Edisi 12/Tahun VI/Agustus 2010

Page 1

Foto : antarajatim.com

Edisi 12/Tahun VI/Agustus 2010

Kibar Daerah

Halaman

Rumah Pintar Desa Hunut Durian Patah, Kota Ambon

Pintar Ala Rumah Pintar

Banyak cara yang dilakukan agar akses pendidikan menyebar merata, salah satunya adalah dengan membangun rumah belajar, seperti Rumah Pintar

10

Wawancara

Dra. Yudho Puspito

Perlindungan Anak Itu Pekerjaan Lintas Generasi

Halaman

4

Perlindungan anak diperlukan karena anak adalah kelompok yang paling rentan dari berbagai hal yang membahayakan jiwa.

Dra. Yudho Puspito Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Memerdekakan Anak Bangsa

Memenuhi Hak Anak Dari tahun ke tahun, permasalahan anak di Indonesia semakin kompleks. Mulai dari pelanggaran hak anak, kekerasan, perdagangan, dan eksploitasi anak-anak. Jika tidak ditangani dengan baik, maka akan mengganggu upaya pemenuhan hak-hak anak yang mencakup hak untuk hidup, tumbuh kembang, memperoleh perlindungan, berpartisipasi dan bersosialisasi di lingkungan. Hak-hak tersebut terangkum dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Belum optimalnya perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditunjukkan dengan masih tingginya jumlah pekerja anak, ba­nyaknya anak yang belum memiliki identitas, anak yang bermasalah dengan hukum, hingga anak yang menjadi korban kekerasan. Beberapa tahun terakhir, pemerintah terus mengem-

bangkan berbagai peningkatan kesejahtera­an dan perlindungan anak. Hak untuk hidup, punya identitas dan kewarganegaraan telah diupayakan dipenuhi dengan adanya akte kelahiran gratis sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Akte kelahiran dinilai sebagai hak pertama anak dan tidak boleh menjadi sumber pemasukan dae­rah karena bertentangan dengan Undang-undang Administrasi Kependudukan. “Saat ini baru 58,9 persen kabupaten/ kota di Indonesia yang memberikan akte kelahiran gratis. Kami terus berupaya mendorong pemerintah daerah selama empat tahun belakangan melalui pemberian penghargaan kepada bupati dan walikota yang menyediakan akte kelahiran gratis,” jelas Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dra. Yudho Puspito. Butuh Kesadaran Bersama Akan tetapi setiap upaya perlindungan dan pemenu-

han hak anak akan berbenturan dengan beragam cara pikir dan adat yang masih menoleransi adanya kekerasan terhadap anak. “Saya melihat, di semua daerah di Indonesia, ada budaya mendidik dengan kekerasan. Kerja kita mengubah pola pikir. Karenanya kerja jangka panjang. Kalau misalnya anak-anak sudah mulai tidak berinteraksi dengan kekerasan, berharap generasi yang akan datang akan surut budaya tersebut,” tambah Yudho Puspito. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak sebagai generasi penerus akan menentukan masa depan Indonesia. Oleh karena itu, pembinaan dan perlindungan anak seharusnya menjadi tugas utama seluruh komponen bangsa. Upaya peningkatan kualitas perlindungan anak bisa dikembangkan melalui penyediaan akses yang memadai, adil dan setara bagi anak-anak dengan beragam latar belakang di seluruh Indonesia. *


2

Beranda

www.bipnewsroom.info

Edisi 12

Tahun VI Agustus 2010

Memaksimalkan Perlindungan Terhadap Anak Btelah memperingati Hari Anak Nasional eberapa waktu lalu, bangsa Indonesia

(HAN). Kita berharap peringatan HAN tahun 2010 yang mengambil tema “Anak Indonesia Belajar untuk Masa Depan,” dengan sub tema, “Kami Anak Indonesia, Jujur, Berakhlak Mulia, Sehat, Cerdas, dan Berprestasi,” bisa menjadi momentum untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan perlakuan tidak adil terhadap anak. Kita berharap anak-anak Indonesia bisa menikmati pendidikan, kesehatan, jauh dari tindak kekerasan baik fisik, psikis maupun kekerasan seksual, serta bebas dari eksploitasi dan trafficking. Kita semua mengetahui, masa anakanak adalah masa yang menyenangkan karena merupakan masa untuk bermain, menikmati indahnya kasih sayang, pertumbuhan untuk membentuk karakter menjadi insan paripurna. Namun sayang, tak semua anak Indonesia bisa menikmati kehidupan yang demikian. Sebagian anak Indonesia masih harus menjalani kerasnya kehidupan jalanan serta menghabiskan waktu untuk mencari sesuap nasi. Sebagian lagi harus berurusan dengan hukum dan mendekam di lembaga pemasyarakatan. Bahkan beberapa di antara mereka ada yang dieksploitasi secara fisik maupun mental untuk kepentingan tertentu. Hingga kini, jutaan anak masih mengalami situasi sulit seperti menjadi pekerja anak, korban eksploitasi seksual, dipenjara, telantar, dan rentan telantar. Mereka tidak hanya bertarung melawan kehidupan, sebagian anak-anak Indonesia juga akrab dengan perlakuan kekerasan baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial anak. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan, dari sejumlah kekerasan

Penertiban Forum Facebook Mohon Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, mengawasi dan menindak tegas forum - forum di Facebook yang membahas kontroversial Islam dan Kristen seperti forum-forum Debat Islam Kristen, karena sangat berbahaya dan berpotensi menimbulkan konflik. Penodaan, dan pembelokan serta menyudutkan salah satu agama yang di akui oleh negara RI sepertinya sudah mulai terjadi di forumforum tersebut. Mohon hal tersebut diperhatikan demi kelangsungan hidup yang kondusif antar umat beragama di bumi Indonesia yang tercinta ini. Terima Kasih.

desain: f.dewi.m

Mel Kristin – Via Facebook

Dukung Berinternet Sehat Kominfo perlu dukungan untuk pemblokiran situs porno. Perlu digalakkan bersama berinternet sehat, diberikan solusi bukan hanya memberikan komentar dan alasan yang kurang tepat. Mari dukung bersama. Irawan Rachman – Via Facebook

Umur Minimum Masuk Sekolah Menghambat Potensi Anak Anak saya sudah 6 tahun 2 bulan. Tapi untuk masuk SD Negeri di Jakarta harus umur minimal 7 tahun. Bagaimana kelanjutan pendidikannya? Apakah harus menunggu 1

bebas dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi. Kita berharap, seruan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan HAN 2010, dimana ada komitmen untuk memberikan perlindungan kepada anak dari berbagai bentuk kejahatan, kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, penelantaran, sanksi yang tidak adil, pergaulan sesat dan perilaku Hingga kini, jutaan anak masih mengalami buruk, benar-benar dapat diwujudkan. situasi sulit seperti menjadi pekerja anak, Oleh karena itu semua pihak harus korban eksploitasi seksual, dipenjara, telantar, benar-benar teguh memegang komitmen dan rentan telantar. melindungi anak Indonesia, sehingga Data Komisi Nasional Perlindungan Anak kelak kehidupan anak-anak semakin menyebutkan, dari sejumlah kekerasan yang baik. Pemerintah dalam hal ini bertindak dialami anak setiap tahunnya, sebanyak 62,7 selaku motor sekaligus fasilitator yang persen di antaranya adalah kekerasan seksual akan mengupayakan agar proses dan dan selebihnya kekerasan fisik dan psikis. kegiatan perlindungan anak berjalan maksimal. Selain mengeluarkan regulasi dan peraturan yang kondusif bagi tumbuh-kembang anak, pemerintah juga membentuk lembaga perlindungan anak. terhadap anak Indonesia belum berjalan Sementara masyarakat turut berpartisipasi aktif maksimal. untuk mewujudkan kehidupan yang aman dan Secara tradisi, anak-anak Indonesia memang nyaman bagi anak-anak. dianggap sebagai “milik” orangtua, sehingga Harus diakui, mayoritas kekerasan dan urusan anak dianggap domain orangtua. eksploitasi terhadap anak terjadi di tengahKeadaan ini di satu sisi menguntungkan anak, tengah keluarga dan masyarakat. Maka karena kedekatan dengan orangtua akan keluargalah yang sejatinya menjadi tameng memaksimalkan anak dalam mendapatkan pelindung utama agar anak tidak terjerumus ke kasih sayang dan bimbingan. Namun di sisi situasi yang tidak menguntungkan atau bahkan lain, anggapan bahwa anak adalah “milik” membahayakan anak. Harus ada kesadaran orangtua akan menyulitkan anak memperoleh dalam keluarga, bahwa anak memiliki hak perlindungan hukum manakala ia mendapat tumbuh dan berkembang sebagai anak. Oleh perlakuan yang tidak adil dari orangtua atau karena itu, anggapan bahwa anak sepenuhnya keluarga sendiri. Banyak kasus kekerasan dan “milik” orangtua, yang oleh karenanya dapat eksploitasi terhadap anak tidak dilanjutkan ke diperlakukan semena-mena, seyogyanya ranah hukum karena dianggap sebagai masalah dibuang jauh-jauh. Dengan cara demikian, internal keluarga. perlindungan terhadap anak-anak benar-benar Harapan kita semua, tahun ini merupakan dapat dimaksimalkan (g). tahun kebangkitan anak-anak Indonesia untuk yang dialami anak setiap tahunnya, sebanyak 62,7 persen di antaranya adalah kekerasan seksual dan selebihnya kekerasan fisik dan psikis. Hal tersebut menunjukkan perlindungan

tahun lagi. Menurut saya hal tersebut sudah tidak sesuai diera persaingan global ini. Seharusnya pendidikan dini terus didorong biar bisa menggali potensi anak bangsa dan dapat lulus pendidikan dalam usia muda Londa C via email

Pendaftaran Relawan TESA Salam hangat TESA129, saya termasuk orang yang mengikuti berita perkembangan TESA. Luar biasa dan sebenarnya saya ingin dapat bergabung. Kalau untuk informasi menjadi relawan saya dapat hubungi kemana ya ? mohon dibantu. Terima kasih. Sukses selalu ! Anak Indonesia menjadi generasi penerus yang

di hari minggu.

luar biasa ! Erick Azof Via Facebook

Jawab Silakan hubungi sekretariat TESA 129 di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gedung B Lantai 1, Jl. Medan Merdeka Barat No.9 Jakarta. Setiap hari SENIN–JUMAT jam 08.00 – 18.00. Kontaknya, tentu saja, 129. Gunung Sinanbung Meletus Semoga penduduk di tempat musibah selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Gunung Sinabu di Sumatera Utara ini sebenarnya sudah di bukukan sebagai gunung yang tidak aktif, karena selama 400 tahun tidak di nyatakan berbahaya. Letak gunung Sinabung di Sumatra Utara, kira-kira 2 jam dari Medan. Gunung ini meletus

Cicilia via milis

Menggugah Nasionalisme kita atas Perlakuan Malaysia Tiga dari lima petugas Pengawas Perikanan DKP Provinsi Kepri ditangkap pada Jumat, 13 Agustus 2010 oleh polisi Malaysia setelah ketiga petugas DKP Kepri itu menagkap tujuh nelayan Malaysia yang diduga mencuri ikan di perairan Indonesia. Nasionalisme kita sebagai yang berdaulat, tergugah atas perlakuan "Negeri Jiran" itu, sehingga harus disikapi secara tegas, agar masalah seperti itu tak terulang lagi. Gerrisetiavis milid

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; M. Abduh Sandiah; Asnah Sinaga; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Listya; Elpira Indasari N; Taofik Rauf; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 12

Tahun VI Agustus 2010

3

Utama

www.bipnewsroom.info

Sekolah Ramah, Menyemai Harapan Anak >> Mengurangi Kekerasan Dalam Mendidik >> Mendekatkan Anak Dengan Lingkungan Dunia sekolah tak bisa lepas sepenuhnya dari potensi tindak kekerasan. Pemberlakuan jam belajar yang ketat, fasilitas yang kurang memadai dan kurangnya penghargaan atas hak anak bisa berwujud dalam beragam bentuk. “Untuk itulah kami mengemas pola pendidikan yang dekat dengan anak. Guru

an. “Rumah adalah tempat yang nyaman dan menyenangkan bagi anak untuk belajar. Formalitas sebanyak mungkin dikurangi, karena proses belajar hanya dapat berlangsung optimal dalam suasana alami yang rileks dan menyenangkan bagi anak maupun para fasilitator dan tentunya juga orang tua,”

Istilah rumah digunakan karena rumah adalah tempat yang nya­ man dan menyenangkan bagi anak untuk belajar. Formalitas seba­ nyak mungkin dikurangi, karena proses belajar hanya dapat ber­ langsung optimal dalam suasana alami yang rileks dan menyenang­ kan bagi anak maupun para fasilitator dan tentunya juga orang tua.

dua. Menurut Anggi, yang duduk di kelas dua pola demikian membuat anak senang belajar. “Pelajaran macam-macam dan Angi bisa belajar nyanyi setiap hari Rabu,” katanya. Memang pembelajaran tematik dirancang dekat dengan dunia anak dan menarik bagi mereka. Bahkan pelajaran dilakukan di luar ruangan, seperti menanam benih cabai, mulai dari penanaman, menyiram tanaman serta tumbuhnya pohon cabai yang dikuti seksama. “Ada juga melukis pemandangan alam, membuat kalung dari manikmanik, melukis di tembok, tambah Anggi.

disini dipanggil dengan sebutan Kak,” kata Fani Kusfunani. Sebutan itu disengaja agar mengurangi rasa takut atau minder. “Bahkan saat belajar matematika diformulasikan sedemikian rupa sehingga anak-anak tanpa beban dapat menghitung angka,” jelas Fani, lulusan S1 Sastra Jerman, UPI, Bandung. Sekolah yang dinilai ramah anak itu didirikan Juli 2005. Pilih­a n menggunakan istilah rumah juga bukan tanpa alas­

kata Andy Sutioso, koordinator utama Rumah Belajar Semi Palar. Menumbuhkan Harapan Semi Palar diambil dari bahasa Jawa Kuno yang artinya tumbuh menjadi harapan. “Apa yang dilakukan di rumah belajar ini, walaupun kecil, bisa tumbuh dan kemudian menumbuhkan harapan,” jelas Andy. Rumah belajar di Jalan Sukamulya, terusan Pasteur Ban­ dung itu menempati lahan se­

luas 2500 m2. Fasilitas sekolah playgroup, TK dan SD Semi Palar meliputi perpustakaan, rua­ng audio visual, amphi thea­ ter, pendopo dan kebun penelitian. “Saat ini jumlah murid TK dan SD masing-masing 24 murid dan murid playgroup 18 orang,” jelas Andy. Area sekolah dirancang khusus sesuai konsep pembelajaran yang dekat dengan lingkungan. “Ruang kelas hanya­lah salah satu tempat aktivitas anak-anak. Saat kegiatan me-

merlukan arena luar, mungkin lapangan rumput yang akan menjadi kelasnya,” tambah Fani yang sudah setahun bergabung. Menarik Paduan pembelajaran sekolah ini terhitung menarik. Pendekatan aktif dan tematik membuat anak sebagai subyek pembelajar, “Guru hanya pembimbing yang menginspirasi, membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu siswa,” kata Patricia yang mengajar kelas

Mereka Yang Mendunia Tiga remaja Indonesia mendapat penghargaan dari United Nation Children’s Fund (Unicef) sebagai pemimpin remaja yang berkomitmen mencapai persamaan hak-hak anak di Indonesia.

sejatinya untuk menemukan bakat dari teman-teman segolongan. Menjadi fasilitator dari daerah satu ke tempat lainnya. Jadi bukan hanya orang tua yang dapat menjadi pemateri atau narasumber, melainkan kawan-kawan remaja di NTT sudah ditanam jiwa fasilitator. "Kami nggak mau kalah dengan orang tua," ujarnya.

Adalah Charles Octoriano Seran dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, Mulyadi dari Payakumbuh, Sumatera Barat,dan Ni Putu Maitri Nara Suari dari Denpasar, Bali yang beroleh penghargaan itu. “Mereka telah menunjukkan dedikasi, pengaruh, dan inovasi dalam meningkatkan kesadaran dan mendorong perubahan sosial baik di dalam sekolah maupun di masyarakat sekitar mereka melalui parsitipasi aktif mereka dalam forum anak,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar saat menyerahkan penghargaan pada puncak Acara Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Charles, siswa kelas 3 SMA itu menjadi Ketua Forum Anak Nusa Tenggara Timur. “Forum itu berkembang mulai tingkat kecamatan sampai provinsi. Saya sangat bersyukur forum ini mendapat apresiasi Ibu Menteri" kata Charles yang menjaring banyak anggota baru dalam forum tersebut, serta memfasilitasi kegiatan berkaitan dengan kesadaran hak-hak anak di Kupang. Menurut anak ke-3 dari 5 bersaudara itu, kegiatan forum ini

Anti Tembakau Lain halnya dengan Ketua Forum Anak Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, Mulyadi. Ia aktif mengkampanyekan anti-tembakau di sekolah dan lingkungannya, “Selain mendorong guru dan teman untuk tidak merokok di depan anak-anak. Saya mengajak rekan sebaya untuk tidak menghadiri acara-acara yang disponsori perusahaan rokok,” katanya. Mulyadi juga berdialog dengan pemerintah setempat mengenai peraturan-peraturan daerah yang berkaitan dengan rokok dan anakanak, dan menggagas Perda Antirokok di Kota Payakumbuh. "Kami bekerjasama dengan Satpol PP dalam menunjang perda antirokok, alhamdulillah berjalan cukup baik. 65 persen remaja Payakumbuh berhasil menaati perda tersebut," tuturnya seraya menjelaskan bahwa pelajar yang kedapatan merokok di sekolah, akan segera diganjar oleh guru pengurangan 50 poin dan orang tuanya dipanggal menghadap ke sekolah supaya jera.

Beri Tanggung Jawab Meski terlihat bebas, dari waktu ke waktu anak-anak diajak belajar bersama dengan jenjang kelas yang berbeda. “Ini untuk melatih tanggung jawab dan empati. Selain itu mengajarkan saling menolong dan bekerjasama antara anak dengan jenjang usia dan kemampuan berbeda,” tambah Patricia, lulusan S1 Hubungan Internasional, Unpar. Berbeda dengan pola belajar di sekolah konvensional, menurut Andy, Semi Palar ba­ nyak menciptakan situasi anak untuk bekerja dalam kelompok. “Karena team-work dan kepemimpinan bagian penting dalam kehidupan sehari-hari kelak,” tegas Andy. (wiwik)

Hak Anak di Dunia Online Kesenangan Ni Putu Maitri Nara Suari merambah dunia maya menjadi alat untuk mempromosikan hak-hak anak. Gadis 17 tahun itu, tidak pernah jauh dari komputer jinjing. “Di mana pun bisa menulis esai, penelitian, blog, mengirimkan tweets, dan memutakhirkan akun jejaring sosialnya tentang hak-hak anak,” kata Duta Anak pada Kongres Anak 2009 ini. Nara Suari Ketua Komisi Pengembangan Jejaring pada Forum Anak, Bali. Ia telah membuat puluhan artikel yang termuat di situs blog http// fadbali.wordpress.com yang sudah online selama setahun. "Saya kebetulan penggagas sekaligus adminnya. Tapi juga dibantu beberapa kawan," ujar dia. (bs)


4

www.bipnewsroom.info

Utama

Edisi 12

Tahun VI Agustus 2010

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Dra. Yudho Puspito

Agung, Jaksa Agung, Kapolri, Kemensos, Kemendiknas, dan Kemkumham Desember 2009 lalu, sekarang sedang disusun SOP-nya.

Perlindungan Anak Itu Pekerjaan Lintas Generasi Perlindungan anak diperlukan karena anak adalah kelompok yang paling rentan dari berbagai hal yang membahayakan jiwa. Perlu dicatat, bahwa urusan perlindungan anak pekerjaan bersama, lintas sektor. Ada pendidikan, agama, sosial, dan instansi lain. Karenanya kami merangkul semua pihak, terutama LSM dan organisasi perempuan.

Perlindungan anak membutuhkan keterlibatan banyak pihak. Mulai orang tua, lingkungan masyarakat, sekolah, dan negara. “Semua harus diyakinkan bahwa anak harus dilindungi. Dan semua pihak harus sadar bahwa menghilangkan masalah anak tidak bisa seperti membalik telapak tangan,” tutur Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dra. Yudho Puspito. Menurut Yudho Puspito, perlindungan anak diperlukan karena anak adalah kelompok yang paling rentan dari berbagai hal yang membahayakan jiwa. “Ini pekerjaan lintas generasi karena mencoba mengubah pola pikir sampai adat istiadat dan budaya masyarakat,“ tandasnya. Kepada Dimas Aditya dan Fransisca Stefanie dari komunika, perempuan yang aktif dalam kegiatan advokasi hak anak ini menuturkan upaya pemerintah dalam melindungi hak-hak anak. Berikut petikan wawancara di kantornya Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat: Bagaimana sebenarnya melindungi hak-hak anak? Kalau kita bicara tentang perlindungan, berarti perlindungan anak dari k e k e r a s a n , p enelantaran, perlakuan salah, dan eksploitasi. Masalah kekerasan misalnya, jangan hanya membayangkan kekerasan fisik saja. Ada juga

psikis, seksual, penelantaran ekonomi, dan kekerasan fisik. Bicara fisik sudah jelas, dipukul, dilempar, dan dijotos. Kalau bicara tentang kekerasan psikis justru banyak terjadi, bahkan tanpa disadari, misalnya orang tua marah pada anaknya dengan bicara kasar, “Kamu ini bodoh, goblok.” Memberikan label juga bisa dilakukan di sekolah. Saya ingat, waktu SD dulu, setelah dipikir-pikir, ternyata banyak kekerasan. Ingat tidak, kalau setiap pagi, periksa kuku. Kalau kukunya panjang, dipukul penggaris. Banyak sebenarnya bentuk kekerasan terhadap anak. Apa itu karena budaya kita? Justru itulah yang sering berbenturan. DI sebuah daerah bahkan ada peribahasa “Di ujung rotan adalah emas”. Maksudnya mendidik anak dengan rotan akan disiplin dan berkualitas. Apa iya? Tidak pakai dipukul, juga bisa kok. Jadi ada adat istiadat setempat yang banyak mengandung budaya kekerasan terhadap anak. Tapi tidak bisa secara frontal kita mengatakan hal tersebut tidak boleh. Namanya adat dan budaya. Kami terus sosialisasikan yang namanya kekerasan terhadap anak itu demikian dan demikian. Berarti di setiap keluarga banyak terjadi? Ada fisik dan psikis. Kalau seksual dan ekonomi, kadang identifikasinya agak susah

karena korban tidak melapor. Kekerasan seksual pada anak juga banyak terjadi. Mulai dari pedofilia sampai pernikahan usia dini. Banyak juga, misalnya mendisiplinkan anak dengan kekerasan. Semua jenis kekerasan ini sama-sama susah mengatasinya. Ada yang saling berkaitan, kondisi ekonomi membuat keluarga stres lantas kecenderungan orang mencari kompensasi pada orang yang lebih lemah. Siapa? Kalau tidak istri, ya anak. Istri dihantam suami, anak dimaki. Saya pikir itu kecenderungan. Bisa juga atasan ke bawahan. Atasan kesal jadinya bawahan yang “disemprot”. Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan. Harus bisa dikontrol. Semua harus diubah. Orang tua kita mungkin dulu cara berpikirnya d e m i k i a n . Ta p i s e i r i n g berjalannya waktu, sudah mulai ada perubahan. Terlebih saat ini hak asasi manusia sudah mulai diperhatikan. Langkah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak? Kami selalu tanamkan, semua manusia, walaupun masih anak-anak, punya HAM yang harus kita hormati. Kami akui pekerjaan rumah kami masih panjang dalam menyosialisasikan UndangUndang Perlindungan Anak. Masih banyak yang belum paham. Tapi perlu dicatat,

bahwa urusan perlindungan anak pekerjaan bersama, lintas sektor. Ada pendidikan, agama, sosial, dan instansi lain. Karenanya kami merangkul semua pihak, terutama LSM dan organisasi perempuan. Hasilnya sejauh ini? Ya itu tadi, pemahaman masih rendah. Jangankan masyarakat, aparat saja masih ada yang tidak paham. Misalnya anak yang mengalami masalah hukum, masih diselesaikan dengan KUHP, padahal ada UU Perlindungan Anak.

Kaitan kondisi ekonomi membuat keluarga stres lantas kecenderungan orang mencari kompensasi pada orang yang lebih lemah. Siapa? Kalau tidak istri, ya anak. Istri dihantam suami, anak dimaki.

Upaya lain? Karena mereka belum paham. Banyak aparat yang belum menerapkan UU Perlindungan Anak, baik hakim ataupun jaksa. Padahal anak-anak yang berhadapan dengan hukum harus mendapat perlakuan k h u s u s . Ti d a k b i s a s a m a dengan orang dewasa. Kami telah memfasilitasi keputusan bersama antara Mahkamah

Apa targetnya? Kami upayakan penerapan keadilan restorative. Memberikan keadilan yang memulihkan. Anak yang bermasalah hukum, di luar kasus pemerkosaan, pembunuhan, dan narkoba, diharapkan tidak dimasukkan dalam penjara. Jadi vonisnya anak dikembalikan pada keluarga atau masyarakat. Biar mereka yang membina. Sebab kalau anak sudah masuk penjara, maka seumur hidup akan mendapat stigma atau label yang sangat buruk untuk perkembangan anak. Di penjara, hak anak sudah pasti tidak dapat terpenuhi. Ada jaminan jika UU Perlindungan Anak dijalankan, masalah anak bisa hilang? Tentu tidak. Penyelesaian masalah anak tidak semudah membalik telapak tangan. Masalah anak tanggung jawab semua. Tidak cuma negara, masyarakat juga. Presiden waktu hari anak pidatonya bagus sekali, beliau mengatakan “Ada tiga hal yang harus kita perhatikan kalau berbicara mengenai anak. Kita harus memberikan perlindungan, pendidikan, dan kasih sayang.” Mengenai pendidikan, itu dimulai dari keluarga kemudian jalur pendidikan formil sekolah, setelah itu pendidikan di masyarakat. Semua harus sinkron. Jadi kalau di rumah mengajarkan tidak boleh bohong, ibunya jangan sampai berkata “Bilang ibu lagi gak ada ya nak”. Itu kan membuat anak bingung. Belum lagi, apa yang ditanamkan di rumah, di sekolah, ternyata beda dengan di masyarakat. Ada korupsi, orang kerja seenaknya. Guru harusnya mengajar jam tujuh, eh datangnya terlambat. Diajarkan segala macam, Tapi anak melihat kenyataan yang sama. Jadi, pendidikan keluarga, sekolah, masyarakat, harus sinkron supaya anaknya tidak stres. Itu kata presiden. (dimasnugraha@depkominfo.go.id/ fan)


Edisi 12

Tahun VI Agustus 2010

Anhar Gonggong Sejarawan

9

Opini

www.bipnewsroom.info

Merdekakan Anak Bangsa Kita baru bisa merdeka kalau mempersatukan diri, menciptakan konsep dan tidak larut dalam globalisasi atau bahkan salah mengartikan mo­ dernisasi. Seharusnya semangat berjuang harus tetap dijalani dengan konteks kekinian. Misalnya memperjuangkan kemiskinan agar hilang dengan memberikan kehidupan yang jauh lebih baik.

Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia sa­ ngat penting. Kita ingat bagaimana para pendiri negara membangun semangat untuk hidup bersama. Semangat yang dibangun dari keragaman suku bangsa dan dikembangkan oleh anak-anak muda terdidik yang cerdas dan berwawasan ke depan. Hal penting yang bisa kita pelajari bahwa Indonesia bukan hanya dibentuk dengan kecerdasan rasional belaka. Ada kecerdasan hati atau pencerahan. Sayangnya saat ini banyak orang terdidik tapi tidak tercerahkan. Profesor, dokter, dan orang pintar masuk penjara karena korupsi. Berbeda dengan bapak bangsa, sekalipun terdidik dan keluar masuk penjara, bukan lantaran korupsi tapi untuk kemerdekaan bangsa ini. Bayangkan, kalau Soekarno dan Hatta mau kerjasama dengan Belanda. Berbekal gelar sarjana yang mereka punya, semua fasilitas yang mereka mau mudah didapat. Tetapi mengapa mereka memilih keluar masuk penjara? Itu karena mereka tercerahkan,

dari tampilan pakaian.

Pendidikan yang mengajarkan kerja keras bukan pendidikan yang selama ini dipraktekkan sebagian besar keluarga kelas menengah atas yang membiarkan anak-anaknya mendapatkan semuanya dengan mudah. tidak sekadar terdidik. Kita baru bisa merdeka kalau mempersatukan diri, menciptakan konsep dan tidak larut dalam globalisasi atau bahkan salah mengartikan modernisasi. Bisa

dilihat bagaimana menteri kabinet di masa awal. Bagaimana Muhammad Natsir menggunakan pakaian sobek ke kantor, karena hanya itu yang dia miliki. Orang berpikiran modern tidak dilihat

Tidak Manjakan Secara sederhana ada persoalan dalam memaknai kemerdekaan. Merasa diri sudah enak karena jaman pergerakan dulu tugasnya berjuang, saat ini malah dimaknai sebagai penikmat kemerdekaan. Seharusnya semangat berjuang harus tetap dijalani dengan konteks kekinian. Misalnya memerjuangkan kemiskinan agar hilang dengan memberikan kehidupan yang jauh lebih baik. Disinilah pentingnya pendidikan dalam keluarga maupun sekolah. Pendidikan yang mengajarkan kerja keras bukan pendidikan yang selama ini dipraktekkan sebagian besar keluarga kelas menengah atas yang membiarkan anak-anaknya mendapatkan semuanya dengan mudah. Anak kecil sudah pegang telepon genggam, semua fasilitas ada, bahkan ke sekolah diantar mobil mewah. Saya dari menjabat eselon satu tidak memperbolehkan anak naik kendaraan pribadi. Saya minta mereka naik angkot, karena memang itu haknya. Nanti kalau dia sudah sukses, itu haknya mau naik apa saja.

Memenuhi Hak Anak di Lembaga Pemasyarakatan Catur Aji Pamungkas Mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia

Lembaga Pemasyarakatan (lapas) merupakan salah satu tempat pembinaan bagi individu yang memiliki masalah dengan hukum di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas banyak orang menyebutnya penjara. Penghuni lapas bisa narapidana (napi), warga binaan pemasyarakatan (WBP), atau tahanan yang tengah menjalani proses peradilan dan dipastikan bersalah atau tidak oleh hakim. Indonesia memiliki banyak lapas yang diperuntukkan untuk pembinaan khusus. Salah satunya Lapas Anak di Tangerang, Jawa Barat. Kesan angker dan mencekam yang sering muncul dalam film mengenai lapas dapat dipastikan tidak akan ditemui di lapas anak. Deretan bangunan dengan dinding berwarna-warni

identik dengan keceriaan anak sangat asri dipadu dengan taman yang rapi, dan terawat. Penuhi Hak Anak Sekalipun seorang anak yang dipenjara kehilangan kebebasan bersosialisasi dengan masyarakat, namun penghargaan atas hak anak sesuai prinsip Konvensi Hak Anak (KHA) harus tetap dipenuhi. KHA mengedepankan non diskriminasi, yang terbaik bagi anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan pengembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak. Hak kelangsungan dan perkembangan serta penghargaan pendapat anak terlihat paling sulit terpenuhi di lapas. Namun Lapas Anak Tangerang berusaha memenuhi hak tersebut melalui pendidikan informal dan penyediaan ruang kreativitas. Ada fasilitas layaknya “asrama” sekolah umum, ada

Lapas Anak Tangerang memenuhi Hak kelangsungan dan perkembangan serta penghargaan pendapat anak melalui pendidikan informal dan penyediaan ruang kreativitas. Ada fasilitas layaknya “asrama” sekolah umum, ada pula fasilitas kreativitas seni, hingga pelatihan mesin. pula fasilitas kreativitas seni, hingga pelatihan mesin. Selain itu terdapat aula untuk menggelar apel serta pertunjukan musik dan drama. Dalam pemenuhan yang terbaik bagi anak, lapas memang bisa menjadi solusi. Misalnya ketika ada anak yang dipaksa preman di kawasan tempat tinggalnya untuk membantu mencuri motor dan anak itu tertangkap. Lapas menjadi tempat terbaik karena sang anak

adalah korban dan belum tentu orang tuanya sendiri mampu mengasuh dan melindungi anaknya secara baik. Masih Belum Optimal Dalam penjara di Indonesia umumnya empat prinsip KHA sudah dijalankan. Memang belum mencakup semua hak karena bergantung pada situasi, konteks dan kasus yang dialami

Selama masih anak, dia harus kerjakan apa yang harus dia kerjakan sebagai anak. Saya selalu jelaskan bahwa saya bisa begini karena kerja keras. Anak saya tidak boleh dimanjakan karena dia akan hidup berbeda dengan keadaan sekarang. Bangun Karakter Menurut saya hal pertama yang perlu dilakukan agar Indonesia lebih baik adalah pendidikan. Jika saya jadi bupati atau gubernur, saya akan menjadikan daerah saya memiliki kualitas pendidikan yang baik. Mulai dari guru yang harusnya pantas berdiri di dalam kelas. Kemudian kurikulum. Kerusakan bangsa ini sudah pada tingkat kerusakan karakter. Dan ketika karakter rusak tinggal menunggu keruntuhan saja. Sebab dalam sejarah dunia, sebuah kerajaan yang sebesar apa pun, ketika karakter pemimpinnya sudah rusak, maka terjadilah keruntuhan. Oleh karena itu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik harus dari pendidikan yang memerdekakan anak bangsa kita. (diolah dari hasil wawancara, dimasnugraha@depkominfo.go.id/fan)

anak. Dari segi nondiskriminasi misalnya, anak yang memiliki ras berbeda terkadang mendapat perlakuan berbeda. Belum lagi karena keter­ batasan dana dan masih kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat luas. Jika dua hal itu masih dibiarkan berlangsung maka akan membuat Lapas dikelola sesuai dana, dan diperparah dengan pemaham­ an bahwa lapas hanya untuk anak nakal dan bermasalah. Satu hal yang perlu diingat bahwa sekalipun berada dalam lapas, anak tetap seorang anak yang membutuh kepedulian, pengakuan, serta kasih sayang dari keluarga dan orang sekitar. Kesalahan yang pernah diperbuat dan tempat dia bernaung bukan alasan untuk menghilangkan haknya sebagai seorang anak.***


10

Daerah

www.bipnewsroom.info

Kibar Daerah Rumah Pintar Desa Hunut Durian Patah, Kota Ambon

Edisi 12

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

Pintar Ala Rumah Pintar Natalia Totoi (4) dan Tissa Savitri (4), memang belum bisa membaca. Namun keduanya tampak asyik membuka lembar demi lembar buku cerita, bergambar binatang di Rumah Pintar Desa Hunut. Keduanya mengoceh laik­ nya mengerti deretan kata dan alur cerita dalam buku tersebut. “Biar pintar, beta (saya-red) mau jadi presiden,” jawab keduanya bersamaan, ketika ditanya alasannya gemar membaca buku. Ya, menjadi pintar memang hak setiap anak Indonesia, baik di kota besar maupun di pelosok desa. Memenuhi kebutuhan tersebut adalah kewajiban pemerintah. Karenanya, banyak cara yang dilakukan agar akses pendidikan menyebar merata, salah satunya adalah dengan membangun rumah belajar, seperti Rumah Pintar di Desa Hunut Durian Patah, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku. Konflik panjang yang mendera Maluku selama beberapa waktu lamanya, membuat proses pendidikan di daerah tersebut sempat mati suri. Alih-alih bicara tentang pendidikan, warga dan pemerintah setempat lebih memprioritaskan pemulihan kondisi psikologis warga pasca konflik. “Di tempat kami berbeda, pemulihan pasca konflik berlangsung cepat. Padahal dari 588 KK, 2742 jiwa, komposisi antar pihak yang bertikai 50 – 50. Yang buat saya heran, warga asli dari dua kelompok berbeda, mengungsi ke lokasi yang sama. Lantas siapa yang bertikai?,” tanya Martinus Nusi (62), Kepala Urusan Peme­ rintahan, Desa Hunut, ketika menjelaskan kondisi desanya setelah konflik. Ia mengatakan, tak ada trauma berkepanjangan di desanya, se­ hingga masyarakat cepat membangun kembali kehidupan mere­ ka. Hal itulah yang membuat pemerintah mempercayakan keberadaan rumah pintar, dengan mendirikan bangunan berukuran 5 x 5 meter berisi paket perpustakaan semisal buku beserta rak dan alat bantu lainnya pada 2007 lalu. Diharapkan, program yang merupakan gagasan Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono dan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), dapat merengkuh dan tak hanya dimanfaatkan oleh warga Desa Hunut saja, melainkan mempengaruhi beberapa desa sekitar yang juga dilanda konflik panjang, semisal Desa Negeri Lama, Desa Lateri, bahkan sampai Desa Nania yang berjarak sekitar 3 KM. Ekstra Manfaat Tentulah, bangunan hanya tinggal bangunan, perpustakaan hanya berkumpul debu, dan buku hanya akan terjajar rapi bila tidak digunakan secara maksimal. Untuk lebih memanfaatkan rumah pintar, ibu-ibu Desa Hunut mencoba melakukan berbagai kegiatan yang menarik hati, semisal dengan mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) / Kelompok Bermain di rumah belajar tersebut.

“Manfaatnya ekstra, anakanak yang masih ‘suci’ ini berinteraksi dengan buku. Jangan dicemari dengan konflik. Kemudian orang tua yang menunggu anaknya, bisa sekalian membaca. Lokasinya pun di kantor desa, jadi banyak orang bisa pakai,” jelas Soumokil (43), Kepala Kelompok Bermain (PAUD) Mekar Bangsa, Desa Hunut. Ibu lulusan Pendidikan Agama Kristen, Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) ini mengaku keberadaan PAUD di rumah pintar hanya sebatas kegiatan sosial semata. Ia menyebutkan lima orang guru yang mengajar, hanya diberi uang transport Rp50.000/bulan dari iuran siswa sebesar Rp25.000/ bulan. “Iuran itupun dikembalikan ke anak berupa bahan dan alat bantu ajar. Kami hanya ingin anak-anak berinteraksi dengan buku dan melupakan konflik yang ada. Siswa dan orang tua siswa yang berasal dari kalang­ an yang berbeda, bisa berinteraksi. Menambah kerukunan warga kami,” jelas dia. Dukungan Warga Tujuan yang mulia tersebut tentu saja mendapat dukungan dari segenap warga, tak hanya Desa Hunut, melainkan desa sekitar, bahkan Pemerintah Kota Ambon. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya bantuan buku ke rumah pintar. Jika pada saat pendirian rumah pintar di tahun 2007 hanya mempunyai koleksi 67 buah buku, bantuan dari Perpustakaan Provinsi Maluku, di tahun berikut koleksi bertambah 480 buah buku. Warga pun turut menyumbang semisal berlangganan majalah anakanak bermateri kearifan lokal Maluku, Kacupeng. “Pada 2009 dan 2010, Dinas Pariwisata Provinsi dan Pemerintah Kota Ambon menambah lagi koleksi buku rumah pintar. Materinya kian beragam, dari anak sampai pada resep puding coklat,” jelas Merry Sanyakiti (23), orang tua siswa PAUD yang sangat memperhatikan koleksi buku di rumah pintar. Menurut Merry, tak hanya anak saja yang memanfaatkan rumah pintar, para ibu yang te­ ngah menunggu anak bersekolahpun turut membaca berbagai koleksi buku. Ibu muda ini lebih memilih untuk membaca buku masakan dan buku berbahasa Inggris, sambil menunggu anak pertamanya Rio Tahalea (4) bersekolah. “Daripada nonton sinetron. Anak pun jadi lebih semangat belajar karena melihat orang tuanya juga membaca. Dibanding anak seusianya, anak saya terlihat lebih mandiri,” kata Merry yang tinggal di desa te­ tangga, Desa Negeri Lama. Ya, semoga upaya memajukan pendidikan anak bangsa bisa menjadi tanggung jawab kita bersama. Maju terus anak Indonesia. (dimasnugraha@depkominfo.go.id)

Tahun VI Agustus 2010

Sulawesi Utara

Sumatera Barat Papua Jawa Tengah

Jawa Timur

Lintas Daerah Sumatera Selatan Musi Rawas Butuh Tambahan 2.000 Guru Kabupaten Musi Rawas,Sumatera Selatan, membutuhkan tambahan 2.000 orang guru untuk kawasan pelosok desa. “Hingga saat ini jumlah tenaga guru yang kita butuhkan sebanyak 2.000 orang, ini dilihat dari luasnya wilayah Kabupaten Musi Rawas dan letak sekolah yang berjauhan,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Musi Rawas Edi Siswanto di kantornya. Jumlah guru yang ada di daerah ini tercatat 3.000 orang lebih, terdiri atas guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS), guru bantu pusat, guru bantu Pemkab Musi Rawas, guru Tenaga Kerja Sukarela Terdaftar (TKST), dan guru honor komite yang mengajar dari tingkat TK hingga SMA. Edi Siswanto berharap ke depan penempatan guru di daerah itu dikoordinasikan dengan pihak Dinas Pendidikan Musi Rawas, “Kami lebih mengetahui daerah dan sekolah yang membutuhkan tenaga tersebut ketimbang dinas lainnya,” kata Edi. (antara) DI Yogyakarta Gelar Pekan ASI Sedunia “Pekan ASI merupakan upaya membantu semua pihak dalam meningkatkan perhatian terhadap ibu agar menyusui bayinya,” demikian sambutan Gubenur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X yang dibacakan Kepala Biro Administrasi Kesra dan Kemasyarakatan Setda Prov DIY pada Pembukaan Pekan ASI sedunia Tingkat Provinsi DIY di Gedung Radyo Suyoso Bappeda, Kamis (05/08). Kepala Bidang PHP, BPPM Provinsi DIY, Sri Hartati melaporkan bahwa dalam pekan ASI kali ini pihaknya berharap bisa menjaring kalangan ibu untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. “Kami mendorong semua pihak untuk mempermudah pemberian ASI, karena peran ASI dalam pertumbuhan anak sangat penting,“ katanya. (skm/www. pemda-diy.go.id) Jawa Timur Festival Gebyar PAUD Meriah Ratusan siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Lamongan, Kamis (5/8) mengikuti Festival Gebyar PAUD di lapangan parkir Dinas Pendidikan setempat. Festival berupa lomba tari yang

digelar dalam rangka Hari Anak Nasional diikuti tidak kurang dari 135 siswa PAUD yang tampil bergiliran. Masing-masing lima siswa mewakili 27 kecamatan di Lamongan. Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Mustofa Nur berharap agar stakeholders PAUD meningkatkan kualitas pendidikan PAUD. “Saat ini sudah ada 953 lembaga PAUD yang terbentuk. Oleh karena itu kualitas pendidikan PAUD harus ditingkatkan. Karena kita tidak akan pernah tahu, anak-anak yang saat ini mengikuti lomba tari di masa mendatang mungkin akan menjadi bupati atau gubernur, “ ujar dia. Mustofa Nur juga menyebut PAUD sebagai pendidikan perjuangan yang berbeda dengan SD, SMP maupun SMA, “Tidak ada berbagai bantuan operasional, dalam mengelola PAUD harus dengan perjuangan agar sekadar berjalan. Namun di Lamongan semangat semua stakeholders PAUD demikian luar biasa sehingga lembaga PAUD subur berkembang, “ tandsa Mustofa Nur.(hs/Pemkab Lamongan) Nusa Tenggara Barat Di Lotim Akan Dibangun Warung Informasi Masyarakat Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) memprogramkan pembangunan fasilitas infrastruktur Infotel (Informasi dan telekomunikasi) berupa Warung Informasi Masyarakat (WIM) di Kabupaten Lombok Timur. “Ini dilakukan untuk percepatan pembangunan infrastruktur perdesaan daerah tertinggal,” kata Kepala Bidang Sarana Komunikasi dan Informatika Dinas Hubkominfo Kabupaten Lombok Timur Drs. Lalu Muhammad Zain usai mengikuti Rapat Koordinasi Wilayah Timur di Makassar akhir Juli 2010 lalu. Pembangunan WIM di Kabupaten Lombok Timur akan berlokasi di Kecamatan Sikur. “Lokasinya sangat strategis dan mudah dijangkau masyarakat dari kecamatan lain. Pembangunan WIM itu diarahkan mengatasi masalahan ketimpangan ketersediaan fasilitas telekomunikasi perdesaan,” tegasnya. Menurut Lalu Zain, dalam pembangunan WIM itu Kementerian PDT mengalokasikan dana Rp 340 juta, “Sedangkan dana operasional ditanggung selama 10 bulan sebesar Rp 4,5 juta per bulan setelah itu akan dikelola sendiri oleh masyarakat,” jelas Lalu Zain. (mdf)


Edisi 12

Tahun VI Agustus 2010

Kementerian Pendidikan

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Setiap Anak Mendapat Pendidikan Dasar pada 2015

Wakil Presiden Boediono menjelaskan salah satu target Millenium Development Goals (MDG’s) yang diharapkan akan dicapai pada 2015 yakni memastikan kesempatan pendidikan bagi seluruh anak Indonesia. “Setiap anak akan mendapatkan akses pendidikan dasar. Tak hanya itu kesenjangan jender pada tingkat pendidikan dasar dan menengah juga akan dihapus,” kata Boediono dalam pembukaan Special Ministerial for MDGs Review in Asia and the Pasific di Jakarta, Selasa (3/8). Target MDGs yang telah dicapai saat ini, menurut Wakil Presiden, adalah memotong setengah proporsi penduduk yang hidup di bawah 1 dollar per hari. Selain itu, meningkatkan deteksi dan penyembuhan tuberkolusis (TBC) melalui DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course Chemotherapy). Boediono optimistis Indonesia dapat mencapai kelompok target MDGs lain, yang dapat dicapai pada 2015, yakni menekan rasio kematian balita. “Pemerintah menyadari ada kelompok target lain yang membutuhkan percepatan dan upaya khusus dari negara,” tegasnya. (roh)

Beasiswa Wajib Belajar untuk 2,7 juta Siswa SD Sebanyak 2,7 juta siswa SD pada tahun 2011 akan memperoleh Beasiswa Wajib B e l a j a r ( Wa j a r ) s e b e s a r Rp380.000 per anak per tahun. Demikian dinyatakan Wamendiknas Fasli Jalal di Jakarta, Kamis (5/8). Menurut Fasli, setelah beasiswa wajar untuk SD, diharapkan akan bisa diberikan beasiswa serupa untuk siswa SMP, “Sehingga dapat mendukung program Wajib Belajar Sembilan tahun,” katanya. Fasli menambahkan, selain dukungan dana BOS dan beasiswa, pemerintah juga tengah menyiapkan pemberian fasilitas pendidikan keterampilan di Balai LatihanKerja (BLK) dan pendidikan non formal. Pada kesempatan itu Wamendiknas mengimbau masyarakat dan kalangan pengusaha untuk membantu memberikan beasiswa kepada pelajar berprestasi atau membangun sekolah yang layak. (dd)

bagi Bayi Usia 0-6 bulan,”Mulai dari kewajiban perusahaan menyediakan ruang menyusui, memberikan cuti lebih lama bagi ibu bekerja agar dapat menyusui bayinya secara eksklusif,” kata Direktur Bina Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Minarto di Jakarta, Kamis (5/8). RPP tersebut menurut Minarto merupakan tindak lanjut Pasal 128, 129, 200 dan 201 UU Kesehatan No. 36/2009 yang mengamanatkan perlindungan bayi dalam mendapatkan hak atas ASI eksklusif selama 6 bulan dan melindungi ibu dalam memberikan ASI. “Bagi yang menghalangi akan dikenakan sanksi baik denda maupun ancaman kurungan,” tegas Minarto.( Jul)

Wajibkan Perusahaan Miliki Ruang Menyusui Kementerian Kesehatan akan memasukkan beberapa poin pokok dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pemberian ASI Eksklusif

perkembangan itu. Akan tetapi, mereka tidak merasa perlu memberikan hak yang sama kepada anak-anak mereka agar bisa menikmati masa kanak-kanak semaksimal mungkin. Hurlock tampaknya sengaja menggunakan kata ‘lupa’, karena ia yakin tak ada satupun orangtua di dunia ini yang sengaja merampas kehidupan masa kanak-kanak mereka. Para orangtua hanya lupa tidak memperlakukan anakanak sebagai anak, melainkan orang dewasa kecil. Meski tak bisa dipungkiri, perlakuan semacam itu berpotensi menghilangkan fase anak-anak yang sangat penting

bagi perkembangan jiwa dan kepribadian anak jika mereka dewasa kelak. Kita perlu waspada terhadap ‘peringatan’ Hurlock ini. Janganjangan, kita salah satu di antara sekian banyak orangtua yang lupa bahwa anak-anak kita memiliki masa kanak-kanak dan oleh karenanya harus diperlakukan sebagai anak-anak. Janganjangan kita kita lupa bahwa anakanak kita memiliki dunia sendiri yang sangat berbeda dengan dunia kita, dunia orang dewasa. Betapa sering kita memaksa anak agar dapat berpikir secerdas orangtua, bersikap selayaknya orangtua, dan dapat mengerjakan apapun yang dikerjakan orangtua. Tak jarang kita memarahi anakanak, menganggap mereka bebal dan lamban, hanya karena mereka tidak bisa seperti kita. Padahal secara psikis maupun fisik, anak belum mampu melakukan semua itu. Anak butuh waktu untuk menjadi mature, matang dan dewasa, secara evolusif. Tapi kita, para orangtua, ingin waktu itu cepat berlalu, sehingga berupaya mencari trik agar anak-anak lebih cepat besar, kuat, dan pintar, dalam sekejap. Anehnya, banyak orangtua menganggap upaya mendewasakan anak secara instan sebagai hal lumrah belaka. Lihatlah di televisi-televisi kita, betapa banyak anak-anak dikarbit,

Kementerian Kesehatan

foto: www.moveoneinc.com

Anak

www.bipnewsroom.info

peran masyarakat,"ungkap Yuliana Ramandey pada pemaparan keberhasilan SD negeri Entrop Jayapura sebagai model MBS di Biak. Penerapan lain MBS dalam pelaksanaan di SD Negeri Entrop, menurut Yuliana, semua pengelolaan keuangan yang diterima sekolah maupun pemanfaatannya dilakukan secara transparan, akuntabilitas serta mendapat persetujuan dan dukungan para orang tua siswa. "Untuk menanamkan kesadaran siswa tentang kebersihan lingkungan pihak sekolah setiap Sabtu memprogramkan bersih diri siswa. Dari kegiatan ini murid diajarkan mencuci sepatu, kaos kaki, cuci tangan pakai sabun, ya selama enam hari bersekolah siswa punya program rutin yang disepakati bersama," ungkap Yuliana Ramandey. (antara)

Kementerian Pendidikan SD Negeri Entrop Jayapura Sekolah Model MBS Sekolah Dasar Negeri Entrop Kota Jayapura, Papua, menjadi salah satu sekolah model secara nasional dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Provinsi Papua dan Papua Barat. Kepala SD Negeri Entrop Jayapura, Yuliana Ramandey, di Biak, Rabu, mengatakan bahwa pelaksanaan program MBS di sekolahnya mendapat dukung­ an penuh dari guru, siswa, orang tua murid serta komite sekolah. "Ada tiga pilar kegiatan MBS, yakni manajemen sekolah, pembelajaran anak kreatif efektif dan menyenangkan serta partisipasi

Wajah Kita

“Anak bukan miniatur orang dewasa. Anak adalah anak, maka biarkan ia tumbuh dan berkembang sebagai anak. Memaksa anak berpikir, bersikap, dan bertingkahlaku selayaknya orang dewasa, sama saja dengan merampas kehidupan masa kanak-kanak mereka secara permanen.” Kalimat singkat namun menggigit itu ditulis Elizabeth Hurlock, pakar psikologi perkembangan asal negeri Paman Sam. Ia tak hendak menggurui orangtua, namun sekadar mengingatkan betapa banyak orangtua lupa bahwa mereka pernah menjadi anak dan menikmati episode

11

Lintas Lembaga

Kementerian Kesehatan Who Cabut Status Pandemi H1n1 Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mencabut status global pandemi H1N1 atau flu babi pada 10 Agustus 2010 lalu, pandemi dinyatakan telah berakhir setelah dilakukan pengkajian dan penelitian yang mendalam oleh para ahli influenza. Hal tersebut dikemukakan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan, TJandra Yoga Aditama. (T. Jul)

dipaksa tampil mengenakan dandanan seperti orang dewasa, berbicara dan bertingkah seperti orang dewasa, bahkan menyanyikan lagu-lagu bertema asmara yang seharusnya hanya layak dilantunkan orang dewasa. Kita sama sekali tak merasa jengah atau bersalah, bahkan sebaliknya bangga, kendati baru saja menghilangkan jatidiri anakanak kita sendiri secara masif. Di berbagai belahan bumi, begitu banyak anak dieksploitasi. Mereka dipaksa mencari nafkah layaknya kepala keluarga, mengalami tekanan dan ancaman fisik maupun mental, bahkan tak jarang menjadi korban kekerasan maupun tindak asusila. Ironisnya, pelaku eksploitasi adalah orangorang dewasa yang seharusnya menjadi pelindung anak-anak. Akibatnya, jutaan anak kehilangan masa kanak-kanak mereka karena direnggut secara paksa oleh orang-orang dewasa yang tidak memahami bahwa anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang sebagai anak-anak. Repotnya, kasus penghilangan masa kanak-kanak secara paksa ini tak pernah terjangkau hukum, kendati secara nyata hal tersebut melanggar hak asasi anak. Maka akhirnya hanya kita sendiri yang dapat menjadi penjamin, apakah anak-anak kita benar-benar akan menjadi anakanak atau sebaliknya menjadi

Kementerian Pendidikan 85 Guru Dan Siswa Smk Ikuti Kamp Pendidikan Di Thailand Sebanyak 85 guru dan siswa dari 19 SMK seluruh Indonesia bersama 143 guru dan siswa dari Thailand telah mengikuti Program Technical and Vocational Education and Training (TVET) Camp. “Program ini bertujuan memberikan kesempatan kepada guru dan murid untuk saling bertukar pengetahuan, peng­ alaman dan mempelajari kebudayaan masing-masiong Negara serta untuk mengembangkan jaringan pembelajaran di kawasan Asia Tenggara,” ujar Direktur Seamolec Gatot Hari Priowirjanto di Gerai Informasi Media (GIM) Kemdiknas Jakarta. Kegiatan ini diprakarsai Office of Vocational Education Commision (OVEC) Thailand dan Southeast Asian Minister of Education Organization Regional Open Learning Centre (Seamolec) Indonesia. Program didesain untuk guru dan murid yang berminat mempelajari hal-hal baru dari sekolah partnernya masing-masing dan memperkuat kemitraan yang telah ada menjadi lebih harmonis di masa yang akan datang. (T.Ad/dry)

orangtua kecil. Tanyakan pada diri anda sendiri, sudahkah memperlakukan anak sebagaimana mestinya dan memberikan hak-hak anak selaras dengan hakikatnya sebagai seorang anak? Jika anda pernah mengalami masa kanak-kanak yang menyenangkan, saatnya kini menyadari bahwa anak-anak anda pun butuh masa-masa menyenangkan seperti yang pernah anda alami. Pun jika anda mengalami masa anakanak yang buruk, hal itu harus dijadikan cambuk bagi anda untuk berupaya agar anak anda tidak mengalami kejadian seperti yang anda alami. Ada baiknya kita kutip tulisan Hurlock sekali lagi, “Jangan perlakukan anak-anak sebagai miniatur orang dewasa. Biarkan anak tumbuh dan berkembang sebagai anak-anak. Bicaralah padanya dengan bahasanya bukan bahasa anda, dengan logikanya bukan logika anda, dengan perasaannya bukan perasaan anda. Hadapi dengan sikapnya bukan sikap anda, sentuh dengan kekuatannya, bukan kekuatan anda. Dengan begitu anda akan mengerti bahwa sejatinya mereka memiliki dunia sendiri, dunia yang butuh anda pahami sepenuh hati.” (gun).


12

Edisi 12

Tahun VI Agustus 2010

www.bipnewsroom.info

digelar salah satu stasiun televisi swasta. Kendati tak selalu menjadi juara, Intan tak mudah kecewa. “Saya selalu terima dengan sabar jika kalah dalam sebuah audisi atau lomba. Mungkin gagal di audisi atau kompetisi ini tapi berhasil di kompetisi lain,” tutur Intan optimistis seraya menambahkan bahwa setiap ikut lomba ia bisa menambah kenalan sesama penyuka musik. Kepiawaian Intan bermain keyboard membawa Intan bergabung dengan empat grup band. Ada Superlocrian bersama kakak lelaki dan temannya. Juga Idea dan Sidejob bersama teman dari komunitas musik. “Di sekolah ada juga band The Glass,” katanya mantap. Prestasi pun banyak direbut akibat keseriusan Intan dalam bidang musik. Ketika kelas 3, ia dipercaya SMPN 37 Jakarta mengikuti lomba cipta lagu dalam peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan ke-64 Republik Indonesia. “Sebelum masuk

membimbingnya. “Ada masukan dari keluarga dan teman-teman juga ia terima. Akhirnya tembus ke tingkat nasional. Lombanya di Istana Bogor,” kata Intan. Bangga Intan mengaku tidak pernah bermimpi bisa masuk ke Istana Kepresidenan Bogor apalagi merasakan kebanggaan mendapatkan juara pertama dalam ajang yang bergengsi itu. Intan pun mendapat kemudahan saat melanjutkan ke SMA. “Saya boleh memilih SMA Negeri tanpa tes lewat jalur prestasi,” kata Intan yang memilih SMA Negeri 34 Jakarta. Saat ini Intan memilih untuk terus berkreasi di dunia musik. Baginya seni musik lebih hidup. “Saya suka Erwin Gutawa dan Purwacaraka. Juga suka musik yang bisa memacu adrenalin seperti alternative dan pop rock,” tutur Intan yang ingin menjadi dokter gigi. Untuk anak Indonesia Intan punya pesan khusus agar

Serunya Kreatifitas Dunia Musik

Kreatifitas bisa dikembangkan sejak dini. Asal tekun berlatih dan tak lekas berpuas diri.

kecil, jadi difasilitasi,” jelas dara manis ini. Ujian Kompetisi Kemampuan Intan juga terasah melalui beragam kompetisi yang diikuti. Mulai dari kompetisi antar band, paduan suara, hingga ajang pencarian bakat yang

nasional, di Istana Kepresidenan Bogor pada 1 Agustus 2009, saya harus melewati pesaing di kecamatan, kotamadya hingga provinsi,” kenangnya. Sebelum ikut lomba, lagu berjudul “Pesona Alam” mendapat polesan dari guru musik yang

memanfaatkan waktu sebisa mungkin selagi masih muda serta jangan pernah menyerah dan berhenti mencoba. “Terus berkarya dan raih prestasi dibidang yang sudah diminati. Jadi kreatif itu menyenangkan”, katanya menutup pembicaraan. (ken / dan)

Ekspresi Perasaan Berbuah Penghargaan Presiden

Pelajaran berharga bagi Rauda Intan Suryaningtyas adalah menjaga semangat berkreasi tanpa kenal menyerah. Remaja kelahiran Jakarta 7 Oktober 1995 ini pun merasakan hasil kerja kerasnya selama ini dengan menjadi pemenang Lomba Cipta Lagu kategori SMP/MTs tingkat Nasional 2009. ”Saya belajar musik sejak empat tahun. Capai, bosan, lelah, semua saya lalui. Tapi ini baru langkah awal. Saya masih

muda, jalan masih panjang,” ucap Intan panggilan akrab perempuan yang mengaku me­ ngenal musik sejak bangku Taman Kanak-kanak (TK) itu. Bermula dari sekadar memencet tuts piano mainan. Hingga dibelikan orang tuanya keyboard dan kursus musik saat duduk di kelas 4 SD. “Kata orang tua, usia empat tahun saya sudah bisa mencari melodi lagu “Ibu Kita Kartini. Mungkin, melihat saya senang main piano

Bermain musik, bagi Intan, sebenarnya untuk menumpahkan perasaan. Jika perasaan senang, Intan bermain di nada mayor. Bila hatinya sedih atau marah Intan memainkan nada-nada minor. “Kalau lagi senang, sedih, atau marah saya meluapkannya dengan bermain piano atau keyboard. Hingga tercipta nada-nada yang terangkai dalam sebuah lagu”, kata Intan, yang kini duduk di kelas satu Sekolah Menengah Atas Negeri 34 Jakarta. Bahkan, saking terbiasa mendengar nada dan mencocokkan dengan ekspresi wajah Intan, kini keluarganya bisa menebak perasaan Intan dengan mudah. Berbekal kemampuan bermain keyboard dan menyanyi, Intan me­ rangkai nada menjadi sebuah lagu berjudul “Pesona Alam”. Lagu berdurasi 2,5 menit itu terinspirasi keindahan alam Indonesia yang menawan dan mempesona. Lagu ciptaan Intan pun menyisihkan 30 pesaing saat diperlombakan di Istana Kepresidenan Bogor. “Saya tak menyangka menjadi pemenang pertama. Padahal lagu ciptaan peserta lain lebih bagus,” tutur Intan yang sempat tidak percaya diri kendati tetap optimistis. Saat pemberian penghargaan adalah saat yang tak bisa dilupakan Intan. “Ketika mene­ rima piala dan ucapan selamat dari Presiden, jalan rasanya seperti melayang,” ujar Intan saat mengenai langkah menuju podium dimana ada Presiden dan Ibu Negara Ani Yudhoyono, Menteri Pendidikan Nasional, dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata di tahun 2009 lalu. Intan pun masih mengingat pesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melanjutkan kreativitasnya di masa mendatang. Hingga kini sudah banyak lagu yang tercipta, kendati liriknya belum sempurna. Bagi Intan memanfaatkan waktu luang dengan berkarya lebih berguna. “Jadi kreatif rasanya seru, enak, dan nggak mbosenin. Juga nggak gampang bete”, katanya. (ken/dan)


7

Tabloid Tempel

Edisi 10 Tahun VI Juli 2010

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Kota Layak Anak

Mengutamakan Hak dan Melayani Anak Di Indonesia, saat ini terdapat 15 kabupaten/kota yang sedang mengembangkan inisiatif menuju kabupaten/kota yang layak bagi anak. Keterbatasan sumber daya dan belum samanya pemahaman akan isuisu anak sebagai prioritas menjadi kendala. dunia usaha dalam rangka memenuhi hak anak yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan melalui pengarusutamaan hak anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) menargetkan tahun 2014, terdapat 100 kota layak anak di Indonesia. “Sampai sekarang, baru ada 15 kota. Untuk mencapai target itu, kami terus melakukan koordinasi dengan provinsi dan kota. Sebab, pemerintah tidak bisa melakukannya sendiri,” tutur Menteri Negara Pember-

disi ekonomi keluarga membaik tentunya kesejahteraan dan hak-hak anak mereka dapat terpenuhi, kami berharap kasus seperti SW ini adalah satu-satunya dan yang terakhir,” ungkap Heru. Pemenuhan hak-hak anak memang menjadi prioritas di Kota Malang. “Kami ingin memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan Konvensi Hak Anak (KHA) PBB dan UU No.23 Tahun 2002 Republik Indonesia,” tegas Jarot Sulistyono, Kepala BKBPM. Menurut Jarot, saat ini pengurusan

6

“SW kini sudah bersekolah, sekarang dia belajar di salah satu PUD Kota Malang,” tutur Werayanti, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlin­ dungan Anak Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (BKBPM) Kota Malang, Jawa Timur. SW yang beberapa waktu lalu videonya didapati di sebuah laman web tengah berbicara kotor dan merokok itu kini sikapnya berubah drastis. “Di sekolah barunya ia termasuk anak yang pintar. Dia bisa menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Dan merasa nyaman tinggal bersama kedua orang tuanya,” lanjut ibu berkacamata itu. Masalah SW mendapatkan perhatian serius karena Kota Malang telah dicanangkan sebagai salah satu Kota

Layak Anak di Indonesia. “Sejak 2008 kami telah berkomitmen memenuhi kewajiban dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak dalam peraturan daerah melalui Gugus Tugas Kota Layak Anak,” tambah Werayanti. Untuk menyelesaikan kasus SW, menurut Werayanti, Dinas Kesehatan melakukan perawatan baik secara psikis ataupun psikologis, Dinas Pendidikan menyediakan tempat di mana SW mendapatkan pendidik­an dengan baik.

Kota Layak Anak

Program Kota Layak Anak merupakan sistem pembangunan wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan

Program Kota Layak Anak merupakan sistem pembangunan wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam rangka memenuhi hak anak yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan melalui pengarusutamaan hak anak.

dayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP dan PA) Linda Amalia Sari Gumelar, pada rangkaian peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2010, di Solo, Senin (26/7).

Penuhi Hak Anak

Heru Subagyo, PLT Kasubid Perlindung­ an Anak BKBPM Kota Malang mengakui pihaknya terus melakukan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin. “Apabila kon-

akte anak lebih mudah dengan pelayanan satu atap. “Selama data-data dan syarat terpenuhi masyarakat akan lebih mudah mengurus akta kelahiran anaknya,” Jarot menambahkan. Selain itu, di setiap instansi diwajibkan adanya ruang untuk menyusui, “Itu juga merupakan hak anak juga kan, selama ini yang kita lihat hanya ruang untuk me­ rokok,” tandas Jarot seraya menyatakan bahwa tahun depan BKBPM berencana membuat telecenter untuk melayani kelu-

han anak-anak.

Dewan Anak

Salah satu terobosan yang menarik adalah pembentukan Dewan Anak. “Ini wadah bagi anak-anak untuk bersuara mengenai kebutuhan mereka dalam meng­ akses fasilitas publik dan perlindungan anak. Anggotanya sekitar 22 anak dari perwakilan sekolah di Kota Malang dari berbagai macam latar belakang,” ujar Werayanti. Saat ini Dewan Anak Kota Malang telah bekerja tiga tahun. Berbagai kegiatan telah dilakukan, seperti Temu Anak seKota Malang, outbond, lomba kesenian, diskusi dengan DPRD Kota Malang mengenai kebijakan yang berkaitan dengan hak anak dan bakti sosial mengajar komunitas anak bangsa (sebutan anak jalanan, red). “Kegiatan baru-baru ini Dewan Anak mengirimkan dua delegasinya menghadiri Kongres Nasional Anak di Bangka Belitung dan seorang lagi dalam rangka Internatio­ nal AIDS Conferene 2010 di Wina, Austria,” Jelas Werayanti. Werayanti berharap Dewan Anak bisa menampung aspirasi anak dari berbagai kalangan, “Saat ini banyak daerah baik kota atau kabupaten yang sudah membentuk Dewan Anak, ada yang dibentuk oleh LSM ataupun pihak-pihak yang peduli dengan anak-anak. Semakin banyak semakin baik, karena kebutuhan anak akan dapat lebih banyak tersampaikan,” tukas Werayanti. (danangfirman)


TESA 129 telah menjadi salah satu referensi penentuan sebuah kota atau kabupaten sebagai Kota Layak Anak. “Eh nyambung, eh nyambung nih, ada yang mau ngomong nggak? Kamu aja deh yang ngomong!” kemudian terdengar suara tawa. Tak lama kemudian ada anak yang bertanya “Kakak namanya siapa? Aku mau kenalan.” Telepon iseng sering menghampiri Diani Savitri, meski demikian relawan TESA 129 itu tetap melayani dengan ramah. “Yang curhat di TESA banyak, tidak hany a a n a k - a n a k d a n remaja, ada juga curhat seorang nenek tentang sang cucu yang mengalami kekerasan oleh ayah kandungnya,” kata perempuan itu seraya menyatakan sebagian ada telepon iseng atau salah sambung. Telepon Sahabat Anak (TESA 129) di Jakarta sudah memberikan layanan sejak tahun 2006. Setiap Senin sampai Jumat, mulai pukul 08.00 hingga 18.00 beberapa relawan siap menjawab telepon melalui nomor lokal 129. Layani Anak Koordinator TESA 129 Fatmi Woro, mengatakan saat ini Tesa sudah ada di beberapa kota lain di Indonesia seperti Makasar, Surabaya, Pontianak, Banda Aceh, Lampung, Sidiarjo, Gorontalo, Yogyakarta, Cirebon, Banten, Goa. Mekanisme layanan tak jauh beda dengan TESA Jakarta, “Misalnya ada kasus di Aceh, ketika orang tersebut menghubungi 129, maka akan langsung tersambung ke TESA Aceh,” ujarnya. TESA merupakan konsep

yang diadaptasi dari penanganan anak di Mumbai, India. Ketika mengalami kekerasan, anak bisa menghubungi telepon khusus yang menangani masalah anak. “Kemudian petugas memberi tahu prosedur pelaporan dan membantu menghubungi pihak terkait sehingga masalah korban dapat ditindaklanjuti dan diselesaikan. Kalau di sana sudah ada wadah dan prosedur yang jelas, prosedur pelaporan tindak lanjutnya,” ujar Woro menjelaskan. TESA Diperlukan Fadilatul Azizah, salah seorang relawan memaparkan bahwa kegiatan TESA bukan hanya melayani konseling melalui telepon, “Ada outreach, sosialisasi ke sekolah-sekolah, konseling di lembaga pemasyarakatan anak,” jelasnya. Sayangnya karena keterbatasan dana, kegiatan-kegiatan tersebut tidak dapat rutin dilakukan. Selain itu TESA hingga saat ini juga belum bisa mengadakan konseling selama 24 jam, dan belum ada di seluruh provinsi di Indonesia. Lala, panggilan akrab Fadilatul berharap perlunya program TESA terus berlangsung. “Kan sayang kalau program ini harus berhenti, sudah banyak yang tahu dan sudah banyak yang menggunakan layanan ini (TESA). Dari daerah diluar Jakarta juga banyak yang berkonsultasi, namun karena keterbatasan penjangkauan, kami hanya bisa memberikan rujukan. Biasanya kami merujuk ke kepolisian, Komisi perlindungan perempuan dan anak di daerah dimana korban berdomisili,” tuturnya. (rina)

Agi, 14 tahun, warga Kampung Panyirepan itu tengah mengangkut barang di pasar. Apapun dikerjakan oleh Agi demi untuk membeli sesuap nasi karena orang tuanya

Melukis Mimpi di Rumah Belajar

Pengelolaan rumah belajar ini juga dilakukan secara mandiri namun mengacu pada kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional. sudah tua dan tak mampu bekerja. Lepas siang, Agi menyusuri gang sempit berkelok di RT 02/RW 02 Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Sembari melepas penat, di sebuah rumah mungil bersama beberapa orang kawan tampak menekuni buku di atas meja panjang. Sesekali kepalanya melihat Lestari, yang menjelaskan beberapa hal dalam buku itu sebagai guru. Itulah pemandangan siang hari di Rumah Singgah Lestari, sama seperti nama sang guru. Beberapa anak berpakaian seadanya dengan sandal jepit, belajar antara pukul 12.30 hingga 13.30 WIB. “Waktu belajar mereka cuma 1 jam setiap harinya. Jika tidak bisa belajar siang, mereka boleh datang jam lima sampai enam sore untuk bimbingan belajar yang langsung diajar oleh Pak Guru Ade Witarsa,” tutur Lestari. Cerdaskan Anak Rumah Singgah ”Lestari” digagas Ade Witarsa, mantan guru SMP Swasta yang menganggur karena tempatnya mengajar ditutup. Pada Juli 2008, bersama putrinya Yanti Lestari, dan Moh. Ridwan, mendirikan rumah singgah bagi anak-anak jalanan di ruangan 3x8 meter yang dibangun di samping rumah Witarsa.

Dra. Yudho Puspito Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Kota atau Kabupaten Layak Anak (KLA) sudah menjadi kesepakatan dunia. Dalam Sidang Umum PBB Khusus Anak Tahun 2002, ada deklarasi “Dunia yang Layak untuk Anak”. Semua penandatangan deklarasi, dihimbau untuk membuat kebijakan terkait hal tersebut. “Kami mulai dengan kota/kabupaten layak anak, akan dikembangkan lagi menjadi

8

Sahabat Anak Syarat Kelayakan KLA

“Anak-anak di sini tak mampu sekolah karena orang tuanya buruh serabutan. Kasihan mereka tidak pernah sholat 5 waktu dan bicaranya kotor, kurang sopan santun dan tidak ada keinginan untuk memperbaiki diri sendiri,” jelas Witarsa. Pendirian rumah belajar sekaligus rumah singgah ini memang diperuntukkan bagi kalangan anak terlantar, yatim piatu, dan tak

mampu, “Setelah selesai belajar mereka ada yang tertidur dan ada pula yang langsung bekerja lagi,” tambah Yanti Lestari yang juga guru TK. Kurikulum Diknas Pengelolaan rumah belajar ini juga dilakukan secara mandiri namun mengacu pada kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional. “Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Agama dan pelajaran lain kami ajarkan,” jelas R. Usman Hendarsah S.Sos, pengawas dari Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Karena kebanyakan siswa dari kalangan tidak mampu, mereka dibebaskan membayar. “Kecuali menabung setiap hari Rp1.000 jika ada uang lebih. Jika tidak punya uang, mereka tidak dipaksa untuk menabung,” tambah Moh. Ridwan yang menjadi ketua Yayasan. Hingga kini rumah belajar Lestari masih mengajar 30 anak dari TK, SD dan SMP. “Kami telah meluluskan sekitar 20 anak dengan mendapat Surat Keterangan Tamat Belajar atau STKB dari Diknas,” jelas Witarsa bangga karena informasi “sekolah” di rumah singgah itu hanya tersebar dari mulut ke mulut. (wiwik)

Butuh Pengutamaan Hak Anak

kecamatan layak anak, dan menjadi desa layak anak. Di Indonesia baru ada sekitar 15,” kata Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dra. Yudho Puspito. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam pembentukan KLA? Harus lebih ditingkatkan peran serta pemangku kepentingan yang belum menganggap masalah anak sebagai prioritas, sehingga secara anggaran bisa mendapat alokasi yang cukup. Kami mencoba menyosialisasikan agar isu anak masuk pada arus utama program dan kegiatan semua kementerian lembaga, pusat dan daerah. Istilahnya pengarusutamaan hak anak. Maksudnya? Semua program instansi pemerintah harus fokus ke anak. Apa hubungannya, Kementerian Pekerjaan Umum dengan anak? Jembatan penyeberangan kalau anak tangganya besar-besar, bagaimana anak bisa melangkah? Harus diperhatikan kebutuhan anak. Buatlah yang sesuai dengan anak. Kemudian, kamar kecil di tempat umum. Untuk anak kecil, kasih dong yang ukuran anak-anak. Perempatan jalan, jangan ada pagar massif atau tembok. Kalau anak jalan, tidak akan terlihat bisa tertabrak nanti. Semua kementerian harus memerhatikan hal tersebut. Pasti

programnya ada yang bersentuhan dengan hak anak. Bagaimana suatu daerah dikatakan layak anak? Daerah itu bisa memenuhi beberapa hak anak. Di Kutai Kartanegara, ada kebijakan bupati ada zona bebas pekerja anak. Selain itu hak mendapat pendidikan, layanan kesehatan prima, gizi yang baik. Langkah untuk menuju KLA, pertama adalah komitmen pemerintah daerah yang meliputi Perda, kelembagaan dan anggaran. Kedua, membentuk gugus tugas yang melibatkan semua elemen masyarakat. Selanjutnya, gugus tugas bertugas membuat database anak dan permasalahan yang muncul. Ketiga, menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) selama 5 tahun. Kemudian program itu dijalankan. (dan/fan)

5


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.