelompok masyarakatnya yang beragam. Meminimalisir benturan antar kelompok yang berbeda, akan tetapi bukan berarti menghindarkan kontak dan komunikasi antara kelompok-kelompok berbeda dalam masyarakatnya. Justru berusaha membuat sesuatu secara terus menerus yang melibatkan kelompok-kelompok yang ada, sehingga akan membentuk satu tujuan bersama yang mengikat mereka. Disamping itu dengan terjadinya kegiatan

Rahmad, Yogyakarta. via email komunika@ bipnewsroom.info

luar negeri.

Zi Bang, Sragen, via email komunika@ bipnewsroom.info

Sukses! Indonesia dalam Keketuaan ASEAN

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika), Ahmad Mabruri Mei Akbari (Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik). Pemimpin Redaksi: Sadjan (Direktur Pengelolaan Media Publik). Wakil Pemimpin Redaksi: Ismail Cawidu (Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik), Supomo (Direktur Komunikasi Publik), Bambang Wiswalujo (Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi), James Pardede (Direktur Kemitraan Komunikasi), Erlangga Masdiana (Direktur Layanan Informasi Internasional). Sekretaris Redaksi: Elvira Inda Sari N.K. Redaktur Pelaksana: Fouri Gesang Sholeh. Redaktur: Mardianto Soemaryo, Hypolitus Layanan, Endang Kartiwak, M. Taufik Hidayat. Fotografer : Agus Setia Budiawan. Reporter: Dimas Aditya Nugraha (Koordinator reporter), M. Azhar Zainal Iskandar (Koordinator reporter), M. Taofik Rauf (Koordinator reporter), Wiwiek Satelityowati, Suminto Yuliarso, Dewi Rahmarini, Lida Noor Meitania, Karina Listya Widyasari, Agus Triyuwono, RM Donum Theo KMP, Lamini, Wawan Budiyanto. Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo. Desain/ Ilustrasi: Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah, Andi Muslim. Sekretariat Keuangan: Mediari yulian P, Matroji, Djatmadi. Distribusi : Anim, Imron, Wasis. Tata Usaha : Mulyati, Inu Sudiati, Rien A, Lia Ulisari. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841. e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 05

Tahun VII / Maret 2011

Foto : Firmansyah

Utama

Perbedaan, Bukan Ancaman

8 Februari 2011 Jaksa Pengadilan Negeri Temanggung, Siti Mahanim menuntut lima tahun penjara kepada Antonius. Massa yang memenuhi ruang sidang merespon berlebih dan meminta agar Antonius dihukum seberatberatnya. Panas di ruang sidang merembet ke luar. Massa yang sejak pagi memenuhi halaman PN berulah, kemudian melakukan pengrusakan tidak hanya di area pengadilan tapi juga ke berbagai fasilitas. Massa bahkan melakukan pembakaran. Kaca-kaca jendela pecah, sebagian tembok PN Temanggung rusak. Bahkan, satu truk pengendalian massa (dalmas) milik polisi dibakar. Mirisnya lagi tiga gereja di Temanggung menjadi sasaran. Lima motor, tiga mobil pribadi dan dua truk polisi hancur diamuk massa. Dua hari sebelumnya, Cikeusik Pandeglang Banten juga berdarah. Asal muasal tragedi bermula ketika jamaah Ahmadiah bersama pimpinan daerah Ahmadiyah Pandeglang, Ismael Suparman, menggelar pertemuan. Warga setempat menolak dan mengancam akan melakukan penertiban. Namun tanpa terkendali massa langsung bertindak. Tiga pengikut Ahmadiyah kemudian jadi korban. Hormat Menghormati Sesama Pagi masih sedikit berkabut, ketika Komunika tiba di kelurahan Cipocok Jaya Serang Banten. Riuh canda dan tawa pelajar Sekolah Dasar Cipocok terdengar di kejauhan ketika Komunika menyusuri jalan desa. Sama seperti desadesa lainnya, warga di pagi hari ramai dengan berbagai aktivitas. Di suatu pertigaan, segerombolan pengojek

nampak asik bercengkerama. Sesekali terdengar gelak tawa dari mereka. “kalau premium naik, tarif kita naik juga. Apa masih ada yang akan naik ojek ya?,” kata salah seorang tukang ojek sambil menghembuskan asap rokok kreteknya. “ Ya a d a l a h . R e j e k i i t u datangnya dari yang kuasa. Mau harga naik atau turun, kalau Gusti Allah ngasih, ya rejeki akan datang. Makanya rajin-rajin beribadah,” jawab pengojek lain. Obrolan para pengojek terhenti sejenak ketika dua pemuda berpakaian r a p i m e n g h a m p i r i . Ta n p a menyebutkan tujuan, keduanya masing-masing naik ke motor. Beberapa detik kemudian dua pengojek dan penumpangnya tersebut melaju. “Nah, liat tuh. Rajin beribadah mereka. Pagipagi udah rapi ke gereja,” kata tukang ojek lain, melanjutkan obrolan yang terhenti. Pengojek yang bernama Suyadi (38th) itu kemudian

mengantarku ke kantor Kelurahan. Sama juga dengan desa-desa lainnya, kantor kelurahan Cipocok Jaya pagi itu terlihat sepi. Hanya empat pegawai yang nampak duduk santai di kursi belakang meja masing-masing. Di sebuah warung kopi di depan halaman kantor kelurahan, Suyadi kembali terlibat obrolan dengan beberapa warga. Namun kali ini obrolannya terkait tragedi Cikeusik beberapa waktu lalu. “Seharusnya Ahmadiyah itu bikin agama sendiri saja. Coba kalau agama sendiri, mungkin tidak akan terjadi kekerasan lagi,” ujar Suyadi. Kepada Komunika, Suyadi kemudian bercerita bahwa tingkat kerukunan agama di Serang sesungguhnya sangat tinggi. Hormat menghormati antar sesama umat beragama dikatakannya menjadi hal yang selalu dijunjung warga Serang. Sebagai contoh, ketika hari raya Idul Fitri, seluruh warga yang memang mayoritas muslim menyambut dengan suka cita. Namun, ketika perayaan Natal tiba, warga yang merayakannya, tetap merayakan tanpa gangguan. “Bahkan ketika isu bom ramai, warga muslim ikut berjaga mengamankan tempattempat ibadah non muslim,” ujar Suyadi. Namun ketika menyinggung tragedi Cikeusik, Suyadi mengatakan jika kasus tersebut bukanlah kerukunan beragama yang luntur di Serang, melainkan masalah penistaan agama. “Setahu saya Ahmadiyah

kan ngakunya Islam, tapi kok nabinya berbeda. Mungkin ini yang bikin warga emosi,” ujarnya serius. Rukun Yes, Anarkis No Sebelum tragedi Cikeusik, Provinsi Banten memang dinyatakan sebagai salah satu provinsi dengan tingkat kerukunan antar umat beragama yang tinggi. Ini terbukti dari dianugrahkannya provinsi ini Amal Bhakti oleh Kementerian Agama. Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah menegaskan selama ini pihaknya memang terus membangun kebersamaan dan kerukunan umat beragama sehingga tidak ada kejadian gangguan keamanan yang berkaitan dengan suku agama ras dan antar golongan (SARA). “Kerukunan umat beragama di Banten sudah terbangun sejak jaman kesultanan. Hal ini bisa dibuktikan dengan sejumlah bangunan tempat ibadah yang saling berdekatan,” kata Atut. Terkait tragedi Cikeusik beberapa bulan lalu, Ratu Atut mengaku kejadiannya berlangsung cepat dan tibatiba, sehingga mengagetkan berbagai kalangan yang telah berupaya menjalin kebersamaan dan menghindarkan segala tindak kekerasan. Sejumlah tokoh di Banten kemudian menggalakkan upayaupaya pemahaman kepada warga agar mendahulukan upaya musyawarah untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Sosialisasi dan pemahaman terus digalakkan hingga ke seluruh kelurahan. “Intinya segenap elemen disini mengecam tindakan

3

anarkis,” kata Lurah Cipocok Jaya, TB. Hari Dakrita. Pemerintah Daerah bersama Majelis Ulama Indonesia, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan sejumlah pihak terkait, menyambungnya dengan upaya optimalisasi kordinasi dan komunikasi dalam pembinaan masyarakat. Ketua Kerukunan Antarumat Beragama Kabupaten Lebak, KH Baidjuri bahkan menjamin wilayahnya hingga saat ini tenteram dan damai dan tak ada masalah yang berarti dalam masyarakat yang hidup dalam perbedaan keyakinan. “Sejak dulu kerukunan umat beragama di sini sangat kondusif dan damai. Hubungan kita dengan agama lain sangat baik dan menghargai keyakinan mereka. Begitu pula mereka juga sangat menghargai kita,” ujarnya. FKUB sendiri terus mengintensifkan pembinaan kepada semua agama yang dianut masyarakat Kabupaten Lebak. Pertemuan-pertemuan rutin antar tokoh-tokoh agama, kata Badjuri, juga sering dilakukan. Hal ini tak lain untuk menjalin hubungan yang lebih baik disamping harmonisasi antarumat beragama. Perbedaan keyakinan dalam hidup bermasyarakat, memang seharusnya tidak dipandang sebagai satu ancaman keutuhan bangsa. Perbedaan seharusnya dijadikan kekuatan untuk maju menjadi bangsa yang lebih besar. Kekuatan untuk maju dan bersaing dengan bangsa lain. Bukan malah untuk saling menghancurkan antar sesama, seperti yang telah terjadi di Temanggung dan Cikeusik. (tr/


Quotes:

Quotes:

Cendekiawan, Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta

Wawancara

Azyumardi Azra

“Jangan membuat hal-hal yang dapat menyinggung kerukunan dan perasaan keagamaan, orang atau kelompok. Jangan melakukan sesuatu yang menodai kerukunan. Ini penting satu sama lain saling menghormati,”.

Foto : Istimewa

Menteri Agama Suryadharma Ali Foto : Agus SB

4

Edisi 05

Tahun VII / Maret 2011

Perlu UU Kehidupan Beragama Salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun adalah hak beragama. Bahkan setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut agamanya. Negara menjamin kemerdekaan memeluk agama, sedangkan pemerintah berkewajiban melindungi rakyatnya dalam melaksanakan ajaran agama dan ibadat, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Bagaimana nilai-nilai toleransi antar umat beragama saat ini, berikut petikan wawancara Cendikiawan Azyumardi Azra yang di rangkum Komunika dari berbagai sumber. Konflik SARA beberapa kali terjadi. Lunturkah kerukunan antar umat beragama di Indonesia? Persoalan kerukunan umat beragama merupakan persoalan kompleks. Untuk itu kita harus lihat dalam beberapa level kemudian baru kita bisa mendapatkan perspektif yang lebih akurat dan objektif. Ada dua level disini, pertama ada pada tataran teologis dan doktrin. Disini negara tidak campur tangan dan tidak mengatur bagaimana sebuah doktrin agama seharusnya diterjemakan atau dielaborasi. Nah pada level ini biarkanlah para pemuka agama ataupun fungsionaris

agama yang bergerak. Pada level doktrin-teologis seperti ini, harus diakui memang di dalam agama-agama tertentu masih ada kerangka teologis dan doktrinal yang mungkin belum terlalu compatible yang bisa mendorong terjadinya konflik. Dalam hal tertentu diperlukan reinterpretasi, rekontekstualisasi yang mendukung terciptanya kerukunan yang lebih kuat dan lebih dalam lagi. Ini diperlukan untuk, misalnya saja kerangka doktrinal bahwa agama sendiri yang paling benar dan agama orang lain salah semua. Ataupun memandang bahwa setiap orang diluar agamanya sendiri harus menjadi sasaran untuk mendapatkan kebenaran dan diselamatkan. Para pemuka agama, ulama maupun pendeta juga meninjau atau melihat kembali aspek-aspek tertentu dari teologi dan doktrin agama masing-masing. Kirakira mana yang mungkin dalam konteks masyarakat yang majemuk, masyarakat yang plural di Indonesia ini mungkin perlu direinterpretasi, direkonteksualisasikan Dari sisi kehidupan sosial kemasyarakatan? Itu level kedua, kehidupan kemasyarakatan dimana umat beragama adalah warga negara Indonesia. Karena itu perlu diatur dalam konteks

hubungan sosialnya. Di Inggris misalnya ada UU anti blush remy. Jadi dalam kehidupan sosial, dilarang menghina agama orang lain. Seorang warganegara dalam konteks penganut agama berkewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang bisa mengacaukan kehidupan beragama. Bagaimana dengan beberapa konflik yang terjadi? Beberapa konflik yang terjadi saat ini, menurut saya itu hanya mengatasnamakan agama saja. Ada persoalan-persoalan yang lebih kompleks yang mengitari persoalan-persoalan itu yang kemudian bermuara pada konflik menggunakan agama sebagai justifikasi. Misanya kasus Poso dan Ambon beberapa waktu silam. Persoalannya lebih bermula dari persoalan-persoalan politik, kekuasaan, ekonomi dimana agama dijadikan sebagai titik pemersatu ataupun titik untuk membenarkan kekerasan. Lalu? Indonesia perlu segera memiliki Undang-Undang Kehidupan Beragama yang mengatur tentang hubungan antar umat beragama dan sesama agama guna mengantisipasi terjadinya kekerasan. Selama ini yang ada hanya surat keputusan bersama (SKB) tiga Menteri yang bersifat sementara. Padahal saat ini dibutuhkan aturan yang permanen dalam bentuk undangundang sehingga memiliki dasar hukum yang lebih kuat. Didalamnya juga mengatur sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap pelanggarnya. Dengan adanya undang-undang tersebut akan mengatur hubungan antar umat beragama sehingga tidak lagi kebablasan dan terjadinya berbagai gesekan di antara kalangan umat beragama. Dengan adanya aturan yang jelas, masyarakat akan lebih rukun dan tenang dalam menjalankan agama masing-masing. Disamping itu masyarakat tentunya juga akan lebih sensitif dan berhati-hati untuk melakukan hal-hal yang menodai agama lain. (tr/

“Kemurnian ajaran agama penting dibicarakan agar umat khususnya agama bersangkutan tahu dan tidak salah tafsir. Karena kesalahan inilah yang bisa memicu permasalahan atau konflik-konflik itu,”

Pdt Yuny Jones Akal Th.D. (Ketua FKUB Malinau, Kaltim) (sumber:Berita Kaltim)

“Kerukunan antarumat beragama perlu dikondisikan melalui program kegiatan bersama,”

Pandita Supardjo (pemuka Budha,Semarang): (sumber:Suara Merdeka)

‘’Tiap umat hendaknya jangan memicu timbulnya konflik antarumat beragama,’’ Ketut Darmaja (pemuka Hindu, Semarang) (sumber:Suara Merdeka)

”Agar kerukunan umat beragama tidak terusik, tiap pihak harus menyamakan persepsi terkait pemahaman dan pemaknaan dalam kehidupan bersama,”

Jiosheng Hui Oie (pemuka Konghucu,Semarang) (sumber:Suara Merdeka)

‘’Kita harus selalu menyebarkan kedamaian untuk umat termasuk saling mendoakan menurut agama masing-masing,’’

Romo Aloysius Budi Purnomo (pemuka Katolik, Semarang): (sumber:Suara Merdeka)


7

Diterbitkan oleh :

DITJEN INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIK KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Tabloid Tempel

Edisi 05

Tahun VII / Maret 2011

Foto : Agus SB

Toleransi yang

Tak Akan Pernah

Pupus

Periode silam, Indonesia dikenal sebagai negara dengan toleransi antar umat beragama yang tinggi. Semuanya berjalan dengan sempurna. Mesjid didirikan berdampingan dengan gereja, ataupun pura. Doa bersama antar umat beragama kerap digaungkan. Puluhan tahun toleransi antar umat beragama nyaris tanpa cacat.

Memasuki era reformasi, nilainilai toleransi itu dinilai beberapa kalangan perlahan luntur. Mulai dari konflik Ambon, kemudian berlanjut konflik Poso muncul sebagai berita utama di media-media. Yang lebih dahsyat lagi tentu teror bom yang muncul dimana-mana. Tak lekang dari ingatan bagaimana tragedi bom Bali meluluhlantahkan negeri para dewa. Te r a k h i r a d a l a h t r a g e d i Cikeusik dan Temanggung. Media yang secara terus menerus mengulas insiden-insiden ini turut mempertebal anggapan bahwa nusantara telah penuh oleh rakyat yang selalu anarkis. Masyarakat yang main hakim sendiri. Lalu, seperti inikah wajah negeri ibu pertiwi sesungguhnya? Harus diakui, berbagai tragedi berdarah tersebut telah mencoreng nilai-nilai kerukunan yang menjadi ciri bangsa. Seluruh elemen bangsa mengutuk dan mengecam tindak anarkis dan main hakim sendiri. ”Presiden mengecam keras tindakan anarkis yang dilakukan sekelompok orang yang merusak fasilitas peribadatan dan fasilitas keagamaan lain,” ujar Menko Polhukam Djoko Suyanto, beberapa waktu lalu.

6

Kerukunan Yang Tetap Tinggi Telah lunturkah sesungguhnya nilai-nilai luhur kerukunan antar umat beragama masyarakat Indonesia? Tidak sama sekali. Banyak daerah lain yang masyarakatnya terus menjunjung tinggi saling menghargai antara

sesama. Tengok Tomohon, salah satu kota di Sulawesi Utara. Sejarahnya kota ini dijuluki Benteng Kristiani di Indonesia Timur. Dan ini bertahan hingga kini. Namun kenyataannya, komunitas muslim hidup tentram dan damai di Kota ini. Mereka berbaur dengan warga setempat, berbahasa daerah yang sama. Walau minoritas, mereka mendapat perlakuan sama oleh kaum mayoritas. Tak ada perbedaan. Masih di Sulawesi Utara, tepatnya di desa Kanonang, Kecamatan Kawangkoan. Namanya Bukit Kasih. Di sini para penganut berbagai agama dapat berkumpul,

Ada pertikaian memang. Tapi masih lebih banyak lagi masyarakat yang menganggap perbedaan bukan alasan untuk saling serang, melainkan penguat rasa kebangsaan.

beribadat dan bermeditasi di alam terbuka yang sunyi dan hening. Di bukit ini terdapat rumah ibadah seluruh agama yaitu Gereja Katolik, Vihara, Pura, Mesjid dan Gereja Protestan dibangun berdampingan yang masing-masing bangunannya cuma berjarak lima langkah saja. Pun demikian di Palembang,

Sumatera Selatan. Kelompokkelompok etnis dengan berbagai suku bahasa lokal dan dialeg hidup menyatu. Ogan, Komering, Semendo, Pasemah, Gumai, Lintang, Musi Rawas, Meranjat, Kayu Agung, Ranai, Kisam dan masih banyak lagi menyebar dan hidup damai. Mayoritas penduduk adalah pemeluk agama Islam, jumlahnya mencapai 95,16 persen. Sisanya Kristen 1,16 persen, Katolik 1,29 persen, Hindu 0,86 persen serta agama Budha 1,53 persen. ”Namun begitu kami semua hidup rukun dan berbaur. Semua menjunjung tinggi sikap saling toleransi,” ujar Sarimudo, MT, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Sumatera Selatan ketika dijumpai Komunika. Penguat Rasa Kebangsaan Kehidupan saling toleran ini pulalah yang menjadi dasar Kementerian Agama RI mengganjar Alex Noerdin sang gubernur, Herman Deru, bupati OKU Timur dan Edi Santana Putra, walikota Palembang dengan penghargaan Amal Bhakti. Ketiganya dianggap sebagai kepala daerah yang mampu menjaga kebersamaan masyarakatnya di tengah-tengah perbedaan budaya, suku, bahkan agama. ”Masing-masing umat beragama saling menjaga dan saling menghormati satu dengan lainnya,” ujar Sarimudo. Lebak, yang notabene menjadi tetangga dekat Cikeusik di Banten, juga serupa. Ketua Kerukunan Antarumat Beragama Kabupaten Lebak KH Baidjuri bahkan menjamin tingginya nilai-nilai saling menghormati perbedaan anta sesama warga. ”Hubungan kita dengan agama lain sangat baik dan menghargai keyakinan mereka. Begitu pula mereka juga sangat menghargai

kita,” katanya. Jadi, pupuskah nilai-nilai toleransi kita? TIDAK!. Ada pertikaian memang. Tapi masih lebih banyak lagi masyarakat yang menganggap perbedaan bukan alasan untuk saling serang, melainkan penguat rasa kebangsaan. Banyak perbedaan, tapi semuanya akan jadi satu dalam kesatuan NKRI. (wiwiek/tr)


8

Perlu UU

Kehidupan Beragama Bagaimana kehidupan beragama di Indonesia saat ini?

Cendekiawan, Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta

Ada dua level kehidupan beragama dalam suatu Negara. Level pertama ada pada tataran teologis dan doktrin dimana negara tidak campur tangan dan tidak mengatur bagaimana sebuah doktrin agama seharusnya diterjemakan atau dielaborasi. Pada level ini para pemuka agama ataupun fungsionaris agama yang bergerak. Dalam hal tertentu pada level ini diperlukan reinterpretasi, rekontekstualisasi yang mendukung kepada terciptanya kerukunan yang lebih kuat dan lebih dalam lagi. Para pemuka agama, ulama maupun pendeta meninjau atau melihat kembali aspekaspek tertentu dari teologi dan doktrin agama masing-masing. Kira-kira mana yang mungkin dalam konteks masyarakat yang majemuk, masyarakat yang plural di Indonesia ini mungkin perlu direinterpretasi, direkonteksualisasikan Kehidupan sosial kemasyarakatan? Level kedua, kehidupan kemasyarakatan dimana umat beragama adalah warga negara Indonesia. Karena itu perlu diatur dalam konteks hubungan sosialnya. Di Inggris misalnya ada UU anti blush remy. Dalam kehidupan sosial, dilarang menghina agama orang lain. Seorang warganegara dalam konteks penganut agama berkewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang bisa mengacaukan kehidupan beragama.

Azyumardi Azra Beberapa konflik yang terjadi, ada persoalan-persoalan yang lebih kompleks yang mengitari persoalan-persoalan itu yang kemudian bermuara pada konflik menggunakan agama sebagai justifikasi. Lalu? Indonesia perlu segera memiliki UndangUndang Kehidupan Beragama yang mengatur tentang hubungan antar umat beragama dan sesama agama guna mengantisipasi terjadinya kekerasan. Selama ini yang ada hanya surat keputusan bersama (SKB) tiga Menteri yang bersifat sementara. Padahal saat ini dibutuhkan aturan yang permanen dalam bentuk undang-undang sehingga memiliki dasar hukum yang lebih kuat. Didalamnya juga mengatur sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap pelanggarnya. Dengan adanya undang-undang tersebut akan mengatur hubungan antar umat beragama sehingga tidak lagi kebablasan dan terjadinya berbagai gesekan di antara kalangan umat beragama. Dengan adanya aturan yang jelas, masyarakat akan lebih rukun dan tenang dalam menjalankan agama masing-masing. Disamping itu masyarakat tentunya juga akan lebih sensitif dan berhati-hati untuk melakukan hal-hal yang menodai agama lain. (tr/

Seruan Bersama Pemerintah Provinsi NTT Bersama Pemimpin Agama-Agama NTT Sehubungan dengan berbagai peristiwa kekerasan mengatasnamakan agama yang terjadi di tanah air belakangan ini, maka Pemerintah Prov. NTT bersama Para Pemimpin Lintas Agama menyampaikan seruan bersama sebagai berikut : Pertama; Masyarakat NTT yang cinta damai dan anti kekerasan, agar tetap tenang dan senantiasa menjaga kerukunan antara pemeluk agama serta tidak terprovokasi dengan berbagai isu dan aksi kekerasan di daerah lain belakangan ini. Kedua; Masyarakat NTT meningkatkan dialog dan komunikasi antar umat lintas agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan mahasiswa serta komponen strategis masyarakat terkait lainnya untuk mencegah semua jenis konflik dan tetap menjaga kerukunan yang telah terpelihara di Provinsi NTT selama ini. Ketiga; Menghimbau dan mendukung Aparat Kemanan menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah NTT guna menciptakan suasana damai dan kondusif di tengah-tengah masyarakat NTT. Seruan Bersama ini disampaikan untuk menjadi perhatian bersama. Tuhan Memberkati ttd Gubernur dan Wakil Gubernur Prov. NTT, Uskup Agung Kupang, Sinode Gereja Masehi Injili Timor, Majelis Ulama Indonesia Prov. NTT , Ketua PHDI NTT

Toleransi di Vihara Avalokiteswara Foto : DNF

Vihara yang konon telah berdiri sejak abad ke 17 di pulau penghasil garam terbesar di Indonesia itu menjadi saksi toleransi antar penganut umat beragama. Siang itu panas dan berangin, di halaman vihara, Tjipto, Sudarwan dan Onggodo menyiapkan kertas bagi umat Budha yang akan bersembahyang di vihara itu. Saat ketiganya asyik bekerja, sayup-sayup terdengar suara azan Dhuhur dari kejauhan. Onggodo yang beragama Budha mengingatkan rekannya untuk melaksanakan sholat dhuhur di mushola yang berdiri di samping vihara. Pegawai vihara ada 15 orang, mayoritas beragama Islam. “Meskipun bekerja di vihara, saya merasa nyaman dalam menjalankan keyakinan saya,” terang Cipto yang telah bekerja di vihara itu selama 3 tahun. Hal tersebut diamini Sudarwan yang sudah 7 tahun bekerja di vihara yang sudah berdiri sejak abad 17. Sikap Toleran Di daerah pesisir iti hanya sumur di area vihara yang memiliki sumber air tawar. Namun begitu masyarakat leluasa keluar masuk wilayah vihara mengambil air bersih untuk keperluan sehari-hari ataupun berwudu untuk sholat di mushala. “Masyarakat sekitar juga bebas menggunakan fasilitas-fasilitas olahraga atau kesenian di gedung pertunjukan kesenian vihara sebagai sarana hiburan”, kata Kosala Mahinda, Ketua Yayasan Vihara Avalokitesvara Madura Kosala menyatakan, meskipun berada dalam lingkungan mayoritas penduduk muslim, namun tidak pernah terjadi konflik ataupun benturan yang berarti. Hal ini didasari oleh sikap saling menghargai keyakinan masingmasing sudah membudaya di wilayah pesisir selatan pulau Madura yang penduduknya bekerja sebagai petani

dan nelayan itu. “Keyakinan adalah hak setiap individu, semua mempunyai hak dalam beribadah. Meskipun beda agama dan tempat ibadahnya juga berbeda semua harus tetap saling menghormati”, ujarnya. Tempat Ibadah “unik” Vihara yang terletak di Pamekasan, Madura, Jawa Timur itu terbilang unik karena bersanding dengan tempat ibadah umat beragama lain. Karena keunikan tersebut tahun 2010 Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) mencatat, Vihara Avalokistesvara sebagai kelenteng terunik, karena di dalamnya terdapat bangunan Pura dan mushala, dua tempat ibadah umat beragama yang berbeda yang penganutnya hidup rukun dan berdampingan. Berdirinya Vihara ini berawal ditemukannya patung Dewi Kwan Im dengan ukuran yang terbilang besar pada masa Majapahit oleh seorang warga bernama Burung. “Akhirnya Umat Budha yang tinggal di daerah ini memutuskan membangun vihara di tempat ini,” tutur Kosala. Adapun mushola yang berdiri di lokasi Vihara pada awalnya merupakan bagian dari rumah yang tanahnya menjadi lahan perluasan, dan dibiarkan tetap berdiri dan digunakan untuk sholat hingga sekarang. Sedangkan pura di tempat itu dibangun belakangan agar umat Hindu di Pamekasan tidak kesulitan mencari tempat ibadah. “Kapolres meminta kepada ayah saya yang waktu itu ketua yayasan Vihara Avalokitesvara agar bisa mendirikan pura di wilayah vihara” ujar Kosala yang hanya bisa menghafal 4 generasi sisilah keluarga pengurus Vihara pendahulunya. Te m p a t i n i b a n y a k didatangi pengunjung dari Jakarta, Surabaya dan Singkawang, baik hanya sekedar berwisata ataupun benar-benar beribadah. “Tapi menurut saya ini tempat ibadah, bukan tempat wisata,” ucapnya sambil tertawa. (Danang)

5


Peran Seorang Tokoh

Foto : Agus SB

Oleh : Khairul Anwar BNP2TKI

“Anda dapat membangun identitas suatu bangsa dengan fleksibilitas dari masyarakat yang ada dengan proses yang berlangsung terus-menerus namun tentu tanpa menerapkan kekerasan,” begitu ujar Prof. Jacques Bertrand, penulis buku Nationalism and Ethnic Conflict ini Indonesia. Identitas kita sebagai bangsa saat ini seolah lenyap. Kekerasan seolah-olah begitu sering terjadi. Masyarakat begitu cepat mengambil kesimpulan untuk menyelesaikan masalah. Dahulu, keberagaman agama yang ada di Indonesia menjadi hal yang biasa. Semua hidup rukun dan bersatu dalam genggaman ibu pertiwi. Budaya toleransi begitu tinggi. Tak ada kecemasan perpecahan antar umat beragama. Lihatlah bagaimana bangunan mesjid dan gereja yang selalu berdiri berdampingan. Begitu pula dengan bangunan-bangunan ibadah agama lainnya. Namun kini, perpecahan seolah rentan terjadi di tengah masyarakat kita. Lunturkah nilai-nilai toleransi kita? Sesungguhnya tidak. Nilainilai itu masih kuat tertanam. Di beberapa daerah masih akan sangat mudah kita jumpai kebersamaan yang erat antara umat beragama. Datanglah ke kota Manado Sulawesi Utara ketika perayaan hari besar keagamaan. Kota

“Kawanua” ini adalah kota dengan penduduk mayoritas N a s r a n i . Ta p i h o r m a t menghormati dengan pemeluk agama lainnya sangat tinggi. Idul Fitri misalnya, ketika warga muslim melaksanakan sholat di mesjid, saudara-saudara lainnya yang beragama nasrani terlihat membantu menjaga keamanan. Begitupun sebaliknya, ketika Natal tiba. Ketika ada kegiatan gotong royong, seluruh masyarakat akan melebur

Kota “Kawanua” ini adalah kota dengan penduduk mayoritas Nasrani. Tapi hormatmenghormati dengan pemeluk agama lainnya sangat tinggi. menjadi satu, tiada pandang perbedaan agama. Bahkan banyak diantara masyarakat di Manado, khususnya yang beragama Nasrani akan merasa berdosa, saat jamuan makan, tidak memberitahu makanan itu haram atau halal. Begitu pula

jika berkunjung ke NTT. Di sana masyarakat beragama Islam, Nasrani , Hindu dan Budha hidup berdampingan dan saling “tepa selira”. Harus diakui, beberapa daerah terjadi kekerasan berbau SARA. Tapi itu terjadi karena lebih “ditunggangi” kepentingankepentingan tertentu. Kepentingan-kepentingan yang selalu mengatasnamakan kebenaran. Tapi harus disadari, sebagian besar masyarakat kita masih sadar bahwa kebenaran bukanlah kekerasan. Kekuatan bangsa Indonesia adalah banyaknya ragam budaya dan agama. Jika ini disatukan akan bisa menjadi kekuatan untuk maju bersaing dengan bangsa lain. Nah, salah satu cara yang paling ampuh untuk menghindari ancaman perpecahan, adalah meningkatkan peran tokohtokoh agama dan masyarakat. Tokoh-tokoh agama akan selalu menjadi motivator bahkan inspirator bagi para pengikutnya. Tokoh-tokoh masyarakat mampu memberi pencerahan, jalan, semangat dan penguatan masyarakat di lingkungan terkecil. Indonesia bukanlah negara agama, tapi Indonesia adalah negara beragama. Dan, demokrasi adalah dasar untuk mendukung keberagaman. karena demokrasi menghormati hak masing-masing indvidu.

Perluas Pemahaman Oleh : Muhammad Rizky Sadif Mahasiswa Tugas Belajar Pascasarjana Universitas Hasanuddin Jurusan Ekonomi Sumberdaya Staf Pemerintah Kota Baubau

Usai tragedi Ambon, Poso dan bom Bali, penyerangan jemaah Ahmadiyah oleh warga Cikeusik, Pandeglang, Banten, Minggu (6/2/2011) beberapa waktu lalu mengejutkan berbagai pihak. Tidak hanya masyarakat, berbagai elemen dalam negeri bahkan luar negeri mengutuk peristiwa tersebut. Masih terbayang tragedi Cikeusik, Temanggung juga bergolak. Puluhan massa yang tergabung dalam salah satu ormas bertindak anarkis dan menghancurkan beberapa tempat ibadah gereja. Ini menjadi bukti bahwa toleransi antarumat bergama masih menjadi hal yang rentan pecah di negeri ini. Sangat disayangkan memang. Leluhur bangsa ini seolah merintih usai menanam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dalam aliran darah anak cucunya. Anarkisme dan tindakan main hakim sendiri ini membuka mata kita, di tengah masyarakat arogansi dan potensi perpecahan masih sangat tinggi, khususnya terkait sentimen beragama. Bhineka Tunggal Ika seolah

tercabik. Padahal dahulu, negeri ini menjadi salah satu negara rujukan toleransi beragama dan suku. Bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang mengagungkan keluhuran dan pentingnya saling hormat menghormati antar sesama. Walaupun dipisahkan oleh pulau-pulau yang jauh, masyarakat Indonesia terkenal dengan budaya tolong menolong dan keramahannya. Kejadian-kejadian anarkisme dan main hakim sendiri di tengah masyarakat kita saat ini tidak hanya menodai nilai luhur Bhinneka Tunggal Ika, tapi juga mencampakkan arti perjuangan para pendahulu. Para pahlawan seolah tiada guna mengorbankan keringat, darah hingga nyawa untuk mempersatukan rakyat Indonesia. Para founding fathers dan leluhur bangsa ini padahal telah mencontohkan bagaimana saling menghormati antarumat beragama. Mulai dari zaman Hindu-Budha hingga Islam menjadi mayoritas di bangsa ini. Saat perjuangan, mereka tidak memandang dari agama dan suku mana. Mereka hanya tahu dan lantang berseru, satu bangsa, Bangsa Indonesia!. Perpecahan dan saling pukul dengan isu agama sesungguhnya tidak perlu terjadi. Mungkin sistem pendidikan agama kita yang perlu diperkuat namun dengan tetap memandang kehidupan masyarakat kita yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Sejak kecil masyarakat kita selalu ditekankan bagaimana beribadat yang baik dan benar. Dalam

Islam, terus diajarkan bagaimana membaca Al Quran yang benar. Bagaimana sholat yang benar, ataupun ajaran fikih lainnya. Pun agama Kristen, diajarkan bagaimana cara misa yang benar, bernyanyi, dan tata cara ibadat lainnya. Demikian juga ajaran agama yang lain. Harus diakui, sebagian besar pengajaran lebih pada ritual ibadat. Akibatnya, kita terpola dalam pikiran yang sempit. Terpola bahwa hanya ajaran kita-lah yang baik dan benar. Diluar itu salah. Padahal negara kita bukanlah negara agama. Negara kita terdiri dari beragam suku dengan agama yang masingmasing berbeda. Sangat penting menanamkan pola pikir untuk saling menghormati pemeluk agama lain. Memahami dan menghargai kebebasan masyarakat untuk memeluk agama lain. Sudah saatnya guru-guru di sekolah-sekolah atau Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) atau di sekolah minggu atau sekolah agama lain mengambil peran itu. Peran sebagai pemberi pemahaman akan menghormati pemeluk agama lain. Peran yang menanamkan nilai toleransi pada murid-muridnya. Jika dianggap perlu untuk dimasukkan dalam kurikulum sekolah, sebaiknya masukkan. Saatnya kita bersatu padu membangunkan jiwa yang hilang. Jiwa yang tertanam dan menjadi warisan luhur para pendiri bangsa, Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda Tapi Tetap Satu. Saatnya perbedaan menjadi kekuatan untuk menjadi satu kesatuan demi terwujudnya Indonesia yang harmonis.

9 Opini

Edisi 05

Tahun VII / Februari 2011


10

Edisi 05

Tahun VII / Maret 2011 Aceh

Pererat Kesatuan dengan

Pekan Kerukunan Umat Beragama

Lintas Daerah Sumatera Utara

FKUB Sumut: Agama Bukan Alasan Untuk Melakukan Kekerasan

Gegap gempita, ratusan orang dari berbagai agama tumpah ruah di Istora Senayan , gedung olahraga bersejarah di Jakarta 6 Februari lalu. Di antara mereka ada tokoh agama dan tokoh nasional, bahkan utusan PBB. Mereka berkumpul dalam satu keinginan yakni untuk menghembuskan nafas kerukunan antar umat beragama. Tidak hanya di Indonesia, tapi tidak tanggungtanggung, seluruh dunia.

“The World Interfaith Harmony Week 2011” adalah pesta umat yang disebut Ketua Presidiumnya Din Syamsuddin sebagai Pekan Kerukunan Antarumat Beragama Dunia. Kegiatan ini merupakan wujud komitmen dan kepedulian masyarakat dunia dalam mempromosikan nilai-nilai saling percaya dan saling pengertian di antara berbagai agama. Tujuannya, menciptakan tata dunia yang damai dan harmonis “Acara ini merupakan agenda resmi PBB yang bertujuan untuk mengkampanyekan pentingnya kesadaran kehidupan antaragama yang harmonis,” kata Ketua Presidium InterReligious Council (IRC) Indonesia Din Syamsuddin dalam sambutannya di Istora Senayan Jakarta, Minggu Din menambahkan, acara itu juga menjadi wahana mempertemukan tokoh lintas

Foto : Evi

Daerah

Sumatera Utara

Pemahaman bersama tentang kerukunan harus dilakukan. Pasalnya bangsa ini yang tadinya sangat santun dan sopan, tapi sekarang justru sering terjadi kekerasan yang mengatasnamakan agama. “Konsepnya kita tahu bahwa agama itu merupakan kompas sebagai penunjuk arah bagaimana kita hidup dengan aman dan damai di permukaan dunia ini. Tapi yang terjadi sekarang agama malah dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan,” ujar Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut Dr H Maratua Simanjuntak, pada pembukaan dialog tentang Keharmonisan Dalam Bingkai Jati Diri Bangsa di Medan. Menurut Maratua, pemahaman bersama itu dilakukan saat FKUB melakukan dialog dengan pemuka agama, tokoh masyarakat dan pendakwa agama serta pemuda dan lapisan masyarakat lainnya.Maratua menambahkan , jatidiri merupakan modal dasar kerukunan. Tampil sebagai nara sumber pada dialog tersebut Prof Dr H Nur A Fadhil Lubis MA dan Prof Dr OK Subhilhar MA serta pemaparan dari enam majelis agama. Menurut Humas FKUB M Arifin Umar, kegiatan dialog ini merupakan rangkaian dari kegiatan sama di daerah lain, seperti di Rantau Prapat. Sebab salah satu tugas pokok FKUB sebagai diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 adalah melalukan dialog antaragama, sebab dalam dialog akan ditemukan pikiran-pikiran jernih, sekaligus langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi munculnya gesekan-gesekan disebabkan masalah agama. Dialog-dialog antarumat beragama perlu dihidupkan kembali sehingga dapat membangun saling rasa kepercayaan bersama terhadap pentingnya kerukunan, sehingga tidak ada dusta di antara kita. Aceh

agama dalam menghadapi berbagai persoalan sosial dan kebangsaan. M u l a i 2 0 11 , P B B mengimbau seluruh umat beragama di dunia untuk setiap tahun rutin merayakan pekan pertama Februari sebagai Pekan Kerukunan Antar-Umat Beragama di Dunia. Di Indonesia, tahun ini acara tersebut digelar di Istora Senayan Jakarta dan dihadiri tokoh agama, tokoh nasional, ratusan umat bergama, dan artis-artis nasional. “Semoga acara ini bisa memberikan pesan kepada seluruh umat di Indonesia, mari sebagai bangsa yang majemuk, kita tetap menjalin persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang besar,” kata Din Syamsudin. Perayaan itu merupakan inisiatif Raja Jordan Abdullah II dan Pangeran Ghazi bin Muhammad yang diajukan pada September 2010 dalam The Annual Meeting of the UN General Assembly. Sekjen Religions for Peace New York, William F. Vendley, berharap seluruh pihak di Indonesia bekerjasama dalam menciptakan perdamaian. “Hari ini, Indonesia dapat menunjukkan kepada dunia bagaimana hidup bersama dalam harmoni,” kata Vendley Sementara itu Romo

Antonius Benny Susetyo Pr sebagai ketua pantia saat membuka acara mengatakanacara tersebut merupakan ekspresi umat beragama untuk mendukung kebhinekaan di Indonesia. Diharapkan, kegiatan tokohtokoh agama mendukung kerja pemerintah dalam membangun kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Untuk mencapai keharmonisan dan perdamaian antar umat beragama dan penanaman nilai-nilai kebersamaan dan diperlukan usaha bersama antara pemuka agama dan pimpinan lembaga negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), masyarakat madani, media massa, dan unsur masyarakat lain untuk menghilangkan rasa saling curiga dan membangun sikap saling pengertian. Di tengah-tengah beragam persoalan bangsa tersebut (baik kemiskinan, pengangguran, korupsi, serta ketidakadilan ekonomi, hukum, dan sosial) maka peran tokoh-tokoh agama sangat penting untuk memberi pencerahan dan suri teladan bagi umat, membangun kepercayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, serta mengajak umat untuk mendekati kemaslahatan dan menjauhi kemungkaran. (www. antaranews.com, www.dpd. go.id)

Aceh Buka Kantin Kejujuran di Seluruh Sekolah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengemukakan bahwa kantin kejujuran merupakan langkah awal menunju pembentukan watak bangsa yang berbudi pekerti dan calon pemimpin masa depan yang jujur jauh dari korupsi. “Dengan adanya kantin kejujuran di sekolah-sekolah, kita berharap akan muncul dan terpupuk sifat jujur para siswa dan siswi yang merupakan cikal bakal generasi penerus bangsa kita,” katanya ketika meresmikan Kantin Kejujuran di SMA Negeri 4 Banda Aceh. Ia mengapresiasi inisiatif Kejaksaan Tinggi Aceh dalam memelopori hadirnya kantin kejujuran di Aceh, dan mengharapkan hadirnya kantin kejujuran di Aceh maka semua pihak dapat mengambil iktibar dan filosofi dari kantin kejujuran. Karena proses jual beli yang dilaksanakan di tempat ini prinsip utamanya adalah kejujuran masing-masing tanpa kontrol dan diawasi oleh orang lain, sebagaimana halnya pada kantin biasa. Pada kesempatan tersebut, Gubernur Irwandi juga memerintahkan Sekretaris Daerah dan Dinas Pendidikan Aceh sambil menghimbau Kepala Kantor Kementerian Agama Aceh segera menyurati lembaga pendidikan yang ada di bawah domainnya masing-masing agar dapat berpartisipasi mendirikan kantin kejujuran. Dengan terlaksananya kantin kejujuran sekolah ini, akan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan kualitas mutu pendidikan di Aceh yang berbasis moral dan kejujuran. (Asri/Aceh/toeb)

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id


Kementerian Kesehatan Berikan Landasan Hukum Asi Eksklusif K e m e n t e r i a n Kesehatan RI saat ini tengah melakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pemberian ASI eksklusif terhadap bayi. Hal tersebut sebagai tindak lanjut terhadap pelaksanaan UU No. 36 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu eksklusif hingga usia enam bulan. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Ratna Rosita dalam surat yang disampaikan kepada Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN) menyatakan pemberian susu formula boleh diberikan jika hanya dalam kondisi medis bayi atau ibu tidak memungkinkan dilakukan pemberian ASI eksklusif. Te r k a i t d e n g a n adanya hasil penelitian IPB yang menyatakan ada sejumlah susu formula yang tercemar bateri Enterobacter sakazakii, Kementerian Kesehatan me n y a t a k a n t i d a k b e r h a k memberikan pengumaman. “Pengumuman hasil penelitian tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan dan hak IPB,” Ujar Ratna. Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengujian

terhadap sejumlah produk susu formula, dan hasilnya menunjukkan seluruh sampel tidak mengandung bakteri tersebut berdasarkan standar Codex Alimentarius Commision/ CAC). “Kami akan terus mendorong semua pihak untuk terus mengkampanyekan penggunaan ASI eksklusif, inisiasi menyusui dini dan Rumah Sakit Sayang Bayi,” ujar Ratna di akhir suratnya.

Kementerian Agama SKB Tiga Menteri Tidak Direvisi Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengatakan, pihak pemerintah tidak akan merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait pendirian rumah ibadat maupun SKB masalah Ahmadiyah. “SKB Menag, Mendagri, dan Jaksa Agung itu tidak akan direvisi, dan aturan tentang Ahmadiyah tetap jalan,” ujarnya. Menurut dia, aturan itu masih cukup relevan untuk mengatur tentang keberadaan toleransi antarumat beragama di Indonesia, terutama pendirian rumah ibadah. “Aturan itu masih sangat relevan, maaf ya itu sudah jelas,” katanya. Sementara itu, sejumlah warga Sulut berharap pemerintah mencabut SKB tiga menteri yang dinilai tidak relevan lagi terhadap kondisi saat ini.

“Banyak oknum memanfaatkan SKB tiga Menteri untuk melakukan tindakan di luar kewenangan dengan mengatasnamakan agama, sehingga perlu dicabut,” kata Sekretaris Komisi PemudaRemaja Gereja Betel Indonesia Wilayah Sulut-Gorontalo, Pendeta Christian Rawis. Kasus kekerasan bernuansa agama terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Banten terhadap jamaah Ahmadiyah (6/2) dan perusakan Gereja di Temanggung, Jawa Tengah (8/2), karena memang salah satu alasan memanfaatkan SKB tiga menteri itu yang tidak relevan. Sementara itu, Ketua Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GSKI) Sulut, Sandy Lantang, juga meminta SKB tiga menteri untuk segera dicabut dan tidak perlu direvisi lagi. “Pemerintah sebaiknya manfaatkan semua aturan hukum yang berlaku di Indonesia tanpa harus SKB tiga menteri dalam menegakkan kebebasan beragama di Indonesia,” katanya. Lantang sangat menyayangkan pengabaian dasar utama kebebasan beragama pada Pasal 29 UUD 1945, yakni pasal 1 yang berbunyi Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah itu, pasal 2 yang berbunyi negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.(ant)

Menag: Paket Bom Buku Rugikan Umat Islam Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan,

munculnya paket-paket bom buku yang marak di Indonesia akhir-akhir ini justru merugikan umat Islam. Pasalnya kata dia, bom-bom yang ditaruh di dalam buku-buku yang mencatut nama Islam. “Itu mendiskriditkan agama Islam. Kalau dilihat dari buku-bukunya, seolaholah gerakan Islam yang mau memberikan peringatan atau hukuman terhadap pihakpihak tertentu yang dianggap mendiskreditkan Islam,” terangnya usai berkunjung ke Kanwil Kementrian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yo g y a k a r t a ( D I Y ) , S a b t u (19/3). Menurutnya, siapa saja bisa menjadi dalang atau otak dari kasus tersebut dan tidak tertutup kemungkinan bukan Muslim. Siapapun kata dia bisa menjadi pelaku dari kejahatan tersebut. “Itu bisa saja siapapun bisa, dengan mempergunakan buku dengan background agama apapun, kan buku-buku itu mudah dibeli di toko-toko,” ujarnya. Ia berharap pelakunya segera ditangkap untuk mengetahui motifnya. “Apakah berkaitan dengan terorisme atau ada terorisme baru kita belum tahu,” tegasnya. Namun begitu kata dia, pihaknya menghimbau masyarakat untuk menyerahkan sepenuhnya kasus bom buku di Indonesia pada pihak kepolisian. “Kita serahkan pada pihak kepolisian supaya diungkap siapa sesungguhnya pelaku ini. Dan memang tindakan mereka itu sangat-sangat merugikan Islam itu bukan perilaku yang membanggakan tetapi menghina Islam,” tandasnya.(rep)

Wajah Kita

Maknai Cinta Terkadang, keletihan membuat kita buta. Tak lagi peka terhadap apapun, lingkungan, bahkan keluarga sekalipun. Ketika orang tua, entah itu ayah atau ibu, pulang ke rumah selepas seharian mengejar dan mengumpulkan “pundipundi”, yang diinginkannya hanyalah istirahat untuk memulihkan tenaga dan pikirannya. Tujuannya hanya satu, bekal bekerja di hari selanjutnya.

Di kota besar banyak orang tua yang menganggap, dengan “pundi-pundi” yang berlimpah, keutuhan dan kebahagiaan keluarga akan tercapai. Para ayah dan ibu lupa bahwa sentuhansentuhan kecil bermakna cinta, lebih diperlukan dalam meracik dan memaknai hidup. Hanya dalam hitungan detik, seorang ayah akan marah ketika pulang dalam keadaan letih, di

rumah didapati sang anak menghambur-hamburkan gulungan kertas “mahal” bahan kerjanya di kantor. “Tak tahukah kamu, bahwa gulungan-gulungan kertas ini berharga mahal dan bahan kerja ayah?,” begitu kata ayah sembari marah. Sang anak kaget dan tersentak. Sedih. Tanpa menemaninya, si ayah akan melengos ke kamar mandi. Membersihkan diri untuk kemudian istirahat tentunya. Ketika didapatinya sang anak menggunting-gunting sesuatu dan menyebabkan seisi ruangan berantakan, si ibu akan membentak, karena tak tahu bagaimana harus membersihkan ruangannya.

“Tak tahukah kamu, bahwa ibu akan terlambat ke kantor karena harus membersihkan ruangan ini terlebih dulu,” ujar si ibu sambil tergopoh-gopoh membersihkan ruangan. Bahkan ketika ternyata sang anak membuat kado untuk ayah dan ibu, hasil dari “menghamburkan” gulungan kertas mahal dan “menggunting” menjadikan seisi ruangan berantakan, keduanya akan tetap merengut. “Tahukah kamu, bahwa kado yang kamu berikan ini kosong?”. Si anak sedih, namun tetap berseloroh, “Tak tahukah ayah, tak tahukah ibu, di dalam kado itu aku meniupkan banyak doa dan cinta?”. Jadi, begitu pentingkah

gulungan kertas mahal atau rumah yang harus tetap rapih, atau apapun itu namanya, dibanding dengan doa dan cinta seorang anak. Sang anak tidak memberikan kado yang dengan kasat mata terlihat bagus dan indah. Kado berupa mobilmobilan mahal seperti pemberian ayah ketika sang anak merayakan ulang tahunnya yang pertama. Atau kado boneka cantik nan rupawan buatan luar negeri dari bunda. Anak hanya mampu memberi cinta. Sentuhan cinta sang anak terlalu berharga untuk disiasiakan, karena itu akan menjadi doa bagi setiap langkah kita, orang tua. (Tr)

11 Lintas Lembaga

Edisi 05

Tahun VII / Maret 2011


Torang Samua Basudara,

Baku-Baku Baek, Baku-Baku Sayang... Sebuah tempat untuk merenung, memahami dan mempelajari kerukunan antar umat beragama di tanah air ini bisa jadi dapat dilakukan disini. Bukit Kasih, terletak di desa Kanonang, Kecamatan Kawangkoan, sekitar 55 km selatan Manado. Kawasan ini dibangun 2002-2003 di atas lahan sekitar 4 hektar semasa Gubernur AJ Sondakh, untuk menjadi pusat spiritual dimana para penganut berbagai agama dapat berkumpul, beribadah, bermeditasi di alam terbuka yang sunyi dan hening. Tempat ini juga dijadikan simbol simbol perdamaian dan kerukunan antar umat beragama. Di bukit ini terdapat Gereja Katolik, Vihara, Pura, Mesjid dan Gereja Protestan yang dibangun berdampingan dengan jarak masing-masing bangunannya hanya lima langkah saja. Sedangkan di puncak bukit tertinggi terdapat salib putih setinggi 53 meter, yang bisa dilihat dari kota Manado. Sebagaimana dituturkan Sukawi St dalam Torang Samua Basudara; Bukit Kasih ini dipercayai dahulunya sebagai tempat tinggal Lumimuut yang diyakini sebagi ibu semua manusia di Minahasa dan sang anak bernama Toar. Keduanya kemudian menikah dengan dan melahirkan 9 anak yang menjadi cikal bakal 9 etnis di Minahasa yaitu Babontehu, Bantik, Pasan Ratahan, Panosakan, Tonsea, Totemboan, Tondano, Tonsawang dan Tombulu. Tempat ini dipercaya sebagai tempat bermusyawarah para pemimpin dan pemuka masyarakat Minahasa asli keturunan Toar-Lumimmut pada masa lalu. Di tempat ini berdiri Monumen Perdamaian setinggi 22 meter dengan bola dunia dan patung burung merpati di pucuknya. Monumen bersegi lima ini di setiap sisinya tertulis petikan ayat dari setiap kitab suci lima agama yang menganjurkan agar manusia hidup rukun dan damai di bumi ini. Pemandangan alam indah, udara sejuk yang acapkali diselingi bau belerang yang mengalir terhembus dari kawah belerang mewarnai keheningan di puncak kedua bukit ini dimana bangunan rumah rumah ibadah berdiri. Membawa nuansa keindahan dan serasa menebar pesan kebersamaan, saling hormat, menghargai dan menyayangi antar pemeluk berbagai agama, ras, dan suku bangsa. sejalan dengan moto Torang Samua Basudara, BakuBaku Baek, Baku-Baku Sayang. (agussb)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.