Edisi 24/Tahun VI/Desember 2010

Page 1

Wajah Kita

Berbagi Sukses Dunia ibarat panggung sandiwara, tempat orang memainkan peran masing-masing. Ada pemeran utama, ada pemeran pembantu, ada pula pemeran figuran yang hanya sesekali muncul lalu hilang. Tapi jangan lupa, di balik itu ada pula orang-orang nonperan

Halaman

Halaman

11

4

Melindungi

TKI adan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melansir data dari sekitar empat juta tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berada di luar negeri, sebenarnya hanya 0,1 persen yang bermasalah. Namun demikian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta sekalipun angka kasus relatif kecil, tetapi harus diperhatikan tidak boleh diremehkan. ”Harus ada pengelolaan terhadap masalah TKI, baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” katanya saat meluncurkan kredit usaha rakyat (KUR) bagi para TKI hari Rabu (15/12) di Gedung Grahadi, Surabaya, Jawa Timur. Sejauh ini telah banyak upaya yang ditempuh pemerintah. Salah satunya terus mengupayakan perjanjian bilateral dengan negara-negara penampung tenaga kerja Indonesia dalam upaya meningkatkan perlindungan TKI. “Kesepakatan antar dua pemerintah secara bilateral, ada kontrak antara tenaga kerja kita dengan yang mempekerjakan, yang sekarang sudah kita lakukan dengan Malaysia, bahkan dengan hak-hak yang diberikan kepada mereka,” kata Presiden Yudhoyono seraya menambahkan bahwa selama ini belum ada perjanjian bilateral ataupun nota kesepahaman dengan sejumlah negara, termasuk

B

Arab Saudi. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan pemerintah tidak bisa menghentikan sepenuhnya pengiriman TKI karena besarnya permintaan dan besarnya minat warga Indonesia untuk bekerja di Timur Tengah. “Namun demikian kita akan melakukan pengetatan pemberangkatan untuk mengurangi potensi masalah,” kata Muhaimin.

meminta agar para kepala daerah tidak menunggu, tetapi harus jemput bola dan mencari di mana kantong-kantong masyarakat yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi. Presiden mengungkapkan, mulai tahun 2010 hingga 2014 mendatang alokasi dana untuk KUR secara umum sebanyak Rp 100 triliun. Dari alokasi itu, pemerintah akan memberikan jaminan dari APBN sebesar Rp Harus ada 10 triliun. Dengan kebijakan ini, kata Presiden, pengelolaan maka semua pihak harus mengemban tugas Perlindungan Dalam Negeri Selain jaminan pemulangan TKI, kini terhadap masalah mengalirkan KUR. Bahkan, bupati dan walikota pemerintah berupaya memastikan bahwa TKI, baik di dalam juga harus jemput bola mencari warga yang TKI tidak terjerat praktik lintah darat, yang negeri maupun di berhak menerima KUR. “Saya minta agar bupati dan walikota melakukan pemantauan memberikan pinjaman kredit berbunga tinggi luar negeri aktif terhadap Pelaksana Penempatan TKI terutama sebelum mereka berangkat ke luar Swasta (PPTKIS) khususnya dalam masalah negeri. ” Saya sedih, banyak saudara kita yang profesionalitasnya. Marilah kita bersama-sama terlilit utang dan diperas lintah darat, sehingga bertanggung jawab bersama, mulai dari saya, menderita. Kita ingin bebaskan mereka dengan sampai dengan orang-orang yang punya skema ini. Mari kita laksanakan dengan baik,” tanggung jawab,” tegas Presiden Yudhoyono. kata Presiden Yudhoyono. Presiden juga menegaskan, agar kepala daerah untuk Program KUR untuk calon tenaga kerja Indonesia dapat peduli dan memastikan tidak ada kelalaian, atau perlakuan digunakan untuk membiayai proses keberangkatan TKI tidak bertanggung jawab pada para TKI. (mbs) hingga ke negara tujuan. Dalam penerapan KUR, Presiden

Foto : PPK.or.id/PNPM

Edisi 24/Tahun VI/Desember 2010


2

Beranda

www.bipnewsroom.info

Edisi 24

Tahun VI Desember 2010

Bersama Lindungi Tenaga Kerja Indonesia Di era yang semakin mengglobal, fenomena pekerja migran lintas negara menjadi satu hal yang tak terhindarkan, tak terkecuali di Indonesia. Dalam satu dasawarsa terakhir, jumlah pekerja migran lintas negara yang secara umum lazim disebut sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, hingga September 2010 jumlah TKI yang masih bekerja di luar negeri seluruhnya mencapai 4,32 juta orang. Para TKI ini bukan saja bekerja di kawasan regional ASEAN seperti di Singapura, Brunei dan Malaysia, namun juga merambah hingga kawasan negara-negara Asia Timur dan Timur Tengah. Kita semua menyadari, mencari penghidupan yang layak, termasuk menjadi TKI di luar negeri, adalah hak asasi setiap warganegara. Oleh karena itu, tidak ada orang atau pihak yang bisa melarang atau membatasi hak asasi tersebut. Semua pihak, termasuk pemerintah, harus menghormati pilihan mereka yang bersusah-payah mencari nafkah di negeri orang. Bahkan pemerintah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi, menjaga, dan melindungi para pekerja migran lintas negara ini agar bisa hidup aman dan nyaman dan makmur di negara tujuan maupun setelah kembali ke Tanah Air. Berbagai bentuk fasilitasi dan perlindungan terhadap TKI telah dilakukan pemerintah Indonesia. Selain membentuk lembaga resmi yang mengatur dan mengawasi TKI yakni Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), pemerintah juga menerbitkan berbagai peraturan terkait perekrutan, pemberangkatan dan penempatan TKI. Di samping itu, pemerintah juga menjalin nota kesepahaman dengan negara-negara tujuan penempatan. Maksud pembentukan lembaga dan peraturan terkait TKI sangat jelas, yakni agar TKI bisa mendapatkan hakhak sebagaimana mestinya serta terhindar dari perlakuan buruk selama bekerja di luar negeri.

Lindungi TKI

desain: ahas/danang foto: bf-m, danag

Saya sangat menyayangkan masih banyak orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan para tenaga kerja kita. Tanpa dipersiapkan secara baik, malah akhirnya menjadi masalah ketika harus bekerja di luar negeri. Apalagi kebanyakan tenaga kerja indonesia yang bekerja di sektor informal. Harusnya semua ingat bahwa kebanyakan tenaga kerja sektor informal adalah orang kecil dan lemah. Saya berharap pemerintah melakukan tindakan nyata untuk menangani dan

melindungi para tenaga kerja indonesia yang ada di luar negeri dengan cara memastikan pengerah tenaga kerja mematuhi semua aturan dan memberikan pendidikan. Kelemahan yang paling mencolok dari tenaga kerja indoneisia adalah dari sisi penyiapan sumber daya manusia. Bandingkan dengan Filipina banyak menyiapkan tenaga kerja di sektor formal yang penghasilannya jauh lebih tinggi dibanding gaji tenaga kerja kita. Jika tidak siapa lagi yang akan mempedulikan harkat dan martabat bangsa Kurniawan via bipdepkominfo@yahoo.com

Asal peraturan tentang TKI benarsama melakukan pengawasan terhadap benar dilaksanakan secara konsekuen di proses perekrutan, pemberangkatan, hingga lapangan, beberapa kasus yang menimpa TKI penempatan TKI. Keterlibatan segenap elemen sebagaimana terjadi belakangan ini sejatinya masyarakat dalam hal ini sangat dibutuhkan, bisa dihindari. Permasalahan timbul karena mengingat tidak seluruh tahap dalam proses tidak seluruh pihak yang terkait dengan TKI pengiriman TKI melibatkan pemerintah. mau mentaati aturan yang telah ditetapkan. Dalam rekrutmen misalnya, masyarakat Berbagai penyimpangan terus terjadi, baik atau kelompok masyarakat seperti LSM dapat yang dilakukan calon TKI sendiri, pihak berpartisipasi melakukan deteksi dini terjadinya Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia pemalsuan umur, identitas atau dokumen. (PJTKI), agen penempatan di Masyarakat juga dapat secara luar negeri, maupun majikan proaktif mengawasi serta atau pihak tempat TKI bekerja. melaporkan PJTKI tidak resmi dengan pengawasan Pelanggaran yang dilakukan atau PJTKI nakal yang tidak yang dilakukan secara calon TKI di antaranya menyelenggarakan rekrutmen multisektoral baik oleh memalsukan umur, status dan pendidikan TKI secara pemerintah, masyarakat, kesehatan, identitas, bahkan baik dan benar. Masyarakat maupun kelompok surat-surat penting lain yang juga bisa mengadukan agen masyarakat, kejadian dibutuhkan TKI. Banyak pula penempatan di luar negeri yang tidak menyenangkan calon TKI yang tidak selektif tidak profesional serta majikan yang dialami TKI saat memilih PJTKI dan bahkan ada yang nakal kepada pihak bekerja di luar negeri yang sengaja memilih PJTKI berwenang dengan berbekal dapat diminimalisasi tidak resmi dengan alasan kasus-kasus kecurangan biayanya lebih murah. Di sisi lain yang pernah dialami para TKI beberapa PJTKI juga kadang sebelumnya. melakukan pelanggaran dengan Jika pemerintah lebih tidak menerapkan prosedur dan tatacara memfokuskan diri pada pengawasan dari yang baik dan benar dalam proses rekrutmen sisi regulasi dan legalitas, maka masyarakat dan pendidikan calon TKI, sehingga TKI dapat memainkan peran pengawasan dari yang diberangkatkan tidak memiliki syaratsisi praktik nyata implementasi regulasi dan syarat serta kecakapan memadai di bidang aturan tersebut di lapangan. Kita percaya, pekerjaannya. Beberapa agen penempatan dengan pengawasan yang dilakukan secara TKI di luar negeri melakukan pelanggaran multisektoral baik oleh pemerintah, masyarakat, dengan tidak menempatkan TKI sesuai maupun kelompok masyarakat, kejadian tidak dengan tempat kerja yang telah disepakati. menyenangkan yang dialami TKI saat bekerja Sementara majikan atau pihak tempat TKI di luar negeri dapat diminimalisasi. bekerja melakukan pelanggaran dengan Perlindungan terbaik terhadap TKI memang tidak memperlakukan TKI dengan baik, seyogyanya tidak dilakukan saat sudah terjadi tidak membayar gaji dan bahkan melakukan kasus, namun sebaiknya dilakukan sebelum perbuatan kriminal terhadap TKI. kasus terjadi. Dan model perlindungan Rangkaian pelanggaran terhadap prosedur preventif semacam itu hanya dapat terjadi dan aturan itulah yang memicu aneka manakala ada sinergi yang baik antara permasalahan yang menimpa TKI. Padahal pemerintah, masyarakat dan organisasi di mana-mana telah terbukti, jika prosedur masyarakat dalam mengawal TKI yang akan, dan aturan dilanggar maka yang akan terjadi sedang dan telah berangkat ke luar negeri. kemudian adalah malapetaka. Oleh sebab Bukankah seperti kata pepatah, lebih baik itu, penting bagi kita semua untuk bersamamencegah daripada mengobati. (g)

Moratorium Paling Manjur

Solusi Kongkret

Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan dalam pertemuan dengar pendapat dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa cara yang paling manjur untuk melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri adalah moratorium. Saya sepakat dengan anggota Dewan karena hal itu adalah cara paling tepat untuk memperbaiki nasib tenaga kerja Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi yang sering dilaporkan banyak terjadi penyiksaan terhadap tenaga kerja Indonesia.

Banyak faktor yang saling berhubungan ketika ada kasus dengan tenaga kerja Indonesia. Pengiriman tenaga kerja keluar negeri setiap saat akan selalu banyak peminat, hingga sukar untuk dihentikan. Memang saat ini yang bisa mengatasi hanya pemerintah. Semua ada di tangan pemerintah. Pemerintah seharusnya tegas. Hentikan pengiriman TKI seluruhnya, mungkin akan terselesaikan karena mengingat sudah berapa kali upaya penyelesaian tanpa pemberhentian pengiriman TKI secara total, tapi hasilnya tidak banyak. Jika memang tidak bisa, maka

adinda via bip@depkominfo.go.id

solusi konkret perlindungan tenaga kerja khususnya untuk calon penata laksana rumah tangga adalah pertama MOU dan kedua syarat untuk calon adalah meningkatkan pendidikan, minimal SMA dan kemampuan bahasa, termasuk Arab jika ke Timur Tengah serta pengenalan kebudayaan dan karekter masing-masing negara yang akan dituju. Darma Budi via komunika@bipnewsroom. info

Katakan Tidak

pada Narkoba

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; M. Abduh Sandiah; Asnah Sinaga; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Listya; Elpira Indasari N; Taofik Rauf; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 24

Tahun VI Desember 2010

Perlindungan TKI:

Foto : Danang Firmansyah

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengaku mengaku memang masih banyak kelemahan dalam upaya perlindungan tenaga kerja di luar negeri. Namun, menurut Muhaimin, pemerintah terus melakukan upaya perbaikan, melalui penyiapan keterampilan, fasilitasi bantuan hingga menindak tegas perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJKTI) yang nakal. “Dari 500 perusahaan tenaga kerja, 100 dalam pengawasan ketat, sampai pada sanksi apakah akan boleh lagi beroperasi,” kata Muhaimin. Ia juga mengatakan pemerintah memperketat pemberian izin terhadap perusahaan pengerah tenaga kerja ini, dan dalam satu tahun terakhir baru lima yang mendapat izin. Secara khusus Menakertrans Muhaimin Iskandar menilai kurangnya pelatihan disebut sebagai faktor yang ikut menimbulkan persoalan bagi para pekerja domestik yang ada di Timur Tengah. Tingkatkan Kualitas Kualitas calon TKI penata laksana rumah tangga (PLRT) yang akan ditempatkan di Malaysia dan Timur Tengah masih sangat minim. “Banyak TKI yang tidak dapat menggunakan bahasa setempat sehingga sering menimbulkan kesalahan dalam berkomunikasi dan bukan tidak mungkin menimbulkan

kekesalan pada sang majikan dan mendapatkan perlakuan kasar,” kata Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, T. Irwansyah. Terkadang sebagian mereka juga belum memiliki keahlian yang berhubungan dengan tata kelola rumah tangga. “Padahal, keahlian menjadi unsur paling utama karena terkait dengan bidang pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga. Tidak kalah penting adalah pemahaman atas budaya dan kebiasaan masyarakat, yang jelas-jelas berbeda dengan daerah dan negeri asal TKI,” tambah T. Irwansyah. Irwansyah juga mengeluhkan seringkali perusahaan pengerah jasa TKI (PJTKI) juga tidak optimal dalam memberikan pelatihan. Tudingan itu tidak ditampik Ketua Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan T K I Yu n u s M u h a m m a d Yamani. “Banyak PJTKI yang hanya memberi latihan sehari atau dua hari lalu langsung memberangkatkan tenaga kerja itu. Pelatihan ada, tetapi tidak ada mekanisme kontrol dari pemerintah mengenai seberapa lama seseorang dilatih,” tambah Yunus Muhammad Yamani. Semestinya para calon TKI menjalani pelatihan dan uji kompetensi yang kesemuanya memakan waktu 200 jam. Pelatihan meliputi pengenalan bahasa dan adat istiadat negara tujuan serta jenis pekerjaan yang akan dikerjakan.

www.bipnewsroom.info

selama satu bulan, diajarkan bahasa, ilmu tata kelola rumah tangga, pemahaman budaya dan kebiasaan masyarakat di suatu negara, serta informasi seputar perlindungan hukum dan aturan hukum lain yang perlu dipahami TKI,” jelas Hasan. Menurut Hasan, calon TKI juga mendapat pendalaman mengenai hakikat kehidupan dan pemahaman agama sehingga tahu apa yang harus diperbuat jika nanti berada di negara orang. “KBBM membuat target agar kepercayaan diri para calon TKI dapat tumbuh,” tegasnya. Lokasi KBBM di lingkungan keluarga asal TKI diharapkan menjadi alat proteksi untuk melawan calo yang sering memanfaatkan TKI. Akibatnya, ruang gerak calo, yang selama ini menjadi sumber

Fasilitasi Pendidikan Berbasis Masyarakat Jutaan pekerja asal Indonesia sejak perempat terakhir tahun 1970 menjelajah berbagai kawasan dunia. Namun demikian, perlindungan dan peningkatan kualitas pekerja khususnya di sektor informal masih menjadi tantangan besar.

3

Utama

Libatkan Masyarakat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) meluncurkan Program Kelompok Berlatih Berbasis Masyarakat (KBBM). “Kelompok Berlatih Berbasis Masyarakat (KBBM) diluncurkan untuk memutuskan mata rantai percaloan dalam rekruitmen calon TKI,” ungkap Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Te n a g a K e r j a I n d o n e s i a (BP3TKI) Bandung, Jawa Barat, Hasan Abdullah. Komunitas pelatihan kerja itu menitikberatkan pada penugasan kemampuan kerja mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai standar yang ditetapkan di tempat kerja. “Ini program stimulan dari pemerintah secara hibah kepada lembaga penyelenggara KBBM yang aktif melaksanakan peningkatan kompetensi calon TKI,” jelas Hasan. Dana yang diberikan kepada setiap KBBM sebesar Rp70 juta, terdiri dari Rp40 juta untuk keperluan alat-alat pelatihan seperti mesin cuci dan tempat tidur serta Rp30 juta untuk dukungan pemeriksaan kesehatan, pemberian makan, biaya transportasi pergi-pulang peserta pelatihan dari rumah ke tempat pelatihan. Alat Proteksi Setiap calon TKI yang akan mengikuti pelatihan harus terlebih dahulu diperiksa kesehatan. “Peserta KBBM di Tambakan diwajibkan mengikuti tes kesehatan agar dinyatakan lolos untuk bekerja. Setelah lolos kesehatan, baru peserta mengikuti pelatihan selama 320 jam pelajaran,

masalah, sangat terbatas. “Melalui program pelatihan dan dimaksudkan untuk memperkuat kelembagaan dan manajerial KBBM sehingga nantinya KBBM dapat lebih meningkatkan kompetensi dasar calon TKI,” tambahnya. Sejak tahun 2009, BP3TKI Bandung telah menempatkan 116 TKI yang bekerja di sektor formal serta 2.321 orang TKI informal. Berkaitan dengan KBBM, BNP2TKI akan memilih 500 desa di seluruh Indonesia. Desa-desa itu akan dibuat contoh kegiatan KBBM. Untuk keperluan pendirian KBBM di 500 desa ini, BNP2TKI membutuhkan anggaran sekitar Rp 35 miliar. Ditargetkan di tahun 2013 akan berdiri 1.000 KBBM di desa-desa seluruh Indonesia. (lida/m)

KBBM dan KUR untuk TKI Bisa Hapus Peran Calo Calo TKI sering bergerilya di desa dan berperan besar mendorong calon TKI untuk dapat bekerja di luar negeri. “Mereka biasa merekrut calon TKI dengan iming-iming uang Rp.1-5 juta kepada keluarga calon TKI,” kata Pengamat masalah TKI Universitas Tirtajasa (Untirta), Banten, Noryati Solapari, MH. Memang selama ini, biaya keberangkatan TKI pun tergolong masih mahal, sehingga calo menjadi alternatif pembiayaan untuk keberangkatan calon TKI. Namun demikian, Noryati berharap besar agar Kelompok Berlatih Berbasis Masyarakat (KBBM) efektif untuk memerangi perekrutan calon TKI oleh calo dan sponsor. “Modus para calo selama ini dengan memberikan uang saku kepada orang tua calon Program ini mampu TKI memang menggiurkan membangun infrastruktur keluarga TKI. Sayangnya dasar perdesaan di balik faktor uang itu yang selama ini belum ada keharusan TKI untuk tersentuh. Disamping mengirimkan gaji 2 bulan menguatkan kembali pertamanya kepada para semangat kebersamaan calo,” tuturnya. dan kegotong-royongan Menceritakan pengalaman masyarakat dalam menjadi TKI, Noryati membangun desa mengungkapkan mesti awalnya ia direkrut secara legal, namun perusahaan yang memberangkatkan TKI tidak membekali dengan keterampilan dan pemahaman bahasa yang dibutuhkan. “Saya diberangkatkan begitu saja,” papar Noryati yang kini tengah mengambil program doktor di Universitas Indonesia. Bantuan Kredit Belum lagi upaya pemerintah memberikan kredit melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk para calon TKI. Program ini tak hanya melibatkan TKI dan perbankan, tapi juga PPTKIS, bank koresponden maupun agen. “KUR TKI selain membantu TKI tapi juga bisa melakukan pendataan TKI maupun transparansi biaya pemberangkatan TKI,” kata Menko Perekonomian, Hatta Rajasa. . KUR TKI sendiri adalah skema KUR yang disalurkan kepada TKI untuk memenuhi pembiayaan yang menjadi tanggungjawabnya dalam proses penempatan ke luar negeri. KUR untuk TKI dibagi dalam dua jenis. yaitu KUR TKI Mikro dengan plafon Rp 20 juta dengan suku bunga kredit/margin pembiayaan maksimal sebesar 22 persen efektif per tahun. Sedangkan jenis kedua adalah, KUR TKI Ritel dengan plafon diatas Rp 20 juta dikenakan suku bunga kredit/margin pembiayaan maksimal sebesar 14 persen efektif per tahun. Menurutnya, pembayaran cicilan kredit dilakukan dengan pemotongan gaji TKI dari bank responden kepada bank pelaksana KUR, antara lain Bank BRI, Bank BNI, dan Bank Mandiri. “Mulai tahun 2010 hingga 2014 mendatang alokasi dana untuk KUR secara umum sebanyak Rp 100 triliun. Dari alokasi itu, pemerintah akan memberikan jaminan dari APBN sebesar Rp 10 triliun,” jelas Hatta Rajasa. (lida)


4

Utama

Tahun VI Desember 2010

Foto : mediaindonesia.co.id

www.bipnewsroom.info

Edisi 24

Bupati Sragen, Jawa Tengah H. Untung Wiyono

terhadap mereka. Saya juga menghimbau agar seluruh unsur pemerintah baik  pusat maupun daerah turut bertanggungjawab atas TKI. Untuk jangka panjang bangsa Indonesia harus punya visi tidak lagi mengirimkan TKI pembantu rumah tangga atau pekerja rendahan lain di negara orang. Pembangunan SDM terus difokuskan, sehingga di Indonesia  tidak ada lagi orang yang tidak berpendidikan. Semua memiliki pendidikan yang memadai. (Yuliarso)

Fokuskan Kualitas SDM Pemerintah Indonesia harus menunjukkan harga diri di depan negara-negara penerima tenaga kerjas Indonesia (TKI), agar mereka tidak semena-mena. Salah satu caranya dengan memberikan ketrampilan. Justru dengan mengirim TKI terampil maka permasalahan akan berkurang dan devisa yang diterima jauh lebih besar. Masalah keselamatan TKI di luar negeri harus diperhatikan. Karena TKI bekerja dengan perseorangan biasanya di Arab Saudi, pekerjaan pembantu rumah tangga tidak masuk dalam daftar pekerjaan yang dilindungi oleh Undangundang Perburuhan mereka. Selain itu, TKI di Arab Saudi sangat tertutup dan susah berkomunikasi dengan dunia luar, maka tidak ada yang tahu bagaimana perlakuan majikan

Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan Drs. H. T. Irwansyah Miskomunikasi Penyebab Masalah Mengelola penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) terbilang cukup rumit. Banyak faktor yang harus diperhatikan, selain kualitas keahlian TKI juga kesungguhan dan tanggung

jawab perusahaan pengerah tenaga kerja (PJTKI), disamping peran pemerintah yang cukup penting. Kami Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan juga memberikan dukungan agar proses perijinan tidak berlangsung lama dan kami tidak mentolerir ketika ada TKI yang dibawah umur. Itu pasti tidak akan direkomendasikan. Permasalahan TKI di luar negeri, khususnya kawasan Timur Tengah dan negeri tetangga, sering disebabkan karena miskomunikasi antara TKI dengan majikan. Hal itu bisa karena karena bahasa, budaya atau dalam penyelesaian pekerjaan. Banyak TKI yang kurang memahami bahasa dan budaya majikan sehingga sering terjadi kesalahan dalam penyelesaian pekerjaan. Kondisi itu memicu terjadinya kekerasan dalam berbagai bentuknya. Di sinilah tanggung jawab PJTKI untuk memberikan bekal yang cukup baik masalah bahasa, budaya dan teknik menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan di negara tujuan. Tahun ini setelah moratorium pengiriman TKI untuk sektor domestik, kita fokuskan hanya merekomendasikan pemberangkatan TKI di sektor formal, seperti pabrik dan industri lain. Rata-rata di bulan September sampai November ada sekitar 50 rekomendasi yang kami keluarkan untuk TKI formal. (mth)

Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Te n a g a K e r j a I n d o n e s i a (BP3TKI) Bandung Drs. Hasan Abdullah, MM Tingkatkan Pemahaman Calon TKI Ta h u n 2 0 1 1 , B a d a n Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) telah mencanangkan penerapan Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri berbasis online (SISKO-TKLN). Ujung tombak sistem ini adalah akurasi data pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/ Kota. Untuk meningkatkan layanan perlindungan TKI juga dioptimalkan Crisis Center dan call center 24 jam. BP3TKI Bandung juga telah melakukan pengembangan peran dan fungsi kelembagaan. Kita membuka Pos Pelayanan

Penempatan dan Perlindungan (P4) TKI di Kota Bekasi dan mendorong terwujudnya pelayanan satu atap di Jawa Barat. Tentu saja harapannya agar kesejahteraan TKI dan keluarganya meningkat, terlindunginya TKI sejak pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan. Selain itu kami juga menjalin koordinasi dengan berbagai instansi terkait dalam penempatan dan perlindungan TKI. Ini dimaksudkan agar jumlah penempatan TKI yang berkualitas, kompeten akan terus meningkat dan secara bertahap dapat mengurangi jumlah penempatan TKI sektor informal. Tantangan kami dalam penempatan TKI adalah bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat tentang prosedur penempatan TKI dan peraturan yang berlaku di bidang penempatan dan perlindungan TKI. Selain itu berkaitan dengan peningkatan koordinasi yang harmonis dengan berbagai instansi terkait dalam penempatan dan perlindungan TKI di Jawa Barat. (lida)


7

Tabloid Tempel

Edisi 08 Tahun VI Mei 2010

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

Foto : BNP2TKI dan Agus S Budiawan

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Aman dan Nyaman Bekerja di Luar Negeri Eny Puji (30), TKI asal Desa Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur kini mendaftarkan diri lagi untuk bekerja di Taiwan. Eny termasuk salah satu TKI yang sukses. “Dari gaji Rp 2,3 juta dipotong oleh perusahaan TKI ada sisa 20%. Bulan pertama, gaji saya kirim ke Indonesia. Sedangkan gaji 3 bulan berikutnya, saya simpan di majikan, demikian selalu berulang untuk bulan berikutnya,” kata pekerja yang pernah di Singapura di tahun 2008 sampai 2010 itu. Dari hasil gaji selama bekerja di Singapura, Eni selalu menngingatkan keluarganya agar bisa digunakan untuk berusaha. “Dari gaji tersebut, sekarang ada usaha sampingan peternakan burung puyuh,” cetus Eny yang menyatakan bahwa penghasilan bersih peternakan bisa mencapai Rp50 ribu per hari untuk keperluan sehari-hari keluarga di kampung. Sekarang Eni sudah mendaftar kembali dan sedang mengikuti pelatihan untuk berangkat bulan depan ke Taiwan. Tentu banyak lagi kisah TKI seperti ini Eni, meski masih ada yang tidak mengalami nasib seberuntung Eni dan TKI yang sukses lainnya.

6

Kerja “Impian” Pekerjaan di luar negeri menjadi salah satu alternatif pilihan beberapa pencari kerja. Impian bekerja dengan gaji yang besar mendorong mereka menjalani beragam profesi di luar negeri, dari pembantu rumah tangga, pekerja pabrik, hingga perawat dan guru atau dosen. Namun demikian, impian tanpa disertai dengan persiapan yang baik tentu tidak akan terwujud. “Banyak TKI yang tidak dapat menggunakan b ahasa se t e m p a t s e h i n g g a sering menimbulkan kesalahan

dalam berkomunikasi dan bukan tidak mungkin menimbulkan kekesalan pada sang majikan dan mendapatkan perlakuan kasar,” kata Teguh Meinanda, penanggung jawab Kelompok Berlatih Berbasis Masyarakat (KBBM) Tambakan di Desa Tambakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kualitas calon TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) yang akan ditempatkan di Malaysia dan Timur Tengah cenderung sangat minim. “Mereka juga tidak memiliki keahlian yang berhubungan dengan tata kelola rumah tangga. Padahal, keahlian menjadi unsur paling utama karena terkait dengan bidang pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga,” tambah Teguh. Selain itu pemahaman budaya dan kebiasaan masyarakat negara tujuan dinilai sangat penting. “Yang jelas-jelas berbeda dengan daerah dan negeri asal TKI. Para TKI yang tidak mendapatkan gemblengan bahasa, keahlian dan pemahaman budaya penduduk lokal akan banyak mengalami masalah,“ kata Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, T. Irwansyah. Hindari Calo Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI), Bandung, Jawa Barat, Hasan Abdullah mengingatkan agar TKI selalu mengikuti prosedur yang legal. “Setiap calon TKI yang akan mengikuti pelatihan harus terlebih dahulu diperiksa kesehatan. Baru mengikuti pendidikan mulai dari keterampilan, bahasa hingga pengenalan adat istiadat dan budaya di negara penempatan dan melengkapi dokumen. Ini jadi kunci sukses,” tandasnya. Menurut Irwansyah, TKI yang tidak melakukan prosedur tersebut seringkali mengalami masalah, “Jika bisa melewati proses di dalam negeri, mereka kemungkinan besar akan mendapat masalah ketika di luar negeri,” katanya. Irwansyah dan Hasan menyayangkan juga dominasi calo dan agen TKI yang menawarkan jalan pintas. Tentu risikonya sangat besar dan akan menyusahkan keluarga TKI nantinya jika ada masalah. “Masyarakat yang lebih suka serba instan, lebih menyukai tawaran calo dan agen yang dapat langsung mengirimkan calon TKI ke negara tujuan. Yang ada di benak calon TKI adalah cepat mendapat uang tanpa peduli punya keahlian dan paham menggunakan bahasa penduduk di sana,” tambah Hasan. Kerja Ekstra KBBM Situasi itu jelas menjadi hambatan bagi pemerintah dalam advokasi maupun perekrutan tenaga kerja untuk penempatan luar negeri. “Sebagian masyarakat terprovokasi ulah calo TKI. Tayangan media juga menggambarkan kekejaman majikan. Padahal kekejaman majikan bisa terjadi di mana saja baik di luar negeri maupun di dalam negeri,” jelas Irwansyah.

Kondisi itu berimbas pada balai pelatihan untuk TKI dalam merekrut calon TKI. Pittawati, SH, penanggung jawab KBBM Bandung Barat yang dikelola Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) mengeluhkan sulitnya mencari calon TKI yang akan dididik di KBBM. “Ketika KBBM telah mendapatkan 20 orang calon TKI untuk dibina, namun Calo TKI memberikan sejumlah uang kepada calon TKI

Para TKI yang tidak mendapatkan gemblengan bahasa, keahlian dan pemahaman budaya penduduk lokal akan banyak mengalami masalah

sehingga mereka memutuskan tidak jadi belajar di KBBM,” jelas Pittawati. Meski demikian, masih ada calon TKI yang ingin mengikuti sukses TKI pendahulu denan mengikuti porsedur yang resmi. Saat KBBM Tambakan, Bandung dibuka, ada sekitar 30 orang pendaftar yang berminat. “Namun karena tahap pertama pelatihan KBBM ini hanya 20 orang, maka terpaksa 10 orang yang lain diprioritaskan untuk mengikuti pelatihan tahap berikutnya di tahun 2011,” lanjut Pittawati. Lebih Aman dan Nyaman Melalui KBBM, sebelum pelatihan, peserta diwajibkan mengikuti tes kesehatan di Pusat Pelayanan Kesehatan Tenaga

Kerja Indonesia Cirebon. Setelah lolos kesehatan, menurut Hasan, baru peserta mengikuti pelatihan selama 320 jam pelajaran. “Selama pelatihan, diajarkan bahasa, ilmu tata kelola rumah tangga, pemahaman budaya dan kebiasaan masyarakat di suatu negara, serta informasi seputar perlindungan hukum dan aturan hukum lain yang perlu dipahami TKI,” jelasnya. Para calon TKI juga mendapat pendalaman mengenai hakikat kehidupan dan pemahaman agama sehingga tahu apa yang harus diperbuat jika nanti berada di negara orang. “Hal penting yang diajarkan adalah agar mereka percaya diri dan bisa menjaga diri. Setelah dibekali ilmu, kecil kemungkinan TKI diperdaya di negeri orang. Apalagi mereka mendapat perlindungan hukum karena kepergiannya diketahui negara dan pemerintah,” tambah Pittawati. Fakta menunjukkan bahwa salah satu dari 20 orang calon TKI yang dibina di KBBM Tambakan relatif berhasil dan bisa menjalin hubungan baik dengan majikan. “Mereka pernah dikunjungi oleh majikan beserta keluarganya yang jauh-jauh datang dari Malaysia untuk mempererat tali silaturahmi,” kata Teguh Meinanda, lulusan Fikom Universitas Padjajaran. Kunjungan itu menjadi bukti bahwa sekalipun menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang, TKI masih bisa dihargai dan bisa terhindar dari berbagai kekerasan yang mengancam. (diolah dari Laporan Wiwik dan Lida/m)


8

Menjadi TKI

Bukan Sekadar Keberuntungan Bagi Suryati (43), warga Desa Cinta Jaya, Kec. Lakbok, Kab. Ciamis, Jawa Barat keputusan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) bukanlah pilihan utama. “Yang pertama mendaftar itu suami saya. Karena sulitnya mencari pekerjaan di desa, maka mertua menyarankan saya untuk ikut mendaftar juga,“ kenang Suryati yang mulai bekerja sejak 1992 lalu. Perasaan takut, khawatir, bingung berkecamuk dalam benak Teteh Sur, panggilan akrabnya, karena saat itu ia sudah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Fadil. Tapi tekad untuk memperbaiki nasib memantapkan pilihannya. Ikuti Pelatihan Melalui PT. AMRI, Suryati mengikuti pelatihan selama 3 bulan di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur. “Ada pelatihan keterampilan memasak, menjahit hingga pengusaan bahasa,” jelasnya.

Kembangkan Pelatihan Berbasis Masyarakat Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Bandung Drs. Hasan Abdullah, MM

Penyiapan TKI dan kemudahan layanan dokumen menjadi tugas utama BP3TKI. Tak hanya itu perlindungan dan penyelesaian masalah TKI secara terkoordinasi dan terintegrasi di wilayah Provinsi Jawa Barat juga menjadi tanggung jawab instansi yang langsung dibawan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI ini. Apa sebenarnya yang dilakukan BP3TKI? Untuk menjalankan tugas kami mengadakan penyuluhan di daerah-daerah kantong TKI mengenai prosedur bekerja ke luar negeri baik langsung maupun melalui radio. Selain itu juga menfasilitasi terselenggaranya Program Kelompok Berlatih Berbasis Masyarakat (KBBM) untuk mempersiapkan calon TKI dengan keterampilan dan bahasa negara tujuan, serta melakukan pembinaan dan bimbingan teknis kepada Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta

(PPTKIS). Berkaitan dengan pemberangkatan? BP3TKI mengesahkan dan menjelaskan isi perjanjian kerja tentang hak dan kewajiban TKI. Selain itu juga ada pelayanan penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) kepada TKI. Ini bagian dari koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan kabupaten/ kota. Apa kendala yang dihadapi? Selain masih koordinasi, kami sering menemukan pelanggaran

usia TKI yang berangkat. Peraturan Pemerintah Saudi Arabia mewajibkan TKI berumur minimal 21 tahun. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri juga mensyaratkan calon TKI berusia sekurang-kurangnya 18 tahun. Jika terjadi pemalsuan umur dan sertifikat, tentu saja mereka rentan menjadi korban human trafficking. Bagaimana menghadapi kendala tersebut? Kita meningkatkan kualitas dan kompetensi calon TKI

Usai itu, bersama sang suami Edi Suyatno (43), ia diberangkatkan ke Riyadh, Arab Saudi. “Untuk mengatasi perasaan takut saat berangkat saya tidak lupa mencatat nomor-nomor penting seperti kepolisian setempat dan kantor KBRI,” tuturnya. Setibanya di sana, dua pasangan suami isteri itu dijemput langsung oleh majikan. “Kami langsung mendapat pengarahan tugas yang dikerjakan sehari-hari. Suami saya bekerja sebagai supir, sedangkan saya pembantu rumah tangga,” tambah Suryati. Ali Bin Saleh dan Johara AlThowil adalah majikan pasangan Suryati dan Edi. Keduanya berprofesi sebagai dokter. “Kedua majikan saya sangat baik hati. Awal mulai bekerja, karena majikan saya baru 3 bulan menikah, mereka masih sering jalan-jalan, saya beserta suami juga ikut diajak jalan-jalan. Saya jadi bayak tahu tempat-tempat wisata di sana,” kata Suryati. Atasi Kendala Bahasa Awal bekerja di negeri orang,

kendala bahasa dialami Suryati dan Edi. “Tiga bulan pertama sebelum saya fasih berbahasa arab, semua ditunjukan dengan bahasa tubuh, namun setelah itu, tak banyak kendala selama bekerja di sana,” katanya . Melatih bahasa juga biasa dilakukan oleh Suryati dan Edi setiap Jumat. “Kalau ada pertemuan di KBRI, majikan saya selalu mengizinkankami hadir, terkadang juga bila majikan ada acara, saya dan suami sering diajak,” jelas Suryati. Hari pun berlalu, saat ini Suryati telah bekerja kurang lebih sepuluh tahun. “Sejak tahun 1992 saya sempat bekerja selama dua tahun, kembali ke Indonesia, kemudian melahirkan anak kedua. Setelah Bilal memasuki masa kanakkanak, saya kembali bekerja lagi disana selama satu tahun, “ jelas Suryati. Kerja Keras Sukses Suryati dan Edi bukan saja lantaran kebaikan hati majikan. Kemampuan komunikasi dan menjalankan setiap pekerjaan juga menjadi penentu keberhasilan mereka. Tak heran jika pasangan ini pernah mau diajak ke Jerman. “Majikan saya sekolah di Jerman selama 5 tahun. Sebenarnya mau diajak, cuma saya enggak mau,” kata ibu dua anak itu. Setelah selesai sekolah, Suryati dan Edi pun ditawarkan bekerja kembali. Sayapun kembali bekerja selama 3 tahun. (Rn)

khususnya untuk Penata Laksana Rumah Tangga. Selain itu, meningkatkan frekuensi sosialisasi program penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri ke desa-desa atau kantong TKI di daerah. Koordinasi dan komuniasi antar instansi juga dioptimalkan terkait dengan pelaksanaan program penempatan dan perlindungan TKI baik di pusat maupun di daerah. Mengenai KBBM? Ini adalah komunitas pelatihan kerja itu yang menitikberatkan pada penugasan kemampuan kerja mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai standar yang ditetapkan di tempat kerja. Ada dana hibah dari pemerintah kepada lembaga penyelenggara KBBM yang aktif melaksanakan peningkatan kompetensi calon TKI. Dana yang diberikan kepada setiap KBBM sebesar Rp70 juta, terdiri dari Rp40 juta untuk keperluan alat-alat pelatihan seperti mesin cuci dan tempat tidur serta Rp30 juta untuk dukungan pemeriksaan kesehatan, pemberian makan, biaya transportasi pergi-pulang peserta pelatihan dari rumah ke tempat pelatihan KBBM didirikan di setiap desa khususnya kantong-kantong TKI yang merata di hampir semua kabupaten/kota di Jawa Barat. Jumlah peserta per pelatihan KBBM 20 orang, sehingga target peserta pelatihan KBBM di Jawa Barat sebanyak 660 orang. (lida)

5


Edisi 24

Tahun VI Desember 2010

Menimbang Badan Hukum Penyelenggara Jaminan Sosial Oleh: Ali Azwar Azwar Pranata Humas Badan Informasi Publik

9

Opini

Undang-undang Nomor 40/2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah diterbitkan tanggal 19 Oktober 2004 lalu. Sebagai panduan pelaksanaan juga telah diterbitkan satu Peraturan Presiden (Perpres), satu Keputusan Presiden (Keppres) dan satu Peraturan Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Pemerintah juga telah menyatakan komitmen untuk menindaklanjuti implementasi SJSN melalui penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dibawah Kementerian Kesehatan dan jaminan lainnya secara bertahap. Di Indonesia, ada beberapa jenis jaminan sosial, antara lain Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kesehatan (JK), Jaminan Hari Tua (JGT) dan Jaminan Pensiun (JP). Penyelenggaraan jaminan sosial selama ini telah dilaksanakan oleh empat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yakni Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes Indonesia. Jamsostek menyelenggarakan JKK, JKM, JHT dan JPK bagi pekerja sektor formal. Taspen menyelenggarakan tabungan hari tua serta administrasi pembayaran jaminan pensiun untuk PNS. Asabri identik dengan Taspen untuk anggota ABRI, Polri dan PNS Kementerian Pertahanan. Sementara Askes Indonesia menyelenggarakan jaminan kesehatan untuk PNS, pejabat negara dan para pensiunan PNS serta anggota ABRI/Polri. Kepesertaan jaminan sosial ini bersifat wajib, namun belum seluruh masyarakat

mendapatkan perlindungan jaminan sosial. Hanya sebagian kecil pekerja sektor informal yang menjadi peserta jaminan sosial. Apalagi masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan, kebanyakan mereka hanya di-cover Jamkesmas yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan. Isu Badan Hukum Salah satu isu penting dalam jaminan sosial adalah bentuk hukum BPJS serta penyatuan keempat BPJS menjadi satu. UU SJSN mengamanahkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun setelah terbit, ke-empat BPJS harus sudah menyesuaikan diri dengan sembilan prinsip penyelenggaraan jaminan sosial. Kesembilan prinsip jaminan sosial yaitu: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian, akuntabilitas, profitabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besar kepentingan peserta. Atas inisiatif DPR memang telah dirumuskan RUU tentang BPJS. Namun masih terbentur dua pilihan apakah tetap berada di bawah BUMN ataukah NonBUMN dalamartian berbentuk wali amanah. Pro dan kontra muncul karena pekerja sektor informal menginginkan bentuk wali amanah atau trustee fund, sayangnya konsepitu belum dikenal dan tidak ada rujukan perundangannya. Tak Harus Wali Amanah Bila berbentuk wali amanah yang tidak jelas rujukan perundangan, siapa pengawas

www.bipnewsroom.info

dan mekanisme pengawasan, bisa dikhawatirkan akan menciptakan risiko baru. Sepanjang penyelenggaraan jaminan sosial berjalan baik dan lancar serta meningkatkan kesejahteraan peserta dan berkesinambungan, mengapa sistem dan mekanisme yang ada harus diubah? Mungkin, yang kerap dipermasalahkan oleh peserta dari pekerja swasta, khususnya adalah keterwakilan. Masalah ini bisa diatasi dengan menunjuk wakil pekerja, pengusaha maupun unsur lain yang mengawasi dan memonitor penyelenggaraan kebijakan BPJS. Meskipun sesungguhnya mekanisme dan kewenangan tersebut ada di tangan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang terdiri dari semua unsur yang yang memiliki kepentingan. Sementara fungsi pengawasan aspek pengelolaan invetasi berada di tangan Bapepam LK yakni di bawah Biro Perasuransian. Merujuk pada RUU Usaha Perasuransian pasal 8 ayat (2) fungsi pengawasan secara total akan dilepas dari Bapepam LK. Dalam RUU tersebut dinamakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengganti Bapepam LK. Menimbang Kembali Selama ini, penyelenggaraan jaminan sosial oleh ke-empat BPJS telah berjalan dengan lancar. Kementerian BUMN sebagai pemegang saham telah menjalankan fungsi kontrol dengan baik dan egektif karena memamg memiliki perangkat maupun pengalaman yang mumpuni berikut SDM yang berkompeten. Implementasi good governance juga telah dilaksanakan dengan baik oleh BPJS di bawah pembinaan Kementerian BUMN.

Sebenarnya, hal yang harus diutamakan adalah status dana jaminan sosial sebagai dana titipan dan harus dikelola dengan prinsip wali amanah. Intinya, dana ini selain harus dikelola dengan super prudent atau sangat hati-hati juga harus dipisahkan adminsitrasi serta pengelolaannya dari dana milik BPJS. Menurut hemat saya, sepanjang ada kejelasan mengenai akuntabilitas, dikelola secara transparan dan juga jelas siapa yang bertanggung jawab, sistem yang sekarang telah berjalan dengan baik dan dapat tetap dipertahankan. Alternatif pemecahan yang paling ideal adalah BPJS tetap berada di bawah Kementerian BUMN yang bertindak sebagai pengawas akhir. Selama ini diwakilkan kepada Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas dengan mengubah ketentuan yang ada dengan meng-amandemen UU BUMN. BPJS bisa saja berbentuk Perum dengan catatan penyesuaiannya harus sejalan dengan prinsip penyelenggaraan SJSN dan tidak diwajibkan membayar dana pembangunan semesta kepada Pemerintah sebagaimana ada dalamUU No 19/1961 ataupun dividen. Te n t u n y a k i t a h a r u s memprioritaskan apa yang paling baik bagi seluruh rakyat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan mereka. Sedangkan wacana penyatuan BPJS harus dicegah sesuai dengan keinginan stakeholder utama yakni para peserta/pekerja yang menolak ide kebablasan ini. Secara prosedural seharusnya ditanyakan kepada para peserta, apakah mereka bersedia dijadikan satu dengan segmen peserta lainnya? Bila peserta tidak menghendaki dan menolak tentu seyogyanya diakomodasi. ***

Mari Berantas TKI Ilegal Oleh: Wahyu Handayani*)

Keberadaan ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal di berbagai negara menimbulkan permasalahan besar bagi pemerintah. Kendati keberangkatan TKI ilegal dilakukan secara mandiri oleh TKI bersangkutan tanpa melibatkan pemerintah, akan tetapi pemerintah tetap berkewajiban melindungi warganegaranya jika mereka mendapatkan masalah di negeri orang. Kesulitan timbul karena jumlah TKI ilegal di luar negeri yang bermasalah sangat banyak. Berbagai permasalahan yang menimpa mereka di antaranya tidak memiliki surat-surat, terlibat perselisihan dengan majikan atau pihak lain, serta menjadi korban atau terlibat tindak kejahatan. Dari berbagai permasalahan tersebut, ketidaklengkapan surat-surat menempati urutan pertama, yang kasusnya melibatkan puluhan ribu TKI. Tentu bukan hal mudah bagi pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu singkat. Penanggulangan masalah yang menimpa TKI ilegal tidak dapat dilakukan secara kuratif, dalam arti tidak bisa diselesaikan hanya setelah terjadi kasus hukum pada TKI secara perorangan. Penanggulangan semacam ini selain memakan waktu lama juga tidak efisien, di samping tidak menimbulkan efek jera. Ibarat pepatah tuntas satu tumbuh seribu, di belakang ribuan masalah TKI lain akan terus muncul susul-

menyusul. Oleh karena itu, penanggulangan harus dilakukan secara preventif dengan menuntaskan terlebih dahulu akar masalahnya. Akar masalah dari kasus TKI ilegal, pertama masih banyaknya calon TKI yang tidak mau mengurus kelengkapan surat-surat sebelum berangkat ke luar negeri. Mereka mengambil jalan pintas dengan berangkat tanpa paspor, visa kerja, dan surat-surat lain yang diperlukan untuk bekerja di luar negeri. Kedua, banyak di antara mereka menggunakan jasa pengerah tenaga kerja yang tidak berizin, sehingga penempatan kerja mereka di luar negeri tidak terjamin. Ketiga, banyaknya calo tenaga kerja yang mengambil keuntungan sepihak dari proses pengiriman TKI ke luar negeri, dengan cara melakukan rekrutmen calon TKI tanpa mengindahkan prosedur dan aturan yang berlaku. Oleh sebab itu, ke depan perlu upaya sungguhsungguh untuk melarang keras TKI bekerja di luar negeri tanpa surat-surat lengkap, menindak tegas pengerah jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) tak resmi, serta memberantas calo tenaga kerja yang masih bergentayangan. Jika tiga akar masalah di atas dapat dituntaskan, jumlah TKI ilegal di luar negeri secara otomatis akan berkurang dan dengan demikian permasalahan yang timbul di kemudian hari juga dapat dikurangi secara signifikan. Jelas bahwa upaya memberantas TKI ilegal bukan hanya tugas pemerintah, melainkan memerlukan sinergi dengan segenap elemen masyarakat. Dalam hal penerbitan dan penegakan peraturan, pemerintah

memang memiliki otoritas. Akan tetapi upaya pemberantasan secara menyeluruh tidak akan berhasil jika tidak diikuti kesadaran dan kesediaan calon TKI untuk berangkat ke luar negeri melalui jalur resmi, di mana kesadaran tersebut hanya dapat terbangun apabila masyarakat mau berpartisipasi di dalamnya. Berbagai langkah positif yang dapat dilakukan masyarakat untuk memberantas TKI ilegal misalnya melaporkan keberadaan calo tenaga kerja dan pengerah jasa tenaga kerja liar, mengarahkan anggota keluarga yang mau menjadi TKI agar menggunakan jalur resmi, serta turut memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang tatacara menjadi TKI yang baik dan benar sesuai peraturan yang berlaku. Dengan kerjasama tripartit antara pemerintah, pengerah tenaga kerja dan masyarakat, ke depan permasalahan TKI ilegal diharapkan dapat segera teratasi. Ini sangat penting karena terkait langsung dengan citra bangsa. Kita tentu tidak ingin citra bangsa Indonesia terpuruk di mata dunia hanya karena banyak tenaga kerja kita di luar negeri berstatus ilegal. * Ibu rumahtangga, tinggal di Wonosobo Jateng.


10

Daerah

www.bipnewsroom.info

Tahun VI Desember 2010

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

Kibar Daerah

Bekali TKI

Nangroe Aceh Darussalam

melalui Technopark dan BLK Sejak tahun 2003, pemkab secara resmi tidak memberangkatkan tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja di sektor informal,” demikian Arief Zainal, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Penolakan itu bukan tanpa alasan. “Lebih baik dihentikan pengiriman TKW PRT ke luar negeri khususnya Arab Saudi. Bahkan Kabupaten Sragen sudah menghentikan pengiriman TKW pembantu sejak tahun 2003, dan berkomitmen hanya mengirim tenaga kerja profesional,” tegas Bupati Sragen H. Untung Wiyono. Bahkan menurut Arief, Pemkab Sragen kini selalu mengimbau masyarakat yang berminat bekerja ke luar negeri untuk membekali diri dengan keterampilan yang memadai, “Agar bisa bekerja di sektor formal. Seperti Korea, Jepang, Maroko, Singapura dan beberapa negara Eropa kini sudah mulai meminta tenaga kerja formal asal Sragen,” tandasnya. Meski begitu, menurut Arief itu tidak menutup kemungkinan masih ada TKI asal Sragen yang bekerja pada sektor informal di luar negeri, “Bisa jadi mereka mendaftar melalui Jakarta atau kota lainnya. Kami tidak bisa memantau satu per satu setiap pemberangkatan ke luar negeri. Tapi yang meminta untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Disnakertrans Sragen jelas

Edisi 24

kami tolak.” Tingkatkan Keahlian Data resmi TKI yang melakukan permintaan melalui Disnakertrans Kabupatan Sragen pada tahun 2009 sekitar 691 orang dan pada hingga Oktober 2010 tercatat sekitar 587 orang. “Jumlah tenaga kerja asal Sragen yang diberangkatkan melalui kota lain jumlahnya lebih besar lagi,” tegas Arief lagi. Saat ini di Sragen terdapat 20 perusahaan jasa pengarah tenaga kerja (PJTKI). “Namun hanya sekitar 12 perusahaan yang masih aktif melakukan perekrutan tenaga kerja asal Sragen,” jelas Arief. Bupati Untung menegaskan bahwa dalam pengiriman TKI ke luar negeri, Pemkab Sragen sangat menekankan standar pendidikan formal dan keahlian. “Salah satu caranya ialah dengan memberikan ketrampilan. Jangan takut kehilangan devisa dengan tidak memberangkatkan TKI PRT, justru dengan mengirim TKI terampil devisa yang diterima jauh lebih besar,” katanya. Oleh karena itu, pihaknya berupaya memfungsikan setiap satkersatker sebagaimana tupoksinya. “Seperti Dinas Tenaga Kerja, Sosial, Kesra, Pendidikan, DKK, Holistik Centre dan lain-lain,” ungkap Bupati Untung. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemanfaatan Technopark yang diresmikan

Kalimantan Barat

P r e s i d e n Susilo Bambang Y u d h o y o n o pada 30 Juni 2009 lalu. “Ini merupakan pusat pendidikan dan pengembangan SDM yang modern dan profesional. Digunakan untuk melatih tenaga kerja terampil atau lulusan perguruan tinggi yang dibutuhkan di berbagai negara, sebagai upaya untuk merevolusi kualitas SDM di Indonesia,” tambah Arief. Satu Atap Salah satu sarana penunjang Technopark adalah Kios 3 in1. Kios itu memadukan lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi, dan lembaga penempatan tenaga kerja dalam pelayanan satu atap. Lebih jauh Arief m e n j e l a s k a n , Te c h n o p a r k dan badan latihan kerja (BLK) menyediakan 27 jurusan pelatihan, antara lain garmen, furniture, setir mobil, salon, elektro, komputer dan bahasa Inggris. “Bagi angkatan kerja baru yang masih menganggur bebas biaya pelatihan. Target kami mendidik masyarakat menjadi tenaga kerja yang berkualitas dan dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai jual (value added),” tutur Arief. Saat ini, diakui Arief ada lebih dari 10.000 permintaan tenaga terampil dan Technopark Sragen diminta menyiapkan. (Yuliarso)

Jawa Timur

Lintas Daerah Nangroe Aceh Darussalam

Menuju Swasembada Telur Sebanyak 2.000 ayam petelur sedang dikembangkan sebagai percontohan bagi masyarakat untuk swasembada telur di Aceh. “Diharapkan suatu saat masyarakat Aceh dapat melakukan peternakan sendiri. Selama ini Aceh sangat tergantung dari Medan, jika Medan tidak memasok telur maka harga telur di Aceh akan melambung hingga memberatkan ekonomi masyarakat,” kata Kasie Sarana Produksi Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Ir. Basri Ali, Rabu 1/12), Menurut Basri, proyek pilot itu dilaksanakan UPTD Unggas dan dipusatkan di Sare, Aceh Besar. “Ayam petelur ini sangat mudah berkembang,dalam waktu 6 bulan sudah bisa produksi. Dan masa produksi rata-rata 6 bulan sampai 2 tahun. Sementara untukpembibitannya didatangkan dari Medan,” tambah Basri. Hingga saat ini sekitar 1.000 ayam yang produktif sudah berumur18 bulan dan sudah mulai berproduksi, 80 95 % setiap hari. “Sekitar 500 ekor ayam sedang dalam perawatan danregenerasi, dan untuk lebih intensif dalam pemeliharaan unggas akan selalu diawasi, baik pemilihan bibit, sanitasi maupun pengobatan dan vaksinasi,” tandas Basri. (asri) Kalimantan Barat

Tender Online Mulai 2011 Tender proyek di tingkat Provinsi Kalimantan Barat mulai tahun 2011 akan dilakukan dengan sistem online. “Jika belum memungkinkan, akan kami sinergikan dengan sistem yang lama, yaitu media cetak. Namun demikian, lelang proyek online akan kita jalankan 2011,” kata Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kalbar, Drs. Ruslizan Arief di kantornya, Kamis (2/11). Pemprov Kalbar sudah menyiapkan sistem online tersebut yang akan disambungkan dnegan portal www.kalbar.go.id. “Pengumumannya dapat dilihat di portal tersebut, namun pertanggungjawaban tetap di masing-masing satuan kerja perangkat daerah,” katanya. Retno Pramudya, Ketua KomisiA DPRD Kalbar menyatakan sangat mendukung sistem lelang online. “Dengan sistem ini tidak ada lagi preman proyek yangmenghalang-halangi seseorang yang ingin mengambil atau memasukkan berkas lelang,” katanya. (sofia) Jawa Timur

Foto : Doni

Pelatihan Penganggulangan Bencana Sebanyak 100 orang dari 50 desa di Bojonegoro yang berada di sepanjang bantaran Sungai Bengawan Solo mendapat pembekalan teknis penanggulangan bencana Senin (1/12). “Pembekalan ini diharapkan semakin meningkatkan keterampilan dan kesiapsiagaan para petugas di masingmasing desa dalam mengantisipasi maupun menangani korban banjir sebelum, saatdan pasca bencana terjadi, kata Bupati Bojonegoro Suyoto saat membuka acar di Pendopo Malwopati Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Bupati Suyoto menjelaskan, ada beberapa bencana yang perlu diwaspadai, yaitu bencana banjir Bengawan Solo, banjir bandang, tanah longsor, puting beliung, dan kebakaran. “Bencana itu hampir tiap tahun terjadi. Karena itu, perlu penanganan dari semua pihak karena siapapun tak bisa menolak ataupun menghindarkan bencana,” katanya. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, Kasiyanto, menambahkan, pembekalan teknis penanggulangan bencana ini untuk memberikan bekal bagi perwakilan di masing-masing desa yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo, “Mulai dari penyiapanlokasi pengungsian, evakuasi, hingga penanganan pasca bencana. Dengan begitu mereka nantinya siap dan tanggap dalam menghadapibencana di wilayahnya,” katanya. (dwi/kominfo bojonegoro)


Edisi 24

Tahun VI Desember 2010

Kementerian Kominfo Menkominfo Resmikan 14 Desa Informasi Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring meresmikan 14 desa informasi yang dipusatkan di Desa Jagoi Kecamatan Jagoibabang Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat , pada Sabtu (11/12). “Dengan program desa informasi ini diharapkan pada tahun 2014 mendatang, Indonesia dapat menjadi bangsa yang informatif sesuai target pemerintah. Walaupun kita belum tersambung dari sisi infrastruktur, paling tidak dari sisi informasi inilah yang menjadi pilar pertama dalam proses pembangunan bangsa,” ujar Menkominfo. Unsur pendukung desa informasi 2010 antara lain desa berdering, desa pinter (desa punya internet), radio komunitas, Kimtas (kelompok Informasi Masyarakat Perbatasan), media center, TV penerima siaran berlangganan, media pertunjukan rakyat dan M-CAP (Mobile Community Acces). “Pemerintah akan tetap menjaga bagaimana desa informasi ini menjadi tingkat kesejahteraan rakyat serta sebagai sarana dalam menjaga keutuhan negara kesatuan. Selain itu juga mencerdaskan bangsa sehingga mampu menyerap tenaga kerja,” tambah Menkominfo. Ia menegaskan, pemilihan daerah-daerah di perbatasan sebagai desa informasi diharapkan dapat menjaga kesenjangan masyarakat di perbatasan sebab mayoritas informasi yang terserap negara

Lintas Lembaga

tetangga. Ke-14 desa itu antara lain, di Desa Jagoi Kecamatan Jagoibabang Kabupaten Bengkayang Kalbar, Desa Badau Kecamatan Badau Kapuas Hulu Kalbar, Desa Senaning Kecamatan Ketunggu Hulu Kabupaten Sintang Kalbar, Desa Balai Karangan Kecamatan Sekayam Kabupten Sanggau Kalbar, dan Desa Nibung Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas Kalbar. Selain itu, Desa Aji Kuning Kecamatan Sebatik Raya Kabupaten Kaltim, Desa Liang Butan Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan Kaltim, Desa Long Roreh Kecamatan Malinau Selatan Kabupaten Malinau Kaltim, Desa Melak Hulu Kecamatan Melak Kabupten Kutai Barat Kaltim. Begitu pula Desa Tanjung Kecamatan Bungutan Timur Kabupten Natuna Kepri, Desa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur Kabupten Belu Sulut, Desa Sota Kecamatan Sota Kabupaten Merauke Papua, dan Desa Yayasan Kecamatan Morotai Selatan Kabupaten P Morotai Maluku Utara.(Ve/Gro)

nasional dalam rencana pembangunan nasional jangka menengah untuk lima tahun ke depan dalam RPJMN 2010-2014, serta dengan adanya arah kebijakan yang akan menjadi landasan pelaksanaannya, terkait dengan perlunya perubahan paradigma penanggulangan bencana, dari reaktif menjadi preventif,” ujar Menurut Menteri PPN/ Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana. Menurut Menteri Armida, mekanisme penanganan pascabencana meliputi pelaksananaan tanggap darurat; pemulihan awal; dan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. “Dalam pelaksanaannya, rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat,” ungkap Armida. Sementara itu, pembagian kewenangan dan tanggung jawab baik dalam pelaksanaan maupun pendanaannya menjadi kewenangan BNPB selaku pemegang fungsi koordinasi dalam penanggulangan bencana. (bappenas)

Kementerian Bappenas Dari Reaktif Menjadi Preventif Penanggulangan bencana merupakan salah satu dari sebelas prioritas nasional Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014 yang terintegrasi ke dalam prioritas nasional Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. “Dengan ditetapkannya penanggulangan bencana sebagai salah satu prioritas

Wajah Kita

Kementerian Sosial Ratifikasi Konvensi Distabilitas Butuh Waktu Dirjen Pelayanan danRehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, Makmur Sunusi mengakui ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Cacat mengalami keterlambatan. “Saat ini masih menunggu proses ratifikasi dari Direktorat Harmonisasi perundang-

pertunjukan dari balik layar. Pengorbanan mereka sepertinya tak berbekas, hilang begitu saja bagai debu ditiup angin. ***

Berbagi Sukses Dunia ibarat panggung sandiwara, tempat orang memainkan peran masingmasing. Ada pemeran utama, ada pemeran pembantu, ada pula pemeran figuran yang hanya sesekali muncul lalu hilang. Tapi jangan lupa, di balik itu ada pula orang-orang nonperan seperti juru rias, juru kostum, juru tata set dan peralatan panggung, juru kerek layar, sampai tukang menyediakan makanan, tukang lap dan tukang sapu. Keberadaan orang-orang yang disebut terakhir sering dianggap tidak penting, akan tetapi tanpa kehadiran mereka, pertunjukan pasti akan kacaubalau. Sehebat apapun pertunjukan, tetap membutuhkan pemegang peran yang

remeh-temeh. Jangan dikira lakon Romeo dan Juiet bisa dipentaskan, jika tukang kerek layar mogok bekerja, juru rias berhalangan, atau juru tata panggung ngambek. Bahkan para aktor dan aktris pasti tak akan mau tampil dengan perut kosong karena konsentrasi mereka bisa buyar, maka kehadiran tukang menyediakan makanan pun menjadi keniscayaan. Sayang setelah pertunjukan berjalan dengan sukses, orang lebih suka membicarakan siapa pemeran utamanya. Ia akan disanjung bak pahlawan, dianggap sebagai primadona panggung, dan tentu dibayar mahal pula. Namun jarang sekali yang mau membicarakan— apalagi menghargai—betapa para “kelasi” di tingkat terbawah kalang-kabut mendukung sukses

Dalam dunia nyata, sebuah program pastilah akan dilaksanakan oleh berbagai pihak dari berbagai level secara simultan, mulai dari pucuk pimpinan, pimpinan madya, hingga para staf. Ibaratnya, pucuk pimpinan adalah pemegang peran utamanya, pimpinan madya menjadi pemegang peran pembantu, dan staf pelaksana adalah para figuran. Di balik itu, ratusan bahkan ribuan orang yang tak berjabatan akan dikerahkan menjadi bagian pendukung program di lapangan. Namun tak beda dengan kejadian di panggung sandiwara, saat program dinilai sukses, para pucuk pimpinanlah yang akan mendapatkan penghargaan tertinggi atas sukses tersebut, disusul oleh para pimpinan madya dan baru kemudian para staf. Mereka bukan saja mendapatkan pujian, prestasi dan nama baik, namun juga imbalan yang memadai dari

undangan, Kementerian Hukum dan HAM dan setelah selesai naskah akademik, harus membutuhkan kesepakatan semua segmen masyarakat, khususnya penyandang distabilitas itu. Ini membutuhkan waktu lama,” katanya di Jakarta, Jumat (3/12). Menurut Makmur, pihaknya berharap agar ratifikasi ini dapat segera diproses lebih cepat, sehingga hak-hak penyandang distabilitas dapat segera terwujud. Jika proses tersebut selesai diKementerian Hukum dan HAM, maka draf ratifikasi tersebut kembali keKemensos kemudian diteruskan ke DPR. Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Penyandang Cacat Indonesia(PPCI) Siswadi mengatakan sebenarnya persoalan distibilitas bukan hanya tanggung jawab Kementerian Sosial saja. “Kementerian Sosial hanya merehabilitasi sosial saja, tetapi rehabilitasi pendidikan, rehabilitasi pekerjaan dan kesehatan juga harus dilakukan oleh kementerian terkait. Ini yang perlu kami klarifikasi, karena terkait dengan masalah anggaran,” katanya. Siswadi menambahkan seluruh pemerintah daerah belum sepenuhnya memberikan hak-hak bagi penyandang distabilitasi seperti di stasiun, terminal, pusat perberlanjaan dan lokasi rekreasi. “Sebenarnya tidak perlu menunggu selesainya ratifikasi konvesi, tapi melalui undang-undang dapat diimplementasi oleh pemerintah pusat dan daerah seperti yang dilakukan Jepang dan Amerika. Meski negaranya belum melakukan ratifikasihakhak penyandang distabilitas, namun secara implementasinya sudah dilaksanakan,” jelasnya.

(yr)

kerja keras mereka. Sementara para pendukung program yang jungkir-balik mengupayakan agar program bisa terselenggara secara baik di lapangan, sekadar menjadi bagian tak penting dari segepok narasi cerita sukses. Jangankan dihargai secara material, sekadar mendapatkan ucapan terimakasih pun kadang tidak. Padahal semua orang tahu, tanpa kerja keras para pendukung di level terbawah, sebuah program hanya akan menjadi tulisan tak bermakna di atas kertas atau paling banter menjadi bahan diskusi para manajer, alih-alih diwujudkan dalam tindak. Namun faktanya, jerih payah para pendukung sering tidak dihargai sebagaimana mestinya. Bahkan tak jarang apa yang mereka kerjakan dianggap sebagai kewajiban dari para kawula untuk membantu pangrehpraja. Sampai-sampai muncul anekdot, dalam program pasti ada teamwork; para pemimpin beserta staf menjadi team-nya, dan para pendukung di lapangan kebagian work-nya. Seyogyanya pucuk pimpinan sebagai pemeran utama sebuah program tidak hanya berbagi

11

www.bipnewsroom.info

Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Pembentukan BPJS Agar Penuhi Azas dan Prinsip SJSN Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra), Agung Laksono mengatakan, hendaknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan dibentuk dalam rangka pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memenuhi azas dan prinsip SJSN sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.40/2004tentang SJSN. “Azas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia, azas manfaat yang bersifat operasional dimana ada pengelolaan yang efisien dan efektif dan ketiga, azas keadilan dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan program dan hak peserta, sementara sembilan prinsip SJSN meliputi prinsip-prinsip kegotong royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial ini nantinya, dikembalikan untuk peningkatan manfaat peserta,” katanya. Bagi Menkokesra perdebatan yang panjang mengenai beberapa hal penting dari BPJS, antara lain, adalah bentuk badan hukum BPJS. Harus diakui bahwa pengaturan mengenai BPJS dalam UU SJSN dirumuskan kurang tegas, artinya pengaturan mengenai badan ini diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Dikemukakan, BPJS

tugas, namun juga mau berbagi sukses. Biarkan orang-orang yang telah membantu secara teknis di lapangan ikut merasakan seperti apa sejatinya sesuatu yang disebut kesuksesan itu. Biarkan mereka ikut menikmati buah kerja mereka sendiri, walau mungkin kadarnya sangat kecil jika dibandingkan dengan yang diterima seorang manajer. Tapi itu tak menjadi soal, karena yang dibutuhkan orang-orang di bawah sana bukanlah jumlah yang besar, melainkan perhatian yang jujur, ikhlas dan sepenuh hati. Kalaupun itu tak mampu dilakukan, ucapan terimakasih dari lubuk hati yang paling dalam pun cukuplah. Itu akan membuat mereka bangga dan merasa dibutuhkan. Jangan sampai mereka merasa hanya didudukkan sebagai pelengkap penderita, yang habis manis sepah dibuang. Jangan buat mereka kecewa. Karena jika orangorang di bawah sana sampai patah arang, seorang pucuk pimpinan yang sangat powerfull sekalipun tak akan bisa berbuat apa-apa. (gun)


12

Edisi 24

Tahun VI Desember 2010

Foto : Agus S. Budiawan

www.bipnewsroom.info

Bekali Keahlian,

Lindungi TKI

Perlindungan TKI memang menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun perlindungan terbaik bagi TKI yang bisa diupayakan secara mandiri adalah membekali diri dengan keterampilan dan keahlian yang memadai. Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Salah satu daerah yang cukup besar menjadi pemasok tenaga kerja untuk beberapa negara. Sekitar 20 perusahaan pengerah jasa tenaga kerja terdaftar secara resmi pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Blitar, “Setiap perusahaan rata-rata mengirimkan kurang lebih 50 orang tenaga kerja ke luar negeri. Ada yang ke Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Singapura,” kata Yudi Priyono, Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja, Dinas Tenaga Kerja Kab. Blitar. Yayuk, TKI asal Desa Sananwetan, Blitar mengaku menjadi TKI ada suka dukanya. “Namun asal kita bisa hemat dan menabung akan bisa meningkatkan ekonomi keluarga,” kata perempuan yang pernah bekerja di Taiwan ini sambil menunjukkan hasil tabungan berupa rumah dan sawah seluas kurang lebih 0,5 hektar. Kasubag Penempatan TKI Dinas Tenaga Kerja Kab. Blitar, Sudiyanto menjelaskan bahwa pemerintah selalu berupaya memberikan fasilitasi pelatihan sebelum penempatan dan sesudah penempatan. “Pelatihan untuk penempatan lebih banyak dilakukan oleh perusahan penyedia jasa TKI. Sementara bagi mantan TKI, kami menyediakan pelatihan wiraswasta dan bekerjasama dengan Bank Mandiri untuk memberikan pelatihan dan kredit ternak sapi,” katanya. Tentu saja, tanpa keterampilan dan kesungguhan sukses bagi setiap TKI adalah mustahil.(narasi: wiwik, foto agus sb)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.