Edisi 18/Tahun VI/Oktober 2010

Page 1

Toleransi Beragama

Halaman

di Puspowarno

Sepanjang Jalan Puspowarno, Kelurahan Salaman Mloyo, Kecamatan Semarang Barat, berderet bangunan gereja dan masjid. Letaknya sangat berdekatan seolah berseling. Kerukunan hidup beragama di kawasan itu diyakini sudah berlangsung lama.

10

Wawancara Anggota DPR RI Komisi I, Hayono Isman

Jangan Ada Semangat Pokoknya

Halaman

4

Foto : Taufik Hidayat

Edisi 18/Tahun VI/Oktober 2010

Agama tidak mengenal kekerasan, bahkan agama mengajarkan penganutnya untuk senantiasa menjaga toleransi. Termasuk dalam kehidupan beragama.

Kebersamaan

dalam Keberagaman Rasa damai dan aman tidak bisa dilepaskan dari upaya semua pihak untuk saling percaya dan hidup dalam harmoni. Setiap waktu, dua hal ini merupakan pekerjaan besar bangsa Indonesia dalam mencapai perubahan ke arah yang lebih baik. Namun setiap kali pula muncul ketegangan-ketegangan yang menjurus kepada konflik antar kelompok. Sebagai sebuah dinamika masyarakat, beberapa konflik antar etnis, agama, suku dan juga pertikaian politik merupakan kewajaran dalam proses demokratisasi yang dijalani bangsa ini. Selama lebih dari dua belas tahun pasca reformasi, bangsa Indonesia selalu mengalami ujian untuk menyelesaikan beragam permasalahan atau konflik. Salah satu kekuatan untuk menyelesaikan itu semua adalah kebersamaan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap kebersamaan serta persatuan dan kesatuan sebagai bangsa terus dikembangkan. “Ada dinamika politik yang mengurangi kebersamaan, persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa. Tapi dengan langkah pasti dan kerja keras

kita semua dapat ditata kembali menuju sensitif, mudah tersinggung dan cepat Untuk masa depan dicita-citakan,” jelasnya marah. Oleh karena itu diperlukan membangun dalam pidato Peringatan Hari Ulang penyelesaian secara menyeluruh Indonesia Tahun ke-51 Persatuan Purnawirawan dengan cara yang tepat agar proses diperlukan kebersamaan ABRI (Perpabri) di Jakarta, Selasa konsolidasi demokrasi berjalan dengan (12/10). efektif. semua pihak dalam Arti penting kebersamaan senantiasa Semangat kebersamaan dalam menyelesaikan disampaikan oleh Presiden Yudhoyono keberagaman memang menjadi permasalahan karena untuk membangun Indonesia kekuatan besar untuk mengembangkan diperlukan kebersamaan antar semua harmoni dalam kehidupan berbangsa pihak, “Pengusaha, perguruan tinggi, dan bernegara. Dengan semangat ini tentu diharapkan berperan secara aktif pula, Presiden Yudhoyono berharap dalam membangun bangsa. Kita telah berjuang bersama,” dapat terwujud kesadaran setiap insan untuk memelihara tegas Presiden. kehidupan yang damai. Cara ini pun, menurut Presiden bisa Dalam rangka meningkatkan harmonisasi dan saling membangun kesetaraaan dan kekeluargaan dalam negara percaya antar kelompok masyarakat, faktor sosial ekonomi kesatuan. “Agar berhasil,” kata Presiden, “Di samping ridha menjadi salah satu aspek yang sangat dominan. Sebab, Allah, kita harus juga melihat dua hal. Pertama, berangkat ketegangan-ketegangan yang menjurus kepada konflik antar dari keyakinan diri dan semangat serta mentalitas harus bisa. kelompok juga bisa disebabkan karena faktor ekonomi. Kedua, perlu kerja keras dan cerdas sekuat tenaga,” tandas Persoalan ekonomi bisa menjadikan masyarakat sangat Presiden Yudhoyono. (m)


2

Beranda

www.bipnewsroom.info

Edisi 18

Tahun VI Oktober 2010

Menjadikan Perbedaan sebagai Kekuatan Kemajemukan bangsa Indonesia begitu nyata tercermin dalam keseharian manusia Indonesia. Mulai dari warna kulit, ras, etnik, agama, bahasa, adat tradisi, ideologi politik, hingga status sosial. Banyak negara di dunia yang mengakui betapa sulitnya untuk menciptakan kebersamaan atau bahkan kekuatan dari karakter bangsa yang majemuk. Belum lama ini, Kanselir Jerman Angela Merkel mengungkapkan bahwa segala upaya menciptakan masyarakat majemuk budaya di Jerman gagal. Menurutnya membiarkan masyarakat dari latar belakang budaya yang berbeda untuk hidup berdampingan tanpa membaur ternyata tidak berhasil di negaranya. Bagaimana dengan Indonesia? Sejarah mencatat bahwa kemajemukan bangsa Indonesia justru menjadi bekal kuat sebagai pemersatu bangsa ini. Masyarakat majemuk Indonesia memiliki satu penghayatan nasib yang sama dan satu pengharapan atas sebuah masa depan bersama yang sejahtera. Kedua ikatan membuahkan penghargaan atas keberbedaaan dalam bentuk bhinneka tunggal ika. Sebagai salah satu warisan pendiri bangsa, bhinneka tunggal ika jelas bukan sekadar slogan belaka. Sejarah membuktikan bahwa segala perbedaan justru bisa menjadi sumber kekuatan untuk lepas dari penjajahan. Bersama dengan itu berkembang pula gagasan tentang kebersamaan dan kesetaraan di antara anak bangsa, tanpa membedakan asal-usul, suku, dan agama, sebagai nilai penentu kebangsaan. Dalam sebuah konferensi tentang pluralitas di Roma, Italia tahun lalu, Indonesia mendapat pujian sebagai “model masyarakat plural�. Tentu penghargaan itu bukan asal diberikan. Dunia internasional terpukau atas pluralitas bangsa yang menghuni sekitar 5.000 pulau di sepanjang khatulistiwa. Di tengah 250 lebih bahasa dan dialek, lebih dari 1.000 etnis dan subetnis. Sebuah bangsa yang sangat majemuk tetapi bisa hidup berdampingan secara relatif damai.

Pengurangan Risiko Bencana

desain: ahas/danang foto: bf-m, danag

Anak-anak perlu mendapatkan pengetahuan dan kepedulian terhadap upaya pengurangan risiko bencana sejak usia dini. Hal ini dapat terwujud jika mereka mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang tepat untuk menyelamatkan diri pada saat kejadian bencana dan turut serta dan mengurangi risiko bencana. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), didukung United Nations Development Programme (UNDP) telah memutuskan untuk bekerjasama dalam memasukkan atau mengintegrasikan pengetahuan pengurangan risiko bencana (PRB) ke dalam kurikulum sekolah. Dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No. 70a/SE/MPN/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah, seluruh gubernur,

bupati dan walikota diimbau agar penyelenggaraan penanggulangan bencana di sekolah dilakukan melalui 3 hal yaitu: pemberdayaan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas sekolah; 2). Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan formal, baik intra maupun ekstra kurikuler; 3). Membangun kemitraan dan jaringan antar pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah. Olenka Priyadarsani via bip@depkominfo.go.id

Tanggap Bencana Kami dari Yayasan Ponpes Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) telah mengembangkan pola pendidikan baru sadar bencana. Program ini kami beri nama, Santri Tanggap Bencana (SANTANA). Dalam beberapa kesempatan penanganan korban bencana kami secara khusus mengirimkan beberapa kelompok santri untuk

Bahkan, konstitusi bangsa ini juga dibangun kebersamaan dan kesatuan bertambah kokoh, dari keberagaman, dialog dan perdebatandi tengah kemajemukan yang ada. Tidak sedikit perdebatan yang beradab. pula terobosan digagas dan digerakkan oleh Namun, sepanjang waktu masih bergerakan atau forum agama-agama. Semua ini gulir, dinamika masyarakat, teknologi adalah bukti kesadaran sebangsa yang luar dan pergaulan dunia akan memengaruhi biasa, dan teruji sejak dialog para pemuda di keberagaman di Indonesia. tahun 1928 yang berupaya Gagasan kebangsaan menyelesaikan konflik di tengah kemajemukan dengan menggunakan sejarah telah akan senantiasa diuji bahasa bersama, bahasa membuktikan bahwa perkembangan jaman. Indonesia. segala perbedaan Kondisi masyarakat yang Kini tugas besar yang majemuk bisa membuat harus dilakukan bersama asal-usul, suku, dan suatu komunitas negara adalah mengelola bangsa agama justru bisa menjadi rentan (vulnerable) yang majemuk agar dengan potensi konflik. tetap bersatu dengan menjadi sumber Selain menjadi kekayamenegakkan kebersamakekuatan an bangsa, kemajemukan an dan kesetaraan sambil sangat berpotensi memicu meyakini bahwa kita terjadinya disharmoni bahsemua sedang berjalan kan kekerasan antar elemen yang ada. Hampir menuju satu tujuan bersama sebagai satu di seluruh dunia, gejala fragmentasi sosial bangsa. tampak makin meluas. Konflik antar golongan Tantangan besar itu tentunya bisa dijawab muncul dalam berbagai bentuk berupa konflik dengan kerjasama yang sinergis antar berbagai etnik, budaya, agama, atau politik. Kondisi elemen bangsa. Dalam konteks keIndonesiaan, itu jelas bisa merusak tatanan sosial hingga perbedaan sudah selayaknya tetap mendorong menyebabkan kehancuran modal sosial. setiap anak bangsa tetap memiliki kesempatan Konflik hanya akan muncul manakala tidak dan peluang yang setara. Oleh karena itu, perlu ada acuan nilai bersama dalam masyarakat. dikembangkan kepedulian sosial terhadap Secara nyata dalam kehidupan masyarakat sesama agar bisa terbangun tanggung jawab Indonesia, konflik dan kekerasan dapat dilihat sosial bersama. Tidak hanya cukup dibutuhkan sebagai anomali sosial. Pasalnya, konflik yang toleransi saja, namun harus selalu terbuka hadir di tengah masyarakat majemuk tidak ruang untuk berdialog agar muncul keterikatan, mungkin hadir jika rasionalitas dan hukum keterlibatan, dan keikutsertaan dalam setiap masih menjadi acuan kehidupan bersama. Jika proses yang ada. kedua hal ini tidak menjadi basis kehidupan Pelajaran penting yang bisa diambil adalah warga, tentu unjuk kekuatan fisik dan eksalasi senantiasa memahami relevansi kebersamaan konflik adalah hal yang tak bisa dihindarkan. dan kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah kondisi masyarakat majemuk tentu Kebersamaan perlu dikembangkan agar bisa saja hal itu membutuhkan berbagai antisipasi terbangun kesetiakawanan sosial dan keadilan yang cerdas. Beruntung Indonesia telah pudi tengah masyarakat. Tanpa modal itu, jangan luhan tahun menjalani kemajemukan dan bisa pernah berharap muncul kekuatan untuk menyelesaikan berbagai tantangan sebagai menghadapi tantangan bangsa di masa kini dan bangsa. Banyak kenyataan yang bisa membuat mendatang. (m)

membantu penanganan dan pemulihan para korban. gus adhim via bipdepkominfo@yahoo.com

berhasil dalam hidup. Pemerintah harus memberikan perhatian lebih agar bahasa daerah masih bisa tetap lestari dan tidak ditinggalkan.

Krisis Bahasa Lokal

ludya via bip@depkominfo.go.id

Indonesia dikenal dengan keanekaragamannya. Salah satunya, keragaman bahasa Indonesia menempati urutan kedua setelah Papua Nugini dalam jumlah bahasa yang dimiliki. Namun sayangnya saat ini ada beberapa bahasa di Indonesia yang terancam punah. Kondisi ini disebabkan karena jumlah penutur bahasa kurang dari 50 orang. Sebut saja bahasa Hukumina di Maluku dan bahasa Mapia hanya memiliki seorang penutur. Berkurangnya penutur bahas daerah di Indonesia juga tidak lepas dari stigma yang melekat kepadanya. Banyak yang menganggap bahasa daerah itu kuno, bahasa yang hanya dipakai oleh orang miskin dan tidak berpendidikan dan sesuatu yang menjadi halangan untuk

Penegakan Hukum Meskipun agama adalah hak yang paling dasar umat manusia, tetapi pemerintah perlu melakukan tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok tertentu yang melanggar hak itu dan undang-undang yang berlaku. Pemerintah mesti tegas agar peluang kelompok yang memaksakan kehendaknya bisa tertutup agar tidak ada pelanggaran hukum dan friksi di masyarakat. Yang paling penting adalah penegakan hukum. Apa pun latar belakang pelaku suatu tindakan yang bisa digolongkan pelanggaran hukum, maka h a r u s d i h u k u m . Ti d a k a d a

pengecualian. Yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana agar ide ini bisa dijalankan. Pemerintah perlu didorong dan disemangati untuk mengambil dan melaksanakan ide ini. setyowati via komunika@bipnewsroom.info

Tak Perlu Penyeragaman Keberagaman yang besar di daerah-daerah Indonesia, membuat upaya keseragaman nilai, norma atau konsep akan sulit dipaksakan hadir dengan cara apapun termasuk kekuatan undang-undang yang hanya akan melahirkan kontroversi. Penyeragaman kenyataan budaya yang sebetulnya relatif, adalah tindakan yang terkesan otokratik dan sentralistik serta tidak menghormati hak budaya masyarakat. widyawan via komunika@bipnewsroom.info

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Listya; Elvira Indasari N; Taofik Rauf; Doni Setiawan. Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 18

Tahun VI Oktober 2010

3

Utama

www.bipnewsroom.info

Membangun Toleransi

Foto : Fouri

Bangsa Majemuk

“Sesungguhnya sejak awal Indonesia adalah suatu kesepakatan untuk hidup damai dalam keberagaman demi mencapai tujuan bersama,” kata Wapres Boediono dalam pembukaan Festival Perdamaian Global (GPF) se-Asia Pasifik 2010 di Jakarta, Sabtu 16 Oktober 2010. Siang itu, Djohan Effendi, mantan Mensesneg di era pemerintahan Abdurrahman Wahid tampak serius mengikuti diskusi di Warung Utan Kayu, Jakarta Timur. “Indonesia itu dibangun dari perbedaan dan tidak perlu dipermasalahkan perbedaan itu,” katanya sembari bercerita mengenai berbagai konflik yang terjadi di masyarakat. Dalam satu tahun terakhir memang terjadi konflik komunal di beberapa tempat. Mulai di Bekasi Jawa Barat, Tarakan, Kalimantan Timur, hingga pertarungan antarpreman di Jakarta. Beberapa konflik terkadang mengatasnamakan agama dan kepentingan sempit belaka. Dari segi peristiwa dan jumlah korban, memang masih percikan kecil dibandingkan dengan konflik di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Maluku Utara antara tahun 1999 dan tahun 2005. Namun potensi konflik ini jelas harus diantisipasi bersama. Toleransi Rendah? Selama sepuluh tahun terakhir derajat toleransi di sebagian warga Indonesia cenderung rendah. Hal itu terlihat dari hasil survei nasional yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta selama 2001-2010. “Hasil survei menunjukkan keberatan masyarakat jika nonmuslim membangun rumah ibadah pada 2008-2010, meningkat dari 51,4 persen menjadi 57,8 persen. Begitu pun keberatan jika nonmuslim menjadi guru di sekolah umum pada periode yang sama naik dari 21,4 persen menjadi 27,6 persen,” kata Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Jajat Burhanudin. Mengamati data hasil survei tersebut, Jajat berpendapat persentase penolakan cukup konsisten bahkan cenderung meningkat khususnya pada isu pembangunan rumah ibadah.

“Sikap intoleransi keagamaan memiliki korelasi positif dengan fanatisme agama,” tambah dosen Fakultas Adab dan Sastra UIN Jakarta itu. Revitalisasi Menyikapi hal itu semua, Peneliti LIPI Asvi Warman Adam mengatakan, saat ini ada kesan nilai-nilai Pancasila sudah luntur dalam kehidupan berbangsa. Untuk itu, perlu revitalisasi nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Ketua MPR Taufik Kiemas menyatakan bahwa Pancasila seharusnya menjadi milik bangsa Indonesia. “Soekarno membuat Pancasila sebagai dasar negara semua golongan, bukan untuk kelompok tertentu. Dalam perjalanannya, Pancasila terbukti mampu mempersatukan bangsa dari kegiatan separatis,” katanya. Menurut Jajat, untuk tidak membiarkan toleransi terkikis, pemerintah mesti memperbaiki berbagai sektor kehidupan, seperti terciptanya keadilan hukum dan sosial serta kesejahteraan kehidupan masyarakat luas. Berdasarkan hasil survei tersebut, Jajat menyarankan agar dirumuskan satu kebijakan tepat menyangkut isu tersebut yang didasarkan pada riset komprehensif supaya bisa memahami secara akurat apa sesungguhnya yang sedang berlangsung dalam kehidupan keagamaan di Indonesia. Komunikasi Sosial Wakil Presiden Boediono mengatakan karena manusia tidak bisa memilih tempat lahir, etnis, warna kulit dan agama, maka perbedaan-perbedaan itu seharusnya tidak menjadi bibit konflik dan radikalisme. “Radikalisme yang berteriak keras sebenarnya hanya berjumlah sedikit dan tidak bisa dibiarkan, sehingga silent majority harus berani bersuara. Indonesia menolak sikap yang bermusuhan kepada perbedaan.” katanya. Jauh sebelum merdeka,

bangsa ini terdiri atas beragam etnik dengan budaya dan tradisi masing-masing. “Tradisi itu diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga Nusantara dikenal sebagai masyarakat plural,” kata Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Gede Parimarta. Uniknya, menurut Parimarta, di tengah kemajemukan itu antar kelompok yang ada satu sama lain dapat berintegrasi. Sejarah membuktikan bahwa setiap anak bangsa dapat berhubungan satu sama lain dan menumbuhkan satu ikatan yang berdampak pada penyesuaian satu sama lain. Pertemuan antarkelompok menimbulkan satu pemahaman, yakni untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain, sekaligus mampu mengatasi konflik yang terjadi. “Ini disebabkan karena ada upaya membangun komunikasi sosial budaya sehingga mampu mendekatkan mereka satu sama lain,” tandasnya. Bangun Optimisme Rektor Universitas Paramadina, Anis Baswedan menilai hal mendasar yang harus diperhatikan adalah melorotnya optimisme kolektif bangsa. “Belakangan ini diskusi tentang Indonesia sering diwarnai perasaan suram. Bangsa ini sedang dilibas pesimisme kolektif. Bahasa bersama adalah bahasa pesimistis. Kondisi ini benarbenar tidak sehat,” katanya. Menurut Anis, pesimisme kolektif itu muncul dan subur karena krisis ekonomi, politik dan transisi politik berkepanjangan. “Ditambah minimnya teladan dan sebagian media—sadar atau tidak— menjadi menghujani masalah, masalah, dan masalah ke seluruh negeri,” katanya. Dalam kondisi demikian, bangsa Indonesia harus berubah, harus bisa kritis tetapi tetap optimistis. “Bangsa ini perlu fokus pada inspirasi tentang kemajuan, bukan kegagalan dan kekacauan.

Di sinilah pentingnya pemuda dan pemimpin bangsa sadar pentingnya optimisme. Pesimisme dikubur, munculkan optimisme,” tandas Anis. Sebagai negara dengan lebih dari 17.000 pulau, keragaman Indonesia tak hanya tercermin dari sumber daya alamnya, tetapi juga etnis, bahasa, dan agama penduduknya. Sebelum Budha, Islam, Kristen dan agamaagama besar lain masuk ke Indonesia, masyarakat pribumi telah hidup dengan berbagai kepercayaan lokalnya, yang kini masih dipraktikkan oleh

beberapa suku. Memang banyak teori manajemen keberagamaan dan keberagaman, banyak pula acuan toleransi yang bisa dikembangkan, namun demikian pengalaman Indonesia sangat unik dan hanya bisa dikembangkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Pertanyaannya apakah pengalaman sejarah Indonesia mampu memunculkan suatu model yang berbeda. Bagaimanapun keragaman Indonesia tak bisa ditolak dan akan selalu ada. (th)

Masih Jadi Rujukan Kehidupan beragama di Indonesia masih menjadi rujukan berbagai negara di dunia. Di Indonesia kerukunan umat beragama sangat diperlukan, agar kehidupan bermasyarakat berjalan damai, sejahtera, dan jauh dari kecurigaan antar kelompok. Kerukunan umat beragama merupakan bagian dari kerukunan nasional. Kerukunan umat beragama terbentuk dari hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati , menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agama dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa waktu lalu, perwakilan Kongres Amerika Serikat mengunjungi Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Ummah, Kotagede, Yogyakarta. “Kami ingin mengetahui dan belajar banyak hal terutama masalah pluralitas keagamaan. Kami sangat senang dengan sambutan yang penuh persaudaraan ini dan nanti akan kami sampaikan ke kongres dan presiden,” ungkap Michael anggota Komisi Kebebasan Beragama International yang didirikan Kongres AS. Pengasuh Ponpes Nurul Ummah, Abdul Muhaimin mengungkapkan kerukunan antar umat beragama dan plularitas beragama di DIY selalu terjaga dengan baik selama ini. Hal itu tidak lepas dari peranan Forum Persaudaraan Umat Beragama (FPUB) yang didirikan sejak tahun 1997. FPUB merupakan organisasi dan sebuah forum lintas agama yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh agama baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu Budha dan lainnya. “Dari tokoh-tokoh agama yang berkumpul itu ternyata mampu tercipta kerukunan dan hidup berdampingan,” katanya. Pemeliharaan kerukunan umat beragama membutuhkan upaya bersama antara umat beragama dan Pemerintah. Berbagai kebijakan pemerintah telah dikembangkan untuk mengatur pembinaan kerukunan hidup umat beragama; mulai dari fasilitasi penyelenggaraan dialog antar umat beragama, penyiaran agama, pendirian dan penggunaan rumah ibadah, hingga pada dukungan pelaksanaan kegiatan keagamaaan. (t_bs)


4

Utama

www.bipnewsroom.info

Edisi 18

Tahun VI Oktober 2010

Anggota DPR RI Komisi I

Hayono Isman

Jangan Ada Semangat Pokoknya Agama tidak mengenal kekerasan, bahkan agama mengajarkan penganutnya untuk senantiasa menjaga toleransi. Termasuk dalam kehidupan beragama.

Begitu dinyatakan oleh Anggota DPR RI Komisi I, Hayono Isman ketika ditemui komunika. Bagaimana anda melihat konflik di masyarakat akhirakhir ini? Saya rasa kita harus melihat akar masalahnya. Jangan campur adukkan antara ibadah agama dengan kekerasan. Lagi pula kita harus proporsional agar bisa memilah apakah masalah yang muncul itu karena kebebasan beragama ataukah malah karena persoalan pembangunan rumah ibadah. Atau masalah ekonomi malah

dikaitkan dengan masalah kesukuan atau etnik. Hal ini penting dipahami agar tidak terjadi konflik yang tak perlu apalagi sampai berkepanjangan. Masalah pluralisme ini ketika menjadi agenda politik akan susah keluar untuk menemukan masalahnya. Jadi jangan terlalu dipolitisasilah. Agar upaya menjalankan agenda bangsa ini bisa berlangsung baik.

kekerasan dan konflik. Reformasi itu kan koreksi terhadap sesuatu. Idealnya memang koreksi jangan terlalu sering karena repot terhadap arah dan pencapaian bangsa ini. Memang saat ini pembangunan bangsa mundur dua puluh atau tiga puluh tahun ke belakang tertinggal dari negara tetangga. Tapi ini harga yang harus dibayar dan menurut saya tidak mahal karena melihat tujuan reformasi yang baik bagi negara dan bangsa ini ke depan.

Banyak yang menyatakan ini akibat refomasi? Ini yang perlu diluruskan. Reformasi bukan penyebab

Lantas apa akar masalah sesungguhnya? Saya melihat bahwa konflik bisa terjadi ketika ada

prasangka. Maksud saya bahwa ada orang-orang yang mempunyai prasangka buruk mengenai kelompok-kelompok lain, sehingga dialog antara mereka sulit berlangsung. Masing-masing kelompok menganggap bahwa kelompok lain mengganggap keompoknya yang paling benar. Solusinya? Jangan ada semangat pokoknya, sehingga dialog bisa terjadi. Saya menilai dialog perlu senantiasa dilakukan agar sejumlah masalah yang menjadi bahan perbedaan dan mengganjal bisa dicarikan jalan

keluar secara bersama. Ada baiknya jika setiap permasalahan diserahkan kepada masyarakat dulu untuk menyelesaikan. Untuk yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama kan ada forumnya FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama). Biarlah mereka berdialog dan menyelesaikan masalahnya. Pemerintah hanya memfasilitasi dengan menyediakan saranasarana kelembagaan yang menunjang dialog. FKUB itu kan salah satu sarana untuk penyelesaian suatu konflik sosial termasuk agama secara damai. (m)

Menimbang Budaya Sebagai Pemersatu “Mas kenal istilah tapal kuda kan?” cetus Sobirin (34) tukang becak yang mengantar saya menuju Pendopo Kabupaten Pasuruan. Tanpa menunggu jawaban saya, ia lantas menyebutkan istilah itu sering digunakan sebagai pengganti nama kawasan di Provinsi Jawa Timur, yang meliputi Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi. “Kita dicatat sejarah sebagai wilayah di Jawa Timur yang memiliki sejarah panjang pemberontakan,” kata Sobirin berlagak sejarahwan. Kisah Sobirin memang tidak terlalu jauh dengan kenyataan, pasalnya keberanian luar biasa adalah karakter masyarakat tapal kuda. Di Pasuruan, ada cerita rakyat yang populer dengan sebutan ”Sakera”. Pembangkang kompeni di ladang tebu yang kemana-mana membawa Clurit. Pembangkangan itu pun juga berpeluang memicu konflik antar warga. “Tak jarang simbol-simbol keagamaan atau budaya selalu dibawa untuk menjadi pembenar bagi terjadinya konflik,” tutur

Mustain Mashud, peneliti dari FISIP Universitas Airlangga Surabaya. Namun demikian, sesungguhnya konflik bisa diantisipasi asalkan setiap pihak bisa memilah dan menakar akar permasalahan sesungguhnya. “Disinilah pentingnya dialog antar umat beragama,” tandas Mustain seraya menambahkan bahwa keragaman budaya juga menjadi kendala tersendiri dalam mewujudkan kerukunan antar warga di Indonesia. Ketidakadilan Mantan Wakil Presiden, Muhammad Jusuf Kalla, menyatakan bahwa akar permasalahan konflik agama adalah ketidakadilan. “Jika melihat kondisi masyarakat saat ini, ketidakadilan secara ekonomi menjadi faktor terbesar terjadinya konflik agama,” tuturnya. Ia mengatakan, ketidakadilan ekonomi ini dapat membuat masyarakat mudah terpengaruh penyebab konflik. “Kemiskinan akan dapat menyebabkan orang tidak lagi memegang prinsip a g a m a d e n g a n b e n a r,

sehingga memiliki pemahaman agama yang melenceng jauh,” tuturnya. Akhirnya konflik agama justru berujung pada tindakan-tindakan kriminal dan bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tindakan tersebut tidak memiliki dasar prinsipil secara religius. “Ini adalah tugas dan tantangan terberat pemerintah dalam mengatasi konflik agama di Indonesia,” tandas Ketua PMI Pusat itu. Fasilitasi Dialog Menteri Agama, Suryadharma Ali, menyatakan keberadaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) memiliki peran penting dalam mewujudkan kerukunan agama dan menyejahterakan umat beragama. “Apalagi, FKUB ini dibentuk di seluruh provinsi dan kota atau kabupaten. Karena itu ada harapan yang tinggi dari semua pihak terhadap FKUB,” katanya. Memang FKUB diharapkan mampu memfasilitasi agar kerukunan umat beragama bisa terwujud dan terus terpelihara. Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, (PBNU) Ridwan Lubis. Ia menegaskan, FKUB memiliki peran

strategis dalam meningkatkan dan mewujudkan kerukunan umat beragama di Indonesia. Namun, ia pun mengungkapkan dalam praktiknya, FKUB masih menghadapi kendala terutama soal kelembagaan dan pendanaan. Saat ini, jelas Ridwan, FKUB belum memiliki ramburambu. Sehingga, dalam pelaksanaannya, selalu muncul multitafsir. “FKUB ini unik, ada desain dari pusat, namun bukan lembaga struktural.ke bawah dan koordi-nasinya bersifat konsultatif saja. Perlu penyamaan visi dengan membuat pedoman dan tata kerja,” katanya. Perankan Budaya Dinamika kehidupan masyarakat jelas tidak bisa dipisahkan dari budaya. Tidak berlebihan jika Menteri Kebudayaan dan Pariwisata J e r o Wa c i k m e n g a t a k a n budaya bisa menjadi alat pemersatu bangsa, karena melalui kebudayaan antarwarga masyarakat akan semakin akrab. “Untuk itu, setiap daerah perlu memperbanyak karnaval budaya, karena kegiatan

tersebut dapat memperkokoh persatuan bangsa,” katanya pada pelepasan karnaval budaya menyambut Festival Sriwijaya XIX Tahun 2010, di Palembang, pertengahan Juni lalu. Lebih lanjut menteri mengatakan budaya juga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan, karena mereka ingin mengetahui keanekaragaman budaya nusantara. Memang, diakui Sobirin, beberapa waktu terakhir konflik di kawasan tapal kuda relatif tidak terjadi. “Mungkin karena banyak aktifitas kebudayaan atau hiburan bagi warga, sehingga mereka bisa menikmati dan melepas emosi,” katanya seraya mencontohkan bahwa di Jember belum lama ini ada Jember Fashion Carnival yang diadopsi menjadi salah satu event di rangkaian acara peringatan Ulang Tahun Provinsi Jawa Timur. Tapi, bagi Sobirin, budaya dan agama hal yang berbeda. “Agama itu soal keyakinan, dan terkadang orang berani mati karena apa yang diyakininya,” tegasnya seraya menyelesaikan kayuhan terakhir di depan Pendopo Kabupaten Pasuruan. (m)


7

Tabloid Tempel

Edisi 18 Tahun VI Oktober 2010

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Ketika Bahasa Menyatukan Bangsa

6

Di Indonesia ini terdapat lebih dari 300 kelompok suku bangsa. Dalam satu pulau saja, ada beberapa suku bangsa sebagaimana di Papua terdapat sekitar 200 suku bangsa dengan beragam bahasa yang biasa dipakai sehari-hari. Ada suku Dani, Ayumu, Muyu, Marin, Enggros, Sentani Barat, Sentani tengah, dan Asmat. “Mereka memiliki bahasa sukunya. Dahulu kala sulit untuk mereka saling berkomunikasi. Namun dengan bahasa Indonesia akhirnya bisa mempersatukan dan memudahkan komunikasi antar mereka,” tegas Ronald. Pakar Pendidikan Malaysia di International Islamic University of Malaysia Prof. Dr. Sidek Baba menilai Indonesia, seperti negara Andalusia di masa lalu yang masyarakatnya banyak yang

menguasai berbagai bahasa namun tetap menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa utama seharihari. “Meskipun Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa, dan budaya, namun mereka mampu hidup secara damai dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa,” ungkapnya. Hargai Perbedaan Peran penting bahasa juga disampaikan oleh Dendy Sugono, peneliti pada Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional. Menurutnya keragaman bahasa yang ada di Indonesia harus dikembangkan secara serius. “Pembelajaran tentang bahasa harusnya sampai pada tujuan tersebut yakni membangun kesadaran bahwa ada banyak keragaman di Indonesia. Dan

setiap keragaman itu akan bisa dikenali dengan lebih baik, bila setiap bahasanya mampu dikenali,” ungkap Dendy. Bagi Dendy pemahaman atas keragaman bahasa merupakan awal tumbuhnya semangat menghargai perbedaan. Keragaman bahasa daerah di Nusantara, menurutnya tidak menjadi sarana untuk membedabedakan. “Sebaliknya, keragaman ini merupakan modal penting untuk memahami kebinekaan, merekonstruksi sejarah suatu suku, dan mengangkat budayakearifan lokal,” katanya. Sejalan dengan Dendy, pakar bahasa Universitas Mataram Mahsun menyatakan bahwa di balik keragaman bahasa daerah sebenarnya tersimpan sebuah persamaan. “Contohnya kata

”loro”, ”duo”, ”dua”, ”due”, yang merupakan kata dalam bahasa Jawa, Sumatera Selatan, Melayu, dan Komering. Katakata itu ternyata punya hubungan kekerabatan karena berasal dari bahasa Jawa atau Melayu purba, yakni ”roro”. Kemudian dalam perkembangannya terjadi peleburan huruf awal serta ada inovasi kata di tingkat lokal, jelasnya. Ancaman Kepunahan Namun dari sekian banyak bahasa daerah yang ada itu, lanjut Dendy, kondisinya tengah beragam. Ada yang masuk kategori aman, kurang aman, dan hampir punah. “Kategori kurang aman, itu bedanya hanya pada jumlah penutur yang berkisar antara 100 ribu hingga sejuta. Dan yang hampir punah, itu penuturnya tidak

Foto : Fouri

“Disini setiap pindah kampung, bapak bisa menemukan suku yang berbeda. Tak hanya dari adat istiadat juga bahasa,” kata Ronald (45), pegawai salah satu instansi pemerintah di Jayapura, Papua. “Karena itu, bahasa Indonesia jauh lebih banyak berkembang di sini,” katanya bangga, seraya menjelaskan bahwa tanpa ada bahasa Indonesia bisa jadi antar suku bangsa yang ada di Papua akan sulit berkomunikasi dengan baik.

kurang dari 40 orang. Bahkan ada satu bahasa di Maluku yang penuturnya tinggal satu orang saja,” jelas Dendy. Oleh karena itu, Kemendiknas tengah merancang pentingnya upaya pelindungan bahasa. Bagi bahasa yang mau punah, Dendy menyebut bahwa langkah pelindungannya hanya sebatas pendokumentasian. Setidaknya sebagai bukti sejarah bahwa bahasa tersebut pernah ada di Indonesia. Sedangkan pada kategori kurang aman dan aman, pelindungannya lewat kegiatan kebahasaan. “Tanpa ada pelindungan bahasa, bukan saja bahasa daerah, Bahasa Indonesia pun akan bisa punah sebab penuturnya makin berkurang. Dan itu tidak butuh waktu lama; tidak sampai seabad lagi akan sulit menemukan orang yang bisa berbahasa Indonesia,” tegas Dendy. Tentu tidak perlu lagi menunggu deklarasi ulang tentang bahasa, karan pendahulu kita telah menyatakannya pada 28 Oktober 1928 dengan slogan satu tanah air, satu bahasa, dan satu bangsa, yaitu Indonesia. (mbs)


FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo/ed/ama/10

Tradisi Menurut Silopis, yang saat ini

Menguatkan Ikatan Dengan Makan Patita Minggu (1/8) pagi, lebih dari 200 meja dengan hamparan daun pisang pada permukaannya telah tersusun di sepanjang Kapitan Ulupaha, Kota Ambon, Provinsi Maluku. Pada pukul 09.00 WIT, kelompok ibu-ibu dengan bungkusan dan panci-panci berisi makanan mulai datang ke tempat itu dan bergegas menata aneka jenis makanan yang mereka bawa di meja. Mereka umumnya mengenakan sarung dengan paduan kebaya Ambon atau baju tradisional serupa tunik dari bahan kain sarung motif kotak-kotak merah dan putih. Di antara mereka ada Mama Ona Sopacua (72) dan kawankawannya dari Desa Hunut yang antara lain membawa pisang rebus, kasbi (singkong), sayur daun kasbi, dan sejumlah masakan dari ikan yang disajikan dalam piring-piring

berhias. Ada juga nenek Silopis (77) dan kawan-kawannya dari Desa Seilale serta Elizabeth de Fretes (62) dan saudara-saudaranya yang membawa singkong, pisang rebus, sagu, tumis ikan batu-batu, tumis jantung pisang dan daun pepaya serta kohu-kohu (campuran ikan suwir, kacang panjang potong kecil, taoge, kepala parut dan bumbu). Sementara mereka sibuk menata makanan, orang-orang yang ingin menikmati aneka jenis makanan yang disajikan dalam acara makan patita atau makan bersama nasional mulai datang, sebagian berkeliling menyaksikan para ibu bekerja, sebagian dudukduduk saja di emper jalan. Pada siang hari hampir semua makanan sudah tersaji di meja, ada ubi, singkong, ketupat, keladi, sagu, pisang rebus, aneka jenis sayur serta ratusan piring, mangkuk dan wadah berisi macam-macam hidangan berbahan dasar ikan.

Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Maluku Syuryadi Sabirin yang dalam hal ini menjadi ketua panitia penyelenggara, sebanyak 2.010 jenis masakan berbahan dasar ikan dari 53 desa/kelurahan yang ada di Ambon dan Tual disajikan dalam acara makan bersama nasional itu. Orang-orang yang berkerumun di sepanjang jalan lokasi makan patita makin padat lepas waktu shalat dzuhur, mereka menunggu acara makan bersama dimulai untuk menikmati aneka makanan yang tersaji sambil duduk, berdiri, atau berjalan-jalan mengelilingi meja. Acara makan itu baru dimulai setelah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad membuka acara sekitar pukul 14.30 siang. Kedua menteri mencicipi makanan yang disajikan dalam

memiliki enam cucu dari kedua anaknya, makan patita merupakan tradisi lama masyarakat Maluku untuk berkumpul dan saling berbagi. “Sejak jaman datuk-datuk dulu sudah ada. Setiap ada acara, mau acara kampung atau gereja, kita pasti makan patita,” katanya. Oma Sopacua menambahkan, makan patita antara lain dilakukan saat Raja atau kepala desa mengakhiri jabatannya serta saat perlombaan olah raga atau tari. “Makanannya hampir sama, makanan khas Maluku, hasil bumi seperti singkong, sagu, pisang dan ubi, juga masakan ikan,” kata ibu dari 10 anak yang kini memiliki 30 cucu itu. Namun, menurut Liz de Fretes, makan patita di kampung biasanya dilakukan dengan duduk lesehan, dekat makanan ditaruh pada dedaunan yang dihamparkan di lantai. “Biasa di bawah dengan alas daun kelapa dan daun pisang,”

8

meja-meja panjang tersebut, diikuti ratusan orang yang memadati tempat itu. Dalam waktu kurang dari satu jam seluruh makanan yang tersaji habis, ibu-ibu pulang ke kampung mereka membawa wadah-wadah makanan yang telah kosong.

kata Liz yang siang itu mengenakan kebaya Ambon putih bermotif bunga-bunga kecil merah. Syuryadi menjelaskan makan patita tidak hanya dilakukan warga dalam satu kampung saja tapi kadang juga dilakukan masyarakat beberapa kampung. “Acara ini biasanya diprakarsai oleh raja atau masyarakat sendiri untuk berbagai alasan, dari sekedar kangen-kangenan sampai untuk memulihkan hubungan,” katanya. Menurut dia acara makan patita selama ini menjadi semacam perekat silaturahim bagi persaudaraan orang-orang Maluku yang terdiri atas banyak suku dan adat budaya. “Di sini ada banyak sekali suku dan budaya. Agama juga berbeda. Orang-orang dalam satu marga saja bisa beda agama. Ini menjadi salah satu perekat orang-orang bersaudara,” katanya. Orang Padang yang sudah 20 tahun menetap di Ambon itu mengatakan biasanya acara makan patita dilakukan dengan biaya swadaya masyarakat. “Mereka taruh makanan untuk makan patita. Kadang ditambah dengan dana kas desa,” katanya. Ia menambahkan hampir semua makanan yang tersaji dalam acara makan patita nasional kali ini juga disediakan oleh masyarakat desa, panitia hanya memberikan dana sekedarnya untuk membeli bumbu. Dia berharap acara makan patita nasional yang kali ini diselenggarakan dalam rangka “Sail Banda 2010” dapat menguatkan ikatan persaudaraan dan kebersamaan dari orang-orang yang menikmatinya. (ant)

Sampai di sini kita telah mencapai suatu kesadaran, betapa pentingnya sastra bagi manusia, bagi bangsa, khususnya bagi usaha meningkatkan kualitas manusia dan bangsa Indonesia untuk mencapai toleransi, keterbukaan, kesadaran akan pluralisme, kecerdasan dan kebijaksanaan. Soeria Disastra dalam Senja di Nusantara Wian (24) menebar kuntum bunga rampe di ruang tamu rumah. Gadis berkulit putih dan rambut lurus sepunggung itu tampak menjalani aktivitas setiap malam jumat dengan serius. Beberapa warga keturunan Tionghoa yang tinggal di Bandung juga melakukan hal yang sama. Konon, menebar bunga rampe diyakini bisa mempermudah rejeki. “Ini contoh pembauran tradisi masyarakat Sunda dengan Ti o n g h o a d a l a m k e h i d u p a n sehari-hari,” kata sastrawan dan budayawan Sunda keturunan Ti o n g h o a , S o e r i a D i s a s t r a . Menurut pria berusia 67 tahun itu, sebenarnya tradisi menebar bunga rampe adalah tradisi masyarakat Sunda. Namun banyak yang sudah

Kaskus.us

Bersatu dalam Sastra dan Budaya

diadopsi “Keturunan Tionghoa di Bandung juga menggunakan kain khas Sunda, samping atau sinjang. Padahal di Tiongkok tidak ada samping,” ujar pria yang terlahir dengan nama Bu Ru Liang ini. Penggabungan tradisi budaya Tionghoa dan Sunda juga terlihat dalam gerak, warna, kostum, dan instrumen kesenian. Misalnya Topeng Banjet, Gambang Kromong, Topeng Cisalak, dan silat (maen po) terlihat sarat dengan warna Mandarin. “Warna Tionghoa kental mempengaruhi tradisi Sunda, kita bisa liat pada musik, tari, dan kostum,” ujar Soeria. Belum lagi makanan capcay, siomay dan tahu atau tofu. Bersandung dengan tempe yang asli Indonesia, ternyata makanan itu juga banyak dikonsumsi masyarakat sehari-hari. Soeria Disastra memperkirakan saat ini jumlah warga keturunan Tionghoa mencapai 10 hingga 15 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan di Bandung jumlahnya kurang lebih sepersepuluh dari

jumlah penduduk Bandung. Kerja Budaya Pembauran budaya Sunda dan Tionghoa di Bandung tak lepas dari kerja keras Soeria Disastra. Dibalik kesederhanaanya Soeria bertekad membangun dunia baru yang menjalin kekeluargaan antara etnis Tionghoa dengan warga setempat. “Bersama kawan-kawan saya mengadakan kegiatan kebudayaan,” kata Soeria yang dianggap penyebar virus kebudayaan Sunda di kalangan etnis Tionghoa Priangan. Sejak 1995, Soeria mendirikan kelompok Paduan Suara Kota Kembang Bandung. Kelompok yang terdiri dari orang Tionghoa ini menarik perhatian karena kerap menyanyikan lagu tanah air dan senandung Kota Bandung. “Lagulagu itu merupakan pencerminan kerinduan isi hati yang terpendam bahwa kami juga bagian etnis Sunda di Bumi Parahyangan. Beberapa kalangan mengundang tampil. Bahkan kami selalu diundang

pada peringatan hari Bahasa Ibu dan HUT Kota Bandung,” katanya dengan dialek Sunda. Pada setiap pagelaran, Paduan Suara Kota Kembang Bandung selalu berusaha berkolaborasi dengan kelompok atau komunitas kesenian Sunda lainnya. Alat musik khas Tionghoa seperti kucheng (kecapi kuno tiongkok) dan yangching dikolaborasikan dengan gamelan dan kecapi dari Sunda. Kegiatan ini didukung oleh sejumlah pengusaha dan budayawan dari etnis Sunda dan Tionghoa. “Pertunjukan ini mendapat sambutan luar biasa dan dianggap sangat mengharukan karena belum pernah ada sebelumnya”, ujar Soeria. Soeria berpendapat, organisasi etnis Tionghoa yang paling sehat adalah organisasi yang mengedepankan prinsip berbaur dengan etnis non-Tionghoa. ”Baru kemudian bisa betul-betul jadi satu keluarga,” tambahnya. Kembangkan Sastra Tak hanya lewat seni musik, Soeria juga mendirikan Klub Pecinta Sastra yang menjadi wadah bersama seniman Sunda dan Tionghoa. “Dalam wadah ini kami berkomunikasi dalam bahasa Sunda, kami minta tokohtokoh Sunda tersebut untuk menjelaskan berbagai hal tentang bahasa dan kebudayaan Sunda, hal ini pengaruhnya sangat baik, kalangan sunda merasa senang atas perhatian dan minat kami,” ujar sastrawan yang kerap menerjemahkan cerita pendek Tiongkok ke dalam bahasa Sunda ini.

Soeria yang sejak kecil menyukai buku sastra Sunda dan Indonesia itu berusaha memupuk kebersamaan melalui sastra. Memang sastra Indonesia dengan Tioghoa tidak bisa mempengaruhi karena kendala bahasa. “Tetapi, sastra Melayu Tionghoa mempengaruhi sastra Indonesia. Meskipun tidak banyak, sebagian orang Tionghoa mengenal sastra Indonesia, sehingga di koran banyak yang menerjemahkan cerita rakyat atau puisi ke bahasa Tionghoa,”tambahnya. Bangun Kebersamaan Bersama beberapa rekannya, pada 2002 Soeria mendirikan Lembaga Kebudayaan Mekar Parahyangan. Lembaga itu menggelar lomba menulis Carpon Mini Sunda (Cerita pendek mini Sunda, red) yang dibukukan menjadi “Ti Pulpen tepi ka Pajaratan Cinta” (2002). Melalui tulisannya dalam prosa dan puisi yang sebagian di antaranya sudah dibukukan dengan judul “Senja di Nusantara, Antologi Prosa dan Puisi” pada 2004. Soeria terus gencar menyebarkan pemikiran yang mendorong pembauran di kalangan warga Tionghoa - Indonesia. Soeria pun menerjemahkan sejumlah puisi baru Tiongkok yang dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul “Tirai Bambu” (2006). Kerja budaya Soeria seolah ingin mengetuk pintu hati kedua etnis yang sama-sama hidup di Bumi Pasundan. ”Kami lahir dan dibesarkan di sini, berusaha di sini, dan mungkin menutup mata di sini,” kata sosok yang biasa disebut Seniman Pemersatu ini. (elvira)

5


Edisi 18

9

Opini

Tahun VI Oktober 2010

www.bipnewsroom.info

Tingkatkan Kesadaran Berbangsa Melalui Pendidikan Multikultural Siti Musdah Mulia Anggota DPR RI diperlukan kesadaran untuk mengakui dan menghargai perbedaan dan keberagaman budaya, etnis, kebangsaan, agama, bahasa, dan adat tradisi yang ada

Indonesia yang merdeka bukanlah negara yang berdiri di atas satu golongan, agama, atau suku tertentu saja. Indonesia berdiri dari beragam golongan, agama, dan suku yang hidup bersama dalam payung kebangsaan dan kemanusiaan yang satu. Gagasan tentang kesatuan bangsa itu dibakukan dalam dasar negara Pancasila. Konsep tentang kebangsaan sesungguhnya lahir dari kenyataan bahwa Indonesia memiliki masyarakat yang multi etnis, multi kultur, multi religi, dan multi bahasa. Secara filosofis, multikulturalisme adalah gagasan yang meyakini bahwa dalam realitas sosial terdapat keberagaman (diversity) atau kemajemukan (plurality). Pancasila merupakan perekat identitas bangsa sekaligus perekat keragaman agama, budaya, dan etnis. Ta k d i r p l u r a l i s m e i t u merupakan kekayaan bangsa ini meski di sisi lain pluralisme yang ada berpotensi menimbulkan masalah relasi identitas dan sosial. Pasang Surut Pancasila memadukan kekuatan nasionalisme, humanisme, dan demokrasi permusyawaratan dengan memegang teguh keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan cara itulah, Soekarno berhasil memberlakukan hidup bertolerasi dalam suatu negeri

kepulauan yang multikompleks Ia juga memajukan dengan mayoritas kaum muslim peradaban manusia Indonesia ini. Namun dalam perkembangan yang ditakdirkan bersuku-suku, k e m u d i a n P a n c a s i l a d a n beragam agama dan berbeda persatuan Indonesia melahirkan pandangan politik. Namun represi dan ancaman yang kondisi itu memerlukan restorasi b e r i m p l i k a s i p a d a d i s t o r s i nilai-nilai luhur Pancasila disertai kebajikan luhur. komitmen masyarakat politik, Persatuan yang dibangun masyarakat sipil, alim ulama, atas perbedaan dan demokrasi tokoh masyarakat, dan elemendiubah menjadi persatuan elemen bangsa lainnya untuk berdasarkan keseragaman dan mendukung terus kesepakatan sistem kekuasaan pada masa itu. orde baru. Pancasila bukan lagi Berkaitan dengan penyikapan simbol persatuan (sign of unity) t e r h a d a p p e r b e d a a n d a n melainkan simbol kekuasaan k e m a j e m u k a n b u d a y a h a l (sign of authority). Akibatnya yang perlu dilakukan adalah sekarang adalah meletupnya p e n g e m b a n g a n w a w a s a n adanya potensi konflik yang laten pluralisme dan multikulturalisme saat Indonesia menjalankan yang inklusif, toleran, dan sistem demokrasi. non-sektarian sebagai wujud Demokrasi dimaknai sebagai kebhinnekaan yang telah lama ruang kebebasan berekspresi diingkari melalui keseragaman bagi politikyang agak politik aliran yang dipaksakan. tersembunyi dan Pendidikan dibungkam di masa Pendidikan multikultural sebelumnya. Salah Multikultural harus diarahkan untuk satu indikasi yang Pendidikan melahirkan manusia bisa ditemui adalah m u ltikultural yang mempunyai bermunculannya menanamkan kemampuan kognitif, peraturan daerah kesadaran psikomotorik, serta bertendensi untuk mengakui memiliki sikap (afektif) syariah di era dan menghargai yang demokratis, otonomi daerah, perbedaan dan humanis, hingga berbagai keberagaman pluralis dan kekerasan yang budaya, etnis, adil. mengatasnamakan kebangsaan, suku atau bahkan agama, bahasa, agama. adat tradisi, jenis kelamin biologis, jenis Memaknai Ulang Pancasila kelamin sosial atau gender. Peradaban manusia, dalam Pendidikan multikultural sejarahnya, selalu dibangun di didasarkan pada pandangan atas fondasi saling memahami bahwa semua manusia memiliki yang solid di antara nuansa hak-hak asasi yang harus perbedaan yang menyehatkan. dipenuhi, baik oleh keluarga, Tendensi politik aliran sejatinya m a s y a r a k a t d a n n e g a r a . merupakan suatu keniscayaan Dalam hak-hak asasi tersebut sejauh eksistensi politik aliran terkandung pula kewajiban untuk itu tidak melemahkan bangunan melaksanakan tanggung jawab dasar demokasi, Pancasila dan sosial. Ringkasnya, pendidikan pluralisme. Politik aliran justru multikultural memperkuat rasa menjadi suatu kekayaan dan solidaritas dan tanggung jawab keniscayaan untuk memperkaya individual. Pancasila. Pendidikan multikultural

harus diarahkan untuk melahirkan manusia yang mempunyai kemampuan kognitif, psikomotorik, serta memiliki sikap (afektif) yang demokratis, humanis, pluralis dan adil. Secara nyata program pendidikan multikulturalisme bisa disesuaikan dengan latar belakang, karakteristik, dan kebutuhan komunitas lokal di daerah masing-masing. Materi program bisa dikemas dengan pengetahuan dan kompetensi interrelasi antarbudaya yang menekankan pada pembelajaran untuk tinggal dan hidup bersama dengan orang-orang yang berlatar budaya berlainan. Tentu untuk melakukan pendidikan itu juga memerlukan tenaga pendidik yang kompeten dalam menerjemahkan muatan etika relasi sosial, dan berfungsi sebagai role model yang nyata dalam menanamkan sikap tepa slira, toleransi, dan apresiasi yang inklusif pada anak didik. Tenaga pendidik juga harus mampu memberi teladan penegakan asas demokrasi yang mengakomodasi perbedaan. Kemasan lain yang bisa dikembangkan adalah programprogram pertukaran budaya (cross-cultural exchange program), seperti Program Schools Combat Racism di Amerika Serikat yang memfasilitasi komunikasi, interaksi, dan kerja sama di antara anak didik yang berasal dari kelompok etnis dan agama yang berbeda-beda. Intinya pendidikan multikultural adalah mengembangkan komunikasi dan dialog empatik mengenai keserupaan dan keragaman sehingga mampu mengeliminir bias, stereotip dan prasangka, yang pada gilirannya membuat kerukunan dalam kehidupan bersama lebih mudah terwujud. ***

Berharap Damai di Layar Kaca Misani P penyiar radio dan ibu rumah tangga Menyaksikan tayangan media akhir-akhir ini seolah menyaksikan kesan bahwa Indonesia tidak aman dan tidak nyaman. Begitu banyak keberingasan dipertontonkan. Mulai dari aksi kekerasan kelompok massa dan oknum aparat, hingga tindak kriminal yang disajikan secara detil seolah mendekati kejadian nyata. Dalam sebuah diskusi, saya pernah mendengar bahwa dari 10 tayangan berita di televisi swasta dapat dikatakan tidak ada satu pun yang membangun energi positif. Berita yang disuguhkan semuanya berbau kekerasan, anarki, bencana, dan konflik elite politik.Tak ada satu pun berita yang membangun sikap optimistis sebagai bangsa. Bayangkan kalau orang asing nonton berita tersebut. Dapat dipastikan kesimpulan yang muncul adalah Indonesia tidak aman dan nyaman. Itu pengaruh ke orang asing, namun dalam pandangan saya hal yang lebih mencemaskan adalah bagaimana dampak tayangan yang seperti itu ke kalangan anak-anak, yang akan menjadi

pewaris bangsa ini di masa depan? Sikapi Dampak Media massa termasuk televisi memang memiliki banyak manfaat bagi para penggunanya, tapi sadarkah televisi juga memiliki dampak negatif? Masyarakat menggunakan media sebagai suatu alat yang dapat menyajikan kebutuhan informasi dan hiburan. Penggunaan media memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari penggunaan media adalah dapat memperoleh informasi akan hal-hal baru, diversi, dan interaksi sosial. Sedangkan dampak negatif dari penggunaan media yaitu kekerasan, seksualitas dan kebencian. Disamping itu, tayangan maupun isi yang disajikan oleh media juga memiliki kemampuan dalam mengubah dan mempengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku seseorang. Media mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi perilaku antisosial dan juga terutama bagi perilaku anak kecil. Program TV yang mengandung kekerasan dapat menimbulkan perilaku yang sama dari penontonnya, begitu juga tayangan-tayangan yang berisi pornografi semakin meningkatkan perasaan negatif pria terhadap kaum perempuan. Sementara dampak media yang prososial

adalah timbulnya kerjasama, dan toleransi. Misalnya kampanye informasi untuk meyakinkan khalayak mengadaptasi perilaku sosial yang diinginkan. BIsa berupa kelas belajar jarak jauh atau pembelajaran dari menonton program hiburan. Sadar Potensi Televisi memiliki potensi besar untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat, terutama anakanak. Kalangan ini relatif masih mudah terpengaruh dan dipengaruhi. Hasil penelitian para ahli, banyak yang menyatakan bahwa tayangan televisi bisa mempengaruhi perilaku anak. Namun tidak sedikit juga yang menyebut bahwa tayangan televisi tidak berpengaruh apa pun. Satu hal yang menarik bahwa pengaruh negatif justru lebih dominan dipengaruhi oleh keharmonisan keluarga. Anak dari keluarga harmonis lebih memiliki penangkal tertentu dalam menyikapi tayangan televisi. Oleh karena itu penawar paling ampuh terhadap dampak negatif tayangan televisi adalah menciptakan keluarga yang harmonis. Namun jelas, hal itu tidak mengurangi tanggung jawab televisi untuk mendidik masyarakat dan anak bangsa melalui pemilihan acara yang tepat. ***


10

Daerah

www.bipnewsroom.info

Kibar Daerah

Toleransi Beragama di Puspowarno

Edisi 18

Tahun VI Oktober 2010

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

Ilustrasi

Sumater Utara

Papua

Jawa Barat

Jawa Tengah

Lintas Daerah Sumatera Utara

Galang Kemitraan Untuk Kamtibmas Sepanjang Jalan Puspowarno, Kelurahan Salaman Mloyo, Kecamatan Semarang Barat, berderet bangunan gereja dan masjid. Letaknya sangat berdekatan seolah berseling. Kerukunan hidup beragama di kawasan itu diyakini sudah berlangsung lama. Di perkampungan ini muslim dan umat kristen masih memelihara tradisi saling membantu dan menghargai antar umat. Hidup damai dan tentram antar umat berkeyakinan dan suku bangsa yang beda ternyata sudah terjalin lama di Kota Semarang, Jawa Tengah. Sejak abad ke 15, beragam agama dan suku bangsa antara lain

Pendeta Soedarno setiap setahun sekali mengaku menghadiri acara halal bihalal Hari Raya Idul Fitri yang diadakan Masjid Nurussaman. Bahkan ia mengaku selalu dilibatkan jamaah Masjid Nurussaman sebagai panitia pemotongan hewan kurban saat Hari Raya Idul Adha.

Cina, Arab, India, penduduk asli hidup berdampingan, saling menghormati satu sama lain dan berbaur dalam hidup sehari-hari . Kota Semarang memang tumbuh dari koloni muslim Tionghoa dan pribumi di Muara Kaligarang. Berdasarkan tulisan Robby Sidharta, itu terjadi saat garis pantai Semarang masih berada di kaki Perbukitan Simongan. “Semarang merupakan pelabuhan penting yang besar dan disinggahi para pedagang asing dari Melayu, Cina dan Belanda,” tulisnya. Toleransi kehidupan beragam itu terlihat saat pelaksanaan fogging atau pengasapan untuk mencegah berjangkitnya penyakit demam berdarah. Tak

hanya itu, banyak kegiatan gereja yang sering dilakukan bersama dengan jamaah Masjid Nurussaman. “Mulai pengobatan gratis bagi warga, penjualan sembako murah, hingga bantuan bagi warga yang membutuhkan. Pernah kami bersama memberikan bantuan makan gratis untuk tukang becak yang biasa mangkal di Jalan Puspowarno,” kata Pendeta Soedarno (52) yang juga menjabat Ketua RT 02/RW 04 Kelurahan Salaman Mloyo, Kecamatan Semarang Barat. Pendeta Soedarno setiap setahun sekali mengaku menghadiri acara halal bihalal Hari Raya Idul Fitri yang diadakan Masjid Nurussaman. Bahkan ia mengaku selalu dilibatkan jamaah Masjid Nurussaman sebagai panitia pemotongan hewan kurban saat Hari Raya Idul Adha. Keserasian ini jelas dirasakan oleh warga sekitar. Bagi Salimin (45), seorang janda yang penjual sayur sangat terbantu dengan situasi yang nyaman dan saling bantu itu. “Dari beras yang diberikan, saya sangat terbantu dengan pemberian tersebut dan dapat mengurangi beban hidup saya,” kata Salimin. Hal senada juga disampaikan Bejo (43), tukang becak yang biasa mangkal di depan Gereja mengaku sangat bersyukur setiap bulan mendapat bantuan, ”Ada dalam bentuk uang, pakaian bekas dan pernah diundang makan gratis tiga bulan sekali,” katanya. Bagi Indah Yulianti (35), Kepala Wanita Baptis Indonesia, pihaknya merasa nyaman dengan kehidupan antar umat beragama dan etnis di Semarang dan berkewajiban untuk terus menjaganya. “Kita terus menularkan sikap toleransi dan saling menghargai antar sesama manusia dengan melakukan berbagai kegiatan sosial untuk warga sekitar yang membutuhkan tanpa memandang agama dan suku bangsa,” tandasnya. (wiwiek)

Katakan Tidak

!

pada Narkoba

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Kominfo setempat menggelar dialog tentang pembangunan Sumatera Utara bersama kelompok strategis di Medan, Senin (11/10), sebagai upaya mempertahankan dan memelihara kamtibmas yang kondusif. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menangkal kejahatan, menggerakkan masyarakat membangun bersama untuk mencegah kejahatan, dan membangun kembali pertahanan Kamtibnas. Gubernur dalam sambutan tertulisnya yang disampaikan Pelaksana Kadis Kominfo, M. Ayub, SE, mengatakan harus ada kerjasama dan empati dari masyarakat dan pemerintahan dalam menegakkan kamtibmas “Masyarakat perlu bersama–sama menggalang kemitraan (partnership) untuk memelihara dan meningkatkan sistem keamanan dan ketertiban lingkungan tempat tinggal kita,” katanya. Adanya kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya, disebutnya, merupakan andil dalam menciptakan situasi dan kondisi Kamtibmas yang kondusif di lingkungan masing–masing, sehingga peran serta masyarakat dalam membantu tugas–tugas TNI/Polri dapat terealisasi dan terkoordinasikan dengan baik. Acara dialog ini didukung narasumber Kombes Pol Drs.H.Suwarno, MBA dan Prof. Dr. Hasan Basri, MA (Sekretaris MUI Sumut), yang dipandu oleh moderator Rakit Purba dari Lite FM Medan. (MC provsu/zoehdiey)

Jawa Barat

Perlu Upaya Bersama Wujudkan Bandung yang Kondusif Walikota Bandung H. Dada Rosada menegaskan bahwa untuk mewujudkan Kota Bandung yang kondusif, serta memberikan rasa aman, tentram, damai dan memberikan perlindungan pada siapa saja yang tinggal didalamnya, harus diupayakan secara bersama “Komitmen tidak cukup hanya datang dari institusi resmi terkait, tapi komitmen masyarakat pun tanpa kecuali mutlak diperlukan,” katanya saat menerima pimpinan kelompok bermotor Moonraker, GBR, dan Brigez di Balaikota Bandung, Selasa (19/10). Kehadiran tiga pimpinan club motor Bandung tersebut untuk beraudiensi dengan Walikota Bandung sekaligus menginformasikan keberadaan organisasinya dan meluruskan opini negatif yang melekat selama ini. Mereka juga menyatakan keinginannya dan siap mensukseskan berbagai program Pemerintah Kota Bandung. Merespons hal itu, Dada apresiatif bahkan berkenan menerimanya langsung diantara sejumlah tamunya yang menunggu, diantaranya dari Gabungan Artis dan Seniman Sunda (GASS) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). “Yang kita perlukan implementasinya di lapangan. Kita akan siapkan bantuan pendanaannya. Kita buat semacam kompetisi, Bandung mencari bakat. Siapa yang berprestasi mendapat apresiasi lebih besar, yang tidak tentunya akan tersisih,” kata walikota menambahkan. (Kota bandung/tohir)

Papua

Festival Seni Kreasi Papua XI Gubernur Papua Barnabas Suebu mengatakan bahwa untuk mempertahankan dan menunjukkan jati diri sebagai orang Papua, maka salah satu momentum penting yang perlu dipertahankan adalah terselenggaranya Festival Seni Kreasi Papua. Seni sebagai salah satu aspek dalam penyelenggaraan pembangunan kebudayaan dan menjadi primadona dalam memberikan informasi dan juga promosi keseluruh pelosok nusantara bahkan dunia, terutama informasi menyangkut jati diri sebagai orang Papua. “Untuk itu, kita perlu memaksimalkan seluruh kemampuan dan upaya agar seni budaya Papua dikenal dan dicintai oleh semua orang,” kata Gubernur dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Wagub Alex Hesegem, SE pada pembukaan Festival Seni Kreasi Papua XI Tahun 2010 di Biak, pekan lalu. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Papua menggelar Festival Seni Kreasi Papua XI Tahun 2010 di Biak selama empat hari dari 13 - 17 Oktober 2010. Kegiatan dipusatkan di Hanggar Cenderawasih Lanud Manuhua Biak. Gubernur juga menyebutkan bahwa penyelenggaraan Festival Seni Kreasi Papua yang dimulai tahun 2008 dan seterusnya akan dilaksanakan pada lokasi permanen, yaitu di Kabupaten Biak Numfor. Penunjukan Biak sebagai lokasi permanen untuk kegiatan Festival Seni Kreasi Budaya Papua dimaksudkan sebagai suatu strategi dalam mendukung upaya Pemerintah Provinsi Papua untuk mengaktifkan kembali Kabupaten Biak Numfor sebagai Kawasan Kapet dan juga sebagai upaya menjadikan festival budaya Papua sebagai daya tarik bagi para turis baik domestik maupun mancanegara. Gubernur Barnabas menghimbau kepada semua pihak mulai dari pemerhati, pelaku dan pemilik seni budaya Papua agar berpartisipasi aktif dan memanfaatkan peluang dalam penyelenggaraan baik Pesta Budaya maupun Festival Seni Kreasi Papua serta festival-festival budaya lainnya, sehingga mendapatkan nilai tambah yang dapat memberikan kesejahteraan. (Biak/mustakim)


Edisi 18

Tahun VI Oktober 2010

Kementerian Sosial Promosikan Kampung Siaga Bencana Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja serta dapat menimpa siapa saja. Atas dasar itulah, Kementerian Sosial mempromosikan program Kampung Siaga Bencana. “Pilot project telah dilakukan bersama Universitas Gajah Mada sejak 2006 dan telah diuji coba di beberapa kabupaten di Indonesia,” kata Mensos Salim Segaf Al-Jufri pada forum diskusi berita media massa pencapaian satu tahun dalam pembangunan kesejahteraan sosial di Jakarta, Selasa (19/10). Menurutnya, banyak warga yang belum pernah mengalami bencana, sehingga tak tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi darurat. Misalnya di wilayah sekitar Gunung Sinabung, Sumatera Utara, atau di Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat. “Untuk melatih tenaga yang siap terjun di masa darurat, maka saat ini sedang dirintis Tagana Centre yang berstandar internasional,” katanya.(Gs)

Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kinerja Sejumlah Kementerian Meningkat Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, terjadi peningkatan

Wajah Kita

dua kali lipat pencapaian kinerja sejumlah menteri kabinet dibandingkan evaluasi dua bulan sebelumnya. Di sela Raker Gubernur di Makassar, Rabu (20/10), Kuntoro mengatakan kemajuan yang menggembirakan itu berdasarkan evaluasi pada Agustus 2010. “Jadi dibandingkan pada evaluasi dua bulan sebelumnya, yakni Mei-Juni,” ujarnya. Sementara evaluasi terakhir, masih dalam tahap proses, yakni pada 30 Oktober 2010. Hasilnya, Kuntoro belum bersedia membeberkannya karena belum dibahas di rapat kabinet. Evaluasi diberikan berdasarkan capaian target per dua bulan. Capaian itu dibandingkan dengan target satu tahun. Jika suatu instansi bisa mencapai target 80 persen dari target satu tahun, maka dikategorikan sebagai sangat memuaskan. “Jika tidak, maka dia masuk dalam kategori kurang memuaskan. Alhamdulillah, capaiannya sudah memuaskan,” kata Kuntoro. (Ant)

Kementerian Hukum dan HAM Buka Law Center di Seluruh Provinsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) akan membuka Law Center di seluruh provinsi di Indonesia untuk lebih menggiatkan keterlibatan perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas pendidikan hukum. “Namun, saat ini baru 12 Law Center yang berdiri, karena memang tidak mudah untuk mendirikannya. Pendirian Law Center mensyaratkan kerja sama terlebih dulu antara

Cermin Wajah Dahulu kala, ada tempat yang dikenal sebagai Istana 1.000 Cermin. Seekor anjing kecil yang sedang gembira mengetahui tempat itu dan memutuskan untuk pergi ke sana. Ketika tiba di tempat, ia melompat dengan gembira menaiki tangga menuju pintu rumah. Dengan telinga terangkat tinggi dan ekor bergoyang-goyang cepat, ia membuka pintu dan melongok ke dalam. Menakjubkan, ia mendapati dirinya dikelilingi 1.000 anjing

11

Lintas Lembaga

kecil yang semuanya tampak bahagia dengan ekor bergoyanggoyang cepat. Dia tersenyum, senyum yang lebar, dan disambut dengan 1.000 senyuman lebar pula yang hangat dan ramah. Ketika ia meninggalkan istana, ia bergumam kepada diri sendiri, “Ini adalah tempat paling indah. Aku akan datang kembali dan akan sering mengunjunginya.” Seekor anjing kecil lain yang sedang bermuram durja juga mengunjungi istana tersebut. Ia

Kementerian Hukum dan HAM dengan perguruan tinggi setempat,” kata Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, di Yogyakarta, Senin (18/10). Menurut Patrialis sistem pendidikan hukum di Indonesia sudah saatnya tidak hanya diarahkan pada transfer of knowledge, tetapi juga pada sistem profesionalisme. “Pemerintah bersama kalangan perguruan tinggi menjadi harapan bagi pembentukan hukum di Indonesia ke depan. Fakta menunjukkan beberapa rancangan undang-undang yang dibuat dengan biaya mahal, dengan mudahnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK),” katanya. Ia mengatakan, hal itu menunjukkan baik secara substantif maupun sistem pembuatan undang-undang memiliki cacat hukum terutama dari perspektif konstitusional. Selain itu, ada ribuan peraturan daerah yang dibatalkan oleh pemerintah pusat, karena secara substantif dan formalitas peraturanperaturan tersebut cacat hukum. Padahal, berbagai peraturan daerah itu di antaranya dibuat dengan melibatkan perguruan tinggi yang memiliki fakultas hukum. “Peran perguruan tinggi tidak berarti kita menyalahkan semua kepada perguruan tinggi, tetapi ingin menggugah agar ke depan perguruan tinggi yang memiliki fakultas hukum wajib hukumnya membantu semua proses pembentukan peraturan perundang-undangan,” katanya. (Ant)

Badan Koordinasi Penanaman Modal Fasilitasi Lima Proyek Tingkatkan Daya Saing

perlahan-lahan menaiki tangga dan menundukkan kepalanya rendah dengan wajah gelisah. Ketika melongok ke dalam ruangan, ia melihat 1.000 anjing kecil yang berwajah tidak ramah menatap ke arahnya. Tak sadar ia menggeram pada mereka, dan sontak ia bergidik ngeri ketika melihat 1.000 anjing kecil lainnya menggeram ke arahnya. Ia pun bergegas pergi sambil berpikir, “Tempat ini sangat menyeramkan. Aku tidak akan pernah lagi kembali ke sini.” *** Semua wajah di dunia adalah cermin. Refleksi yang kita lihat di wajah orang yang kita temui, sejatinya adalah pantulan dari wajah kita sendiri. Jika kita sering memasang wajah angker, maka kita akan mendapati wajah-wajah angker mengelilingi tempat kita. Sebaliknya, jika kita sering memasang wajah ramah, maka wajah-wajah ramah pula yang akan hadir di sekitar kita. Namun kita sering lupa memandang seperti apa

www.bipnewsroom.info

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memfasilitasi percepatan pembangunan lima proyek untuk meningkatkan daya saing dalam penanaman modal tersebut, sebagai proyek kerja sama pemerintah dan swasta. Kelima proyek itu meliputi proyek pembangunan rel KA Band a r a S o e k a r n o - H a tta Manggarai, Pembangunan PLTU 3.000 MW di Jawa Tengah, Pembangunan Tol MedanKualanamu, Pembangunan pelabuhan terminal Cruise Tanah Ampo di Bali, serta pembangunan prasarana penyediaan air bersih di Umbalan Jawa Timur/Jatiluhur Jabar. “Selain itu BKPM juga meningkatkan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di bidang penaman modal yang meliputi pengadaan sarana dan prasarana penunjang penyelenggaraan PTSP,” kata Wakil Kepala BKPM Yusan Falam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (20/10). BKPM juga mengadakan pelatihan dan pendidikan PTSP di bidang penanaman modal, meningkatkan sosialisasi perijinan dan non perijinan, serta menyerdehanakan tata cara penanaman modal. “BKPM telah mendapat kepercayaan untuk membantu mempercepat realisasi proyek infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan pihak swasta. Ada nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Kepala BKPM tentang koordinasi fasilitasi dan pemberian dukungan pelaksanaan percepatan realisasi proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyedian infrastruktur,” kata Yusan Falam. Dalam MoU tersebut, tugas BKPM adalah mengemas

informasi tentang proyek infrastruktur yang siap ditawarkan sehingga menarik investor termasuk menetapkan proyek kerjasama pemerintah dan swasta (KPS). Proyek tersebut akan dijadikan proyek pionir dan target penyelesaiannya masing-masing proyek mulai dari penawaran hingga didapat sumber pendanaannya. Serta melakukan identifikasi investor yang memiliki potensial dan menawarkan proyek infrastruktur kepada investor tersebut.(mf)

ekspresi wajah sendiri saat kita memandang wajah orang lain. Kita gampang menyimpulkan orang lain tak ramah, tanpa pernah melihat apakah kita sudah memasang wajah ramah bagi orang lain. Kita juga mudah menuduh orang lain galak, kejam, judes, masam, tak bersahabat, tanpa mau tahu apakah wajah kita juga seamburadul mereka. Padahal wajah-wajah yang mengelilingi kita di tempat kita berdiri, adalah bayangan identik dari air muka kita sendiri. Sebagaimana cermin yang selalu jujur, wajah orang lain pun jujur memantulkan bayangan dari wajah kita. Jika kita menampilkan wajah apa adanya, yang polos dan tidak dibuat-buat, maka kita akan melihat pula wajah-wajah jujur, polos dan apa adanya di sekitar kita. Sebaliknya, jika kita memasang wajah palsu, gambaran wajah palsu pula yang akan muncul membayangi kita.

Cobalah sekali waktu amati wajah kita secara seksama. Tanyakan pada diri sendiri, apakah wajah yang kita miliki layak untuk ditampilkan kepada umum? Namun ingat, berusahalah untuk tampil sealamiah mungkin, tak usah mempercantik diri dengan polesan kosmetik dusta. Tak usah pula bertopeng sandiwara dan pura-pura, karena kepalsuan akan mendorong orang lain untuk memasang wajah yang sama di hadapan kita. Bergembira dan bersukacitalah, agar orang lain di sekitar kita turut berbahagia. Jika kita mampu menghadapi masalah dengan senyum, maka kita tidak akan pernah merasa takut berhadapan dengan dunia. Karena cermin wajah di hadapan kita akan senantiasa menampilkan wajah-wajah penuh gairah dan optimisme, yang dengan yakin menyatakan bahwa semua akan baik-baik saja. (gun).

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi Harapan Peningkatan Layanan Publik Asisten Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Drs. Sitorus Sinaga berharap adanya perubahan perilaku aparatur meliputi cara berpikir, sikap dan tindakan dalam memberikan pelayanan publik. “Ini penting karena pegawai negeri sipil adalah (PNS) adalah ujung tombak sebagai pelaksana pelayanan publik,” kata Sitorus pada sosialisasi Undang-Undang No.25 Tahun 2009 yang akan berlaku pada Juli 2011, di Hotel Madinah Banda Aceh, Rabu (13/10). Perubahan perilaku aparatur tersebut pada gilirannya diharapkan mampu meningkatkan pelayanan publik di Indonesia, dimana menurutnya tingkat pelayanan publik di Indonesia saat ini lebih rendah dari Vietnam. “Indonesia saat ini menduduki peringkat ke135 dari 150 negara,” katanya. (MC Aceh/nining)


12

Edisi 18

Tahun VI Oktober 2010

www.bipnewsroom.info

Menikmati Keberagaman di

Puja Mandala

Keterbukaan masyarakat Bali dan tingkat toleransi yang begitu tinggi tampak tercermin dari ungkapan Pulau Dewata. Selain alamnya yang elok, keramahan senyum warga Bali dapat ditemui hampir di setiap pelosok. Jutaan orang dari berbagai penjuru dunia yang pernah menginjakkan kaki di Bali pasti akan bisa menikmati jalinan hidup bersama antara pendatang dan penduduk. Tenggang rasa, saling memahami dan

menghormati seolah menjadi suguhan keseharian yang tetap terjaga dari waktu ke waktu. Di Bali keragaman hidup beragama juga tercermin dengan berdirinya lima tempat ibadah dalam satu komplek. Terletak di Desa Bualu, sekitar 12 km dari airport menuju Nusa Dua, komplek terdiri atas Masjid Ibnu Batutah, Gereja Kristen Protestan Bukit Doa, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Pura Jagat Natha dan Vihara Budhina Guna.

Kawasan bernama Puja Mandala itu mulai dibangun tahun 1994. Masing-masing tepat ibadah dibangun di tanah yang sama luasnya. Uniknya pembangunan itu sepenuhnya dilakukan oleh umat masingmasing agama. Dengan ketentuan tinggi bangunan harus sama. Sekalipun waktu penyelesaian masing-masing tempat ibadah tidak sama. Gereja Bunda Maria Segala Bangsa (Katholik), Jemaat

Bukit Doa (Protestan) dan Masjid Ibnu Batutah selesai pembangunannya tahun 1997. Sedangkan Wihara Budhina Guna (Budha) baru selesai tahun 2003. Namun demikian perawatan, perbaikan dan renovasi selalu dilakukan berkala, seperti pada bangunan gereja Katolik dan Wihara Budha. Meski berdampingan dengan tempat Ibadat umat lain, selama ini tidak pernah ada konflik yang disebabkan ketidakharmonisan

Foto : Agus SB antar sesama. Bahkan, jika ada kegiatan keagamaan dalam waktu yang bersamaan, umat disini saling berinteraksi satu sama lain untuk mempererat kerukunan. Sama seperti namanya Puja Mandala, hanya suasana damai dan sejahtera yang tercipta. Seolah menyajikan kembali semangat kebersamaan dalam keberagaman suku bangsa, agama, bahasa yang dicitakan pendiri bangsa. (Agus SB)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.