Edisi 16/Tahun VI/September 2010

Page 1

Bentuk Karakter Lewat Pramuka

Halaman

10

Gerakan Pramuka bisa menutup jalan bagi anak-anak dari perilaku negatif seperti tawuran, berkelahi, atau bahkan menghindari narkoba. Tak berlebihan jika pemerintah berupaya untuk "menghidupkan" kembali.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh

Bangun Empat Pilar Karakter

Halaman

4

Kalau kejujuran, tanggung jawab, dan karakter positif lain bisa keluarga, sekolah, masyarakat dan media maka pembangunan karakter generasi muda bangsa akan mudah diwujudkan.

foto: bipnewsroom.info

Edisi 16/Khusus/ Tahun VI/September 2010

Membangun Karakter Bangsa Waktu bergerak, jaman berganti. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan gelombang globalisasi, banyak pihak mengkhawatirkan kecenderungan menipisnya nilainilai kebangsaan dan karakter manusia Indonesia sebagai bangsa. Hal yang paling sering ditemukan bahwa sebagian sebagian anak bangsa lebih mengagumi kiprah bangsa lain dan menganggap bangsa sendiri bermartabat rendah. Sebenarnya bangsa Indonesia memiliki karakter yang bisa dibanggakan. Karakter itu bersumber dari local wisdom seperti semangat gotong-royong, kebersamaan, dan sopan santun. Namun bukan hanya nilai-nilai positif kemasyarakatan saja, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa karakter yang perlu dibangun adalah karakter yang unggul dan mulia. "Kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti dan berperilaku baik," jelas Presiden dalam dalam sebuah kesempatan.

maupun kolektif. Karakter sebagai bangsa sering Sejalan dengan itu, Menteri Pendidikan terlihat dalam nilai-nilai pribadi yang melekat secara Nasional Mohammad Nuh menyatakan jika karakter kolektif, mulai dari keluarga, kelompok masyarakat, bahwa dari taman kanak-kanak hingga tidak terbentuk hingga Indonesia secara bangsa dan negara. perguruan tinggi memiliki peran penting sejak dini maka Karakter bangsa harus menjadi pondasi dalam sebagai agen penyebar virus positif terhadap akan susah untuk pembangunan masa depan bangsa dan Negara. karakter dan budaya bangsa.“Pendidikan mengubah karakter Bangsa yang berkarakter artinya bangsa yang karakter harus dimulai dari SD karena jika seseorang, memiliki kepribadian, konsep atau watak. Artinya, karakter tidak terbentuk sejak dini maka moralitas setiap anak bangsa agar hidup sesuai akan susah untuk mengubah karakter tuntunan hukum, peraturan, dan adat kebiasaan yang baik, seseorang,” kata Mendiknas pada seminar nasional sebagai bangsa yang beradab. Terkadang karakter individu “Pendidikan Karakter Bangsa”di Universitas Negeri Medan, yang kuat akan menginspirasi perilaku anggota masyarakat Sabtu (15/5). lainnya untuk ikut serta melakukannya. Keberhasilan sebagai bangsa yang berkarakter adalah Oleh karena itu, dalam pembentukan karakter bangsa memberikan citra diri yang positif dalam pembentukan perlu dikembangkan kebanggaan atas bangsa sendiri dan sumber daya manusia seutuhnya serta identitas bangsa penghargaan atas kebersamaan serta kerja keras setiap yang intelek sehingga mampu menyejajarkan diri dengan pihak untuk menjalankan peran masing-masing dalam negara-negara lain. kehidupan berbangsa dan bernegara. (m) Karakter pada dasarnya memiliki dua sisi yaitu individual

RENCANA INDUK PENGEMBANGAN

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

Kementerian Pendikan Nasional, 2010

“…pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagianbagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita..” Ki Hajar Dewantoro


2

Beranda

www.bipnewsroom.info

Edisi 16

Tahun VI September 2010

Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa

Tak Kenal Berhenti Membangun Karakter Bangsa Keberadaan karakter bangsa memang amat penting. Semua komponen bangsa menginginkan setiap anak bangsa berakhlak mulia, berbudi pekerti, dan berperilaku baik, serta memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Bangsa yang berkarakter unggul, di samping tercermin dari moral, etika dan budi pekerti yang baik, juga ditandai dengan semangat, tekad, dan energi yang kuat, dengan pikiran positif dan sikap yang optimis, serta dipenuhi rasa persaudaraan, persatuan dan kebersamaan yang tinggi. Kisah negara-negara maju menunjukkan bahwa keberhasilan mereka didukung adanya karakter bangsa yang kuat. Bangsa Jepang, Korea dan China, misalnya, mampu mengembangkan kemajuan dengan karakter masyarakat yang bekerja keras, disiplin, dan konsisten dalam bersikap. Begitu pula dengan Amerika Serikat, yang mengembangkan budaya trust (saling percaya) untuk menjadi adidaya. Tak berlebihan jika Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia pernah mencanangkan program pembangunan watak bangsa atau Nation and Character Building (NCB). Program itu dimaksudkan untuk memperkuat jati diri bangsa Indonesia. Istilah NCB dicetuskan agar bangsa Indonesia memiliki penanda ketika berdampingan dengan bangsabangsa lain di dunia. Penanda yang berupa ciri, watak, atau karakter yang membedakan dengan bangsa lain. Sebagaimana perkembangan sebuah bangsa, karakter akan senantiasa mengalami perkembangan. Melihat karakter bangsa memang tidak bisa kaku. Apalagi dewasa ini agak sulit membuat batas antara karakter bangsa Indonesia dan bangsa lain. Bahkan dewasa ini, untuk sekadar membedakan karakter antara bangsa timur dan bangsa barat bukanlah hal yang mudah. Pengaruh globalisasi sudah memengaruhi setiap anak bangsa. Kini revitalisasi pendidikan karakter kembali dilakukan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Kepribadian yang Hilang

Cermin Pribadi Bangsa Indonesia

Saya melihat karakter bangsa ini sudah tidak terlalu jelas lagi. Kehidupan berbangsa dan bernegara seolah kehilangan acuan. Masingmasing pihak berkeras dengan keinginan dan kemauan sendiri. Semua berusaha memenuhi kepentingan sendiri. Saya melihat nilai-nilai kebangsaan sudah banyak dilupakan. Arti bangsa hanya muncul dalam ritual seremoni belaka? Rasanya sulit menemukan kepribadian Indonesia di tengah globalisasi dan teknologi. Semodern apa pun kita, kita masih wajib mengamalkan nilai-nilai kepribadian bangsa dalam kehidupan kita seharihari. Karena kita adalah generasi penerus bangsa, penerus bangsa yang menjadi masa depan bangsa Indonesia, dan membawa nasib bangsa Indonesia.

Isi Pancasila sudah merupakan cermin kepribadian bangsa dan rakyat Indonesia, dan sebagai dasar negara Pancasila tidak perlu diragukan lagi, kenapa harus mempermasalahkan? Walau Pancasila lahir Tahun 1945, bukan berarti setiap tahun harus direvisi untuk disesuaikan dengan perkembangan jaman, yang mengatakan tidak relevan Pancasila dengan kehidupan bangsa sekarang ini. Pancasila adalah merupakan kesepakatan para pendiri bangsa Indonesia dari segala suku, agama dan golongan dari Sabang sampai Merauke. Pancasila juga alat untuk keamanan dan kemakmuran bersama untuk masyarakat Indonesia. Hanya saja implementasinya belum bisa dilaksanakan sebaik-baiknya, karena Keadilan dan Kemakmuran bagi Seluruh Rakyat Indonesia belum juga terwujud sampai saat ini. Pancasila juga merupakan kepribadian seluruh Rakyat

desain: ahas/danang foto: bf-m, danag

Fitrotul via bip@depkominfo.go.id

telah merencanakan sekaligus memberikan grand Cara membentuk karakter bisa dimulai dari design program pembangunan karakter sebagai keluarga dan masyarakat. Dalam keluarga program nasional. Presiden meminta agar orang tua merupakan significant others bagi pendidikan karakter bangsa lebih ditingkatkan anak-anak dan remaja. Segala tindak tanduk agar generasi muda Indonesia lebih beretika dan orang tua akan diikuti oleh anak-anak mereka. berbudi pekerti. Langkah besar yang diharapkan Orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya. bisa menunjukkan citra dan jati diri bangsa di Dalam masyarakat, karakter yang diajarkan tengah pergaulan dunia. dalam keluarga akan diselaraskan agar sesuai Pembentukan karakter bangsa menjadi hal dengan panduan kehidupan bersama yang telah yang sangat mendesak untuk dilakukan. Bagi disepakati. anak bangsa, pembentukan watak Dunia pendidikan pun bisa atau karakter bangsa ditujukan menjadi motor penggerak untuk untuk mencapai kemajuan, memfasilitasi pembangunan Pembangunan karakter meningkatkan kecintaan, rasa karakter, sehingga anggota bangsa belum selesai. hormat dan memelihara bangsa masyarakat mempunyai Proses itu akan terus dalam pergaulan dunia. kesadaran kehidupan berbangsa berjalan dan tidak akan Upaya terus menerus itu dan bernegara yang harmonis pernah berhenti. diperlukan agar bangsa kita dan demokratis dengan Ini adalah pekerjaan menjadi bangsa yang memiliki tetap memperhatikan norma seumur hidup. karakter yang kuat, bukan hanya masyarakat. Akan tetapi, polesan belaka. Tentu, yang pendidikan karakter tidak terbaik memang setiap anak boleh sekadar pengetahuan bangsa harus memiliki kesadaran yang bersifat kognitif maupun tanpa harus diajari oleh pemerintah atau oleh emosional belaka, tapi harus diupayakan bisa negara. Setiap anak bangsa harus bisa bergerak menggerakkan kemauan dan kesanggupan melakukan sesuatu yang positif dan pemerintah setiap anak bangsa untuk mengubah bangsa ini cukup mendorong dengan memberikan iklim agar lebih maju, bermartabat dan sejajar dengan yang kondusif. bangsa lain di dunia. Oleh karena itu dibutuhkan keterlibatan Sampai saat ini pembangunan karakter semua komponen bangsa dalam menyukseskan bangsa belum selesai. Proses itu akan terus prosesnya. Melalui pendidikan, khususnya berjalan dan tidak akan pernah berhenti. pendidikan kewarganegaraan atau civic Pembentukan karakter adalah pekerjaan seumur education, pembangunan karakter bangsa itu hidup agar menjadi pribadi seutuhnya melalui dapat dimulai. bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan, Pembangunan karakter bangsa juga tidak serta keteladanan. dapat dilepaskan dari lingkungan sosial dan Membangun karakter bangsa yang kuat sistem nilai budaya sebagai wadah pembentukan dan unggul, maju, bermartabat dan sejahtera karakter bangsa. Keluarga dan masyarakat memang bukan pekerjaan setahun dua tahun. yang merupakan lingkungan tumbuh dan Ini adalah pekerjaan lintas generasi yang akan berkembangnya generasi muda memiliki peran senantiasa aktual untuk dikembangkan dan yang lebih penting dalam proses pembentukan disempurnakan. Dan, tentu saja, melibatkan karakternya melalui agama dan norma-norma setiap anak bangsa! (m) sosial yang dianut.

Indonesia. Hanya saja nilai-nilai luhur itu sudah sangat pudar, terkikis oleh perilaku yang hanya mementingkan aspek ekonomi dan gaya hidup modern yang buruk. Herman via bip@depkominfo.go.id

Ideologi Sendiri Ideologi membentuk arah bangsa dan menjadi pembeda dengan bangsa lain. Namun sayangnya bangsa kita lebih menggemari ideologi milik bangsa lain. Banyak hal-hal yang kaitannya dengan pola modernitas diadopsi begitu saja, dan ternyata tidak layak diterapkan di negeri ini. Akibatnya identitas sebagai bangsa hilang. Seandainya saja ideologi bangsa ini masih dipegang kuat maka bukan tidak mungkin Indonesia bakal menjadi bangsa yang sangat bermartabat. Andrian F. via bip@depkominfo.go.id

Terapkan dalam Keseharian Dalam suatu kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perdebatan tentang tepat atau tidaknya Pancasila sebagai dasar negara, dihentikan saja. Pancasila telah menjadi nilai-nilai dasar kehidupan bernegara sejak masa kemerdekaan. Pancasila saya rasa masih relevan sekali untuk kelangsungan bangsa Indonesia, karena nilainilai yang terkandung didalamnya sangat mencerminkan budaya dan pedoman kita sejak hasil kemerdekaan. Tidak bisa begitu saja mengganti dasar negara ini, memang perubahan diperlukan tetapi sangat tidak efektif menimbulkan pro kontra dan beradaptasi dengan pengganti Pancasila Sekarang, bagaimana Pancasila bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari orang Indonesia? Dalam pandangan saya, kalau sila pertama Ketuhan Yang Maha Esa saja warga negara Indonesia paham dan mengerti

serta menjalankannya, saya yakin dan percaya indonesia akan makmur tentram dan sejahtera. Jangan sampai terulang lagi dalam pendidikan kita. Dulu ada pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) terus diganti PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Terus jadi PKN saja. Pancasila-nya hilang. Edwin via komunika@bipnewsroom.info

Butuh Kebanggaan Bersama Sebagai negara sudah selayaknya memiliki kebanggan bersama. Kebanggan mencerminkan cara berfikir masyarakat, bangsa dan negara untuk mencapai tujuan bersama. Apa yang bisa kita banggakan dari NKRI tercinta ini? Ini yang perlu dicari dan dikembangkan agar kita masih menyadari sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Ayin via komunika@bipnewsroom.info

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Liestya; Elpira Indasari N; Taofik Rauf; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. e-tabloid komunika: www.issuu.com/komunika Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 16

Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa

Menemukan Kembali

Karakter Bangsa

foto: rama

"Membentuk karakter bangsa dan karakter para anak-anak didik kita bukan setiap tahun atau setiap semester. Tapi setiap hari harus melalui praktek seperti dalam pengambilan keputusan," ucap Wakil Presiden Boediono

pekerjaan rumah kita bersama. Pemerintah, masyarakat, DPR, penggiat budaya harus melakukan bersama. Dalam situasi arus globalisasi seperti ini jangan sampai karakter bangsa nasional tinggal kenangan," kata Wapres. Membumikan Pancasila Untuk menanamkan karakter bangsa, menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Ir Rully Chairul Azwar Indonesia harus melakukan reformulasi nilainilai yang terkandung dalam Pancasila. “Kita berharap nilai Pancasila tetap terjaga sejalan dengan dinamika masyarakat dan kemajuan ekonomi,” katanya. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Abraham Liyanto mengatakan, saat ini pengamalan Pancasila harus diubah, dalam arti jangan lagi hanya sekedar dihapalkan, tapi dipraktikan dalam perbuatan dan dicontohkan secara konkret dalam perilaku sehari-hari. “Misalnya apabila berbicara soal keadilan, harus ditunjukkan seperti apa keadilan itu dalam praktik kehidupan sehari-hari,” katanya. Revitalisasi Karakter Bangsa Pemerintah bersama Komisi X DPR telah sepakat merevitalisasi karakter bangsa dan budi pekerti dengan menggali kembali rumusan dan konsep pembangunan karakter bangsa. “Dibutuhkan pendekatan yang ideal, dan pembinaan dapat dilakukan dengan pembiasaan baik di sekolah, di rumah maupun dalam pergaulan di masyarakat sehari-hari,” kata anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati. Masalah karakter bangsa, menurut Reni, merupakan perilaku dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari, persoalan yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana hal itu diimplementasikan. “Misalnya guru di sekolah, bukan hanya berkewajiban memberikan pelajaran pokok, tapi juga memberikan teladan,

menanamkan budi bekerti kepada anak didik melalui perbuatan dan ucapan.” katanya. Sementara Wakil Ketua MPR Meilani Leimena Suharli mengakui pelajaran di sekolah kurang mengajarkan masalah moral. Dampaknya sangat besar yakni anak didik mengalami degradasi moral, sehingga pendidikan moral perlu ditingkatkan dan hendaknya guru di sekolah menyelipkan pelajaran budi pekerti pada setiap mata pelajaran. “Bila ini diterapkan, kita berharap akan tercipta anak yang berkarakter baik,” ujarnya. Sinergi Berbagai Sektor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono menilai upaya pembangunan dan

www.bipnewsroom.info

pembentukan karakter bangsa mulai melemah. "Oleh karena itu untuk membangkitkan kembali nilai-nilai perjuangan bangsa yang tanpa pamrih sangat penting agar menemukan kembali jati diri bangsa," kata Agung Laksono. Kementerian Pendidikan Nasional telah menyusun desain besar pendidikan karakter bangsa. "Konsep ini akan segera diimplementasikan pada tingkat satuan pendidikan. Ditargetkan, seluruh satuan pendidikan telah mengembangkan pendidikan karakter bangsa pada 2014," kata Mohammad Nuh. Pendidikan dinilai Nuh bisa menjadi motor penggerak utama dalam membangun karakter bangsa. "Tinggal mendorong dan menularkan apa yang telah dikembangkan dunia pendidikan dan masyarakat," tegas Mohammad Nuh. Keteladanan Upaya penerapan karakter bangsa di berbagai bidang sudah selayaknya tidak sekadar teori moral saja, namun harus ada contoh dan teladan dari semua pimpinan baik di keluarga, masyarakat maupun pejabat negara. “Termasuk nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila. Kalau kita bicara Pancasila yang memiliki nilai moral yang baik untuk bangsa Indonesia, maka para pemimpin harus mencontohkan di dalam perilaku kesehariannya,” tambah Rully Chairul Azwar. Bagaimanapun, nilai–nilai Pancasila masih relevan dengan dinamika masyarakat, seperti adanya gotong royong, tepo seliro, tenggang rasa, dan welas asih. Namun harus diletakkan pada tempat yang tepat karena masyarakat saat ini berpikir secara keekonomian

dan materialistis. Kembali ke Budaya Wakil Presiden Boediono mengatakan, kebudayaan bisa menjadi salah satu alat untuk membangun karakter bangsa yang sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia. "Karena suatu bangsa tanpa kebudayaan tidak akan mempunyai arah," kata Wapres Boediono. Oleh karena itu, Boediono mengajak budayawan bersama pemerintah ikut membangun karakter bangsa dengan lebih fokus pada generasi muda. "Membangun karakter bangsa bukan hanya tugas satu kelompok, tetapi juga harus melibatkan secara bersama dan berkesinambungan," katanya. Wapres Boediono menyatakan, pembentukan watak dan karakter bangsa, tidak cukup hanya dengan ajang pendidikan di lingkungan pendidikan dan akademik, melainkan juga dengan berbagai ajang pemahaman yang menyeluruh. Mulai dari agama, budaya, film, seni, bahasa, arkelologi, sejarah, musik, teater, media massa, wayang, museum, teknologi dan politik. "Tidak bisa karakter bangsa diarahkan hanya dengan ajaran pendidikan belaka, akan tetapi menyeluruh, mulai dari pembelajaran di sekolah, agama, kebudayaan dan aspek seni lainnya seperti dalam seminar," tandas Boediono. Kalau itu berhasil, menurut Boediono, maka akan mendorong semua lini, semua elemen masyarakat untuk bisa membentuk karakter bangsa yang baik, yang diperoleh dari berbagai nilai budaya, agama maupun nilai-nilai lain, terutama Pancasila.(th)

Mulai 2012 Sudah Berjalan foto: bipnewsroom.info

Amjani (40) mengaku prihatin bahwa bangsa ini mulai luntur identitasnya. Ketua KIMTAS Suling Kerabau, Sanggau Kalimantan Barat ini menilai banyak tindak kekerasan dan berbagai perilaku warga yang tidak mencerminkan karakter bangsa. "Gara-gara hal sepele banyak pertengkaran, mana musyawarah dan kesantunan yang menjadi ciri khas bangsa ini. Padahal katanya bangsa kita adalah bangsa yang besar," katanya. Indonesia memang memiliki banyak potensi untuk menjadi sebuah negara besar di dunia. Kekayaan alam, budaya dan sumberdaya manusia Indonesia sungguh merupakan karunia luar biasa. "Namun harus disadari bahwa kekayaan alam, budaya, sumberdaya manusia, maupun sejarah dan tradisi yang agung tidak serta merta menjadikan suatu negara secara otomatis menjadi jaya," kata Menteri Agama Suryadharma Ali. Menurut Menag, masih banyak tantangan dan permasalahan yang harus diperbaiki, mulai dari perbaikan bidang ekonomi, hukum pendidikan, sosial, politik, budaya, sampai masalah moralitas dan integritas bangsa. Kondisi itu dinilai pengamat politik Arbi Sanit terjadi karena banyak perilaku manusia Indonesia tidak mencerminkan seperti yang terdapat dalam ideologi negara Indonesia. "Pancasila harus diimplementasikan dalam berbagai bentuk perbuatan, dan bukan sekedar menjadi topik pembicaraan di berbagai tempat sebagai dasar negara dan landasan ideal suatu bangsa," katanya. Wakil Presiden Boediono mengakui untuk memperbaiki masalah itu tidak bisa hanya dilakukan diskusi atau dialog, juga harus mampu dirumuskan secara proporsional serta menjalankan secara bersamasama. "Kepedulian membangun karakter bangsa merupakan

3

Utama

Tahun VI September 2010

Freddy H. Tulung. Kepala Badan Informasi Publik Kementerian Kominfo.

Program Pendidikan Karakter sejatinya bagian dari upaya membangun nilainilai yang umum diterima secara luas oleh masyarakat, antara lain: kejujuran, disiplin, dan kebersihan. Sementara karakter yang bersifat kearifan lokal tetap diakomodasi melalui pendidikan yang spesifik di tiap daerah. "Karakter di sini adalah yang bersifat common sense. Tentu tetap dibingkai dengan karakter yang sifatnya merupakan kearifan lokal," kata Menteri Pendidikan Nasional. Setiap orang akan dinilai

dari karakternya. Karakter merupakan nilai personal yang menunjukkan kelebihan budi perkerti. Karakter pada dasarnya dibentuk secara sosial. “Ketekunan, keteguhan, tanggung jawab, kerja keras dan nasionalisme merupakan karakter bangsa yang perlu dibangun,” kata Kepala Badan Informasi Publik Kementerian Kominfo, Freddy H. Tulung. Oleh karena itu , pendidikan karakter bangsa sangat penting dibangun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. "Sebab berbagai masalah yang kita hadapi selama ini, terutama menyangkut berbagai perilaku masyarakat dan pemimpin, maka semuanya bermuara pada karakter," tambah Freddy. Telah Siap Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional telah membentuk master trainer yang diharapkan melatih para

guru dalam implementasi pendidikan karakter di tingkat sekolah. "Para guru, kepala sekolah, dan pengawas diharapkan bisa menghidupkan atau menjadi pionir pendidikan karakter bangsa di satuan pendidikan," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas Mansyur Ramli. Mansyur optimistis pendidikan karakter dapat segera diimplementasikan pada satuan pendidikan. Sekurang-kurangnya, 25 persen satuan pendidikan mulai menerapkan pada 2012. Menurut Mansyur, hampir semua perguruan tinggi telah mengembangkan pendidikan karakter bangsa.Berbagai satuan pendidikan, menurut dia, juga telah menerapkan pendidikan karakter bangsa dengan bermacam cara seperti kantin kejujuran di sekolah, melalui nilai-nilai keagamaan dan budaya. (m/ berbagai sumber)


4

Utama

www.bipnewsroom.info

Edisi 16

Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh

“Bangun Empat Pilar

foto: qemi

Karakter Bangsa”

dan kepahlawanan bukanlah sekadar pengetahuan dan pemahaman, lebih dari itu, karakter hanya bisa ditemukenali melalui penghayatan emotif,” katanya.

Pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini tidak akan mudah untuk mengubah karakter s e s e o r a n g . B an yak p ihak berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa. Namun, pendidikan karakter hanya akan menjadi wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan nasional. Bahkan, pendidikan karakter yang dipahami secara parsial dan tidak tepat sasaran justru malah bersifat kontraproduktif bagi pembentukan karakter anak didik. Pendidikan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh. “Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Dan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh

karena itu pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut,” kata Menteri Pendidikan Mohammad Nuh. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangan personal. Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi suatu keharusan, karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas tapi juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, “Sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun masyarakat pada umumnya,” jelas Menteri Pendidikan. Bangun Watak Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat. Peserta dididik agar berkembang potensinya secara kreatif dan mandiri, cerdas dan beriman, berakhlak mulia, serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. “Istilah pendidikan karakter sendiri telah digunakan oleh Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Beliau menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya memajukan budi pekerti, yakni kekuatan batin dan karakter, pikiran dan tubuh anak. "Kesemuanya tak bisa dipisahkan demi kesempurnaan hidup anak. Jika mengacu pada pengertian pilar pendidikan UNESCO ada learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together,” jelasnya Menurut Nuh, dalam dunia pendidikan formal, pendidikan karakter seringkali diberikan melalui contoh keteladanan dan kepahlawanan. “Siswa memahami karakter dalam diri teladan dan pahlawan. Akan tetapi nilai keteladanan

Tahun VI September 2010

Empat Pilar Menurut Menteri Pendidikan Mohammad Nuh, ada empat pilar untuk membangun karakter bangsa yang meliputi dimensi jujur dan tanggung jawab, dimensi berpikir, dimensi rasa, dan dimensi raga untuk terciptanya karakter sempurna di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Berbagai ketimpangan yang terjadi di tanah air karena

Pembangunan karakter menjadi suatu keharusan, karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas tapi harus berbudi dan santun

hilangnya rasa kejujuran dan tanggung jawab, dan untuk itu sifat tersebut harus ditanamkan ke semua orang baik terhadap anak didik, pekerja dan pemimpin,” katanya. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam dimensi berpikir, ada dua hal yang

bisa dikembangkan yaitu cerdas dan kreatif, dalam menyelesaikan berbagai hal di dalam kehidupan. Sedangkan dimensi berpikir, menurut M. Nuh adalah peduli dan suka penolong. “Dalam hal ini orang jangan memperhatikan satu sisi saja dengan mengabaikan sisi lain, karena bila satu sisi saja, kehidupan belum sempurna,” tandasnya. Hal penting berkaitan dengan masalah rasa, menurut Menteri Pendidikan adalah kepedulian dan suka penolong. “Meski seseorang itu jujur dan cerdas, tapi tidak memiliki kepedulian dan empati kepada orang lain, maka kejujuran dan kecerdasannya tidak memberikan manfaat kepada orang lain tapi hanya bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri,” jelasnya. Keberadaan tiga dimensi itu, kata M. Nuh, belum cukup karena harus ada pilar keempat yaitu dimensi raga, “Disini ditekankan karakter bersih dan disiplin. Kalau setiap orang memiliki keempat pilar ini, akan tercipta karakter sempurna di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Nuh optimistis. Keteladanan Dalam pandangan M. Nuh, pembelajaran karakter bukan hanya disampaikan di depan kelas oleh guru, tapi perlu praktek dalam keseharian dan keteladanan. “Karena itulah pentingnya peranan seorang guru, sebagai sumber inspirasi dari siswa-siswanya, karena itu tidak cukup dilatih di kelas dan diberi kurikulum budi pekerti,” katanya. Menurut Nuh, dukungan masyarakat sekitar dan peran media masa ikut menyemaikan benih karakter postif juga sangat penting. “Untuk itu memulainya harus dari pribadi masingmasing sebagai agen perubahan karakter tersebut, ditambah dari dorongan di wilayah sekolah, rumah tangga dan masyarakat,” katanya. (m/bs)

Soetandyo Wignyosoebroto,

foto: tabloidmahasiswa.com

Guru Besar Emeritus Universitas Airlangga Surabaya

Mulai dari

pertumbuhan anak, yang secara politik dan kelembagaan memiliki dukungan yang memadai. Ketiga, tersedia cukup banyak potensi sosial-budaya yang dapat dimanfatkan sebagai medium pendidikan moral. Keempat, arus globalisasi yang menuntut kepercayaan, kejujuran, toleransi, dan pluralisme. Konsep kebangsaan dan nasionalisme sekarang sudah berganti pada humanisme,

Lingkup Keluarga Pendidikan karakter dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan. Yang pertama kinerja pembangunan nasional selama ini melahirkan kesenjangan antara aspek pertumbuhan anak serta aspek perkembangannya sosial, emosional, dan moral. Kedua, penekanan, pada aspek

globalisme. Sekarang, kekuasaan nasional memang harus menghadapi pada situasi yang berbeda. Sekarang, semua pihak dan sektor menginginkan adanya pembebasan. Boleh jadi faktor-faktor itu ikut memengaruhi karut-marut realitas sosial dan politik di negeri ini. Namun dalam pandangan saya, karut-marut yang ada di negeri ini akibat terlalu banyak yang mengurusi hal-hal besar saja sehingga melupakan untuk memperbaiki hal-hal kecil. Padahal hal-hal kecil itulah yang bisa membangun hal-hal besar. Kuat-rapuhnya fondasi bangsa ini tak lepas dari fondasi yang ada di rumah setiap warga. Bagi saya, kita harus mulai dari yang kecil. Demokrasi misalnya, harus dimulai dari keluarga, democracy on the heart of the family. Apa yang saya lakukan, adalah menyelamatkan negaraku sendiri, negaraku itu bukan negaranya Presiden atau yang lain tapi ‘negaraku’ itu keluargaku

Karena itulah, kalau kita tidak bisa memperbaiki pada tataran tinggi, maka bisa dilakukan pada tataran di mana kita memiliki otoritas. Kalau Anda bisa mengelola sesuatu yang kecil maka akan bisa mengelola yang besar. Tetapi memulai sekaligus mengubah segalanya sangatlah tidak mudah. Terlebih lagi para pemimpin sekarang ini, bukan saja mewarisi kondisi yang sudah telanjur dari sistem lama, tetapi juga terjebak dalam permainan paradigma lama. Tak ada cara lain kecuali mengubah paradigma itu. Paradigma baru itu harus melompat, mengambil strategi yang benar-benar baru. Karena, problem tidak bisa dipecahkan dengan ilmu yang menyebabkan terjadinya problem tersebut. Sekarang ini merupakan era keterbukaan, dimana partisipasi publik sudah demikian tinggi. Sehingga kita tidak bisa mengasumsikan bahwa masyarakat kita merupakan masyarakat yang buta secara

politik dan rendah konsep kebangsaannya. Sekalipun demikian, negara tidak perlu melakukan sosialisasi karakter bangsa secara top down. Melainkan harus bersifat bottom up. Rakyat harus memiliki kesadaran tanpa harus diajari oleh pemerintah atau oleh negara. Sebaiknya sosialisasi karakter bangsa ini hendaknya dikembalikan pada masyarakat dan dilakukan oleh kelompokkelompok independen. Pemerintah lebih perlu memikirkan kesejahteraan masyarakat dan melakukan hal-hal yang riil serta konkret. Jangan sampai melakukan suatu usaha yang memicu resistensi publik seperti memaksakan kurikulum kebangsaan di pesantren sebagai reaksi atas isu terorisme. Di era kebebasan informasi ini, masyarakat ini akan merasa risih kalau pemerintah melakukan upaya mengkampayekan sesuatu. Sebab kepercayaan publik terhadap pemerintah tidak muncul secara serta merta. (m).


7

Tabloid Tempel Edisi 16 Tahun VI September 2010

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Bentuk Karakter Kembangkan Potensi

6

mental Pancasila serta tangkas dalam bertindak dan berolah pikir. “Kedisiplinan harus ditamam mulai saa remaja berumur 1020 tahun, karena kalau tidak maka lewat dari usia itu sudah terlambat merekaakan mengikuti lingkungannya berada, jika lingkungan negatif maka ia akan terjerumus ke negatif juga,” tegas Pundhi.

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. “Dalam pasal ini dapat dilihat bahwa pendidikan karakter sudah mulai diperkenalkan,” ujar Fasli. Fasli menekankan,pendidikan karakter pada implementasinya, tidak akan dimasukkan menjadi Perlu Proses kurikulum W a k i l yang baku, Presiden melainkan Boediono dikembangkan Pendidikan karakter mengatakan m e l a l u i merupakan perkara besar. s a s a r a n tindakan dalam Bukan sekadar urusan Pemerintah proses belajar. pemerintah, DPR, dan d a l a m Oleh karena itu, kelompok masyarakat membangun dia mengimbau tertentu. Pada skala mikro, k a r a k t e r agar setiap pendidikan karakter ini bangsa adalah l e m b a g a harus dimulai dari sekolah, generasi pendidikan pesantren, rumah tangga, muda. Untuk membiasakan juga lingkup masyarakat itu, diperlukan pendidikan dan negara. cara-cara karakter dalam t e r b a i k kesehariannya agar dapat sehingga dapat mengantarkan substansi karakter menciptakan budaya sekolah yang bangsa. “Demi mudahnya berkarakter. operasional, kita fokuskan ke Pendidikan karakter telah ada SD (Sekolah Dasar) dan SMP dalam setiap mata pelajaran yang (Sekolah Menengah Pertama),” diajarkan.Nilai-nilai sportivitas kata Boediono. dan kreativitas dapat tercermin Wakil Menteri Pendidikan dalam mata pelajaran olahraga, Nasional Fasli Jalal menyatakan sedangkan nilai keuletan dan pada dasarnya pendidikan karakter ketelitian dapat diperhatikan pada selaras dengan tujuan nasional mata pelajaran matematika. pendidikan yang tercantum pada “Mengenai moral tentunya sudah Pasal 3 UU Sistem Pendidikan menjadi domain pendidikan agama. Nasional. Apabila aktualisasi mata pelajaran Pasal itu menyebutkan, ini benar, maka sudah berhasillah berkembangnya potensi peserta pendidikan karakter tersebut,” jelas didik agar menjadi manusia yang Fasli Jalal.

‘‘

‘‘

Benarkah kekaguman akan sejarah dan pencapaian Indonesia telah hilang kini? Ternyata tidak. Demikian yang dialami Choki pelajar SMA berprestasi asal Nusa Tenggara Timur. “Saya berdua dengan teman dari NTT ke Jakarta naik pesawat, setelah itu saya dikumpulan di Cibubur untuk diberikan pengarahan, kemudian saya naik Kapal KRI Makasar. Saya baru pertama kali naik pesawat, tapi kalau nai kapal saya sudah sering, karena saya orang pantai,” tutur Choki salah satu peserta Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari. Tak cukup hanya itu, Choki pun harus melewati tes dan berkompetisi dengan sekian puluh teman sebaya untuk mengikuti salah satu even Sail Banda 2010 beberapa waktu lalu itu. Para remaja yang ikut berlayar dalam KRI Makasar diberikan pembinaan dan wawasan kebangsaan serta teknologi informasi, agar pemuda Indonesia tidak kalah dengan pemuda negara-negara lain. “Pendidikan yang kami lakukan di KRI Makassar memang keras, tetapi itu bukan untuk kekerasan. Mendidik remaja dan pemuda bahari dilakukan dengan keras dan tegas untuk membentuk sosok pemuda dan remaja yang tanggap, tanggon, dan trengginas,” kata Komandan KRI Makkasar, Letkol (P) Pundhi Rusbandi. Ada sekitar 500 remaja. Mereka perlu dididik dengan sikap utama yaitu berdaya tangkap dan penalaran tinggi, dapat diandalkan, ulet, dan tahan uji dengan memiliki

Kuatkan Cinta Tanah Air Kondisi geografis dan demografis Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau, membuat negara ini memiliki karakter yang beragam. Kondisi itu membutuhkan kemampuan untuk mengelola dan mendayagunakan setiap potensi disertai karakter pembeda dari bangsa lain. Pemerhati pendidikan karakter, Ratna Megawangi menyebutkan, diperlukan pengetahuan tambahan bagi para pendidik dan tenaga pendidik mengenai teori-teori pendidikan untuk menjalankan pendidikan karakter. Hal ini akan menjadikan para pelaku pendidikan memahami proses pendidikan melalui tahapan watak peserta pendidik. “Inti dari pendidikan karakter adalah mengajarkan bagaimana para peserta didik memahami nuraninya sendiri,” tuturnya. Sementara, pakar psikologi sosial Yayah Khisbiyah mengatakan, pendidikan karakter sangat erat hubungannya dengan nasionalis masyarakat. “Pendidikan karakter ini perlu dimaknai sebagai sarana penguatan rasa cinta Tanah Air. Oleh karena itu, pendidikan karakter ini disinergikan dengan pendidikan kewarganegaraan,” jelas Yayah. Butuh Penghayatan Pendidikan karakter istilah yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangan personal. Dari pendidikan moral, pendidikan kewargaan, hingga pengembangan karakter yang memadukan dimensi moral dengan tuntutan sosial kehidupan masyarakat.

Dalam dunia pendidikan formal, pendidikan karakter seringkali diberikan melalui contoh keteladanan dan kepahlawanan. “Siswa memahami karakter dalam diri teladan dan pahlawan. Akan tetapi nilai keteladanan dan kepahlawanan bukanlah sekadar pengetahuan dan pemahaman, lebih dari itu, karakter hanya bisa ditemukenali melalui penghayatan emotif,” jelas Menteri Pendidikan Mohammad Nuh. Keharusan Di mata dunia, Indonesia tentu berharap disebut sebagai bangsa yang bermartabat. Oleh karena itu pembentukan karakter harus dilakukan mulai sekarang. “Membangun karakter bangsa bukan hanya tugas satu kelompok, tetapi juga harus melibatkan secara bersama dan berkesinambungan,” kata Wakil Presiden Boediono. Dan Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari merupakan salah satu upaya pembentukan karakter. Masih banyak lagi potensi yang bisa dikembangkan untuk membentuk karakter. Choki mengakui, pendidikan yang diberikan di Kapal KRI Makassar dapat merubah perilakunya, “Biasanya malas sekang berubah menjadi rajin, dan sekarang was-was dengan waktu. Selain itu ia juga mendapat banyak teman-teman dari nusantara,” tutur Choki. ***(M)


Kejujuran diuji, apakah membayar sesuai atau curang. Model transaksi kantin kejujuran mengajarkan tanggung jawab dan membentuk karakter.

Bangun Karakter Kantin yang merupakan hasil prakarsa Kejaksaan Agung bersama Karang Taruna Pusat itu lahir sebagai wadah pembelajaran sikap anti korupsi di sekolah. Kantin kejujuran bertujuan untuk memupuk sifat jujur pada diri siswa dan merupakan langkah awal pelajaran sejak dini karena Kejujuran itu harus melalui proses. Cara transaksi di kantin kejujuran sepintas merugikan secara ekonomis karena mengabaikan pengawasan. “Tapi bukan untuk mencari untung atau rugi yang terpenting melatih kejujuran siswa,” jelas Adi Sasongko, pengajar

8

Belajar Jujur ala Kantin Kejujuran

Setengah berlari Rohana, siswi kelas 6 di Sekolah Dasar Percobaan I Kota Malang, Jawa Timur menuju ke kantin sesaat bel istirahat berdering. Ia menjumput selembar ribuan dari dompet berwarna merah. Usai memilih makanan ringan, gadis kecil itu memasukkan uang ribuan di kotak dekat etalase jajanan. “Kalau beli jajannya masih sisa kembaliannya saya ambil sendiri,” kata Rohana menuturkan kebiasaan di kantin kejujuran. Memang setiap pembeli membayar dan mengambil uang kembalian sendiri jika harga yang dibayar kurang dari jumlah uang yang dimasukkan kotak.

di SMAN 3 Malang. Untuk mencegah kecurangan, sekolah hanya memberikan pemahaman mengenai kejujuran dan menempel papan imbauan di pojok kantin. “Pernah ada yang mengambil barang tapi tidak membayar, namun beberapa hari kemudian sambil menangis anak itu minta maaf kepada kami bahwa dia telah mengambil barang di kantin tersebut tanpa membayar,” kara Adi Sasongko. Kembangkan Moral Membangun karakter memang bisa dilakukan melalui sekolah dan tidak hanya di ruang kelas. Pendidikan karakter anti korupsi dinilai ampuh kerika dilaksanakan sejak dini. Sidik, orang tua murid menilai kantin kejujuran sangat mendukung prestasi akademis, “Prestasi tanpa dibarengi dengan nilai moral yang baik akan menjadi bumerang untuk masa depan anak,” kata pria berkumis yang bekerja sebagai PNS di Pemkot Malang itu. Kini kantin kejujuran saat ini sudah banyak berdiri di sekolahsekolah mulai dari tingkat yang paling awal Sekolah Dasar sampai tingkat SMA. Tanpa harus merasa digurui, lewat Kantin Kejujuran makna dan nilai positif kejujuran bisa dihayati. (dnf)

Indonesia Bercerita

Menebar Cerita Menuai Karakter MP3 sekarang bukan hanya berisi musik saja. Media ini telah digagas beberapa pegiat pendidikan anak sebagai sarana bercerita untuk membentuk karakter. Tak berapa lama lagi akan ada banyak podcast (mp3) gratis yang berisi cerita dari www. indonesiaBercerita.org. “Setiap orang bisa memilih tema podcast cerita yang sesuai dengan kebutuhan,” kata Budi Setiawan, pengajar Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya. Menurut Bukik, panggilan akrabnya, bersama beberapa temannya ia menyediakan fasilitas gratis itu agar bisa mendorong para orang tua dan guru untuk membangun kesadaran bersama akan pentingnya cerita dan mulai mendidik anak dengan media cerita. Bukik bersama kawan-kawannya membicarakan tentang visi bersama masa depan anak-anak bangsa. Dalam berbagai diskusi tentang perkembangan anak dan perbedaan antar generasi ternyata ada pergeseran peran yang terputus ketika anak menjadi orang tua. “Kebiasaan bercerita sebagaimana dulu pernah dilakukan orang tua kita jadi berkurang. Padahal hal itu berperan untuk pendidikan dan tumbuh kembang anak,” kata Bukik. Akhirnya mulai disepakatilah halhal kecil, membicarakan tentang metode dan media, serta tentang

komitmen kerja. “Semua pernakpernik ini diwadahi dalam komunitas bernama #IndonesiaBercerita,” tandas Bukik. Dari Kura-kura dan Kelinci Keampuhan cerita dalam membentuk karakter dan melibatkan keterlibatan anak untuk berimajinasi ditegaskan kembali oleh Rudi Cahyo yang ikut menginisiasi gerakan Indonesia Bercerita, Rudi lantas berkisah mengenai seorang pencerita yang inspiratif ketika duduk di kelas 3 SD. “Dia bercerita mengenai balapan kurakura dan kelinci. Saya tahu cerita itu. Tapi pasca kura-kura menjadi juara lomba lari, saya tidak pernah tahu jika itu masih ada lanjutannya,” kata Rudi mengenang. Menurut Rudi dikisahkan tentang kehidupan kura-kura yang mulai bergelimang harta hadiah dan pujian serta semakin membajir pengagumnya. “Kondisi dieluelukan inilah yang menyebabkan kura-kura tertekan. Dia sebenarnya merasa tidak punya kelebihan dalam hal berlari. Hebatnya, pencerita ini sesekali menyelingi ceritanya dengan bertanya. Pertanyaan ini bisa membuat saya langsung merefleksikan pada apa yang saya alami,” tutur Rudi. Lantas kura-kura dikisahkan bertemu dengan lebah yang bisa menghasilkan madu tapi

memiliki kelemahan ketika sekali ia menyengat dia akan mati. Kata sang lebah, itu bentuk empatinya terhadap kehidupan. Menyengat dianggap mematikan. Karena itu, dia ikut melunasi nyawanya pasca sengat dilesatkan. Dari situlah kura-kura mulai memperkenalkan cabang baru dalam kejuaraan olahraga hewan. Lomba ketahanan terhadap panas, terjun bebas dan gulat tabrak tubuh. Dalam ketiga cabang olahraga itu, kura-kura sering menjadi juara. Di cabang lain kura-kura tetap ikut sebagai partisipasi, dan meski tidak menang kura-kura tidak perlu takut mati karena kekuatan cangkangnya. Suatu saat ketika ada waktu luang, Rudi melacak cerita itu untuk mengetahui kebenarannya. Ternyata saya tidak pernah menemukan bahwa kisah balap lari kura-kura dan kelinci itu punya lanjutan. “Saat saya tanya ke

pencerita itu, ia malah tertawa, dan cuma berkata, “kekuatan imajinasi”,” cetus Rudi. Tidak Menggurui Cerita, dalam pandangan Rudi Cahyo, punya efek tidak berasa memerintah, sehingga perubahan yang terjadi mengalir alami. “Cerita menimbulkan rasa bahwa pencerita adalah figur netral atas perubahan yang sebenarnya diinginkan. Bahkan pencerita dapat menjadi bagian dari cerita tersebut. Jika pendengar dapat masuk ke dalam cerita, maka perubahan yang menyenangkan itu mulai terjadi,” kata Rudi yang juga pengelola PAUD ANak Ceria di Jember, Jawa Timur. Salah satu kelebihan dari #IndonesiaBercerita adalah pelibatan pendengar sebagai bagian dari cerita. “Bahkan anak-anak bisa bercerita dan membuat ceritanya sendiri,”

kata Rudi Cahyo. Oleh karena itu, pada waktu bercerita, pembukanya justru cerita dari anak-anak yang berada di sana. Tentu saja tidak mudah bagi anak-anak untuk bercerita. Tapi Rudi yakin bahwa itu bukan karena kemampuan, tapi karena kemauan. “Mungkin mereka malu atau takut memulai,” kilahnya. Tiap cerita bisa dikembangkan. Bahkan ketika informasi yang penting dalam cerita dikemas ulang dan diberikan cerita tambahan bukan hal yang mustahil memiliki pengaruh untuk membangun harapan. “Kami berharap bisa membangun kepercayaan diri anak dengan mengubah sendiri cerita mereka sendiri. Kami menganggap cerita sebagai cara yang ampuh untuk mengubah keyakinan, keadaan dan perbuatan,” kata Rudi yang disertai anggukan kepala Budi Setiawan. **(T)

5


Edisi 16

Tahun VI September 2010

foto: hatmo

Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa

9

Lembaga Formal

www.bipnewsroom.info

Dilema Pendidikan Karakter

di Sekolah

Kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an bisa menjadi salah satu contoh sukses bagaimana membentuk karakter bangsa. perasaan dan tingkah laku," katanya Ratna Megawangi, salah seorang penggagas sekolah karakter Semai Benih Anak Bangsa. Hal senada disampaikan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Medan, Drs Maraguna. Menurutnya selama ini pendidikan kita selalu lebih banyak menekankan pengajaran ilmu atau skill (keterampilan), sehingga melupakan pendidikan karakter. “Sudah saatnya siswa kita didik karakternya, sebab sepintar apapun siswa itu tapi

foto: fouri

Pendidikan akan secara efektif mengembangkan karakter anak didik ketika nilai-nilai dasar etika dijadikan sebagai basis pendidikan, menggunakan pendekatan proaktif dan efektif serta menciptakan komunitas yang peduli, baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan mengembangkan karakter dan setia dan konsisten kepada nilai dasar yang diusung bersama-sama.

"Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses mengetahui yang baik, mencintai dan berperilaku yang baik. Pendididikan itu melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi kebiasaan cara pikir,

jika karakternya tidak bagus, itu sama saja bohong dan siasia. Demikian juga sebaliknya, karakter baik tapi tidak dibekali ilmu. Jadi karakter itu harus diiringi dengan kemampuan ilmu dan skill sehingga membantu untuk pembangunan pendidikan tersebut,� ucap Maraguna.

Pembiasaan Di sekolah, sebenarnya, nilainilai pendidikan budaya dan karakter bangsa sudah ada sejak lama. Mulai kebiasaan mengucapkan salam kepada guru saat datang dan pulang dari sekolah, mengucapkan doa sebelum memulai pelajaran, atau kegiatan yang menumbuhkan kecintaan pada bangsa seperti Pramuka, kegiatan Paskibra, dan lain-lain. "Ada yang mengendur, tetapi masih banyak sekolah yang mampu mengembangkan pendidikan budaya dan karakter. Misalnya, salah satu SMP Negeri di Bandung setiap hari kepala sekolah dan guruguru berdiri berjejer di pintu masuk menyambut dan saling memberi salam," kata Direktur Pembinaan SMP Kemendiknas, Didi Suhardi. Kondisi itu menurut Didi, memunculkan banyak keluhan masyarakat tentang menurunnya tata krama, etika dan kreativitas peserta didik karena melemahnya pendidikan budaya dan karakter bangsa. Integrasi Indonesia, menurut Ratna Megawangi, pernah mencoba menerapkan pendidikan karakter. Tetapi, pengalaman menunjukkan, berbagai program pendidikan dan pengajaran. Ada pelajaran Budi Pekerti,

Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). "Tapi belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan

pengalaman menunjukkan, berbagai program pendidikan belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan dan tidak ada contoh dalam program.

dan tidak ada contoh dalam program. Sebab pendidikan karakter sangat memerlukan contoh dan keteladanan. Bukan hanya slogan dan omongan," tandas Ratna Megawangi. Rektor Universitas Sumatera Utara Syahril Pasaribu, menyebutkan, dalam proses pendidikan karakter, seorang pendidik menanamkan nilai-nilai yang tercantum dalam kurikulum karakter kepada peserta didiknya, seperti penghormatan terhadap orang lain yang mencakup kesopanan, kasih

Ratna Megawangi, Pendiri Yayasan Warisan Luhur Indonesia

“Pendidikan Karakter

Harus Dilakukan dengan Alami� Ratna Megawangi memang ingin membangun anak-anak Indonesia yang lebih berkualitas. "Konsep pendidikan untuk anak-anak ini kami namai pendidikan holistik berbasis karakter. Intinya, pendidikan harus mampu menggarap seluruh potensi anak didik. Hasil akhir dari penggarapan secara holistik potensi anak didik ini adalah lahirnya manusia-manusia Indonsia yang berkarakter," kata pelopor pendidikan holistik berbasis karakter di Indonesia. Lewat Yayasan Warisan Luhur Indonesia (Indonesia Heritage Foundation), yang didirikan pada tahun 2001, Ratna dan kawan-kawan mulai mempraktikkan konsep dan gagasannya tersebut di sekolah-sekolah yang didirikan dan dikelolanya sendiri. Hampir 100 sekolah karakter di berbagai penjuru tanah air telah berdiri. "Ini adalah sebuah idealisme, mimpi dan harapan besar bahwa suatu saat Bangsa Indonesia akan berjaya sebagai bangsa yang berkarakter kuat. Untuk itu perlu benih-benih bangsa yang berkarakter kuat, benih-benih bangsa yang mempunyai akhlak mulia yang universal sesuai

warisan nilai-nilai luhur Indonesia," kata pengajar di Insitut Pertanian Bogor ini merendah. Kembangkan Identitas Menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter tanpa identifikasi karakter hanya akan menjadi sebuah perjalanan tanpa akhir, "Organisasi manapun di dunia ini yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan karakter selalu mampu mengidentifikasi karakter-karakter dasar yang akan menjadi pilar perilaku individu," katanya. Di Sekolah Karakter Semai Benih Bangsa, Ratna dan kawan-kawannya merumuskan sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter. "Ada cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, serta toleransi, cinta damai dan persatuan," urainya.

sayang, kemurahan hati, jujur, kebenaran dan sebagainya. "Pendidikan karakter di institusi pendidikan dapat dilakukan dengan memasukkan topik-topik dalam kurikulum karakter ke mata pelajaran yang diperkirakan sesuai untuk itu dengan bersumber dari nilai-nilai lokal maupun ajaran agama," katanya. Perhatikan Budaya Pengamat pendidikan Darmaningtyas menyambut baik kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional ini. Akan tetapi, hal itu harus disesuaikan dengan kondisi daerah tempat pendidikan berlangsung. "Maraknya sekolah bertaraf internasional yang menerapkan pendidikan bahasa bilingual, justru akan menghapus budaya bangsa dan bahasa lokal menjadi terabaikan," tegas Darmaningtyas. Ba h a sa a s i n g m e n u ru t Darmaningtyas memang boleh diajarkan, namun bahasa daerah hukumnya wajib menjadi mata pelajaran karena bahasa daerah memiliki filosofi dan kebudayaan sendiri yang menjadi landasan pembentukan karakter. Darmaningtyas juga menyatakan, pembentukan karakter tidak selalu harus melalui pelajaran agama. Tapi ini bisa dilakukan dengan membaca novel-novel dari berbagai angkatan sastra, seperti Pujangga Baru, Balai Pustaka atau Angkatan 1945, bisa menjadi bagian dari pembentukan karakter. "Sayangnya, pelajaran bahasa Indonesia di sekolah, lebih banyak mengajarkan tata bahasa atau teori saja. Sementara sastra yang bisa menjadi bagian pendidikan karakter, itu terabaikan," tambahnya.(T)

Tembus Sekat Pendidikan holistik berbasis karakter ditanamkan sejak usia prasekolah kepada anak-anak dari beragam latar belakang. TK Karakter dan Semai Benih Bangsa diharapkan akan berkembang tak terbatas di kemudian hari. "TK Karakter dan Semai Benih Bangsa diplot mampu menembus batas sekat perbedaan agama, suku, golongan, status sosial, kaya atau miskin, semua anak berkesempatan memperoleh pendidikan karakter," jelas Ratna. Pendekatan yang dianut Sekolah Semai Benih Bangsa itu, menurut Ratna Megawangi, pendidikan anak harus memungkinkan para pendidik untuk memperlakukan anak didik sebagai individu yang utuh. "Sistem pembelajaran yang sesuai dengan konsep DAP dianggap dapat mempertahankan bahkan meningkatkan gairah dan semangat anak-anak dalam belajar. Sekaligus melibatkan sepenuhnya empat komponen dasar pada diri anak, yaitu pengetahuan, keterampilan, sifat alamiah, dan perasaan," katanya. Pendidikan holistik berbasis karakter saat ini diakui Ratna Megawangi, pemakai kacamata minus yang saban hari mengenakan busana muslimah, masihlah ide kecil. Namun ide kecil ini secara perlahan tapi pasti akan tumbuh menjadi besar yang bahkan mampu mengubah paradigma bangsa menjadi bangsa yang berkarakter kuat. Ide kecil pendidikan holistik berbasis karakter dianggap Ratna sebuah kepakan sayap kupu-kupu kecil dari sebuah rumah sederhana di Cimanggis namun mampu menjadi angin tornado besar dan gerak turbulensi baru yang menggentarkan kalbu di mana-mana. (bss)


10

www.bipnewsroom.info

Daerah

Bentuk Karakter Lewat Pramuka

Memanfaatkan alam terbuka, bukan pendidikan formal, lebih banyak permainan seperti morse, tali temali, dan mencari jejak. Semua itu merupakan sebagian dari aktivitas gerakan Praja Muda Karana atau Pramuka.

Andika (7) tampak senang Tidak sedikit juga manfaat praktis hari Rabu pagi itu. Pasalnya berupa sejumlah keterampilan ketika menggunakan seragam khusus dan kemampuan survival coklat, Pramuka, akan ada mata di alam bebas,” tambah Wapres. O l e h k a r e n a i t u , Wa k i l pelajaran di luar kelas yang sangat menyenangkan. “Kita belajar Presiden Boediono meminta agar bermain sandi, tali temali dan baris- gerakan pramuka itu direvitalisasi berbaris,” katanya bangga. "Sekarang ini pramuka hanya Gerakan Pramuka adalah bersifat massal dan murid SD kegiatan yang dapat mendukung memakai seragam tapi tidak u p a y a p e m e r i n t a h u n t u k punya kegiatan yang serius membangun karakter bangsa sejak tentang pramuka atau kepanduan. dini. "Tentu saja Gerakan Pramuka bisa meluruskan kembali agar generasi kita tidak berorientasi ke mall atau berorientasi m e n j a d i konsumen yang sangat intensif, namun melupakan nilai-nilai yang penting untuk pembangunan Azrul Azwar karakter," Ketua Kwartir Nasional j e l a s Wa p r e s Gerakan Pramuka Boediono. S e l a i n kegiatan pramuka, kegiatan Tadi dibahas bagaimana pramuka olah raga di sekolah juga dapat dapat membangun karakter mendidik siswa untuk berlaku bangsa," katanya. sportif, yang menjadi unsur penting dari karakter bangsa. “Tidak lupa Ajarkan Nilai Positif adalah kegiatan-kegiatan lain Gerakan Pramuka dinilai untuk mengurangi pengaruh Menteri Pemuda dan Olahraga, negatif budaya modern serta Andi Malaranggeng sangat luar kemajuan teknologi komunikasi biasa karena mengajarkan nilaiterhadap generasi muda. Sebab, nilai yang bagus bagi anggotanya. generasi muda akan kehilangan "Misalnya dulu waktu pramuka kemampuan untuk menyerap punya buku saku, lalu kemudian nilai-nilai luhur akibat gaya hidup tiap hari di buku saku menulis modern itu,” tambah Wapres hal baik apa yang sudah aku lakukan hari ini? Karena harus Boediono. Namun demikian, Gerakan berbaik kepada setiap manusia. Pramuka mempunyai andil positif Harus siap membantu orang tua, dalam membentuk karakter anak- sesama, dan sebagainya coba anak dan pemuda Indonesia. lihat Dasa Dharma Pramuka, luar “Setidaknya telah mulai ditanamkan biasa kan?" cetusnya sembari nilai-nilai disiplin, kemandirian, mengenang mengenai kegiatan kepedulian pada sesama dan alam, Pramuka yang pernah diikuti kebersamaan dan gotong royong. semasa sekolah.

Wapres Boediono menaruh perhatian secara khusus terhadap kegiatan pramuka dan mendukung pengembangannya. "Sehingga ketika anak-anak memakai seragam sekolah, di situ melekat nilai dan karakter. Kita lihat anakanak itu tiap Sabtu pakai seragam pramuka, tapi tidak mengerti apa tentang keterampilan pramuka," katanya. Selain kegiatan pramuka, kegiatan olah raga di sekolah juga dapat mendidik siswa untuk berlaku sportif, yang menjadi unsur penting dari karakter bangsa. “Tidak lupa adalah kegiatankegiatan lain untuk mengurangi pengaruh negatif budaya modern serta kemajuan teknologi komunikasi terhadap generasi muda. Sebab, generasi muda akan kehilangan kemampuan untuk menyerap nilai-nilai luhur akibat gaya hidup modern itu,” tambah Wapres Boediono. Contoh Hidup Menurut Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Azrul Azwar, meskipun jumlah anggota Pramuka di Indonesia besar yakni 17 juta orang, namun Azrul mengakui adanya kemunduran kegiatan bila dibandingkan saat masa Orde Baru. "Pramuka menjadi dipinggirkan seperti Posyandu. Ada upaya mendirikan pandu baru, karena Pramuka dianggap produk Orde Baru," katanya. Tapi setelah mengetahui bahwa Gerakan Pramuka bisa menutup jalan bagi anak-anak dari perilaku negatif seperti tawuran, berkelahi, atau bahkan

menghindari narkoba, barulah banyak pihak melirik kembali untuk merevitalisasinya. "Kita memperbaiki kurikulum, metode pendidikan Pramuka, materi, juga membenahi gugus depan. Juga mengembangkan pelatihan komputer yang bermanfaat untuk pekerjaan," tandas Azrul. Berkaitan dengan optimasi Gerakan Pramuka, Satria Dharma, pegiat Ikatan Guru Indonesia mengingatkan bahwa dalam Pramuka hal yang dipentingkan adalah nilai keteladanan dari pembina agar bisa menjadi jalan pembentukan karakter. “Pramuka adalah bagian dari proses namun bukan bagian yang menentukan dominan dalam membentuk karakter bangsa,” tandasnya.***(M)

Edisi 16

Tahun VI September 2010

Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa

Menghidupkan yang Hampir Terlupakan Kebanggaan menjadi Pramuka, dapat dipastikan pernah juga menyemai di benak para anak sekolah yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. “Banyak hal yang bisa dipelajari dari Pramuka, lewat setiap aktivitas luar ruang dan terkesan bermain, namun pesertanya dapat mengembangkan karakter,” kata Ketua Kwatir Daerah Gerakan Pramuka Jawa Timur, Sunaryo. Bagi Kak Naryo, panggilan akrab di kegiatan Pramuka, pola egalitarian yang dikembangkan dalam kegiatan Pramuka mengajarkan kebersamaan sekaligus kedisiplinan. “Namun sayangnya, saat ini Pramuka seolah dipinggirkan dengan berdirinya pandu-pandu baru yang berbasis kelompok tertentu,” katanya. Gerakan pendidikan generasi muda, telah dimulai sejak masa kolonial Belanda, dengan hadirnya cabang Nederlandse Padvinders Organisatie (NPO) di Indonesia pada tahun 1912. Selanjutnya, antara tahun 1916 sampai akhir 1930-an, lahir berbagai gerakan kepanduan yang diprakarsai sendiri oleh bangsa Indonesia, yang berasal dari beragam latar belakang kelompok sosial dan politik. Sampai pasca kemerdekaan, gerakan kepanduan telah menjadi bagian dari pergerakan nasional Indonesia. Namun sejak reformasi 1998 gerakan Pramuka seakan mati suri. Andil Pramuka tak lagi tampak menonjol, baik sebagai kegiatan ekstra-kurikuler di sekolah maupun sebagai kegiatan berorganisasi umumnya di luar sekolah yang lebih bersifat sosial. Kegiatan bakti sosial yang biasa dilakukan jauh menurun dibandingkan masamasa sebelumnya. Berhubungan dengan itu, minat anak-anak dan pemuda terhadap Andi Mallarangeng gerakan ini juga Menteri Pemuda dan nyaris padam, seiring Olah Raga tersedianya berbagai alternatif kegiatan yang dipandang lebih bermanfaat bagi masa depannya. Semangat Revitalisasi gerakan Pramuka diarahkan agar kembali hidup dan diminati oleh kalangan pelajar atau masyarakat. "Memang ada persoalan-persoalan di Pramuka yang harus kita benahi, yaitu pada tingkat penguatan organisasi, tampilannya supaya lebih seksi, lebih menarik bagi anak muda," kata Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng. Menurut Andi, saat ini para pemuda lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan-kegiatan outdoor seperti olahraga ekstrem, rafting, atau outbond. Padahal itu adalah kegiatan-kegiatan yang sejatinya ada di dalam kepramukaan. Untuk merevitalisasi gerakan Pramuka pemerintah mengadakan training bagi para pelatih-pelatih kepramukaan. Nantinya, para pelatih tersebut akan diterjunkan ke tiap gugus depan (gudep), yang saat ini berjumlah 270 ribu di seluruh Indonesia. "Sekarang ini 90 persen dari gudep pramuka itu ada di sekolahan-sekolahan. Nah, ini kita mulai action plan yang jelas supaya pramuka ini betul-betul direvitalisasi dan menjadi menarik bagi orang-orang muda untuk mengaktualisasikan dirinya," kata Andi Malaranggeng. Selain itu, lanjut Andi, ia akan berusaha membujuk para tokoh-tokoh masyarakat yang dulu bergelut dengan Pramuka kini menjadi orang sukses. Hal ini untuk memperlihatkan kepada kalangan yang potensial mengikuti kegiatan itu supaya lebih bersemangat. Pramuka sendiri juga berbenah, seperti diakui Sunaryo, bahwa saat ini setiap kwartir Gerakan Pramuka berupaya mengembangkan sisi-sisi positif kegiatan kepramukaan agar selaras dengan perkembangan situasi. "Namun yang terpenting adalah kembali menempatkan gerakan Pramuka sebagai alat nation and character building, untuk menciptakan kedaulatan nasional, dan berpartisipasi mengatasi berbagai kesusahan yang tengah dihadapi oleh bangsa," katanya. Dan hal itu, menurut Sunaryo bisa dimulai dengan menunjukkan komitmen semua pihak untuk menghidupkan kembali Gerakan Pramuka agar lebih diminati kaum muda. ***(MT)


Edisi 16

11

Peristiwa

Tahun VI September 2010

Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

www.bipnewsroom.info

Lintas lembagA

Kementerian Agama

Bangka Belitung

Salah Pahami Modernisasi Rusak Karakter Bangsa Jawa Timur

Lintas Daerah Bangka Belitung

Galeri Sejarah Malaka Pendirian Galeri Sejarah Melaka di Provinsi Kepualaun Bangka Belitung bisa menjadi upaya memajukan dan pengembangan kebudayaan dan kepariwisataan, kata Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung H. Syamsuddin Basari, Sabtu (7/8). Syamsuddin Basari berharap dengan kerjasama museum dan galeri ini menjadi informasi mengenai potensi yang dimiliki Provinsi Bangka Belitung. "Galeri itu merupakan tempat unutk menyimpan, mengumpul serta memamerkan warisan sejarah masyarakat melayu seluruh dunia, sehingga dapat menjadi suatu pandangan sejarah bagi generasi yang akan datang," tambah Basari. Peresmian Galeri Melaka ditandai dengan penandatangan prasasti yang secara langsung dilakukan oleh Datuk Seri Haji Mohd Ali Bin Mohd Rustam, Ketua Menteri Melaka/Presiden Melaka DMDI dengan Wagub Bangka Belitung, Syamsuddin Basari. Mohd Ali Bin Mohd Rustam, mengatakan kerjasama yang dilakukan di bidang Pariwisata tersebut guna meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung, baik berkunjung ke Negeri Melaka maupun ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. "Kita pun bisa saling bertukar informasi masalah pendidikan, seperti pertukaran pelajar," jelasnya. Jawa Timur

Perlu Kebersamaan

Upaya menggugah kembali nasionalisme yang luntur menurut Gubernur Jawa Timur Soekarwo perlu dilakukan agar dapat membangun bangsa yang kuat dan berkarakter. ”Menurut buku yang judulnya Turning Point, negara yang bagus adalah negara yang basisnya etika, moral dan budaya bangsa itu merupakan salah satu menjadi negara yang berkarakter,” ujar Gubernur Jatim Soekarwo di Surabaya, Kamis (20/5). Ia mencontohkan, mengapa bangsa Jepang, Cina dan Korea sangat kukuh dengan budayanya, karena bangsa-bangsa itu telah menumbuhkan achievement (percaya diri) dan kebanggaan sebagai bangsanya sendiri. Bangsa Indonesia sebenarnya sudah bangga sebagai bangsa Indonesia, tetapi rasa kebanggaan itu biasanya diganggu rasa keadilan. "Diganggu oleh rasa keadilan, bukan kesejahteraan," tuturnya. Menurutnya, untuk membangun kepercayaan atau percaya diri membangun bangsa yang berkarakter sangat sulit, ini dikarenakan diganggu dengan rasa keadilan yang kurang dari masyarakat. Oleh karena itu, untuk membangun jiwa nasionalisme Bangsa Indonesia "Perlu kebersamaan, kerja keras dan gotong royong untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera," katanya. (pca)

Staf Ahli Menteri Agama Bidang Pemikiran dan Paham Keagamaan, Kementerian Agama RI Ahmed Machfudh me ngatakan, pemahaman negatif terhadap modernisasi dapat merusak nilai karakter bangsa, utamanya para generasi muda. “Apalagi jika pemahaman agama mereka masih relatif rendah,” katanya dalam acara seminar tentang Karakter Bangsa di Jakarta, Senin (21/6). Menurut Machfud, jika pemahaman agama mereka rendah, maka pemujaan terhadap akal pikiran, persepsi berlebihan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, pola hidup yang berorientasi pada hedonisme serta nilai kepraktisan yang diusung oleh modernisme dapat mengakibatkan pertumbuhan orientasi, persepsi, sikap dan gaya hidup yang mengabaikan nilai-nilai luhur keagamaan. Dia mengakui bahwa pendidikan dan kebudayaan tampaknya berkembang cukup baik, fasilitas dan penyediaan sarana prasarana pendidikan dan keikutsertaan masyarakat luas juga cukup banyak. Namun masih banyak masalah serius, khususnya pendidikan yang belum berhasil menanamkan n i l a i k a r a k t e r, k a r e n a mengabaikan nilai budi pekerti yang merupakan hal yang mendasar dalam pertumbuhan anak didik menjadi manusia yang memiliki karakter dan kemandirian. Menurut Ahmed Machfudh,

semua pihak, baik itu pemerintah dan juga masyarakat harus memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengubah hal itu semua. “Bangsa ini harus mengembalikan nilai luhur bangsa, seperti nilai agama yang bersumber dari moralitas, etika dan spiritual yang masih ada di tengah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia,” katanya. (mf)

Kementerian Komunikasi dan Informatika Kejujuran Media Massa Media massa dalam menyampaikan informasi harus jujur dan sejalan dengan karakter bangsa yang bermoral, karena pengaruhnya yang sangat luar biasa bagi masyarakat, kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring. "Selain itu, media massa juga harus memiliki adab dan mandiri. Dalam hal ini, media harus memiliki nuansa keberimbangan dalam menyampaikan berbagai pesan kepada masyarakat," katanya pada seminar penyiaran di Yogyakarta, Senin (9/8). Menurut menteri, seluruh media massa khususnya lembaga penyiaran harus bisa memberikan nuansa keberimbangan dalam siaran yang membuat masyarakat lebih optimistis dan tercerahkan. Lembaga penyiaran handaknya tidak mengejar rating semata, tetapi juga memperhatikan karakter bangsa yang bersatu yang perlu toleransi, saling menghormati dan menghargai. “Hal itu yang harus ditumbuhkan, bukan diprovokasi," katanya (ant)

Wajah Kita Satu, Bukan Tunggal

1

Memaknai jatidiri bangsa di negara multikultur seperti Indonesia tidaklah mudah. Bahkan Clifford Geertz, antropolog kenamaan penulis buku Religion of Java, sempat sangat kebingungan ketika koleganya di Eropa memintanya menggambarkan secara singkat dan jelas seperti apa sejatinya negara yang disebut Indonesia itu. “Begitu banyak ragam di dalamnya, dan semua menunjukkan wajah yang sama, Indonesia. Anda ingin saya memulai dari mana?” ujar Geertz. Geertz benar. Indonesia bisa berarti Weh, Siberut, Belitong, Karimunjawa, Nusa

Penida, Halmahera, Alor, Biak, dan sebagainya. Indonesia bisa pula berarti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Tengger, Dayak, Madura, Bali, Bugis, Timor, Dani, dan sebagainya. Indonesia bisa berarti Kristen, Katholik, Islam, Hindu, Budha, Konghucu, Kepercayaan, Kaharingan, dan sebagainya. Indonesia bisa pula berarti Saman, Piring, Tor-Tor, Bondan, Pendet, Likurai, Cakalele, dan sebagainya. Konotasi bangsa Amerika jauh lebih simpel, karena jika bukan merujuk ke ras dan budaya kulit putih, pastilah afro-america, hispanik (keturunan Spanyol), atau amerasia (blasteran AsiaAmerika). Australia hanya

mengenal terminologi ras dan budaya Aborigin serta kulit putih. Jepang dan sebagian besar negara-negara di Eropa bahkan hanya punya konotasi ras dan budaya native atau asli serta pendatang. Tapi Indonesia benar-benar maha kaya perbedaan. Jika dipilah secara rigid, kekhasan masing-masing tak akan habis diceritakan dalam 1001 malam. Maka ketika keanekaragaman yang sesungguhnya menjadi ciri paling menonjol dari Indonesia dicoba diseragamkan atas nama persatuan dan kesatuan, reaksi lantas muncul di sana-sini. Ada yang sekadar tersenyum sinis, ada yang berujar satiris, ada yang berteriak sarkastis, ada juga aksi berbau separatis, bahkan berlanjut hingga perlawanan dan tindak anarkis. Mengapa? Karena perbedaan itu takdir, dan menjadi berbeda adalah hak setiap warganegara. Tentu bukan sebuah kebetul-

an belaka ketika nenek moyang bangsa Indonesia meneguhkan semboyan bhinneka tunggal ika, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu menjadi sesanti bermasyarakat dan bernegara. Itu adalah hasil renungan panjang yang sangat arif, ringkasan dari begitu banyak elemen yang beraneka-warna. Pesannya sangat jelas, kita unity in diversity, kesatuan dalam keberagaman, bukan unity in one supreme culture, kesatuan dalam satu budaya dominan. Rezim Orde Baru pernah mencoba menyeragamkan Indonesia ke dalam satu patron budaya dominan yakni budaya Jawa. Alasannya, sebagai upaya national character building, atau pembangunan karakter nasional, agar wujud Indonesia bisa lebih sederhana dan dengan demikian tidak memusingkan banyak pihak. Alih-alih melahirkan harmonisasi, upaya itu justru menimbulkan instabilitas di

berbagai bidang. Para pemimpin saat itu lupa, bahwa bagi Indonesia keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang tak bisa ditawar lagi. Belakangan pemeo national character building kembali menyeruak ke permukaan. Semoga yang muncul adalah pembangunan karakter nasional yang masuk akal dan sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang majemuk. Silahkan berandaiandai membayangkan seperti apa sesungguhnya yang dinamakan karakter nasional itu, asal tetap berpedoman pada prinsip Indonesia satu namun tidak tunggal. Indonesia tetaplah negara yang di dalamnya penuh perbedaan corak dan warna. Ayo kita bicara Indonesia. Tapi ingat, mulainya dari mana, Aceh, Jakarta, Pontianak, M a k a s s a r, D e n p a s a r, Mataram, Kupang, Ambon, atau Merauke? (gun)


12

Edisi 16

Tahun VI

Edisi Khusus/Tahun VI/ 2010 September 2010

www.bipnewsroom.info

Edisi Khusus Membangun Karakter Bangsa

Kala Layar Kaca

Menggagas Karakter Bangsa Media massa memiliki tanggung jawab dalam memberikan informasi pada masyarakat dan membangun karakter bangsa. "Media massa memiliki peran yang sangat besar dalam membangun karakter bangsa dan mempunyai tanggung jawab moral pada bangsa," kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring. Fatimah, ibu dua anak yang tinggal di Kutai Barat, Kalimantan Timur mengaku agak risih melihat tayangan televisi saat ini. “Banyak yang mengajarkan kekerasan dan perilaku yang buruk. Mungkin karena ingin laris dan dapat iklan tapi malah mengabaikan kepentingan untuk mendidik masyarakat,” keluhnya. Ia pun tidak punya kekuatan lebih karena kehidupan anakanak sekarang juga tak bisa dilepaskan dari televisi. “Mau cari alternatif hiburan lain, di internet atau yang lain juga takut dengan bahaya pornografi,” katanya. Beralasan Tudingan terhadap media massa terutama televisi sebagai biang keladi perilaku negatif pada pada anak-anak sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Sering anak yang baru saja nonton film cowboy di layar televisi, lalu berlari ke halaman rumah kemudian berguling-guling dan berteriak “dor dor.. dor… sambil memegang pistol mainan atau apa saja yang dipegangnya. Apalagi dengan semakin membanjirnya program siaran produk budaya asing khususnya dari negara-negara barat. “Budaya budaya barat dalam derajat tertentu telah mengubah perilaku sebagian masyarakat Indonesia menjadi masyarakat terasing,” kata pengamatt pendidikan, Darmaningtyas.

Maraknya berbagai kasus amoral, kriminalitas, hingga tawuran antarsiswa-mahasiswa merupakan salah satu contoh kegagalan pendidikan karakter dan pengaruh televisi. Menurut Koordinator Kopertis V Yogyakarta Budi Santoso Wignyosukarto, masyarakat dan media memiliki andil dalam penanaman pendidikan karakter bagi siswa. Apalagi sebagian besar waktu mereka dihabiskan di tengah masyarakat serta diwarnai berbagai macam sajian dari media cetak, elektronik, dan internet. ”Waktu terbanyak kan di masyarakat. Di sisi lain, media massa ikut berperan dalam pengembangan pendidikan karakter ini,” katanya. Bahkan Budi Santoso menyatakan bahwa pendidikan karakter yang telah ditanam mulai usia dini bisa hilang dalam hitungan waktu hanya disebabkan pergaulan yang salah maupun tontonan yang tak mendidik. Pendidikan Karakter Dalam pemantauan terhadap siaran televisi yang dilakukan Monitoring Room Kementerian Komunikasi dan Informatika selama bulan Maret hingga April 2010 dalam siaran prime time ditemukan 1.113 tayangan adegan pembentukan karakter bangsa di 11 televisi nasional. “TVRI menjadi televisi penayang adegan terbanyak,

yaitu 211 adegan atau 19.0 persen. Disusul METROTV, GlobalTV, TVOne, AnTV, SCTV, INDOSIAR dan TRANS7. Ada tiga televisi dengan persentase lebih kecil, yakni RCTI, TRANSTV, dan TPI,” jelas Teguh Imawan, tenaga ahli monitoring siaran televisi di Badan Informasi Publik Kementerian Kominfo. Siaran yang dipancarkan stasiun televisi dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memang memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak. Dari temuan monitoring konten siaran televisi nasional, ternyata siaran televisi masih diwarnai beragam tayangan nilai pembentukan karakter bangsa. “Adapun nilai pembentukan karakter bangsa yang dominan antara lain rajin bekerja, tahu cara memperbaiki diri, jujur, terus terang, serta selalu melihat ke masa depan,” tambahnya. Masih Positif Berdasarkan arah tayangan pembentukan karakter bangsa dalam siaran televisi nasional, terdapat sekitar 53,5 persen bernilai positif. Sebaliknya, 46,5 persen sisanya negatif atau berisi tayangan yang bisa memudarkan nilai jatidiri bangsa. “Arah tayangan dianggap positif, bila konten adegan memenangkan nilai pembentukan karakter bangsa sehingga tayangan dapat dimaknai cenderung menjaga dan/atau meningkatkan nilai pembentukan karakter bangsa,” tambah Teguh Imawan yang juga pegiat Komunitas Melek Media ini. Dari pemantauan yang ada jumlah tayangan menjaga dan meningkatkan nilai jatidiri bangsa

memang lebih banyak ketimbang tayangan yang cenderung merusak dan memerosotkan nilai jatidiri bangsa, “Meski selisih angkanya tipis. 53,5 persen yang positif dibandingkan 46,5 persen yang negatif. Arah konten positif menonjolkan nilai rajin bekerja dan arah negatif jauh lebih banyak dibandingkan mengangkat iseng, kasar, kekerasan,” katanya. Manfaatkan Televisi Televisi diyakin banyak pihak memiliki potensi besar dalam mengubah sikap dan perilaku masyarakat terutama anakanak yang relatif masih mudah terpengaruh dan dipengaruhi. Namun sebenarnya hasil penelitian para ahli menunjukan bahwa tayangan televisi bisa mempengaruhi perilaku anak dan juga sebaliknya tidak berpengaruh apa-apa. Ta p i p a d a k e n y a t a a n y a di Indonesia, televisi saat ini memang seolah tempat sekolah bagi masyarakat, Darmaningtyas menilai pendidikan tata krama atau etika, itu tidak bisa hanya dibebankan kepada sekolah. "Media televisi memegang peranan penting karena perilaku anak lebih banyak dipengaruhi oleh tayangan televisi. Oleh karena itu, stasiun televisi harus berubah untuk membuat tayangan yang lebih mendidik. Selain itu, harus ada pembatasan menonton televisi bagi anak-anak dan mengontrol acara-acara yang bisa memengaruhi perilaku anak," kata Darmaningtyas. Tak berlebihan jika Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring mengatakan, pembangunan karakter bangsa secara nasional hendaknya juga bisa diikuti oleh pelaku

media maupun lembaga penyiaran. Masing-masing harus menjalankan perannya secara positif dan memiliki landasan berimbang dalam menyampaikan berbagai hal. Media massa juga harus kembali kepada jati diri Indonesia dengan landasan Pancasila, sehingga tidak hanya memberitakan kekurangan atau sisi negatif bangsa. Media harus berimbang meskipun dalam fakta ada banyak hal yang belum dicapai dan banyak masalah yang dihadapi bangsa ini. “Namun, bangsa ini juga mempunyai hal yang positif, yakni banyak modal dan budaya yang kuat. Negara kita dengan segala syarat masih berdiri kokoh, jangan malah dihancurkan," katanya. Tayangan televisi dapat memberikan dampak positif terhadap karakter bangsa. Menyadari pentingnya televisi, belum lama ini Kementerian Pendidikan menandatangani nota kesepahaman kerja sama peluncuran siaran televisi yang khusus didedikasikan untuk pendidikan keterampilan melalui saluran terbatas, bernama; TV Citra Indonesia Terampil. Bagaimanapun dalam pembangunan karakter bangsa, sesungguhnya siaran televisi masih mengajarkan nilai-nilai yang positif. Namun persoalannya apa yang disajikan di televisi belum tentu dimaknai sama oleh setiap penontonnya. "Apalagi tayangan di media sering saling menyalahkan, saling memperuncing keadaan di mana yang mestinya sederhana dibuat rumit, ribet, dan heboh, tanpa peduli dampaknya bagi rakyat," cetus Fatimah.***(TH)

www.bipnewsroom.info


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.