Edisi 18/Tahun V/Desember 2009

Page 1


2 www.bipnewsroom.info

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009

Mari Dukung Reformasi Kesehatan Gelombang reformasi yang menggelora sejak 1998 mulai merambah semua sektor kehidupan, tak terkecuali bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan yang telah dilakukan dirasakan belum cukup, sehingga perlu dicari terobosan-terobosan baru yang lebih tepat sasaran. Perubahan mendasar perlu terus dilakukan, bukan saja di tingkat kebijakan namun juga dalam pelaksanaan program. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, dalam periode lima tahun mendatang akan dilakukan reformasi kesehatan gelombang pertama yang meliputi penambahan anggaran kesehatan, kesejahteraan tenaga kesehatan yang bertugas di daerah sangat terpencil, pedalaman dan pulau-pulau terluar dan pembangunan rumah sakit kelas dunia harus dapat diwujudkan. Di samping itu, Posyandu, Puskesmas dan rumah sakit juga diupayakan memiliki perlengkapan semestinya sehingga masyarakat miskin dapat memperoleh pelayanan gratis melalui program Jamkesmas dan masyarakat yang dicover dengan jaminan kesehatan lain bisa mendapatkan pelayanan kesehatan lebih baik dan bermutu. Semua itu perlu dilakukan, karena kesehatan merupakan hak dasar rakyat, dimana hak tersebut belum dapat terpenuhi secara maksimal. Setidaknya, terdapat dua faktor penting yang menyebabkan belum maksimalnya pencapaian program kesehatan di Indonesia. Pertama, kebijakan kesehatan masih cenderung mengutamakan level kuratif atau pengobatan. Hal ini kurang sesuai dengan paradigma sehat yang menekankan pada kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan. Kedua, pengelolaan kesehatan masil banyak dilakukan secara sentralistik, terutama dalam hal perumusan kebijakan. Padahal, jika memandang bahwa kesehatan merupakan bangunan universal yang konstruksinya terdiri dari semua elemen dasar kehidupan, maka pelibatan masyarakat dan elemen lainnya merupakan

Desa Wisata

desain: ahas/danang foto: bf-m, danag

Ada gagasan menarik yang dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya lebih mengenalkan obyek tujuan wisata daerah kepada para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Gagasan itu salah satunya adalah mengemas wisata daerah melalui pengembangan desa wisata. Dengan adanya desa wisata itu praktis akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang membuka usaha kecil dilokasi tujuan wisata dengan menjual berbagai macam kerajinan dan warung makanan, selain itu keberadaan desa wisata bisa memberikan kontribusi pendapatan kepada daerah. Seharusnya penerapan desa wisata tersebut bisa dilakukan oleh pemerintah pusat di setiap kabupaten yang ada di Indonesia, sebab tiap-tiap kabupaten pasti mempunyai objek wisata. Di Kabupaten Sleman Propinsi DIY saat ini ada sekitar l50 desa yang disiapkan menjadi desa wisata, itu wajar karena memang sejak lama Yogyakarta

dikenal dengan kota budaya dan merupakan salah tujuan wisata di Indonesia. Bila agenda departemen pariwisata dengan dibentuknya desa wisata itu bisa berjalan dengan baik, maka tahun kunjungan wisata Indonesia akan bisa dibanjiri oleh turis mancanegara. Winardyasto via komunika@bipnewsroom.info

Peluang Usaha Sering kali kita takut untuk mengambil sebuah keputusan apalagi hal itu berkenaan dengan usaha yang membutuhkan modal besar. Saya pun mengalami hal itu saat ini. Saya sedang merintis usaha telekomunikasi, sebenarnya saya masih minim pengalaman di bidang ini, karena peluang itu yang ada didaerah saya sehingga saya memutuskan menekuni usaha ini. Saya meminta saran dan tips dari siapapun agar usaha saya dapat berjalan lancar dan menjadi sumber rejeki keluarga. andy via bip@depkominfo.go.id

sebuah keniscayaan. Keadaan di atas mendorong perlunya reformasi kesehatan. Secara sederhana, reformasi kesehatan dilaksanakan untuk memberikan ruang lebih besar bagi masyarakat dalam menyusun dan menyelenggarakan aspek kesehatannya dengan sesedikit mungkin keterlibatan pemerintah. Pemberdayaan masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan dan pemihakan terhadap kaum miskin menjadi syarat penerimaan universalitasnya. Di tingkat dunia, isu tentang reformasi kesehatan sejatinya telah digulirkan oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Oganization/WHO) sejak tahun 2008. Dalam Laporan Kesehatan Dunia (World Health Report), WHO bertekad meningkatkan pelayanan kesehatan dasar yang merata, mencakup masyarakat luas, dan adil. WHO mengindikasikan ada lima kegagalan pelayanan kesehatan yang ditemukan di berbagai belahan dunia. Pertama adalah inverse care yang menggambarkan bahwa mereka yang sedikit membutuhkan pelayanan kesehatan justru menjadi pihak yang paling banyak mengkonsumsi pelayanan kesehatan. Sementara, mereka yang benar-benar membutuhkan pelayanan kesehatan hanya mampu menikmati pelayanan kesehatan yang sangat terbatas. Kedua, impoverishing care yang menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan membuat banyak orang jatuh miskin. Di negara kita kasus ini banyak dijumpai pada masyarakat sektor informal dengan pendapatan di atas garis kemiskinan sehingga tidak berhak atas jaminan kesehatan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah. Ketiga, fragmented and fragmenting care yang menggambarkan pelayanan kesehatan saat ini yang semakin spesialistik dan terkotak. Pendekatan holistik dimana kesembuhan pasien harus diikuti oleh perbaikan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial yang dulu sangat akrab di telinga, saat ini sudah dijauhi. Yang keempat

Visi Indonesia Indonesia negeriku, negeri kita bersama. Bisa makmur dan maju bila semua dari masingmasing kita berkomitmen kuat untuk berkolaborasi. Bagaimana kolaborasi bisa segera dimulai? Kolaborasi sebagai bentuk baru dari bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Menurut saya, kolaborasi bisa dibentuk dalam lima level yaitu: kolaborasi nasional, kolaborasi provinsi, kolaborasi kota/kabupaten, kolaborasi kecamatan, kolaborasi desa/kampung. akan lebih baik jika segera dibentuk simpulsimpul koordinasi untuk Indonesia Lebih Baik. agus ulum via bip@depkominfo.go.id

Perangi HIV/AIDS HIV/AIDS ada di sekitar kita dan trennya terus meningkat. Kita harus mengajak seluruh masyarakat mencegah penularannya. Jika seluruh masyarakat tidak berbuat mencegah penularannya melalui cara hidup sehat, tidak menggunakan narkoba, setia pada pasangan, maka dapat dipastikan

adalah unsafe care dimana pelayanan kesehatan tidak memikirkan keselamatan pasien. Infeksi berkembang di mana-mana, kesalahan yang dapat dihindari tidak diantisipasi dengan baik. Dan yang kelima adalah misdirected care dimana alokasi dana kesehatan lebih banyak diarahkan kepada tindakan kuratif dengan mengabaikan tindakan pencegahan (preventive) dan penyuluhan kesehatan (promotion). Padahal, penelitian membuktikan bahwa pencegahan dan penyuluhan kesehatan 70 persen mencegah beban belanja kesehatan. Dan pada saat yang sama pula, sangat sedikit upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko sakit yang ditimbulkan bidang-bidang lain seperti industri dan transportasi. Tidak salah bila Badan Kesehatan Dunia mengusulkan empat paket reformasi kesehatan. Yang pertama adalah reformasi pada sistem pelayanan kesehatan yang lebih memihak kepada masyarakat luas, menjamin pemerataan dan keadilan sosial serta memperluas akses pelayanan kesehatan seluas-luasnya (universal coverage reform). Kedua, reformasi organisasi pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelayanan kesehatan dasar sebagai alat pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat yang sesuai dengan dinamika perubahan (service delivery reform). Ketiga, reformasi kebijakan yang menjamin masyarakat yang lebih sehat dengan melibatkan berbagai sektor (public policy reform). Dan yang terakhir adalah reformasi peran dan tanggung jawab dengan mengikutsertakan seluruh pemangku kepentingan (leadership reform). Masalah kesehatan memang bukan saatnya lagi hanya ditangani oleh Departemen Kesehatan. Di era demokratisasi sekarang ini, pemerintah memang harus berbagi tugas dan tanggungjawab dengan masyarakat luas. Oleh karena itu, mari kita dukung reformasi kesehatan yang sedang dijalankan agar memberikan manfaat yang sebaik-baiknya bagi masyarakat. (g)

akan semakin membuat beban masyarakat dan pemerintah di masa mendatang. Perlu peran semuanya, baik pemerintah, swasta dan masyarakat dalam penanganan pencegahan HIV/ AIDS, sebab pemeritah saja tidak cukup. deean via komunika@bipnewsroom.info

Internet Murah Banyak orang yang mendambakan berinternet dengan cepat, bukan hanya ingin menggunakan jalur pita lebar atau broadband, tetapi ingin “lebih cepat�. Banyak orang juga mendambakan berinternet lebih murah. Dan semua orang menginginkan berinternet yang cepat dan murah. Tapi mungkinkah kedua hal itu disatukan? Pada tahun 1997, 35 PJI yang tergabung di dalam APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) sepakat untuk membuat sebuah IXP (Internet eXchange Point) di Indonesia yang diberi nama IIX atau Indonesia Internet eXchange. Dengan adanya IIX ini, yang

tadinya dibutuhkan sekian puluh juta per-bulan untuk menghubungi PJI di ruang sebelah, melalui IIX cukup sekian juta atau bahkan sekian ratus ribu saja. Apa yang bisa dilakukan agar murah, hal itu bisa dikembangkan dengan merangsang pertumbuhan konten lokal. Konten pendidikan utamanya. Ini akan membuat pengguna internet yang terbanyak dari kalangan pelajar dan mahasiswa akan lebih mencari kebutuhan mereka secara lokal. Pemerintah sudah mencoba merangsang dengan membuatkan Buku Sekolah Elektronik atau BSE, tinggal masyarakat -utamanya dari kalangan pendidik, untuk meneruskannya. Dan sebagai pengguna internet, lakukan. Banggalah dengan menggunakan produk konten lokal. Dan mintalah ke PJI yang anda gunakan untuk terkoneksi ke IXP lokal terdekat di lokasi anda. Karena perkembangan bisnis TI di tempat anda, paling besar akan dipengaruhi oleh kemana jari anda mengklik link di layar monitor anda. Noor Azam via komunika@bipnewsroom.info

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Mardianto Soemaryo. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; M. Abduh Sandiah; Asnah Sinaga. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Liestya; Elpira Indasari N; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Fouri Gesang Sholeh. Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Beberapa daerah giat mengembangkan inovasi untuk perbaikan mutu layanan kesehatan. Mulai dari penyediaan fasilitas pengobatan hingga memberikan perhatian atas kesehatan ibu dan anak "Kalau ada orang sakit di Kalimantan Timur, saat ini banyak yang berbondongbondong pindah ke Kota Samarinda supaya sembuh," kelakar, Kabag Humas dan Protokol Kota Samarinda Kalimantan Timur, HM Faisal, ketika menjelaskan bagaimana Pemkot Samarinda berupaya meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Masyarakat kini, tak hanya bisa menikmati layanan kesehatan gratis di Puskesmas. Sejak tahun 2008, pelayanan kesehatan naik status. Bukan hanya Puskesmas saja, melainkan di Poli rumah sakit pemerintah hingga rawat inap gratis kelas III di rumah sakit pemerintah pula. Layanan Kesehatan gratis hingga santunan melahirkan tetap dilanjutkan Pemkot Samarinda di tahun 2009 ini. Untuk layanan kesehatan kali ini, Pemkot Samarinda mengalokasikan Rp 37,8 miliar. “Program ini adalah layanan kesehatan ekstra dari Pemkot. Secara sentral asuransi kesehatan memang sudah ada dari pemerintah pusat, namun sebagai apresiasi Pemkot juga memberikan layanan kesehatan ekstra,” ungkap Sekretaris Kota Samarinda HM Fadly Illa . Program ini dikembangkan melalui kerjasama dengan swasta. “Masalah administrasi me-

mang selalu menjadi keluhan. Untuk itu, saya harapkan permasalahan administrasi bisa ditutupi pihak PT Askes sehingga tidak menyulitkan warga yang ingin berobat,” ujar Walikota Samarinda Drs H Achmad Amins MM. Namun demikian, menurutnya selaku pemerintah sudah sewajarnya mereka mengusahakan hal tersebut demi kepentingan yang langsung menyentuh masyarakat itu. “Masalah kesehatan ini adalah hal utama. Kita tidak ingin melihat warga kesulitan demi mendapatkan pengobatan. "Di Samarinda sudah banyak juga warga yang memiliki asuransi, khusus program kali ini kita peruntukkan bagi mereka yang terdaftar sebagai peserta Askes Sejahtera (Astra) dan belum mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan dari asuransi kesehatan lainnya,” tegas walikota. Ubah Visi Sementara di tingkat nasional, pemerintah tengah memacu pembangunan kesehatan dengan penyempurnaan visi kebijakan. "Kemandirian dan keadilan menjadi arah utama kebijakan pembangunan bidang kesehatan selama lima tahun ke depan," kata Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih. Untuk itu, kata Endang diperlukan perubahan cara berpikir, “Selama ini kesehatan diartikan pengobatan (kuratif), h a ru sn ya d i u b a h me n j a d i

“sehat itu indah, dan sehat itu gratis”, jelasnya. Lebih lanjut Menkes menyatakan bahwa sehat secara gratis itu hanya ditujukan bagi penduduk yang tidak mampu, yang miskin, dan sangat miskin. Pembangunan di bidang kesehatan memang menjadi prioritas berbagai pemerintahan di dunia. Namun upaya pembangunan ini harus diimbangi dengan perubahan perilaku yang memungkinkan masyarakat lebih sadar, mau dan mampu melakukan hidup sehat. “Untuk menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat harus dibekali dengan pengetahuan tentang cara-cara hidup sehat,” ungkap Menkes. Bangun Kemitraan Kemitraan pemerintah dan swasta dalam pelayanan kesehatan dasar perlu dikembangkan agar kesenjangan akses layanan kesehatan

masyarakat miskin di daerah terpencil bisa di atasi dengan cepat. ”Dalam pembangunan kesehatan, ada banyak masalah yang harus dihadapi, seperti kurangnya jumlah tenaga kesehatan, rendahnya tingkat pendidikan, serta faktor kemiskinan dan sosioekonomi. Itu tidak bisa diatasi hanya dengan pendekatan kesehatan. Ini bisa diatasi dengan melibatkan sektor swasta termasuk organisasiorganisasi nonpemerintah,” kata Mirai Chatterjee, koordinator Self Employed Women’s Association (SEWA), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang pemberdayaan perempuan di India. Menurutnya, di India, kemitraan publik dan sektor swasta terjalin dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Jadi, pemerintah meningkatkan akses pelayanan kesehatan

ibu dan bayi baru lahir bekerja sama dengan klinik swasta, profesi dokter kebidanan dan kandungan, serta organisasi non- pemerintah. Pemerintah berperan serta dalam pendanaan untuk orang miskin, termasuk uang transportasi menuju fasilitas layanan kesehatan. Sementara itu, Kepala Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Laksono Trisnantoro menyatakan bahwa peran swasta juga diperlukan dalam pembangunan kesehatan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dengan luasnya wilayah dan keterbatasan jumlah dokter, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian dalam mengatasi masalah kesehatan. Dengan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan dan luasnya wilayah geografis di Indonesia, pemerintah seharusnya membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan melibatkan klinik-klinik swasta dalam pemberian layanan kesehatan dasar termasuk bagi ibu dan bayi. Hal ini diharapkan bisa menekan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. "Indonesia harus mengembangkan sistem yang mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam membangun fasilitas kesehatan. Sebagaimana di India dan Filipina, puskesmas dan rumah sakit memiliki dewan penyantun yang menerima donasi dari masyarakat umum," jelas Laksono. (dws)

Ragam Inovasi Bidang Kesehatan

s a t u k a t a i n d o n e s i a

3

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009


4 www.bipnewsroom.info

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009

Tengah. Mamangun artinya membangun, mahaga artinya menjaga, lewu artinya desa. “Ini adalah program terobosan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, untuk lebih berkonsentrasi berupaya lebih mempercepat

berbasis perdesaan. Ini semua untuk mempercepat target pengentasan 50 kabupaten/ kota tertinggal setiap tahunnya. Adapun pembangunan berbasis pengembangan perdesaan dengan cara memberdayakan potensi yang ada pada setiap

dengan memenuhi sarana dan prasarana penunjangnya," jelasnya. Untuk menggenjot meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah pedesaan akan melalui dengan program bedah desa terpadu. Melalui

daerah tertinggal daripada daerah yang telah maju," katanya. Menurutnya, pemerintah pusat akan memformulasikan dua persen dari total Anggaran Alokasi Umum (DAU) nasional untuk daerah. Perlu Optimistis Teras Narang sangat menghargai pandangan Menneg PDT dengan membentuk desa sebagai basis pembangunan dan mengembangkan program bedah desa terpadu. Selama dua tahun terakhir pemerintah daerah telah memprogramkan terobosan dengan PM2L untuk mempercepat pengentasan desa tertinggal yang ada. Salah satu hasil utama yang diharapkan dari program tersebut adalah pengentasan 126 desa tertinggal hingga program berakhir tahun depan. "Bukan itu saja, yang lebih penting adalah melalui pelaksanaan dan penyempurnaan program

Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang pernah menyatakan bahwa untuk mengubah wajah hampir seribu desa tertinggal di wilayahnya itu bukan pekerjaan yang mudah.

"Keroyok" Desa Agar Tak Tertinggal Teras Narang mengakui, angka kemiskinan di Kalimantan Tengah masih tinggi sehingga memerlukan upaya lintas sektoral dalam mengatasinya. "Jadi kita akan keroyok desa-desa itu. Fokusnya tiga di tiap kabupaten/kota per tahun, karena tidak mungkin membedah sekitar 1.356 desa se-Kalimantan Tengah secara keseluruhan," ungkapnya. Berdasarkan data, dari sekitar 70 ribu desa di Indonesia, lebih dari 32 ribu termasuk kategori tertinggal yang perlu segera dientaskan. Saat ini terdapat 199 daerah yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal. Daerah seperti itu tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara serta sebagian kecil berada di Pulau Jawa dan Bali. Berdasarkan sebaran wilayahnya, sebanyak 123 kabupaten atau 63 persen daerah tertinggal berada di kawasan timur Indonesia (KTI), 58 kabupaten (28%) di Pulau Sumatera, dan 18 kabupaten (8%) di Jawa dan Bali. Data BPM Kalteng menunjukkan sebanyak 492 desa tertinggal tersebar di enam kabupaten tertinggal, yaitu Sukamara, Lamandau, Pulang Pisau, Katingan, Gunung Mas, dan Barito Selatan. Sementara 486 desa tertinggal lain, tersebar hampir merata di delapan kabupaten/ kota lain se-Kalimantan Tengah. Bangun Kesadaran Ta k b e r l e b i h a n j i k a kemudian muncul idenya untuk membangun kesadaran bersama masyarakat agar bisa keluar dari ketertinggalan. Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L). Istilah itu diambil dari Bahasa Dayak Ngaju Kalimantan

Pemerintah memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di kawasan-kawasan yang tertinggal. Paradigma yang dikembangkan saat ini adalah tetap menjadikan kawasan perbatasan sebagai serambi depan dan mengubah pengembangan berbasis kawasan dengan paradigma baru berbasis pedesaan.

agar desa-desa tertinggal ini menjadi baik lagi," jelas Teras Narang. Program tersebut difokuskan di daerah kantong-kantong kemiskinan. Secara nyata dikemas sebagai kegiatan bakti sosial bersama dalam upaya mengubah kampung yang tadinya kumuh, kotor, dan tidak terawat untuk kemudian ditata dan dibedah hingga menjadi desa yang apik, bersih dan sehat serta memiliki potensi pemberdayaan perekonomian yang lebih baik. "Sasaran utama adalah desa tertinggal yang masih terjangkau dan memiliki potensi pengembangan pemberdayaan masyarakat. Arah pembangunan pada sektor infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat," kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kalteng Suriansyah Imas. Dikatakan, PM2L sebagai usaha pengentasan desa atau kelurahan tertinggal telah dimulai sejak tahun 2006, tentunya sudah banyak hal yang dapat dipelajari dalam menangani 978 desa/kelurahan tertinggal. Bedah Desa Terpadu Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Menneg PDT) A. Helmy Faishal Zaini menyatakan bahwa pihaknya akan mengembangkan paradigma baru pembangunan daerah tertinggal. "Kita ubah konsep dari pengembangan berbasis kawasan dengan paradigma baru

desa tersebut," kata Helmy. Di antara pemberdayaan potensi desa tersebut, disebutnya dengan menggenjot ekonomi perdesaaan melalui program bedah desa terpadu. "Program ini terdiri dari pasar desa, jalan poros desa, warung informasi desa, atau desa bordering, dan juga fokus pada pengembangan agribisnis perdesaaan," ujarnya. Di Kalimantan Selatan misalnya, pengembangan desa akan diarahkan bagi Kabupaten Batola dengan sektor pengembangan peternakan, dan Hulu Sungai Utara sektor energi pembangkit tenaga surya. Di kabupaten Batola sepanjang tahun 2008 telah dikembangkan peternakan sapi, dengan alokasi dana dari pemerintah pusat sebesar 850 juta rupiah, sedangakan untuk Hulu Sungai Utara berupa pemberian pembangkit listrik tenaga surya kepada masyarakat sebanyak 125 unit. Kepala Bagian Sosial Budaya Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan, M.Fahrin mengatakan untuk tahun 2010 mendatang rencananya kabupaten Batola akan mengembangkan peternakan itik, sedangkan Hulu Sungai Utara peternakan sapi. Kembangkan Ekonomi Lokal Ta k h e r a n j i k a s e t i a p akhir pekan, Menteri Helmy berkunjung ke berbagai daerah tertinggal. "Program bedah desa terpadu adalah program yang ditujukan untuk menggenjot perekonomian pedesaan

program bedah desa terpadu pemerintah akan memberikan program listrik masuk desa, jalan poros desa yang akan menghubungkan antara desa satu dengan desa yang lainnya dan pasar desa atau pasar tradisional. "Untuk pasar desa pemerintah menjaminkan anggaran 2 triliun setiap tahunnya dalam skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan PNPM Mandiri,� ujar Menteri PDT. Helmy berharap dengan berdirinya pasar desa atau pasar tradisional merupakan pasar unggulan dapat mengembangkan ekonomi lokal, "Sehingga apabila ada negara tetangga dan turis datang dapat membeli jajanan pasar dan barang kerajingan tangan atau seni budaya daerah di pasar tradisional di perbatasan,� tuturnya. Untuk menunjang program itu, kata Helmy, pihaknya telah berkoordinasi dengan Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Keuangan. "Kami sudah usulkan agar ada dana perimbangan dari pusat ke daerah. Dengan kata lain, pusat harus mempunyai dimensi keberpihakan pada

yang terus kita lakukan dari tahun ke tahun, kita memiliki pengalaman dan juga keahlian dalam mengentaskan desa tertinggal," katanya. Teras menilai, Kalimantan Tengah telah banyak belajar bagaimana menangani desa/ kelurahan tertinggal dari pengalaman mengelola PM2L selama dua tahun terakhir. "Kalteng mampu melaksanakan program tersebut, karena telah memiliki banyak pengalaman. Kita sudah banyak belajar menangani desa/kelurahan tertinggal dari pengalaman mengelola PM2L selama tiga tahun, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi,� paparnya. Hal yang perlu dilakukan menurut Teras Narang adalah identifikasi kebutuhan yang cermat agar tidak ada lagi kegiatan yang tidak sesuai kebutuhan masyarakat, melakukan sinergi antara kegiatan provinsi dan kabupaten/kota, melaporkan setiap perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pada setiap Kades/Lurah serta meningkatkan insentif agar sesuai dengan keperluan hidup pelaku pembangunan yang ada di lapangan.(m)


Layanan Kesehatan Sepasar di Waipare Sebagian warga Sikka, Nusa Tenggara Timur, harus menunggu hari pasar untuk bisa berobat, pasalnya angkutan umum yang menuju puskesmas terdekat hanya datang pada hari pasar saja. Tapi dengan program yang dipersiapkan Pemprov memastikan hal itu bisa dibenahi. Senin dan Jum'at selalu menjadi hari sibuk di Puskesmas Waipare, Kab. Sikka, NTT. dr. Marietha L.D. Weni bersama dua rekannya harus melayani lebih dari 120 orang pasien. Jumlah dokter yang terbatas pasti kewalahan memeriksa pasien yang melimpah. Apalagi Puskesmas Waipare didirikan untuk melayani warga di tiga kecamatan yakni Kangae, Kewapante dan Heoploans yang terpisah jarak geografis lumayan jauh. Walhasil, warga harus menunggu selama berjam-jam untuk berobat, "Bahkan ada yang berangkat dari kampungnya sejak pagi dan baru pukul 11 siang bisa sampai ke puskesmas. Semua ini karena sarana transportasi ke puskesmas bergantung hari pasar yang buka tiap Senin dan Jumat saja," kata lulusan Universitas Atmajaya itu. Hari pasar, begitu Weni menyebutnya, hanya Senin dan Jumat saja angkutan kota bisa

digunakan warga untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari sekaligus berobat ke lokasi Puskesmas yang cukup jauh. Transportasi memang menjadi kendala di Sikka, NTT, ”Ada waktu di mana pasien banyak datang ke puskesmas, ketika ditanya dokter, pasien mengaku tidak bisa datang terlampau siang karena sulitnya kendaraan, sementara lokasi puskesmas sangat jauh,” kata Weni. Angkot, menurut Weni hanya satu kali lewat, "Ada dua desa yang sangat sulit transportasinya yakni, Tekaiku dan Usolomapa, pasien dari kedua desa itu baru bisa sampai puskesmas sekitar pukul 12 siang waktu setempat,” ungkapnya. Meski demikian beberapa hal, diakuinya sudah lebih maju ketimbang dua setengah tahun lalu. Saat ia pertama kali bertugas di sana. Kondisi itu membuat Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih teringat ketika bertugas di Puskesmas Waipare sekitar tahun 1981. Menurut Menkes saat dia bertugas di sana, kendaraan sangat sulit hanya motor yang digunakan sebagai satu-satunya angkutan andalan yang cepat. ”Pada waktu itu saya harus mengendari motor tetapi belum bisa, hal ini yang kemudian memaksa saya belajar mengendarainya dengan susah payah,” kata Menkes. Ketika itu air bersih tak ada,

penerangan hanya dari lampu kapal, dan sayur-sayuran juga sulit, banyak warga yang dapat membayar hanya dengan makanan, telur atau ayam, tetapi sayuran macam wortel sangat jarang ditemui ada paling-paling hanya dua minggu sekali. Untuk membantu mengatasi kondisi yang belum banyak berubah itu, Menkes menyerahkan bantuan 1 mobil Promosi Kesehatan kepada Bupati Sikka yang diteruskan kepada Dinas Kesehatan Kab. Sikka. Juga media penyuluhan, peralatan medis, obat-obatan, bidan, MP ASI dan 1 unit mobil Puskesmas keliling untuk Puskesmas Waipare. Antisipasi Gubernur NTT Drs. Frans Leburaya menyatakan bahwa provinsi yang dipimpinnya merupakan provinsi kepulauan

yang karakteristik masalah dan kebutuhan pelayanan kesehatan berbeda dengan daerah lainnya. Untuk mengatasi hal itu, kualitas SDM kesehatan menjadi sangat penting disamping penyediaan sarana kesehatan yang lebih baik. ”Tenaga dokter spesialis masih menjadi masalah dengan belum semua RS daerah memiliki dokter ahli yang dipersyaratkan. Angka kematian ibu dan bayi masih di atas rata-rata nasional. Sedangkan angka gizi kurang dan gizi buruk klinis masih cukup tinggi’, ujar Gubernur. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi NTT memiliki 8 agenda pembangunan utama yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, tata ruang dan lingkungan hidup, penegakan hukum, pemberdayaan masyarakat dan penuntasan kemiskinan dan masalah akibat

Wayang diakui sebagai ekspresi imitasi kehidupan dan apresiasi manusia terhadap alam. Bermula dari epik hindui, wayang membumi di tanah air dan menjadi bentuk kesenian lokal yang lestari. Sering, wayang menjadi guru atas berbagai masalah manusia. Nuansa sakral yang melekat mungkin tak bisa lepas dari awal mula tradisi ini menyebar luas. Wayang merupakan bagian dari kegiatan religi animisme menyembah hyang, yang biasa dilakukan antara di saat-saat panenan atau tanaman dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun 'merti desa' agar panen berhasil atau agar desa terhindar dari segala mala bahaya. Indonesia memiliki berbagai jenis wayang, antara lain Wayang Purwa, Golek, Krucil, Beber, Gedog, Suluh, Titi, Madya, Wahyu, Orang, hingga Wayang Pancasila. Dari beberapa jenis pertunjukkan tersebut Wayang Kulit yang paling melegenda dan sangat merakyat di tanah air. Wayang Kulit biasanya dimainkan oleh seorang dalang, dengan diiringi oleh musik gamelan dari sekelompok nayaga dan para pesinden yang mengalunkan tembang-tembang. Wayang Kulit pun dimainkan dari balik layar yang terbuat dari kain putih, atau yang disebut kelir. Sementara untuk pencahayaan, di balik kelir hanya ada lampu listrik atau blencong (lampu minyak). Selain wayang jenis ini terbuat dari kulit hewan, kisah yang dimainkan tentu dari naskah Mahabharata dan Ramayana, Panji, atau sesekali nyentil lakon pejabat masa kini yang rakus, tamak, korupsi, dan lainnya. Eksplorasi Teknologi Mungkin, atas nama “pelestarian” dan “komunikasi sakral”, epik yang disampaikan wayang sangat loyal untuk dieksplorasi. Wayang jenis ini bisa digubah keluar dari kepakemannya. Tapi, seperti sebuah lakon—yang sering berubah karakter, Wayang Kulit ternyata bisa pergi ke mall, night club, atau berselancar di Pantai Kuta Bali. Itu semua ada di kelir Made Sidia, seorang pedalang muda asal Gianyar, Bali. Di tanggannya, wayang kulit dimodernisasi. Lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bereksperimen memberikan

presentasi visual yang lebih menarik dalam pertunjukkan wayang kulit. Dosen ISI itu memainkan wayang tidak lagi menggunakan blencong tetapi memakai proyektor. Tentu saja, penggunaan alat-alat elektronik itu melahirkan gambar dan visual efek yang berbeda, seperti hutan, candi, gunung, kota, bisa tampil full color atau hitam-putih. Tak jarang Sidia menggunakan gunungan berukuran jumbo, atau miniatur pepohonan untuk membuat cerita wayangnya lebih hidup. LCD projector digunakan sebagai lampu sebagai permainan cahaya, tiga layar dengan ukuran berbeda, dan gambar yang disadur dari internet untuk latar. Ia berhasil menampilkan tontonan wayang klasik dengan sentuhan modern. Wayang Listrik Wayang listrik, begitu biasa Sidia menyebutnya, adalah hasil dari eksperimen dengan menggunakan elemen-elemen pertunjukkan modern untuk membuat pertunjukan wayang menarik secara visual dengan tetap menjaga integritas dan kejernihan cerita dan pesanpesan yang ingin disampaikannya. Teater Wayang Listrik ini digarap Made Sidia dengan menggunakan tiga layar dalam ukuran berbeda. la juga menggunakan proyektor untuk menampilkan rekaman video dan gambar-gambar digital sebagai

bencana. Anggaran kesehatan di provinsi ini juga semakin ditingkatkan. Saat ini anggaran kesehatan sudah berkisar 10 persen dari APBD provinsi, kata Gubernur. Menurut Menkes, beberapa permasalahan utama yang perlu menjadi perhatian di provinsi NTT diantaranya adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk pada bayi dan balita. Hanya 1 Kabupaten yang sudah hampir mencapai tujuan MDGs yaitu Kota Kupang. Sedangkan 15 kabupaten/kota lainnya masih memiliki masalah gizi akut dan kronis. Di samping itu masalah lain yang dihadapi NTT adalah penyakit infeksi seperti malaria, TBC, ISPA terutama pneumonia. Menkes menegaskan, Depkes menetapkan 4 isi yang dijadikan landasan program 100 hari yaitu peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat, peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian MDGs, pengendalian penyakit dan penanggulanganmasalah akibat bencana dan peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK), ujar Menkes. (jul/m)

latar belakang dihampir sebagian besar adegan dalam pementasannya, juga permainan cahaya dan instrumen musik modern. Dengan brilian ia menggabungkan musik gamelan dan instrumen modern, seperti drum dan gitar, serta gerakan tari yang merekatkan pertunjukan ini menjadi satu keutuhan. Tapi bukan hanya itu, yang lebih greget lagi adalah kebebasan bahasa dialok. Dari bahasa Indonesia, daerah, hingga Inggris. Keunikkan lain dari wayang listrik ala Sidia, bukan saja menggunakan empat Dalang pembantu tetapi juga selalu mengangkat isu sosial terbaru sebagai pemanis dalam setiap kisah wayangnya. Seperti lelakon ketika Rahwana punya proyek jahat, membabat habis pohon guna memperlambat gerak Rama untuk mencari Shinta yang diculik. Akibat ulah Rahwana itu, maka terjadilah penggundulan hutan. Ternyata pohon-pohon itu untuk keperluan kertas dan tisu bagi manusia. Lalu apa yang terjadi kemudian? "For their bottom? Did they not wash their bottom," tanya Merda kepada bapaknya, Malen. Dua abdi Rama ini menyelidiki proyek Rahwana hingga ke gudang. Hingga kemudian, dalam pencarian itu, Merda bertemu dengan manusia dan sempat terkontaminasi. Maka, disinilah Sidia menggambarkan, bagaimana Merda yang tengah berada di dalam diskotek dengan alunan lagu remix. Tak hanya tata suara yang modern, lampu biru kelap-kelip juga memberi suasana diskotek yang nyata. Tentu setelah kita melihat wayang listrik Sidia, kita seperti menyaksikan pertunjukkan wayang yang berbeda. Dan memang inilah yang diinginkannya. Tanpa menghilangkan nilai-nilai historis, Sidia lebih komunikatif dengan generasi baru dan berbagai ras. Itu telah dilakukannya di beberapa negara, yaitu Swedia, Jepang, Amerika, dan Australia. Tentu, ada pelajaran yang bisa diambil dari Made Sidia. Pelestarian seni tradisional tak harus mengabaikan aspek modernitas. (s.yuliarso)

5 s a t u k a t a i n d o n e s i a

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009


www.bipnewsroom.info

6

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009

Gunawan (41) tak berharap yang mulukmuluk. Bagi pekerja kantoran seperti dirinya hanya ingin hal yang sederhana, "Selama ini ketika saya datang ke rumah sakit selalu merasa takut. Takut biaya yang harus ditanggung mahal?" Bagi dirinya yang memiliki penghasilan cukup untuk ditabung, tentu soal biaya rumah sakit tidaklah masalah besar. Tapi bagi Gunawan harusnya pemerintah menyediakan dukung fasilitas kesehatan agar tidak terlalu membebani rakyat. Gunawan yang pegawai swasta dengan pendapatan menengah memang masih terbilang beruntung. "Kalo saya berpikir itu mahal, bagaimana dengan orang-orang yang penghasilannya lebih kecil dari saya?" ungkapnya. Mungkin bayangan Gunawan akan lebih miris lagi ketika melihat situasi di kawasan perbatasan. Akan tetapi, impian Gunawan saat ini bukan sekadar impian di siang bolong. Perbaikan dalam layanan kesehatan sudah di depan mata. Kabinet Indonesia Bersatu jilid II telah mengembangkan cetak biru reformasi kesehatan. “Setelah melakukan reformasi pendidikan, saya akan melakukan banyak agenda bidang kesehatan,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara Jakarta awal September lalu. Menurut Presiden, periode lima tahun mendatang akan dilakukan reformasi kesehatan gelombang pertama yang meliputi penambahan anggaran kesehatan, kesejahteraan tenaga kesehatan yang bertugas di daerah sangat terpencil, pedalaman dan pulau-pulau terluar dan pembangunan rumah sakit kelas dunia harus dapat diwujudkan. Reformasi kesehatan itu, lanjut Presiden, akan membuat gebrakan mendasar untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan pelayan kesehatan seperti bidan dan perawat di daerah terpencil. Selain itu, pemerintah selama lima tahun mendatang juga akan meningkatkan fungsi pencegahan seperti program penerangan kepada masyarakat. Utamakan Rakyat Miskin Reformasi bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam program kerja Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Salah satu upayanya meningkatkan fasilitas kesehatan masyarakat. "Puskesmas, Posyandu, Pekan Imunisasi Nasional, pemberantasan penyakit menular akan ditingkatkan agar ke depan tidak menunggu saudara kita jatuh sakit," kata

Presiden Susilo Bambang Yu d h o y o n o p e r t e n g a h a n November lalu. Dalam lima tahun mendatang, Posyandu, Puskesmas dan rumah sakit juga diupayakan memiliki perlengkapan semestinya, ”Sehingga saudara kita yang kurang beruntung dapat memperoleh pelayanan gratis melalui program Jamkesmas dan masyarakat yang ditutupi dengan jaminan kesehatan lain bisa mendapatkan pelayanan kesehatan lebih baik dan bermutu,” jelas Presiden Yudhoyono. Secara nyata Departemen Kesehatan berupaya

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Hari Kusnanto. Kegagalan reformasi kesehatan di banyak negara berkembang sering diakibatkan keterbatasan analisis kebijakan, campur tangan kelewat jauh lembaga internasional yang memaksakan template reformasi yang tidak pas, implementasi yang top-down sehingga tidak mengundang partisipasi dan rasa memiliki pemerintah lokal, dan cenderung tanpa kritis meniru model reformasi negara lain. Reformasi kesehatan sejak akhir 1980- an hingga 1990-an

kesehatan. Perubahan dalam sistem jaminan pelayanan yang membebankan biaya kepada pasien setiap kali sakit dapat menimbulkan gejolak setelah mereka menikmati layanan gratis Jamkesmas, meski sebagian di antara mereka tidak tergolong miskin. Sementara itu, banyak orang yang amat miskin tidak mampu mengakses Jamkesmas. Beberapa pemerintah lokal yang mencanangkan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh masyarakat merasakan guncangan anggaran daerah karena pengeluaran yang tinggi sehingga mengancam kelangsungan program

buruk tinggal di rumah yang dipenuhi kepulan asap rokok," ulasnya panjang lebar. Hal paling sederhana dalam reformasi kesehatan, untuk masyarakat perkotaan misalnya, masyarakat harus tidak bisa bertoleransi atas kehadiran nyamuk Aedes aegypti (penyebab penyakit demam berdarah), tanpa mencari tahu di mana tempat perindukannya dan berusaha memusnahkannya. Reformasi kesehatan yang menempatkan puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat tidak membiarkannya hanya

Reformasi Kesehatan meningkatkan pelayanan kepada 76,4 juta penduduk miskin dan hampir miskin dalam sistem jaminan kesehatan dengan dana sebesar Rp4,6 triliun. “Kami juga akan meningkatkan kesehatan masyarakat perdesaan terutama melalui pemantapan fungsi posyandu, bidan desa, dan KB Kesehatan reproduksi di bidang promotif dan preventif. Upaya tersebut dilakukan melalui pendataan ibu hamil dan penyediaan buku KIA bagi ibu hamil baru untuk mencapai 60.000 desa,” jelas Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih Kaji Ulang Peran Pemerintah Semua negara di dunia mengamini ”reformasi kesehatan” meski memaknainya secara berbeda-beda. "Hiruk pikuk reformasi kesehatan di Amerika Serikat pada bulanbulan pertama pemerintahan Barack Obama menegaskan, reformasi kesehatan adalah belantara yang belum terpetakan, tulis Guru Besar

didominasi ide desentralisasi, otonomi rumah sakit, kontribusi masyarakat dalam menanggung biaya pelayanan kesehatan, ditambah pertumbuhan sektor swasta dan asuransi kesehatan. Ta h u n 2 0 0 0 - a n m a s a l a h reformasi kesehatan kian beragam, kebanyakan bertujuan untuk menjamin keadilan dan pemerataan layanan kesehatan dan jaminan universal layanan kesehatan, dengan perhatian khusus keluarga miskin. Setiap reformasi kesehatan meredefinisi peran pemerintah, penyedia pelayanan kesehatan, pasien, penjamin biaya, dan organisasi lain terkait pelayanan

kesehatan dan sektor pembangunan lainnya. Butuh Kesadaran Publik Menurut Hari Kusnanto, rancangan reformasi kesehatan apa pun akan terpental jika masyarakat abai terhadap tanggung jawab pribadi atas kesehatan masing-masing. "Berdasarkan data pengguna Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), pola penyakit yang menghabiskan dana pemerintah untuk pengobatan adalah kanker, stroke, dan j a n t u n g k o r o n e r, t e r k a i t kebiasaan merokok aktif atau pasif. Anak-anak dengan gizi

Reformasi kesehatan itu, akan membuat gebrakan mendasar untuk memperbaiki pelayanan kesehatan dengan secara bertahap mengembangkan jaminan kesehatan untuk masyarakat secara profesional.

sebagai tempat pengobatan PUSing, KESeleo, dan MASuk angin. Puskesmas di daerah endemik malaria harus mampu mendiagnosis malaria dan mengobati secara tepat. Perlu lebih banyak puskesmas yang mampu mendiagnosis tuberkulosis dan tuntas mengobatinya hingga sembuh. Banyak penderita penyakit kronik, seperti tekanan darah tinggi dan diabetes, dapat dilayani dengan baik di puskesmas. Kompetensi petugas puskesmas harus bisa diandalkan, tentu disertai sistem kompensasi layak berbasis kinerja yang berhasil dicapai.


Kian Nyata Menurut Presiden Yu d h o y o n o , k e s e h a t a n merupakan hak dasar rakyat, karena itu kesehatan digunakan sebagai ukuran yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia selain pendidikan dan pendapatan. Presiden menambahkan, sejauh mungkin dana untuk program kesehatan akan dialirkan untuk meningkatkan k e s e j a h t e r a a n d i Ta n a h A i r. " Te r u t a m a d i d a e r a h yang terjangkit penyakit," tandasnya. Reformasi kesehatan m u n g k i n s u d a h waktunya dilaksanakan. Perhatian utama memang untuk yang miskin dan sakit, tapi layanan kesehatan juga ditujukan bagi yang mampu dan sehat. Sebab lebih baik mencegah dari pada mengobati. Belajar dari Jerman Di lingkungan internasional, J e r m a n t e r g o l o n g n e g a ra

dengan pelayanan medis terbaik. Banyaknya rumah sakit, praktek dokter dan institusi kedokteran menjamin pelayanan medis untuk semua orang. Dengan lebih dari empat juta tempat kerja, bidang kesehatan juga sektor pekerjaan terbesar di Jerman.

Secara keseluruhan 10,7 persen pendapatan nasional bruto dipakai untuk pengeluaran bagi kesehatan – 1,7 persen lebih banyak daripada pengeluaran rata-rata di negara anggota OECD. Berkat undang-undang pengurangan biaya, yang

Reformasi Kesehatan Jembrana Ada satu wilayah kabupaten yang telah mengembangkan reformasi kesehatan sejak Februari 2003. Kabupaten Jembrana menetapkan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakatnya. Bernaung dibawah program Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ), layanan yang dicakup inovasi Kabupaten Jembrana ini relatif lebih luas. Pasalnya, layanan gratis yang diberikan mencakup biaya pengobatan di rumah sakit, Puskesmas, poliklinik, praktek dokter, dokter gigi dan bidan baik swasta maupun negeri. Dalam prakteknya, saat berobat masyarakat cukup menunjukkan kartu JKJ, maka layanan gratis itupun akan didapatkan. Kartu JKJ tersebut dapat diperoleh oleh masyarakat yang memiliki KTP Jembrana. Program JKJ didasari oleh fakta bahwa kebanyakan masyarakat tidak puas dengan layanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Negeri (RSUD). Bagi yang mampu, sarana dan obat-obatan di Puskesmas dan rumah sakit negeri relatif tidak memadai sehingga mereka memilih layanan swasta. Bagi yang miskin, harga layanan swasta tersebut masih terasa mahal sehingga mereka tidak mampu berobat (hanya 15-20% yang memanfaatkan). P a d a h a l , Puskesmas dan rumah sakit negeri itu notabene dibiayai oleh masyarakat melalui pajak. Anggaran untuk Puskesmas dan RSUD tersebut juga terbilang mahal. Di tahun 2002 misalnya, biaya rutin untuk Dinas Kesehatan dan Puskesmas serta RSUD di Jembrana mencapai Rp3,5 miliar. Itu belum termasuk belanja pegawainya. Jadi, ada fakta bahwa dana bagi Puskesmas dan RSUD sudah amat besar, namun pelayanannya masih buruk. Karenanya, Jembrana menempuh solusi lain dimana subsidi yang semula diberikan untuk biaya obat-obatan RSUD dan Puskesmas digunakan untuk membayar premi (yuran) asuransi bagi seluruh rakyat. Solusi itu dinamakan JKJ dan telah efektif

dilaksanakan sejak Februari 2003. Semua penduduk yang punya KTP Jembrana langsung mendapat kartu anggota JKJ tanpa dipungut biaya. Dengan menunjukkan kartu tersebut, masyarakat Jembrana bisa mendapat perawatan dan obat dimanapun termasuk rumah sakit, Puskesmas, poliklinik, praktek dokter, dokter gigi, dan bidan baik swasta maupun yang negeri secara gratis. Bahkan untuk warga miskin, biaya rawat inap di RSUD juga gratis. Untuk program ini, pemerintah Jemrana telah mengeluarkan dana yang cukup besar. Untuk 2003, uang untuk membayar premi asuransi besarnya Rp 3 miliar atau sekitar Rp12.500,per orang. Sedangkan untuk 2004 mencapai Rp4,5 miliar. Untuk 2006, anggaran kesehatan Jembrana mulai bernilai Rp29.890.000.000,nilai ini setara dengan 8,65% dari total APBD Jembrana yang besarnya Rp345 miliar lebih. Tentu saja, JKJ memberi dampak yang sangat positif. Cakupan pelayanan kesehatan meningkat termasuk di Puskesmas dan RSUD. Masyarakat miskin pun tidak lagi khawatir soal biaya berobat. Semua Bisa Untuk melaksanakan seluruh programnya, Pemda Jembrana mengutamakan keterlibatan masyarakat. Untuk program pembebasan biaya berobat, Jembrana melibatkan asosiasi professional seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikadan Bidan Indonesia (IBI). Dengan keterlibatan semua kelompok tersebut, tanggung jawab untuk menyukseskan program tidak saja terletak di pundak pemerintah, tetapi juga pada seluruh rakyat. Program-program kesejahteraan rakyat yang dikembangkan di Jembrana bukanlah hal yang luar biasa. Daerah-daerah lain di Indonesia pun bisa melakukannya, asal mau. Bila programprogram yang dimiliki Jembrana juga diterapkan di daerah-daerah lain di Indonesia, tentu cita-cita rakyat Indonesia yang sejahtera bukan sekedar mimpi. Semua bisa seperti Jembrana. Tidak ada alasan untuk tidak bisa.

termasuk tahap reformasi sistem kesehatan yang telah berjalan, Jerman mencatat kenaikan pengeluaran per kapita untuk kesehatan paling kecil di antara semua negara anggota OECD: Antara tahun 2000 dan 2005, pengeluaran nyata meningkat dengan 1,3 persen per tahun, angka kenaikan rata-rata di OECD adalah 4,3 persen. Meski demikian tetap dibutuhkan pembaruan. Oleh karena itu pada tahun 2007 diputuskan reformasi sistem kesehatan. Bagian pokoknya ialah pembentukan dana kesehatan sentral. Mulai tahun 2009, tarif iuran badan-badan asuransi kesehatan wajib akan diseragamkan. Untuk setiap peserta, badan asuransi tersebut menerima jumlah uang yang sama dari dana kesehatan. Pada waktu yang sama dimulai pembiayaan sebagian pengeluaran asuransi kesehatan dengan uang pajak. Jenis biaya seperti itu antara lain keikutsertaan anak dalam asuransi tanpa membayar iuran. Setiap tahun pemerintah federal akan menaikkan tunjangan yang berasal dari pajak, sampai mencapai jumlah total 14 miliar Ero. Mulai tahun 2009, setiap warga juga harus menjadi anggota asuransi kesehatan. Badan asuransi swasta diwajibkan menerima siapapun sebagai peserta dengan mengenakan tarif basis. Asuransi Kesehatan Pemerintah Indonesia akan mengubah secara bertahap program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) menjadi Asuransi Kesehatan Nasional. Direncanakan sistem asuransi ini akan diterapkan secara penuh tahun 2014. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, perubahan dari sistem jaminan ke sistem asuransi itu dilakukan karena amanat UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengharuskan jaminan kesehatan dikelala sebuah badan nirlaba secara profesional. Dalam UU SJSN, lembaga yang menangani asuransi bisa siapa saja. Yang penting ia dikelola secara nirlaba. "Pengelolaan asuransi oleh

lembaga profit mencerminkan ketidakdilan karena tidak semua warga atau kelompok masyarakat bisa menikmati asuransi kesehatan. Pedagang kaki lima, buruh serabutan, pembantu rumah tangga, misalnya, selama ini tidak bisa menikmati jaminan kesehatan karena faktor mereka bukan dianggap sebagai pekerja yang bisa dimobilisasi secara administratif untuk disertakan dalam program asuransi kesehatan. Mereka hanya bisa mengikuti jaminan kesehatan yang dalam praktiknya tidak selalu mudah untuk didapatkan," jelas Menteri. Menurut pengamat kesehatan yang juga mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Kartono Mohammad, Jamkesmas bukan asuransi, melainkan bantuan sosial bagi orang miskin. Hal itu tidak akan sustain berkelanjutan dan membebani keuangan negara. "Penerapan asuransi kesehatan diharapkan dapat mengatasi masalah harga obat mengingat jenis obat ditetapkan asuransi dan pemberian obat oleh dokter diaudit oleh asuransi," jelasnya. Pemerataan tenaga dan fasilitas kesehatan juga diharapkan bisa tercapai karena dokter tidak dibayar langsung oleh pasien, tetapi oleh asuransi. Asuransi, didukung komitmen pemerintah daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah, bisa mengatur penyebaran dokter sekaligus menjamin pendapatan dokter berdasarkan jumlah dan lokasi penduduk yang harus dijaga kesehatannya. Ori Andari Sutadji, mantan Presiden Direktur PT Askes, menyatakan, pada asuransi sosial kesehatan terjadi subsidi silang dari peserta, sedangkan premi penduduk miskin ditanggung negara. Jadi bisa terjadi keberlanjutan dana kesehatan. Pada dasarnya, semua golongan masyarakat miskin akan mendapatkan iuran gratis dari pemerintah. Sementara untuk pekerja formal, iuran asuransi kesehatan akan ditanggung renteng bersama pengusaha dan pekerjanya. Sedangkan untuk pekerja informal, mereka harus membentuk sebuah organisasi yang menaungi profesi pekerjaan informal mereka. Serikat pembantu rumah tangga, misalnya, bisa menjadi peserta asuransi dengan menyetor presmi atau iuran semampunya. Sisanya, ditanggung pemerintah. "Sistem ini, memang tampak lebih mendidik dan modern, dalam arti masyarakat disadarkan perlunya asuransi kesehatan. Bahwa asuransi adalah kesempatan yang harus diraih, bukan pemberian yang ditunggu. Selama ini, dengan Jamkesmas, masyarakat miskin hanya diajari untuk meminta dan menerima. Jamkesmas tak ubahnya program santunan," kata Menteri.

s a t u k a t a i n d o n e s i a

7

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009


www.bipnewsroom.info

8

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009

Anton Apriantono

Mantan Menteri Pertanian

Lihat Dulu Akar Permasalahannya Anton Apriantono, mantan Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu I. Setelah kembali menjadi akademisi di Institut Pertanian Bogor ia masih menyatakan komitmennya untuk berkarya di bidang pertanian. Berbekal pengalaman dan ilmu yang dimilikinya, pria kelahiran Serang 5 Oktober 1959 ini akan terus mengabdikan diri kepada masyarakat. "Saya akan terus mengabdikan diri kepada masyarakat. Dengan berbekal pengalaman, saya akan terus berkarya di bidang pertanian," tuturnya Berikut hasil perbincangan reporter kOmunika, Dimas Aditya di sela aktivitas kunjungan ke Lampung, sebelum masa akhir jabatannya lalu. Isu yang santer berkembang di dunia pertanian saat ini soal kemandirian pangan versus kedaulatan pangan. Bagaimana menurut Bapak? Apa maksud kedaulatan pangan? Kalau yang dimaksudkan bebas dari campur tangan perdagangan internasional, apakah itu mungkin? Saya kira ada pemahaman yang keliru beredar di masyarakat. Sekarang coba kita lihat seluruh negara di dunia. Adakah negara yang tidak impor pangan sama sekali? Tunjukkan pada saya. Cina yang tadinya tertutup, kini menjadi terbuka. Ketergantungan adalah suatu keniscayaan. Tapi ketergantungan yang saling menguntungkan. Adakah seorang petani yang tidak membutuhkan siapa-siapa. Kan tidak ada! Petani butuh benih yang unggul, dan benih unggul tidak bisa diproduksi sendiri, ada orang lain dan mungkin saja perusahaan besar. Tetapi dengan benih unggul tersebut, seorang petani bisa meningkatkan produktivitasnya dan bisa meningkatkan penghasilannya. Apakah itu salah? Apa yang dimaksud dengan berdaulat, kalau begitu. Apakah segalanya dikerjakan sendiri, apakah ada? Sekarang kita lihat. Pangan itu banyak jenisnya, pangan yang mana yang dimaksud. Kalau yang dimaksud adalah pangan yang pokok, seperti beras, jagung, benar itu seharusnya dipenuhi dari dalam negeri. Karena belum tentu orang lain bisa produksi, dan bila kekurangan maka akan menimbulkan kegoncangan yang besar. Tetapi kalau pangan semisal gandum, apakah, ada gandum, susu, daging sapi, banyak semuanya, mampu tidak kita produksi semuanya di dalam negeri? Karena kan ternyata ada comparative advantage dari masing-masing negara atau wilayah.

Sebagai negara tropis, kita punya comparative advantage dengan produk-produk pertanian tropis. Sedangkan subtropis juga demikian, gandum diantaranya. Kalau kita ingin menanam semua di sini, mana lahannya? Jadi tidak akan cukup. Ada dua hal yang jadi perhatian. Pertama, lahannya tidak cukup. Kedua, produktivitasnya juga akan rendah. Ketergantungan adalah keniscayaan, tapi konon penguasaan produk pertanian hanya di tangan segelintir pabrikan besar, di mana Indonesia pun tergantung padanya. Tidak benar kalau untuk benih padi dan jagung. Benih padi dan jagung, yang memproduksi banyak, petani pun bisa. Di sinilah fungsi negara untuk memproteksi. Mengapa kita tidak mengijinkan transgenik, misalnya. Karena memang hal tersebut hanya dikuasai oleh perusahaan multinasional besar. Tapi, transgenik di sini dilarang, belum boleh ditanam. Inilah yang saya maksudkan. Ada pemahaman-pemahaman dan informasi yang keliru. Padi hibrida, wong petani kita ada yang bisa membuatnya. Dan pemerintah memberi peluang yang sama pada semua. Banyak sekali perusahaan, bahkan Litbang Departemen Pertanian mampu membuat padi hibrida. Yang kita impor pun hanya sementara dan tidak seluruhnya. Sekarang begini, saya tanya, mau tanam gandum atau mau tanam sawit? Kita kalaupun bisa tanam gandum, produksinya akan kecil sekali, karena tanaman subtropis. Lebih baik kita tanam sawit. Sawit itu, tanaman penghasil minyak yang produktivitasnya tertinggi dibandingkan dengan jenis tanaman penghasil minyak lainnya. Karena tidak tumbuh di daerah subtropis. Orang lain butuh sawit, kita butuh gandum. Sehingga yang harus kita lihat pada akhirnya adalah surplus perdagangan kita. Kita mungkin secara umum, masyarakat beli pangan Rp 50 triliun. Tapi kita bisa jual sawit, kopi, kakau, padi, rempah, dan karet. Angka surplus perdagangan kita mengingkatnya luar biasa. Angka ini jika dilihat dari neraca ekspor-impor. Itu yang harus dilihat. Kita boleh saja impor buah-buahan subtropis, tapi kita juga harus ekspor buahbuahan tropis. Yang disoroti media massa adalah Indonesia mengimpor? Sekarang mana ada negara yang tidak impor. Apakah kita

pikir Amerika tidak impor? Amerika itu pengimpor daging sapi terbesar di dunia. Brasil yang tanahnya seluas itu, mengimpor gandum. Bayangkan. Inilah yang saya katakan, pemikiran yang salah, melihat Indonesia hanya sebagai Indonesia, tidak melihat secara keseluruhan, dan membandingkannya dengan negara lain. Singapura, semuanya bergantung dari luar, tapi mereka adalah negara yang makmur. Pendapatannya jauh lebih besar. Does it matter? Ada yang menyebutkan bahwa jumlah petani kita banyak tapi hasil produk tidak signifikan, akhirnya petani tidak bisa sejahtera. Menurut Bapak? Tidak usah jauh-jauh. Anda saya kasih tanah 0,3 hektar, silakan tanam padi. Bagaimana cara menyejahterakannya, kalau anda hanya punya 0,3 hektar? Atau malah anda hanya seorang buruh tani? Bagaimana cara menyejahterakannya? Saya ingin katakan, lihat dulu akar permasalahannya. Akarnya adalah yang disebut petani di Indonesia, ternyata adalah sebagian besarnya buruh tani tidak punya lahan, petani penggarap tidak punya lahan, atau petani gurem yang lahannya di bawah 0,5 hektar. Jadi harus kita lihat dulu fakta dan realitanya. Mengapa bisa terjadi seperti itu, baru di sini pertanyaannya. Apakah sektor pertanian yang salah? Belum tentu. Bisa jadi karena sektor-sektor lain kurang berkembang. Saya tanya, berapa persen jumlah petani di negara maju. Dan berapa persen kecenderungannya jumlah petani negara maju? Semakin maju negaranya, berapa jumlah petaninya, tambah atau kurang. Semakin berkurang. Amerika, Inggris, Jepang, paling hanya 2 persen saja. Sehingga ti-dak heran kalau petaninya makmur. Di Indonesia ini, 50% petani, lahan tidak luas-luas amat. Sehingga solusinya, pertama beri mereka lahan yang cukup. Tapi di mana lahannya? Sadar tidak kalau kita ini terlalu terninabobokan dengan katakata agraris, memangnya seluas apa negara ini? Mari kita bandingkan dengan negara lain. Kita punya 190 juta hektar, di mana lahan pertaniannya paling banter, jika sudah dioptimalkan semua, hanya 47juta hektar. Kita hitung, jika hanya 47 juta, dibagi 25 juta petani saja, hanya kurang dari 2 hektar, apakah bisa memberi kesejahteraan dengan lahan sekecil itu. Kemudian, harus mencukupi

230 juta penduduk. Bandingkan dengan Brasil yang ladang penggembalaannya saja 210 juta hektar. Lebih luas dibanding Indonesia. Begitu saja mereka masih impor gandum. Jadi jika ingin petani sejahtera harus perluas lahan? Jelas. Kalau tidak, hanya dengan 0,3 hektar, apa yang bisa dilakukan? Bagaimana bisa sejahtera. Minimal 4-5 hektar, itupun baru mencapai standar minimum. Sehingga jumlah petani semakin berkurang. Bagaimana caranya? Sektor lain harus berkembang. Kemudian kedua, produktivitas harus ditingkatkan. Seorang petani harus diberikan kesempatan untuk multiusaha, bukan hanya on farm tapi juga off farm. Bukan hanya punya sawah, tapi juga punya ternak. Itu solusinya. Pemerintah ada program KUAP LM3 atau yang lainnnya. Jadi yang tepat itu bukan kedaulatan pangan tapi kemandirian pangan. Itu utopia saja. Saya tantang, mana ada negara yang punya kedaulatan pangan sekarang ini. Tidak ada, saling ketergantungan. Walau tetap proteksi terhadap petani dilakukan pemerintah? Proteksi memang perlu. Pemerintah menetapkan tarif, kuota impor, memangnya bentuk apa hal semacam itu. Itu bentuk proteksi kepada petani. Jadi kemandirian pangan yang paling tepat, di mana kemandirian pangan dicukupi dari dalam negeri. Dengan mengoptimalkan potensi lokal. Jika dicermati sebenarnya ke mana arah pertanian Indonesia? Perlu dioptimalkan potensi lokal. Kita mungkin kekurangan kedelai, tapi kita bisa mengekspor kakau. Negara Eropa tidak bisa tanam kakau atau karet. Ya itu dia, kita barter. Untuk pangan pokok kita, kita produksi dari dalam negeri, padi,

jagung. Dan hal itu sudah kita capai. Kita sudah swasembada sejak tahun lalu. Bagaimana dengan daging? Kenapa kita tidak bisa bersaing di dalam produksi daging, karena kita tidak punya ladang penggembalaan yang luas. Tidak seperti Brasil, Australia, Selandia Baru, atau Amerika. Kita? Apakah ini yang disebut dengan negara agraris? Ya cocok sebutan negara agraris, tapi jangan terlalu over expectation. Yang harus dilakukan? Bagaimana caranya mengurangi ketergantungan. Yang kita lakukan adalah bagaimana memaksimalkan potensi lokal. Kita punya sukun, singkong, ubi jalar. Itu yang kami coba tingkatkan dengan diversifikasi, dengan melakukan subtitusi. Jadi boleh kita makan roti, tapi roti yang sudah disubtitusi dengan ubi jalar atau singkong. Persoalan lain yang harus dicermati adalah ketidakkonsistenan. Anti impor tapi sukanya roti bukan singkong. Selama masih seperti itu sikapnya, tidak akan pernah selesai. Bicara soal SDM adakah perhatian khusus? Petani kita kalau tidak dipaksa keadaan, sulit berubah. Misal ada pupuk organik hanrganya 1000, pupuk kimia 1200, mereka pilih pupuk kimia. Baiknya kita mengarah pada pertanian organik. Karena sifatnya akan berkelanjutan. Dari alam ke alam, back to nature. Karena ternyata setelah dipelajari, ketergantungan terhadap anorganik ini, in the long time, merugikan. Tanah kita semakin besar ketergantungannya masukan dari luar. Padahal petani bisa mengembangkan dan mengolah sendiri kebutuhan untuk produksi pertaniannya. (dimas)


Adji Subela

Di tengah sinisme terhadap perilaku dan moralitas bangsa saat ini, terbukti masih ada secercah asa. Masih banyak rasa peduli sesama saudara yang tertimpa musibah. Ketika gempa menderak berbagai lokasi, spontan bantuan meluncur dari mana-mana. Gempa menggoyang Jawa Barat, lalu tangan-tangan dermawan berdatangan. Gempa menggebrak Sumatra Barat 30 September 2009 lalu, dan pertolongan pun berduyun-duyun datang tanpa bertanya korban ini dari suku apa, agamanya apa, atau pekerjaannya apa. Prinsip gotong royong masih hidup! Gotong-royong, bantumembantu, saling memberi, telah meringankan beban yang harus ditanggung. Memang, pada tingkat individual, manusia Indonesia kini berkembang seolah monster setengah munafik, individualistik, percaya tahyul, dan korup. Sebagaimana pernah digambarkan Mochtar Lubis lewat Manusia Indonesia (1977). Ta p i a d a s a t u t e r l u p a . Bangsa ini ternyata masih punya solidaritas, paling tidak sesama keluarga, kolega, apalagi juga kepada tetangga. Masih mau memberi apa yang dipunya dan meminjamkan bagi yang membutuhkan. Tak ada barang tanggungan, tak ada rente. Banyak yang ikhlas, karena

Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan

adanya pemahaman bahwa bisa jadi suatu saat kita sendiri memerlukannya. Rasa tenggang rasa pun masih dimiliki. Satu mutiara hati tak ternilai di tengah jaman yang serba logik, pragmatis , dan serba biaya. Prinsip seperti itu

kemanusiaan. Orang Barat bangga menjadi anggota sukarelawan pemadam kebakaran, menjadi pembantu orang jompo di panti dan pekerjaan sosial lainnya, mengadopsi anak-anak dari bangsa berbeda, dll.

Tetangga, semangat gotongroyong sudah berkembang dan mewujud dalam bentuk arisan, perkumpulan kematian, jumputan beras mingguan, dan masih banyak lagi. Kegiatan semacam itu memberi, membangun dan mewadahi kekuatan solidaritas

Membangun Solidaritas Sosial tak bakal mampu ditelan logika orang Barat. Betapa tidak, banyak diantara mereka yang keheranan menyaksikan fakta bahwa dengan gaji yang hanya cukup untuk jatah sepuluh hari, keluarga Indonesia mampu hidup sampai menandatangani struk gaji bulan berikutnya, dan masih hidup! Hitungan matematik orang Barat tak mampu menjawabnya. Berkah Spiritualias? Semua perilaku dan jalan hidup orang Timur memang masih lekat dengan kehidupan spiritual, hati nurani, kasih dan sayang. Dengan filosofi itu mereka mampu hidup harmonis dengan alam. Kedatangan ilmu-ilmu Barat yang mengandalkan logika membawa pembangunan pesat tapi sekaligus efek merugikan seperti kerusakan lingkungan dan tumbuhnya sifat individualistik. Tak heran kini para ilmuwan Barat mulai melirik kearifan Timur seperti semangat

Kepekaan sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui kepekaan akan setiap perubahan dan dinamika yang terjadi diharapkan akan berkembang menjadi kesadaran kolektif untuk melakukan yang terbaik. Akan tetapi sering kali kepekaan jauh lebih diekspresikan sebagai kritik atas ketidakpuasan, baik secara individu maupun publik. Terlalu disayangkan pula apabila ketidakpuasan tersebut sampai diselimuti kepentingan ekonomis, politis ataupun ideologis. Dalam menghadapi situasi bangsa dan negara seperti sekarang, sangatlah tidak adil apabila kita mengedepankan ego dan arogansi pribadi, karena walaupun titik mulanya bisa dibilang cukup mengharukan dan memilukan, namun filsafat akan proses akan membuktikan bahwa semua itu tak akan lepas dari kepentingan ekonomis, politis dan ideologis. Hal tersebut juga menjadi bagian dari pokok persolan, mengapa dalam konteks berbangsa dan bernegara kita sangat sulit untuk dipersatukan?

Dahlan Latif Widiyanto Pegiat LSM di Jakarta

Kepekaan Kritis? Dalam dinamika sejarah perjuangan bangsa bangsa dan negara ini dibangun dari perjuangan kedaerahan, pergerakan nasional, revolusi kemerdekaan, pembangunan dan reformasi. Dalam setiap masa itu banyak lahir sosok yang sering disebut sebagai pahlawan dan founding fathers bangsa. Sudah seharusnya kita semua belajar bagaimana mereka mengembangkan kepekaan. Kepekaan yang kritis akan berdampak pada toleransi, karena kepekaan itu tidak sekedar memberikan sorotan pada hal-hal yang taktis, namun secara teknis juga dapat memberikan sorotan pada hal-hal yang strategis, dengan dampak strategis pula, dikarenakan kepekaan itu memiliki pandangan dan jangkauan yang lebih luas dan jauh ke depan. Bukan hanya atas pengorbanan mereka yang cumacuma untuk kemerdekaan, tetapi bagaimana “kelihaian” mereka dalam menjaga dan memastikan bumi ini tetap “berputar” pada tempat yang “benar”. Tentu kecakapan itu bukan hanya sekedar kecakapan. Sebab kepekaan mereka dipadukan

Tentu semangat seperti itu kita punyai, hanya pengorganisasian dan sosialisasi yang belum bergaung walaupun sedikit demi sedikit orang-orang kita yang punya waktu dan kesempatan mulai meramaikan kerja sosial seperti itu. Semangat seperti itu tidak harus tumbuh di negeri makmur, tapi justru di negeri yang masih berkembang seperti Indonesia sangat diperlukan. Sudah ada organisasi yang menampung kegiatan tersebut seperti Palang Merah, Bulan Sabit Merah, Merr-C, Pramuka, Search and Rescue (SAR), dan banyak lagi lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang sosial. Tapi jumlah anggotanya masih amat sangat sedikit dibandingkan populasi kita. Semangat perlu dipupuk dan didorong terus mengingat negeri kita rawan bencana serta masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga memerlukan kerjasama, gotongroyong sesamanya. Di tingkat lingkungan masyarakat terkecil seperti Rukun

yang masih ada di masyarakat Indonesia. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bentuk wadah itu memerlukan sosok baru agar sesuai dan cocok menampung aspirasi serta gerak kehidupan modern masyarakat. Adopsi Selektif Sekali pun kita tak bisa mengadopsi penuh ideide dan gaya orang Barat, namun perlu mencangkok dan mengawinkannya dengan kultur yang ada. Perlu ada suntikan kesadaran tiap warga kita untuk mengobarkan terus semangat gotong-royong, mulai berdisiplin, sadar berorganisasi dengan baik dan benar sehingga kegiatan lebih terarah, efektif, efisien, dan akuntabel, tidak boros waktu, energi, dan biaya. Para pamong dituntut agar tak bosan-bosan membimbing warganya supaya tetap menghayati semangat gotong-royong itu, yang wujudnya dapat saja menyesuaikan dengan tuntutan jaman.***

Nilai Berbangsa dan Bernegara dengan kemampuan untuk mengakomodasi dan memobilisasi gerakan yang bisa menyatukan semua pihak. Mebuat kolaborasi kecakapan dan kepekaan dalam jiwa kepahlawanan tanpa pamrih tidaklah mudah, kalaupun mudah sudah tentu banyak bertebaran pahlawan-pahlawan di bangsa dan negara ini, dan persoalan bangsa dan negara tidaklah akan seperti ini jadinya. Itulah sebab, di manapun, dan dari manapun pahlawan itu berasal, adalah seseorang yang minoritas dari masyarakatnya, namun berkemampuan superior yang diakui secara mayoritas, dan dengan kecakapannya mampu memobilisasi masyarakatnya tersebut secara masal. Tantangan Masa Kini Ada dalih yang berkembang bahwa konteks dan situasi masyarakat saat itu jauh lebih berbeda jauh dengan masa sekarang. Makin banyaknya cendekiawan dan intelektual dari berbagai disiplin ilmu, dengan diikuti pembangunan di segala bidang, justru semakin menjadikan bangsa dan negara ini tak tentu arah. Tetapi apakah pesoalannya hanya orang miskin dan bodoh saja yang bisa bersatu ataukah karena waktu itu perasaan persamaan nasib saja? Apakah semakin banyaknya orang yang berilmu dan bijak di negara ini justru semakin sulit untuk dipersatukan? Apakah kebodohan dan kemiskinan menyebabkan seseorang mudah untuk dimobilisasi? Ataukah semakin tinggi tingkat kritisme seseorang semakin tinggi tingkat egonya? Mungkinkah semakin banyak yang tak mau peduli akan bangsa dan negara ini? Sangatlah realistis apabila dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara ini, nilai kepekaan sangat penting dan menjadi prioritas pertama dari yang utama. Boleh saja dibilang tujuan hidup berbangsa dan bernegara kita sekarang adalah mempertahankan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dan membangun, siapapun dan dimanapun kita, tetapi tanpa ada prioritas yang jelas akan menyebabkan segala sesuatunya menjadi abstrak, sporadis dan membabi buta, atau lebih

tepatnya tak tentu arah dan mengalami kesulitan dari mana semua itu akan dimulai. Jadi memang benar, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu lebih sulit ketimbang memperjuangkannya. Dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan, bersama dengan kawan yang jelas kita menghadapi musuh yang jelas. Namun, setelah kemerdekaan itu kita raih justru menjadi tidak jelas siapa kawan dan siapakah lawan, karena begitu bangsa ini merdeka, siapapun kita mau tidak mau menjadi terkooptasi oleh wilayah-wilayah ekonomis, politis dan ideologis. Alangkah disayangkan kalau hanya menjadi kepingan-kepingan catatan sejarah semata, padahal mengapa dan bagaimana kita belajar sejarah, baik dari zaman prasejarah sampai sekarang. Berharap masa depan lebih baik, tentunya membutuhkan perumusan indikator dan variabel yang jelas, sekaligus berani menentukan starting point untuk melakukan langkah taktis maupun strategis, karena seseorang siapapun dan bangsa manapun tidak akan dengan serta merta begitu saja sampai pada tujuannya. Semua Bisa Di masa sekarang sudah tentu pahlawan itu merupakan sosok yang teramat sangat dirindukan. Tapi kita bisa mengembangkan warisan mereka dengan kepekaan dan kecakapan sekaligus mengaplikasikan dan mengaktualisasikan itu semua secara kritis, adil dan bijak, mengawalinya dari diri, keluarga, masyarakat atau lingkungannya. Sudah saatnya kita menanggalkan kembali segala pamrih, kembali pada jargon “jangan kau tanyakan apa yang sudah negara berikan kepadamu, tapi tanyakanlah apa yang sudah kau berikan untuk negaramu”. Tetaplah kita tidak perlu khawatir karena segala yang kita tanam, kita sendiri yang akan memetiknya, kalau pun bukan kita, anak cucu dan generasi kita yang akan datang sudah dipastikan akan menuainya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di kemudian hari.***

9 s a t u k a t a i n d o n e s i a

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009


www.bipnewsroom.info

10

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009

LINTAS LEMBAGA

LINTAS DAERAH Jawa Barat

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

Upayakan Perda Pelestarian Cagar Budaya Pemerintah Kota Bogor akan mengupayakan terbitnya peraturan daerah (perda) tentang pelestarian bangunan atau lingkungan cagar budaya, untuk mengantisipasi perkembangan pembangunan di Kota Bogor yang sangat cepat. “Kalau tidak secepatnya dibuatkan aturan atau payung hukum untuk melindungi benda benda cagar budaya dikhawatirkan bendabenda cagar budaya yang memiliki nilai sejarah akan punah,“ kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor Ade Syarif Hidayat di Bogor, Kamis (18/11). Ade Syarif mengakui bahwa pembangunan di Kota Bogor saat ini mengalami peningkatan dan perubahan yang cepat sehingga berpengaruh terhadap kelestarian bangunan, situs dan lingkungan cagar budaya. "Sejauh ini, upaya yang telah dilakukan oleh Disbudpar baru sebatas inventarisasi dan pendataaan, pembuatan buku, penelitian, seminar dan pameran serta kegiatan workshop," katanya. Di Jawa Barat, payung hukum pelestarian dan perlindungan benda cagar budaya mengacu kepada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang pengelolaan kebudayaan di Jawa Barat. Sementara perlindungan terhadap situs, kawasan dan benda cagar budaya di Kota Bogor semakin kuat dengan adanya keputusan Menteri Kebudayaaan dan Pariwisata RI nomor PM.25/PW.007MKP/2007 tanggal 26 Maret 2007 tentang Penetapan Situs dan Bangunan tinggalan Sejarah di Kota Bogor sebagai benda Cagar Budaya (BCB). Benda–benda cagar budaya tidak bergerak masih banyak berdiri di Kota Bogor dan bisa dijumpai di wilayah Bogor Tengah bagunan bergaya indis, tinggalan masa kolonial. “Masih banyak lagi bangunanbangunan tinggalan sejarah masa lalu yang tersebar di 6 wilayah Kota Bogor yang perlu dilestarikan,“ kata Ade. (www.kotabogor.go.id)

Jawa Timur Pertumbuhan Ekonomi Jatim Capai 5,23% Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur pada Triwulan III (JuliSeptember) 2009 mencapai 5,13% atau lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang tercatat 4,2%. Hal ini menurut Gubernur Jatim Dr H Soekarwo dikarenakan beberapa hal antara lain keamanan yang kondusif, hubungan harmonis antara pemerintah dengan pengusaha, serta tersedianya tenaga kerja yang dibutuhkan. "Perkembangan terakhir ada beberapa investasi yang menarik di Jatim, antara lain perluasan Maspion, Semen Gresik di Tuban dan perluasan berbagai industri kecil. Dari perkembangan tersebut, Provinsi Jatim merupakan tempat paling bagus untuk berinvestasi," kata Soekarwo jelang akhir November lalu. Soekarwo juga menjelaskan, Jatim dengan jumlah penduduknya yang mencapai 37,094 juta terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat beberapa terobosan antara lain berusaha menekan laju pertumbuhan penduduk agar selalu berada di batas normal secara nasional. Selama ima tahun ke depan, Pemprov Jatim telah membuat program prioritas, yakni pengembangan agro industri dan agrobisnis di samping pengembangan pariwisata. “Diharapkan dengan program tersebut, lima tahun mendatang Jatim akan mampu menekan angka kemiskinan dan pengangguran,” katanya. (sar/p) Sulawesi Selatan Dana Keserasian Sosial Rp2,2 M Departemen Sosial mengucurkan dana bantuan keserasian sosial senilai Rp56,8 miliar dan Sulsel mendapatkan alokasi Rp2,2 miliar. Dana itu diambil dari DIPA 2009. Tujuannya untuk mengantisipasi timbulnya konflik. “Jangan sampai nanti konflik terjadi, kita baru turun,“ kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri. Di sela-sela penutupan Pemantapan Masyarakat Multikultural di Makassar, awal Desember lalu ia mengatakan, daerah yang memiliki tingkat kerawanan sosial tinggi. "Setiap ormas menurut dia, mendapatkan dana sekira Rp182 juta. Dari 404 ormas tersebut yang terbanyak mendapatkan kucuran dana adalah Papua sebanyak 42 ormas," jelas Menteri. Kepala Dinas Sosial Sulsel, Mappagio mengungkapkan, dana untuk Sulsel tersebut hanya tersebar di tiga kabupaten, yaitu Takalar, Gowa dan Maros, karena hanya tiga daerah itulah yang membuat proposal. Selain itu, ketiga daerah itu dianggap rawan konflik seperti Kecamatan Bungaya di Gowa. Ormas di tiga daerah tersebut, kata Mappagio, akan diberikan pelatihan, focus group discussion. Mereka harus membuat proposal untuk pembangunan fisik, misalnya penampungan air bersih. (mc makassar)

Terbitkan Buku Sejarah Kebudayaan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) akan meluncurkan buku Sejarah Kebudayaan Indonesia dan Arus Sejarah. Menurut Menbudpar Jero Wacik pembuatan buku sejarah kebudayaan itu merupakan salah satu program penting di bidang sejarah dan peninggalan purbakala. “Termasuk mengembangkan Kawasan Sejarah Panglima Besar Jenderal Soedirman yang diharapkan terealisasi pada Januari 2010, berkordinasi dengan Setneg, Depdiknas, Dep PU, Menko Kesra dan pemerintah daerah,” katanya. Sedangkan di bidang nilai budaya, seni dan film, pihaknya akan melaksanakan Festival Film Indonesia (FFI) 2009 pada Desember ini. “Kami bekerjasama dengan Depkominfo, Depdag, Depperin dan Pemprov Jatim yang akan bertindak sebagai tuan rumah,” kata Jero Wacik. Selain itu Depbudpar juga akan mengelar Festival Musik Sasando memperebutkan Piala Presiden RI, juga dilaksanakan di Nusa Tenggara Timur. “Kami juga terus melakukan peningkatan upaya promosi di enam pasar utama pariwisata, yaitu Australia, China, Korea Selatan, Jepang, Malaysia dan Singapura, dalam kurun waktu November 2009-Januari 2010,” katanya. Program dan kegiatan lain di antaranya adalah mendukung penyelenggaraan Festival Pariwisata dan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) dalam dan luar negeri. “Untuk bidang destinasi wisata Depbudpar akan melakukan peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Pariwisata di 104 desa, dilaksanakan pada Desember 2009 berkordinasi dengan beberapa pemerintah daerah,” kata Jero Wacik. Demikian juga untuk meningkatkan SDM pariwisata guna meningkatkan daya saing pariwisata, pihaknya akan melaksanakan sertifikasi terhadap 4.000 tenaga kerja bidang perhotelan, restoran dan Spa. Depbudpar juga akan membentuk tim kajian untuk membahas Kawasan Strategis Nasional Borobudur dalam kaitannya dengan Keppres No.1 tahun 1992 tentang Pengelolaan Kawasan Borobudur dan Prambanan. (mf) Departemen Kesehatan

Menkes: Kebutuhan ARV Akan Dipenuhi Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, pihaknya akan memenuhi kelangkaan stok obat Anti Retroviral (ARV) bagi penderita HIV/AIDS. “Dalam waktu 100 hari akan dipenuhi stoknya dan diupayakan untuk tidak dilakukan pembelian pada awal tahun,” kata Menkes di di Jakarta, Kamis (26/11). Sementara untuk ARV yang hampir kadaluarsa akan dialokasikan untuk tempattempat yang membutuhkan lebih banyak stok ARVnya. Ia juga mengungkapkan, bahwa untuk mengurangi 1, 2 juta orang yang terinfeksi baru HIV/AIDS perlu dilakukan pencegahan yang tidak cukup dilakukan pada masa remaja saja tetapi harus dimulai sejak dini (anak-anak). “Untuk mengurangi, pencegahan perlu dilakukan mulai dari SD, dari mulai bahaya narkoba suntik sampai hubungan seks bebas, makanya harus ada kerjasama dengan Depdiknas, tokoh masyarakat dan Agama,”

Danau Maninjau Nan Hijau Siapa tak kenal Danau Maninjau di Kabupaten Agam, Sumatera Barat itu? Apalagi setelah gempa 7,9 Skala Richter merontokkan sejumlah daerah di Sumatra Barat. Gempa itu meluluhlantakkan sejumlah tempat di sekeliling danau nan cantik, termasuk satu Pesantren Prof. Dr. Hamka yang

mendidik anak-anak dhuafa dan mualaf. Hingga kini tiga unit bangunan belum dapat dibangun kembali. Tanah di sekitar danau itu memang gembur berkapur hingga rawan longsor. Namun Danau Maninjau masih hijau anggun menawan. Dikelilingi hutan lebat dan perkampungan berarsitektur

khas Minang, danau legendaris itu kini kembali berdenyut dan aura kemolekannya muncul lagi. Bagi murid Sekolah Rakyat (SR) tahun 50-an tentu kenal buku pelajaran bahasa, yaitu Bahasaku. Buku terbitan J.B. Wolters itu ditulis oleh

kata Menkes. Tingginya jumlah pengidap HIV/AIDS disebabkan pencegahan tidak dilakukan mulai dari hulu misalnya, pada PSK harus dilihat dari mana mereka berasal, karena menurutnya, ada daerah-daerah tertentu yang mengirimkan perempuan-perempuan untuk dijadikan PSK. “Misalnya dengan menyediakan lapangan pekerjaan, pendidikan sekolah serta terkait masalah Agama, AIDS adalah masalah yang lebih luas dari masalah kesehatan,” katanya. Hal itu lanjutnya, harus dilihat apa yang mesti dilakukan agar perempuan di daerah itu tidak berminat memilih pekerjaan itu (PSK) tetapi. Permasalahan AIDS dinilainya bukan hanya masalah sektor kesehatan saja tetapi juga masalah yang terkait sektor lain. Di tempat yang sama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, manajemen ARV memang sering menjadi keluhan, untuk itu akan diupayakan konsep manajemen ARV yang baru. “Kemarin sudah ada rapat mengenai hal ini, bagaimana agar distribusi ARV berjalan baik, selain itu ada contoh baru misalnya di Jawa Timur ARV di salurkan ke satu pusat baru kemudian akan disalurkan di RS, masalah ARV akan terus disempurnakan dari waktu ke waktu, ” kata Tjandra. Data Depkes hingga September 2009 menyebutkan, jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia hingga September 2009 mencapai 18.442 kasus. Dari jumlah tersebut, penderita pria 3 kali lipat lebih banyak dibanding wanita. Temuan ini berdasarkan laporan dari 300 kabupaten dan kota dari 32 provinsi di Indonesia yang telah melaporkan adanya infeksi HIV/ AIDS. Penularan AIDS secara persentase lebih banyak disebabkan oleh hubungan seks antara laki-laki dan perempuan. Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau. Papua masih menjadi wilayah paling banyak terinfeksi HIV/ AIDS. (Jul) Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Perluas Jangkauan Perpustakaan Keliling Plt Kepala Perpustakaan Nasional RI, Lilik Soelistyowati menetapkan tiga program 100 hari kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, yaitu pertama memberikan bantuan mobil perpustakaan keliling sebanyak 62 unit, beserta koleksi buku sebanyak 1.342 eksemplar kepada kabupaten/kota. "Penyerahan mobil perpustakaan keliling itu diharapkan dapat memperluas jangkauan layanan ke pedesaaan dan daerah terpencil,” kata Lilik Soelistyowati. Program kedua, katanya, yaitu bantuan perpustakan keliling terapung berupa kapal beserta koleksinya masing-masing sebanyak 2.520 eksemplar, untuk tiga kabupaten/kota. Sedangkan program ketiga adalah bantuan pengembangan perpustakaan umum untuk pemerintah kabupaten/kota di 200 lokasi, "Masing-masing sebesar Rp 70 juta untuk penambahan koleksi," imbuhnya. Lebih lanjut, Lilik mengatakan, visi dan missi yang diusung PNRI adalah pemberdayaan potensi perpustakaan dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan bangsa.(wd)

Purwadarminta, B.M. Noer, dkk. Salah satu tempat terpenting adalah sekitar Danau Maninjau ini. Cerita Sabai Nan Aluih mengambil daerah itu sebagai latar belakang cerita. Rakyat sekeliling memanfaatkan danau untuk perikanan terutama ikan sejenis bilis atau wader. Di dekat danau itu terletak rumah orang tua mendiang Buya Hamka, yang kini terpelihara baik. Selain itu mantan Mensos Bachtiar Chamsah juga membangun masjid indah di tepi danau

cantik ini. Di saat matahari hendak tenggelam dan awan hujan menunggu mencucurkan airnya, di sana muncul pemandangan cantik khas Maninjau: Danau berair tenang, keramba ikan dan mesjid-mesjid di sekitarnya. Sebentar lagi adzan maghrib berkumandang dan kerlapkerlip lampu mulai meriah. Turis Barat banyak terpincut pada keindahannya dan sering bersepeda berkeliling danau. (A.Subela)


Kepulauan Riau Kampung Vietnam Unggulan Visit Batam 2010 Ada banyak kawasan menarik yang bisa dikunjungi saat menginjakkan kaki di Pulau Batam. Salah satunya adalah Kampung Vietnam atau biasa disebut Kamp Vietnam. Kampung ini berada di Pulau Galang yang bisa diakses melalui Pantai Melur dan Jembatan Barelang. Dulunya kawasan ini merupakan lokasi pengungsian orangorang Vietnam. Kini, banyak kunjungan wisata dari warga Batam, wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Di Kampung Vietnam, pengunjung bisa melihat peninggalan-peninggalan bersejarah serta menelusuri fungsi dan kegunaannya. Sebagian dari benda bersejarah yang dipamerkan sudah mulai lapuk termakan usia, sebagian lagi ditumbuhi semak belukar. Pemandangan yang sangat alami terlihat sangat menarik. Di Kampung Vietnam ini, terdapat barak-barak yang pada masanya digunakan sebagai tempat tinggal. Selain itu ada gereja tua, Pagoda atau Vihara, rumah sakit, dan kuburan massal. Bekas perahu kayu yang pada saat itu digunakan pengungsi vietnam melarikan diri dari negaranya juga bisa ditemukan di kampung ini, hingga tempat bermain dari anak para pengungsi (youth centre), Kantor UNHCR, penjara, serta masih tersedia lahan bekas pertanian mereka. Kawasan ini juga menjadi salah satu unggulan Visit Batam 2010. Kita bisa mengakses langsung di www.batamkota.

Salah satu pemerintah daerah di Indonesia memutuskan mengganti huruf “p” pada kata “propinsi” yang sudah mereka pakai selama belasan tahun dengan huruf “v”. Alasannya, kata “provinsi” dinilai lebih baku ketimbang “propinsi”, menurut standar bahasa Indonesia yang baik dan benar tentu saja. Singkat kata, tanpa diskusi berkepanjangan, peraturan daerah yang mengatur pergantian huruf itupun segera digedok dewan. Gubernur segera menginstruksikan pelaksanaan penggantian kata itu kepada seluruh instansi pemerintah yang ada di propinsi, eh, provinsi bersangkutan. Mungkin Pak Gub berpikir, apa sih susahnya mengganti huruf “p” dengan “v”, meminjam tagline sebuah iklan, “anak kecil juga bisa”. Tapi sungguh tak terduga, pelaksanaan di lapangan ternyata sangat ribet, memakan waktu lama, memeras tenaga, dan makan biaya yang tidak sedikit. Bayangkan, akibat perubahan itu, seluruh papan nama kantor, dinas, badan, dan lembaga pemerintah serta swasta yang ada di wilayah itu, mulai di tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga ke tingkat RT, tiba-tiba menjadi usang

go.id. atau www.visit-batam. com. Situs Visit Batam 2010 ini diharapkan menjadi jendela maya bagi para wisatawan untuk mendapatkan informasi mengenai pariwisata Batam. "Ada juga peta wisata dari Disparbud Kota Batam yang diperbarui Bakominfo setiap bulannya. Data bisa dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan dari masyarakat,” kata Indra Sufian, Plt. Kepala Sub Bidang Portal dan Konten Bakominfo Kota Batam. Masih banyak lokasi wisata yang disajikan dalam www. batamkota.go.id/pariwisata. “Konten pariwisata di website Pemkot Batam akan dilakukan sinkronisasi database kepariwisataan dengan situs www. visit-batam.com, sebagai situs resmi Visit Batam 2010,” jelas Kepala Bidang Pengelolaan Data Elektronik Bakominfo Batam, Ir. Minche Sihotang. (Lida, dari berbagai sumber)

Jawa Timur Ambulans Siaga Satu perhatian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember d a l a m b i d a n g ke se h a ta n . “Untuk mendukung program Desa Siaga dan Indonesia Sehat 2010, Dinas Kesehatan Kabupaten Jember merangkul semua elemen masyarakat berperan aktif mendukung dengan pemberian 1 (satu) unit ambulans bagi Desa Siaga yang berhasil," jelas Kadis Kesehatan Kabupaten Jember, Dr. Olong Fadjri Maulana, MARS. Mobil ambulans yang diberikan adalah bekas Puskesmas antara tahun 1980 sampai 1990 dari berbagai jenis. "Desa

alias harus diganti. Padahal jumlah papan nama semacam ini mencapai puluhan ribu buah. Yang dimiliki sekolah—mulai TK sampai perguruan tinggi—saja sudah ribuan, belum lagi papan nama milik institusi pemerintah, swasta dan perorangan. Jelas, butuh waktu berbulan-bulan untuk mengganti seluruh papan nama agar bisa tampil dengan wajah baru sesuai amanat perda. Kalau yang bahannya semipermanen, misalnya dibuat dengan kayu/tripleks dan grafisnya dengan cat, mungkin huruf “p”-nya masih bisa dikerok lalu ‘ditimpa’ dengan huruf “v”. Tapi yang terbuat dari besi, aluminium, beton, neon box, atau bahan masif lainnya, penggantiannya tentu lebih sulit dan rumit. Sebuah papan nama berukuran raksasa dari beton yang terpampang di pusat kota bahkan sempat ambrol saat huruf “p” dipahat untuk diganti dengan huruf “v”. Tidak hanya itu, kertas surat, sampul, dan form-form dokumen berkop instansi yang mengandung kata “propinsi” juga harus diganti, karena telah menjadi barang bekas sebelum terpakai. Percetakan dan tukang sablon yang dikerahkan untuk mengganti sih senangsenang saja, karena dengan

Siaga jelas butuh dukungan transportasi untuk mengangkut pasien ke Puskesmas. Agar warga yang hendak berobat ataupun yang akan melahirkan dapat segera ditangani,“ harap Dr. Olong. Eni, warga Desa Glundengan Kecamatan Wuluhan, Jember mengaku kegiatan Desa Siaga sangat penting untuk memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu un-tuk hidup sehat. "Dalam pengembangannya diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Agar masyarakat yang dalam keadaan darurat membutuhkan mobilitas ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Terutama untuk ibu hamil resiko tinggi sebagai calon konsumen potensialnya, yang siap on the road dengan ambulans,“ tuturnya. Bahkan menurut Eni, warga nya membutuhkan bukan untuk membawa warga yang sakit saja, "Mobil ambulans bisa dimanfaatkan membawa warga yang sudah meninggal," cetusnya. Wa r g a p u n b e r e n c a n a jika bantuan mobil ambulans terwujud, akan direnovasi total oleh warga dengan b e r s w a d a y a . " Ya n g p a s t i nantinya warga tampak pangling (tidak mengenal lagi - red). Rencananya akan dicat ulang, dipasang sirene, dan perbaikan tutup pintu belakang yang lebih canggih, serta perbaikan tempat keranda jenazah. Pastinya layanan kepada warga juga bisa semakin baik. Ambulans Desa siap beraksi, “celetuk Eni. (mc-humas/jbr)

Nusa Tenggara Barat Kolaborasi Keindahan Alam dan Makanan Khas Wisata kuliner menjadi alternatif lain setelah menikmati keindahan alam dan eksotisnya budaya di Lombok. Sebutlah Taman Suranadi, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Taman wisata Suranadi merupakan salah satu obyek wisata yang cukup terkenal di Lombok. Lokasinya tidak jauh dari Taman Wisata Narmada yang popular dengan “air awet muda”. Jaraknya tidak kurang dari dua kilometer. Para pengunjung khususnya para wisatawan asing maupun domestic, panorama keindahan alam hutan dan pegunungan dilengkapi pula dengan suguhan hamparan persawahan menghijau serta banyaknya sumber-sumber mata air sangat menjanjikan ketenangan dan kepuasan tersendiri yang sulit terlupakan begitu saja. Suguhan alam pegunungan yang sejuk serta kaya vegetasi menjadi pemandangan yang tidak membosankan. Tingkah berbagai jenis fauna yang menghuni, menjadikan Taman Suranadi seperti tak pernah sunyi-sepi. Keindahan alam yang ditawarkan di Taman Suranadi tak lengkap rasanya bila tak sempat mencicipi hidangan kuliner berbagai menu khas yang tersaji, dengan citarasa

yang sungguh nikmat. Hidangan khas yang ditawarkan di sekitar taman wisata tersebut adalah menu makanan yang sangat menggairhakan selera makan. Makanan khas berupa nasi putih, plecing kangkung, sup, telur dadar gulung, ayam goreng, ayam pedas, ikan bakar, sate pusut dan sudah pasti sambal. “Masing-masing memiliki cita rasa yang khas dan sayang untuk dilewatkan begitu saja,” ungkap Radiah, pedagang makanan khas di Taman Suranadi. Tidaklah sulit untuk mendapatkan menu makanan khas Suranadi, baik secara paket maupun porsi. Dengan mudah pengunjung dapat dengan mudah mampir di sejumlah rumah makan yang ada di tepi jalan masuk ke kawasan ini. Mulai saat ini, cobalah untuk mengatur jadwal refresing anda dengan mencoba Taman Suranadi sebagai pilihan berlibur yang menyenangkan. Angin pegunungan yang berhembus semilir dibarengi mengalunnya musik tradisonal khas Sasak yang lembut menenangkan, akan semakin menambah kedamaian anda menikmati hidangan khas Suranadi ini. Wisata kuliner di lokasi yang rimbun oleh pepohonan, sulit rasanya tergadaikan dengan Taman Wisata lain. Mau bukti, jalan-jalanlah ke obyek wisata yang satu ini. (Hernawardi)

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik keliling nusantara, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

begitu mereka dapat duit. Akan tetapi pimpinan instansi biasanya merengut, lantaran mereka harus menanggung sendiri biaya penggantian itu. Maklum, pemerintah daerah tidak menyediakan dana untuk hal yang dipandang remeh-temeh ini. Itu baru masalah papan nama dan kop instansi, belum menyangkut sistem komputer berjaringan dan program manajemen

tak fasih melafalkan “v”. Maka jangan heran jika masyarakat setempat, mulai penjahit sampai penjahat, ahli mesin sampai tukang sunat, rakyat jelata sampai para pejabat, tetap saja melafalkan kata “propinsi” (dengan “p”) bukan “provinsi” (dengan “v”). Alamak! Kita dapat mengambil hikmah dari kasus huruf “v” ini, bahwa sebuah perubahan—

informasi serta keuangan berbasis teknologi informasi yang sudah telanjur di-setting menggunakan konsonan “p” untuk kata propinsi. Untuk mengubahnya bukan sekadar susah, namun terbilang sangat susah dan mahal, lantaran butuh tenaga ahli yang paham tetek-bengek pemrograman piranti lunak. Kesulitan tidak berhenti sampai di situ, karena masih ada satu masalah lagi terkait dengan huruf “v” ini, yakni soal adaptasi lidah. Meski jelas-jelas kata “propinsi” secara resmi sudah diganti menjadi “provinsi”, kenyataannya banyak orang

sekecil apapun—hendaklah dilakukan secara hati-hati dan penuh pertimbangan agar tidak menimbulkan dampak sosial yang tak terduga di tengah masyarakat. Okelah, dampak perubahan “p” menjadi “v” barangkali hanya membuat para pimpinan instansi menggerutu dan masyarakat yang tak bisa melafalkan “v” secara fasih ketawa-ketiwi. Tapi jika itu terjadi pada sebuah program, dampaknya bisa jadi sangat serius. Maka jangan suka membuat program yang terkait dengan perubahan masyarakat seenak udel sendiri, karena

“V”

bisa-bisa ongkos sosial yang ditimbulkannya sangat mahal. Perencana sering tidak menyadari bahwa dampak sosial sebuah program sangat berkaitan dengan kondisi masyarakat setempat. Banyak perencana secara sepihak menganggap program yang mereka bikin pasti cocok bagi semua kalangan, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Mengapa? Karena masyarakat akan menyikapi program dengan cara mereka sendiri yang sangat khas, sehingga akibatnya mungkin sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh para perencana. Maka, wahai para perencana, ajaklah masyarakat merumuskan program yang akan mereka rasakan sendiri manfaatnya, karena merekalah yang tahu apa yang sesungguhnya mereka butuhkan. Jika tidak, kasus missleading akan terus terjadi. Kalau sekadar seperti perubahan huruf “p” menjadi “v” sih kita tak perlu waswas berlebihan. Yang kita khawatirkan adalah, program yang diluncurkan bukannya meningkatkan kesejahteraan, namun justru menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan (gun).

s a t u k a t a i n d o n e s i a

11

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009


www.bipnewsroom.info

12

Cukupkah waktu 100 hari bagi para menteri untuk menunjukkan kinerjanya? Berikut pandangan “orang-orang pinggiran” terhadap program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II.

Dengan fasih, Sukarto (63), warga yang tinggal di bekas Te m p a t P e m b u a n g a n A k h i r Keputih, Sukolilo, Surabaya ini menuturkan Legenda Bandung Bondowoso. Alkisah, Roro Jonggrang bersedia dinikahi Bandung Bondowoso, asal si pemuda mampu membuat candi dengan 1.000 patung dalam satu malam. Si pemuda menyanggupi dan langsung bekerja lembur untuk memenuhi permitaan pujaan hatinya.

Lepas tengah malam, candi pun selesai sudah. Patung pun telah tergarap 999 buah, hanya kurang satu buah patung. Roro Jonggrang yang sejatinya enggan dinikahi Bandung pasang siasat. Ia membentangkan kain putih di ufuk timur dan menumbuk padi dengan lesung. Ayam-ayam mengira hari telah pagi, mereka pun berkokok. Bandung Bondowoso kaget, tak mengira pekerjaannya akan gagal. Ia marah dan mengutuk Roro Jonggrang menjadi patung ke 1.000. Menurut Sukarto, target 100 hari yang diberikan kepada para menteri ibarat lakon Bandung Bondowoso. “Mirip, karena dalam waktu 100 hari menteri harus bisa menunjukkan keberhasilannya. Tapi saya tidak yakin seluruh menteri mampu. Lha memangnya mengurusi negara itu gampang? Bandung Bondowoso yang cuma kurang satu patung saja dianggap gagal, lalu bagaimana mengukur keberhasilan menteri nanti? Apa yang tidak memenuhi target dianggap gagal juga?” tuturnya setengah bertanya.

Berpihak kepada Wong Cilik Sukarto tidak berharap menteri-menteri berhasil dalam 100 hari, namun yang penting mereka mau bekerja untuk wong cilik (rakyat kecil--red). “Kalau programnya dapat kita rasakan manfaatnya sampai di sini, di Sukolilo ini, itu baru namanya berhasil. Sebaliknya kalau yang merasakan manfaatnya orangorang di atas sana, ya sama saja dengan gagal, meskipun seluruh program tercapai dalam 100 hari,” imbuhnya. Hal yang sama dikemukakan Jauhari (28), tukang sol sepatu di Pasar Bawah, Pekanbaru, Riau. Ia menyatakan tidak terlalu hirau dengan program 100 hari para menteri. “Bagi saya ada program 100 hari atau tidak, sama saja. Yang penting, bagaimana orangorang seperti saya ini bisa naik kelas, kerja gampang, cari duit mudah, makanan murah,” ujarnya. Sementara Aloysius Apai (55),

pencari pasir di bawah jembatan Putussibau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, menyatakan program 100 hari perlu untuk melihat hasil kerja para menteri. Namun ia berpendapat, tak adil menteri diganti jika tidak memenuhi target kinerja 100 hari. “Banyak pekerjaan yang tidak bisa selesai dalam waktu 100 hari, jadi sebaiknya dilihat dalam jangka panjang, jangan hanya 100 hari,” katanya kepada Victor, kontributor kOmunika di Putussibau. Namun seperti yang lain, Apai juga mengharapkan menteri-menteri mengutamakan program-program kerakyatan yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak. “Karena rakyat yang nanti akan menilai keberhasilan para menteri, maka program yang pro rakyat harus didahulukan,” tambahnya. Tidak beda dengan pendapat I Made Sarjana (46), tukang kelabang rambut di Pantai Sanur, Bali. Ia menyatakan program 100 hari harus dilaksanakan secara konsekuen oleh para menteri. “Jika berhasil, rakyatlah yang

akan merasakan keberhasilan itu. Demikian pula jika gagal, rakyat pulalah yang akan merasakan dampak kegagalan itu. Maka menteri harus bekerja keras agar dinilai berhasil di mata rakyat,” katanya. Senada dengan itu, Wardiah (61), pedagang ikan di Tempat Pelelangan Ikan Brondong, Lamongan, Jawa Timur mengungkapkan, sebaiknya presiden mengganti menteri-menteri yang tidak memperhatikan nasib rakyat kecil. “Tidak usah tunggu 100 hari, kalau menteri tidak memperhatikan nasib wong cilik, ya sebaiknya diganti saja,” tuturnya. Sementara Saryono, buruh tani di Garung, Wonosobo, Jateng, setali tiga uang. Menurutnya, keberadaan kabinet adalah untuk membantu masyarakat miskin agar bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah. Terlepas benar atau tidak pendapatnya, yang jelas ia yakin bahwa kabinet

yang dibentuk presiden kali ini akan memperhatikan nasib orang miskin. Tak Muluk-muluk Sebagai program 100 hari pertama, Kabinet Indonesia Bersatu jilid II menetapkan 15 program pilihan program prioritas . "Kelihatannya kali ini, pemerintah Indonesia mencoba realistis untuk tidak terlalu muluk–muluk, " tulis Zukruf dalam blog pribadinya. Menurut anak muda asal S r a g e n , J a w a Te n g a h i n i , bagaimana program itu dijalankan, akan menjadi indikator dan barometer awal kinerja kabinet. "Namun, bila dicermati, sebagian besar dari program tersebut rasanya juga bukan barang baru dan terkait masalah–masalah lama yang hingga sekarang belum sepenuhnya mendapatkan jalan keluar atau mengalami kemajuan berarti," cetusnya. Menurut Zukhruf. bagi masyarakat pelaku usaha, dan investor, yang lebih penting dalam 100 hari pertama mungkin adalah sinyal solid bahwa kabinet sekarang ini akan bisa bekerja efektif dan serius dalam

Dalam seratus hari pemerintahan pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode kedua ini ada 45 program penting yang akan dijalankan pemerintah di seluruh tanah air, yang berkaitan dengan pembangunan sektoral dan regional. Dari 45 program aksi itu, ditetapkan 15 Program Pilihan yang wajib diimplementasikan dalam jangka waktu 100 hari pertama. Program tersebut antara lain 1. pemberantasan mafia hukum. 2. revitalisasi industri pertahanan. 3. penanggulangan terorisme. 4. mengatasi permasalahan listrik. 5. meningkatkan produksi dan ketahanan pangan. 6. revitalisasi pabrik pupuk dan gula 7. pembenahan kompleksitas penggunaan tanah dan tata ruang. 8. peningkatan infrastruktur. 9. peningkatan pinjaman Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah. 10. pendanaan modal dari dalam dan luar negeri. 11. penanggulangan perubahan iklim dan lingkungan 12. reformasi kesehatan dengan mengubah paradigma masyarakat. 13. reformasi di bidang pendidikan. 14. kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana alam. 15. koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan di segala bidang.

PRIORITAS 100 HARI KIB II

www.presidensby.info

komunika Edisi 18/Tahun V/Desember 2009

menjalankan program–program prioritas dan mengurai benang kusut yang ada. Perbedaan Ukuran Kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jauh hari telah menyatakan, bahwa program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu ditujukan untuk mengukur kinerja para menteri terkait program-program yang dijalankan di institusinya. Terkait dengan masalah ini, keberhasilan menteri bersangkutan tentulah diukur dari sejauh mana program yang telah direncanakan dapat diwujudkan dalam kegiatan nyata di lapangan. Namun dari berbagai pendapat yang berhasil dihimpun kOmunika, tampaknya masyarakat memiliki kriteria tersendiri terkait keberhasilan kinerja para menteri ini. Sebagian besar menganggap, menteri yang berhasil adalah menteri yang mampu menerapkan program mereka hingga ke jenjang masyarakat akar rumput. Pengamat politik Universitas Airlangga, Priyatmoko, saat dihubungi kOmunika melalui telepon selular menyatakan, ukuran kinerja menteri dalam terminologi pemerintahan memang berbeda dengan ukuran kinerja menurut masyarakat awam. “Pada umumnya, masyarakat tidak menetapkan standar berteletele tentang makna keberhasilan seorang menteri. Asal manfaat program yang mereka luncurkan bisa menyentuh sampai ke lapisan masyarakan paling bawah, mereka menganggap menteri itu berhasil,” ujarnya. Repotnya, kata pengajar Pascasarjana Unair ini, tidak seluruh program di lembaga pemerintahan berkaitan langsung dengan masyarakat, sehingga kinerja mereka tidak bisa sepenuhnya diukur secara langsung oleh masyarakat. Ukuran kinerja

yang ditetapkan pemerintah dengan ukuran ‘kinerja’ menurut masyarakat awam pada akhirnya tidak sinkron. “Maka tidak aneh, ada menteri yang oleh masyarakat dianggap tidak berhasil tapi tetap dipertahankan oleh presiden, karena berdasarkan penilaian kinerja yang ditetapkan pemerintah mereka tergolong sukses,” urainya. Namun demikian, menurut pria kelahiran Klaten ini, masyarakat tetap memiliki hak untuk mempertanyakan kinerja para menteri melalui mekanisme yang benar. “Era demokrasi memungkinkan masyarakat menyampaikan ketidakpuasannya atas kinerja pemerintah termasuk kinerja kabinet melalui berbagai saluran yang tersedia, baik melalui media massa maupun melalui wakil-wakil mereka di DPR.” Terkait program 100 hari yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Priyatmoko menyarankan seyogyanya masyarakat memandang dari sisi positifnya. “Kita ambil sisi positifnya saja. Apapun yang dimaksudkan untuk memantau kinerja, asal dijalankan secara sungguh-sungguh, hasilnya pasti positif. Kita jangan apriori, program tersebut pasti ada manfaatnya,” pesannya. Karena itu, ia meminta masyarakat bersikap rasional dan arif, tidak terburu-buru menjatuhkan vonis seorang menteri gagal atau berhasil, karena kriteria penilaiannya sangat rumit. “Yang penting, beri waktu kepada anggota kabinet untuk bekerja. Pantau kegiatan mereka, ingatkan bila salah, luruskan bila berbelok, dan hadang bila menyimpang. Tapi jangan lupa, bantu mereka agar program yang mereka luncurkan berhasil,” kata lelaki berbadan tegap ini. Dus, kalau mekanisme kerjasama penguasa-warga sudah terjalin dengan baik, tragedi Bandung Bondowoso tidak harus terjadi (lagi) di negeri ini, kan? (wahyu-multisumber)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.