Edisi 21/Tahun VI/November 2010

Page 1

Edisi 21/Tahun VI/November 2010

Bencana Merapi telah meluluh lantakan kehidupan di Klaten namunPemkab Klaten akan memberikan pemenuhan kebutuhan logistik pengungsi meskipun berasal dari luar kabupaten Klaten.

10

Wawancara Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Tanggung Jawab Semua

Halaman

4

BNPB bisa menjadi komando dan koordinator antar kementerian dalam penanganan bencana, termasuk unsur TNI dan pemerintah daerah. Tapi penanganan bencana sesungguhnya tanggung jawab semua elemen.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Syamsul Muarif

Penanganan Terpadu Ketika Bencana Berbagai bencana yang terjadi selama waktu terakhir telah menyebabkan kesengsaraan masyarakat. Ribuan pengungsi tidak bisa dihindari, besaran pengerahan bantuan untuk penanganan darurat dan pemulihan tidak terhitung lagi. Ada pelajaran penting dalam penanganan bencana di Indonesia. Banyak elemen bangsa dari pemerintah kabupaten/ kota, provinsi, pusat bahkan kelompok masyarakat dan berbagai negara di dunia beramai-ramai membantu penanganan bencana itu, sehingga hilang rasa perbedaan ras, suku, agama dan golongan. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Papua, Paulus Y. Sumino menilai penanganan bencana alam dapat dijadikan sebagai momentum penanganan bencana secara terintegrasi oleh pemerintah. "Kita tidak perlu melihat bencana itu sebagai bencana nasional atau lokal, apalagi meributkan penyebabnya, hal yang lebih penting adalah bagaimana kondisi itu bisa tertangani dengan baik dan penderitaan rakyat bisa tertolong secepatnya,” katanya. Amanat Undang-undang Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2007 tentang Penanggulangan Bencana dipersyaratkan sistem penanganan bencana yang sistematis dan terstruktur. Regulasi tersebut mengamanatkan langkah-langkah penanggulangan bencana darurat yang terdiri atas beberapa langkah penting. "Saat tanggap darurat melakukan penyelamatan, evakuasi korban dan harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, serta pemulihan sarana dan prasarana. Kemudian ada kegiatan perbaikan dan pemulihan kembali berbagai dampak akibat bencana terhadap masyarakat. Dan langkah yang tak kalah penting adalah mitigasi bencana yang merupakan upaya preventif dalam mencegah dampak bencana meluas jika terjadi bencana di kemudian hari," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Syamsul Muarif. Manajemen bencana di Indonesia kini telah diarahkan melalui kegiatan penanggulangan bencana melalui tahaptahap pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekontruksi. Saat ini pun dilakukan upaya penguatan masyarakat sebagai upaya mengurangi tingkat kerentanan dengan melibatkan masyarakat lokal dan memperhatikan

potensi masyarakat

agar tidak ada duplikasi,” jelasnya.

Sinkronisasi Perencanaan dan Implementasi Menurut Direktur Pengembangan Wilayah Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas, Arifin Rudianto, dalam penanganan bencana terdapat dua skema kebijakan. “Pertama tanggap darurat, kedua recovery. Kita mengkoordinasikan apa saja yang menjadi hal yang utama misalnya pemukiman, pemulihan ekonomi dan bagaimana kembalikan fungsi layanan sosial dasar,” tegasnya. Bappenas, menurut Arifin, melakukan koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, “Kita memonitor perkembangan tanggap darurat, sambil jalan, Bappenas juga melakukan penilaian kerusakan dan kerugian. Penilaian rencana aksi untuk pemulihan yang sudah dilakukan di Wasior, Papua Barat dan Mentawai, Sumatera Barat. Kemudian kita menyusun rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi. Setelah kerangka kerja ini disepakati, kita sinergikan seluruh program yang ada di Kementerian dan Lembaga dan jika ada juga dana dari lembaga donor internasional

Apresiasi Bencana memang tidak bisa dicegah, layaknya hukum alam, tetapi manusia dengan teknologi dan pengetahuan yang dimilikinya bisa memperkecil risiko yang ditimbulkan akibat bencana. Hal ini bisa dilakukan jika kita siap mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Selain mengubah paradigma penanganan bencana dari upaya responsif menjadi tindakan preventif, penanganan secara terpadu mutlak dilakukan melalui mekanisme kelembagaan. Bagaimanapun, penanganan bencana adalah tanggungjawab bersama, dimana Pemerintah sebagai penanggungjawab dan dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat. Wakil Ketua DPR Anis Matta mengapresiasi respon cepat pemerintah dalam penanganan bencana alam di Wasior, Yogyakarta dan Mentawai. Menurutnya pengananan bencana di ketiga wilayah tersebut sudah jauh lebih baik dari pengalaman sebelumnya. "Respon pemerintah sudah sangat bagus. Kita perlu apresiasi," katanya di Jakarta, akhir Oktober silam. (m)

Foto : ABC rural

Halaman

Sigap Kala Bencana


2

Edisi 21

Beranda

www.bipnewsroom.info

Tahun VI November 2010

Mau dan Mampu Hindari Bencana Alam Dua bulan belakangan ini, Indonesia kembali dilanda bencana alam besar yakni banjir di Wasior, gempa bumi dan tsunami di Mentawai, serta meletusnya Gunung Merapi di Jateng dan DIY. Selain itu, berbagai bencana alam lain dalam skala yang lebih kecil juga terjadi di berbagai wilayah. Ratusan orang meninggal dunia dan ribuan luka-luka akibat serangkaian bencana alam itu. Kerugian harta-benda tak terhitung jumlahnya, belum termasuk kerugian nonmaterial para korban yang menderita trauma fisik maupun batin. Maraknya bencana alam di Indonesia semakin meneguhkan asumsi bahwa negeri ini termasuk dalam daftar teratas negera paling rawan bencana di dunia. Secara klimatologis dan geologis letak Indonesia berada di wilayah yang sangat dinamis. Dua musim memungkinkan Indonesia dilanda hujan lebat berkepanjangan yang dapat memicu bencana banjir dan tanah longsor, atau sebaliknya dilanda kekeringan hebat. Di sisi lain, letak negara kepulauan Indonesia di jalur patahan lempeng Asia dan Australia memungkinkan negeri ini dilanda bencana gempa bumi tektonik yang diikuti dengan tsunami. Sementara sabuk gunung api terbesar di dunia yang melintas Indonesia bisa memicu bencana vulkanik letusan gunung beserta dampak ikutan berupa gempa vulkanik, awan panas, hujan abu dan banjir lahar dingin.

Stop Eksploitasi Penderitaan

desain: f.dewi.m foto: agus

Saya menilai tayangan televisi selama pemberitaan bencana terkesan terlalu mengeksploitasi penderitaan korban, seakan-akan sangat tragis. Mungkin memang tragis buat mereka para pengungsi tapi tayangan itu membuat keluarga yang tidak terkena bencana khawatir berlebihan dan membayangkan hal yang sangat buruk. Menurut saya tidak seharusnya dibuat seperti itu, ada baiknya tayangan yang mengambarkan optimisme untuk tetap bangkit di kala terkena bencana. Tayangan seperti itu pun secara psikologis akan mempengaruhi korban, mereka seperti dikondisikan sebagai orang yang benarbenar malang, akibatnya mereka akan jauh lebih tertekan secara emosional. Memang ada baiknya tayangan mengenai bencana ini dibatasi, tidak semua

harus ditayangkan. Lihat saja beberapa tayangan visual korban manusia maupun ternak yang sudah rusakpun ditayangakan dengan vulgar ketika pemberitaan bencana Merapi. Jasad Mbah Marijan pun berulang-ulang muncul di layar kaca dan berita online. Belum lagi tayangan live seperti saat sedang berlari-lari menghindari wedhus gembel. Atau bahkan kepanikan warga yang diungsikan saat tiba-tiba alarmtanda bahaya berbunyi, dan masih banyak lagi contoh lainnya. Untuk rekan-rekan jurnalis dan pewarta, mari kita bersamasama menyulutkan semangat untuk bangkit bersama menghadapimusibah ini.

Warvi via bip@depkominfo.go.id

Transparansi Penyaluran Dana Korban Bencana Setiap terjadi bencana alam banyak pihak yang

Berbagai bencana alam yang mengancam Indonesia sejatinya bisa diantisipasi agar tidak menimbulkan korban jiwa maupun harta benda. Langkah antisipasi terpenting adalah mencegah dan menghindari bencana alam, bukan

Maraknya bencana alam di Indonesia semakin meneguhkan asumsi bahwa negeri ini termasuk dalam daftar teratas negeri paling rawan bencana di dunia. Secara klimatologis dan geologis letak Indonesia memang berada di wilayah yang sangat dinamis. melawannya. Harus ada di tengah l H d kesadaran k d t h masyarakat k t bahwa kekuatan alam tidak bisa dilawan, oleh karena itu tabiat alam harus dipelajari dan dipahami agar dalam jangka panjang masyarakat memiliki pengetahuan memadai untuk mencegah dan atau menghindari bahaya. Banjir misalnya, dapat dicegah dengan tidak menebang pohon-pohon di hutan dan sepanjang daerah aliran sungai serta tidak mengotori sungai, dan dapat dihindari dengan tidak tinggal di daerah sekitar jalan air. Tanah longsor dapat dicegah dengan menanami lereng gundul dengan tanaman keras berakar tunjang dan dapat dihindari dengan tidak membangun tempat tinggal di bawah lereng atau di daerah yang struktur tanahnya labil. Adapun gempa bumi,

mengatasnamakan penggalanan dana bantuan mengumpulkan dana yang katanya diperuntukkan bagi korban bencana. Ada yang melalui rekening bank, atau pemungutan langsung di jalan raya. Lalu apakah benardana tersebut disalurkan sejumlah dengan dana yang terkumpul? Selama ini masyarakat tidak pernah tahu menahu tentang distribusi dana tersebut, umumnya hanya diinformasikan jumlah total dana yang terkumpul. Bukan ingin berburuk sangka, tapi rasanya sayang jika niatan baik masyarakat dijadikan “ajimumpung� bagi pihak-pihak yang kurangbertanggung jawab. Harusnyaada peraturan yang mewajibkan untuk mengumukan laporan keuangan bagi pengumpul dana yang memenuhi kuota tertentu, baik melalui media koran, website,atau sekadar di tempel di mading mereka. Arvianto via bip@yahoo.com

letusan gunung dan tsunami kendati tidak bisa dicegah namun bahayanya dapat dihindari. Gempa bumi dapat diminimalisasi dampaknya dengan membangun tempat tinggal yang tahan gempa. Bahaya letusan gunung dan dampak ikutannya dapat dihindari dengan tidak membangun tempat t tinggal di zona tidak aman yang ditetapkan pemerintah. S Sedangkan tsunami dapat dihindari dengan membangun p permukiman di tempat yang tinggi. Belajar dari kejadian masa lalu, masyarakat banyak y yang menjadi korban karena kurangnya kesadaran menceg dan menghindari bencana alam. Banjir tetap terjadi dan gah m menimbulkan korban karena masih ada yang menebang p pohon-pohon di hutan dan di daerah aliran sungai secara s sembarangan, mengotori dan bahkan menutup jalan air, s serta bertempat tinggal di dekat jalan air. Banyak korban ta tanah longsor karena membiarkan lereng dalam keadaan g gundul, serta membangun permukiman di bawah lereng a tanah yang labil. Gempa bumi masih menelan korban atau k karena masih banyak bangunan rumah yang tidak tahan g gempa. Letusan gunung berapi membawa banyak korban k karena masih banyak warga yang tinggal di zona bahaya letusan. Sementara korban tsunami terjadi karena banyak yang membangun permukiman di daerah rendah. Kemauan masyarakat untuk mencegah dan menghindari bencana alam sejatinya sudah ada, akan tetapi karena berbagai keterbatasan mereka tidak memiliki kemampuan untuk menerapkannya. Soal tempat tinggal misalnya, kendati banyak warga enggan tinggal di zona rawan banjir, gunung meletus atau tsunami, namun karena tidak memiliki alternatif lahan lain, mereka akhirnya tetap tinggal di tempat itu. Lebih-lebih jika alasan tinggal di tempat tersebut dikaitkan dengan matapencaharian mereka. Demikian pula kemampuan warga mengubah rumah agar tahan gempa sering terbentur masalah dana, akibatnya mereka tetap menempati rumah lama yang tidak tahan gempa. Permasalahan seperti dicontohkan di atas sangat kompleks dan membutuhkan penanganan komprehensif. Masyarakat tidak bisa hanya diimbau agar memiliki kemauan mencegah dan menghindari bencana alam, namun harus diberdayakan agar memiliki kemampuan melakukan tindakan nyata di lapangan. Tanpa diimbangi kemampuan, sebesar apapun kemauan tak akan berguna. (g)

Terimakasih untuk TNI

Bencana Mengancam Indonesia

Te r i m a k a s i h u n t u k TNI yang sigap di medan bencana,membantu evakuasi korban bencana, sigap di dapur, belum lagi membantu membantu membersihkan Candi Borobudur. Meski tidak angkat senjata kami angkat jempol untuk jasamereka. Meskipun bencana sudah mulai mereda, mereka masih tetap berpatroli untuk memastikan daerah bencana sudah aman. Belum lagi mereka mengerahkan istri-istri TNI untuk membantu korban. Namun sayang terkadang mereka tidak terlihat ramah dan sedikit membuat pengungsi takut, tapi bisa dimaklumi karena mereka benar-benar lelah di lapangan.

Tidak ada habis-habisnya bencana di negeri kita, selesai satu maka akan muncul lainnya, mulai dari angin puting, banjir, longsor, gempa, gunung meletus, tsunami dan lainnya. Gunung Merapi belum tuntas penanganannya, saat ini Gunung Bromo sedang mengeluarkan asapnya untuk mengabarkan terjadi bencana. Semua elemen masyarakat dan pemerintah sudah seharusnya mampu mewaspadai, dan yang terpenting adalah memulai menata lingkungan sehingga apa yang bisa dicegah dapat diantisipasi sedini mungkin. Saat ini kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup sangat kurang, mulai dari masyarakat tingkat atas hingga bawah. Alam memang mempunyai kemampuan untuk merevitalisasi diri mereka, tapi jika selalu dirusak tentu alam akan rusak.

Yudha via bip@depkominfo. go.id

Yovie via komunika@bipnewsroom. info

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Listya; Elvira Indasari N; Taofik Rauf; Doni Setiawan. Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 21

Tahun VI November 2010

3

Utama

www.bipnewsroom.info

Upaya pemerintah dalam mengantisipasi dampak letusan Merapi sendiri oleh berbagai kalangan dinilai cukup baik. Mulai dari pemantauan aktivitas Merapi sebagai bentuk peringatan dini sampai persiapan lokasi pengungsian serta jalur evakuasi.

Tanggap Hadapi Bencana 26 Oktober 2010, sekitar pukul 17.02 WIB Gunung Merapi meletus dan mengeluarkan awan panas. Warga sekitar Merapi berjarak lima hingga 20 kilometer dari puncak dipaksa meninggalkan rumah akibat wedhus gembel atau awan panas Sejak saat itu, beberapa titik pengungsian dibuka pemerintah Jogjakarta dan Jawa Tengah. Dukungan dari lembaga masyarakat pun tak terhitung melalui pendirian posko yang menyediakan kebutuhan pengungsi. Berkat Akurasi Informasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta terus memantau dengan webcam dan radio transmiter yang menerima laporan dari titik-titik pantauan sekitar Merapi. “ I n i kan menyangkut keselamatan banyak orang, jadi dedikasi dan tanggungjawab masing-masing personil harus kuat,” jelas Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Surono. Di posko pengungsian, sejak letusan pertama Merapi, Pemerintah Jogjakarta berupaya melayani pegungsi dengan baik. Gedung Olah Raga Maguwoharjo, Sleman menjadi posko utama karena bisa menampung sekitar 25 ribu orang pengungsi. Korps Polisi Wanita (Polwan) Polda DIY dikerahkan membantu tugas pengaturan jalan raya, penanganan pengungsi perempuan dan anak-anak. Dengan seragam lengkap mereka tak segan ikut menari saat menghibur anak-anak pengungsi di Maguwoharjo. Selama beberapa jam mereka tak terlihat lelah menampilkan berbagai bentuk tarian dan kesenian tradisional. “Kami disini ingin menghibur dan mengajak anakanak ini untuk sedikit bergembira dengan berbagai kegiatan seperti bernyanyi, menari, belajar dan menggambar. Ya bergembira bersamalah,” kata Briptu Sinta seraya menjelaskan kegiatan ini untuk mengurangi traum anakanak. Kesenian tradisional dipilih karena kesenian itu mengajarkan kebersamaan. “Anak-anak di pengungsian masih sangat familiar dengan kesenian tradisional dan juga bisa bermain dengan alat musiknya,” kata Sinta.

Kepala Bidang Psikologi Biro Personil Polda DIY, AKBP Effi Widiartati mengatakan bahwa selain itu, pihaknya juga ikut membantu di posko pelayanan kesehatan. “Ada sekitar 45 personil dari Polwan Polda DIY yang diterjunkan untuk mendukung kegiatan ini,” ujarnya di lokasi pengungsian Maguwoharjo. Trauma Healing Korban Bencana Seluruh staf, Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Soedjarwadi Klaten juga tak tinggal diam. Selama status Merapi masih dinyatakan rawan dan posko pengungsian masih ditempati para pengungsi, 15 personil rumah sakit membantu penanganan masalah psikologis pengungsi. “Setiap hari kami secara bergiliran mendatangi poskoposko. Trauma Healing-lah. Alhamdulillah para pengungsi selalu antusias setiap kami memberikan arahan,” kata Sri Suyani, di lokasi posko utama Klaten di gedung Pemkab Klaten. Sementara untuk pengsungsi anak-anak, petugas RSJD melakukan penangan yang berbeda melalui permainan yang sifatnya menghibur. Anak-anak juga di berikan pelajaran menggambar untuk tetap menumbuhkan kreativitas mereka. “Pengungsi kan rawan terkena stres karena banyak hal, misalnya jenuh atau macam-macam faktor lainnya. Jadi ini juga semacam terapi. Jadi jangan sampai karena trauma, anak-anak ini kehilangan kreativitasnya sebagai anak,” ujar Sri Suyani. Sediakan Infrastruktur Dasar Kebutuhan air bersih dan santasi yang baik selama mengungsi juga menjadi perhatian pemerintah. Di Posko Utama Kabupaten Klaten, Gedung Pemkab Klaten, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kalten menyediakan alat penyaring air. Alat ini terdiri dari lima tabung penyaringan, sehingga air baku yang keluar dari tabung terakhir bisa langsung dikonsumsi. “Jadi untuk minum, para pengungsi Insya Allah tak kurang. Karena tabung ini langsung dihubungkan ke pipa ledeng,” kata Suyadi, staf Dinas PU Kabupaten Sleman. Jadi siapa bilang pemerintah tidak tanggap dalam menangani bencana alam. “Jika bencana terjadi, semua potensi yang ada

di pusat dan derah dikerahkan ncana dan untuk menangani bencana meminimalkan korban jiwa a,” tandas ataupun harta benda,” n Darurat Deputi Penanganan BNPB, Sustrisno. (tr)

Tidak Ada Tanggap Darurat Tanpa Pemerintah Murdiman (37) bukan orang asli Wasior, tapi telah lebih dari 10 tahun bekerja di kawasan Teluk Wondama, Papua Barat. “Ketika bencana banjir, kami sangat terbantu, orang-orang dari distrik langsung mengajak warga untuk saling membantu menyelamatkan diri, keluarga dan barang-barang penting,” kenangnya. Kini sudah hampir dua bulan ia mengungsi ke Manokwari, Papua Barat. “Untung kami ditampung saudara yang ada di sini. Tapi bagi pengungsi lain, juga disediakan lokasi penampungan di Lapangan Kodim dan Gedung BLK,” kata Murdiman. Banjir bandang yang melanda Wasior, Papua Barat beberapa hari lalu telah mengakibatkan 169 orang meninggal dunia, 118 orang dilaporkan hilang, 105 orang luka berat dan 3.374 orang luka ringan, serta 9.016 orang warga terpaksa mengungsi. Kondisi mutakhir saat ini aktivitas warga mulai berangsur normal. Kegiatan pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban telah dihentikan. “Sekarang telah berdiri 3 hunian sementara (huntara) yang digunakan untuk bangunan serbaguna. Pembangunan huntara ini dimulai sejak 3 Oktober 2010 selama dua belas hari, dibantu oleh ratusan personil Zipur dan Zeni Marinir,” kata Kepala Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB), Syamsu Muarif. Peran Pemerintah Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menilai penanganan bencana di beberapa tempat di tanah air sudah lebih baik, dimana semua pihak tidak hanya dari pemerintah,tapi semua pihak sudah lebih peka terhadap ben-

cana tersebut. “Bahkan di saat saya melihat bagaimana kearifan lokal ikutmenangani bencana secara cepat, demikian pula dari berbagai LSM mengambil peran sangat baik, meski diakui koordinasi yang dilakukanoleh BNPB terkadang sering terkendala,” kata Wakil Ketua DPR RI Priyo BudiSantoso di Jakarta, Kamis (11/11). Secara khusus, Adhim, salah seorang pegiat LSM menilai langkah pemerintah dalam menangani bencana selalu terlambat.”Kita sering melihat banyak relawan yang hadir di lokasi bencana dan membantu para korban atau pengungsi lebih dahulu,” katanya. Menurut Deputi Penanganan Darurat BNPB, Sutrisno, ada banyak salah kaprah dalam melihat penanganan bencana. “Banyak yang melupakan bahwa lurah, camat atau orang-orang yang ada di sekitar lokasi bencana adalah bagian dari pemerintah juga. Mereka pasti ikut membantu pada detik-detik pertama, minimal mengarahkan warga agar bisa berpindah dan mencari tempat pengungsian,” tegas Sutrisno. Benar juga, hal yang sama disampaikan George Abidondifu.Belum lama menjabat sebagai Kepala Bidang Komunikasi di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Papua Barat. “Baru dua bulan,lalu ada bencana Wasior itu. Ketika ada orang dari Jakarta yang mau memperbaiki infrastruktur telekomunikasi di sana yang rusak, saya juga ikut mengantarkan dan membantu,” katanya. Jika selama ini peran pemerintah tidak terlihat dalam penananganan bencana, menurut Sutrisno, itu lebih karena pemerintah lebih baik bekerja dengan cepat, ketimbang berbicara dan memberikan penjelasan kepada media massa. “Tapi ya itu, kita jangan berharap semua bencana harus ditangani pemerintah pusat. Ada sistemnya, pertama pemerintah daerah yang menangani, jika tidak mampu akan dibantu pemerintah provinsi atau pemerintah daerah di sekitarnya, jika belum mampu maka akan ditangani pemerintah pusat,” tegasnya. Priyo Budi Santoso mengingatkan, bahwa dalam penanangan seperti itu pihaknya berharap koordinasi itu bisa lebih rapi lagi. “Sehingga penanganan bencana dari semua sektor bisa berjalan lebihbaik dan terarah serta bisa menangani kebutuhan pengungsi yang ada,” tandasnya. (m)


4

Utama

www.bipnewsroom.info

Edisi 21

Tahun VI November 2010

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Syamsul Muarif

"Tanggung Jawab Semua" BNPB bisa menjadi komando dan koordinator antar kementerian dalam penanganan bencana, termasuk unsur TNI dan pemerintah daerah. Tapi penanganan bencana sesungguhnya tanggung jawab semua elemen.

Kejadian bencana alam yang beruntun, membuat pemerintah bekerja lebih keras untuk menangani agar bisa meminimalkan korban dan segera melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Belum usai penanganan bencana di Wasior, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat dilanda gempa dan tsunami. Sementara di Pulau Jawa, Gunung Merapi yang meningkat aktivitasnya, pada 26 Oktober 2010, sekitar pukul 17.02 WIB meletus dan mengakibatkan puluhan ribu warga sekitar lereng gunung tersebut mengungsi. Dalam penanganan bencana Merapi, Presiden Susilo Bambang Yu d h o y o n o m e m u t u s k a n lima instruksi. Salah satunya mengenai kendali operasi tanggap darurat satu komando di bawah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dibantu Gubenur DI Yogyakarta, Gubernur Jawa Tengah, Pangdam IV Diponegoro dan Kapolda Jateng serta Kapolda DIY. Bagaimana BNPB mengemban tanggungjawab tinggi dalam penanganan bencana, berikut petikan wawancara Taufiq Rouf dari komunika dengan Kepala BNPB, Syamsul Muarif disela koordinasi dengan berbagai pihak ketika

erupsi Merapi di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Bencana alam terus terjadi, seberapa besar tanggung jawab BNPB? Tanggung jawab ada di pundak kita semua, bukan hanya BNPB. Kita semua, baik itu pemerintah, pihak swasta, masyarakat semua harus peduli karena ini masalah kemanusiaan. Jadi bukan hanya satu institusi saja. Peran serta masyarakat

juga sangat penting. BNPB yang dulu Bakornas PB merupakan lembaga koordinasi dan pelaksana penanganan bencana. BNPB telah banyak terjun langsung menangani bencana di seluruh indonesia. Bencana gempa dan tsunami Aceh pada 26 desember 2004 merupakan momentum penting yang menandai peran aktif masyarakat lokal, provinsi lain serta komunitas dan lembaga internasional dalam penangan bencana. Secara kualitas memang hal ini masih bisa ditingkatkan, mengingat penanganan bencana di daerah masih lebih bersifat responsif, bertindak ketika bencana telah terjadi, belum sepenuhnya preventif atau melakukan antispasi pengurangan risiko sebelum bencana terjadi. Fungsi BNPB sendiri? Koordinasi. Jadi begini, fungsi utama BNPB ada tiga, pertama sebagai koordinator kesiapsiagaan dalam menanggulangi kebencanaan. Penanggulangan itu baik sebelum, sedang terjadi maupun setelah terjadinya bencana. Selanjutnya, sebagai komando dalam penanganan masa darurat bencana nasional. Kepala BNPB sebagai pimpinan di lapangan

yang bisa mengkoordinasikan lembaga pemerintahan seperti menteri, gubernur, bupati/ walikota bahkan Panglima TNI. Terakhir melaksanakan tugas lapangan. Dengan kata lain, BNPB langsung membantu masyarakat yang terkena bencana. Misalnya membangun dan memperbaiki prasarana yang rusak, pengiriman bantuan,

bahkan termasuk administrasi bidang logistik misalnya memasak kebutuhan makan para pengungsi dan relawan. Langkah BNPB kejadian bencana yang beruntun? Seperti instruksi Presiden terkait Merapi, BNPB adalah pemegang kendali operasi tanggap darurat, dibantu Gubenur DI Yogyakarta, Gubernur Jawa Tengah, Pangdam IV Diponegoro dan Kapolda Jateng serta Kapolda DIY. Kita mengkoordinasi pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Untuk pencegahan, kita membuat peta rawan bencana sebagai acuan daerah mana yang perlu diwaspadai. Saat ini misalnya saya datang ke Yogyakarta langsung karena ingin membantu daerah, baik dari anggaran, teknis, alat maupun lainnya. Sedangkan saat rehabilitasi dan rekonstruksi nantinya, kita akan kirim tim untuk menganalisis sejauh mana kerugian dan kerusakan fisik, misalnya sekolah, rumah, jalan. Kemudian kami juga menganalisis sosial ekonomi seperti bagaimana masyarakat bisa bangkit kembali setelah mengalami kerugian. Tapi kembali lagi kami koordinasi. Jadi bukan hanya kami yang bergerak, semua intansi terkait juga.

Kendala penanganan bencana di Indonesia? Pemerintah daerah belum secara spesifik menganggarkan dalam APBD. Padahal, anggaran itu tidak hanya digunakan untuk tanggap darurat, tetapi juga untuk latihan dan membuat pedoman p e n a n g a n a n b e n c a n a . Ya n g terjadi selama ini, dana yang ada hanya dipergunakan pada saat bencana datang. Selain itu, belum semua daerah memiliki tim BPBD.

Baru sekitar 171 BPBD di 500 kabupaten/kota. Penyaluran bantuan sering terkendala? Jadi begini. Ketika bencana terjadi sepertinya banyak orang ataupun pihak yang ingin membantu. Tapi mereka terkesan pamrih. Misalnya hanya karena diliput media. Ada pula yang hanya membantu pada korban dan lokasi yang mudah dijangkau. Akibatnya? Bantuanbantuan tersebut tidak sampai pada korban yang betulbetul membutuhkan. Jadi kami meminta jika ada pihak yang ingin membantu, hendaknya satu pintu. Jadi terorganisir dengan baik. Nah, BNPB ada di tengah-

tengah mengkoordinir bantuanbantuan tersebut. Fokus utama BNPB pada pengungsi? Fokus kita ke tanggap darurat. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti kebutuhan makanan dan minuman, pakaian, air bersih, MCK, serta kebutuhankebutuhan dasar lainnya. Pada para pengungsi Merapi BNPB sendiri telah mengerahkan

sekitar 380 relawan, diantaranya untuk melakukan tugas evakuasi sampai pada pembangunan shelter-shelter hunian sementara atau huntara. Selain penanganan bencana, apa yang dilakukan BNPB? Kami bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi dan sepakat memasukkan pelajaran penanganan bencana. Beberapa perguruan tinggi juga sudah membentuk pusat studi bencana. Pusat itu nantinya akan melakukan fasilitasi penelitian, pendidikan dan pelatihan sejalan dengan upaya peningkatan kapasitas penanggulangan bencana, mengembangkan pengetahuan serta teknologi kebencanaan di tingkat pusat dan daerah. Selain itu juga menyelenggarakan forum bersama, konsultasi nasional, dan seminarseminar di bidang

penanggulangan bencana. Jadi kembali lagi saya tegaskan bahwa bencana alam merupakan tanggung jawab kita semua. Kita sebagai bangsa harus bahu membahu saling membantu. Jika sudah begini semua kendala akan mudah kita atasi. Karena kita bersamasama.(tr)


Edisi 21

Tahun VI November 2010

9

Opini

www.bipnewsroom.info

Merindu Media Yang Bijak Dewi S. Tanti Peneliti pada Pusat Komunikasi dan Bisnis Pascasarjana Universitas Mercubuana Jakarta

Bencana mungkin merupakan “bahasa alam� yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Ada bencana tsunami, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, banjir sampai kecelakaan transportasi seperti pesawat jatuh, tabrakan kereta api, dan tenggelamnya kapal.

Berbagai bencana tersebut rajin menyambangi kita baik secara langsung kita rasakan maupun secara tidak langsung melalui media, khususnya layar televisi. Berbagai informasi yang hadir di media mengenai bencana biasanya menyangkut jumlah korban yang tidak sedikit. Air mata, kesedihan, duka cita, protes, tidak puas, hingga opini yang menyalahkan penanganan bencana. Pada kasus kejadian bencana, akan selalu terjadi limpahan informasi. Meskipun tidak semua informasi yang berkembang itu dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya mereka yang mengalami bencana. Pada kasus di Padang pada 30 Desember 2004 yang lalu, masyarakat Padang mendapatkan begitu banyak informasi mengenai potensi

Arifianto Peneliti Balitbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika

Tingginya intensitas bencana alam di Indonesia pada dasarnya akan membentuk cara pandang masyarakat terhadap kondisi alam yang rawan bencana. Cara pandang ini ini bisa dibentuk dengan dua jalan, pertama kesadaran diri sendiri akibat merasakan langsung atau melihat kejadian bencana alam, atau paparan informasi pengurangan resiko bencana yang masih dianggap sebagai kebijakan yang strategis oleh pemerintah. Diseminasi informasi bencana, merupakan upaya strategis dan biasa dilakukan sebagai salah satu bagian upaya mitigasi pengurangan risiko bencana. Sasaran utama kegiatan ini adalah mengembangkan dan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait dengan kejadian bencana alam. Namun demikian, untuk melakukan diseminasi informasi mengenai bencana dibutuhkan beberapa pemahaman mengenai karakteristik lokal dan kemampuan menggunakan media yang lebih disukai masyarakat lokal. Diseminasi Yang Efektif? Pilihan penyadaran masyarakat dalam kegiatan mitigasi bencana selalu dilakukan dengan penyebarluasan informasi mengenai bencana. Fakta menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap informasi mengenai pengurangan risiko bencana bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pendidikan, lingkungan, sosial, budaya, atau ekonomi. Kita bisa melacak penerimaan informasi secara efektif melalui faktor-faktor tersebut. Hasil Studi Diseminasi Informasi Pengurangan

terjadi information overload yang berujung pada keresahan. Masyarakat tidak bisa dengan jernih menyaring informasi mana yang benar, dan lebih percaya pada isu yang beredar bahwa tanggal tersebut terjadi tsunami. Akibatnya, mereka berbondongbondong menjauhi daerah bencana. Mengkiritisi Media Media massa diyakini menjadi pemandu publik dalam berpikir dan bersikap. Tak mengherankan manakala kemudian media massa, apakah radio, surat kabar maupun televisi dinilai sebagai sumber utama pembentuk opini publik (Lippman, 1994). Apalagi di tengah kemajuan teknologi komunikasi, ketika relasi antar individu cenderung memudar, media massa benar-benar menjadi sumber rujukan individu memandang dan menjalani hidup. Sayangnya dominasi media terhadap masyarakat acapkali tidak disertai dengan perhatian yang bijak terhadap kepentingan publik. Perhatian media memang diperlukan dalam mengantisipasi musibah bencana alam. Namun sayangnya acara prakiraan cuaca dan bagaimana mengantisipasi ketika terjadi bencana diberi porsi sedikit dan sebagai kelengkapan acara ketika bencana sudah terjadi. Padahal acara itu sangat penting bagi kehidupan manusia. Di Amerika dan Eropa, semua media televisi memberikan acara khusus ramalan cuaca

Media massa diyakini menjadi pemandu publik dalam berpikir dan bersikap. Tak mengherankan manakala kemudian media massa, apakah radio, surat kabar maupun televisi dinilai sebagai sumber utama pembentuk opini publik (Lippman, 1994). dan an diposisikan sebagai wacana yang penting dan layak diketahui oleh masyarakat. Tapi sayangnya di Indonesia, persoalan cuaca semacam itu malah tidak disukai dan dianggap membosankan. Prakiraan cuaca sebenarnya menyediakan informasi tentang kondisi alam yang bakal terjadi. Melalui data-data dari foto udara/ satelit, pantauan angin, serta data alam lainnya, acara ini biasanya memberikan informasi yang bisa memandu masyarakat dalam melakukan aktivitasnya. Di negara maju, para petani mentaati prediksi para ilmuwan. Aktivitas bertaninya senantiasa disesuaikan dengan apa yang disampaikan ilmuwan alam. Peran Pengawasan Media massa, sebagai institusi sosial memiliki peran melakukan pengawasan lingkungan atau environmental surveillence. surveillence. Se-

tinya memberikan intin formasi detail tentang fo alam dan lingkungal an. Kemudian meman berikan kesempatan be bagi para ahli pengeba tahuan ta a alam untuk memberikan analisis m dan saran-saran apa da yang perlu dilakukan ya masyarakat dalam m menyikapi gejala alam. m Artinya, media berkeAr wajiban memberitawa kan gejala-gejala alam ka kepada publik agar ke terhindar te e dari bencana. Bukan sebaliknya, hanya “mengeksploitasi� pe ristiwa musibahnya saja. Sekalipun berita tentang musibah mesti harus diberitakan,tetapi jangan terjebak dalam pemberitaan secara berlebihan untuk tujuan saling salah menyalahkan. Akibatnya, berita bencana alam bergeser menjadi polemik kebijakan publik. Media sudah selayaknya memahami kembali fungsi pengawasan itu agar lebih bijak. Menjadi salah satu sumber informasi yang kredibel, agar masyarakat makin waspada dan cerdas dalam menghadapi semua bentuk bencana yang mengancam mereka. DI tingkat masyarakat, kewaspadaan ini tergantung dari seberapa banyak dan seberapa berkualitas, kredibilitas informasi yang dimiliki dan tersebar di kalangan masyarakat.**

Meningkatkan Kesadaran Bencana Melalui Informasi masyarakat di daerah rawan bencana cenderung bervariatif. Media televisi masih dianggap paling dominan, selanjutnya media interpersonal, dan media tradisional. Alasan responden menggunakan televisi karena lebih mudah mengaksesnya, sedangkan pilihan media interpersonal dan tradisional karena adanya lebih dekat dengan masyarakat. Hal menarik bahwa responden yang tinggal di daerah rawan bencana tidak hanya paham tentang informasi pengurangan resiko bencana dari para diseminator, tetapi juga memahami dan diingatkan kembali mengenai cara membaca tanda tanda alam sebelum terjadinya bencana. Artinya informasi yang didapatkan secara formal dari kegiatan diseminasii informasi dipadukan dengan kerangka pengalaman mereka mengenai informasi lokal yang diwariskan secara turun temurun.

Hasil Studi Diseminasi Informasi Pengurangan Resiko Bencana di Daerah Rawan Bencana (2009) menunjukkan kecenderungan bahwa di kalangan masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana, simbol media dan cara penyampaian yang memerhatikan karakter lokal dinilai mampu meningkatkan pemahaman mengenai kebencanaan.

Resiko Bencana di Daerah Rawan Bencana (2009) menunjukkan kecenderungan bahwa di kalangan masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana, simbol media dan cara penyampaian yang memerhatikan karakter lokal dinilai mampu meningkatkan pemahaman mengenai kebencanaan. Respons masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana atas diseminasi informasi sangat baik dan menilai program tersebut sangat penting. Memang informasi risiko bencana di daerah rawan bencana memiliki daya tarik bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana karena berkaitan dengan keselamatan dan ancaman terhadap keseharian hidup mereka. Gunakan Media Lokal Diseminasi informasi mengenai kebencanaan memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di kawasan bencana. Dari penelitian yang dilakukan Balitbang SDM Kominfo, pencarian dan penyebaran informasi tentang masalah bencana alam bagi

Berangkat dari Pengalaman Penyampaian pesan pengurangan resiko bencana, tidak cukup hanya secara legal formal.Tetapi perlu memberdayakan kearifan lokal yang mempunyai pengaruh dan kedekatan dengan warga masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Penggunaan media untuk sarana komunikasi bencana alam bagi masyarakat di daerah rawan bencana sangat relatif. Maka dari itu media yang mempunyai kedekatan dengan komunitas masyarakat menjadi prioritas pilihan. Media tersebut bisa media tradisional dan interpersonal, yang bersifat edukatif untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana alam yang mungkin bisa terjadi sewaktu-waktu. *


10

Edisi 21

Daerah

www.bipnewsroom.info

Tahun VI November 2010

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

Kibar Daerah

Kerja Apik Di Pengungsian “ Pemkab Klaten akan memberikan pemenuhan kebutuhan logistik pengungsi meskipun berasal dari luar kabupaten Klaten.”

Sumater Utara

Papua

Jawa Barat Jawa Tengah

Lintas Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

Pemda Siapkan "Shelter" Pengungsi

Memasuki halaman Kantor Bupati Klaten, ketika puncak letusan Merapi masih terjadi, benarbenar menyaksikan bahwa bangunan pemerintah menjadi rumah para pengungsi. Ribuan laki-laki, perempuan dan anak-anak memadati halaman Kantor Bupati yang biasanya lengang.

Bagi Prasetyo, penanganan pengungsi di yang ada di Klaten sangat terbantu kesediaan pengungsi untuk lebih mandiri. “Meraka tak merepotkan, bukan sekadar dudukduduk, tapi ada yang ikut membantu di dapur umum,” katanya.

“Pasti terpikir bagaimana memberikan makanan kepada 7.500 orang itu,” cetus Syahnura, petugas logistik sambil mengajak menyusuri beberapa tenda. Sampai di tenda besar berwarna abu-abu, pertanyaan itu terjawab. Bertuliskan Dodiklatpur Rindam IV, banyak tentara yang bertugas mengelola dapur umum. Di situ bergabung petugas Dodiklatpur Rindam IV, terlihat juga ibu-ibu Dharma Wanita Klaten, PNS Pemkab Klaten dan mahasiswa relawan dari UNS dan UPN. “Selain memasak untuk melayani kebutuhan logistik para pengungsi juga mengangkat dan menurunkan barang-barang bantuan masyarakat dari atas mobil,” tegas Syahnura. Begitu banyak yang harus dimasak pagi itu, ada telur balado, tempe, tahu, ayam goreng, ikan. Usai dimasak, semua disajikan dalam bentuk nasi bungkus. “Dalam sehari mereka harus menyiapkan 7.500 nasi bungkus dengan menu yang berganti untuk makan pagi, siang dan malam,” tambah Syahnura. Tugas Berat Menangani jumlah pengungsi yang terus bertambah dengan lokasi yang menyebar di 12 titik, bukan hal mudah bagi pemkab Klaten mendistribusikan bantuan makan bagi pengungsi. Bupati Klaten Soenarno hampir setiap hari melakukan sidak langsung ke lapangan menemui

Katakan Tidak

para pengungsi di teras perkantoran Pemkab Klaten. Kepada pengungsi, Bupati selalu mengingatkan harus sabar menghadapi cobaan dan pasrah kepada Pemerintah. “Pemerintah yang akan mengatur semuanya, Pemkab akan berusaha semaksimal mungkin mengupayakan kekurangan-kekurangan yang yan ada sesuai kemampuan Pemkab,” kata kat Soenarno. Koordinator Posko Pengungsian Induk Ind Klaten, Joko Rukminto mengatakan bahwa Pemkab Klaten akan memberikan bah pemenuhan kebutuhan logistik pengungsi pem meskipun berasal dari luar kabupaten me Klaten. “Berdasarkan instruksi Bupati Kla Klaten H. Soenarno segala kebutuhan Kla pengungsi yang menempati wilayah Klaten pen akan aka terus diupayakan terutama kebutuhan makannya,” katanya. ma Bantuan datang setiap hari baik dari masyarakat sekitar juga dari berbagai ma daerah. Kebutuhan beras untuk makan dae pengungsi sebagian besar disuplai oleh pen Dolog Klaten. Stok beras tersebut sampai akhir bulan ini masih bisa dimanfaatkan pengungsi. Kepala Satkorlak Klaten, Soewardi mengatakan untuk mengatasi kebutuhan logistik pengungsi seperti pengadaan beras dan biaya makan Pemkab Klaten mengandalkan dana APBD. “Untung juga kita dibantu tentara dan relawan yang bekerjasama untuk melayani kebutuhan makan pengungsi. Hampir seminggu sudah mereka bertugas, dan tidak tahu sampai kapan pekerjaan ini selesai, menunggu situasi lebih aman,” tegas Soewardi. Kemandirian Pengungsi Prasetyo (35), dari Dodiklatpur mengaku apa yang dilakukannya adalah tugas mulia, “Ini cara kita menyatu dengan rakyat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan,” tegasnya. Bagi Prasetyo, penanganan pengungsi di yang ada di Klaten sangat terbantu kesediaan pengungsi untuk lebih mandiri. “Meraka tak merepotkan, bukan sekadar duduk-duduk, tapi ada yang ikut membantu di dapur umum,” katanya. Memang, sebagian pengungsi tak mau berpangku tangan, sebagian membantu mencuci peralatan bekas memasak, piring, gelas dan menyapu halaman. Seperti Yeni (32) pengungsi dari Desa Karang Nongko yang selalu menyempatkan diri membantu memasak, menyapu halaman dan mencuci peralatan masak, “Kami senang melakukan ini dan sebagai bentuk terima kasih kita karena mendapatkan makan dan tempat berteduh gratis,” tegasnya. (wiwiek)

!

pada Narkoba

Gubermur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan, pemerintah daerah akan segera merealisasikan pembuatan shelter sementara untuk para pengungsi yang rumahnya rusak dan lokasinya sudah tidak bisa ditempati. "Tahap awal akan dibangun sebanyak 245 shelter atau tempat penampungan atau perlindungan sementara. Selanjutnya direncanakan lebih dari 2.000 shelter disiapkan untuk para pengungsi yang rumahnya rusak dan masih dalam tahap pembangunan. Lokasi pembangunan akan segera dikaji," jelasnya, di Stadion Maguwoharjo, Sleman DIY, Rabu (17/11). Dalam penanganan bencana akibat erupsi Merapi, Sultan menyatakan terima kasih atas bangtuan semua pihak, “Meski bukan bencana nasional karena hanya bersifat lokal, saya berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penanganan bencana Merapi, “tegasnya.(Pemkab Sleman)

Jawa Tengah

Pemkot Dukung Program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Pemerintah Kota Magelang sangat mendukung pembangunan sarana dan prasarana air limbah di lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan.Plt. Kepala DPU Kota Magelang Siti Fatonah, SE, MT mengatakan, “Tahun 2010 ini, kami prioritaskan untuk pengembangan sarana dan prasarana air limbah komunal yang mereplika Program Sanitas Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) yang telah berjalan sejak tahun 2003,” ujarnya. Anggaran untuk program itu dialokasikan dari hibah Dana Alokasi Khusus (DAK) Program SLBM. Dari proses seleksi, terpilih lima titik lokasi pelaksanaan yaitu Perumahan Tidar Indah, Kampung Sidosari Kel.Magersari, Pajangan Kel. Kramat Selatan, Malanggaten Kel.Rejowinangun Utara serta Perumahan Sub Inti Kwayuhan Kel.Gelangan Kec. Magelang Tengah. (Git/www. magelangkota.go.id)

Papua Barat

Sebanyak 50 Barak Huntara Rampung 100 Persen Sebanyak 50 dari target 96 barak Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun TNI telah rampung 100 persen, barak-barak ini tersebar di beberapa lokasiyakni 16 barak di Iriati, 5 barak di Rado – depan kantor LH, 2 unit Maimari-samping Perikanan, 5 unit di Maimari-Balai Perikanan oleh Yonzeni Marinir, 10 barak di Kaibi. “Serta 3 barak di Maimari –lokasi Kadis PU, 2 barak di Rado-samping Jembatan Kuras, 4 barak di belakang Bandara Wasior dan 5 barak di lokasi Dispenda oleh Denzipur 12 Nabire. Ini semua dikerjakan Satgas Yonzipur 5 Brawijaya,” kata Kepala Penerangan Kodam V/ Brawijaya, Letnan Kolonel Inf A Mulyono SIp, Senin (29/11). Para prajurit dari 3 satuan tersebut juga telah menyelesaikan pembangunan Balai Serba Guna sebanyak 10 unit yang tersebar di berbagai lokasi. Khusus di Kaibi dan Kabouw, lokasi dengan jumlah Huntara terbanyak, Satgas Yonzipur 5 Brawijaya juga melengkapi Huntara dengan taman main anak-anak dan lapangan bola voley. Fasilitas tambahan hasil kreatifitas para prajurit yang dipimpin Letkol TNI Czi Bambang Pranowo ini tentu akan semakin memanjakan para penghuni Huntara di lokasi itu Sesuai target yang diberikan Menko Kesra Agung Laksono, Huntara harus sudah siap pada 30 November mendatang. “Rencanannya 1 Desember, pengungsi di Manokwari mulai digeser ke Wasior untuk menempati Huntara,” kata Mulyono. (hjr/j)


Edisi 21

Tahun VI November 2010

Kementerian Kesehatan Konselor ASI Untuk Pengungsi Perhatian pemerintah terhadap permasalahan kesehatan pengungsi tidak hanya dalam bentuk penyediaan layanan kesehatan. Kementerian Kesehatan mengirimkan delapan orang konselor ASI di empat titik pengungsian yakni, Lembugrejo, Sumberejo, Catur Harjo, dan Rusmanda. Kepala Pusat Komunikasi Publik Tritarayati mengatakan, para konselor ASI tersebut akan melayani konseling menyusui serta penyuluhan massal di 11 titik pengungsian dengan materi ASI, PHBS, dan Kesehatan Lingkungan. “Mereka juga melakukan pemantauan bantuan susu formula dan logistik MP-ASI serta memobilisasi 85,5 ton MPASI ke Provinsi DI Yogyakarta, Kab. Sleman, Kab. Bantul, Kab. Gunung Kidul, Kab. Magelang, Kab. Boyolali, Kab. Klaten, Posko Utama pakem di Sleman, Posko GOR Maguwoharjo, dan Posko youth center,” kata Tritarayati. Upaya kesehatan lainnya yang akan dilakukan di lokasi pengungsian antara lain melakukan promosi kesehatan, menjadwalkan pelaksanaan skrining status gizi balita dan ibu hamil tahap berikutnya, melakukan vaksinasi Campak dengan 5.000 sasaran di Provinsi DIY, melaksanakan

11

Lintas Lembaga

rehabilitasi bagi pengungsi dengan mendirikan trauma center (psikologi) serta objek respon imunisasi campak. “Selain itu, Kemenkes juga telah mempersiapkan RS lapangan dengan lokasi RS Jiwa Magelang, dan melakukan Surveilans penyakit Pes oleh Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,” tegas Tritarayati. (Jul)

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

berada di pengungsian sangat rawan menjadi korban tindak perdagangan manusia (trafficking). “Anak-anak dan perempuan, apalagi dengan kondisi di pengungsian, selain rawan diperdagangkan juga rawan mengalami tindakan pelecehan seksual, untuk itu keluarga dan petugas harus selalu waspada,” katanya. Meski belum menerima laporan mengenai trafficking, Linda meminta petugas dan relawan untuk berhati-hati dan turut mengawasi anak-anak yang berada di pengungsian. M e n e g P P d a n PA , j u g a mengimbau pengungsi untuk tidak mudah terbujuk “imingiming” atau imbalan apapun, meski tengah mengalami situasi sulit pasca bencana. (Jul)

Waspadai Tindak Perdagangan Anak Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari minta pengungsi akibat bencana Merapi waspada terhadap aksi oknum tertentu yang berniat melakukan tindak perdagangan anak. “Dalam situasi bencana seperti ini, pengungsi khususnya anak-anak dan perempuan rawan akan tindak perdagangan manusia (trafficking), karena itu keluarga di pengungsian jangan sampai lalai mengawasi anakanaknya,” imbau Meneg PP dan PA, usai penandatanganan MoU tentang Peningkatan Kesejahteraan Anak Jalanan dengan tujuh kementerian, di Jakarta, Selasa (16/11). Menurut Linda, berdasarkan pengalaman sebelumnya, dalam situasi bencana anakanak dan perempuan yang

Kementerian Sosial Pondok Anak Ceria untuk Sembuhkan Trauma Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial mendirikan 17 Pondok Anak Ceria untuk menampung anak-anak korban letusan Gunung Merapi. “Karena bencana ini terus be rkelanjutan, maka dampaknya tidak hanya kepada orangtua, tapi juga kepada anak-anak. Mereka memberikan layanan di lapangan, termasuk memberikan konseling dan menangani anakanak yang terpisah dari keluarga, ” jelas Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Makmur Sunusi di

Jakarta, Jumat (12/11). Sampai saat ini, jumlah pengungsi anak akibat bencana Merapi sebanyak 136 ribu. “Kami telah menyiapkan Pondok Anak Ceria di 17 titik, yaitu tujuh di Yogyakarta, empat di Klaten dan sisanya di Boyolali,” kata Makmur Sunusi. Pondok Anak Ceria didukung UNICEF dan sekarang sudah diturunkan 50 paket untuk menangani anak-anak. Dalam paket itu sudah ada alat bermain dan bermacammacam teknik bagaimana agar anak-anak dapat melupakan pengalaman trauma. “UNICEF akan mendukung lebih lanjut Pondok Anak Ceria dengan cacatan ada permanen staf yang ada di bawah dan terus menerus terencana,” tambah Makmur Sunusi. Pondok Anak Ceria juga ada yang menangani khusus anak-anak balita. Dari 17 titik yang dipersiapkan memang belumlah mencukupi. Untuk itu, pihaknya ingin menambah Tim Reaksi Cepat (TRC) yang kini hanya berasal dari daerah sekitar Magelang, Boyolali, Yogyakarta, dan Solo. Nantinya TRC akan ditambah dari daerah Jawa Timur dan Jawa Barat. “Mungkin kita akan turunkan lagi sekitar 300 orang, karena kita punya 400 orang yang sudah terlatih di Lembang,” ungkap Makmur Sunusi. Selain itu, 1.340 Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang sudah diturunkan akan ditambah lagi 400 orang, sehingga jumlahnya menjadi 1.740. “Sedangkan jumlah nilai bantuan yang sudah kita drop jumlahnya sekitar Rp7 miliar,” ujar Makmur. (Gs) go.id/ Pusat Komunikasi Publik)

www.bipnewsroom.info

Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Program Padat Karya Untuk 4 Kabupaten Deputi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarat, sekaligus Ketua Tim Pemulihan Ekonomi Masyarakat Yogyakarta, Sujana, menyatakan pemerintah telah menetapkan Program Cash forWork atau padat karya untuk empat kabupaten terdampak bencana Merapi, yaitu Magelang, Klaten, Boyolali dan Sleman. “Program ini akan dijalankan hingga 31 April 2011. Bentuk kegiatan padat karya ini bersumber dari APBN dan diserahkan kepada masing-masing kementerian terkait,” kata Sujana. Saat ini telah terbentuk Tim Pemulihan Ekonomi Masyarakat yang bertugas mendorong masyarakat mendapatkan pendapatan tunai. Data hingga hari ini, ujar Sujana, tersedia dana Rp 551,796 miliar, yang terdiri dari dana Kementerian Pendidikan Nasional sebesar Rp299,664 miliar, Kementeria Kelautan dan Perikanan Rp 6,9 miliar, Kementerian Perumahan Rakyat Rp2,616 miliar, Kementerian Sosial Rp 15 miliar, Kementerian PU Rp12 miliar dan BNPB Rp 9 miliar. “Di PU belum termasuk untuk perumahan sebesar Rp177,4 miliar. Data ini akan terus bertambah dengan pengawasan di bawah tim,” tambahnya. Dijelaskan pula, Tim Pemulihan Ekonomi Masyarakat dibentuk Menko Kesra sebagai tindak lanjut pertemuan dengan Gubernur Jateng dan DIY serta Kepala BNPB. (Media Center BNPBKominfo)

Wajah Kita

SOLIDARITAS

Solidaritas, kata Lech Walesa, buta. Ia tidak pernah melihat siapa atau apa. Maka solidaritas tidak membedakan suku, ras, agama, warna kulit, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, derajat, pangkat, aspirasi politik, atau tetekbengek kategori sosial lainnya. Ia universal, dan sematamata bertumpu pada satu hal: kemanusiaan. Solidaritas bisa tumbuh dalam suasana perang atau damai, tertib atau chaos, tidak

ada bencana atau ada bencana. Namun sifatnya sangat fluktuatif, melemah saat tak banyak orang membutuhkan bantuan, dan kembali menguat saat banyak orang dilanda kesusahan dan keputusasaan. Solidaritas lahir karena kepedulian pada orang lain. Ia tidak diatur, tidak dimobilisasi, apalagi dikendalikan. Ia tumbuh spontan karena getar hati nurani. Aktivitasnya bisa berbentuk apa saja, namun semua bermuara pada satu tujuan: meringankan beban manusia yang sedang dilanda derita. Hebatnya, kendati tak terencana, spontanitas ini bisa sangat kuat dan melibatkan begitu banyak orang. Ketika Wasior dilanda banjir bandang, Mentawai dilanda gempa bumi dan tsunamai, serta Jateng dan DIY terdampak letusan Merapi, solidaritas yang ‘buta’ ini kembali menunjukkan kekuatannya. Jutaan orang rela

m menyisihkan men uang, barang, dan bahan makanan untuk disumbangkan. Tak cuma orang disum berpunya, bahkan orang tak berp berpunya seperti para petani, berp nelayan, pelajar, pengamen, nelay pedagang keliling, tukang ojek, pembantu rumahtangga dan buruh pabrik pun ikut menggalang bantuan dengan cara mereka sendiri. Di desa, para petani mengumpulkan hasil panen dari ladang masing-masing. Di tepi pantai, para nelayan mengumpulkan ikan hasil melaut. Di sekolah-sekolah, para pelajar dan mahasiswa menyisihkan uang jajan. Di kota, pengamen, pedagang keliling, tukang ojek, pembantu rumahtangga, buruh pabrik menyisihkan pendapatan harian atau gaji mereka. Semua disumbangkan untuk korban bencana. Sebagian warga lagi mengumpulkan pakaian pantas pakai dan obat-obatan. Yang tak sempat mengumpulkan hartabenda memilih berangkat ke lokasi untuk menyumbangkan tenaga menangani para korban. Mereka mengorganisasikan diri mereka sendiri, dengan

kemampuan dan kemauan sendiri. Hasilnya, puluhan miliar rupiah uang tunai, puluhan ton bahan pangan, jutaan pasang pakaian dan ratusan kilogram obat-obatan berhasil dikumpulkan. Di samping itu, puluhan ribu orang terjun sebagai sukarelawan untuk melaksanakan tanggap darurat di lapangan. Kendati mereka datang dari lapisan masyarakat yang beraneka, dengan cara yang berbeda, namun memiliki pemahaman sama bahwa dunia adalah satu dan milik semua, dan oleh karena itu masalah harus ditanggulangi bersamasama. Tak ada embel-embel catatan sumbangan material dan tenaga itu harus untuk si A, B atau C. Semua diberikan secara ikhlas kepada para korban bencana, siapapun, apapun dan di manapun mereka. Pengabdian pada kemanusiaan—ruh solidaritas—mereka junjung tinggi sebagai asas tunggal, dengan mengesampingkan segala jenis perbedaan dan disparitas yang ada. Maka,

kalaupun masih ada bendera ormas, orpol, LSM, panjipanji instansi, perusahaan, atau komunitas, berkibar di lokasi bencana, semua harus dibaca sebagai sekadar penanda heterogenitas di tengah solidnya persatuan kehendak. Solidaritas menafikan personalitas, karena ia berorientasi pada publik: orang dalam jumlah sangat banyak, di tempat yang sangat luas, anonim, heterogen dan tidak saling kenal. Maka mempersoalkan ciri-ciri personal dalam solidaritas, adalah sikap ahistoris. Walesa punya anekdot sangat satir tentang orang yang memperbincangkan solidaritas, namun masih menunjukan sikap egosentrismenya. Orang itu, katanya, seperti baru saja menyantap habis sepiring steak yang sangat enak, namun detik berikutnya bertengkar hebat dengan pramusaji tentang warna bulu sapi yang dagingnya baru saja ia nikmati. (gun).


12

www.bipnewsroom.info

Bencana tidak pernah bertanya, apakah kita siap atau tidak untuk menghadapinya. Seringkali bencana datang, justru ketika kita sedang lupa, atau ketika kita sedang lengah terhadap alam dan lingkungan di sekitar kita. Berbagai bencana telah terjadi di Indonesia, menyebabkan sebagian masyarakat yang terkena dampak harus rela tinggal di lokasi pengungsian. Kehidupan sehari-hari mendadak terganggu. Risiko kematian, cedera, penularan penyakit, kekurangan bahan makanan, kehilangan tempat tinggal dan minimnya layanan dasar saat bencana menjadi tantangan besar untuk diselesaikan. Pemerintah selalu mengupayakan agar roda kehidupan pengungsi terus berjalan. Selain melakukan koordinasi kegiatan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan, terutama penyelamatan korban, harta benda, evakuasi dan pengungsian. Pemerintah juga memberikan bantuan darurat berupa pemenuhan kebutuhan dasar pangan, air bersih, sandang, pusat kesehatan, tempat tinggal sementara serta sanitasi yang layak. Ketika proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana mulai dilakukan. Pemerintah bersama seluruh elemen masyarakat berupaya memastikan prasarana dan sarana bisa berfungsi seperti sediakala. Jalan, listrik, air bersih, pasar, dan puskesmas diupayakan bisa kembali digunakan oleh masyarakat yang terkena dampak bencana. Tak hanya itu, setelah kejadian bencana pemerintah juga membantu masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting. Semua ini dilakukan untuk menghidupkan kembali roda perekonomian dan memastikan bahwa korban bencana bisa kembali menjalani kehidupan seperti sediakala. (m)

Edisi 21

Tahun VI November 2010


7

TABLOID TEMPEL

Edisi 21 Tahun VI Oktober 2010

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

nikasi radio, baik yang digunakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI, Polri, Tim SAR, dan sejumlah tim relawan lainnya. Bantuan dari kelompok masyarakat juga turut membantu dukungan komunikasi ketika bencana. Salah satunya keterlibatan ORARI dan RAPI dalam penanganan bencana letusan Merapi beberapa waktu lalu. Selain itu, Kementerian Kominfo juga memfasilitasi pendirian lembaga penyiaran darurat dan Media Center Tanggap Darurat sebagai pusat informasi bagi pekerja media dan masyarakat. “Tugas kami di Kementerian Kominfo adalah memastikan agar sarana komunikasi dan informatika yang kini sudah tersedia cukup banyak bisa digunakan dengan baik setelah terjadi bencana,”

Fasilitas Akses Komunikasi Saat Bencana Kementerian Kominfo mendorong penyelenggara komunikasi untuk segera memulihkan akses komunikasi sekaligus melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan layanan telekomunikasi. “Kebijakan ini adalah sebagai salah satu strategi pemerintah untuk memperlancar penyediaan akses komunikasi, sehingga informasi yang lingkupnya sangat global dapat diakses dalam kesempatanpertama,” kata Menteri Tifatul.

6

‘’Halo, selamat malam, media center bencana merapi. Ada yang dapat kami bantu?’’ Suara petugas perempuan terdengar menyambut telepon dari seorang warga Jogjakarta. Dengan nada panik sang warga bertanya, ‘’Saya dapat kabar

nanti malam ada ledakan besar Merapi, jaraknya sampai 60 km ke arah Jogjakarta. Apa kabar itu benar?” Petugas media center itu mencoba menenangkan, ‘’Bapak mendapat informasi tersebut dari mana? Informasi tersebut tidak benar pak, sampai saat ini rilis resmi p dari Badan Nasional Penangd gulangan Bencana jarak rawan g dampak Merapi sampai 20 km. d Kalau ada yang menyebutkan K ssampai 60 km itu hanya isu yang benar. Jadi bapak tidak ttidak ti i perlu khawatir,” petugas itu mep nambahkan. n Sudah tak terhitung berapa kkali Vina, petugas call center di Media Center Tanggap Darurat M Merapi menerima telepon deM ngan pertanyaan sama. Call cenn tter te e dengan nomor telepon (0274) 547359 itu banyak dikunjungi per5 mengenai isu-isu letusan ttanyaan ta a dahsyat. “Isu tersebut membuat d masyarakat cemas,’’ jelas Vina. m masyarakat belum yakin ““Banyak “B B dan menanyakan apakah desad nya termasuk daerah rawan akin bat letusan Merapi atau daerah b yyang aman,” lanjutnya. Kementerian Komunikasi dan bekerja sama deIInformatika In n ngan Badan Nasional Penangn gulangan Bencana (BNPB) meg

nyediakan layanan media center bencana Gunung Merapi. Layanan ini dioperasikan dari Gedung Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan, Jalan Kenari 14 A, Jogjakarta. “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung ke media center menginstruksikan agar media center memberi informasi yang benar dan sejelasjelasnya kepada masyarakat, Oleh karena itu mari kita bersinergi menyosialisasikan informasi resmi dari pemerintah agar masyarakat tenang,” tutur penanggung jawab Media Center Tanggap Darurat Bencana Merapi, Sukosono. Sediakan Akses Komunikasi Bencana tidak pernah dikehendaki, namun kejadian bencana akan memengaruhi ketersediaan dan kualitas akseskomunikasi dan informasi di sekitar kawasan yang terkena dampak bencana. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring kelancaran komunikasi di daerah bencana seperti kawasan Gunung Merapi, Jawa Tengah adalah hal yang mutlak. “Kementerian Kominfo dalam tiga tahun terakhir ini mencari sejumlah solusi alternatif yang kongkret, andal dan bisa diaplikasikan. Solusi yang memungkinkan jalinan

komunikasi saat darurat akan tetap terjaga dari pusat ke daerah yang paling pelosok,” katanya. Menurut Tifatul Sembiring, ketika terjadi bencana,dua hal pertama yang langsung terpikir apakah sarana komunikasi tetap berfungsi dengan baik dan bagaimana media memberikan perhatian pemberitaan terhadap bencana tersebut, “Setelah kedua hal tersebut terselesaikan baru menginjak adanya kewajiban kami untuk mendorong para stakeholders di lingkungan kami untuk turut berbagi dan memberikan kepedulian sosial untuk membantu meringankan beban korban bencana,” kata Tifatul. Dalam kejadian bencana Gunung Merapi Kementerian Kominfo mendorong penyelenggara komunikasi untuk segera memulihkan akses komunikasi sekaligus melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan layanan telekomunikasi. “Kebijakan ini adalah sebagai salah satu strategi pemerintah untuk memperlancar penyediaan akses komunikasi, sehingga informasi yang lingkupnya sangat global dapat diakses dalam kesempatanpertama,” kata Menteri Tifatul. Kementerian Kominfo juga berupaya memastikan agar optimalisasi penggunaan perangkat komu-

tandas Menteri Kominfo Tifatul Sembiring. Pendidikan Publik Dalam Rancangan Undangundang Konvergensi Telematika, yang tengah difinalisasi, Kementerian Kominfo memasukkan beberapa ketentuan penting mengenai kewajiban penyelenggara telekomunikasi saat terjadi bencana alam. “Salah satu point penting adalah mewajibkan penyelenggara telematika memberikan layanan pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi serta membangun dan memperbaiki fasilitas yang rusak akibat bencana,” jelas Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewobroto. Kementerian Kominfo memasukkan klausul bencana dalam draf RUU yang akan menggantikan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga tengah menyelesaikan pembuatan film pendek berisikan antisipasi dampak gempa dan tsunami. “Kita bikin film pendek, khususnya ditujukan di daerah yang rawan terjadinya gempa. Bulan ini selesai,” kata Tifatul Sembiring di Samarinda, Sabtu (6/11/2010). Tifatul menilai pembuatan film tersebut dinilai perlu sebagai salah satu upaya pendidikan publik agar lebih tanggap dan siap dalam menghadapi bencana, khususnya gempa bumi. (danang/m)


8 Dari Orang Kecil, Untuk Orang Kecil

JJangan angan kira ki kira menyumbang menyumb bang korban bencana hanya bisa dilakukan oleh orang kaya. Orang kecil yang miskin sekalipun bisa menyumbang, asal punya niat. Warga di salah satu desa di Jawa Tengah telah membuktikan hal itu. Pengumuman dari pengeras suara di kantor desa itu memecah kesunyian pagi Desa Tlahab, Kec. Kledung, Kab. Temanggung, Jawa Tengah. Suara sopran lelaki meminta warga mengumpulkan

sayuran untuk disumbangkan kepada korban letusan Gunung Merapi. “Tidak usah menyumbang uang, karena anda semua pasti tidak punya uang. Nyumbang sayuran saja, apa saja boleh, asal banyak. Semua dikumpulkan di depan kantor desa,” kelakar Sukri, Sekretaris Desa Tlahab yang bersuara di corong itu. Hanya butuh waktu empat jam, berkarung-karung sayuran sudah menggunung di halaman kantor desa. Jenisnya bermacam-macam, ada daun singkong, kentang, wortel, kangkung, kol, sawi, labu siam, nangka muda, pare. Ada juga ubi jalar, singkong, labu kuning, jagung, beras. Mungkin orang

Tlahab menyangka yang T disebut terakhir bangsa d ssayuran juga. “Tak apalah, sseperti yang saya katakan tadi, yang penting banyak. ta Saya yakin, di sana (tempat S pengungsian—red) pasti p berguna,” imbuh Sukri yang b akrab disebut Pak Carik a ini. in Jumlah sayuran yang terkumpul memang ssesuai bahkan melebihi harapan Pak Carik, sangat h banyak, total semua ada b tiga truk. Hampir separuh ti di antaranya berupa kol d dan sawi. Maklum, selain d terkenal sebagai penghasil te tembakau nomor wahid, te Tlahab juga penghasil sayur T terutama kol dan sawi. te Meski demikian, mayoritas warga desa di lereng timur w Gunung Sindoro itu hidup di bawah garis kemiskinan. “Itulah sebabnya saya minta mereka nyumbang sayuran. Kalau diminta sumbangan uang, seret-nya minta ampun. Tapi kalau disuruh nyumbang sayur, cepat kumpulnya, seperti tadi,” tandas Sukri. Siang itu juga, tiga truk sayuran diberangkatkan ke lokasi pengungsian korban letusan Merapi di Magelang. Sengaja dipilih yang di Magelang, karena jaraknya paling dekat dari Temanggung. Pertimbangannya, menurut Pak Carik, agar sayuran masih segar saat tiba di lokasi. Selain itu, perhatian terhadap posko pengungsian di Magelang relatif

agak kurang karena semua mata tertuju ke posko pengungsian Yogyakarta. Nyatanya begitu tiba di lokasi, sayuran asal Tlahab ini laris manis diserbu pengungsi dan para pengurus pengungsi terutama dari bagian dapur umum. “Mereka sangat senang, karena beberapa hari terakhir ini kekurangan sayuran. Pasalnya, pasca letusan pasokan dari daerah penghasil sayur di lereng Merapi praktis terhenti total. Tepatlah kiranya kalau kami mengirim sayuran,” pungkas Carik Sukri dengan wajah lega. Kiprah Warga JPS Siapa sangka, para penyumbang sayuran itu sejatinya bukan orang kaya, meskipun tak tepat juga disebut sangat miskin. Yang jelas, 89 persen warga Tlahab adalah pemegang kartu JPS alias termasuk dalam kategori orang miskin. Tapi mereka mampu menunjukkan keteladanan bahwa orang miskin pun bisa berkiprah menolong sesama. Nahrowi, tokoh masyarakat setempat menyatakan, asal punya niat, orang miskin pun bisa jadi dermawan. “Tak usahlah mulukmuluk menyumbang yang mahalmahal, apa yang kita miliki saja yang kita sumbangkan. Di sana kan ada juga orang miskin yang biasa makan makanan seperti yang kita punya, jadi sumbangan kita pasti berguna. Istilahnya ini sumbangan dari orang kecil untuk orang kecil,” ujarnya. Ia mencontohkan, orang kaya

Buah Teknologi Saat Terjadi Bencana Jalin Merapi adalah Jaringan Informasi Relawan Merapi yang berada di balik pasokan informasi melalui jejaring dunia maya Soenarto, bapak tiga anak ini begitu cemas setelah mendengar kabar status Gunung Merapi dalam kondisi awas, 26 November 2010 lalu. “Keluarga besar ada di Bantul Yogyakarta dan Kaliurang, belum lagi anak bungsu sedang ambil

S2 di UGM, Jogjakarta. Saya ingin tahu informasi mengenai perkembangan dampak letusan setiap saat,” tutur Soenarto. Kekhawatiran tidak hanya dialami Soenarto, banyak masyarakat yang cemas akan

kabar sanak keluarga yang tinggal di sekitar Gunung Merapi. Informasi memang dibutuhkan saat terjadi ketidakpastian akibat bencana. Apalagi saat bencana akibat erupsi Merapi belum juga dapat diipastikan kapan akan berhenti. Untungnya Soenarto bisa mengakses informasi itu melalui akses internet. Ia memdengarkan siaran radio lokal yang difasilitasi oleh Kementerian Kominfo dan RRI bersama pengelola radio amatir di kawasan Merapi melalui http://mera pi.combine.or.id. “Ada banyak informasi perkembangan kondisi Gunung Merapi, termasuk jumlah korban, daftar jenis bantuan perposko pengungsian, peta sebaran posko pengungsian dan zona aman, data penyaluran bantuan, dan banyak info lainnya,” ungkap tanpa menutupi kegembiraan. Melalui jaringan internet di rumah, Soenarto leluasa mendengarkan streaming radio lokal yang dapat di akses melalui internet. “Me-

mang kurang bagus suaranya, kresek-kresek, tapi yang penting informasi dari Merapi non stop,” tandasnya. Streaming radio online inipun dapat di akses melalui situs http://opensource.telkomspeedy. com, http://source.telkomspeedy. com, http://kombinasi.net dan http://jogjastreamers.com. Semua informasi berasal langsung dari lokasi yang disampaikan dari dan oleh masyarakat setempat bersama jaringan relawan. “Entah bagaimana mekanisme pelaksanaan di lapangan, tapi media ini sangat membantu,” tambahnya. Jalin Merapi Adalah Jaringan Informasi Relawan Merapi yang berada di balik pasokan informasi melalui jejaring dunia maya itu. Selain dapat diakses online, posko informasi Jalin Merapi juga ada di sembilan titik lokasi yang meliputi wilayah Jogjakarta, Klaten Utara, Wedi, Kota Boyolali, Selo, Grabag, Muntilan dan Mungkid. Ardiyansyah, salah satu relawan, menuturkan bahwa jaringan ini sudah terbangun sejak tahun 2006 saat gempa meluluhlantakkan sebagian Jogjakarta dan Jawa Tengah. “Ini radio komunitas hasil

biasanya menyumbang uang atau barang, pakaian, mi instan atau makanan sebangsa roti dan minuman bikinan pabrik, bukan hasil bumi. “Mana ada orang kaya menyumbang singkong. Tapi berani taruhan, orang miskin yang ngungsi pasti lebih suka singkong daripada roti. Jadi apa salahnya kita menyumbang singkong buat mereka,” kilahnya. Terlepas dari itu semua, kata Nahrowi, sumbangan tidak perlu dilihat harganya, namun nilai dan keikhlasannya. Meskipun hanya menyumbang seikat bayam, kalau ikhlas tetap dicatat sebagai amal mulia. “Beda dengan mereka yang nyumbang beras satu truk tapi minta disiarkan di TV dan koran biar semua orang tahu kalau ia dermawan, itu pamer namanya. Banyak lo yang seperti itu,” sindir lelaki 71 tahun yang juga imam masjid ini. Lelaki berambut putih ini akan selalu menyarankan warga untuk menyumbang sayuran jika ada bencana di wilayah yang dekat dengan Jateng. Tapi kalau lokasi bencananya jauh, ia mengaku harus berpikir keras soal transportasinya. “Kami tidak sanggup kalau harus bayar transpor segala. Kalau sayuran kami punya banyak, tapi kalau uang di sini langka. Faktor lain, sayuran cepat busuk, jadi harus sampai di tempat pada hari yang sama. Kalau harus menginap di jalan sampai berhari-hari, wah, bisa-bisa sampai di alamat sudah jadi kompos semua,” pungkasnya. (gun)

swadaya masyarakat di Lingkar Merapi. Konsep sederhananya dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat,” tutur Ardiansyah. Pantauan Langsung Wa r y o , m a h a s i s w a U G M Jogjakarta merasa terbantu dengan layanan webcam Badan Geologi dari Kementerian ESDM di Pos Pengamatan Gunung Merapi. “Streaming yang bisa diakses melalui situs online PVBMG itu menyediakan gambar yang selalu diperbaruhi setiap 15 menit,” katanya. Lokasi pengambilan gambar webcam terletak di Plawangan, Kaliurang, sisi selatan Puncak Merapi, dan Deles, sisi timur Puncak Merapi. “Ini konsep iinformasi yang bagus tidak hanya berjalan di DIY, tapi bisa di terapkan dimanapun. Saatnya kita mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi untuk membantu penanganan bencana di tanah air,” tambahnya. Bagi Waryo dan Soenarto, teknologi yang dikelola dengan tepat bisa menyediakan informasi yang cepat dan terandalkan, “Terutama untuk menghindari kesimpangsiuran data jumlah korban dan tentunya informasi itu membantu pendistribusian bantuan untuk korban bencana,” tandas Soenarto. (f.dewi)

5


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.