Edisi 15/Tahun VI/September 2010

Page 1

Kibar Daerah Layanan Terpad Dinas Perijinan Kota Jogjakarta

Bukan Janji Tapi Pasti

Halaman

Wawancara

10

Cerdas Kaban

Pemkot Jogjakarta memberikan dua layanan terpadu berkaitan dengan perijinan, yaitu pelayanan terpadu satu atap dan satu pintu. Saat ini ada enam layanan perijinan dan 29 jenis perijinan.

Foto : opit

Edisi 15/Tahun VI/September 2010

Halaman

4

Reformasi Birokrasi Bisa Kurangi Urbanisasi Urbanisasi terjadi karena dua faktor, tekanan ekonomi dan tuntutan pengembangan diri. Pengembangan diri dikatakan Cerdas karena kemampuan seseorang yang tidak bisa lagi tertampung di desanya. Sementara tekanan ekonomi, sering dijadikan alasan pelaku urbanisasi untuk memperbaiki nasib.

Cerdas Kaban Staff Khusus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Kembangkan Daerah Kelola Urbanisasi bagi jutaan orang miskin yang tersebar di perdesaan. Tapi peningkatan urbanisasi akan membawa konsekuensi bahwa banyak potensi kemiskinan terkonsentrasi di kota. Kondisi itu pada gilirannya akan memicu banyak masalah. Urbanisasi yang tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai akan menimbulkan pemukiman kumuh. Pada gilirannya juga akan memunculkan beragam masalah sosial mulai dari potensi konflik antar warga hingga tindak kriminalitas. Meningkat Mengutip data UNFPA-PBB, Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa memaparkan pertumbuhan penduduk perkotaan dunia diproyeksi akan meningkat dua kali lipat dari 3,3 miliar jiwa pada 2007 menjadi 5,4 miliar pada 2050. "Diperkirakan pada 2020, populasi penduduk kumuh dunia akan mencapai 1,4 miliar," kata Menpera.

Di Indonesia Indonesia, data Badan Pusat statistik memproyeksikan tingkat urbanisasi mencapai 68 persen pada tahun 2025. Bahkan di beberapa provinsi di Jawa dan Bali, tingkat urbanisasi sudah lebih tinggi dari tingkat urbanisasi Indonesia secara total. Diperkirakan di DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten pada tahun 2025 tingkat urbanisasi sudah di atas 80 persen. Pengelolaan Daerah Kebijakan represif untuk mencegah urbanisasi yang selama ini dilakukan cenderung tidak bisa mencegah kenaikan laju urbanisasi. Begitu pula dengan pengalihan urbanisasi menjadi transmigrasi, tetap belum sepenuhnya membendung kenaikan angka urbanisasi. Oleh karena itu salah satu solusi yang bisa dikembangan adalah terus mengembangkan pembangunan di daerah per desaan agar sejalan dengan perkembangan perkotaan . Dalam Konferensi Menteri Perumahan se-Asia Pasifik untuk perumahan dan pembangunan perkotaan atau

Asia Pasific Pasific Ministerial Conference on Housing and Urban Development (APMCHUD) ketiga, di Solo akhir Juni lalu dihasilkan Deklarasi Solo. Peserta konferensi bertekad mengembangkan pusat data dan sistem informasi, pengetahuan, serta inovasi dalam penataan perkotaan. Deklarasi Solo juga menekankan penguatan tanggung jawab pemerintah untuk pemberdayaan peran serta masyarakat dalam pembangunan perkotaan. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menegaskan bahwa pengembangan perkotaan yang tidak terkendali cukup mengkhawatirkan. Di Indonesia, tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan Pulau Jawa menjadi sangat padat. Sedikitnya 58 persen penduduk Indonesia kini bermukim di pulau ini, sehingga sejak dini perlu dikelola secara benar dan tidak menimbulkan dampak sosial dan lingkungan. "Karena itu, keberadaan sebuah lembaga riset perkotaan cukup mendesak dimiliki untuk memberi masukan kepada pemerintah," tandasnya. (m)


2

VI Edisi 15 Tahun September 2010

Beranda

www.bipnewsroom.info

URBANISASI anti hama semakin mahal, juga sering langka, Masa-masa mengalir kembalinya rombongan tiga jalur), sebuah kebijakan pro-growth, probeberapa bulan menunggu panen, dan harganya pulang mudik keperkotaan seperti sekarang, work, pro-poor (pro pertumbuhan ekonomi, jauh di bawah harapan pula. biasanya disertai pula dengan mengalirnya pro lapangan kerja dan pro pengurangan Hal ini diakui Kepala Badan Ketahanan perantau-perantau baru ke perkotaan. Mengejar kemiskinan). Salah satu orientasi yang dipilih Pangan, Achmad Suryana, bahwa rendahnya harapan baru, mengejar kehidupan lebih dalam memerangi kemiskinan adalah “bekerja penyerapan beras oleh BULOG di sejumlah baik, mengejar kehidupan yang katakanlah dan mendapat gaji” (work and pay). “Jadi tidak wilayah adalah akibat harga pembelian glamour dengan berbagai pemandangan, pemerintah (HPP) untuk beras dan gabah pe kehidupan dan hiburan di perkotaan. yang masih lebih rendah dibandingkan ya Pada awal tahun 1990-an, Menteri dengan harga pasar. Maka kalau begitu, de Pekerjaan Umum DR.Ing. Purnomosidi Presiden Susilo Bambang Yudhono, saat petani-petani di perdesaan yang memberi pe Hadjisarosa, mengibaratkan arus urbaniini menerapkan kebijakan triple track strategy subsidi harga beras pada orang di su sasi dengan teori laron. Laron adalah (strategi tiga jalur), sebuah kebijakan pro-growth, perkotaan. pe hewan malam yang selalu mengejar pro-work, pro-poor (pro pertumbuhan ekonomi, Pemerintah pun memiliki program lampu yang terang. Menurutnya, kepro lapangan kerja dan pro pengurangan di semua sektor untuk meningkatkan timpangan kemiskinan). Salah satu orientasi yang dipilih kesejahteraan masyarakat di perdesaan. ke pembadalam memerangi kemiskinan adalah “bekerja Misalnya pembangunan jaringan irigasi M ngunan dan mendapat gaji” (work and pay). “Jadi tidak baru ba total seluas 500.000 ha dalam kurun antara semata-mata mengandalkan bantuan dan subsidi 2010-2014 di berbagai daerah dengan 20 perkopangan,” kata Presiden. biaya bia diperkirakan Rp. 14 triliun; kemudian taan pembangunan jalan sebagai salah satu pe dan infrastruktur penting untuk kemajuan in daerah, kini makin banyak diarahkan pada da perdesaan, semata-mata saan semata mata mengandalkan bantuan dan daerah-daerah tertinggal seperti pada daerah membuat subsidi pangan,” kata Presiden. selatan Provinsi Jawa arus urMenurut data dari Badan Pusat Statistik Barat dan Provinsi Banten, yang warganya banisasi (BPS) per Maret 2010, jumlah penduduk selama ini banyak ber-urbanisasi ke ibukota. m e n - Indonesia adalah sebanyak 237,6 juta jiwa, di Ada pula program PNPM-Mandiri yang pada jadi makin mana diantaranya terdapat penduduk miskin kurun 2005-2009 lalu, telah menyelesaikan marak, se- sebanyak 31,02 juta jiwa atau 13,33 % dari pembangunan infrastruktur perdesaan masinghingga pen- jumlah penduduk seluruhnya. masing pada 22.147 desa tertinggal, pada 325 duduk perdesaan Untuk perbandingan dengan data BPS tahun kawasan agropolitan dan pada 709 kawasan berbondong-bondong 2009 sebelumnya, jumlah penduduk Indonesia desa pusat pertumbuhan. berjuang mengubah na- adalah sebanyak 231,7 juta jiwa, di mana di Jangan dilupakan pula perjuangan kaum sib dan juga untuk me- antaranya terdapat penduduk miskin sebanyak urbanis yang jumlahnya jutaan di perkotaan, nikmati gaya hidup (life 32,53 juta jiwa atau 14,15 %. telah secara langsung mengurangi kemiskinan style) perkotaan yang jauh Betapapun juga angkanya yang jelas adalah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lebih semarak. sebagian besar kemiskinan itu terdapat di perdesaan. Ya, kerja panjang kita bersama. P r e s i d e n S u s i l o perdesaan. Bambang Yudhono, saat Salah satu contoh menyolok adalah adalah ini menerapkan kebijakan rendahnya penghasilan yang diperoleh dari triple track strategy (strategi bertanam padi, sedangkan harga bibit, pupuk,

Etika Perlu Dalam Wawancara

desain: f.dewi.m

Perlu ada etika dalam wawancara sumber. Melihat hasil tayangan suatu stasiun televisi belum lama ini terkait dengan kasus penembakan kantor polisi yang diduga dilakukan oleh teroris. Salah satu istri korban yang diwawancarai secara live bersama si anak seumuran 11 tahun, rasanya kurang etis ketika sumber sudah dipaksa terus dengan pertanyaan seputar kejadian tersebut hingga menangis. Bagaimanapun mereka sebagai keluarga mempunyai rasa trauma yang mendalam, belum juga luka itu sembuh sudah diingatkan kembali dengan pertanyaan bertubi-tubi. Bagi kami penonton merasa itu terlalu berlebihan untuk mengambil empati pemirsa lainnya, dan tidak sepatut-

nya ditayangkan hanya untuk mengejar rating pemberitaan tanpa melihat sisi keluarga korban. Ali Afudy-, via email

Hentikan Tayangan Baku Tembak Saya ingin mengomentari hasil tayangan kontak senjata antara Densus 88 dengan perampok ATM di Bukit Tinggi. Meskipun kejadiannya sudah berlangsung lama, tapi stasiun-stasiun TV terus saja mengulang-ulang tayangan tersebut, entah untuk maksud apa. Menurut saya tayangantayangan seperti ini berefek pada phsikologis anak. Tayangan tersebut mendorong anak semakin getol bermain perangperangan dengan “senjata-sen-

jata” an. Mereka meniru adegan tayangan televisi tersebut. Disisi lain perangkat maianan senjatasenjataan yang dilengkapi dengan peluru-peluruan tersebut sedang marak di pasaran, korban dari permainan tembakan tersebut pun mulai banyak. Santi-, via email

Anak Perlu Tayangan Mendidik Tayangan program televisi saat ini sangat memprihatinkan. Kebanyakan mereka tidak memberikan pendidikan yang positif, tayangan lebih banyak mengumbar tayangan maksiat, seperti gaya hidup mewah, sombong, mistik, seksualitas, kekerasan fisik, dan banyak lagi. Sebagai warga masyarakat

saya khawatir dengan tingkah laku generasi muda nantinya, karena waktu mereka habis di depan layar televisi. Bukankan lebih baik provider televisi menayangkan tayangan anak yang mendidik lebih banyak ketimbang membuat sinetron dewasa yang hanya khayalan. Mengapa tidak mencoba tayangan sinetron dengan menyadur hikayat-hikayat lama, tentu itu akan lebih mendidik anak-anak kita. Nurul Hidayah ,via facebook.

Pernyataan Narasumber Harus Dihormati Program dialog di salah satu stasiun TV membuat saya terheran-heran. Narasumber (yang dalam pemahaman saya dihadirkan untuk memberikan pengertian sesungguhnya sehingga masyarakat yang awam paham), malah selalu “dipaksa” membenarkan “pernyataan” bukan “pertanyaan” pembawa acara. Memang seperti inikah seharusnya? Ridwan,via email

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; M. Abduh Sandiah; Asnah Sinaga; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Listya; Elpira Indasari N; Taofik Rauf; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 15

Tahun VI September 2010

3

Utama

www.bipnewsroom.info

Suatu Hari Di Pelabuhan Benoa Sinergi swasta dan pemerintah, percepat pembangunan daerah Cuaca cerah siang itu di pelabuhan Benoa, Bali. Pelabuhan yang merupakan pintu keluar Pulau Dewata dengan kapal penumpang itu masih sepi. Seorang pria berkaus merah dengan celana pendek menawarkan tiket ketika ada salah seorang calon penumpang yang akan menuju Kendari dengan menggunakan KM. Tilongkabila. “Beli tiketnya di sini. Pengalaman kemarin, kapal datang jam delapan malam, kemudian berangkat lagi pukul sepuluh,” ujar I Ketut Sastrawan. “Di Benoa ini kalau mau beli tiket melalui saya. Saya sudah 15 tahun berjualan tiket di sini. Sebelumnya saya berjualan di Tanjung Perak, Surabaya. Tiket yang saya jual merupakan tiket resmi,” katanya meyakinkan calon pembeli. Calon pembeli menyerahkan KTP, formulir diisi, dimulailah pekerjaan Satrawan. Lalu ia kirim data pembeli melalui SMS pada anaknya di rumah untuk ditulis dalam tiket. Anaknya memproses tiket itu di rumah, dicetak, kemudian sang anak mengantarnya ke pelabuhan untuk diberikan kepada calon penumpang itu. Transaksi-pun terjadi. Sesuai dengan aturan yang berlaku, penumpang yang batal berangkat, harus menanggung konsekuensi seperti tiket hangus atau uang dikembali-

kan 50%, tergantung berapa lama sebelum kapal berangkat, pembatalan dilakukan. Tidak ada yang berani memakai tiket dengan nama penumpang lain karena beratnya sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelabuhan Benoa tampak rindang. Jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal pada malam hari, karena itu semakin lama, pelabuhan semakin ramai, hingga malam menjelang dan kapal pun tiba. Tersedia terminal transit untuk penumpang, untuk rehat sebelum masuk ruang tunggu. Untuk bisa memasuki ruang tunggu keberangkatan, satu persatu petugas memeriksa tiket penumpang dan dicocokkan dengan kartu identitas. Kemudian penumpang me-

“Penumpang yang sudah berada di ruang tunggu tidak perlu khawatir kehilangan barang. Petugas yang sebagian besar orang Bali asli, ada di sini,” ujar Ketut. Tetap laksanakan nilainilai lokal Bali Yang menarik sekali dalam pengelolaan pelabuhan laut provinsi tujuan wisata nomor satu di tanah air , dan namanya dikenal luas di seantero dunia ini, juga diterapkan nilai-nilai budaya lokal Bali, sehingga merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Terdapat banjar dinas dan banjar adat, yang masing-masing diberi kewenangan sendiri. Banjar dinas diberi kewenangan mengelola pelabuhan termasuk segala fasilitasnya dan mena-

Forum silaturahim yang digagas pada 2007 ini, mencoba merengkuh banyak pihak, mulai dari pemerintah daerah sampai sektor perbankan untuk saling bahu membahu mengangkat perekonomian sanak keluarga di kampung. lewati detector. Bila clear clear, ewati metal detector barulah bisa masuk ke ruang tunggu. karena kalau sudah masuk ruang tunggu penumpang tidak bisa langi mondarmandir, demi kemanan dan ketertiban

Benoa dan di Provinsi Bali umumnya, juga menggunakan nilai-nilai lokal. Mereka menggunakan pakaian tradisional khas Bali, dengan udeng (ikat kepala), baju safari hitam, kain kotak-kotak, kadutan (senjata tradisional Bali), serta rompi bertuliskan Pecalang. Petugas keamanan ini pada umunya adalah orang Bali asli. Dengan kebijakan ini diharapkan keamanan lebih terjaga, karena mereka dianggap dapat lebih mengenal warga Bali sendiri, pendatang, maupun orang-orang yang mencurigakan I Gede Arcana (43) misalnya selalu siap menjalankan tugas sebagai Pecalang. Hari itu Arcana dan rekanrekannya mendapat tugas melakukan sidak (pemeriksaan mendadak) kependudukan. Sete lah mendapat panggilan dari ketua pecalang dan mendapatkan arah an bahwa me hari ini akan dilakukan sidak har kependudukan, ia dan rekankep rekannya mendatangi rumahreka rumah penduduk. rum “Usai libur Idul Fitri biasanya

penumpang sementara ngani penumpang, banjar adat melaksanakan fungsi yang berhubungan dengan kematian, perkawinan, upacara keagamaan. Sementara itu dalam penjagaan keamanan di pelabuhan

Bu Juju, Kisah Usaha Kecil Rengginang

Ikut Mencegah Urbanisasi Pernah dengar rengginang? Itu lho, sejenis kerupuk dari nasi atau nasi ketan yang butirannya tidak dihancurkan, sehingga masih jelas terlihat. Di Kecamatan Pagaden Pagaden, Kabupaten Subang Subang, Jawa elas terlihat Barat, industri rumahan rengginang ternyata mampu ikut mencegah urbanisasi. Bagaimana mungkin? Ya, di kecamatan yang berjarak 14 kilometer dari kota Subangini,

banyak pengusaha yang menggeluti usaha rengginang. Kemajuan usaha rengginang berarti akan lebih banyak memberdayakan tenaga lokal. Sehingga cita-cita bekerja di kota besar pun kian surut. Rengginang Cita Rasa Sebut saja, rengginang Cita Rasa warisan turun temurun milik keluarga Juju Juriah (68). Usaha rengginang rumahannya itu telah menghidupi dan menyekolahkan delapan anaknya hingga lepas sarjana. Tak hanya itu, rengginang Pagedan itu telah mampu merubah cara berpikir beberapa anaknya. Dari yang semula ber-urbanisasi mencari peruntungan di kota besar, memilih kembali ke kampung halaman membantu membesarkan usaha keluarga. “Kenapa

banyak penduduk yang datang ingin menetap disini, namun tidak memiliki KTP Denpasar. Untuk itulah, kami diminta membantu sidak penduduk,” kata Arcana. Satu per satu rumah didatangi, setiap warga diperiksa kartu identitasnya, warga yang tidak memiliki KTP Bali dibawa ke banjar. Sampai di Banjar, warga pendatang baru yang memenuhi syarat, dibuatkan KIPEM, kartu identitas sementara. Masa berlakunya hanya tiga bulan bagi pendatang dari luar Provinsi Bali, dan enam bulan bagi warga Provinsi Bali dari kabupaten/kota lain. Pembayaran resmi untuk mendapatkan sebuah KIPEM di Dusun Banjar Batu Mas, yang terletak di Kelurahan Dangin Puri, Kecamatan Denpasar Timur, dikenakan Rp.10.000 bagi yang memiliki KTP Bali, dan Rp. 100.000 bagi yang berasal dari daerah-daerah lain Indonesia di luar Bali. (IR).

k jauh-jauh cari kerja, di kampung sendiri kita bisa berhasil kok. han Yang penting mau berusaha dan kerja keras. Malah bukan hanya ”pesan Juju kepada anakan ngasih makan kita kita, juga warga sekitar sekitar,”pesan anaknya. Usaha keras Juju berawal sejak kecil. Ia kerap membantu kedua orang tuanya, mulai dari memproduksi rengginang, sampai mengisi kaleng dan plastik rengginang untuk dititip-jual di toko-toko sekitar. Hingga akhirnya kedua orang tua Juju meninggal dan usaha tersebut diwariskan kepada kakak dan adiknya. Sementara ia memilih untuk berdiri sendiri dengan membuat merek baru “Cita Rasa”. “Saya mulai 1995. Merek dagang saya, karena rengginangnya tetap mempertahankan cita rasa.Saya menggunakan ketan dan gula yang sama dengan punya orang tua dahulu. Tidak pernah saya ubah jenisnya. Satu hal yang paling penting adalah terus mempertahankan cita rasa rengginang ini,tidak berubah,sudah seperti pusaka,” ujar dia. Ia pun kerap mengikuti pelatihan dan seminar dari berbagai instansi untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola usaha. Ingin Go International Juju mengatakan, masalah utama bisnis rengginang adalah kendala permodalan. Tak banyak pengusaha yang memiliki akses langsung, baik kepada perusahaan “orang tua asuh”, maupun lembaga keuangan pemberi kredit. “Jawabannya adalah networking (jaringan-red). Info tersebut ada kalau kita sering berbaur dengan pengusaha lain. Salahnya adalah kita sering menganggap pedagang lain sebagai saingan, bukan mitra. Kalau usaha kecil jangan ngomong saingan, tapi bekerja bersama. Sama-sama maju,” kata dia. Dari kawan sesama pedagang jualah, Juju mendapat informasi tentang permodalan. Tak lama mencoba, sejumlah rupiah pun digelontorkan oleh satu perusahaan swasta nasional untuk

mendongkrak usahanya itu. Plus bantuan kemudahan kreditdari perbankan bagi usaha kecil dan menengah yang memanfaatkan program pemerintah. Keinginan terbesarnya saat ini adalah ada pihak yang bisa membantunya masuk hingga ke swalayan-swalayan modern di kota besar."Syukur-syukur bisa go international,” kata dia. Dukungan Pemerintah Daerah Pemerintah daerah Subang pun tak tinggal diam. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Subang, Ugay L. Muhtar,mengatakan,pemerintah kabupaten terus mendorong berkembangnya usaha-usaha kecil rakyat yang banyak tersebar di pelosok-pelosok desa. Ini menjadi salah satu potensi yang tidak hanya mendorong geliat ekonomi rakyat,tapi juga menjadi potensi perekonomian daerah. Melihat geliat Kabupaten Subang, tentu tidak sedikit kabupaten lain bahkan tingkat desa yang juga bergerak maju mengembangkan potensi dirinya. Jika sudah demikian, tentu tidak salah jika kita bermimpi beberapa tahun ke depan sebagian besar desa di Indonesia mampu menyediakan lahan dan lapangan pekerjaan (taofiq rauf/IR/dan)


4

www.bipnewsroom.info

VI Edisi 15 Tahun September 2010

Utama

Staf Khusus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Cerdas Kaban

Reformasi Birokrasi Bisa Kurangi Urbanisasi dan pegawai baru yang akan masuk harus melalui saringan yang transparan dan akuntabel dengan sistem modern. Ketiga adalah pengawasan pada kinerja dan kemampuan. Pengawasan itu bukan mencari kesalahan yang diawasi, tapi juga memberi peringatan terhadap berbagai risiko. Nah, jika orientasinya peningkatan pelayanan pada masyarakat maka yang terjadi adalah menjaga agar tidak terjadi kesalahan. Sehingga tugas pengawasan itu adalah bagaimana mengawal agar perencanaan yang baik dapat berjalan dengan baik pula. Hasilnya sudah pasti baik. Jadi sasaran akhirnya peningkatan kinerja pelayanan publik? Paling penting ujung dari reformasi birokrasi adalah peningkatan pelayanan terhadap masyarakat atau publik. Nah, jika pelayanan terhadap masyarakat itu meningkat sesungguhnya reformasi birokrasi itu sudah berjalan di jalur yang tepat. Apapun cerita kita terkait reformasi birokrasi, sejauh pelayanan publik nantinya tidak maksimal maka reformasi itu dikatakan gagal. Jadi sekali lagi ujung dari reformasi birokrasi itu adalah pelayanan kepada masyarakat.

Urbanisasi bisa dikurangi bahkan dicegah dengan memperkuat pembangunan daerah. Sejalan dengan konsep reformasi birokrasi, adalah tugas pemerintah untuk membuat kebijakan yang memihak langsung masyarakat, khususnya di tingkat desa.

Beberapa pemerintah daerah sudah terlihat mulai berbenah. Berbagai terobosan untuk meningkatkan kualitas layanan publik dilakukan. “Ketika reformasi birokrasi diterapkan, banyak daerah yang menjalankan pemerintahan secara transparan, akuntabel, dan dipercaya masyarakat. Jika sudah demikian, tak akan ada lagi masyarakat daerah yang ke Jakarta hanya untuk menjadi kaum urban,� kata Staf Khusus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Cerdas Kaban, saat ditemui Taofiq Rauf dan Elvira Inda Sari dari Komunika. Menurut Cerdas urbanisasi terjadi karena dua faktor, tekanan ekonomi dan tuntutan pengembangan diri. Pengembangan diri dikatakan Cerdas karena kemampuan seseorang yang tidak bisa lagi tertampung di desanya. Sementara teka-

nan ekonomi, sering dijadikan alasan pelaku urbanisasi untuk memperbaiki nasib. “Saya mencatat ada sekitar 100 daerah lain yang bisa menerapkan reformasi birokrasi. Hasilnya selain mendatangkan investor, masyarakatnya pun turut giat membangun daerah. Dengan kata lain tak ikut latah mencari kerja di kota-kota besar,� tandas Cerdas. Apa dan bagaimana kebijakan penanganan urbanisasi sejalan dengan program reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah, berikut pertikan wawancara dengan Cerdas Kaban di kantornya. Sejauh mana perkembangan reformasi birokrasi? Reformasi saat ini sudah masuk dalam tahap grand design bagaimana seharusnya reformasi itu disusun ke depannya. Patut disyukuri bahwa

banyak daerah yang ternyata punya semangat melakukannya dan sudah berhasil. Misalnya di Sragen, Karanganyar, Surakarta, Balikpapan, Pare-pare, Purbalingga hingga Merauke dan beberapa kota lain. Apa indikator keberhasilannya? Keberhasilan ini dapat dilihat dari beberapa aspek, namun yang terpenting organisasi pemerintahan itu dinamis. Jika sudah dinamis, pemerintahan biasanya memperhitungkan berbagai macam aspek sehingga selalu siap menghadapi kebutuhan dan tantangan organisasi serta keinginan masyarakat. Hal kedua, sumber daya manusia. Jumlah pegawai rasional dan kompetensinya disesuaikan kebutuhan. Jadi tidak asal rekrut, artinya pegawai yang sudah ada terus diberi pelatihan

Bisa dikatakan reformasi birokrasi bisa mengurangi tingkat urbanisasi? Tepat sekali. Jika suatu daerah punya pemerintahan yang dinamis, transparan dan akuntabel, masyarakatnyapun akan enggan meninggalkan daerah. Karena iklim kerja dan investasi sudah pasti ikut dinamis. Pemerintahan yang dinamis berarti semua pimpinan daerah, tidak hanya pemerintah tapi juga DPR/DPRD, Lembaga Swadaya Masyarakat dan tokoh masyarakat saling mendukung. Dan, memang umumnya daerah-daerah yang dinamis ini, hubungan harmonis terjalin erat antara eksekutif, legislatif dan tokoh-tokoh masyarakatnya. Bagaimana bisa dilakukan? Pimpinan daerah harus bisa membaca dan melihat potensi daerah. Kemudian memiliki komitmen tinggi untuk mengembangkannya untuk kesejahteraan dan peningkatan pelayanan pada masyarakat. Anda tahu, daerah-daerah yang saya sebut diatas, saking komitmennya pada peningkatan pelayanan pada masyarakatnya, kadang mengambil langkah dan kebijakan yang jika dilihat dari tataran legislasi umum melanggar dan tidak sesuai dengan undang-undang. Namun mereka mengelola secara transparan dan diketahui masyarakat terutama alokasi anggaran dan penggunaan

dana. Sehingga saat pemeriksaan atau pengawasan, seluruh komponen pemerintah hingga masyarakat akan ikut mempertanggungjawabkannya. Bisa dijelaskan? Contohnya tenaga penyuluh lapangan di Sragen bisa bergaji Rp5 juta hingga Rp7 juta sebulan. Kok bisa PNS bergaji besar? Disana dari setiap kilogram gabah padi yang dihasilkan, PPL memperoleh Rp20,00. Begitulah mereka mengatur. Salah? Tentu tidak. Padahal jika menggunakan aturan PNS ya mana mungkin kan punya gaji seperti itu? Tapi Bupatinya bilang, ya bisa saja karena semua transparan dan PPL ini memang bekerja keras untuk kepentingan petani. Petani tidak keberatan karena mereka juga untung. Pada daerah-daerah selain kesejahteraan pegawai meningkat, para pegawai juga tidak akan macam-macam. Jangankan bertindak seleweng, berpikir saja tidak. Anggaran biasanya jadi masalah? Anggaran kecil bukan jadi kendala. Kota Sragen, dan kota lain yang maju awalnya hanya punya anggaran yang kecil. Tapi mereka mampu mengembangkan dana tersebut secara efektif dan efisien, dan satu lagi, transparan. Transparansi dan akuntabilitas memang syaratnya. Seluruh komponen pemerintah, kepada DPRDnya, kepada masyarakatnya. Ini loh anggaran kita tahun ini. Tapi memang kembali lagi pada integritas dan komitmen pimpinan daerah. Jadi bagi saya jika ada daerah yang mengatakan kekurangan anggaran, itu hanya alasan saja. Bagaimana dengan pemerintah pusat? Idealnya begini, jika suatu daerah punya pimpinan yang commit pada peningkatan pelayanan publik demi kesejahteraan rakyat, nah, pemerintah pusat tinggal memberikan dukungan, misalnya melalui kebijakan. Alangkah bagusnya lagi jika kebijakan menekankan agar daerah hingga tingkat terkecil seperti desa, khususnya di kawasan perbatasan bisa diberdayakan. Daerah itu seharusnya lebih kuat karena pintu masuk ke negara ini. Jika desa kuat secara ekonomi dan administrasi, masyarakatnya pun enggan meninggalkan daerah mencari peluang di daerah lain. Jika masyarakat di tingkat terkecil ini bisa maju dan sejahtera, masalah urbanisasi tidak akan lagi kita jumpai di Indonesia. (tr/vira)


Edisi 15

Tahun VI September 2010

9

Opini

www.bipnewsroom.info

"Kemarahan" Yang Produktif Indonesia tengah mengalami demokratisasi, dimana kondisi sosial politik sangat memungkinkan untuk penyampaian protes, kritik, dan segala bentuk unjuk rasa di muka umum. Namun berbeda dengan negara tetangga, Malaysia masih tergolong “ketat” dalam menyikapi berbagai bentuk demonstrasi.

Imam Prasodjo Sosiolog Universitas Indonesia

Konflik antara Indonesia dan Malaysia yang kembali terjadi beberapa waktu lalu kiranya perlu disikapi secara bijak. Fakta menunjukkan bahwa karakteristik dan dinamika sosial politik dua negara serumpun ini saling bertolak belakang. Indonesia tengah mengalami demokratisasi, dimana kondisi sosial politik sangat memungkinkan untuk penyampaian protes, kritik, d a n segala bentuk unjuk rasa di

muka umum. Namun berbeda dengan negara tetangga, Malaysia masih tergolong “ketat” dalam menyikapi berbagai bentuk demonstrasi. Kita pun harus arif dalam melihat perbedaan ini. Aksi pembakaran foto pejabat, teatrikal, atau berbagai aksi demonstrasi lain, selama disampaikan secara benar bukanlah sebuah hal yang tabu di negeri ini. Hal yang sama tentu akan dimaknai berbeda oleh pemerintah dan warga negeri jiran. Manajemen Amarah Amarah anak bangsa adalah hal yang wajar terjadi saat melihat kapal Malaysia masuk tanpa ijin ke perbatasan Indonesia. B e l u m lagi pemberitaan di media mengenai perlakuan terhadap Te n a g a Kerja Indonesia (TKI). Tak pelak s e m u a itu akan memicu

kemunculan emosi yang besar dan mendorong peluapan. Sampai-sampai muncul ide perang bersenjata antar negara. Hal yang perlu dicermati adalah bila energi kemarahan tidak disalurkan dengan benar akan menjadi tidak produktif. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus mampu menyalurkan energi kemarahan yang meluap dalam bentuk yang lebih produktif. Perang jelas akan sangat me-

dengan membuka lapangan kerja di Indonesia. Pemerintah bisa memanggil kembali TKI untuk mengurus lahan sawit di Indonesia. Kita bisa menjadikan Malaysia sebagai “musuh” dalam persaingan ekonomi. Gerakan “melawan” Malaysia yang paling rasional saat ini adalah dengan menciptakan lapangan kerja. Misalnya membangun pabrik-pabrik ikan di setiap wilayah-wilayah strategis

Banyak cara meluapkan energi kemarahan anak bangsa. Kita bisa “perang” melawan Malaysia dengan membuka lapangan kerja di Indonesia. Pemerintah bisa memanggil kembali TKI untuk mengurus lahan sawit di Indonesia. rugikan bangsa Indonesia. Disinilah pentingnya management of anger atau manajemen kemarahan atas konflik kedua negara. Pemerintah bisa mencoba membangun harapan masyarakat. Jika dilakukan dengan baik maka akan menjadi momentum dari Kebangkitan Indonesia agar lebih baik dibandingkan Malaysia. “Perang” Sosial Banyak cara meluapkan energi kemarahan anak bangsa. Kita bisa “perang” melawan Malaysia

yang berbatasan dengan Malaysia. Atau kembali mengupayakan agar kebun-kebun sawit di Sumatera bisa dikuasai pengusaha lokal agar lebih produktif dan menyerap lapangan kerja lebih banyak. Hal-hal tersebut adalah keinginan para TKI di Malaysia. Kebanyakan mereka ingin kembali bekerja di tanah air. Namun, pertimbangan pendapatan, jumlah keluarga yang menjadi tanggungan, serta belum adanya kepastian lapangan pekerjaan di dalam negeri, membuat mereka

Stabilitas Politik Lokal dan Urbanisasi daerah. Ketegangan-ketegangan politik selalu merebak setiap saat digelarnya pemilu semasa Orde Lama. Bebagai konflik politik aliran kerap terjadi. Maka tak heran, kala itu pulau Jawa dipenuhi oleh F a k t o r p o l i t i k t e r n y a t a penduduk yang ingin mempunyai menduduki posisi penting dalam pengaruh karena tinggal di pusat memengaruhi laju urbanisasi. penggodokan regulasi tata Hal tersebut dikatakan OS kehidupan bernegara. Masa Orde Baru ditandai Shrivastara dalam Text Book of dengan adanya model politik Demography. yang dapat diartikan sebagai Menurutnya masyarakat akan melakukan migrasi dari wilayah “struktur politik komando”. Untuk yang tidak aman ke wilayah yang menjaga agar model politik aman untuk dijadikan tempat berjalan “aman“, maka dalam tinggal. Penduduk cenderung melaksanakan program kebijakan akan memilih daerah yang stabil pembangunan, situasi politik harus diletakkan sebagai dasar bagi secara politik. Untuk menganalisis pola landasan pembangunan ekonomi. korelasional antara stabilitas Struktur politik yang demikian politik dengan laju urbanisasi di diterjemahkan ke dalam asas trilogi Indonesia, dapat di tinjau dari 4 pembangunan, yaitu stabilitas periode politik yaitu masa Orde politik, pertumbuhan ekonomi, dan Lama, Orde Baru, Reformasi, pemerataan pembangunan. Namun seiring berjalannya dan Pasca Reformasi. Pada masa Orde Lama pusat w a k t u s t r u k t u r i n i m e n j a d i pemerintahan ditempatkan di berwajah otoriter. Rakyat tidak pulau Jawa. Masa ini terjadi merasakan adanya pemerataan pergolakan politik di seluruh pembangunan. Gejolak konflik pun Rosi Selly Sandiah, Mahasiswa Pasca Sarjana Program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, UNJ

Dari faktor politik masyarakat akan melakukan migrasi dari wilayah yang tidak aman ke wilayah yang aman untuk dijadikan tempat tinggal. Penduduk cenderung akan memilih daerah yang stabil secara politik. timbul di berbagai daerah daerah. Di era Reformasi, tepatnya tahun 2000, presentase penduduk kota meningkat menjadi 42%. Gejolak politik yang hebat, buah transisi dari era otoriter ke demokrasi menimbulkan perubahan struktur politik. Era ini menghembuskan angin kebebasan berpolitik yang dulu terkurung dalam tekanan orde Baru. Maka gerakan-gerakan sparatis makin berkumandang konflik di Maluku Selatan, Sulawesi Tengah (Poso) Kalimantan Barat, hingga terpisahnya Timor Timur dari negara Bagian Indonesia. Kondisi demikian semakin memperkuat laju atau arus urbanisasi rakyat

sipil daerah yang memilih wilayah yang yan situasi politiknya relatif stabil. stab Di era pasca reformasi, situasi politik poli mulai sedikit stabil akibat kebijakan politik desentralisasi, keb yaitu yait otonomi daerah. Namun ternyata gejolak politik tetap tern timbul. timb Masyarakat desa seakan kaget kag dan belum siap untuk membangun dan mengatur me daerahnya sendiri. dae Tidak bisa dipungkiri adanya pola hubungan korelasional antara stabilitas politik lokal dengan tingkat laju atau arus urbanisasi. Selama situasi politik di daerah belum stabil dan konflik di daerah belum selesai, selama itu pula arus urbanisasi tidak dapat di bendung. Kiranya program pemerintah seperti otonomi daerah dapat dimaksimalkan lagi dengan mempersiapkan SDM yang berkompeten dengan memberikan pelatihan atau pemantauan agar mereka dapat mengatur dan mengembangkan daerahnya secara mandiri.**

tetap bertahan di sana. Padahal, menurut informasi yang saya dapat, banyak di antara mereka di Malaysia yang harus rela mendapat upah minimum dan tidak sesuai perjanjian awal karena pemotongan upah. Di kalangan pengusaha lokal, pemerintah bisa mendorong gerakan untuk memanfaatkan energi pengusaha lokal yang risau atas banyaknya intervensi pengusaha dari luar Indonesia. Tantangan dan “musuh” bersama yang harus ditaklukan be bisa menjadi pendorong bagi bi pengusaha lokal untuk mepe ningkatkan kapasitas dan daya ni saing mereka. sa Libatkan Media Provokasi tersebut menurut saya sangat produktif. Meskipun sa masih bernada kemarahan, tak m mengapa, namun mengelola kemarahan yang produktif. Bukan memilih jalan perang yang justru bisa merugikan diri sendiri. Terlebih bila mendapat dukungan media yang terus menyajikan informasi mengenai hal itu ke hadapan publik. Mungkin katakanlah kita baru mampu membangun sepuluh pabrik ikan di kawasan perbatasan. Kemudian media bersama-sama membingkai informasi tersebut dengan judul “Indonesia Melawan dengan Perekonomian”. Saya yakin suara positif tersebut akan lebih terdengarkan. Bagaimana pun, peran media massa juga penting untuk mengangkat nilai-nilai produktif dari gerakan ini. Media bisa memilih narasumber program yang membawa pesan “kemarahan produktif”, bukan malah membuat kemarahan yang tidak terarah. Tinggal bagaimana sekarang ada yang memerintahkan semua kementerian untuk saling koordinasi tentang lahan yang bisa digarap dalam “perang” ini. Mengapa kita bisa saat dulu membangun Timor-Timur sehingga setiap orang di sana mendapat pekerjaan. Mengapa Batam bisa menjadi daerah khusus perekonomian, dan kenapa tidak bisa hal yang sama dilakukan di daerah perbatasan? Itulah “perang” yang paling produktif, menurut saya. Tidak ada perang fisik. Kerja pemerintah memang membuka lapangan pekerjaan kepada rakyatnya. Terlebih semua bupati bergerak menciptakan lapangan pekerjaan untuk warganya sendiri. Dan tentu saja, semangat itu akan lebih hidup bila didorong energi kemarahan yang meluap dan menuntut untuk disalurkan. Kalau kita mau, pasti bisa! (diolah dari hasil wawancara – dimas dan taofik R)


10

VI Edisi 15 Tahun September 2010

Daerah

www.bipnewsroom.info

Kibar Daerah Layanan Terpadu Dinas Perizinan Kota Jogjakarta

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

Bukan Janji Tapi Pasti Sulawesi Utara

Sumatera Barat

Pemkot Jogjakarta memberikan dua layanan terpadu berkaitan dengan perijinan, yaitu pelayanan terpadu satu atap dan satu pintu. Saat ini ada enam layanan perijinan dikelola di bawah Pelayanan Satu Atap dan 29 jenis perijinan dalam Pelayanan Satu Pintu. Tugiyo (65) tersenyum simpul, warga Banteng Baru II Kota Jogjakarta ini mengaku puas karena Ijin Mendirikan Bangunan rumahnya sudah keluar. “Tidak lama hanya perlu sehari karena kelengkapannya terpenuhi,” katanya sembari keluar dari Kantor Dinas Perizinan Kota Jalan Kenari 56 Jogjakarta. Dinas Perizinan Kota Jogjakarta memang telah berbenah, “Kami tidak pernah mempersulit siapa pun dalam pengurusan izin usaha di daerah Jogjakarta. Proses dilakukan semaksimal mungkin asalkan semua persyaratan terpenuhi. Kepastian dalam biaya, waktu, persyaratan layanan dan akuntabel di bidang perizinan adalah visi yang digagas Pemkot Jogjakarta,” tutur Kepala Bidang Data dan Sistim Informasi, Dinas Perizinan, Kota Jogjakarta, Dodit Sugeng Murdono SH. Transparansi perizinan juga diarahkan untuk menghindari KKN,

dian ada tim advise planning ruang kota,” tutur Lis. Jika untuk usaha besar, tambah Lis Slamet, kita perlu ke klipper atau klinik pelayanan perizinan, “Di sini dilihat apakah perizinan bisa langsung diproses dan diterbitkan izinnya karena syaratnya lengkap. Setelah itu keluarlah print out perizinan,” tambah Lis.

“Setiap petugas Dinas mulai dari staf sampai kepala dinas sudah menandatangani pakta integritas dengan KPK agar tidak melakukan pungli, kolusi dan korupsi,” tambah Dodit.

bisa kita ketahui,” tandas seraya menunjukkan bahwa Bank BPD sebagai penerima setoran retribusi berada satu gedung dengan Dinas Perizinan. Dinas Perizinan memang dibentuk agar kualitas layanan perizinan bagi masyarakat berlangsung optimal. “Sekaligus mengurangi ketidakjelasan prosedur dan tumpang tindih layanan izin yang tersebar di mana-mana,” jelas Dodit. Bahkan menurut Dodit ketika selesai setiap pengguna layanan diberi formulir Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) untuk diisi sesuai layanan yang diterima. “Reward dan punishment tidak diberikan oleh atasan, tapi dinilai pengguna layanan atau masyarakat,” tutur Dodit. Dinas Perizinan Kota Jogjakarta pernah menempati peringkat kelima di dunia dan peringkat pertama nasional dalam kemudahan mendirikan usaha dan mengurus izin mendirikan bangunan. Selain itu memperoleh berbagai penghargaandari BKPM dan Kementerian PAM. “Bahkan Kota Jogjakarta bisa masuk dalam jajaran kota terbersih dari korupsi,” tandas Dodit.

Dua Pola Layanan Pemkot Jogjakarta memberikan dua layanan terpadu berkaitan dengan perizinan, yaitu pelayanan terpadu satu atap dan satu pintu. Pelayanan satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. “Untuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu yaitu Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu,” jelas Dodit. Saat ini ada enam layanan perizinan dikelola di bawah Pelayanan Satu Atap dan 29 jenis perizinan dalam Pelayanan Satu Pintu. Tentu saja layanan itu sangat membantu warga, seperti disampaikan Lis Slamet, pengusaha IWAPI dan konsultan di Jogja. “Pengurusan tidak sulit dan tidak berbelit-belit. Untuk perizinan membangun jalan, kami ambil formulir, mendaftar dan diperiksa kelengkapan berkasnya, kemu-

Bisa Dipantau Menariknya, menurut Dewi, pemilik restoran Gudeg Wujilan di Km 12.2 Kaliurang, Sleman Jogjakarta, dalam formulir pendaftaran tertera telepon atau kontak ponsel yang bisa dihubungi pemohon untuk mengecek berkasnya secara langsung, “Jadi sampai dimana proses perizinan tersebut? Apakah disetujui atau tidak? Berapa besar biaya perizinan yang harus dibayarkan ke bank? Semua

(wiwiek s)

Papua Jawa Tengah

Jawa Timur

Lintas Daerah Jawa Barat

Bali

Bantuan Rp. 1,9 Miliar Untuk 165 Desa di Kabupaten Bandung Barat

Karang Asem Urai Penyebab Kemiskinan

Sebanyak 165 desa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) mendapat bantuan dana Pemprov Jabar sebesar Rp1,9 miliar atau masing-masing desa Rp11,8 juta. Bantuan itu diberikan agar bisa meningkatkan kinerja aparatur pemerintah desa, karena desa merupakan gerbang awal pelayanan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat. "Bantuan akan segera cair karena semua persyaratan dari desa untuk pencairan sudah lengkap," kata Kasubid Fasilitas Pengelolaan Keuangan Desa pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) KBB, Asep Hidayatulloh, di kantornya. Bantuan tersebut didasarkan SK Gubernur yang ditindaklanjuti dengan SK Bupati tentang penetapan desa penerima bantuan keuangan. Adapun pencairan dana langsung dari Biro Keuangan Provinsi kepada rekening masing-masing desa penerima bantuan. Desa penerima bantuan memiliki kewajiban melaporkan penggunaan uang tersebut, “Sehingga diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan dan bisa menunjang pelayanan publik pihak desa kepada masyarakat,” kata Asep. (www.

Kendati sudah dinyatakan tidak termasuk kabupaten tertinggal di Indonesia, Pemkab Karangasem terus berupaya menanggulangi kemiskinan dengan strategi mengurai penyebabnya di setiap desa. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) I Wayan Gede Mustika menunjukkan bahwa hasil pemetaan penyebab kemiskinan di Karang Asem antara lain rendahnya kemampuan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya permodalan, lahan garapan sempit, rendahnya keterampilan, sulitnya pemasaran hasil produksi, kurangnya infrastruktur jalan, kurangnya air bersih, sulitnya pemasaran hasil industri rumah tangga, dan adanya sikap mental miskin masyarakat. Menurut Kepala BPMPD, pemetaan itu dilakukan dari desa dan kemudian direkap di tingkat kecamatan. “Diharapkan lebih tepat sasaran penurunan angka kemiskinan yang saat ini sudah mencapai angka 33.198 KK,” jelasnya, Rabu (22/9). Untuk itu SKPD menjadi ujung tombak di samping masyarakat dan lembaga organisasi kemasyarakat guna menyusun langkah dan program untuk supaya angka kemiskinan terus dapat dikurangi. “Dari gambaran itu diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh SKPD dalam bentuk program kerja dengan memaksimalkan dukungan anggaran APBD 2011 serta tahun selanjutnya,” tambah Gede Mustika.

bandungbaratkab.go.id)

(mc karangasem)

Jawa Timur

Lampung

Gubernur: Hentikan Pembuatan KTP Palsu untuk TKI

Tawaran Investasi Ikan Kerapung di Pulau Segamat

Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta semua pihak terkait untuk menghentikan pembuatan KTP palsu bagi calon tenaga kerja Indonesia (TKI) yang hendak bekerja di luar negeri. Gubernur mengaku mendapatkan informasi bahwa para TKI ilegal asal Jatim kebanyakan membuat KTP palsu di Bengkalis, Riau untuk memuluskan pengurusan dokumen keberangkatannya ke luar negeri. "Kami sudah berkoordinasi dengan otoritas di Riau dan mereka juga sudah memahami masalah tersebut," kata Gubernur di Surabaya, Rabu (22/9). Beberapa kali dia mengimbau masyarakat di Jatim yang hendak menjadi TKI agar menempuh cara-cara yang sah demi keselamatan jiwa selama berada di luar negeri. "Kalau berangkatnya saja dengan cara ilegal, maka tidak akan ada perlindungan hukum. Sebenarnya Jatim sudah membuat perda perlindungan TKI, namun yang jadi persoalan, TKI asal Jatim berangkat melalui daerah lain," katanya.

Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, menawarkan investasi di Pulau Segamat untuk pembudidayaan ikan kerapu karena di lokasi itu memiliki potensi alam yang mendukung. "Pulau Segamat merupakan wilayah di Lampung Timur yang sangat cocok untuk budidaya ikan kerapu, karena memenuhi syarat-syarat untuk kehidupan ikan kerapu tersebut," kata Kepala Kantor Penanaman Modal (KPM) Lampung Timur, Mulyanda, di Sukadana, sekitar 75 Km sebelah timur dari Bandarlampung, Senin. Menurutnya, jenis investasi yang cocok dikembangkan yakni budi daya ikan kerapu macan dan kerapu bebek, karena secara alami wilayah pesisir Pulau Segamat cocok untuk jenis ikan tersebut. Produksi ikan kerapu saat ini masih banyak mengandalkan hasil tangkapan di alam yang tentu saja tidak mencukupi permintaan pasar. Ia mengharapkan para investor bisa tertarik membudidayakan ikan kerapu di Lampung Timur karena pangsa pasar ikan tersebut cukup luas dan juga banyak diminati konsumen baik lokal maupun manca negara. (www.beritadaerah.com)

(ant)


Edisi 15

Tahun VI September 2010

Kementerian PU Sinkronisasi Pusat-Daerah untuk Bangun Infrastruktur Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengungkapkan Presiden masih melihat belum ada integrasi atau sinkronisasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam pembangunan infrastruktur. Kekurang hamonisan ini berdampak pada tidak efisien dan efektifnya pembangunan. “Intinya adalah dana APBN dan APBD itu kan asalnya dari rakyat, kita diminta supaya dalam pembelanjaannya harus tersinkronkan, terintegrasi dengan baik sehingga betul-betul menjadi barang dan bermanfaat buat masyarakat, itu yang diharapkan,” jelas Djoko dalam Program KIB Menjawab, Rabu (22/9) malam, di Studio TVRI Senayan. Djoko menjelaskan sinkronisasi pembangunan infrastruktur daerah dan pengefektifan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional merupakan dua tugas utama Kementerian PU. Hal itu juga terkamktub dalam sembilan direktif Presiden pada Raker III di Istana Bogor beberapa waktu lalu. S e m e n t a r a i t u , Ya y a t Supriatana, staf Pengajar Teknik Planologi Trisakti dan Ketua Pengkajian Perencanaan Pusat, yang ikut dalam perbincangan di TVRI tersebut, mengatakan penghambat sinkronisasi pembangunan antara daerah dan pusat adalah biasnya intrepretasi

Lintas Lembaga

masalah otonomi daerah. “Sering kali diterjemahkan sebagai kewenangan yang seluas-luasnya oleh pemerintah daerah tanpa mempedulikan kewenangan hirarki,” ujar dia. Lebih lanjut, Yayat menilai janji-janji dalam Pemilukada yang dimasukkan dalam rencana pembangunan daerah tak jarang membuat target pembangunan nasional tidak tercapai. “Adanya politisasi rencana pembangunan karena janji politik kadang dimplementasikan dalam bentuk rekrutmen terhadap semua pendukungnya, tanpa memperhatikan potensi daerah, kemampuan dan kapasitas, sehingga rencana yang akan direalisasikan malah banyak mengalami pemunduran,” jelas Yayat. (Lvi)

Kementerian Dalam Negeri Nominasi Penghargaan Pemerintahan Inovatif Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) menetapkan 30 daerah yang masuk dalam nominator penerima penghargaan Innovative Government Award (IGA) 2010. “Dari 30 nominator itu akan diseleksi oleh tim tenaga ahli hingga mendapatkan 12 nominator dan mengerucut hingga empat pemenang yang akan diumumkan Oktober mendatang oleh Mendagri,” kata Sekjen Kemdagri Diah Anggraeni di Jakarta, Selasa (21/10). Penyelenggaraan IGA di-

lakukan Kemdagri sejak 2007 berdasarkan UU 32/2004 tentang Pemda pasal 219 yang mengamanatkan Kemendagri memberi penghargaan kepada pemda yang berprestasi. “Kita telah empat kali memberikan penghargaan kepada pemerintah daerah karena memiliki terobosan atau kegiatan inovatif yang berdampak nasional sebagai bentuk pelaksanaan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota di seluruh Indonesia,” ujarnya. Ke-30 daerah nominator pengerima penghargaan IGA 2010 adalah Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok, Kota Batam, Kabupaten Bangka, Kabupaten Lebak, Kabupaten Garut, Kota Sukabumi dan K a b u p a t e n Ta s i k m a l a y a . Daerah lainnya yakni Kota Pekalongan, Sragen, Surakarta, Kebumen, Purbalingga, Kota Malang, Jember, Ponorogo, Tulungagung, Kota Pontianak, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Palangkaraya. Kemudian, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Gowa, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Boalemo, Kota Ambond an Kabupaten Raja Ampat. (Az)

pendidikan cenderung meningkat. Berdasarkan data Susenas 2004-2009, angka partisipasi murni (APM) SMP/MTs siswa dari golongan keluarga termiskin meningkat dari 49,97 persen pada 2004 menjadi 61,89% pada 2009. “Anak-anak yang latar belakang ekonomi sangat miskin pun punya kesempatan untuk masuk di SMP,” kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh di Jakarta, Jumat (17/9). Menurut Mendiknas, kenaikan ini diikuti dengan semakin kecilnya kesenjangan APM siswa termiskin dengan siswa dari golongan keluarga terkaya. “Pada 2004, kesenjangan APM siswa termiskin dibandingkan siswa terkaya mencapai 30 persen. “Pada 2009, gap-nya hanya tinggal 7%. Gap-nya sudah semakin kecil dan trennya partisipasi naik,” ujarnya. Mendiknas menambahkan tren kenaikan partisipasi sekolah siswa miskin juga terjadi pada jenjang sekolah menengah atas (SMA). Angka partisipasi kasar (APK) SMA/SMK/MA 2003 siswa termiskin 23,2% naik menjadi 39,1% pada 2008 dan 54,3% pada 2009. “Intervensi bantuan operasional sekolah memastikan kenaikan ini,” katanya. (Ad)

Kementerian Pendidikan Nasional

Kementerian Kesehatan

Partisipasi Siswa Miskin Di SMP Meningkat

Indonesia Butuh 26.000 Dokter Gigi

Kesempatan anak-anak dari keluarga miskin mengenyam

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih

penghidupan? Pertanyaan ini layak kita ajukan, karena selama ini kaum urban selalu disalahkan dan dipojokkan. Mereka dianggap telah ‘menginvasi’ kota, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai masalah sosial di perkotaan. Kriminalitas, kemiskinan, gelandangan, pengangguran, penyandang tuna sosial, permukiman kumuh, kebodohan, dan berbagai masalah sosial di kota, selalu saja dianggap sebagai anak kandung urbanisasi. Sepertinya ada pembenaran bahwa masalah-masalah sosial itu lebih pantas terjadi di desa, bukan di kota. Sehingga ketika aneka masalah itu muncul di kota, kaum urbanlah yang dituding menjadi biang-keladinya. Te r l a l u n a i f m e m a n g menyimpulkan bahwa kaum urban bukan sebagai penyebab timbulnya masalah sosial di kota, karena bukti sosiologis telah mentahbiskan hal itu. Akan tetapi, terlalu naif pula menganggap kaum urban sebagai the root of all evil, akar

dari segala masalah, karena orang asli kota pun bisa saja menjadi biang kerok penyakit masyarakat. Oleh karena itu, kita harus mendudukan permasalahan secara adil, agar tidak ikut-ikutan menyudutkan kaum urban yang memang sudah tersudut ini. Bagaimanapun, kaum urban hanya manusia biasa, yang bertindak karena ada sebab-sebab masuk akal yang mendasarinya. Mereka pergi dari desa karena terkepung keputusasaan. Keterbatasan dan ketiadaan di desa membuat mereka tak mampu memenuhi kehendak diri dan keluarga secara layak. Naluri untuk hidup menuntun langkah mereka menuju kota, tempat yang menawarkan sejuta harapan atas pemenuhan kebutuhan. Ibarat semut mencari gula, mereka rela meninggalkan sarang agar bisa tetap makan. Adakah yang salah dari tindakan masuk akal ini? Tidak! Maka jangan salahkan orang-orang yang melakukan urbanisasi, tapi salahkanlah

11

www.bipnewsroom.info

menyebutkan, berdasarkan indikator Indonesia Sehat 2010 satu dokter gigi idealnya melayani 9.000 orang, dan dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini 234.181.400 jiwa maka dibutuhkan sekitar 26.000 dokter gigi. ”Saat ini terdapat 13 Rumah Sakit Gigi Mulut Pendidikan dan penyelenggara pendidikan Kedokteran Gigi sebanyak 12 Fakultas Kedokteran Gigi,” kata Menkes. Sampai tahun 2010, dokter gigi yang telah teregistrasi adalah 21.691 orang, dan 20.158 diantaranya dokter gigi umum dan 1.533 dokter gigi spesialis, “Sehingga masih dibutuhkan banyak dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang optimal kepada masyarakat,” kata Endang. Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan menyebutkan, pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi. Selain itu, juga pemulihan kesehatan gigi yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan dan dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi masyarakat, dan usaha kesehatan gigi sekolah. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigimulut adalah 23,4% dan 1,6% penduduk telah kehilangan seluruh gigi aslinya. (Jul)

foto: www.evafolks.com

Wajah Kita Urban

Jika kota identik dengan kekayaan dan desa identik dengan kemiskinan; kota simbol kegemerlapan dan desa simbol kekumuhan; kota lambang kemajuan dan desa potret keterbelakangan;

kota tempat orang pandai dan desa tempat orang bodoh; kota tempat keramaian dan desa tempat kesunyian; salahkah jika akhirnya orang-orang desa berbondong-bondong ke kota, menjadi urban untuk mengubah

penyebab urbanisasi. Jika kehidupan desa segemerlap kota, tak ada orang miskin, maju dan ramai, saranaprasarana lengkap, ekonomi lancar menggeliat, tidak akan ada lagi kaum urban berbondong-bondong datang ke kota. Bukankah semut yang kenyang makan di sarang sendiri tak akan berpencaran ke segala arah sekadar untuk memenuhi perut dengan sebutir gula? Pertanyaan penting yang harus dijawab adalah, sudahkah kita membangun desa menjadi segemerlap kota, dengan fasilitas dan sarana-prasarana memadai di segala bidang? Jika belum, jangan salahkan jika kaum urban masih terus menyerbu kota. Urbanisasi tidak akan berhenti hanya dengan diimbau, atau bahkan dilarang sekalipun. Urbanisasi baru akan berhenti jika orang-orang desa bisa hidup layak sebagaimana saudara-saudara mereka yang hidup di kota (gun).


12

VI Edisi 15 Tahun September 2010

www.bipnewsroom.info

foto:www. ligagame.com

Menyantap Menu Semangat Warung Tegal

Usaha warteg di Jakarta ternyata membuat perubahan kultur masyarakat Tegal di daerah. Mereka yang tadinya petani, banyak yang beralih profesi menjadi pengusaha warung nasi. Siapa yang tidak kenal dengan “Warteg” atau Warung Tegal. Ketika nama itu disebut pasti akan ingat sajian sayur asem, ikan teri, telur asin, tempe dan tahu. Tapi siapa tahu sajian menu sederhana itu bisa menghasilkan pundi-pundi uang dan membantu daerah. Oleh karena itu, ada yang menjadikannya profesi turun temurun? Kegigihan perantau asal Tegal, Jawa Tengah dapat disaksikan di hampir semua kota besar di Indonesia. Kebanyakan mereka mengadu nasib dengan mendirikan warung makan murah meriah tapi mengenyangkan. Padahal, dahulu orang Tegal sendiri tidak mengenal istilah Warung Tegal. Sekitar tahun 1950-an, beberapa orang Tegal yang datang ke Jakarta untuk berwirausaha kebanyakan berdagang makanan dan minuman ringan. Seiring waktu, satu per satu mencoba peruntungan dengan mendirikan rumah makan. “Ternyata, rumah makan yang hanya menyajikan menu santapan penganjal perut itu disukai banyak orang. Katanya, harganya sangat murah. Karena itulah usaha rumah makan khas Tegal ini berkembang dan diikuti kerabat mereka di desa. Ketenaran inilah yang kemudian rumah makan orang Tegal ini lebih dikenal dengan nama warteg,” kata Walikota Tegal, Ikmal Jaya. Kultur Baru Usaha warteg di Jakarta

foto:www. tatuonline.co.cc

ternyata membuat perubahan kultur masyarakat Tegal di daerah. Mereka yang tadinya petani, banyak yang beralih profesi menjadi pengusaha warung nasi. “Bahkan, seperti di Desa Sidapura atau Sidakaton, Kecamatan Dukuh Turi, Kabupaten Tegal, lebih dari 40 persen penduduknya adalah pengusaha warteg di Jakarta. Profesi ini pun telah diwarisi turun temurun hingga kini,” tutur Ikmal Jaya seraya menambahkan bahwa banyak pengusaha warteg di Jakarta harus rela tinggal di tempat yang kecil dan tidur berhimpitan. Menurut Kepala Desa Sidapura, Faidzin, yang agak mengkhawatirkan, ketika pengusaha warteg itu pulang kampung dengan membawa budaya kota metropolitan. “Terkadang tidak ada lagi keaslian karakter lokal. Mereka datang pulang ke kampung hanya untuk membangun rumah, atau mengadakan makan bersama saja,” ujar Faidzin. Berbeda dengan Faidzin, Walikota Ikmal Jaya lebih melihat ada kultur yang lebih positif. “Warteg melahirkan kultur baru. Bagi mereka lebih enak mendirikan warteg daripada menjadi PNS. Jika selama ini kebanyakan warga hanya puas berpendidikan SMP atau SMA dan tidak ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, mereka punya peluang usaha warteg, apalagi itu didukung oleh orang tua mereka. Berusaha warteg hasilnya lebih tinggi jika dibandingkan menjadi pegawai,” kata Ikmal

Jaya meyakinkan. Beri Manfaat Pemerintah Kota Tegal sendiri bangga dengan keberadaan usaha warteg yang bisa mengangkat taraf ekonomi warga. Mereka bisa menjadi keluarga yang mandiri dan sebagian bisa ikut membantu pembangunan fasilitas layanan publik. “Pendirian Kantor Kelurahan Kebawan itu diprakarsai dengan inisiatif pengumpulan “sepiring lima ratus rupiah” dari pengusaha Warteg. Ini wujud keterlibatan masyarakat secara aktif,” kata Walikota Tegal. Tetapi ternyata hal itu tidak diikuti pengusaha Warteg asal desa lain. “Jika bicara terus terang, tidak ada kontribusi para pengusaha warteg yang ada di desa saya bagi pembangunan desanya itu sendiri. Bahkan terbilang sangat sulit jika dimintai sumbangan,” keluh Faidzin. Memang, kontribusi warteg terhadap pendapatan daerah diakui Walikota Ikmal Jaya memang tidak bisa dinilai secara langsung, “Jika kita lihat pendapatan mereka hanya untuk pribadi dan keluarga. Tapi secara tidak langsung kita dapatkan ketika mereka mengirimkan uang kepada saudara mereka di

kampung lewat wesel atau saat membangun rumah di kampung,” kata Ikmal. Semangat Wirausaha Walikota Ikmal Jaya mengakui masyarakat Tegal memiliki semangat wirausaha yang sangat besar, “Mereka mendirikan warteg kini bukan saja di Jakarta tetapi telah merambah ke kota lain yaitu Bandung, Yogya, Semarang sampai Surabaya,” tuturnya. Bahkan menurut Ikmal Jaya, Pemkot Tegal juga berupaya mendekati keluarga-keluarga yang membuka usaha warteg untuk memberikan edukasi tentang cara berjualan yang baik, manajemen pelayanan dan keuangan. “Meski mereka telah cukup baik tapi manajemen mereka masih tradisional. Seperti belanja, masak, sampai melayani para pembeli dilakukan sendiri. Kita melakukan ini agar mereka dapat mengembangkan usaha-usaha mereka yang ada di Jakarta,” kata Ikmal. Saat ini memang Warteg belum merambah ke luar negeri, “Tetapi jika ada yang memfasilitasi pasti bisa. Pertama yang kita tuju adalah Arab, karena banyak para jemaah haji kita yang mencari makanan khas

Indonesia. Jadi apa salahnya jika warteg ada di Arab. Tentu kita harapkan pemerintah pusat dapat memfasilitasi,” jelas Ikmal Jaya bersemangat. Menurut Walikota, sayangnya semangat itu tidak mudah menular ke desa lain di Tegal, “Hanya daerah-daerah itu saja, karena ada perbedaan paradigma. Mere ka yang terbiasa dengan kultur berjualan seperti warteg ini akan memiliki pemikiran bawah dengan usaha warteg ekonomi mereka akan lebih baik. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki kultur usaha warteg tentu akan enggan untuk terjun ke usaha ini, apalagi susah-susah urban ke Jakarta,” tandas Ikmal Jaya. Ikmal juga meyakinkan bahwa usaha Warteg tidak akan terpengaruh krisis apapun. “Ke depan saya menginginkan, para pengusaha warteg harus lebih profesional, baik dari sisi manajemen, kebersihan dan cara penyajian. Atau lebih meningkatkan lagi lingkup usahanya menjadi restoran, sehingga para pembeli memiliki banyak pilihan,” katanya. Jika demikian, tentu tidak pantas lagi menyebutnya Warteg, tapi Restoran Tegal atau.... (Yuliarso)

IStana tak berpenghubi

G

eliat usaha h warteg ha war artteg yang ya g paling terlihat di desa asal pengusaha adalah bangunan rumah seperti istana. “Sebagian besar penghuninya lebih banyak menghabiskan waktu di luar kampung untuk bekerja. Hanya kembali ketika Hari Raya

tiba. Setelah itu kembali ke Jakarta dan kota besar lainnya untuk waktu yang lama,“ tutur Kepala Desa Sidapura, Faidzin menggambarkan “istana” pengusaha Warteg yang tak berpenghuni. Warteg yang menjadi mata pencaharian alternatif perantau dari Tegal memang telah menjadi lambang kegigihan dan keuletan masyarakat. Tetapi ironisnya kebanyakan pengusaha Warteg bisa membangun rumah yang mewah tetapi hanya sesekali dihuni. “Banyak diantara pengusaha warteg yang berhasil membangun rumah bagus di desa. Jadi semua ingin punya kesuksesan yang sama,” jelasnya. Warteg kini telah berkembang menjadi komunitas khas dari Tegal, Jawa Tengah. “Komunitas ini tidak bekerja serampangan. Lihatlah hasil yang telah dicapai. Dengan kemandirian, perjuangan, serta kegigihan mereka dapat membantu pelayanan kepada warga. Lebih jauh lagi, mereka telah membantu pemerintah Kota Tegal dalam menanggulangi kemiskinan,” tegas Walikota Tegal Ikmal Jaya seraya menambahkan bahwa Warteg seolah menggeser produk teh dari Tegal yang telah diekspor ke berbagai negara. (Yuliarso)


7

TABLOID TEMPEL

Edisi 15 Tahun VI September 2010

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Libatkan Perantauan Untuk Percepatan Pembangunan Daerah

foto: www.west-sumatra.com

foto: www.west-sumatra.com

Silaturahmi Saudagar Minang 2010

Silaturahmi Saudagar Muda Minangkabau tak hanya membahas pembangunan saat ini saja, melainkan juga diarahkan untuk melahirkan saudagar baru dari generasi muda. Forum itu terus berusaha menggairahkan kembali kultur Minang yang glamour sebagai pedagang kepada anak-anak muda di Sumatera Barat.

Konon, bagi pria dari Suku Minangkabau Sumatera Barat, merantau seolah menjadi kewajiban. Terlebih bagi pria yang belum mampu secara finansial, namun sudah siap menikah. Pergi ke negeri luar untuk mengadu peruntungan, menjadi pilihan ketimbang menjadi cemooh di kampung halaman. Kepala Biro Administrasi Pembangunan dan Kerjasama Rantau, Provinsi Sumatera Barat, Suhermanto Raza, berani memprediksi jumlah perantau asal Sumatera Barat di berbagai kota besar mencapai 13 juta orang, atau tiga kali jumlah penduduk Sumatera Barat yang berjumlah 4,8 juta jiwa. “Angka ini masih prediksi kasar. Kami masih menyusun data base perantau Sumatera Barat. Kalau dilihat potensinya, sangat luar biasa, karena kebanyakan adalah pedagang, mulai dari kaki lima sampai saudagar,” kata dia.

6

Rajut Silaturahim Dalam Silaturahim Saudagar Minang (SSM) ke-3 tanggal 1516 September lalu, para perantau mencoba untuk menawarkan bantuan kongkret bagi kemajuan kampung halamannya. “Sengaja kami gelar setelah lebaran. Karena ada tradisi pulang basamo (pulang bersama – red). Kami

maksimalkan. Hadir lebih dari 1000 orang saudagar, baik atas nama individu maupun perkumpulan minang di tanah rantau. Dari dalam maupun luar negeri,” jelas Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Sumatera Barat, Asnawi Bahar. Asnawi mengatakan, dana yang mengalir dari para perantau ke kampung halaman, berdasar data KADIN, lebih besar daripada jumlah bantuan pemerintah. “Namun pemanfaatannya hanya sebatas untuk pemenuhan kebutuhan pokok sanak keluarga. Belum diarahkan dalam bentuk investasi yang dapat menyerap banyak tenaga kerja,” katanya. Bangun Sinergi Dalam forum bertajuk “Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Sumatra Barat dan Nasional Melalui Sinergi Saudagar dan Intelektual Minang”, menurut Asnawi yang menjadi Ketua Pelaksana SSM III akan dikembangkan sinergi kalangan saudagar Minang yang terkenal gigih dan ulet dengan kalangan intelektual Minang yang kiprahnya telah diakui di tingkat nasional. “Tujuan akhirnya, investasi masuk ke Sumbar. Banyak menyerap tenaga kerja. Tapi yang namanya pebisnis pasti selalu menghitung untung rugi. Karenanya kita juga bantu mereka. Sinergikan lang-

kah,” jelas Asnawi. Menurut Suhermanto Raza, pihaknya kini berusaha merespons ajakan SSM untuk menyusun daftar peluang investasi yang bisa dimanfaatkan. “Demikian juga dengan pelayanan perizinan investasi hingga penyelesaian masalah tanah ulayat,” katanya. Forum yang digagas pada 2007 itu melibatkan pemerintah daerah hingga sektor perbankan untuk

bar, investasi yang masuk paska gelaran SSM menembus angka Rp500 miliar, terutama investasi di bidang ketenagalistrikan dan jasa pariwisata. “Dua pertiga dari Penghasilan Asli Daerah (PAD) Sumatera Barat. Bayangkan angka tenaga kerja yang terserap,” tambah Asnawi. Pupuk Jiwa Kewirausahaan Acara pertemuan itu tak hanya

Bagi pria dari Suku Minangkabau Sumatera Barat, merantau seolah menjadi kewajiban. Terlebih bagi pria yang belum mampu secara finansial, namun sudah siap menikah. Dana yang mengalir dari para perantau ke kampung halaman, berdasar data KADIN, lebih besar daripada jumlah bantuan pemerintah

mengangkat perekonomian sanak keluarga di kampung halaman. “Forumnya di sini. Silakan, yang sekadar bertukar jaringan untuk kepentingan bisnis mereka pun tak masalah. Karena, seiring majunya perekonomian para saudagar ini, nanti juga akan mengembangkan perekonomian kampung halaman,” kata Asnawi menambahkan. Menurut data KADIN Sum-

membahas pembangunan saat ini saja, melainkan juga diarahkan untuk melahirkan saudagar baru dari generasi muda. Misalnya Forum Silaturahmi Saudagar Muda Minangkabau (SMM) yang kebanyakan terdiri dari pengusaha muda. Forum itu terus berusaha menggairahkan kembali kultur Minang yang glamour sebagai pedagang kepada anak-anak muda di

Sumatera Barat. “Survei dari Pemprov pada 2009 menyatakan, 85 persen anak muda Minangkabau memilih untuk menjadi pegawai. Dan turun menjadi 60 persen pada 2010. Kami mencoba menularkan jiwa kewirausahaan kepada generasi muda. Karena pedagang itu kan kreatif,” kata Ketua SMM Fahira Fahmi Idris. Sejak 2009, forum ini gencar dalam memberikan pembinaan, pelatihan, dan peluang usaha kepada masyarakat serta generasi muda kampung halaman. Tahun lalu, SSM bersama Universitas Andalas (Unand) telah mendirikan “Unand - SSM Bisnis Institut”. Lembaga inkubator bisnis bagi para mahasiswa, “Yang mengajar di inkubator bisnis itu, para pengusaha senior yang mau berbagi. Kami berbagi pengalaman bagaimana memasarkan produk, semisal secara online. Sampai pada membuka pasar bagi UKM,” kata Fahira. Tentu usaha dari masyarakat untuk masyarakat akan menjadi pemicu bagi keberhasilan pembangunan daerah. “Manfaatnya, luar bisa. Mulai dari pemikiran dalam membangun kampung halaman. Banyak ide yang kami serap dari mereka. Networking luas yang difasilitasi para perantau ini,” kata Suhermanto Raza. (dimasnugraha@depkominfo.go.id)


8

Agus pun memulai dengan otodidak, dari sebuah kolam Koi. “Suka dukanya banyak sekali, butuh lebih dari sekedar ketelatenan, karena kita berurusan dengan

Kembangkan Potensi Lokal RSUD PANDAN ARANG, BOYOLALI, JAWA TENGAH

Melayani dengan Nurani

Annisa sedang bermain puzzle dari kayu. Gadis tiga tahun itu menikmati permainan sendirian di atas kursi kecil berwarna merah. Di lorong, terlihat perempuan berseragam putih mengajak anakanak sebaya Annisa ikut bergabung dan bermain bersama. Tak berapa lama lelaki kecil bernama Ipul ikut bergabung dengan Annisa. Ditemani Fitri, sang ibu, tangan Ipul sesekali memegang selang infus yang tergantung di salah satu tangan Annisa. Annisa dan Ipul sedang bermain di salah satu fasilitas RSUD Pandan Arang, Boyolali, Jawa Tengah. Selain biaya perawatan terjangkau, fasilitas rumah sakit ini juga lengkap. ”Kami dirujuk dari Puskesmas. Biaya perawatan di sini terjangkau dan peralatannya lengkap. Ada fasilitas bermain juga bagi anak dan lokasinya juga dekat dengan rumah,” kata Fitri. Terjangkau dan Berkualitas Untuk pasien rawat inap di kelas 2, RSUD Pandan Arang membebankan biasa Rp 30.500,00 semalam, “Kelas 1 Rp 60 ribu, Paviliun Rp75 ribu dan kelas Utama VIP Rp 155 ribu. Bagi pasien rawat jalan poliklinik hanya membayar Rp 4.500,” kata dr. Andarwati, M.Kes, Direktur RSUD Pandan Arang. Tidak hanya Fitri yang tertarik, banyak pasien dari daerah sekitar, Salatiga, Klaten, Karanganyar, Semarang, Sragen, Sukoharjo, atau Surakarta, menyukai layanan RSUD Pandan Arang ini. Joko, warga Klaten mengaku terkesan dengan layanan terpadu bagi ibu dan bayi. “Kan terkenal dengan sebutan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Sayang Bayi. Ada pelayanan terpadu, makanya saya yang dari Klaten datang membawa istri saya operasi sesar di sini,” tutur Joko. Konsep layanan terpadu untuk ibu hamil dan bayi mencakup konsultasi dan penyuluhan bagi ibu hamil, pembuatan akte bayi, imunisasi, pendidikan kesehatan bagi ibu menyusui, dan disediakan klinik tumbuh kembang bagi anak. “Kita juga menerapkan Inisiasi Menyusui Dini. Bayi yang baru lahir langsung diberi air susu ibu. Susu formula sangat tidak dianjurkan. Sejak masih mengandung, ibu hamil sudah dilatih untuk breastcare, seperti bagaimana perawatan payudara dan memberikan asi kepada bayi,” kata dr. Andarwati, M.Kes. Ringankan Beban Pasien Berjanji melayani dengan hati nurani, RSUD Pandan Arang berani memberikan layanan tanpa uang muka. Pasien rawat inap dapat langsung dirawat tanpa perlu menyediakan uang muka, demikian juga dengan pasien yang harus dioperasi. Dan ini tidak hanya terbatas pada pasien yang ber-KTP Boyolali saja. “Layanan rumah sakit pada dasarnya adalah kepercayaan. Kami juga informasikan berkala biaya yang harus ditanggung pasien agar bisa siap-siap saat mau pulang,” kata

dr. Andarwati . Menurut Andarwati, pasien yang belum bisa bayar juga bisa pulang asal ada kesepakatan dengan rumah sakit kapan akan melunasi, “Biasanya dalam waktu tujuh hari kerja. Setelah tujuh hari kerja pasien tidak datang juga, maka pihak rumah sakit akan mendatangi rumahnya,” katanya menjelaskan. Berbuah Penghargaan Rumah sakit yang terletak di Jalan Kantil 14, Boyolali ini sadar akan peningkatan kualitas layanan terhadap pasien. “Kami juga mengumpulkan penilaian pasien melalui survei setiap enam bulan sekali,” tambahnya. Rumah sakit yang beroperasi sejak 1 Oktober 1961 itu, kini sudah menggunakan sistem informasi dan komputerisasi pada semua layanan. Mulai dari pendaftaran, layanan obat, gawat darurat, pembayaran, hingga pengelolaan data rekam medis. “Sistem one stop service ini adalah wujud pelayanan mandiri yang diberikan pihak rumah sakit kepada para pasien,” kata Andarwati. Atas semua terobosan itu, RSUD Pandan Arang yang masih berstatus Tipe C itu merebut beragam penghargaan. Ada Penghargaan Rumah Sakit Ibu dan Bayi Terbaik Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009, atau Citra Pelayanan Publik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Tahun 2008. “Prestasi yang membanggakan adalah Penghargaan Rumah Sakit Ibu dan Bayi Terbaik Tingkat Provinsi Jawa Tengah dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Menteri Kesehatan,” pungkas Andarwati. (Lida Noor Meitania)

Butuh Kemauan dan Ketentuan Banyak pelajaran aran berharga yang dialami Agus Rianto saat mengembangkan usaha. Dari kegagalan usaha peternakan itik hingga kerja serabutan untuk menyambung hidup. “Semua pekerjaan saya lakoni (jalani, red). Banyak yang bisa mendatangkan hasil kalau kita mau dan tidak menyerah,” cetus bapak dua orang anak ini. Krisis moneter 1997 pernah membuat usaha peternakan unggas Agus Rianto gulung tikar. “Saat itu harga pakan sangat tinggi sementara harga jual itik tidak mampu menutup biaya pakan, jadinya tekor. Akhirnya 600 ekor itik saya obral,” kenang Agus. Agus pun sempat menganggur. Sesekali ia bekerja serabutan untuk mendapat uang. Tapi Agus

hidup. Rasa cinta juga makhluk hidup a dibutuhkan,” jelasnya. Kesulitan pun pernah dialami saat pemasaran. “Saya turun sendiri memasarkan Ikan Koi. Kita harus berani spekulasi dan menjamin bahwa Ikan Koi yang dipesan dan diantar adalah Koi dengan kualitas baik,” katanya. Bersaing dengan Jepang Kini pelanggan Koi budidaya Agus sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jika terjadi kekurangan Agus sangat terbuka dengan kritik pelanggan. Beberapa waktu lalu ia mengirim pesanan Koi ke Medan, Makassar, dan Tarakan. “”Medan dan Makassar tidak ada masalah. Di Tarakan ada sedikit omelan. Saya senang pelanggan

Tekun dan tidak kenal menyerah, itulah kunci sukses seorang Agus Rianto. Bisnis ikan hias yang dirintisnya sejak 1997 kini bisa menjadikan Blitar sebagai salah satu sentra KOI di Indonesia

selalu mencari usaha apa yang sesuai untuk dikembangkan. “Banyak orang yang ingin bekerja di luar kota atau ke luar negeri, ikut orang atau bekerja pada orang lain, tapi saya nggak bisa seperti itu, orang punya pilihan kan. Malah kalau dipikir kalau buka usaha sendiri kita bisa menciptakan lapangan kerja,” kilah Agus yang sejak awal menuruti kemauan berwirausaha mandiri. Mulai Dari Nol Agus tinggal di Nglegok, yang terletak di utara Kota Blitar. Di kawasan itu air jernih dari mata air Gunung Kelud sangat melimpah. “Saya yakin daerah ini memiliki potensi yang bisa saya kembangkan. Menciptakan sesuatu yang berbeda dan unik. Dan Koi sangat membutuhkan air yang jernih dan bersih,” tutur Ketua Blitar Koi Club itu.

kritis, artinya mereka mencintai Koi dan saya bisa meningkatkan kualitas ikan Koi,” tegas pemilik showroom puluhan kolam ikan ini. Hasil budidaya petani Blitar, menurut Agus bisa bersaing dengan petani Jepang yang terkenal sebagai penghasil Koi Super kualitas terbaik saat ini. “Kalau tanpa sertifikat sulit untuk dibedakan,” ungkap Agus pria yang sering menjadi juri Kontes Koi ini mantap. Tapi Agus menyayangkan ketika kebanyakan petani masih bergantung pada permintaan pasar. ”Saya ingin agar petani ikan Koi tidak hanya berpikir asal laku dibeli orang. Tidak hanya memikirkan untung tapi mengabaikan kualitas. Ini akan merusak merek yang telah dibangun dalam waktu lama,” kata Agus mengingatkan. Gagas Wisata Koi Desa Nglegok berada di jalur

yang menghubungkan antara Candi Penataran dengan Makam Bung Karno. Agus berharap hamparan sawah dan fasilitas jalan yang mulus bisa dikembangkan sebagai salah satu potensi wisata. “Saya membayangkan akan ada integrasi wisata dengan memasukkan wisata Koi sebagai salah satu objek andalan terbaru Kota Blitar. Wisatawan yang mengunjungi makam dan hendak ke candi tentunya tidak akan melewatkan wisata Koi ini,” tandas Agus. Rintisan ke kawasan minapolititan budidaya Koi memang telah dikembangkan. “Diperkirakan tahun 2011 sudah berjalan dan Kota Blitar mampu menyumbangkan angka ekspor ikan hias Indonesia yang selama ini malah kalah dari Singapura yang tidak memiliki kawasan budidaya sendiri,” papat Agus tentang impinannya. (danangfirman@yahoo.com)

Fasilitasi Perantau Bangun Daerah Belum m banyak pemerintah daerah memanfaatkan potensi besar perantau untuk membangun daerah. Namun di Sumatera Barat, sejak 2007 ada satuan kerja setingkat eselon II yang memfasilitasi kiprah perantau untuk kemajuan daerah. Kepala Biro Administrasi Pembangunan dan Kerjasama Rantau, Provinsi Sumatera Barat, Suhermanto Raza menjelaskan kiprah biro ini. Bagaimana awalnya memaksimalkan potensi perantau? Dalam sejarah dan kebisaan orang minang itu memang suka merantau untuk membangun nagari. Tak hanya di dalam negeri bahkan sampai luar negeri. Kalau dia merantau, tidak akan lupa kampung halaman. Sehebat-hebatnya orang Minang di rantau, setinggi apapun jabatan dan kedudukannya, mereka tetap saja memerlukan pengakuan dan eksistensi di nagari asalnya. Seberapa besar kontribusinya? Saat Orde Baru, Sumatera Barat kerap dinilai berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setelah diteliti, ternyata nilai pembangunan paling besar adalah dari perantau. Hal ini terlihat melalui kiriman uang melalui wesel di kantor pos.

Nilai manfaatnya, waktu Orde Baru kami bisa membangun tiga kali lipat, dana investasi yang diberikan perantau dibanding yang diberikan pemerintah pusat. Sampai kini partisipasi para perantau diprediksi melebihi investasi pembangunan pemerintah daerah. Apa yang dilakukan pemerintah daerah? Fungsi pemerintah adalah bagaimana memfasilitasi dan menggerakkan faktor modal yang besar itu. Tentu bicara modal bukan sekadar minta uangnya, tapi apa yang bisa dia berikan untuk kampung halamannya. Dia tidak ada dana tapi punya kecerdasan, kita kasih ruang untuk kasih pelatihan. Kalau punya networking, tolong ajak agar rekanannya berinvestasi ke Sumatera Barat. Jadi ada program padat karya di sana. Selain itu, apa saja yang difasilitasi? Kami memfasilitasi mereka dalam bidang sosial budaya, semisal kembali menyosialisasikan adat budaya Minang yang kini kian pudar. Kemudian di bidang investasi, bisa melalui kredit lunak melalui BPR yang dibentuk para perantau. Kemudian di bidang fisik, sarana prasarana. Ada sharing dan penyesuaian anggaran APBD dengan dana mereka. Dan bidang pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia ada pemberian beasiswa atau pelatihan oleh perantau itu sendiri. Ada dasar hukum? Kami sudah buat peraturan gubernur Nomor 39 Tahun 2009 tentang teknis penyelenggaraan kerjasama pemerintah daerah dengan perantau. Tujuannya, pembangunan daerah dari para perantau yang tadinya hanya bicara insidentil dan parsial, sekarang kami bisa bicara lebih teknis lagi. Bagaimana ke depan? Pekerjaan rumah kami sekarang adalah membuat data base perantau. Intinya ada sensus untuk diberdayakan. Kalau data tidak ada, bagaimana kami bisa menjalin komunikasi. (dimasnugraha@depkominfo.go.id)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.