Edisi 10/Tahun VI/Juli 2010

Page 1

Foto : antarajatim.com

Edisi 10/Tahun VI/Juli 2010

Kibar Daerah

Halaman

"Eco Pesantren"

Menjadikan pesantren sebagai basis model pendidikan lingkungan hidup ternyata menarik perhatian komunitas internasional, salah satunya Adalah Pondok Pesantren Al Ittifaq, Desa Alam Endah, Kecamatan Ranca Bali, Pasir Jambu, Ciwidey, Bandung, Jawa Barat.

10

Wawancara

Halaman

4

Deputi Bid. Peningkatan Konservasi Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup.

Dra. Masnellyarti, M.Sc

Perubahan iklim global menjadi pemicu atas makin nyatanya ancaman bencana akibat kerusakan lingkungan. Betapa tidak, di beberapa tempat saat ini curah hujan sudah tinggi sekali.

Ketika Adat Berbuah Lestari Lebih Peduli dengan Lingkungan

L

uas tanah yang dihiasi hijau tumbuhan di berbagai sudut kota dan desa kian hari kian berkurang. Padahal berkurangnya tutupan itu tak hanya mengganggu pemandangan saja. Tapi juga memengaruhi tata air, kemerosotan keanekaragaman hayati dan dalam jangka panjang bisa mengurangi kemampuan perlindungan lapisan atmosfer serta memberi kontribusi terhadap fenomena pemanasan global. Tahun 2009 laju kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 1,8 juta ha per tahun. Suatu laju kerusakan tertinggi di dunia yang masuk dalam Buku Rekor Dunia. Akhir Juni 2010 lalu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bersama Menteri Lingkungan Hidup M Hatta bersama Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan Polri meninjau kerusakan hutan di Kalimantan Timur. Menteri Kehutanan mengharapkan Gubernur Kalimantan Timur mengambil langkah untuk menghentikan kerusakan yang terjadi. Sebab, jika dibiarkan, laju deforestasi semakin bertambah. Menteri Zulkifli Hasan menyatakan kerusakan hutan

Laju penurunan tutupan lahan (1997 - 2000) 294,17

1.154,46 1.212,63

Kebijakan Ramah Lingkungan Bagaimanapun, kerusakan hutan dan lingkingan pada umumnya harus menjadi tanggung jawab bersama dan tentu melibatkan peran yang seimbang antara pemerintah dan warga. Sebagaimana dilakukan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pemerintah Kabupaten Wakatobi telah menetapkan kebijakan lingkungan dan berhasil mengurangi dampak negatif pengelolaan sumber daya alam yang dimilikinya. Diperkirakan, dalam jangka panjang daerah itu diprediksi akan menjadi kabupaten yang maju jika kebijakan yang ramah lingkungan tetap menjadi perhatian. Pemerintah pun telah menjadikanWakatobi sebagai salah satu percontohan keberhasilan otonomi pengelolaan lingkungan hidup di

Indonesia. Berpulang ke Warga Memang isu lingkungan adalah isu yang akan senantisa menarik. Namun mengelola lingkungan hidup agar tetap layak, aman dan nyaman membutuhkan kesabaran, konsistensi dan kerjasama yang sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Antara aparat pemerintah dan warga, juga para pengusaha. Kesadaran adalah kunci utama agar setiap kebijakan pelestarian lingkungan hidup bisa terlaksana dengan baik. Disamping dukungan kerjasama internasional agar bisa diterapkan di tingkat lokal. Apalagi data Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan bahwa 20 juta perempuan yang berjuang dalam kemiskinan akan juga terkena dampak perubahan iklim akibat pengelolaan lingkungan hidup yang kurang tepat. Kuncinya adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan perusakan lingkungan dan penanganan lingkungan hidup dengan baik. (m)

Laju Deforestasi

Paling tinggi terjadi pada periode waktu 1997–2000 --> 2,83 juta ha per-tahun (kawasan hutan dan non kawasan hutan) Laju penurunan:

(1997 - 2000) No.

Periode

a. Sumatera 1,15 juta ha /tahun

156,68

692,92

di Indonesia sebanyak 66 persen diakibatkan oleh perambahan, baik untuk pertanian, perkebunan, dan pertambangan. “Hutan yang rusak akibat izin konversi untuk perkebunan, jalan raya dan oleh bupati hanya 16 persen,� kata Menteri Zulkifli.

Kalimantan Sumatera Papua Maluku Sulawesi

b. Kalimantan 1,12 juta ha /tahun c. Sulawesi 692 ribu ha ha /tahun d. Maluku 294 ribu ha /tahun, dan e. Papua 156 ribu ha /tahun Sumber : Dephut (2003)

Laju Deforestasi (juta ha/tahun

1.

1982-1990

0.90

2.

1990-1997

1.80

3.

1997-2000

2.83

4.

2000-2005

1.08

Sumber : Dephut (2007)


2

Beranda

www.bipnewsroom.info

Edisi 10

Tahun VI Juli 2010

Harmoni Hukum Negara dan Hukum Adat Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi lingkungan hidup di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang menurun. Erosi dan sedimentasi di daerah aliran sungai meningkat, kondisi lahan mulai menunjukkan tanda-tanda kritis, seiring dengan meningkatnya pencemaran dan gangguan ekosistem hutan. Di pantai suasana tak jauh berbeda, kerusakan ekosistem juga terjadi pada mangrove dan terumbu karang. Banyak pihak mensinyalir kerusakan lingkungan yang terjadi lebih banyak disebabkan m a s i h kurangnya kepedulian d a n

kesadaran masyarakat akan pelestarian dan hidup lebih baik dengan lingkungan

Lindungi perempuan dan anak! Saya heran dengan media

massa dalam kasus pornografi

desain: f.dewi.m

yang katanya mirip artis. Setelah menghakimi dengan begitu keras, media mulai bergeser mengajak penontonnya untuk lebih humanis menghadapi para pelaku. Media tidak berpikir akan dampak yang ditimbulkannya. Saya curiga mereka tidak berpikir berapa banyak anak perempuan yang mungkin terancam, jika freesex kemudian menjadi terlegitimasi oleh media. Dan buat saya, kasus tersebuttidak bisa dimaafkan. Saat ini media massa sudah masuk dan menjajah waktu kita sehari-hari tanpa kita sadari. Media juga harus

terus dikiritik untuk menyajikan pesan yang lebih baik. Ini agenda setting media, setinggannya siapa, kepentingannya apa, nah itu yangharus dibaca oleh para penontonnya. Buat saya, media nggak tau apa tutup mata akan dampaknya pada perubahan sosial terutama soal nilai. Sudah mati hati untuk kepentingan kapital semata. Dan kita kemudian digiring untuk mengikuti semua nilai barat, agar menjadi seragam, agar mudah dikendalikan. Karenanya pelaku harus dihukum. Jangan sampai lahir pelaku-pelaku yang lain, karena menganggap itu biasa dan "nggak apa-apa", alpa, khilaf, manusiawi. Kalau kemudian yang lain menjadi diam tak bersuara karena takut tidak sama dengan pendapat dominan yang " seolah-olah direpresentasikan"

tumbuh dalam masyarakat itu sendiri. Ada yang sehat. Oleh karena itu tak kurang beberapa kearifan lokal yang dapat diterapkan dari ribuan kampanye telah digelar untuk dalam kehidupan masa kini. menumbuhkan kesadaran dan menggalang Di beberapa daerah ada kearifan lokal dalam kepedulian akan lingkungan. bentuk hukum adat yang mengatur upaya Indonesia pun memiliki banyak peraturan pelestarian lingkungan hidup. Masyarakat yang mengenai lingkungan hidup. Mulai dari Undangmendukung hukum adat masih menyakini bahwa undang Kehutanan, Lingkungan Hidup, Tata aturan main yang ada dan digunakan masih Ruang hingga beragam peraturan presiden, efektif. Jika hal itu dipelihara maka harmoni menteri dan daerah yang mensyaratkan adanya dalam masyarakat bisa terjaga. pertimbangan aspek lingkungan hidup dalam Namun demikian, ada salah satu hal yang setiap aktivitas manusia. Namun demikian, mendasar dalam mengadopsi kearifan lokal, penurunan kualitas lingkungan hidup tidak bisa yaitu modal dasar masyarakat berupa saling serta merta berhenti atau paling tidak berkurang percaya. Dengan saling percaya maka kearifan drastis. lokal dalam bentuk hukum adat akan bisa menjadi Sebagai negara yang kaya akan adat pengikat yang kuat kehidupan bermasyarakat, istiadat dan suku budaya, Indonesia sebenarnya termasuk dalam upaya pelestarian lingkungan. memiliki potensi besar dalam menggenjot Tantangan lebih berat lagi upaya pelestarian lingkungan adalah harmoni hukum negara hidup. Oleh karena itu dibutuhkan dan hukum adat pada tingkat terobosan dalam memandang dan pelaksanaan. Bagaimana pun, B a n y a k p i h a k menyikapi persoalan lingkungan. penegakan hukum, baik hukum mensinyalir kerusakan Salah satunya adalah kembali negara dan hukum adat akan membangkitkan kearifan lokal. lingkungan yang terjadi selalu bersinggungan dengan Baik dalam bentuk petuah, lebih banyak disebabkan masih kurangnya meningkatnya kebutuhan nasehat hingga hukum adat. masyarakat terhadap sumber D a l a m U n d a n g - U n d a n g kepedulian dan kesadaran daya alam yang bisa turut Perlindungan dan Pengelolaan m a s y a r a k a t a k a n pelestarian dan hidup lebih merusak lingkungan. Lingkungan Hidup disebut pula baik dengan lingkungan Di titik inilah dibutuhkan mengenai kearifan lokal. Nilaiyang sehat. keterpaduan data dan informasi nilai luhur yang berlaku dalam yang akurat mengenai aktivitas tata kehidupan masyarakat pembangunan dan dampaknya untuk melindungi dan mengelola terhadap sumber daya alam lingkungan hidup secara lestari. dan lingkungan hidup. Harmoni Kearifan lokal telah lahir dan sangat penting dalam penegakan hukum berkembang dari generasi ke generasi. Sekilas agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan mungkin tidak ada ilmu atau teknologi yang masyarakat adat atas hukum adat, demikian pula mendasarinya. Tidak ada pendidikan atau sebaliknya. (lm) pelatihan untuk meneruskan keahlian. Namun demikian, kearifan itu telah terpelihara dan

media, lantas siapa lagi yang akan bersuara. Lintang Adjidarein via facebook

Saatnya Kita Sadar Hakekatnya, hunian paling cocok utk manusia itu adalah surga (al jannah = taman, ada air, udara, tumbuhan & bunga, tanah, madu, dll). Sebab, komponen tubuh manusia didesain Allah utk surga, bukan Neraka yg dari api & menyakitkan buat manusia. Anehnya, banyak manusia yg justru mpersiapkan diri tuk neraka (merusak lingkungan, korupsi, sex bebas, dll). Semoga sgr sadar/taubat..amin. Niel Makinuddin Via Facebook

”Penanaman Satu Miliar Pohon untuk Dunia” Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.24 Tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional (HMPI-BMN) dan Amanat Presiden RI pada acara peringatan HMPI – BMN Tahun 2009 serta Komitmen Indonesia pada KTT Perubahan Iklim Tahun 2009 di Kopenhagen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 26% pada tahun 2020, maka Indonesia pada tahun 2010 melaksanakan kegiatan Penanaman Satu Mili­ar Pohon untuk Dunia (One Billion Indonesian Trees for the World / OBIT). Adapun pelaksanaan kegiatan penenaman dimulai pada 1 Februari 2010 dan berakhir pada 31 Januari 2011. Panduan kegiat­ an tersebut dapat diunduh di www.dephut.go.id. Program ini merupakan kelanjutan dari Gerakan Penanaman One Man One Tree 2009 yang berhasil merealisasikan penanam­an 251,6 juta pohon, melebihi target 231,8 juta pohon. Mohon dukungan masyarakat guna menyukseskan kegiatan tersebut. Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Basuki Yusuf Iskandar

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; M. Abduh Sandiah; Asnah Sinaga; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Listya; Elpira Indasari N; Taofik Rauf; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 10

3

Utama

Tahun VI Juli 2010

www.bipnewsroom.info

Rimbo Larangan Nagari Paru :

Ketika Adat Berbuah Lestari

foto: dimas

Rimbo larangan (Rimba Terlarang –red). Namanya mungkin menakutkan. Tapi mendengar ceritanya, rasa kagum akan muncul atas keraifan lokal untuk menjaga kelestarian hutan.

foto: dimas

Sebutan rimbo larangan merujuk sebuah kawasan hutan di Nagari Paru, satu di antara 46 nagari di Kabupaten Sijunjung. Tak beda dengan namanya hutan itu memang terlarang untuk dijamah. Ja­ ngankan menebang pohon, mengambil batang pohon yang lapuk alami pun tak diperkenankan. Tak heran jika di daerah penuh bukit dan jurang tersebut, masih bisa dijumpai pohon berdiameter dua meter bahkan lebih. Bahkan kayu-kayu langka dan bernilai ekonomi tinggi semisal jenis kayu kawang, binuang, bintungan, merantih, koranji, kelampaian. marsawa, kempas, pulai, banio, jelutung, balam, kulim, ketaping, subayang, siminai, madang, kruing, timbalun, dan bumbung masih terjaga. ”Bahkan saya terkadang mendengar auman harimau,

walau tak pernah melihatnya secara langsung,” cerita Suhatril Isra, aktivis Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA Unand), yang menjadi pembina lingkungan di beberapa nagari Kabupaten Sijunjung, termasuk Nagari Paru. Belajar pada Alam Kelestarian alam di Nagari Paru tentu saja tidak datang dengan sendirinya, namun melalui proses panjang dan kerja keras tak kenal lelah. Mulai dari meyakinkan masyarakat sampai perumusan dalam kebijakan lokal, peraturan nagari. “Hutan itu sumber ekonomi bagi masyarakat adat. Tinggal ambil dari alam, gratis, cepat dijual, dan harganya tinggi. Tapi, nagari kami berada di kawasan perbukitan, kalau longsor, mati kita. Ingat peristiwa dua desa dengan 300 penduduk yang

terkubur longsoran tanah di lembah Gunung Tigo, Kabupaten Padang Pariaman, 2009 lalu? Seperti itu posisi Nagari Paru,” kata Iskandar (43), mantan Wali Nagari Paru yang memelopori penyelamatan lingkungan di Rimbo Larangan pada 1998 yang lalu. Ide Rimbo Larangan, lanjut Iskandar, tak jauh dari memetik pelajaran dari bencana Galodo (tanah longsor besar, red) seper­ ti Lembah Gunung Tigo, yang menghantam Bukit Tui, Padang Panjang pada 1987 silam. Ketiadaan akar pohon yang menahan air dalam tanah, membuat longsor yang mengubur warga kampung hidup-hidup. “Alam Takambang Jadi Guru (belajar dari alam-red). Saya yakin,

pasti di daerah longsor sudah tidak ada pohonnya, gundul. Karenanya, di sejumlah pintu masuk nagari dan mempunyai kemiringan di atas 25 derajat, kita jadikan rimbo larangan. Sisanya, silakan dimanfaatkan. Untuk menjaga daya dukung air terhadap tanah,” jelas pria yang dianugerahi penghargaan Kalpataru untuk kategori Penyelamat Lingkungan Tahun 2007.

Libatkan Warga Bersama warganya, Iskandar memulai berbagai kegiatan pelsetarian. Dimulai dari 14 anak sungai Nagari Paru; kawasan budidaya, hingga yang terbesar menggalang dukungan dari tetua adat serta pemuda nagari. Inisatif itu berbuah pada penetapan hukum adat lokal berbentuk Peraturan Nagari (Perna) No. 1 Ta h u n 2 0 0 2 tentang Hutan Lindung (Rimbo Larangan) pada 15 Februari 2002. “Dalam peraturan tersebut, ditetapkan bahwa, dari 24.010 ha wilayah Nagari Paru, tiga kawasan seluas 4500 ha diantaranya adalah berupa rimbo

larangan. Kawasan yang terlarang dari segala bentuk penyalahgunaan lingkungan,” kata Iskandar. Bagi Iskandar, kekuatan hukum adat makin kuat karena didukung sistem kekerabatan di tanah minang yang luas, mulai dari famili sampai ke penghulu suku. Jadi kalau ada yang melanggar atau mangkir denda, maka sama saja dengan membuat malu seluruh warga suku. Dan kalau hal itu terjadi, kata Iskandar, sama saja de­ ngan diasingkan dari keluarga besar. “Terbukti manjur. Sejak diundangkan sampai sekarang, ha­nya ada lima pelanggaran. Itupun di tahun pertama. A­lasannya, hanya untuk meng­ uji konsistensi warga. Setelah itu aman, bahkan nagari te­ tangga juga mendukung dengan aturan ekstradisi (pengembalian warga ke negara asal-red) bagi pelanggar yang kabur ke nagari sebelah,” ujar Iskandar sambil tertawa. Kini, tak hanya 4500 ha rimbo larangan yang tetap terjaga kelestariannya, warga Paru pun telah melebarkan sayap dengan pembentukan Kelompok Tani dan Petani Peduli (Penyelamat­ an) Hutan di beberapa nagari tetangga. Tujuannya sama, agar misi penyelamatan lingkungan tak hanya sekadar wacana. ”Yang paling membanggakan, warga kami tak tergiur dengan uang Rp500 juta per hektar kayu. Hutan ini milik kami,” pungkas Iskandar de­ ngan bangga. (dimasnugraha@ depkominfo.go.id)


4

Utama

www.bipnewsroom.info

Edisi 10

Tahun VI Juli 2010

Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup

Dra. Masnellyarti, M.Sc

Kehutanan, karena bisa kena pidana. Misalnya, dalam UU Tata Ruang, bila izin diberikan pada kawasan yang tidak tepat, maka bisa dikenakan pidana. Sekarang, masalahnya adalah mereka (daerah-red) belum punya tata ruang. Karenanya masih ada dispute antara Menhut dengan perda tadi. Sekarang terus dicocokkan. Kalau misalnya Menteri Kehutannya tidak setuju, maka yang akan masuk penjara akan banyak sekali.

Foto : www.iisd.ac

"Semua Berawal Dari Kita" Perubahan iklim global menjadi pemicu atas makin nyatanya ancaman bencana akibat kerusakan lingkungan. Betapa tidak, di beberapa tempat saat ini curah hujan sudah tinggi sekali. Jika dahulu 200 mm per bulan. Sekarang dalam sejam saja bisa mencapai 375 mm. Artinya waktunya singkat, tapi curah hujannya tinggi. Menurut Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Dra. Masnellyarti Hilman, M.Sc., pembukaan lahan akan memengaruhi tutupan air. Dampaknya bisa ditebak, banjir dan longsor di mana-mana. Ditambah lagi, posisi Indonesia yang secara geografis sangat rentan. “Karena berada di khatulistiwa, diapit dua samudera, Hindia dan Pasifik. Kalau misal di Samudera Hindia panas, dia akan mencari daerah yang lebih dingin. Makanya kita terkena yang namanya rob dan gelombang pasang,” katanya.

“Semua berawal dari kita juga,” kata Dra. Masnellyarti Hilman, M.Sc. Reporter Komunika Dimas Aditya dan Taofik Rauf mewawancarai Manselyarti Hilman beberapa waktu lalu mengenai upaya yang bisa dijalankan bersama. Berikut petikannya: Sebenarnya bagaimana kondisi lingkungan di Indonesia? Kalau dilihat kerusakannya, angka deforestrasi tahun 2000 sekitar 2,9 juta ha per tahun. Tetapi sudah mulai turun, pada 2008 menjadi 1,08 juta ha per tahun. Secara global, kondisi kita sudah parah. Tutupan lahan terus berkurang. Di Jawa, tutupan lahan hanya tinggal 10,2 persen; Kalimantan 42 persen; Sumatera 30-an persen. Padahal tutupan itu yang membantu mencegah banjir dan longsor. Kalau kita lihat, dulu kan Kalimantan tidak pernah banjir dan longsor. Sekarang lihat saja bagaimana Samarinda, Banjarmasin, dan beberapa kawasan lain. Bagaimana karakter dari 33 provinsi?

Kalau untuk banjir dan longsor, kami juga punya peta bencana. Menyampaikan bahwa daerah tersebut punya potensi. Peta itu sudah ada dan kami kirim ke pemerintah kabupaten/ kota dan minta mereka untuk mempersiapkannya untuk mencegah terjadinya banyaknya korban. Peta kebakaran sudah ada sejak tahun 2000. Untuk banjir longsor sudah ada sejak 2005. Dan angkanya cenderung naik. Karena memang kerusakan lingkungannya bertambah. Apalagi ini secara global, sehingga efeknya pun akan ikut mengglobal. Hutan itu kan mempengaruhi iklim mikro. Ada delapan provinsi high risk yaitu Kalimantan secara kesuluruhan, Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau. Namun sekarang bertambah ke wilayah Barat sekitar 250 desa yang memiliki lahan gambut dan berisiko kebakaran. Ada yang menilai otonomi daerah menjadi salah satu pemicu meluasnya kerusakan lingkungan? Memang kebijakan desentralisasi membuat ijinijin banyak yang beralih ke daerah. Seringkali banyak

daerah menginginkan PAD lebih banyak. Namun mereka hanya melihat instant, yang sangat mudah pakai, langsung dijual ada uang yang bisa dipakai. Kalau tidak ada tambang, ya pohon. Laju deforestrasi, dalam angka kami, melonjak sejak awal-awal desentralisasi. Angka pada tahun-tahun tersebut, naik menjadi 2,9 juta hektar. Apalagi ada kebijakan, ijin di bawah 100 ribu ha dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten atau kota. Kurang peka terhadap lingkungan? Bagi kepala daerah yang punya wawasan baik tentang lingkungan, tentu tidak akan melakukan eksploitasi secara berlebihan. Akan berupaya mengembangkan hal yang lain, misalnya efisiensi anggaran yang tentu saja hasilnya akan berbeda. Ada sebuah contoh di Kabupaten Tanah Datar, yang tadinya hanya punya PAD Rp1,5 miliar, menjadi berkalikali lipat karena efisiensi. Sehingga kabupaten tersebut menjadi contoh. Kemudian dia bikin target yang dikerjakan kepala dinas. Ternyata berhasil.

Artinya, tidak hanya dengan mengeksploitasi lingkungan saja bisa dapat PAD tinggi. Setelah kita punya uang, bisa meningkatkan pembangunan jalan. Sehingga distribusi jalan bisa lebih mudah. Kemudian mengembangkan pertanian, sehingga perekonomiannya jauh lebih berkembang. Dan sayangnya kebanyakan belum paham tentang hal tersebut. Memang mudahnya ya demikian, investor datang, saya punya barang A, B, dan C. Selesai. Kurang informasi?

Dalam kebijakan tata ruang dibedakan dua jenis, kawasan lindung dan budidaya. Sebetulnya yang boleh untuk diambil hasilnya adalah kawasan budidaya. Sedangkan kawasan lindung tidak boleh. Ta p i k e b a b l a s a n . Kalau ingin menebang, harus ada pelepasan kawasan dulu dari Menteri Kehutanan.

Rupanya mereka punya peraturan daerah (perda) yang memperbolehkan demikian. Akan tetapi, perda kan harus sesuai dengan UU. Mungkin ada yang missed di sana. Kebablasan, kalau menurut saya. Saya tidak tahu apakah karena ketidaktahuan, tapi yang pasti ada yang salah di sana. Banyak juga yang sudah kena warning dari Menteri

Maksudnya? Dalam kebijakan tata ruang dibedakan dua jenis, kawasan lindung dan budidaya. Sebetulnya yang boleh untuk diambil hasilnya adalah kawasan budidaya. Sedangkan kawasan lindung tidak boleh. Tapi kebablasan. Kalau ingin menebang, harus ada pelepasan kawasan dulu dari Menteri Kehutanan. Prosedurnya panjang. Daerah harus mengajukan kepada Menteri Kehutanan. Kemudian Menteri akan membentuk tim, di mana Kementerian Lingkungan Hidup berada di dalamnya, untuk mengevaluasi, mulai dari lingkungan, kehutanan, geoteknologi. Kalau semua ok, maka akan diajukan DPR. Setelah ada approval dari DPR, baru keluar SK Menteri. Jadi tidak serta merta ijin keluar. Namun yang sekarang terjadi, sebagai contoh, di Kalimantan Tengah, ada banyak ijin yang dikeluarkan. Mulai dari tambang sampai hutan tanpa melalui prosedur yang berlaku. Tata ruang juga dibuat oleh daerah. Namun masih ada beda pengertian, kawasan yang daerah katakan sebagai budidaya, sebenarnya dalam kategori kami adalah masuk dalam kawasan hutan. Jadi ada tarik menarik. Mereka punya tata ruang, namun belum dihar m onis as ik an dengan kawasan hutan. Lantas, bagaimana dengan sekarang? Memang diakui ada keterlambatan dalam pengawasan. Penyelesaiannya bukan hanya masalah sinkronisasi peraturan saja. Tapi adalah pengawasan yang efektif dan efisien. Sekarang, Presiden saja mengeluarkan statement. Kemhut juga terus melakukan pengawasan rutin. Dengan adanya perhatian ini, pemerintah daerah juga akan “ngeh” ada masalah. Mungkin saja dulu karena ketidaktahuan mereka. Ada juga yang memang tahu, tapi peduli amat. Kuncinya adalah pengawasannya harus konsisten dan ada keberanian membuat kebijakan yang melawan arus. Sehingga Amdal akan punya gigi di mata perusahaan. Tidak hanya jadi pengemis intelektual, digunakan belakangan, atau kalah oleh invisible hand.***


7

Tabloid Tempel

Edisi 10 Tahun VI Juli 2010

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Menyusuri Lembah Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, pepohonan di kiri-kanan jalan tampak sarat dengan papan iklan pestisida dan pupuk buatan. Ada merek terkenal, ada pula merek lokal. Semua berlomba menawarkan keunggulan masing-masing. Lihat saja tagline-nya, “Musuh Hama, Sahabat Petani”, “Sekali Semprot, Ulat Musnah”, “Anti Jamur dan Virus”, “Agar Panen Berlimpah”, hingga sebutan “Raja Buah”.

pestisida yang digunakan secara berlebihan. “Saya menduga, banyak petani di daerah sini secara tak sengaja mengisap bahan kimia yang terkandung dalam pupuk dan pestisida. Apalagi petani di sini tidak pernah mengenakan masker saat menyemprot dan memupuk tanam­ an,” kata dr Elhamangto Zuhdan, sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan dan tes darah petani sayur di Desa Reco Kecamatan

pada titik dimana tanah tidak dapat lagi ditanami. Kalau sudah begitu, apapun yang ditanam akan mati, sehingga petani sendiri yang akan mengalami kerugian,” ujarnya. Kebantatan tanah tersebut terjadi karena tanah kelebihan satu atau lebih bahan kimia tertentu, sehinga menjadi sangat asam atau sangat basa. “Komposisi zat hara tanah dari sono-nya secara alamiah sudah sangat seimbang. Pemupuk­an berlebihan akan menyebabkan

Di sisi lain, penggunaan pestisida akan membuat hama menjadi kebal. Karena sering terpapar, gen hama akan beradaptasi dengan paparan pestisida, sehingga untuk membuat mereka kolaps butuh dosis yang semakin tinggi. “Tak heran petani sekarang menyemprot tanam­an lebih sering dari petani dulu, karena jika cuma disemprot sekali hamanya baru pingsan, tidak mati,” ujarnya. Tapi yang sangat disayangkan

Sebagai penghasil sayur-mayur nomor wahid di Jawa Tengah, Dieng memang surga bagi para produsen pupuk dan pestisida. Aris, pemilik toko sarana pertanian di Desa Kuripan Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo menyatakan, saat ini tak kurang 100 merek pupuk dan pestisida terpajang di tokonya. Hal itu tak lepas dari tingginya permintaan petani terhadap dua komoditas tersebut. Menurut Aris, sepuluh tahun belakangan, petani di Dieng dan sekitarnya memang terkesan jorjoran dalam menggunakan pupuk dan pestisida. Konon kata para petani, tanaman sayuran kian hari kian rakus zat hara. Hama juga makin hari makin tahan pestisida. Tak heran, takaran petani dalam memberi pupuk dan menyemprot tanaman pun makin berlebih. Apa yang disampaikan Aris dibenarkan Waluyo, petani desa Jengkol, lereng Dieng. “Dulu sekali semprot ulat kol sudah KO. Sekarang dua tiga kali semprot baru kelenger. Mes (pupuk—red) juga begitu, dulu tanaman tomat dan kentang di-mes sekali sudah cukup, sekarang dua tiga kali mes baru kelihatan maer (bagus— red),” katanya. Tidak cuma itu, untuk mempertahankan agar buah tomat tidak rontok, Waluyo juga mengaku menyemprotnya dengan larutan kimia khusus penguat buah. Tidak tanggung-tanggung, menyemprotnya dua kali sehari! “Kalau banyak hujan seperti kemarin, nyemprotnya malah bisa sekali sehari,” ujar

6

Foto : agus budiawan

Agar Petani Tak Turut “Musnah” bapak satu anak ini. Hasil jor-joran pupuk dan pestisida memang memuaskan. Selain daun sayuran tampak subur, untuk jenis sayuran seperti tomat dan kentang, buahnya juga lebat dan besar-besar. “Hasil panennya lumayan banyak lah, meskipun ongkosnya juga membengkak,” kata Waluyo.

Pengamat pertanian Universitas Gadjah Mada, Soepriyanto, menyatakan perilaku jor-joran menggunakan pupuk yang dilakukan warga dapat menyebabkan tanah menjadi bantat alias mandul permanen

Bahaya Mengancam Siapa sangka, di balik kesubur­ an berbagai jenis sayuran seperti kol, sawi, tomat, buncis, wortel, kapri, kentang, bawang daun, dan sebagainya, tersimpan potensi bahaya yang mengancam kehidupan petani. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah misalnya, menengarai banyak petani lembah Dieng terpapar racun pupuk dan

Kertek, Desa Jengkol Kecamatan Garung, dan Desa Buntu Kecamat­ an Kejajar, ketiganya di wilayah Kabupaten Wonosobo. Hasil tes yang dilakukan dr Zuhdan dan kawan-kawan ternyata sangat mengejutkan. Di Desa Jengkol misalnya, dari 45 petani yang dijadikan sampel, separuh lebih di antaranya mengidap gangguan paru-paru. Sebanyak 19 orang mengalami retriksi atau kelainan kembang-kempis paru ringan, tujuh mengalami retriksi sedang, dua mengalami obstruksi atau gejala penyumbatan saluran paru ringan dan satu orang meng­ alami obstruksi sedang. Selain itu, hasil tes darah menunjukkan kadar bahan kimia dalam darah mereka juga cukup tinggi. Tes di dua desa lainnya menunjukkan hasil yang mirip. “Singkatnya, para petani itu telah terpapar bahan kimia dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan. Jika perilaku mereka dalam menggunakan pupuk dan pestisida tidak diubah, dalam jangka panjang paparan itu akan sangat berbahaya bagi kesehatan, bahkan bukan tak mungkin dapat menyebabkan kematian,” kata Zuhdan. Tanah Bantat dan Gangguan Ekosistem Pengamat pertanian Universitas Gadjah Mada, Soepriyanto, menyatakan perilaku jor-joran menggunakan pupuk yang dilakukan warga dapat menyebabkan tanah menjadi bantat alias mandul permanen. “Suatu ketika akan sampai

penumpukan zat tertentu se­ hingga keseimbangan tanah akan rusak. Jika tanah menjadi sangat asam atau sangat basa, dengan sendirinya keada­n nya menjadi tidak kondusif untuk pertumbuhan tanam­an,” urainya. Menurut Soepri, petani seha­ rusnya menerapkan pola pertanian berkelanjutan, bukannya mengejar keuntungan sesaat namun berdampak buruk bagi lingkungan masa depan. “Mungkin sekarang mereka masih bisa untung, tapi beberapa tahun ke depan jor-joran menggunakan pupuk buatan akan menjadi bom waktu,” kata pengajar pascasarjana ini. Ia menyarankan, sebaiknya petani kembali menggunakan pupuk organik dan pupuk nonorganik dalam jumlah berimbang. “Kalau bisa 100 persen pakai pupuk organik, tapi kalau tidak bisa penggunaan pupuk anorganik jangan sampai melebihi pupuk organik. Ini penting untuk meredam gejala kebantatan tanah,” imbuhnya. Sementara terkait penggunaan pestisida berlebihan, Soepriyanto menyatakan hal itu bisa menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu, karena penyemprotan pestisida tidak saja membunuh hama, namun juga membunuh predator yang memangsa hama. “Lihat saja, sekarang tidak ada lagi burung-burung pemangsa ulat ka­ rena mereka mati kena racun pestisida. Wajar jika jumlah ulat makin hari makin bertambah karena tidak ada yang memakannya,” kata lelaki berputera tiga ini.

Soepri, banyak petani tidak menyadari bahwa dengan menggunakan pestisida dalam jumlah banyak, apalagi dengan cara yang tidak benar, sejatinya mereka sedang melakukan slow suicide atau bunuh diri secara perlahan-lahan. “Bagaimana tidak, mereka menyedot racun setiap hari dan membiar­ kan racun itu mengendap dalam tubuh selama bertahun-tahun. Pada saatnya nanti, jika tubuh tak mampu lagi menahan endapan racun, pemilik tubuh dipastikan akan terganggu kesehatannya,” imbuhnya. Karena itu ia menyarankan, mulai sekarang petani seyogyanya melakukan pertanian berwawasan lingkungan yang mengutamakan komitmen untuk menjaga kelestari­ an alam secara berkesinambung­ an. Dan itu hanya bisa dilakukan jika para petani tidak jor-joran menggunakan pupuk buatan dan pestisida. “Jangan sampai upaya memberantas hama juga sekaligus memusnahkan lingkungan dan bahkan jiwa mereka. Ini kan ironis namanya,” pungkasnya. Paling tidak, temuan Dinas Ke­ sehatan Jawa Tengah di lereng Dieng patut dijadikan peringatan bagi para petani, bahwa tak selamanya menambah dosis pupuk dan pestisida akan menghasilkan keuntung­an berlipat-ganda.(wahyu h)


8

Mendulang Uang dari Sampah Tanah seluas sekitar 1.400 m2 di Komplek TVRI, Kelurahan Jati Rahayu, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat kini menjadi rumah kompos yang bisa menangguk pundi-pundi uang. Bermula dari keinginan warga RW 12 dan RW 18 Kelurahan Jati Rahayu, Pondok Gede, Bekasi untuk menciptakan lingkungan bersih dan sehat, upaya mendaur ulang sampah dilakukan. “Setiap hari sampah yang diangkut dari rumah warga satu dan lainnya bisa mencapai 7 – 9 gerobak perhari. Kalau dibiarkan menggunung bisa menimbulkan bau busuk menyengat,” kata Ketua RW 12, H. Sholachuddin, SE. Tapi mengolah sampah menjadi kompos perlu mesin pembuat dan rumah produksi kompos. “Akhirnya warga sepakat dengan sumbangan dana membeli mesin penggiling sampah dan genset. Diharapkan dengan membuat kompos ini maka pemasukan akan dapat menambah kas warga dan memberikan lapang­an kerja tambahan kepada para petugas sampah sehingga mereka dapat memperoleh gaji tambahan untuk menghidupi keluar­g a masing-masing,” tutur Sholachuddin. Bangun Kepedulian Hal paling berat dalam pengolah­ an sampah adalah membangkitkan kepedulian warga untuk mengumpulkan sampah. Menurut salah

seorang warga, Ayik, sampah di komplek itu hampir semua dari rumah tangga. “Bahkan separuhnya dibuang sembarangan,” katanya. Sampah di Komplek TVRI Poris itu tidak diangkut ke tempat pembuangan sampah Bantar Gebang karena kurangnya tenaga dan mobil pengangkut, “Hingga warga biasa membuang di fasilitas umum yang tidak dimanfaatkan itu,” tambah Ayik yang menjadi pengurus PKK RW 12. Kelola Secara Profesional Keberhasilan pengelolaan rumah kompos selain karena kesadaran warga juga ada beberapa orang yang memang bertugas mengelola rumah kompos. Ada yang mengangkut sampah dari rumah warga, mengumpulkan dan memilah sampah yang masih dilakukan secara manual. “Jumlah petugas di rumah kompos tersebut adalah 10 orang petugas yang terdiri dari 7 orang pengangkut sampah dan 3 orang yang mengo­perasikan mesin pengolah sampah,” jelas H. Dadang A. Wahid, Lurah Jati Rahayu. Dalam rumah kompos sampah didaur ulang menjadi pupuk. “Petugas yang mengoperasikan sampah tersebut sebelum bekerja diberikan pelatihan cara mengoperasikan mesin pengolah sampah di Halim, Jakarta Timur,” jelas Solachuddin. (wiwik)

Subur Lestari dan Sehat ala Notoatmodjo Bagi Notoatmodjo (51), warga Desa Jengkol, Kec Garung, Kab Wonosobo, Jawa Tengah, me­ ningkatkan hasil panen pertanian tak harus dengan biaya besar. Cukup mengandalkan suplai pupuk kandang dari enam ekor kambing miliknya, ladangnya seluas satu hektare pun ijo royo-royo. Sama seperti para tetangganya di lereng Dieng, ia juga menanam kol, kentang, wortel dan sawi. Tapi ia mengaku tak pernah beli pupuk buatan maupun pestisida. “Saya sudah cukup puas dengan hasil panen ladang yang 100 persen saya pupuk dengan kotoran kam­ bing,” katanya. Untuk suplai ladangnya, tiap pagi ia mengumpulkan kotoran kambing dan sampah rumputrumputan di samping kandang. Setelah tertumpuk dan terkumpul selama tiga bulan, kotoran kambing biasanya sudah berubah menjadi pupuk kandang siap sebar. “Cirinya kalau warnanya sudah menghitam, butirannya sudah hancur, dan berbau wangi,” kata Noto bergurau. Sejatinya ia hendak mengatakan, pupuk yang sudah “jadi” tidak lagi berbau menyengat seperti kotoran kambing. Soal efeknya pada tanaman, ia pernah membandingkan hasil panennya dengan hasil panen te­ tangga yang menggunakan pupuk buatan. Ternyata selisihnya tak seberapa besar. “Untuk wortel dan kentang, besarnya relatif sama, beratnya juga sama. Hanya saja untuk kol dan sawi, punya saya memang tampak kurang menarik

karena banyak kerowok bekas digigit ulat. Tapi jauh lebih sehat, karena tak tersentuh bahan kimia setetespun,” ujarnya bangga. Ia memang tidak pernah menyemprot tanaman sayurannya. Sebagai gantinya ia memercikinya dengan air remasan daun sereh, kapur sirih dan daun lamtoro. Ternyata berbagai hama dan penyakit enyah dari tanaman miliknya. “Hanya ulat saja yang agak repot memberantasnya, karena harus mengambilnya satu-satu,” imbuh bapak dua anak ini. Lantaran tak menggunakan pestisida pula ia berani membandrol sayuran miliknya dengan label “organik”. Ternyata saat dilempar ke pasar, sayuran miliknya langsung habis diborong pembeli. “Ada pembeli dari luar kota yang bersedia menampung hasil panen dari ladang saya secara kontinyu,” katanya bungah. Ia mengaku lebih senang bertani secara organik. Di samping biaya yang ia keluarkan relatif kecil dan hasil panennya laku keras di pasaran, efeknya pada kesehatan juga tidak ada. Saat tes kesehat­ an bersama para petani kemarin, paru-paru Noto normal. Darahnya juga terbebas dari zat-zat kimia berbahaya. Lebih dari itu, cara pertanian yang dilakukannya sa­ ngat mendukung upaya kelestarian alam karena tidak merusak tanah dan ekosistem. Nah, jelas kan sekarang, untuk subur, lestari dan juga sehat, pertanian organik adalah resepnya! (wahyu).

Dra. Masnellyarti Hilman, M.Sc. Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup

“Karena Kita Kerap Tak Acuh”

Mengolah Sampah Jadi Kompos Bagaimana proses pembuatan kompos, secara sederhana langkah yang bisa dilakukan antara lain : 1. Sampah disortir dipisahkan mana sampah organik serta sampah non organik 2. Melakukan fermentesi dengan memberikan campuran obat MP4 agar sampah tidak bau. Takarab 1 liter MP4 dicampur 200 liter air dan ditempatkan dalam drum. Campura itu bisa digunakan untuk sekitar 5000 kubik sampah organik dan ditutup dengan terpal. 3. Penjemuran agar kering selama seminggu, barulah sampah digi­ ling menjadi kompos. Dari sampah sebanyak 1 drum ukuran 200 liter, yang sudah di fermentasi jika digiling cuma menghasilkan 50 kantong pupuk ukuran 5 kg. Per 3 kantong pupuk dijual seharga Rp 10.000. Jadi dari 50 kantong pupuk dapat menghasilkan Rp 500.000. (ws)

Kesadaran akan lingkungan merupakan dasar bangunan kokoh masyarakat yang muncul sebagai kebutuhan sosial. Bangkitnya kesadaran lingkungan haruslah menjadi keunggulan setiap warga agar bisa lebih banyak lagi berkiprah dalam melestarikan lingkungan.

masyarakat. Kalau mereka aware, maka dengan sendirinya, perusahaan akan mengerti dan mematuhi.

Bagaimana sebenarnya peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup? Yang saya harapkan adalah semua masyarakat sadar dan berpartisipasi. Pasti pengelolaan lingkungan akan berjalan selaras dan terhindar dari perusakan. Misalnya dulu di Bontang, ada perusahaan mau buat perluas­ an, ada wakil masyarakat yang datang. Mereka katakan, pengangkut­ annya bagaimana di sana, kalau truk ditambah dengan kondisi sekarang akan macet. Ditambah lagi jumlah produksinya maka truk yang mengangkut akan semakin banyak, dan kemacetan akan bertambah. Jadi bagaimana solusinya dari perusahaan. L u a r biasa masyarakat itu. Tapi tentu berbeda dengan masyarakat lain, yang hanya berpikir sampai, kamu kasih pekerjaan apa pada masyarakat kami? Itu sangat tergantung pada peran serta

Memang selama ini masyarakat acuh? Ada sebagian masyarakat yang peduli. Namun pengetahuan mere­ ka belum setara dengan konsultan amdal. Dulu saya pernah lihat di USA waktu public participation, mereka menyewa konsultan. Itu karena mereka ada dana. Tapi kalau di kita tentu belum sampai ke arah sana. Apalagi masyarakat di daerah pedalaman sana. Jadi ilmunya tidak setara. Lantas? Karena itu sistemnya adalah di­ umumkan kepada publik, bisa juga para pakar yang bicara di media. Namun, kendati sudah diberitakan media pun, orang juga tidak pernah lihat. Jarang yang tertarik dengan informasi lingkungan. Di media bacanya yang begitu saja. Soal lingkungan kerap acuh. Sayang. (dimasnugraha@depkominfo.go.id)

5


Edisi 10

9

Opini

Tahun VI Juli 2010

www.bipnewsroom.info

Membangun Pertanian Organik Sumatera Barat

Djoni, pria kelahiran Bukittinggi, 15 Agustus 1955 ini, peraih Kalpataru 2009 yang memulai perjuangannya pada 1984 dengan mengajak delapan kelompok tani di Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat untuk belajar dan mencari tahu tentang ekosistem, apa saja yang ada di lahan pertanian, serangga yang merusak dan yang tidak merusak tanaman, serta hama padi

Memajukan petani, bukan pertanian Djoni, pria kelahiran Bukittinggi, 15 Agustus 1955 ini, mungkin orang yang sudah melakukan apa yang dinyatakan Wakil Presiden Boediono dalam International Conference on Innovation, Enterpreunership and Small Business di Serpong, Banten, Kamis (15/7). Ketika itu Wapres menyatakan banyak hasil riset tidak berkaitan dengan kebutuhan nyata. Periset hanya sibuk membuat paper tanpa tahu apakah hasil penelitiannya dapat diterapkan di masyarakat atau tidak. ”Di bidang per­ tanian contohnya, riset harus bisa menyebarkan hasil penelitian kepada pertanian oleh para penyuluhnya. Kondisi ini diperparah dengan buruknya birokrasi. Dari awal, di bidang training, riset dan teknologi harus ada keberpihakan," tegas Wapres Boediono. Bagi Djoni, Balai Perlin­ dungan Tanaman Sumatera Barat, keberpihakan pada petani seolah menjadi makanan sehari-hari. Jebolan Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Unand) Padang tahun 1980 itu tak hanya menyesuaikan hasil penelitian dengan kebutuhan petani saja. Ia secara konsisten memosisikan petani Sumatera Barat laiknya seorang peneliti. ”Petani itu pintar. Namun mereka harus dirangsang menjadi peneliti di lahan masing-masing. Kita harus membangun potensi yang ada pada petani agar mereka bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, membangun keingintahuan, selalu belajar lewat alam,” kata Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kini dipercaya menjabat Kepala Dinas Pertanian dan Holtikultura Sumatera Barat ini. Belajar Bersama Petani Menurut Djoni, kebijakan yang ada saat ini belum memaksimalkan potensi petani. Pasalnya, masalah petani ada di lahan pertanian, “Biasanya pemecahan masalah dilakukan di perguruan tinggi oleh dosen dan peneliti. Baru disosialisasikan kepada petani tiga atau empat tahun berselang. Alhasil, hasil riset tersebut membutuhkan waktu lama untuk sampai ke petani. Itu pun belum tentu bisa menyelesaikan masalah yang mereka

hadapi,” kata peraih anugerah Kalpataru 2009 kategori pembina lingkungan ini. Djoni memulai perjuangannya pada 1984 dengan meng­ ajak delapan kelompok tani di Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat untuk belajar dan mencari tahu tentang ekosistem, apa saja yang ada di lahan pertanian, serangga yang merusak dan yang tidak merusak tanaman, serta hama padi. “Kami mengamati ekosistem ini bersama petani dan belajar bersama bagaimana menjaga keseimbangan ekosistem. Ilmu ini dikembangkan terus ke petani lain, menjadi sebuah gerakan pertanian yang berwawasan lingkungan,” kata Djoni.

Kampanye Untuk memperluas kampanye pro petani-nya, bersama bebe­ rapa orang kawanDjoni mendirikan Institut Pertanian Organik (IPO). Kampus alam itu langsung mendidik dan meng­h adapkan petani pada permasalahan di lapangan. “Petani sangat luar biasa. Cerdas, mau belajar dan tekun meneliti. Jadi, jangan heran beberapa di antara mereka se­ ring saya undang sebagai pembicara di seminar ilmiah untuk berdebat dengan doktor pertanian tamatan luar negeri. Mereka dengan sukarela tanpa dibayar, bersedia berbagi ilmu kepada petani lainnya,” ujar Djoni yang juga merengkuh Alumni Fakultas Pertanian (AFTA) Unand. Dari kelompok petani yang

Salah satu persoalan petani ternyata adalah ketergantungan terhadap pupuk dan obat tanaman dari bahan kimia alias bahan nonorganik. Padahal pemakaian pupuk dan insektisida kimia selama inilah yang menjadi biang kemiskinan petani dengan mahalnya biaya produksi pertanian.

Mandiri Dengan Organik Setelah dipelajari petani, kata Djoni, salah satu persoalan mereka ternyata adalah ketergantungan terhadap pupuk dan obat tanaman dari bahan kimia alias bahan nonorganik. Padahal pemakaian pupuk dan insektisida kimia selama inilah yang menjadi biang kemiskinan petani dengan mahalnya biaya produksi per­ tanian. Belum lagi masalah bibit, pengairan, dan kualitas hasil yang turut menambah masalah petani. ”Yang mengerikan, mere­ ka tidak bisa bertani lagi karena rusaknya kualitas tanah akibat zat kimia,” ungkap Djoni. Padahal, berdasar ”riset” turun temurun dari nenek moyang, alam memberikan pengetahuan ‘solusi alami’ yang akan menjadi pupuk dan obat tanaman. ”Jerami, urine kambing, dan berbagai tanaman bisa dibuat. Masalahnya petani mau capai sedikit atau tidak. Kalau buat pupuk atau obat hama organik kan ibarat mereka menggaji diri sendiri. Uang untuk membeli pupuk kimia substitusikan dengan membuat pupuk organik,” papar Djoni.

berjumlah 56 orang itu kini meluas ke berbagai daerah di Sumatera Barat. Djoni pun terus mengembangkan ide, misalnya gerakan padi tanam sebatang. Ini sebutan untuk metode System of Rice Intensification atau sistem intensifikasi beras. “Dalam sistem ini, budi daya tanaman padi dilakukan seintensif dan seefisien mungkin melalui pengelolaan tanah yang sehat dan air yang hemat. Pupuk diganti dengan kompos jerami. Ribuan batang bibit tanaman untuk racun nabati pengganti pestisida dibagikan ke petani, seperti durian belanda dan surian,” kata Djoni yang mendirikan sebuah tabloid ”Suara Tani AFTA” untuk memperkuat sosialisasi

kepada petani. Insentif Program organik yang dikembangkan Djoni dan kelompok taninya pun memetik hasil. Gerakan padi tanam sebatang terbukti mendongkrak produksi padi dari 4,5 ton menjadi 6,5 ton gabah kering giling per hektare. Pada 2008, produksi padi di negeri orang Minang itu mencapai 2 juta ton, naik dari 1,98 juta ton pada 2007 dan 1,88 juta ton pada 2006. ”Dulu tidak ada petani Minang yang mau memakai pupuk kandang. Sekarang tidak ada orang yang menanam sayur tanpa pupuk kandang. Ini perbedaan yang luar biasa. Bila dibandingkan, 20 tahun lalu 100 persen petani Minang menyemprotkan pestisida, tahun depan kami targetkan tinggal 40 persen ketergantung­ an pada pupuk kimia dan kalau bisa tidak menggunakannya sama sekali,” kata Djoni. Selain itu, Djono juga mengembangkan insentif guna memotivasi para petani agar pakai kompos jerami. “Petani yang tidak membakar jerami di lahannya kami beri intensif Rp.

250. (dua ratus limapuluh rupiah) per kilogram hasil panen. Dari Anggaran APBD yang jauh lebih kecil dibanding subsidi pupuk. Atau sekalian saja dengan pupuk kandang. Daripada Rp17 triliun subsidi pemerintah untuk pupuk, lebih baik beli jutaan ekor kambing yang kotoran dan urine-nya bisa dijadikan pengganti pupuk,” kata Djoni. Kini, dengan kewenangannya, Djoni terus mensinergikan berbagai program pemerintah, baik pusat dan daerah, guna mendukung pertanian Sumbar. ”Mulai dari kredit dari Kementerian Pertanian, Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) milik pemerintah yang hanya satusatunya di Indonesia. Kemudian yang terbaru kami sedang rintis lembaga keungan mikro untuk petani. Target saya, tak hanya Sumatera Barat, tapi seluruh Indonesia,” imbuh Djoni yang kini mendapat gelar, Bapak Padi Sebatang. (dimasnugraha@ depkominfo.go.id).


10

Daerah

www.bipnewsroom.info

Kibar Daerah

"Eco Pesantren" Menjadikan pesantren sebagai basis model pendidikan lingkungan hidup ternyata menarik perhatian komunitas internasional. Eco Pesantren direkomendasikan Konferensi Internasional Aksi Muslim untuk Perubahan Iklim untuk diterapkan secara global. Program Eco Pesantren di Indonesia digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup bersama Kementerian Agama. Program itu diluncurkan Maret 2008 silam. Perkembangannya pun terbilang pesat. Sejumlah pondok pesantren di berbagai daerah menerapkan program ini. Adalah Pondok Pesantren Al Ittifaq, Desa Alam Endah, Kecamatan Ranca Bali, Pasir Jambu, Ciwidey, Bandung, Jawa Barat yang telah menerapkan program eco pesantren. Lokasi pondok di tengah hamparan tanah 30 hektar itu mendukung penerapan kurikulum ramah lingkungan.

agribisnis. “Ada 26 komoditi sayuran antara lain kol, kentang, bawang merah, daun selederi, strowberry, labu, sawi putih, selada, cabe dan masih masih banyak lagi, yang kami kembangkan,” kata Syahid. Para santri diajarkan cara bercocok tanam, mengepak dan mengirimkan serta menjual hasil panennya ke sejumlah pelanggan dan supermarket di Bandung dan Jakarta. “Selain usaha sayuran, mereka juga diajarkan memelihara ikan lele yang hasil panennya dijual untuk menutup kebutuhan panti, memeras susu sapi yang berjumlah 50 ekor sapi yang hasilnya dijual ke koperasi susu,” tambah Syahid seraya menambahkan ada bidang usaha lain misalya membuat lemari, kursi, dan meja. Sementara itu untuk jenjang pendidikan formalnya terdapat 530 orang murid. Mereka mendapat pendidikan formal berdasarkan kurikulum

Pondok Pesantren Al Ittifaq, Desa Alam Endah, Kecamatan Ranca Bali, Pasir Jambu, Ciwidey, Bandung, Jawa Barat. menerima penghargaan dari Presiden dan Kementerian atas pola pendidikan yang dikembangkan menjadi Eco- Pesantren.

“Sejak tahun 1970-an hingga sekarang pondok kami mengembangkan kerjasama yang baik tanpa membedakan agama dan kepercayaan serta tidak membedakan suku apapun. Sesuai namanya Ittifaq. Hal yang penting bagaimana dapat menghasilkan uang yang halal dari usaha agribisnis untuk membiayai pendidikan dan biaya hidup sehari-hari para santri,” kata KH. Ahmad Syahid, salah satu pengurus Pondok Pesantren Al Ittifaq. Agribisnis Pesantren yang dipimpin oleh KH. Fuad Affandi itu membagi jenjang pendidikan dalam dua bagian, yaitu non formal disebut Salafiyah yang tidak membatasi muridnya dalam usia dan waktu, dan pendidikan formal atau Kholafiyah. Dalam Shalafiyah, para santri yang berjumlah 326 orang usai sholat dan belajar agama, langsung berkebun, mengembangkan usaha

dari Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Disamping itu Pondok Pesantren Al Ittifaq juga mempunyai program Kerja Paket B untuk yang tidak lulus SD. Mereka sekolah sore pada hari Rabu, Kamis dan Jum’at setelah sholat Azar. Panen Penghargaan Pesantren yang bekerjasama dengan Kementerian Pertanian, Lingkungan Hidup dan Perum Perhutani itu tak jarang menerima penghargaan dari Presiden dan Kementerian atas pola pendidikan yang dikembangkan menjadi EcoPesantren. “Alhamdulillah kami pernah mendapat penghargaan Kalpataru dari Menteri Lingkungan Hidup karena pada tahun 2003 dan 2007 berhasil menyediakan bibit kayu untuk reboisasi hutan sehingga Al Ittifaq mendapat julukan Penyelamat Lingkungan,” tegas Syahid. (wiwiek).

Edisi 10

Tahun VI Juli 2010

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

Sulawesi Utara

Sumatera Barat Papua Jawa Tengah

Jawa Timur

Lintas Daerah Jawa Timur Peduli Lingkungan, Dapat Mobil Hijau Provinsi Jawa Timur memperoleh bantuan dua unit mobil hijau. Bantuan itu diterima langsung Hj Nina Soekarwo selaku Ketua Tim Penggerak PKK Prov Jatim dari Ibu Negara Hj Ani Susilo Bambang Yudhoyono saat Peresmian Padepokan Mutu Manikam Nusantara di Desa Cibatutiga, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Kamis (22/7). “Bantuan mobil hijau ini merupakan penghargaan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) kepada masyarakat Jatim yang sangat peduli lingkungan hidup,” kata Nina Soekarwo. Menurut Ani Yudhoyono program mobil hijau ditujukan sebagai sarana pembelajaran dan sosialisasi bagi masyarakat dan anak terkait dengan pendidikan lingkungan hidup. “Mobil hijau secara berkala akan berkeliling memberi pendidikan ramah lingkungan secara interaktif. Saya berharap masyarakat secara aktif bisa memanfaatkannya,” kata Ani Yudhoyono. Mobil hijau merupakan paket mobil untuk melatih masyarakat agar menjaga dan melestarikan lingkungan. Mobil ini dilengkapi dengan berbagai alat peraga pendidikan lingkungan hidup, antaralain alat dan bahan peraga pertanian berupa benih, pupuk organik, dan tanaman mini. Juga ada brosur-brosur tentang petunjuk praktis atau teknologi sederhana pengelolaan lingkungan hidup dan di bagian belakang tersusun rapi buku-buku pustaka, juga beragam produk hasil daur ulang sampah kertas dan plastik. M e n u r u t N i n a S o e k a r w o , Ti m Penggerak PKK Jatim diberi tugas menjadi koordinator pengelola mobil hijau ini, “Mulai Agustus hingga Desember 2010 akan digelar penyuluhan berkeliling untuk masyarakat,” katanya. (sti/j) Sulawesi Selatan Rekor Tangani Lingkungan Museum Rekor Indonesia mencatat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memecahkan tiga rekor, dua rekor dunia dan satu rekor nasional. “Rekor dunia yang dipecahkan adalah transplantasi terumbu karang yang dilakukan pada pesisir 101 pulau, tersebar di 91 pulau kabupaten Pangkep dan 10 pulau di Kota Makassar dengan jumlah stock karang 22.222 dan rekor dunia penebaran bibit ikan secara serentak,” kata Ir. H. Anwar Latief, M.Pd, Kepala Bidang Ekonomi, Sumber Daya dan Teknologi Lingkungan

Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi penebaran bibit ikan tersebar di Kabupaten Wajo, Soppeng, Tana Toraja, Toraja Utara, Birekang, Luwe, Pinrang, Gowa, Maros, Pangkep, sebanyak 2 juta ikan air tawar. “Selain dua rekor dunia, ada lagi rekor nasional yang dipecahkan, kerja bakti penanaman pohon sepanjang 5.220 km, di 1100 desa/kelurahan, 191 kecamatan dan 24 kabupaten dengan jumlah bibit 2 juta pohon,” katanya menambahkan. Program penyelamatan lingkungan ini diklaim sebagai yang terbesar dan pertama di dunia. Upaya ini sejalan dengan keprihatinan terhadap kondisi lingkungan hidup yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dan kesadaran bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak setiap warga negara. Oleh karena itu, setiap warga negara berhak untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo pun telah mencanangkan program penghijauan yang diberi nama Gerakan Sulsel Hijau atau Sulsel Go Green, pada 15 Juni 2008 sebagai rangkaian kegiatan peringatan hari lingkungan hidup. Dengan icon gerakan, Ayo Sayang, Mari Menanam, di sejumlah ruas jalan utama di Kota Makassar, misalnya di Jl Perintis Kemerdekaan, telah nampak pohon-pohon yang menghijau menghiasi kota. Tidak hanya itu, di hampir seluruh ruas jalan di kabupaten/ kota tampak mulai menghijau. (lida) Daerah Istimewa Yogyakarta Klomtan Lumintu Wakili DIY Ke Lomba Intensifikasi Kedelai Nasional Kelompok Tani (Klomtan) Lumintu dari Kabupaten Kulon Progo akan mewakili Provinsi DI Yogyakarta dalam lomba intensifikasi kedelai tahun 2010. Menurut ketua Klomtan Lumintu Sugito Raharjo SPd, intensifikasi kedelai di kelompoknya telah dilakukan sejak tahun 2004 lalu, Pada tahun 2004 produktivitas Klomtan Lumintu, Pedukuhan Botokan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah tersebut sebesar 1,57 ton/ha untuk varietas Lokon meningkat menjadi 2,35 ton/ha pada tahun 2009. Sedangkan untuk varietas Grobogan yang dikembangkan sejak 3 tahun lalu, produktivitasnya mencapai 2,2 ton/ha. Sementara itu, menurut Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dipertahut) Ir Bambang Tri Budi Harsono, produktivitas yang dicapai Klomtan Lumintu jauh di atas rata-rata Kabupaten Kulon Progo sebesar 1,4 ton/ha, karena klomtan tersebut cukup konsisten melaksanakan intensifikasi dalam pengelolaan tanaman termasuk dalam penggunaan bibit unggul dan pemupukannya. Di Kabupaten Kulon Progo pengembangan kedelai telah dilakukan di 12 wilayah kecamatan dengan lahan seluas 3.354 ha yang sebagain besar berada di Kecamatan Sentolo dan Lendah, dengan tingkat produktivitas rata-rata kabupaten sebesar 1,4 ton/ha. (Media Center/Kulon Progo/toeb)


Edisi 10

Tahun VI Juli 2010

Kementerian Keuangan Tantangan Sektor Riil dan Infrastruktur Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan bahwa tantangan perekonomian domestik pada 2011 adalah meningkatkan kegiatan sektor riil dan percepatan pembangunan infrastruktur. "Tantangan domestik 2011 adalah peningkatan kegiatan sektor riil dan pembangunan infrastruktur," ujarnya dalam rapat kerja pembahasan kerangka ekonomi makro RAPBN 2011 dengan komisi XI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (2/6). Oleh karena itu, menurut Agus Martowardojo, pemerintah akan mengambil langkahlangkah seperti mempermudah akses kredit usaha, peningkatan pelayanan perijinan yang lebih mudah dan cepat dan penyediaan infrastruktur yang memadai. "Yang harus cepat di tangani adalah infrastruktur dan dimulai dari listrik, jalan, pelabuhan, pelabuhan udara dan tentu nanti didukung dengan aturan lain, khususnya harmonisasi aturan pusat dan daerah," ujarnya. Sedangkan untuk percepatan pembangunan infrastruktur, pemerintah akan bekerja sama dengan pihak swasta untuk realisasi program tersebut. Menurut Menteri Keuangan, orientasi pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat akan dicapai melalui tiga sasaran utama (triple track strategy). Pertama, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (progrowth), menciptakan dan memperluas lapangan kerja

fazzaro.wordpress.com

Wajah Kita

Isu lingkungan kini saling berkait dengan seluruh bidang kehidupan manusia. Sektor politik, ekonomi, industri, budaya, bahkan teknologi, yang dulu dianggap tidak ada sangkut-pautnya dengan lingkungan hidup, kini harus memperhatikan isu ini secara seksama. Dalilnya jelas, siapa yang merusak lingkungan, apapun alasannya, akan

11

Lintas Lembaga (pro-job), diantaranya melalui pemberian insentif pajak guna meningkatkan investasi dan ekspor, serta peningkatan belanja pembangunan infrastruktur. "Terakhir, untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui kesinambungan program-program perlindungan kesejahteraan masyarakat yang berpihak pada rakyat miskin (pro-poor)," ujar Menkeu. (ant)

Kementerian Pertahanan Tetap Izinkan Beli Alutsista Luar Negeri Kementerian Pertahanan RI mengizinkan pengadaan alutsista TNI dari luar negeri jika alutsista tersebut tidak bisa dibuat di dalam negeri. “Tapi harus ada transfer teknologi, sehingga peralatan yang dibeli bisa mendukung keberadaan TNI," kata Sekjen Kemhan Marsdya Eris Haryanto di Jakarta, Rabu (2/6). Menurutnya, transfer teknologi menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah, sehingga ke depan bisa melakukan pengadaan sendiri. Diakuinya pembelian untuk pengadaan alutsista saat ini terbatas dengan anggaran untuk bisa transfer teknologi, akibatnya ditempel dalam pengadaan, sehingga bisa mendukung pengadaan dari dalam negeri. Untuk proses pengadaan, menurut Eris, pihaknya juga harus memilih yang sesuai kemampuan kapatabilitas peralatan dan kapabilitas yang dihadapkan pada kebutuhan operasional sehingga tidak boleh salah membeli barang. "Bagaimana tujuan penggunaan barang, bagaimana penggunaan di lapangan, semuanya menjadi

pertimbangan, sehingga barang yang dibeli memiliki kemampuan yang baik," katanya. Kemudian, katanya, barang itu harus bisa dipakai, jangan sampai barang mahal itu tibatiba macet sehingga tidak bisa dioperasionalkan. ”Ini semua menjadi pertimbangan pemerintah, selain itu, harga barang juga menjadi pertimbangan, mengingat anggaran yang sangat terbatas,” katanya. Pertimbangan lain adalah time develery, mengingat kemajuan teknologi sangat pesat, artinya, proses pengadaan, kemampuan, kualitas barang, harga dan waktu pengiriman harus tepat,” katanya. (YR)

Kementerian Kesehatan Kemitraan untuk Pasar Sehat Pasar merupakan salah satu tempat dimana orang banyak beraktivitas setiap harinya guna memenuhi kebutuhannya. Pasar pun dapat menjadi alur utama penyebaran berbagai penyakit, bila tidak dikelola dengan baik. Oleh sebab itu, pengelolaan ”pasar sehat” terus dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan. “Pasar sehat adalah kondisi

pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat yang terwujud melalui kerjasama seluruh unit terkait di pasar dalam menyediakan bahan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat,” jelas Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr. Ratna Rosita, MPHM pada kegiatan Hari Pasar Bersih Nasional Ke-3 di Pasar Induk Cibitung, Bekasi, Sabtu (17/7). Peran kemitraan dalam pengembangan pasar sehat meliputi perbaikan fisik sarana; penyediaan sanitasi seperti air bersih, kamar mandi, toilet, pengelolaan sampah, drainase, dan tempat cuci tangan. “Hal penting juga melakukan promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bagi pedagang, pengunjung dan pengelola pasar; serta penyediaan fasilitas lain seperti sarana ibadah,” ujar Sesjen. Peringatan Hari Pasar Bersih Nasional Ketiga yang bertema Pasar Sejahtera : Sehat, Hijau, Bersih, Terawat diselenggarakan atas kerjasama Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Pemerintah Kabupaten Bekasi. Dari data Departemen Perdagangan tahun 2007, di Indonesia terdapat sekitar 13.450 pasar tradisional dengan sekitar 12,6 juta pedagang yang beraktivitas di dalamnya. Jika pedagang memiliki 4 (empat) anggota keluarga, maka lebih

Gawatnya Isu Lingkungan mendapatkan tekanan luar biasa dari dunia internasional. Di bidang industri, dulu pembeli luar negeri tak akan bertanya, kursi yang mereka beli dari negara tropis dibuat dari kayu apa. Sekarang mereka akan bertanya, apakah kursi itu dibuat dari kayu legal atau hasil pembalakan liar. Negaranegara Eropa kini hanya mau membeli bubur kertas (pulp) dari negara berkembang yang bahannya dibuat dari kayu hasil hutan tanaman industri, bukan diambil dari hutan alam. Mereka akan menyeleksi secara ketat dari hulu hingga hilir proses pembuatan pulp itu, agar tidak kecolongan memproduksi kertas yang ujung-ujungnya mempercepat deforestasi. Dulu orang tak peduli, minyak kelapa sawit atau CPO berasal dari perkebunan mana. Sekarang mereka menolak CPO yang sawitnya ditanam di perkebunan yang lahannya dibuka dengan cara membabat hutan. Kasus silang pendapat kelompok pecinta lingkungan dengan salah satu produsen

CPO Indonesia belakangan ini menjadi bukti, bahwa industri CPO pun tak bisa lepas dari isu lingkungan. Kuliner pun tak luput dari isu lingkungan ini. Di Eropa misalnya, kini orang-orang enggan makan Chinesse food dengan sumpit kayu, karena khawatir sumpit itu dibuat dari kayu hutan tropis. Dulu orang menyantap sayuran, bijibijian, dan buah-buahan, tanpa memperhatikan itu ditanam dengan pupuk buatan dan disemprot pestisida atau tidak. Sekarang mereka memilih sayur, biji-bijian dan buah organik yang kendati kerowok dimakan ulat tapi dinilai lebih sehat karena ditanam tanpa pupuk buatan dan pestisida. Tidak hanya itu, orang-orang juga mulai menolak memakan bahan pangan hasil rekayasa genetika karena diyakini prosesnya melawan harmoni alam. Mereka juga khawatir, pemurnian gen dengan atom akan buruk bagi manusia dan lingkungan. Bidang teknologi pernah berbangga setelah menemukan

plastik dan styrofoam, karena selain ringan dan murah bahan ini juga bisa dipakai untuk berbagai macam keperluan. Sekarang di Eropa muncul gerakan menolak plastik dan gabus, karena dua bahan yang tak gampang lapuk hingga ratusan tahun itu merusak lapisan tanah dan menimbulkan polusi. Tahukah anda jika pendingin ruangan, lemari es dan semprotan aerosol yang biasa dipakai di bahan pengeras rambut dan cat kini tak boleh lagi menggunakan bahan yang mengandung klorofluorokarbon (CFC), karena bahan itu jika lepas ke udara bebas akan menghancurkan lapisan ozon. Pabrik dan industri otomotif sekarang juga harus berpacu mengurangi emisi karbon. Kendaraan dan mesin musti diuji emisinya agar tidak terlalu banyak menghamburkan karbon ke udara yang buntutnya akan membuat lubang ozon di atmosfir makin menganga. Jika melampau ambang batas, pabrik atau kendaraan bisa

www.bipnewsroom.info

dari 50 juta atau hampir 25 % dari populasi total penduduk Indonesia beraktivitas di pasar. “Jika pasar sehat, maka rakyat sehat,” tegas Ratna Rosita. (puskom).

Kementerian Lingkungan Hidup Jaga Ekosistem Toba, Klh Hitung Tingkat Pencemaran Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) saat ini tengah melakukan penghitungan daya tampung beban pencemaran di Danau Toba. Penghitungan itu dilakukan sebagai acuan dalam pemberian izin pembuangan air limbah. “Ini akan menjadi bahan pertimbangan penetapan rencana tata ruang daerah tangkapan air Danau Toba dan pemberian izin pembuangan air limbah,” jelas Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta dalam acara RDP dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (27/7). Pengawasan terhadap industri yang ada di kawasan Danau Toba dilakukan dengan program penilaian peringkat kinerja perusahaan (proper), sebagai ketaatan industri dalam mengelola lingkungan hidup. Terkait masalah ini, awal tahun 2010, KLH telah mengirimkan surat tentang audit lingkungan hidup yang mewajibkan perusahaan atas ketaatan pada masalah lingkungan hidup. Perusahaan itu antara lain PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan PT Toba Pulb Lestari (TPL) yang diminta meningkatkan ketaatannya kepada masalah lingkungan, terutama dalam pengelolaan kualitas udara. (mf/dry)

dikenai sanksi tidak boleh beroperasi. Sederetan contoh di atas menunjukkan, kini kita tak bisa lagi beraktivitas tanpa mengindahkan isu lingkungan. Maka tidak ada pilihan lain bagi kita selain berupaya agar ke depan seluruh sektor kehidupan manusia Indonesia diselaraskan dengan gerakan peduli lingkungan yang nyatanyata telah menjadi tren dunia. Melawan tren adalah sebuah pilihan yang sangat berisiko. Tindakan itu bukan saja merusak lingkungan sendiri secara massif, namun salahsalah bisa dikucilkan atau bahkan dikenai sanksi oleh negara-negara di dunia. Sekarang saatnya kita berkaca diri, sudahkah kita mempersiapkan pembangunan berwawasan lingkungan di segala bidang secara baik, benar dan berkesinambungan? Jika belum, sanksi itu—langsung maupun tak langsung—akan tiba. Prinsipnya jelas, dunia tak mau menunggu. Yang diam termangu akan tersapu. Yang tak mau berubah akan rebah. (gun).


12

Edisi 10

Tahun VI Juli 2010

www.bipnewsroom.info

foto: pesawarankab.go.id

desa itu. Uniknya, agar warga tertarik, bidan berkeliling sambil membawa sapu, sabun mandi, sabun cuci, shampo, sikat gigi, pasta gigi dan sebangsanya, semuanya baru. “Barang-barang sanitasi ini tidak untuk dijual, tapi dihadiahkan kepada warga yang dinilai paling rajin dan paling getol membersihkan rumah serta lingkungannya. Warga yang paling rajin dapat hadiah sapu, peringkat dua dapat sabun, selanjutnya dapat shampo atau sikat gigi dan odol,” kata Puspita, bidan yang telah bertugas 9 tahun di desa Grabag. Yang jelas, karena dikerjakan secara gotong-royong, upaya menjaga kebersihan lingkungan menjadi murah bahkan nyaris tanpa biaya. Paling-paling warga hanya mengeluarkan tenaga sambil olahraga pagi. Bagaimana soal hadiah? “Itu juga dibeli

Dengan gotong-royong, upaya menjaga kebersihan lingkungan menjadi murah bahkan nyaris tanpa biaya.

Jumat BersiH,

foto: sman10malang.com

Cara Murah Untuk Sehat

Jumat pagi pukul 05.30. Matahari belum nongol, tapi suara Mustari, Kaur Kesra Desa Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sudah menyeruak dari corong masjid. Setiap Jumat pagi, Pak Kaur memang punya tugas khusus mengingatkan warga untuk melakukan kerja bakti di lingkungan masing-masing. Kegiatan rutin itu oleh warga setempat disebut sebagai Jumat Bersih.

Tepat pukul 06.00, laki-laki, perempuan, tua, muda, hingga anak-anak, mulai keluar rumah sambil membawa alat-alat kebersihan seperti cangkul, sabit, sapu lidi, sapu ijuk, lap pel,

gunting tanaman, serok dan tempat sampah. Tak ada komando khusus, karena warga sudah tahu tugas masing-masing: membersihkan rumah sendiri, plus jalan dan selokan yang ada

di sekitar rumah. “Jalan dan selokan hingga radius 10 meter dari rumah masih menjadi tanggungan anggota keluarga terdekat. Itu sudah menjadi kesepakatan bersama, dan tak bisa dilanggar,” ujar Mardilah, warga Grabag. Toh tak ada warga yang protes. Maklum, rumah di Grabag saling berimpitan satu sama lain, sehingga urusan menyapu jalan atau menggelontor selokan bisa dilakukan secara keroyokan oleh anggota keluarga dari dua atau tiga rumah yang berdekatan. “Nggak melelahkan kok. Lagi pula hasilnya dinikmati b e r sama, jadi kami se-

besoknya Pak Carik, besoknya lagi saya, lalu kaur lainnya, begitu seterusnya. Pokoknya harus ada aparat yang memantau agar kebersihan desa benar-benar terjamin,” ujar Mustari yang di lingkungan setempat dipanggil dengan sebutan Pak Bau yang artinya Kepala Dusun. Tidak ha­ nya itu, bidan

mua melakukannya dengan senang hati,” imbuh ibu tiga anak ini. Yang menarik, perangkat desa juga ikut aktif dalam kegiat­ an bersih lingkungan ini. Kepala desa, sekretaris desa, para kaur, dan aparat desa lainnya tidak hanya ongkang-ongkang kaki, namun secara bergiliran berkeli­ ling untuk memantau aktivitas warga. “Minggu ini Pak Lurah (Kades—red) yang piket, minggu

yang bertugas di desa itu juga dilibatkan dalam gawe mingguan ini. Selain memberikan penyuluhan kesehatan langsung di lapangan, bidan juga memberikan saran tentang cara menjaga dan meningkatkan sanitasi lingkungan desa. De­ ngan motor dinas, bidan keliling ke empat dusun yang ada di

de­ngan yang dibeli dengan uang kas Pos Kesehatan Desa (PKD) yang berasal dari masyarakat sendiri, jadi sebenarnya mereka sendiri yang membeli hadiahnya,” kata perempuan yang akrab dipanggil Bu Ita ini. Keterpaduan warga, perangkat dan bidan desa dalam menjaga kebersihan lingkungan di Grabag memang patut di­ acungi jempol. Dan hasilnya, bisa dilihat di desa yang ber­ ada di lereng pegunungan ini. Antusiasme warga untuk membersihkan lingkungan senantiasa tinggi, maka desa pun selalu tampak bersih dan asri, jalan dan selokan bebas dari sampah, tumbuhan dan perdu rapi-jali, dan efek positifnya warga terhindar dari berbagai penyakit yang biasanya muncul dari lingkungan yang kotor tak terurus. “Sejak digalakkan kegiatan Jumat Bersih dua tahun lalu, jumlah penderita penyakit menular seperti diare, ISPA (inveksi saluran pernafasan atas—red), gatal-gatal, demam berdarah, bahkan TBC, menurun secara signifikan,” kata Puspita bungah. Maka jika ada yang bertanya bagaimana caranya menjaga kesehatan dengan cara yang murah dan mudah, Jumat bersih adalah jawabannya. (gun)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.