Edisi 01/Tahun VI/Februari 2010

Page 1

Edisi 01/Tahun VI/Februari 2010

KABAR DAERAH Gubernur Sumatera Barat

“Tidak Lulus Ujian Bukan Berarti Kiamat“

JANGAN SAMPAI MUBAZIR

WAWANCARA

Pemerintah hendaknya mengontrol penggunaan dan melakukan pemeliharaan bantuan peralatan sungguh-sungguh agar tidak mubazir...

Menteri Komunikasi dan Informatika

Tifatul Sembiring

Pengembangan TI bisa mempercepat tercapainya kemakmuran nasional. "Sudah banyak keberhasilan yang dicapai," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring.

RINDU DERING di BUKIT KAPUR Tingkatkan Ekonomi

Kokohkan Negeri

Hanya dalam rentang waktu tiga minggu, 104 desa di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat sudah menjadi Desa Informasi. Otomatis desa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia Timur itu sudah terentaskan dari kategori daerah tertinggal. "Adanya fasilitas informasi di setiap desa informasi diharapkan dapat meningkatkan 5 persen laju perekonomian lokal," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring dalam pencanangan Desa Informasi pertama di kompleks Pos Pelayanan Lintas Batas (PPLB) Aruk,

SAJIAN BARU AWAL TAHUN

Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Kamis (17/12/2009). Desa Informasi merupakan salah satu program Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo). Program ini mengintegrasikan Desa Berdering atau desa yang memiliki akses telepon, Desa Pinter atau desa punya internet, dengan desa yang memiliki radio komunitas serta kelompok informasi masyarakat. “Semua ini diharapkan bisa mendorong masyarakat untuk melakukan komunikasi dengan lebih lancar,” kata Tifatul Sembiring. Program desa informasi merupakan bukti komitmen pemerintah untuk pemerataan informasi di daerah terpencil, tertinggal, terluar dan perbatasan. Secara khusus program ini bisa mengantisipasi lunturnya wawasan kebangsaan

pada masyarakat perbatasan yang mengalami kesenjangan informasi. Di tahun 2010, Kementerian Kominfo akan mengembangkan 15 desa informasi khususnya yang ada di perbatasan yaitu 9 desa di Kalimantan dan 6 desa di luar Kalimantan. Tentu saja, Desa Informasi hanyalah langkah awal membuka akses untuk mendapatkan informasi atau meningkatkan ekonomi lokal. “Secara fundamental fungsi fasilitas Desa Informasi bisa digunakan sebagai alat pemersatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Fungsi persatuan dan kesatuan ini jauh lebih penting, karena masyarakat perbatasan dapat menyerap informasi dari dalam negeri dan tidak merasa ditinggalkan,” jelas Kepala Badan Informasi Publik Kementerian Kominfo, Freddy H.Tulung. (m)


2

Beranda

www.bipnewsroom.info

Edisi 01

Tahun VI Februari 2010

Jembatani Kesenjangan dengan Desa Informasi Indonesia memiliki puluhan ribu desa yang tersebar di berbagai pelosok Nusantara, namun belum seluruh desa terjangkau sarana informasi-komunikasi yang memadai. Ribuan desa, terutama di wilayah terpencil di luar pulau Jawa, belum bisa menikmati sentuhan media massa baik cetak maupun elektronik. Ribuan desa lainnya belum terjangkau jaringan telepon dan internet. Namun yang lebih memprihatinkan, di wilayah perbatasan RI, sumber informasi justru lebih mudah didapatkan dari luar negeri daripada dari negeri sendiri. Kesenjangan informasi seperti yang disebutkan di atas tentu membawa dampak buruk bagi masyarakat setempat. Sulitnya mendapatkan informasi di kalangan masyarakat desa terpencil, misalnya, membuat pengetahuan mereka tentang aktivitas kehidupan baik di aras lokal, regional, nasional maupun internasional, tertinggal jauh jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain yang berada di wilayah perkotaan. Hal ini membuat perkembangan pola pikir mereka tentang kemajuan dan perbaikan kualitas hidup menjadi lambat. Sementara itu, dominasi sumber informasi asing di wilayah perbatasan, dalam jangka panjang dapat menyebabkan menurunnya rasa kebangsaan dan lunturnya kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiadaan informasi dari dalam negeri juga membuat pemahaman mereka tentang penyelenggaraan negara dan pemerintahan Republik Indonesia sangat sempit, sehingga kemauan dan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan dan pengelolaan pemerintahan rendah. Berbagai penelitian telah membuktikan, minimnya akses informasi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemajuan masyarakat. Di tempat-tempat di mana akses informasi terhambat, perkembangan masyarakat menjadi lambat. Dinamika sosial, ekonomi, politik dan sektor lain mengalami stagnasi, berbanding terbalik dengan pesatnya perkembangan

Jangan Bangun Pondasi Terus

desain: ahas/danang foto: bf-m, danag

Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menganalogikan penilaian kinerja pemerintah dengan proses membangun rumah. Seratus hari pertama baru dalam tahap membangun fondasi. Maka, ia menganggap wajar jika kinerja 100 hari pertama belum terlihat hasilnya. Kalau 100 hari untuk fondasi, berarti yang lama diruntuhin dahulu atau memang dari dulu hanya tanah kosong saja ya? Selama 65 tahun, apa saja yang telah dilakukan negara kita? Menurut saya yang bisa dilakukan adalah menganalisa kebutuhan dan kondisi dunia komunikasi dan informatika bangsa kita, lalu buat dulu blueprint-nya, sosialisasikan, setelah itu baru kita bicara arah pelaksanaan. Apakah dengan memanfaatkan fondasi yg sudah ada atau bangun dari nol. Jangan bangun pondasi

terus tanpa ada rencana mau bangunan seperti apa, atau kita hanya menghabiskan tenaga tanpa tahu tujuan. Kalau yang sudah biasa mengembangkan sistem, pasti paham masalah ini. Supaya tidak dipermasalahkan, blueprint itu disosialisasikan donk. Saya sendiri belum pernah dengar atau emang saya yang kurang gaul? Entah di Kementrian Kominfo atau di Kementrian lain, blueprint itu tidak ada lho. Mereka hanya bekerja by trigger atau lebih tepatnya by leader request. Jika sudah disosialisasikan secara konsisten, maka rakyat yg akan mengawal atau menagih blueprint dan roadmap tersebut. Untuk ukuran negara, profesionalise harus dikomunikasikan supaya mendapat masukan, dukungan dan pengawasan rakyat. Good luck buat Menkominfo. Mungkin media sosialisasinya perlu diperluas dan diefektifkan, supaya semakin banyak rakyat kita yang “aware" dan bukan tidak mungkin

masyarakat di perkotaan. Desa-desa terpencil dan desa-desa di wilayah perbatasan yang sebagian besar kehidupan masyarakatnya miskin dan terbelakang adalah contoh paling nyata dari dampak kesenjangan informasi ini. Keadaan seperti tersebut di atas tentu menjadi keprihatinan tersendiri bagi pemerintah, karena hak untuk mendapatkan informasi merupakan hak setiap warganegara sebagaimana dijamin oleh UUD 1945. Sebagai penyelenggara negara, pemerintah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi terselenggaranya penyelenggaraan informasi yang adil dan merata serta berkualitas bagi setiap warganegara tanpa terkecuali. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) berupaya menjembatani kesenjangan informasi tersebut melalui program Desa Informasi. Desa Informasi adalah desa yang dilengkapi infrastruktur seperti telekomunikasi, internet dan penyiaran yang memungkinkan masyarakat mendapatkan akses komunikasi dengan lebih lancar. Desa Informasi juga mengintegrasikan konsep Desa Berdering atau desa yang memiliki akses telepon, Desa Pintar atau desa punya internet, dan desa dengan radio komunitas serta kelompok informasi masyarakat yang secara terus-menerus mendapat informasi baik nasional maupun lokal. Kita menyambut baik langkah pemerintah untuk menutup kesenjangan informasi ini. Setelah selama puluhan tahun masyarakat di desa-desa terpencil mengalami hambatan di bidang informasi dan komunikasi, kini mereka diberi kesempatan untuk mendapatkan informasi yang sama seperti yang diterima masyarakat di daerah lain di Indonesia. Infrastruktur informasi-komunikasi yang

memberi masukkan. Hisabul Umam, 29, Freelance Programmer di Jakarta

IGOS ALA PESANTREN Sejak gerakan penggunaan perangkat lunak legal diformalkan pemerintah melalui Indonesia Go Open Source (IGOS) tahun 2004 silam, komunitas pegiat Linux tumbuh makin menggeliat. Migrasi massal dari sistem operasi proprietary ke opensource mewabah di berbagai daerah. Fenomena ini patut kita syukuri di tengah upaya perang terhadap pembajakan software yang kerap berjalan angin-anginan. Yayasan Ponpes Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) sebagai institusi pendidikan turut mendukung kampanye pemerintah tersebut dengan menginisiasi program "Pesantren Open Source Madrasah Open Source (POSMOS)". Pesantren Open Source –

ditempatkan di desa-desa terpencil dan desadesa di perbatasan diharapkan dapat menjadi jembatan penghubung yang menyatukan jurang kesenjangan informasi yang selama ini menganga lebar. Di samping itu, mampu menjadi sarana untuk mempererat persatuan dan mempertebal semangat kebangsaan masyarakat desa di wilayah perbatasan. Jika Desa Informasi nantinya terwujud, masyarakat desa dapat mengakses berbagai informasi sesuai kebutuhan setempat seperti ketersediaan pupuk, bibit, dan sarana produksi pertanian, harga hasil panen, hasil laut, dan lain-lain. Mereka juga bisa mengetahui dinamika yang terjadi di daerah dan wilayah lain di Indonesia, sehingga memiliki wawasan yang lebih luas tentang Indonesia. Wawasan pengetahuan ini sangat penting, bukan saja untuk membangkitkan semangat maju dan berkembang serta mengejar ketertinggalan dari kelompok masyarakat lainnya namun juga semangat untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita berharap, Desa Informasi benar-benar terwujud sesuai rencana, dan dapat terus berkembang secara berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk itu, dukungan dari seluruh anggota masyarakat sangat diperlukan. Harus disadari, di era demokrasi sekarang ini pemerintah lebih bertindak sebagai fasilitator dan koordinator. Selebihnya, masyarakat sendirilah yang harus mampu bertindak sebagai motor penggerak Desa Informasi, dengan merencanakan aplikasinya di lapangan sesuai dengan karakteristik dan sumberdaya lokal yang dimiliki. Dengan memperhatikan manfaat yang akan dirasakan sendiri oleh masyarakat setempat, kita semua yakin dan optimis program Desa Informasi ini akan cepat terwujud dengan dukungan penuh dari masyarakat. (g)

Madrasah Open Source (POS MOS) merupakan program inisiatif Yayasan Ponpes SPMAA yang dideklarasikan pada tanggal 20 Agustus 2009. Program yang menyasar pesantren dan madrasah se-Indonesia ini bertujuan membantu pemerintah dalam kampanye Indonesia Go Open Source (IGOS). Program yang dideklarasikan 20 Agustus 2009 ini akan mendakwahkan penggunaan perangkat lunak legal berbasis opensource kepada komunitas pesantren dan madrasah di tanah air. Event sosialisasi yang rutin digelar diantaranya adalah "Bahtsul MasaiLinux Bersama POS-MOS". Selain berfungsi sebagai wadah komunitas pesantren/ madrasah pengguna open source, program POS-MOS juga mengemban misi pengembangan pesantren dan madrasah terutama dalam pemanfaatan sumber daya. Hingga saat ini kegiatan yang telah digelar POS-MOS

a.l: sosialisasi ke pesantren/ madrasah melalui event rutin “Bahtsul MasaiLINUX Bersama POS-MOS”, silaturahmi antar komunitas opensource, advokasi ke pemerintah, penggalangan dukungan lewat group di facebook dan juga hibah komputer bagi sekolah melalui kampanye “Satu Komputer Untuk Ma'had & Madrasah” atau disingkat SERUMAH. Kami berharap kegiatan POSMOS ini bisa berkelanjutan dan mendapat dukungan penguatan, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Terutama rekanrekan dari komunitas dan individu pegiat opensource di Indonesia. Gus Adhim Sekretariat POS-MOS Yayasan SPMAA Jl. Raya Desa Turi 61 RT/RW 01 Kec. Turi Kab. Lamongan 62252 Jawa Timur Tlp. 0322 – 324471 Fax. 0322-324472 ponsel: 0856-321-13-13

Tabloid kOmunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Selamatta Sembiring; M. Abduh Sandiah; Asnah Sinaga; Mardiyanto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Liestya; Elpira Indasari N; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


Edisi 01

Tahun VI Februari 2010

3

Utama

www.bipnewsroom.info

Rindu Dering di Bukit Kapur Jangan buru-buru ambil kesimpulan bahwa di Pulau Jawa tak ada kawasan blank spot... itu lho, kawasan yang tak terjangkau sinyal telepon seluler. Sekali tempo, melanconglah ke Dusun Erakembang, Desa Seliling, Kec Alian, Kab Kebumen. Di sana tak secuilpun sinyal telepon seluler dapat tertangkap ponsel. Sementara jaringan telepon kabel juga tak pernah sampai ke dusun yang berada di lereng bukit kapur ini. Tak ayal, masyarakat Erakembang rindu setengah mati ingin mendengar suara dering dan bertelepon-ria seperti saudara-saudaranya di kota. “Apa daerah sini masih termasuk wilayah Indonesia?” Pertanyaan bernada olokolok itu meluncur dari bibir Untung (27), tukang ojek yang mengantarkan saya pergi takziah ke rumah kerabat di Dusun Erakembang. Ia mengajukan pertanyaan itu setelah melihat sinyal menghilang dari layar ponselnya. “Kok masih ada ya, daerah di Jawa yang tidak terjangkau sinyal HP,” kata lelaki satu anak ini sambil tertawa. Secara geografis, jarak Dusun Erakembang sejatinya tak terlalu jauh dari ibukota Kabupaten Kebumen, hanya sekitar 15 km. Namun karena letaknya dikelilingi bukit-bukit kapur nan menjulang, alhasil sinyal telepon seluler pun tak bisa tembus sampai ke dusun ini. “Kalau pengin telepon atau sms, saya harus naik ke bukit, sekitar 1,5 km di sebelah timur dusun. Di sana sinyalnya ada satu strip, itupun kadang ada kadang tidak,” kata Yasir (45), pemilik salah satu telepon seluler di dusun itu. Sementara Sidik (40), perantau yang sedang mudik ke kampung, memilih cara yang lebih praktis jika ingin menghubungi anak-istrinya di Jakarta. “Saya manjat pohon kelapa sambil bawa handphone. Sambil duduk di pelepah kelapa, saya bisa sms-an. Sms doang, kalau telepon tidak bisa, suaranya ngak, ngik, ngok.. gak jelas,” ujarnya tanpa bermaksud melucu. Bantuan Telepon Umum Seluler Untunglah, beberapa saat lalu Desa Seliling menerima bantuan telepon umum seluler dari Kementerian

Komunikasi dan Informatika (Ke me n ko mi n fo ). Te l e p o n tersebut merupakan bagian dari program Desa Berdering, yang operasionalnya bekerjasama dengan salah satu operator telepon seluler. Bentuknya mirip dengan telepon kabel, dilengkapi dengan antena kecil. “Cara kerjanya mirip dengan telepon umum di wartel lah, tapi yang ini pakai antena, dan gratis,” ujar Suhadi, Kepala Desa Seliling. Atas kesepakatan perangkat dan warga desa Seliling, telepon akhirnya ditempatkan di rumah Kepala Dusun Erakembang. Pertimbangannya, di antara lima dusun yang ada di Desa Seliling, hanya Dusun Erakembang yang tidak terjangkau sinyal telepon seluler. “Diharapkan dengan keberadaan telepon umum gratis bantuan pemerintah ini, komunikasi masyarakat bisa berjalan lebih lancar,” kata Suhadi. Kedatangan telepon umum seluler di dusun Erakembang tentu disambut hangat warga. Maklum, sudah lama mereka mendambakan bisa berteleponria dengan sanak-kerabat. Apalagi ada keterangan alat itu boleh dipergunakan secara bebas bea. Tak pelak, sejak hari pertama dioperasikan di rumah kadus, perangkat canggih ini langsung diantre warga. “Warga yang antre mau menelepon mengular. Pulsa Rp 100 ribu bantuan pemerintah yang sedianya dialokasikan untuk pemakaian satu bulan pun habis hanya dalam hitungan hari,” kata Mufarihun, Kepala Dusun Erakembang. Suryati (18), salah seorang

warga, mengaku sangat senang atas keberadaan telepon umum seluler itu, karena ia bisa lebih mudah berkomunikasi dengan pacarnya yang sedang merantau di Jakarta. ”Biasanya kalau mau telepon saya harus naik ojek ke Seliling, dengan ongkos pergipulang Rp 10.000, itu belum termasuk bayar wartelnya. Tapi sekarang cukup dari depan rumah, gratis lagi,” kata dara yang suka berdandan menor ini dengan mata berbinar. Demikian pula nenek Saminah (67) sangat bahagia lantaran bisa berbincang langsung dengan anaknya di Aceh yang ia kira sudah meninggal saat tsunami lalu. “Saya baru dapat nomor teleponnya dua hari lalu. Kebetulan di sini ada telepon gratis, saya coba telepon anak saya. Alhamdulillah tersambung, saya bahagia sekali,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Prioritaskan Warga Kurang Mampu Namun sebentar lagi keberadaan telepon umum seluler di Erakembang akan mendapat ‘saingan berat’ dari ponsel. Lho kok bisa? Iya, sebab jika sinyal seluler sudah

masuk ke dusun ini, banyak warga memilih berkomunikasi lewat ponsel ketimbang harus jauh-jauh pergi ke rumah Pak Kadus. “Kalau sinyal HP di sini bagus, saya mendingan pakai HP. Lebih praktis, bisa sms-an dan internetan kapan saja,” ujar Sidik. Tak beda dengan Sidik, Yasir juga menyatakan hal yang sama. “Kalau nanti sudah ada sinyal (telepon seluler—red) di sini, saya akan pakai HP saja. Pakai telepon umum selain malas antrenya juga gak bisa telepon sepuasnya, sungkan sama pengguna yang lain,” imbuh bapak dua anak ini. Konon kabarnya, tak lama lagi sebuah operator ponsel akan membangun fasilitas penguat sinyal tak jauh dari dusun ini. Sebidang tanah milik warga setempat telah dikapling untuk mendirikan menara. Beberapa warga pun telah bersiap-siap menabung untuk membeli ponsel. Apakah ini pertanda bahwa peminat telepon umum bantuan pemerintah itu akan

berkurang? Kadus Mufarihun punya jawaban sendiri tentang hal itu. “Saya optimistis telepon umum seluler akan tetap dimanfaatkan warga di sini. Saya akan prioritaskan telepon ini untuk warga miskin. Masa sih, diberi fasilitas gratis tidak mau pakai?” ujarnya. Menurutnya, satu telepon umum dengan pulsa Rp 100 ribu per bulan memang tidak cukup untuk melayani kebutuhan komunikasi seluruh warga dusun. Karena itu, Mufarihun menganggap masuknya sinyal ponsel di Erakembang bukan sebuah ancaman, namun justru akan membuat fungsi telepon bantuan pemerintah itu sesuai peruntukan. “Kalau semua orang kaya pakai HP, yang gratis kan dapat digunakan oleh warga yang kurang mampu. Kalau yang memakai hanya orang-orang miskin, pulsa Rp 100 ribu sebulan saya kira lebih dari cukup,” katanya. Setuju, pak! (Wahyu H).


4

Utama

www.bipnewsroom.info

Edisi 01

Tahun VI Februari 2010

Menteri Komunikasi dan Informatika Ir. H. Tifatul Sembiring

Indonesia Informatif Tujuan Kami Kementerian Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) mengakui sampai saat ini kemajuan program 100 hari sektornya sudah selesai 95%.

"Sudah banyak keberhasilan yang dicapai," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring. Program kerja 100 hari Menteri adalah bagian dari komitmen Menteri dengan Presiden. "Saat ditunjuk sebagai menteri ada kontrak kerja dan pakta integritas, tentu itulah yang ingin dibuktikan dalam program 100 hari," katanya. Sejak menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, pria kelahiran Bukittinggi – Sumatera Barat, 28 September 1961 ini sering berkunjung ke daerah. Terakhir dalam kegiatan pencanangan Desa Informasi di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. B a g a i m a n a pandangan dan rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika selama lima tahun ke depan. Berikut kutipannya: Desa Informasi, apakah ini Gebrakan Program 100 Hari? Program 100 hari Kemenkominfo antara lain, program 25 ribu desa berdering di 32 propinsi, dan program 100 desa pinter. Program pemanfaatan software produk nasional harus ditingkatkan, bagaimana merangsang pertumbuhan sofware lokal. Memakai sofware lokal produk bangsa sendiri. Adapula pelayanan sistem elektronik di Batam dalam pelayanan ekspor impor yang bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Juga kelanjutan program Palapa

Ring yang akan menyediakan fasilitas fiber optik di kawasan timur Indonesia. Saya melihat program prioritas pemerintah dalam 100 hari pertama, adalah tahapan membangun pondasi sehingga tidak bisa diharapkan semuanya tercapai. Ibarat membangun rumah, program 100 hari pertama ini baru membangun pondasinya, jadi wajar kalau hasilnya belum terlihat.

pembangunan, sebagai pembangkit dan penyerap tenaga kerja, sebagai sumber devisa baru, sebagai pilar penting mencerdaskan bangsa dan terakhir sebagai alat demokrasi dan pemersatu bangsa. Apa saja yang akan dilakukan untuk mencapai hal tersebut? Saya membaginya dalam beberapa program. Pertama adalah program 100 hari masa jabatan saya, dimana saya ingin lebih banyak melakukan koordinasi dan konsolidasi internal, melakukan silahturahmi dengan para stakeholder dan menciptakan sinergi antar departemen. Kedua, pada program 1 tahun, saya mencanangkan sosialisasi budaya birokrasi yang bersih dan peduli, meningkatkan implementasi e-government dan aparatur pemerintah yang mampu menerapkan e-government, serta menciptakan harmonisasi semua peraturan perundangan tentang pos dan telematika. Disamping itu Kemenkominfo juga ingin meningkatkan pendayagunaan dan apresiasi terhadap tenaga profesional dan lembaga di bidang telematika serta meningkatkan hubungan masyarakat yang harmonis. Kemudian pada program 5 tahun, saya berharap dapat membangun desa informatif (information villages), meningkatkan e-literacy agar masyarakat lebih melek telematika, meningkat kan pengembangan TI berbasis lokal, dan membina harmonisasi peraturan jaringan telekomunikasi inter operator. Di samping itu, yang tak kalah penting adalah terciptanya banyak konten sehat dan

Fokus Kementerian Kominfo? Kita akan fokus utamakan kawasan Indonesia Timur untuk tahap awal. Tetapi kendalanya, untuk membangun Desa Berdering, Desa Pinter, dan Desa Informasi perlu adanya prasarana sebelumnya, seperti listrik dan telepon. Untuk beberapa wilayah yang belum ada prasarana itu, akan kita bangun jaringan telepon atau listrik terlebih dulu. Sesuai rencana yang ada maka program akan dilanjut dengan pembangunan Desa Informasi. Desa Informasi ini gabungan dari semua fasilitas seperti telepon, internet, dan televsi. Kalau televisi juga belum masuk, kita akan bantu dengan pemerataan sarana TV kabel. Sekarang, wilayah Indonesia Timur masih banyak yang belum ada televisi. Apa sesungguhnya peran yang bisa dimainkan oleh teknologi informasi dan komunikasi? Ada lima hal yang menandakan suksesnya teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembangunan di Indonesia, yaitu pertama sebagai pilar penting penggerak

FOTO ANTARA/Musyawir/pd/09

Jangan Sampai Mubazir

Menanggapi bantuan telepon umum seluler untuk desadesa yang tergolong terpencil, Muhazi, mantan Sekretaris Desa Nyatnyono, Kec Ungaran Barat, Kab Semarang, Jateng, menyatakan kegembiraannya. Namun ia menyarankan hendaknya pemerintah mengontrol penggunaannya dan melakukan pemeliharaan peralatan secara sungguhsungguh agar nasibnya tidak mubazir seperti telepon bantuan

pemerintah yang pernah ada di desanya. Muhazi bercerita, pada tahun 2006 lalu Desa Nyatnyono pernah mendapatkan bantuan peralatan yang sama dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Tujuannya cukup hebat, yakni untuk mewujudkan Desa Digital. Dengan perangkat canggih tersebut masyarakat desa diharapkan dapat memiliki budaya digital, di antaranya menjadikan komunikasi melalui

telepon dan mengakses internet sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari. “Sayang karena tidak ada kontrol dan pemeliharaan secara teratur, peralatan tersebut akhirnya rusak,” ujarnya. Bahkan menurutnya, perangkat telepon berbasis satelit yang dilengkapi dengan antena parabola kecil, modem dan dua unit komputer personal itu kini sudah raib entah ke mana. “Katanya sih dipindahkan ke salah satu desa di kawasan Bandungan, Ambarawa, Jateng, tapi saya tidak tahu tepatnya di mana.” Seharusnya, menurut pria berkepala plontos ini, selain melakukan sosialisasi, pemerintah hendaknya melakukan inspeksi dan perawatan berkala terhadap peralatan yang telah diberikan. “Ya semacam layanan purna jual lah. Jangan sampai setelah diberikan kemudian dilupakan. Kalau itu yang dilakukan, saya yakin akan mubazir. Kalau tidak mangkrak, ya lama-lama rusak peralatannya, kan sayang,”

bermanfaat, meningkatkan implementasi e-government sampai tingkat daerah dan meningkatkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) di bidang TI dan komunikasi. Program jangka menengah? Rencana jangka menengah kami adalah tersedianya layanan informasi dan komunikasi yang mendukung kegiatan ekonomi di seluruh desa di Indonesia, kemudian kami juga menginginkan adanya penetrasi telepon dan televisi hingga mencapai 90% rumah tangga dan penetrasi broadband mencapai 50% populasi serta 100% desa. Selain itu, sekali lagi Kemenkominfo menargetkan terselenggaranya layanan elektronika pemerintahan di

ujarnya. Sementara itu, Kepala Desa Jengkol, Kec Garung, Kab Wonosobo, Jateng, Herlambang menyatakan, pemerintah kurang selektif dalam menetapkan kriteria desa yang memperoleh bantuan telepon umum seluler baru-baru ini. Sebagai contoh, desanya juga menerima telepon tersebut, padahal akses telekomunikasi di desanya sudah relatif lancar. Telepon kabel memang belum masuk ke desa Jengkol, akan tetapi hampir seluruh kepala keluarga memiliki ponsel, jadi soal komunikasi bukan masalah lagi. “Mungkin karena kriteria yang diberi adalah desa yang tidak terjangkau telepon kabel, maka desa saya dapat juga. Tapi sejak saya pasang di kantor desa sampai sekarang belum ada yang pakai. Padahal sudah saya umumkan lewat pengeras suara di masjid-masjid dan berbagai forum lainnya, bahwa siapapun boleh menggunakan telepon di kantor desa secara gratis. Tapi animo masyarakat tetap rendah,” ujar lelaki berewok ini

seluruh kantor pemerintah untuk keperluan layanan informasi, interaksi dan transaksi yang dipergunakan untuk lebih dari 50% kegiatan layanan. Tentang bidang informasi, karena Kemenkominfo juga bertindak sebagai pusat informasi pemerintahan? Itu adalah bidang yang tak kalah penting. Saya berharap Kemenkominfo mampu menciptakan sistem informasi dari pusat ke semua unit pemerintah pada hari yang sama, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap informasi pemerintah. Sebaliknya, kami memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan peran serta masyarakat sebagai agen pemberi informasi.

sambil menunjukkan indikator pulsa yang masih menunjukkan angka Rp 94.000. Selidik punya selidik, ternyata yang memakai telepon itu cuma perangkat desa. Sementara warga ogah datang ke kantor desa, karena mereka lebih suka menggunakan ponsel. “Anda tahu sendiri, telepon pakai HP seperempat jam atau sms sampai tangan keriting saja nggak habis Rp 2 ribu. Jadi ya mending pakai HP daripada harus jalan ke kantor desa yang jaraknya lumayan jauh,” tandas Herlambang. Karenanya ia usul, sebaiknya pemberian telepon umum seluler diprioritaskan untuk desa-desa terpencil yang sama sekali belum terjangkau sinyal telepon seluler, baik di Jawa maupun luar Jawa. “Mereka lebih membutuhkan sarana komunikasi daripada kita yang sudah akrab dengan budaya ponsel ini. Kita dikasih tapi mubazir, kan mending dialihkan kepada orang-orang yang lebih membutuhkan,” pungkasnya. (wahyu h).


Tabloid Tempel

Edisi 01 Tahun VI Februari 2010 Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

lembaga penyiaran publik, keduanya banyak menyiarkan informasi mengenai NKRI. Kini, Hendri berharap kesenjangan informasi berkurang dengan pendirian pemancar untuk TVRI dan RRI. Kementerian Kominfo juga melibatkan pengusaha untuk menyediakan akses TV kabel di kawasan perbatasan. “Penduduk dapat menyaksikan sekitar 12 saluran televisi hanya dengan membayar Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per bulan,” kata Hendri. Bertahap Upaya menangani kesenjangan informasi di perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Kalbar, menurut Menkominfo akan diselesaikan secara bertahap, “Pemerintah juga sudah memberikan beberapa bantuan antena parabola untuk penduduk di sekitar perbatasan meski jumlahnya sangat terbatas,” jelasnya. Menurutnya pemerintah akan memperkuat peran lembaga seperti LKBN ANTARA, LPP TVRI, dan RRI dalam upaya membangun karakter nasionalisme masyarakat di perbatasan. Pemerintah tidak dapat membatasi akses informasi masyarakat di perbatasan meskipun siaran dari luar negeri lebih mendominasi.

Kebanggaan Itu Kian Nyata Kini, menyaksikan liputan kegiatan pemerintahan dan perumusan kebijakan bagi Dewa (81) bukan hanya diangan-angan saja. Warga Desa Sajingan Besar, Kec. Sajingan, Sambas, Kalimantan Barat. Di tempat tinggalnya yang hanya berjarak dua kilometer dari Perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, itu kini bisa menyaksikan liputan siaran dalam negeri di televisi rumahnya sendiri. Dulu, agar bisa melihat siaran nasional, ia harus ikut nonton di rumah tetangga yang memiliki parabola. Pasalnya televisi berwarna di rumahnya hanya mampu menangkap siaran televisi dari negara jiran Malaysia. Siaran televisi yang biasa ia saksikan TV-1 (RTM-1), TV-2 (RTM-2), TV 3 (RTM-3) dan TV 7, menggunakan bahasa Melayu khas Malaysia, Bahasa Inggris, dan Mandarin. Tentu saja lebih banyak menyiarkan kegiatan pemerintahan negeri jiran. Bahkan dengan adanya telepon desa, ia juga bisa ikut aktif dalam dialog televisi yang membuka interaksi dengan pemirsanya. Lokasi telepon desa ada di kantor balai desa di seberang rumahnya. Bangga Indonesia Laki-laki kelahiran Pasar Biawak, Malaysia itu memang sejak lama ingin menyaksikan siaran televisi nasional melalui layar kaca televisi di rumah. “Saya memang kelahiran seberang (Sarawak, Malaysia, red). Banyak saudara saya yang tinggal di sana. Tapi saya lebih suka di sini. Menjaga warisan orang tua,” katanya mengenang bagaimana kepindahan orang tuanya membuka lahan baru yang kini disebut sebagai Kecamatan Sajingan Besar.

Sebagai warga negara Indonesia, Dewa

perbatasan.

“Sekarang tidak bisa membatasi askes informasi. Yang bisa dilakukan mengimbau bagaimana `national character building`,” kata Tifatul Sembiring setelah pencanangan Desa Informasi di Gedung Pos Pemeriksaan Lintas Batas Aruk.

ingin dekat dengan berita dan aktivitas

“Sangat tidak berimbang jika penduduk

Selain itu, pemerintah juga memprioritaskan

dalam negeri. “Untuk menghilangkan rasa

di perbatasan terlalu banyak menyaksikan

sarana informasi untuk masyarakat

penasaran terhadap situasi politik dan

siaran televisi dari luar. Oleh karena itu,

salah satunya melalui program Desa

ekonomi tanah air,” kata pria yang bertubuh

dengan penguatan pemancar, akses TV Kabel

Informasi. Fasilitas di Desa Informasi akan

sehat ini.

dan pengembangan radio komunitas kami

mempermudah masyarakat mengakses dan

Dulu, kata Dewa, penduduk disini

berharap dapat mencapai keberimbangan

memperoleh informasi secara cepat dan

menyaksikan siaran televisi jiran, karena

itu,” jelas Menteri Komunikasi dan Informatika,

mudah.

memang tidak ada pilihan. Acara televisi

Tifatul Sembiring, usai peresmian Desa Aruk,

Sebagai contoh untuk program 100 hari

jiran, kurang menarik dan bahasanya tidak

Kec. Sajingan Besar sebagai Desa Informasi,

Kemenkominfo, telah dibangun sebanyak

enak didengar. “Jika ada siaran nasional

akhir tahun lalu.

25 ribu Desa Berdering, dan 100 Desa

Menkominfo mengakui, pemerintah, tidak

Pinter.Selama lima tahun mendatang desa

bisa menyaring atau memblokir informasi

yang mempuyai fasilitas internet menjadi 10

Senada dengan yang disampaikan oleh

sedemian rupa setiap siaran luar yang

ribu. “Seluruh desa ditargetkan ada fasilitas

Andi (34),”Saat SD sampai SMP saya biasa

masuk, karena jika diblokir pada satu sisi,

internet pada 2014,” kata Tifatul Sembiring.

nonton film P Ramli. Saya juga hapal lagu

orang bisa mendapatkan dari sisi yang

Memang luasnya wilayah dan beragamnya

kebangsaan Malaysia,” kata Andi yang

lain. “Maka yang perlu ditanamkan adalah

latar belakang penduduk negeri ribuan

kini menetap di Pontianak. Namun sejak

keberimbangan,” katanya.

pulau ini membutuhkan cara dan strategi

kami sudah pasti nonton siaran nasional,” katanya.

memiliki antena parabola, ia tidak pernah lagi

Selain menyaksikan siaran luar, harap

penanganan tersendiri. Akan tetapi,

menyaksikan siaran televisi Malaysia. “Justru

Menkominfo, warga hendaknya juga

keterlibatan masyarakat menjadi kunci untuk

kalau sudah ada parabola, TV Malaysia tidak

menyaksikan siaran dalam negeri seperti

membantu kerja pemerintah memajukan

terpantau,” katanya.

melalui RRI dan TVRI, karena sebagai

kawasan perbatasan.

Keseimbangan Informasi Kebiasaan menyaksikan siaran televisi Malaysia memang masih ada di kalangan masyarakat perbatasan. Hal itu disebabkan tiadanya pilihan tayangan nasional. Hendri, koordinator Kelompok Informasi Masyarakat Perbatasan Riam Berasap, Desa Kaliau, menyatakan, banyak frekuensi radio dan televisi negara tetangga yang bisa dipantau di Kecamatan Sajingan Besar.”Ada 13 frekuensi radio milik Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Sedangkan siaran televisi, ada empat saluran dari Malaysia, meliputi TV 1, TV 2, TV 3, dan TV 7,” jelasnya. Untuk mengatasi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika secara khusus mengembangkan program penguatan pemancar TVRI dan RII untuk kawasan

Apa itu Desa Informasi? Desa Informasi merupakan bagian dari upaya mewujudkan masyarakat informasi. Masyarakat yang bisa mengelola dan memanfaatkan informasi untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan setempat. Desa informasi menggabungkan Desa Berdering atau desa yang memiliki akses telepon, Desa Pinter atau desa punya internet, dengan desa dengan radio komunitas serta kelompok informasi masyarakat yang secara terus menerus mendapat informasi baik nasional maupun lokal. Infrastruktur yang dimiliki: - Telekomunikasi (telepon) - Internet - Penyiaran - Kelompok Informasi


dapat diakses secara cepat,” jelas Freddy.

Komunikasi Lancar Informasi Benar

Bupati Sambas, Burhanuddin A. Rasyid mengatakan, Pemerintah Kabupaten Sambas menyambut baik program Desa Informasi. “Peran komunikasi dan informasi sangat penting di daerah perbatasan. Dengan dibangunnya desa informasi akan membantu dalam mendongkrak perekonomian di wilayah perbatasan,” katanya.

Desa Aruk yang berada di Kecamatan Sajingan Besar Kabupaten Sambas,

Informasi Benar

merupakan beranda terdepan negara

Upaya mewujudkan Desa Informasi

Indonesia. Namun ditinjau dari segi

memang tak mudah. Menurut Menkominfo, ada

pembangunan dan perekonomian, wilayah

banyak kendala yang harus ditangani, antara

ini justru tertinggal di belakang. Kondisi yang

lain pendidikan informasi, pembangunan

sama, juga dialami ratusan desa lainnya,

infrastruktur, dan layanan informasi. “Hal-hal

yang tersebar di sepanjang garis perbatasan

seperti ini yang harus kami persiapkan dalam

Indonesia – Malaysia.

rangka mewujudkan Program Desa

Untuk mengubah kondisi ini` pembangunan daerah tertinggal menjadi prioritas dalam

cenderung mendapatkan informasi dari

akses telepon, Desa Pinter atau desa

program 100 hari pemerintahan SBY –

negara tetangga. Tak heran jika mereka

punya internet, dengan desa yang memiliki

Budiono.

kurang mengetahui perkembangan yang

radio komunitas serta kelompok informasi

terjadi di dalam negeri.

masyarakat. ”Semua ini diharapkan bisa

Akhir tahun lalu menjadi hari yang tak terlupakan bagi warga Desa Aruk, Kec.

Semua itu dimungkinkan karena adanya

mendorong masyarakat untuk melakukan

Sajingan Besar, Kab. Sambas, Kalimantan

jaringan telepon, fasilitas koneksi internet,

komunikasi dengan lebih lancar,” kata Menteri

Barat. Sejak menjadi Desa Informasi, kini

serta layanan penyiaran dalam negeri

Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring

warga Aruk bisa mendapat dan memanfaatkan

sebagai bagian utama infrastruktur Desa

dalam pencanangan Desa Informasi pertama

informasi nasional maupun lokal. Mulai dari

Informasi.

di Kompleks Pos Pelayanan Lintas Batas (PPLB) Aruk, Kecamatan Sajingan Besar,

informasi kebijakan pemerintah sampai kebutuhan kebutuhan bibit, pupuk, bibit, harga jual hasil panen, atau informasi

Komunikasi Lancar Desa Informasi merupakan salah satu

Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Kamis (17/12/2009).

program Kementerian Komunikasi dan

Program tersebut dimaksudkan untuk

tinggal di

Informatika. Program ini mengintegrasikan

mengurangi kesenjangan informasi bagi

perbatasan dengan Sarawak, Malaysia itu

Desa Berdering atau desa yang memiliki

masyarakat di kawasan perbatasan dan

lainnya. Selama ini, warga yang

daerah terpencil. Kepala Badan Informasi Publik (BIP)

Sediakan Akses Informasi yang Bermanfaat

Menteri Komunikasi dan Informatika Ir. H. Tifatul Sembiring

Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kementerian Kominfo) menargetkan 500 Desa Informasi tersebar di seluruh Indonesia pada 2014. Kamis, (17/12/2009), Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mencanangkan Desa Informasi pertama di daerah perbatasan, tepatnya di Desa Aruk, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. “Kami menargetkan ada 500 Desa Informasi pada 2014,” katanya usai mencanangkan Desa Informasi di kompleks Pos Pelayanan Lintas Batas (PPLB) Aruk, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Berikut penjelasan dan harapan terkait dengan Desa Informasi: Apa sebenarnya tujuan pendirian Desa Infomasi? Desa Informasi dibangun agar penduduk perdesaan terutama di wilayah perbatasan tidak ketinggalan informasi penting tentang Berita nasional dan Internasional untuk

dimanfaatkan dalam kehidupannya. Tanpa informasi dunia terasa sempit dan gelap. Dengan informasi yang terkelola baik dan terkemas secara benar dan utuh, kemudian disajikan dengan indah, memiliki estetika, maka tentu akan bermanfaat besar bagi masyarakat. Apa yang diharapkan dari masyarakat terkait Desa Informasi? Ini adalah satu kebijakan pemerintah untuk membuat Indonesia Connection, Indonesia yang tersambung, agar kita semua melek informasi. Dengan banyaknya informasi yang kita peroleh, diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena masyarakat akan banyak variasi ilmu dan pengetahuannya, sehingga dia dapat mengambil langkah efektif dalam menjalankan kehidupannya. Upaya pemerintah selanjutnya setelah peresmian ini? Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi, pemerintah akan memperkuat Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang dibiayai pemerintah, yakni LPP RRI dan LPP TVRI serta Kantor Berita Antara. Harapannya agar informasi RRI, TVRI dan ANTARA bisa diakses oleh masyarakat di pedesaan, terutama di kawasan perbatasan. Slogan Depkominfo kini adalah “Komunikasi Lancar dan Informasi Benar adalah Mudah dan Murah, sedangkan Informasi Benar adalah informasi yang Bermanfaat”. Mengapa semua itu dilakukan? Indonesia nusantara terdiri dari lebih 18 ribu pulau. Penduduk yang tersebar dalam pulau itu seharusnya bersatu dalam kesatuan NKRI. Kami memnerjemahkan kesatuan itu selain menyangkut wilayah juga kesatuan informasi, kesatuan dari segi wawasan, ideologi dan kesatuan dari kompleksitas bangsa ini.

Kemenkominfo Freddy H. Tulung menyatakan bahwa dengan fasilitas informasi tersebut diharapkan dapat mempermudah komunikasi dan transaksi ekonomi sehingga masyarakat petani setempat mampu memprediksi jenis tanaman yang dibutuhkan konsumen di luar daerah tersebut. “Data informasi dari rekan bisnis yang ada di seluruh Indonesia bahkan dunia

Berdering, Desa Pintar dan Desa Informasi,” kata Tifatul Sembiring. Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan lebih mengimbangi akses informasi yang mudah dengan informasi yang benar. Secara khusus Menkominfo menyebut akses melalui internet agar terhindar dari kemungkinan dampak negatif. “Internet harus bermanfaat dan akan menjadi guru, bisa dimanfaatkan oleh rakyat untuk berkirim surat, bisa melakukan transaksi bisnis atau ekonomi, dan bisa melihat negara lain,” harap Menkominfo Tifatul Sembiring. Program desa informasi merupakan bukti komitmen pemerintah dalam pemerataan informasi di daerah terpencil, tertinggal, terluar dan perbatasan. Di tahun 2010, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) akan mengembangkan 15 desa informasi khususnya yang ada di perbatasan yaitu 9 desa di Kalimantan dan 6 desa di luar Kalimantan. Tentu saja, Desa Informasi hanyalah langkah awal membuka akses untuk mendapatkan informasi.

Program 100 Hari Kementerian Komunikasi dan Informatika

1. Desa berdering untuk 25.000 desa 2. Desa pinter untuk 100 desa 3. Pencanangan TIK lokal sekaligus pemantaban program IGOS 4. Penyediaan layanan komunikasi untuk daerah-daerah perbatasan dan yang terisolir. 5. Review internal terhadap UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran 6. Penyelesaian RPP BHP Frekuensi Berbasis Pita 7. Awal pembangunan Palapa Ring untuk Indonesia Timur sektor selatan. 8. Pelatihan TIK untuk gurtu dan tenaga profesional lainnya. 9. Penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.


Edisi 01

Seharusnya kita berterimakasih banyak kepada Malaysia, negeri jiran serumpun. Klaimklaim produk seni-budaya kita olehnya, sepatutnya menjadi pangkal kesadaran akan potensi kita: Besar tapi telantar, tak pernah kita perhatikan. Mudamudi kita tercengang-cengang pada produk luar (Barat) dan tak sadar sama sekali kecolongan begitu rupa.

Malaysia Harusnya Sadarkan Kita Priya Utama

Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan

9

Opini

Tahun VI Februari 2010

Bila kita sendiri tak peduli kenapa tetangga yang mampu memanfaatkan harus kita benci? Baru ketika Malaysia “memanennya”, misalnya dalam pariwisata atau pelancongan mereka, dan kemudian menuai dolar tidak sedikit, mendadak kita kebakaran jenggot. Ketika kita baru saja usai memperingati Hari Kemerdekaan Ke-64, tibatiba kita tertampar kenyataan telah kecolongan kekayaan senibudaya leluhur. Tanpa mengklaim seni-budaya kita sebagai miliknya pun, tapi dengan cerdik mereka mampu memanfaatkannya seperti seni-budaya Minangkabau, Melayu, Malaysia tetap berhasil mendulang manfaat dari

seberang. Malaysia tidak banyak memiliki budaya asli. Pada dasarnya, ada tiga seni-budaya yang hidup di sana berdasarkan populasinya yaitu Melayu, Cina dan India. Di mana kebudayaan aslinya? Tentu merujuk kepada Melayu, yang jelas-jelas berasal dari tanah Sumatra. Banyak keluarga Malaysia, termasuk pemimpin dan bangsawannya, masih keturunan suku-suku di Sumatra, Bugis, maupun Jawa. Mengklaim seni-budaya Melayu jelas akan bersinggungan dengan Indonesia. Dalam bidang seni populer pun, Malaysia “dijajah” para seniman asal Indonesia. Banyak lagu serta kumpulan pemusik kita yang menguasai selera pasar negeri jiran itu, sehingga muncul protes dan usul agar penyiaran lagu Indonesia dibatasi di radio maupun tv. Tapi siapa yang dapat menahan selera publik, selagi TKI di sana punya andil menyemai dan menularkan selera itu? Terbayangkah oleh kita di tengah hutan belantara Negara Bagian Sabah, terdengar alunan suara Hetty Koes Endang atau Peterpan, D’Massiv, dan kawankawannya? Namun dengan segala keterbatasannya, negeri itu mampu mengelola senibudaya cangkokan hingga menguntungkan koceknya, meninggalkan induknya jauhjauh.

www.bipnewsroom.info

pembatik atau para seniman mencantumkan label made in Indonesia, guna mengangkat dan melindungi produk senibudaya Indonesia. Tentunya ini bukan ekspresi geregetan karena Tari Pendet asal Bali – tempat asalnya – ikut dipakai promosi pariwisata Malaysia. Langkah ini mungkin perlu diterapkan secara lebih tegas, misalnya dengan pemberian insentif fasilitas, promosi, serta perlindungan hukum nyata bagi produsen Para petinggi India banyak yang memiliki mobil Mercedes Benz tapi mereka tinggalkan di garasi. Mereka suka pakai mobil President buatan dalam negeri, tiruan habis Fiat 1100 tahun 60-an. Mereka pakai truk Tata yang contekan persis Mercy lama, pakai scooter produksi lokal turunan produk Italia. Lama-lama mereka mampu mengembangkan produk-produk itu secara kreatif. Buku-buku mereka terbitkan dalam edisi sederhana hingga terjangkau dan mahasiswa mendapat referensi “murahmeriah”. Hasilnya? Mereka maju kini. Kita pasti bisa! Sungguh sulit mengubah adat kebiasaan, dan selera orang, tapi bukan tak mungkin. Perlu gerakan besar-besaran dan keseriusan semua pihak terus-menerus agar mata kita terbuka lebar-lebar dan luasluas.

Belajar Mengelola Demokrasi dari Uzbekistan Suprawoto

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Sosial Budaya dan Peran Serta Masyarakat

Kalau ada yang bertanya, dimana letak negara Uzbekistan? Tak semua orang bisa menjawab dengan pasti. Tapi jika ditanya siapa Imam Bukhari? Pasti dapat menyebut ahli hadist terkenal itu, atau minimal sudah pernah mendengar. Ya, ahli hadits termasyur itu lahir di Kota Buchara dan setelah meninggal dimakamkan di Samarqand. Keduanya adalah kota penting di Negara Uzbekistan. Sebelumnya Uzbekistan merupakan salah negara bagian Uni Soviet. Konon, kawasannya Uzbek adalah bagian dari kebudayaan Persia dan dikenal dengan nama Provinsi Sogdiana. Bulan Juni 1990, Parlemen Uzbekistan mengeluarkan resolusi menyatakan kedaulatan Republik Uzbekistan. Islam Karimov yang sejak tahun 1986 menjadi Ketua Partai Komunis Uzbekistan diangkat menjadi Presiden RSS Uzbekistan. Pada 31 Agustus 1991, Uzbekistan menyatakan kemerdekaannya dan terpisah dari Uni Soviet. Genjot Wisata Setelah merdeka, bentuk pemerintahan menjadi Republik Uzbekistan dengan ibu kota di Taskent yang berbatasan dengan negara Afganistan, Kazakhtan, Kyrgystan, Tajikistan, Turmenistan. Ada empat kota besar terkenal di Uzbekistan, Taskent, Samarqan, Buchara dan Khiva. Negara berpenduduk 27.606.007 jiwa ini memiliki banyak obyek wisata yang menarik mulai dibangun sarana parasarananya oleh pemerintah. Seperti di Taskent dibangun masjid yang indah, peninggalan Madrasah Kulkedash yang dibangun abad 16, Musium Amir Timur, taman-taman yang indah dan fasilitas lainnya. Di kota Samarqand ada tiga peninggalan Madrassah, Ulugbek Madrassah (abad 15), SherDor Madrassah (abad 17) dan Tilla-Kari Madrassah (abad 17). Yang tak kalah indahnya adalah makam Amir Timur atau lebih dikenal dengan Gur-Emir

Mausoleum yang dibangun abad 14. Namun di kota Samarqand, dikatakan belum ke Samarqan kalau tidak beziarah ke Makam Imam Al Bukhari yang wafat pada tahun 870 M. Di Kota Bukhara, ada Minaret Kalyam, Masjid Kalyam, dan Madrassah Miri-Arab. Semangat membangun pemerintah Uzbekistan, khususnya bidang pariwisata, dengan potensi yang demikian besar, sangat mungkin kelak Uzbekistan menjadi tujuan wisata utama di Asia Tengah khususnya yang berkaitan dengan perkembangan peradaban Islam. Pelajaran dari Uzbek Kalau kita berkunjung ke negara Uzbekistan, terlihat banyak taman yang dibangun dan burung berkicau, pohon tumbuh dimana-mana. Jalanan kota bersih dan di antara pasar-pasar tak terlihat sedikitpun sampah. Sungai juga sangat bersih. Konsep air sebagai sumber kehidupan benar-benar dipegang masyarakat Uzbekistan. Bahkan ada pamali, tidak dibenarkan seseorang meludah di sungai. Pemerintah Uzbek memang sedang giat mempercantik kota dengan taman dan pohon agar menarik wisatawan datang. Sampai-sampai di Uzbek ada larangan keras menembak burung. Didenda 1300 Sum apabila ketahuan seseorang menembak burung. Hal yang sama juga berlaku dalam penebangan pohon, ijin penebangan sangat ketat. Belajar Berdemokrasi Jika dibandingkan dengan negara kita yang sudah relatif mapan kehidupan demokrasinya. Negara Uzbekistan baru menata dan menjalani demokrasi. Tentu proses pemilihan umum yang berlangsung tidak bisa dibandingkan dengan Indonesia yang memiliki ribuan pulau. Pemandangan saat pemilu Parlemen akhir tahun lalu tak beda dengan di Indonesia ketika Pemilu. Tempat pemungutan suara, bilik suara serta meja panitia dan saksi serta pemantau disediakan dan kebanyakan menggunakan fasilitas sekolah. Para panitia nampak sangat antusias mempersiapan segala keperluannya, meski tidak semua mendapatkan honorarium dari Panitia pemilihan. Pemilu legislatif di Uzbekistan dilaksanakan setiap

lima tahun sekali di minggu ke empat bulan Desember untuk memilih 135 anggota Parlemen (Majelis rendah/ Olij Majlis), Parlemen tingkat Propinsi dan Kota. Dari sekitar 27 juta penduduk Uzbekistan, yang berhak memilih sejumlah 17 juta orang. Ada empat partai politik yang memperebutkan kursi di Majelis Rendah, yaitu Partai Sosial-Demokrat Uzbekistan Adolat, partai Demokratik Uzbekistan Mililiy Tiklanish, Partai Rakyat Demokratik Uzbekistan (XDP), dan Partai Liberal Demokrat Uzbekistan yang terakhir merupakan partai yang mendapatkan dukungan rakyat terbanyak pada pemilu sebelumnya. Secara formal pelaksanaan Pemilu legislatif di Uzbekistan berjalan baik dan tingkat partisipasi warga sangat tinggi, sekitar 90%. Sama dengan pelaksanaan pemilu di Indonesia, pemilih memilih wakilnya dengan cara menandai nama yang dipilih, boleh dengan garis, contreng, silang tapi tidak sah kalau dicoblos. Ada beberapa catatan saya yang menurut hemat saya sangat baik dalam pelaksanaan Pemilu di Uzbekistan : Pertama, satu-satunya identitas penduduk di Uzbekistan adalah paspor. Setiap penduduk yang sudah dewasa memiliki paspor sebagai identitasnya dan tidak seperti kita, harus punya kartu penduduk (KTP), paspor dan identitas lain seperti kita. Bagi penduduk yang sudah berhak memilih (telah berusia 18 tahun) mendapat undangan untuk memilih. Namun bila tidak menerima undangan dapat menggunakan paspor untuk memilih (Di Indonesia pada pemilu yang lalu baru menjelang pemilu ditetapkan yang tidak mendapat undangan dapat menggunakan hak pilih dengan menunjukkan KTP). Kedua, daftar pemilih tetap sudah ditempel disetiap TPS jauh sebelum hari pemungutan suara, karena sistem administrasi kependudukannya yang sudah sangat bagus. Ketiga, bagi pemilih yang habis menggunakan hak pilihnya, cukup tanda tangan pada formulir yang disediakan panitia (nampaknya kolomnya diambil dari daftar pemilih tetap), tidak jarinya dicelup tinta seperti di Indonesia. Yang pasti, negara Uzbekistan yang baru juga meniti ke arah demokrasi sedang menentukan pilihan bagi masa depannya.


10

Daerah

www.bipnewsroom.info

Gubernur Sumatera Barat Marlis Rahman

“ Tidak Lulus Ujian Bukan Berarti Kiamat “ Guru merupakan profesi pekerjaan yang mulia dengan dua sisi keberhasilan di dunia dan di akhirat. Di dunia seorang guru dapat melihat anak didiknya menjadi orang pintar, sukses dan terkemuka sementara di akhirat semua pengabdian guru yang tulus iklas tentu akan menjadi amalan saleh di sisi Allah SWT. Dari catatan sejarah para tokoh Sumatera Barat berasal dari kaum intelektual pemikir dan ulama. Tidak terdapat yang menonjol dari tokoh-tokoh daerah kita ini dari kekuatan fisik atau melalui senjata. Untuk itu dalam meningkatkan SDM masyarakat Sumatera Barat, kita mesti melihat karakteristik ini sebagai modal dan tatanan menumbuhkan kembali generasi Sumbar sebagai tokoh-tokoh yang karismatik dan terkemuka. Ini disampaikan Gubernur Marlis Rahman ketika memberikan sambutan pada Acara Sosialisasi Ujian Akhir Sekolah SD /MI dan Ujian Nasional SLTP, SLTA bagi guru-guru dan beberapa utusan murid se

Kabupaten Pesisir Selatan, Rabu (27 /1) di GOR Zaini Zen Painan. Hadir dalam kesempatan tersebut Bupati Nasrul Abit, Wakil Bupati Syafrizal, Staf Ahli bidang Pemerintahan, Kadisdik Dr. Busharman Bur, Kadis Prasjal Tarkim Ir. Dody Riswandi, MSc, Kadis PSDA Ir. Ali Musri, Karo Sospora Abdul Gafar,SE, Karo Humas dan Protokol Nuzul Putra,SH, Ketua DPRD Pessel, Muspida Plus, Kadisdik Pessel Dian Wijaya Lebih lanjut Marlis Rahman menyampaikan alat dan perjuangan masyarakat Sumbar melalui dunia pendidikan dan guru, merupakan salah satu kekuatan terbesar dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan di daerah ini. Sementara di sektor pembangunan lain kita sangat terbatas dengan potensi dan kondisi SDA di daerah ini. Kita tetap optimis bidangbidang dan sektor-sektor pembangunan lainnya juga akan mengalami kemajuan seiring dengan keberhasilan kita di dunia pendidikan. Bagi kita bersekolah dan keinginan mau belajar mesti menjadi nomor satu bagi setiap generasi Sumbar. Oleh karena itu Pemprov pada kepemimpinan periode 2005 – 2010 bersama DPRD telah berupaya meningkatkan presentase APBD dibidang pendidikan, pada tahun 2005 baru 3 persen, kemudian 2006 menjadi 13 persen, 2007 menjadi 18 persen tahun 2008-2009 telah mencapai 20 persen sesuai yang diisyarakat UU. Ditahun 2010 ini sedikit berkurang karena, kita juga berkewajiban menuntaskan berbagai proyek, penanggulangan bencana gempa Sumbar serta menyukseskan Pemilihan Kepala Daerah periode 2010-2015. Namun ditahun-tahun mendatang kita mesti berupaya meningkatkan pembiayaan pembangunan dunia pendidikan kita lebih baik lagi, ungkapnya. Marlis Rahman juga menghimbau, para guru dan murid untuk tidak percaya terhadap isu materi-materi kunci jawaban UN, karena ini pembuatan soal-soal UN sangat dijaga ketat oleh pihak kepolisian dll, sangat kecil sekali kemungkinan soal-soal itu bocor. Saat ini yang perlu dilakukan guru adalah bagaimana memberikan setiap pelajaran yang akan diujikan secara baik dan setiap murid mestilah berusaha tekun, semangat dan rajin belajar terutama mata pelajaran yang diujikan. Jangan takut gagal / tidak lulus, karena tidak lulus bukan berarti kita tidak memiliki masa

datang atau kesempatan yang lebih baik dimasa datang. Tetapi yakinkan diri, jika mau berusaha, gigih, dan pantang menyerah terhadap berbagai ujian hidup, niscaya Allah juga akan memberikan keberhasilan kepada setiap kita. Selain itu tahun ini, kelulusan siswa juga ditentukan oleh tiga faktor lain selain Ujian Nasional, ujarnya. Empat Ciri Khas Pendidikan Sumbar Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Sumbar, Dr. Busharman Bur dalam kesempatan itu menyampaikan 4 ( empat ) hal ciri khas dan landasan pembangunan Pendidikan Sumbar yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun dan akan dikembangan ditahuntahun mendatang. Pertama kurikulum pendidikan Al Qur’an sebagai bagian dari pengkajian sumber ilmu pengetahuan. Kedua pelaksanaan kurikulum kebencanaan, dimana setiap orang anak didik, siswa mengetahui tentang kebencanaan yang terjadi, sehingga pengetahuan ini mampu memberikan langkahlangkah penyelamatan dan apa yang mesti dilakukan saat terjadi bencana, karena Sumbar merupakan daerah bencana. Ciri ketiga pendidkan Sumbar adalah kurikulum pendidikan bernuasa surau, yang memperkuat kepribadian, prilaku dan moral siswa dalam mengembangkan kemampuan diri dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya. Keempat adalah mengembangkan kemampuan siswa, anak didik terhadap kemajuan negaranegara lain dengan pengetahuan berbahasa dan pasih bahasa asing terutama bahasa Inggris sebagai bahasa yang umum di dunia. Maka dari 4 ciri khas pendidikan Sumbar itu dimungkinkan akan tumbuh tokoh maupun generasi SDM seorang ilmuwan yang agamis /ulama. Seorang ulama yang berilmu pengetahuan yang luas dan berkepribadian. Selain itu kita berharap generasi muda kita tidak salah dalam pemahaman cara beragama. Dalam kesempatan tersebut Gubernur Marlis Rahman juga menyerahkan buku pelajaran untuk SD, SLTP, SLTA sebanyak 22.129 buku secara simbolis kepada Bupati Nasrul Abit.

( Humas Sumbar )

Edisi 01

Tahun VI Februari 2010

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik keliling nusantara, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info atau bip@depkominfo.go.id

Jawa Timur

Lomba Baliho Ada saja cara Pemkab Jember untuk menginformasikan keberhasilan pembangunan. Dalam rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Jember ke 81, tepat 1 Januari, Kantor Lingkungan Hidup (KLH), menggelar lomba baliho antar instansi. Lomba ini mengambil tema program pembangunan yang sudah dilaksanakan Pemkab Jember. “Lewat lomba ini, diharapkan masyarakat bisa mengetahui program pembangunan yang sudah dilakukan pemerintah bersama masyarakat,” jelas Kepala Kantor Lingkungan Hidup Pemkab Jember, Drs. H. Akhmad Hariadi M.Si. Penilaiannya pun juga terbilang unik. Baliho yang ditampilkan harus memuat pesan ajakan untuk berperan aktif dalam pelaksanaan pembangunan. Selain itu, hasil pembangunan dan potensi lokal apa yang dimanfaatkan. Kriteria lain berkaitan dengan desain, yaitu ukuran, penggunaan gambar, keindahan dan keamanan pemasangan. Harapannya lewat baliho yang dipampang di beberapa tempat, masyarakat makin bersemangat membangun wilayahnya. “Ini semua tidak ada sama sekali unsur politisnya, hanya kebetulsan saja waktu pelaksanaannya berdekatan dengan rencana Pilkada,” tandasnya. (mc_humaspemkab/Jbr)

Kolaborasi FK Metra dan Pemerintah Forum Komunikasi (FK) Media Tradisional (Metra) Jawa Timur siap menggandeng lembaga pemerintahan guna meningkatkan eksistensi para pelaku Metra ke depannya. Selain itu, FK Metra terus berbenah diri dengan membuat AD/ART dan segera menyusun Rencana Strategi (Renstra) 2009-2012. Ketua FK Metra Jatim, Drs Suko Widodo MA, saat acara Rapat Evaluasi Dan Finalisasi Rencana Strategi Fk Metra 2009-2012 di Hotel Weta Surabaya, Kamis (21/1) mengatakan, untuk meningkatkan eksistensi Metra yang kini mulai meredup, pihaknya telah menjalin kerjasama dengan sejumlah lembaga pemerintahan di antaranya BUMN, BUMD, Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata. Selain itu FK Metra juga menjalin kerjasama dengan pihak swasta. “Kami telah menghubungi sejumlah BUMN, BUMD, dan dinasdinas terkait, serta lembaga swasta untuk menggunakan jasa Metra di acara-acara yang diselenggarakan di lembaga-lembaga itu sebagai hiburan. Banyak nilai plusnya kalau memakai jasa Metra, selain sebagai hiburan, Metra juga sarat informasi,” jelasnya. Menurut Suko, kerjasama ini untuk menunjukkan kepada gubernur eksistensinya dan sebagai bukti bahwa FK Metra bersungguhsungguh untuk memajukan dan menggeliatkan kembali Metra di masyarakat. “Gubernur ingin melihat langkah kerja nyata FK Metra, makanya hari ini harus segera tersusun program-program andalan yang akan dilakukan sampai 2012. Apabila kepercayaan gubernur sudah ditangan, kemungkinan pesatnya kemajuan Metra ke depannya semakin cerah,” ujarnya di sela-sela acara. Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk anggotanya, FK Metra akan menjadi wadah para pelakunya di mana mereka akan dibina sehingga layak tampil di sejumlah acara-acara itu. FK Metra hadir untuk menumbuhkan spirit ke Indonesiaan yang mana Metra merupakan budaya asli dan asal Indonesia. Selain itu, anggota Metra akan terus ditingkatkan semangatnya karena berdasarkan hasil evaluasi pengurus FK Metra, anggotanya sendiri pesimis forum ini akan berkembang dan memajukan Metra kembali. Dukungan Diskominfo Jatim Kepala Bidang Jaringan Komunikasi, Daan Rahmat Tanot SH mengatakan, pihaknya akan mengupayakan agar FK Metra dapat terangkat akreditasinya. Saat ini, FK Metra masih berupa SK Kepala Dinas Kominfo Jatim. Ke depannya, Diskominfo akan mengupayakan menjadi SK Gubernur. “Akreditasi FK Metra akan berubah menjadi SK Gubernur yang sebelumnya masih menggunakan SK Kepala Dinas. Tentunya kami melihat dan memantau bagaimana upaya dan langkah kerja nyata yg dilakukan FK Metra terlebih dahulu,” jelasnya.(raa, angga)


Edisi 01

Tahun VI Februari 2010

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Ciptakan Sistem Baru Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan, kementeriannya telah menciptakan sistem baru di bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi. Pertama, penyempurnaan sistem menuju regulasi yang memadai. “Saya mulai akan mensosialisasikan sistem penempatan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri,” kata Muhaimin usai Rapat Koordinasi Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian tahun 2010 di Jakarta, Jum’at (22/1). Penyempurnaan sistem yang kedua adalah dalam hal peningkatan kapasitas kompetensi dan kemampuan balai latihan kerja (BLK). “Akan ada sistem baru bagi program pelatihan dan pendidikan kemampuan produktivitas, yaitu sistem manajemen balai latihan kerja yang saya sebut sebagai revitalisasi 100 hari,” ujarnya. Sistem yang ketiga, kata Muhaimin Iskandar, menyangkut transmigrasi sebagai bagian dari penyempurnaan programprogran yang ada, baik dalam

meningkatkan kualitas calon transmigran maupun kualitas daerah transmigrasi, sehingga melahirkan iklim usaha yang produktif bagi daerah-daerah transmigrasi. "Program 100 hari kita arahkan sebagai pemicu percepatan dan orientasi yang memadai bagi langkah-langkah setahun dan lima tahun ke depan. Yang paling penting, tidak boleh lagi ada mainmain dalam pelaksanaannya, atau melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan,” katanya.(Az) Kementerian Sosial

Tuntaskan Empat Program Besar Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengatakan Kementerian Sosial RI telah menyelesaikan empat program besar, yaitu program keluarga harapan (PKH), pekerja migran bermasalah, kelompok usaha bersama (Kube), dan rehabilitasi sosial, khususnya rehabilitasi rumah tidak layak huni. “Program PKH sudah terselesaikan sebanyak 726 ribu untuk 13 provinsi, dan untuk tahun 2010 akan ditambah lagi 90 ribu di lima provinsi, sehingga jumlahnya menjadi 816 ribu,” kata Mensos seusai acara penyerahan kendaraan

Mata dan Telinga

Seorang saudagar kayaraya hampir mangkat. Ia memanggil dua orang anaknya untuk menyampaikan pesan terakhir. “Nak, tak lama lagi aku akan meninggal. Harta kekayaanku kubagi dua sama rata. Teruskan usaha yang telah kurintis, lanjutkan kejayaan yang telah kubangun. Maksimalkan fungsi mata dan telinga kalian, maka kalian akan berhasil,” begitu pesannya. Tak lama kemudian, saudagar itu pun meninggal dunia. Anak pertama segera melaksanakan perintah ayahnya. Dalam pemahamannya, memaksimalkan fungsi mata dan telinga adalah melihat dan mendengar hal-hal yang serba indah dan merdu. Maka hal pertama yang ia lakukan adalah membangun rumah yang besar dan megah, dilengkapi dengan taman indah dan air mancur yang bisa

11

Lintas Lembaga

bernyanyi. Seluruh perabot, interior dan eksterior rumahnya ia buat semewah dan seindah mungkin. Bioskop pribadi dan perangkat audio terbaik ia pasang di rumahnya. Tak lupa, ia membeli beberapa set antena parabola agar bisa menonton acara hiburan dari televisi seluruh dunia serta berlangganan televisi kabel yang menayangkan film-film terbaru tiap harinya. Ia juga berlangganan puluhan majalah hiburan, CD, VCD dan DVD rilis terbaru. Ruang keluarganya dilengkapi akses internet berkecepatan tinggi, yang memungkinkan ia mengakses dan mengunduh game online terbaru. Sepekan sekali, ia berkunjung ke tempat-tempat wisata dan wahana hiburan di seluruh penjuru bumi. Ia juga sering mengundang kelompok

operasional penanggulangan bencana untuk daerah yang dilaksanakan di Jakartra, Selasa (26/1). Kemudian untuk pekerja migran yang bermasalah dari Malaysia selama tahun 2009, katanya, Kemensos sudah memulangkannya ke daerah sebanyak 31.510 orang. Dari Timur Tengah yang bermasalah ditampung di Bambu Apus, Jakarta Timur. “Sebagian sudah dipulangkan ke daerahnya masing-masing, sebagian lagi masih dirawat, jumlahnya sekitar 400 orang,” katanya. Adapun program rehabilitasi rumah yang tidak layak huni yang sudah dibangun mencapai 2.346 unit di 12 provinsi. (Gs) Kementerian Kesehatan

Insentif Bagi Tenaga Kesehatan Program 100 hari bidang kesehatan telah ditetapkan kebijakan perluasan penjaminan kepesertaan jamkesmas yang meliputi masyarakat miskin korban bencana, penghuni panti asuhan dan panti jompo, penghuni lapas dan rutan, serta anak-anak jalanan yang ada di penampungan. “Dari 12 rencana aksi yang menjadi prioritas utama program 100 hari, seluruhnya sudah dilaksanakan,” kata Menkes di Jakarta, Rabu (27/1).

musik, sandiwara, teater, perupa, dan sirkus kelas dunia, untuk pentas dan memamerkan karya di rumahnya. Pendek kata, begitu banyak uang ia habiskan demi memuaskan hasrat keindahan bagi indera penglihatan dan pendengaran. Anak kedua memahami nasihat ayahnya dengan cara berbeda. Memaksimalkan fungsi mata dan telinga ia maknai sebagai menggunakan dua indra tersebut untuk melihat dan mendengar informasi apapun yang sekiranya dapat meningkatkan kapasitas intelektualnya. Maka hal pertama yang ia lakukan bukan membangun rumah mewah, melainkan berupaya menjalin komunikasi dengan orang-orang dan lembaga-lembaga baru. Dari sanalah ia melihat dan mendengar informasi berguna tentang segala hal. Ia memang memasang antena parabola, jaringan internet dan radio di rumahnya, sama seperti saudaranya, namun semua ia gunakan untuk melihat dan mendengarkan berita dan informasi penting lainnya dari seluruh penjuru dunia. Ia juga berlangganan koran dan majalah, namun sematamata ia jadikan sarana untuk memahami peristiwa dunia secara lebih dalam dan bermakna. Ia juga sering bepergian ke luar kota dan luar negeri, namun dalam rangka menimba ilmu pengetahuan dan informasi,

Jaminan kesehatan telah diberikan untuk 19,1 juta rumah tangga miskin/tidak mampu atau sekitar 76,4 juta jiwa (dengan rata-rata empat jiwa/keluarga). Upaya penguatan SDM rumah sakit di daerah, juga dilaksanakan melalui Training of Trainer (TOT) bagi SDM RS di sembilan regional dan dua sub regional pusat krisis. Kemudian distribusi tenaga kesehatan di daerah terpencil dan perbatasan (DTPK), telah menempatkan 135 orang tenaga kesehatan di 35 puskesmas. “Strategi ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan ketersediaan SDM kesehatan di DTPK. Insentif diberikan bagi SDM kesehatan yang melaksanakan tugas khusus sebesar Rp 7,5 juta/orang/bulan bagi dokter spesialis/dokter gigi spesialis dan residen senior,” katanya. Kemudian untuk dokter, dokter gigi, apoteker, dan pascasarjana diberikan insentif Rp 5 juta/bulan, sedangkan untuk bidan Rp 2,5 juta/bulan/orang. (Jul) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal

Bedah Desa Terpadu "Penguatan fungsi kementerian dalam melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan operasionalisasi kebijakan untuk daerah tertinggal dengan sektor terkait sudah berlangsung baik," kata Menteri PDT A Helmy Faishal Zaini dalam pertemuan dengan sejumlah perwakilan media massa di kantornya,

bukan sekadar pesiar. Hanya dalam waktu dua tahun, dua putra juragan itu menunjukkan perubahan besar dalam hidupnya. Sukses anak pertama melesat dengan cepat, kemudian berangsurangsur turun, dan akhirnya terjatuh dalam kondisi yang memprihatinkan—setelah seluruh hartanya habis untuk biaya mengabdi mata dan telinga. Sementara sukses anak kedua naik secara perlahan, makin tinggi, mencapai kemapanan, dan akhirnya terus berada di puncak hingga sekarang. *** Semua orang menggunakan mata dan telinga untuk melihat dan mendengar lebih banyak. Namun bermanfaat atau tidak kedua indera tersebut bagi upaya peningkatkan kualitas hidup, tergantung dari apa yang ia lihat dan dengar. Alasannya jelas, tak semua tontonan bisa jadi tuntunan. Demikian pula tak semua suara indah mampu merangsang otak manusia untuk berpikir lebih baik. Sayang kebanyakan orang tidak menyeleksi secara serius apa yang akan ia lihat dan dengarkan. Banyak orang melihat sesuatu hanya karena hanya ingin melihat. Akibatnya mereka hanya mendapatkan pengalaman sesaat, karena yang mereka lihat adalah aktivitas dan atau acara-acara

www.bipnewsroom.info

Jakarta, Selasa (26/1). Sejak menjabat Menteri, Helmy telah melakukan kunjungan kerja ke 41 kabupaten tertinggal untuk mendata dan memilih permasalahan yang ada di masing-masing daerah dan merumuskan solusi guna mempercepat pengentasan daerah itu dari ketertinggalannya. "Di daerah yang kami kunjungi kami belanja masalah sebagai bahan untuk koordinasi dan penemuan solusi," katanya. Menurut Helmy, sebagian besar realisasi program PDT tergantung pada kementerian lain, misalnya infrastruktur jalan terkait dengan Kementerian Pekerjaan Umum. "Oleh karena itu kita mendorong sektor-sektor terkait untuk mengalokasikan programnya ke daerah tertinggal sesuai kebutuhan daerah itu," katanya. Saat ini Kementerian PDT juga telah menyelesaikan rancangan program Bedah Desa Terpadu, yakni program pembangunan desa model yang diharapkan nantinya menjadi acuan bagi pembangunan desa lainnya. Dalam waktu dekat program Bedah Desa itu akan diluncurkan di tiga titik, yakni di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat sebagai tipe perbatasan, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur tipe pertanian dan perternakan, serta Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, tipe peternakan."Bedah Desa Terpadu ini akan menjadi salah satu program unggulan Kementerian PDT untuk lima tahun ke depan," kata Helmy.

(Antara)

yang tidak mendidik. B a n y a k o r a n g mendengarkan suara apapun, namun kegiatan itu tak sedikitpun menambah kapasitas pengetahuan di otaknya, karena yang ia dengar hanyalah suara-suara yang kendati indah dan syahdu namun kosong tak bermakna. Mereka melihat hanya karena mereka punya mata, dan mendengar hanya karena mereka punya telinga. Mereka tidak memiliki manajemen pendengaran dan penglihatan yang baik, sehingga apapun diizinkan memasuki retina mata dan gendang telinga. Bahkan tak jarang, banyak orang menghabiskan dana begitu besar hanya untuk melihat dan mendengar sesuatu yang sejatinya tidak memberi manfaat apa-apa. Orang-orang yang sukses adalah mereka yang mampu memanfaatkan penglihatan dan pendengaran bukan semata-mata untuk melihat dan mendengar hal baru, namun secara selektif memilih apa yang akan ia lihat dan dengar agar dapat meningkatkan kemampuan intelektualitasnya. Ia melihat peluang dari informasi yang ia dapatkan dari mata dan telinganya, dan memanfaatkannya semaksimal mungkin sebagai bekal meraih sukses. (gun)


12

Edisi 01

Tahun VI Februari 2010

www.bipnewsroom.info

Siang itu, Edi Rahmadi (53), pegawai house keeping sebuah hotel ternama di kota Solo Jawa Tengah, kelabakan. Seorang pria asal Jerman yang menginap di hotel itu protes, karena televisi di kamar hotel tidak menyediakan saluran televisi daerah. Bule berbaju necis itu bilang, tanpa siaran televisi lokal, liburannya di kota Solo menjadi tak lengkap. Baginya, televisi lokal adalah sarana terpenting untuk memahami keanekaragaman budaya di tempat-tempat yang ia kunjungi. “Negara ini aneh. Di Jakarta, Denpasar, Mataram, Ambon, Solo, siaran televisinya sama saja, semua stasiun yang ituitu juga. Mana siaran televisi lokalnya? Saya ingin menonton televisi yang khas daerah ini,” gerutu pria bernama Uwe Antons ini. Ia terus nyerocos. Konon di beberapa negara yang ia kunjungi seperti Brasil, Venezuela,

seperti RCTI, SCTV, TPI, Indosiar, dan televisi swasta lain yang lahir belakangan, juga diizinkan mengudara di seluruh wilayah Indonesia,” ungkapnya. Menurut Pawito, alasan saat itu memang masuk akal, yakni untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Demi persatuan dan kesatuan bangsa itu pulalah, sentralisasi penyiaran dengan model siaran nasional dianggap diperlukan. RRI dan TVRI misalnya, sangat dominan dalam memainkan peran sebagai pemersatu bangsa ini. “Namun karena sifatnya siaran nasional, corak keanekaragaman daerah sering tidak mendapatkan porsi memadai. Apa yang ditampilkan lebih sering bercitarasa Jakarta ketimbang daerah,” ujarnya. Imbas lain dari adanya siaran nasional, menurut Pawito, adalah masuknya para konglomerat untuk menguasai

Malaysia, Thailand, India, pihak hotel selalu menyediakan saluran televisi lokal. Bahkan di beberapa negara, siaran bernuansa daerah semacam itu dijadikan unggulan, dan ditulis besar-besar dalam leaflet hotel. “Local taste, citarasa lokal, itu yang saya cari. Kenapa anda tidak menggunakan media (televisi lokal—Red) itu untuk memberikan pelayanan informasi yang dibutuhkan wisatawan,” lanjut Antons, tentu masih dengan uring-uringan. Terpaksalah, Edi tergopohgopoh memprogram ulang receiver parabola untuk mencari siaran televisi daerah. Syukurlah, tak berapa lama, sebuah tayangan televisi daerah yang mengudara dari Yogyakarta nongol di layar kaca. Melihat acara Gerebeg Suro sedang ditayangkan di layar, Anton berseru, “Ya, ya, stop! Itu yang saya mau! Salurkan ke kamar saya,” ujarnya dengan wajah puas.

saham-saham lembaga penyiaran milik swasta. Ini terjadi karena keuntungan dari bisnis media memang menggiurkan. Namun karena tujuan utamanya mencari keuntungan, komersialisasi media penyiaran akhirnya menjadi hal yang sulit dihindari. “Karena semua program yang ditayangkan harus berdampak ekonomis bagi pemilik, maka ukuran yang dipakai adalah rating dan kemampuan program siaran tersebut dalam menarik pemasang iklan, bukan nilai kultural edukatifnya,” kata staf pengajar program pascasarjana UNS ini. Pawito menambahkan, keadaan tersebut diperparah oleh adanya kecenderungan monopolistik, dimana ada satu orang yang memiliki dua atau tiga lembaga penyiaran. “Karena bersifat monopolistik, jangan heran jika materi siarannya juga cenderung monolitik. Nama lembaga penyiaran memang berbedabeda, akan tetapi materi siarannya nyaris seragam, ituitu saja,” imbuhnya. Namun efek terbesar dari siaran nasional, menurut Pawito, adalah terkonsentrasinya modal, sumber daya manusia dan sarana-prasarana penyiaran di Jakarta. “Masyarakat di daerah hanya disuruh menonton dan membeli produk yang gencar diiklankan melalui lembaga penyiaran, namun keuntungan yang diperoleh menumpuk di Jakarta, tidak pernah menetes

Tak Menetes ke Bawah Pakar komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Pawito PhD menyatakan, selama bertahun-tahun dunia penyiaran Indonesia memang ‘telanjur’ dimanjakan dengan nikmatnya siaran nasional. Sejak zaman Orde Baru hingga saat ini, Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) masih diberi wewenang untuk melakukan siaran di seluruh wilayah Tanah Air. “Demikian pula stasiun televisi

ke bawah dan dinikmati oleh orang-orang di daerah.” Desentralisasi Penyiaran UU No 32/2002 tentang Penyiaran pasal 5g secara tegas mengamanatkan untuk mencegah monopoli kepemilikan di bidang penyiaran. Pasal 6 ayat (3) menghendaki adanya pola jaringan yang adil. Pasal 18 ayat (1) dan (2) menyatakan kepemilikan dan kepemilikan silang dibatasi. Pasal 20 mengamanatkan pembatasan kepemilikan dalam satu wilayah. Sementara pasal 31 ayat (1), (3) dan (5) mengharuskan siaran berjaringan lokal, dalam jangkauan wilayah terbatas, dan memiliki stasiun lokal. Berbagai ketentuan dalam di atas semestinya mampu membuat dunia penyiaran makin demokratis, tidak monopolistik, adil dan terdesentralisasi. Namun nyatanya, hingga tahun 2007 masih banyak

lembaga penyiaran melakukan siaran nasional. Selain itu, kepemilikan, permodalan dan jaringan lembaga penyiaran khususnya televisi juga masih terkonsentrasi di Jakarta. Keadaan ini tentu tidak selaras dengan semangat otonomi yang menghendaki adanya keanekaragaman lembaga dan isi siaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat di aras lokal. Menteri Komunikasi dan Informatika saat itu, M Nuh, kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) No. 32/Per/M.KOMINFO/12/2007 tertanggal 19 Desember 2007. Inti dari permen tersebut, pada akhir Desember 2009 seluruh lembaga penyiaran harus mengakhiri siaran nasional dan menggantinya dengan siaran lokal. Tenggat waktu dua tahun yang diberikan pemerintah diharapkan dapat dimanfaatkan oleh lembaga penyiaran

mempersiapkan siaran lokal, misalnya menjalin kerjasama dengan stasiun penyiaran lokal baik stasiun yang sudah ada maupun stasiun baru yang didirikan oleh lembaga penyiaran yang berada di Jakarta. Namun kenyataannya, dalam dua tahun terakhir, lembaga penyiaran bergeming. Maka di penghujung tahun 2009, Menkominfo yang b a r u , Ti f a t u l S e m b i r i n g , kembali mengingatkan agar lembaga penyiaran segera melaksanakan desentralisasi siaran. Kendati menyatakan pelaksanaan penghentian siaran nasional akan dilaksanakan secara bertahap, akan tetapi Menkominfo menekankan agar lembaga penyiaran segera melaksanakan ketentuan tersebut. “Penghentian siaran nasional sudah ketentuan undang-undang. Jika tidak dilaksanakan, lembaga penyiaran dapat dikenai tindakan

lokal berjaya. Keuntungan, teknologi dan SDM yang selama ini menumpuk di Jakarta akan tersebar merata ke seluruh daerah,” ujar Pawito. Di samping itu, akses masyarakat terhadap penyiaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan di tingkat lokal akan lebih mudah didapatkan. Hal ini akan menghilangkan sifat monopolistik sekaligus membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan hak informasi secara adil dan merata. “Masyarakat tidak lagi dijejali informasi seragam dari pusat, namun bisa mengembangkan informasi yang beraneka ragam sesuai dengan aspirasi dan dinamika masyarakat setempat,” kata pria kurus ini. Menurut pria yang pernah jadi pelaut ini, saat ini bukan lagi zamannya sentralisasi. Di mana-mana, bahkan di negara maju sekalipun, siaran nasional

hukum karena melanggar undang-undang,” kata Tifatul dalam sebuah perbincangan dengan salah satu stasiun televisi swasta, akhir Desember 2009 lalu. Menkominfo juga menekankan, penghentian siaran nasional akan mendorong terwujudnya diversitas kepemilikan dan diversitas isi, sehingga tidak terjadi akumulasi stasiun televisi di ibukota dan isi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.

sudah tidak lagi menjadi tren. “Kalaupun masih ada lembaga penyiaran nasional yang dimiliki negara, mereka juga menyediakan alternatif versi lokalnya yang kontennya disesuaikan dengan konten lokal,” urainya. Ia menekankan, desentralisasi penyiaran sebagaimana diamanatkan UU Penyiaran sudah tepat, karena sudah sejalan dengan semangat demokratisasi dan otonomi daerah. “Lembaga penyiaran harus menyadari, jika terus bersiaran nasional dan tidak mau membuat stasiun lokal, itu artinya mereka hanya mementingkan diri sendiri dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat di daerah,” tegas Pawito. Jadi, tak ada alasan bagi lembaga penyiaran untuk terus menunda-nunda penghentian siaran nasional, kan? (gun).

Penyiaran Lokal Berjaya Jika benar-benar dapat dilaksanakan secara konsekuen, penghentian siaran nasional sejatinya akan berdampak positif terhadap tumbuh-kembang lembaga penyiaran daerah. “Lembaga penyiaran lokal akan tumbuh dan berkembang di seluruh wilayah Indonesia. Dengan kata lain, inilah saatnya penyiaran


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.