Dentamedia Volume 27 Nomor 4

Page 1

KECERDASAN BUATAN DALAM BIDANG

KEDOKTERAN GIGI


Bahasan

Kecerdasan Artifisial,

Masa Depan Kedokteran Gigi

A

rtificial Intellegence (AI) didefinisikan dalam Kamus Oxford sebagai “the theory and development of computer systems able to perform tasks normally requiring human intelligence, such as visual perception, speech recognition, decision making, and translation between languages”. Dalam Bahasa Indonesia kita mengenalnya sebagai Kecerdasan Artifisial. Singkatnya, AI ini bisa membantu perkerjaan manusia tanpa menyalurkan energi untuk berfikir. AI sendiri sudah banyak di adopsi di berbagai industri kedokteran gigi seperti industri robot, mobil, smart city, analisis finansial dan masih banyak lagi. Dalam dunia kedokteran, AI sudah di implementasikan diberbagai hal seperti pada bidang pencitraan medis, penegakan diagnosa, memonitor rumah sakit hinggga virtual assistant yang membantu dalam pengerjaan pasien. Hal ini menjadi memungkinkan dikarenakan AI dapat mempelajari dalam waktu singkat yang nyatanya diluar kemampuan dari manusia sendiri. Bayangkan, dalam sekejap AI dapat menyatukan multi informasi terkait penyakit jantung dalam waktu singkat. Dunia AI dan kedokteran gigi pun saat ini tengah berkembang. AI dapat membantu dalam penentuan diagnosa, menyusun rencana perawatan, prediksi dan hasil dari perawatan. Dalam bidang konservasi gigi misalnya, AI dapat membantu mendeteksi lesi awal karies pada bagian pit fissure yang dalam, interproksimal, maupun pada lesi karies sekunder. AI juga sudah mulai diaplikasikan dalam proses diagnostik dan pencitraan gambar. Sistem pencitraan menggunakan AI untuk melakukan scanning intraoral, analisis radiograf, hingga

2

pencitraan gambar tiga dimensi dari model gigi dan rahang pasien. Hal ini tentu saja memudahkan dokter gigi dalam mensimulasikan rencana perawatan yang kompleks hingga menentukan hasil akhir perawatan dan prognosis bahkan sebelum perawatan dimulai Tak hanya sampai disitu, AI sudah merambah beberapa lingkup lainnya dan terbukti bermanfaat untuk dunia kedokteran gigi. AI dapat dimanfaatkan sebagai asisten virtual dalam manajemen klinik. Dalam beberapa aplikasi manajemen klinik, AI mampu utnuk melakukan penjadwalan pasien, melakukan follow-up kepada pasien, proses billing setelah tindakan, serta melakukan pekerjaan administratif lainnya. Tentu ini dapat membantu terutama untuk klinik pribadi yang diwajibkan untuk menggunakan mulai tahun 2024. Tak hanya klinik, di beberapa pengembang software AI juga telah diintegrasikan dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM-RS), sehingga SIM-RS yang digunakan dapat mengelola Keuangan, Marketing, Rekam Medis hingga Informasi Diagnosis dalam satu aplikasi. Dalam pendidikan pun, AI saat ini digunakan untuk melakukan pelatihan seperti permulaan pelatihan prosedur operatif hingga bedah agar mahasis-

wa mendapat gambaran terkait apa yang akan dilakukan. Akan tetapi tentu dari segala kebaikan yang telah disampaikan sebelumnya, timbul tanda tanya apakah nantinnya akan ada efek negatif dari semakin berkembangnya AI di zaman ini?. Apakah nantinya dokter gigi lebih akan mengandalkan teknologi yang ada dibandingkan dengan kemampuan dan pengetahuan diri sendiri? Seperti yang kita ketahui bahwa ketergantungan secara berlebihan pada AI dalam diagnosis dapat menghasilkan kesalahan dalam mendiagnosis. Bagaimana dengan Dental Asisstant apakah akan tetap digunakan? Karena seperti yang kita ketahui bahwa pemanfaatan AI di dalam industri lainnya telah banyak menggantikan peranan manusia karena dianggap lebih efektif. Selanjutnya apakah data pasien jika full diintegrasikan kepada digital akan menghasilkan keamanan yang setidaknya sama dengan apa yang dilakukan hari ini ditengah maraknya penjebolan situs situs pemerintahan. Dengan semakin berkembangnya teknologi, diharapkan akan ada regulasi khusus mengenai penggunaan AI agar dapat digunakan secara tepat dan mendukung kebermanfaatannya. [M. Syauqi, Foto : Bitemagazine.com]


Bahasan

Menimbang Kecerdasan Ar tifisial dalam

Praktik Kedokteran Gigi

K

ecerdasan Artifisial atau yang sering dikenal sebagai Artificial Intellegence (AI) merupakan sebuah sistem teknologi perangkat lunak yang dirancang menyerupai kecerdasan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan AI sudah sering kita jumpai. Aplikasi yang terdapat pada ponsel pintar seperti Siri, Alexa, dan lainnya tentu sudah akrab dengan kita.

Sistem teknologi AI kini semakin berkembang hingga memasuki ranah medis serta kedokteran gigi. Penggunaan AI memudahkan dokter gigi mengakses rekam medis dan riwayat kesehatan pasien sehingga dapat menentukan diagnosa dan rencana perawatan pasien lebih efektif. sistem AI juga mampu didesain untuk mempermudah deteksi karies, periodontitis, melihat densitas tulang, maupun deteksi dini kanker rongga mulut. Tak hanya itu, AI juga sudah mulai digunakan sebagai asisten virtual dokter gigi, bahkan sebagai robot bedah semi otomatis dalam bidang bedah mulut. Sangat mengagumkan bukan? Penggunaan AI ini tentunya sangat memudahkan dan meningkatkan efisiensi dari segi biaya dan waktu dalam praktik dokter gigi sehari-hari. Namun rupanya penggunaan AI dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Kebocoran data merupakan hal tersering yang dikhawatirkan bagi pengguna AI dalam dunia medis. Contohnya pada penggunaan AI untuk penegakkan diagnosa pasien, sistem AI membutuhkan data-data sensitif pasien, sehingga diperlukan adanya protokol perlindungan data pasien. Hal lain yang masih keku-

rangan dari AI adalah nilai akurasi dari perangkat lunak ini masih belum mampu menjadi patokan yang tepat dalam penegakan diagnosa untuk pasien. Kekurangan ini tentu saja meningkatkan resiko kesalahan diagnosa. Sistem teknologi AI juga ditengarai mengurangi keterlibatan pendekatan personal antara dokter dengan pasien. Dalam konteks manajemen klinik gigi, adanya sistem teknologi AI dapat mengurangi jumlah pekerja administrasi di klinik. Meskipun sistem teknologi AI dibuat mengacu pada kecerdasan manusia, namun perlu yang perlu diperhatikan adalah harus tetap ada keahlian dan penilaian klinis dokter gigi dalam penggunaan teknologi ini. Teknologi AI sebaiknya ditempatkan sebagai sistem kecerdasan yang membantu dokter gigi dalam melakukan praktik sehari-hari. Saat ini penggunaan AI sangat mendukung kemajuan dalam bidang kedokteran gigi, sehingga ke depannya, diperlukan suatu protokol dan regulasi penggunaan teknologi ini agar penerapannya sesuai dengan hak pasien dan bertanggung jawab. [Messya R, Foto : cbsaustin.com]

3


Bahasan WHO menyoroti pentingnya menetukan tujuan penggunaan AI secara jelas, mengingat sistem teknologi AI bergantung pada kode, data-data, pengaturan, serta interaksinya dengan mengguna. Hal ini menjadi penting agar sistem dapat bekerja dengan aman dan efektif. WHO juga merekomendasikan untuk melakukan validasi sistem AI. Data yang digunakan sebaiknya divalidasi secara eksternal dan jelas agar kualitas dan keamanan input data yang digunakan meminimalkan resiko bagi pasien.

W HO Terbi t ka n Re gu la s i A I dala m B ida n g Ke s eh a t a n

P

4

erkembangan teknologi di tahun mendatang akan semakin maju. Teknologi kecerdasan buatan atau yang lebih dikenal dengan Artificial Intellegence (AI) akan semakin memudahkan kehidupan sehari-hari dan tak terkecuali di bidang medis dan kesehatan. Dengan adanya kemajuan teknologi ini tentunya diperlukan protokol atau regulasi yang mengatur dalam bidang kesehatan agar tepat guna dan teap melindungi pasien.

WHO menyadari masifnya penggunaan teknologi AI dalam bidang kesehatan dan resiko yang mengintai di belakangnya. Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan bahwa kecerdasan buatan (AI) sangat menjanjikan bagi sektor kesehatan, namun juga memiliki tantangan serius dalam penggunaannya termasuk pengumpulan data yang tidak etis, ancaman keamanan siber, hingga misinformasi

Baru-baru ini Organisasi Kesehatan Dunia, WHO mengeluarkan publikasi berisi aturan penggunaan AI di bidang kesehatan. (Baca publikasi lengkapnya di sini) Publikasi ini diharapkan mendukung negara-negara untuk mengatur penggunaan AI secara efektif. Walaupun organisasi kedokteran gigi dunia belum menngeluarkan aturan spesifik penggunaan AI dalam dunia kedokteran gigi, tapi regulasi WHO tentunya dapat dijadikan acuan.

Dalam publikasi yang diterbitkan WHO, terdapat enam garis besar yang diatur dalam penggunaan AI di sektor kesehatan. Yang pertama yaitu dokumentasi dan transparansi. WHO menekankan pentingnya transparansi data baik dari pengembang, manufaktur, hingga pengguna sistem teknologi AI. dokumentasi yang efektif dan trasnparan diharapkan dapat mengurangi resiko data bias dan manipulasi data.

Data merupakan dasar dari sistem teknologi AI dan dalam dunia kesehatan banyak sekali data. Penggunaan data kesehatan dengan kualitas yang kurang baik akan meningkatkan resiko data bias. WHO merekomendasikan utnuk melakukan evaluasi data yang adekuat untuk memastikan kualitas data yang digunakan dalam sistem AI. WHO juga merekomendasikan bagi para pengembang, dan manufaktur teknologi AI untuk memahami lingkup jurisdiksi dan consent dalam masalah privasi dan perlindungan data. WHO merekomendasikan pengembang, menufaktur, praktisi kesehatan, pembuat kebijakan dan stakehorlder terkait, serta pasien sebaiknya aktif terlibat dan berkolaborasi satu sama lain untuk meningkatkan kualitas dan keamanan dari penggunaan teknologi AI di bidang kesehatan. WHO juga mengimbau agar menyederhanakan proses pengawasan regulasi AI melalui keterlibaatan stakeholder terkait dan kolaborasi guna mempercepat penggunaan AI dalam bidang kedokteran. Publikasi yang dikeluarkan WHO ini menyorot beberapa hal, diantaranya pentingnya teknologi AI dalam bidang kedokteran. WHO juga menyadari kebutuhan untuk menciptakan aturan penggunaan teknologi AI yang efektif untuk memastikan keamanan pasien. Selain itu, pemangku kebijakan dan stakeholder terkait diharapkan segera membuat aturan dan protokol penggunaan AI serta selalu melakukan update dan peningkatan kemampuan terkait penggunaan teknologi AI dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi. [Messya R, who. int, Foto : innovationatwork.ieee.org]


Berita

Dokter Gigi Banyak yang En gga n Ja d i PPPK

D

inas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lombok Timur terus menganalisa dan memasukkan data jumlah kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK). Hitungan jumlah tenaga yang direkrut menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) seharusnya yang berdasarkan hasil dari analisis kebutuhan. Akan tetapi, sejauh ini tidak bisa diwujudkan karena masih terbentur kondisi anggaran daerah. Selama ini, formasi untuk dokter gigi kerap kosong karena para dokter gigi ini enggan jadi PPPK. Sekretaris Dinas Kesehatan Lotim, Lalu Bagus Wikrama kepada Suara NTB, Jumat, 22 September 2023 menjelaskan , sedikitnya seluruh fasilitas kesehatan butuh lebih dari 2000

nakes. Semua kebutuhan tersebut sudah diajukan dalam formasi. Hanya saja selama beberapa kali rekrutmen, belum separuhnya yang bisa diakomodir. “Alasan keuangan daerah, karena gaji ini tergantung pembiayaan dari pemerintah daerah. Sehingga, kita juga harus maklumi dan ikuti kemampuan daerah,” terangnya. Bagus Wikrama menjelaskan di puskesmas misalnya setidaknya ada 9 nakes wajib ada. Yakni dokter, dokter gigi, perawat, bidan, analis kesehatan, sarjana kesehatan masyarakat, ahli gizi, sanitarian, dan farmasi. Selama ini, kata Lalu Bagus, formasi Dokter Gigi selalu dibuka untuk PPPK. Akan tetapi, tidak ada yang mengisi. Sampai sekarang, dari 35 puskesmas

se Lotim hanya 18 puskesmas yang ada dokter gigi. “Informasinya, dokter gigi ini yang tidak mau jadi PPPK,” ungkapnya. Para dokter gigi ini katanya hanya mau melamar kalau formasinya PNS. Padahal, menjadi PPPK ataupun PNS juga termasuk bagian dari ASN. Formasi tahun 2023 ini, dokter gigi untuk PPPK ini kembali akan dibuka. Harapannya kali ini ada yang daftar guna mengisi kekosongan tenaga di semua faskes. Selanjutnya, Lalu Bagus mengingatkan pada pembukaan pendaftaran PPPK tahun ini seluruh nakes yang akan daftar harus mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR). STR ini dikeluarkan oleh sejumlah lembaga. Antara lain untuk Kesmas diterbitkan oleh Pengurus promosi kesehatan ilmu perilaku (PKIP). Ada juga dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyakat (IAKM) Selama ini sejumlah formasi banyak yang tak terisi, karena yang melamar diketahui tidak kantongi STR. [bysuarantb.com]

PDGI Dirikan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan

U

ndang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan tidak lagi memberi kewenangan kepada PDGI untuk memberikan Satuan Kredit Profesi (SKP), bahkan untuk menyelenggarakan kegiatan ber-SKP pun tidak bisa lagi. Menurut Undang-Undang baru, pemberian SKP dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, sementara penyelenggaraan kegiatannya hanya boleh dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau lembaga pelatihan yang terakreditasi oleh Pemerintah Pusat. Untuk itulah PDGI mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang diproyeksikan akan menjadi lembaga pelatihan terakreditasi. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan PDGI didirikan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar PDGI Nomor SKEP/366/PB PDGI/IX/2023 tertanggal 6 September 2023. Ditunjuk sebagai Kepala Lembaga drg. Bulan Rachmadi, M.Kes; Wakil Kepala Dr. drg.

Wawan Suridwan, Sp.Pros; Sekretaris Dr. drg. Didi Nugroho Santosa, MSc; serta Bendahara drg. Citra Wulansari. Pendirian lembaga ini bertujuan agar PDGI baik pengurus besar, wilayah, cabang, serta ikatan-ikatan dibawahnya dapat tetap menyele-

ngarakan pendidikan berkelanjutan dibawah naungan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan PDGI yang diharapkan dapat segera terakreditasi oleh Kementerian Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara pelatihan tenaga kesehatan. [Berita : Humasdatin PB PDGI, Foto : Nadia Febyani]

5


Berita

Memaksimalkan Ruang Klinik dengan Area Terbatas

K

eterbatasan ruangan seringkali menjadi kendala dalam menentukan desain klinik gigi. Padahal, dalam ruangan praktik kita harus mengakomodasi kursi dental, peralatan kedokteran gigi serta alat dan bahan lain yang cukup memakan tempat. Selain itu alur keluar masuk pasien, operator hingga jalur kursi roda untuk pasien berkebutuhan khusus juga perlu dipertimbangkan. Berikut beberapa tips dalam mendesain ruangan praktik dengan ruangan terbatas : Menggabungkan fungsi lemari dan tempat penyimpanan Cara ini merupakan trik sederhana dalam memaksimalkan pemanfaatan ruang klinik. Pilihlah desain lemari yang bisa diintegrasikan ke dalam dinding dan mampu menampung semua peralatan dan perlengkapan sehingga lebih hemat ruang dan memudahkan pergerakan di sekitar klinik. Lemari dengan desain custom dapat menjadi pilihan alternatif agar fungsi ruangan maksimal. Selain itu pilihlah lemari dengan desain tertutup agar peralatan dental lebih bersih dan terkesan rapi. Penggunaan peralatan yang menempel di dinding Peralatan kedokteran gigi yang menempel pada dinding seperti monitor rontgen dapat menjadi trik untuk mengatasi keterbatasan ruang di klinik. Dengan meneplekan peralatan pada dinding, dapat menciptakan ruang dan ruangan terlihat lebih luas.

Pemilihan peralatan dental yang compact Pemilihan alat dental yang compact juga penting untuk menghemat ruangan. Dengan memilih peralatan yang compact, maka kita dapat memaksimalkan ruang dalam klinik tanpa mengabaikan fungsi alat tersebut. Sebagai contoh, kita dapat memilih kursi dental yang lebih kecil, alat sterilisasi yang compact, dan penggunaan alat x-ray portable. Optimalisasi tata letak Pengaturan tata letak yang sesuai juga perlu diperhatikan. Berkonsultasi dengan desainer interior juga membantu dalam optimalisasi ruang dalam klinik. Selain itu, jika kita memiliki konsep klinik dengan tema tertentu, desainer interior akan membantu mewujudkan konsep klinik yang sesuai. Penggunaan warna netral Pemilihan warna-warna netral juga dapat membantu menciptakan kesan luas pada klinik gigi. Dinding dan lantai yang berwarna terang dapat membantu memantulkan cahaya sehingga ruangan terasa lebih terang dan terbuka. Hindari dekorasi berlebihan dan gunakan lemari tertutup agar terkesan luas dan rapi. Penggunaan cahaya yang hangat Pengaturan pencahayaan menjadi kunci penting agar ruangan terlihat nyaman dan luas. Pastikan pencahayaan yang digunakan cukup dan sesuai. Jangan terlalu terang tetapi jangan juga terlalu redup/gelap.

6

Pintu geser Pintu geser menjadi alternatif pemilihan pintu yang lebih hemat ruang dibandingkan pintu bukaan konvensional. Pintu jenis ini tidak membutuhkan ruang yang besar dan sangat ideal bagi ruangan terbatas. Penataan desain klinik gigi dengan ruangan terbatas sangat memerlukan kecermatan dalam perencanaan dan memperhatikan detail kecil. Hal ini tentunya agar operator dan pasien tetap merasa nyaman dalam melakukan pelayanan dental di klinik. [Messya R, Foto : Pinterest, behace.net]


Berita

Aplikasi Gigi Kecil

Buatan UGM Bantu Pasien Anak yang Tak Mau ke Dokter Gigi

Adanya aplikasi ini, Dwina berharap mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan gigi anak. Selain itu juga mengurangi kasus terputusnya perawatan kesehatan di RSGM Prof. Soedomo dan mendukung pelayanan kesehatan gigi dan mulut berjalan lebih optimal.

P

entingnya kesehatan gigi pada anak membuat sejumlah mahasiswa UGM mengembangkan aplikasi Gigi Kecil dengan menggabungkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan Augmented Reality (AR). Dwina Aulia Ristyoningrum salah satu mahasiswa pengembang aplikasi ini mengatakan aplikasi berbasis Android ini memiliki fitur utama berupa screening yang dapat mengidentifikasi karies (lubang) pada gigi anak secara real-time dengan menerapkan artificial intelligence sebagai pendeteksi. “Ada juga fitur Kalender, Pengingat , dan Fitur Chat yang akan terintegrasi dengan RSGM UGM Prof. Soedomo,” terangnya, Rabu (4/10) di UGM Selain itu aplikasi ini juga dilengkapi dengan fitur Ayo Belajar! yang memiliki fitur augmented reality untuk membantu anak kecil memahami mengenai proses gigi berlubang. Aplikasi Gigi Kecil dibuat oleh tiga mahasiswa Pendidikan Dokter Gigi FKG, yaitu Dwina Aulia Ristyoningrum, Ariefa Nugrahany Nursalim, dan Ribka Wijayanti Kusnardi serta berkolaborasi dengan dua mahasiswa Ilmu Komputer FMIPA, yaitu Fitriansyah Eka Putra dan Khoirul Anam di bawah bimbingan Mohammad Fadyl Yunizar, melalui pendanaan dari Program Kreativitas Mahasiswa

Penerapan IPTEK (PKM-PI) Kemendikbud Ristek 2023. Ribka Wijayanti Kusnardi mengatakan munculnya ide aplikasi ini berawal dari permasalahan yang dihadapi RSGM UGM Prof. Soedomo dalam perawatan gigi anak. Kegiatan promosi kesehatan gigi anak yang dilakukan oleh RSGM UGM masih sangat terbatas dan pasien anak sering mengalami ketidakberlanjutan perawatan atau perawatan giginya putus di tengah jalan.

Ribka menyebutkan dengan aplikasi Gigi Kecil ini menjadikan RSGM. Prof. Soedomo sebagai satu-satunya Rumah Sakit Gigi dan Mulut yang memiliki aplikasi digital. Terlebih aplikasi ini tidak hanya untuk pendaftaran online, tetapi mampu mengedukasi serta memantau selama periode perawatan gigi dan mulut anak. “Harapannya melalui aplikasi ini kualitas kesehatan gigi dan mulut anak Indonesia akan meningkat,”terangnya. Aplikasi Gigi Kecil saat ini masih dalam proses unggah ke Google PlayStore. Namun, masyarakat dapat mencoba menggunakan aplikasi ini melalui laman alternatif yang disediakan yaitu https://linktr.ee/gigikecil. [Liputan6.com, Foto : Ugm.ac.id]

Dwina menjelaskan aplikasi Gigi Kecil ini sudah pernah dilaksanakan saat pembukaan Bulan Kesehatan Gigi Nasional tanggal 12 September 2023 di FKG UGM dan RSGM UGM Prof Soedomo. Antusiasme masyarakat khususnya orang tua terkesan dengan fitur yang dimiliki aplikasi ini, sementara pasien anak menyukai permainan edukasi berbasis augmented reality yang menjadi andalan aplikasi ini. “Karyawan RSGM Prof. Soedomo juga mnegungkapkan sangat terbantu dengan adanya aplikasi ini. Mereka berharap aplikasi ini nantinya mampu terintegrasi seutuhnya dengan manajemen rumah sakit sehingga digitalisasi pelayanan kesehatan dapat membawa keefektifan dan keefisienan sistem rumah sakit,” paparnya.

Cara berlangganan : 1. Snap QR Code dengan HP atau buka http://bit.ly/3irknZ3 2. Isi data pembeli, klik berlangganan 3. Lakukan pembayaran sebesar sesuai instruksi Biaya sudah termasuk ongkos kirim ke seluruh Indonesia

7


Opini

Mampukah Dokter Gigi Bertahan di Era Media Sosial? Penulis : Christhania Cornelius Penulis merupakan dokter gigi di Jakarta

S

angat menarik ketika melihat perkembangan media sosial yang kini banyak di jumpai konten-konten edukasi. Tidak hanya digunakan untuk mencari hiburan, saat ini media sosial juga dimanfaatkan masyarakat untuk mendapat informasi. Informasi didapatkan dengan mudah, cepat, dan tidak memerlukan biaya yang besar. Penggunaan media sosial juga terus meningkat, terutama sejak terjadinya pandemi Covid-19. Bahkan penggunaan media sosial, seperti Whatsapp dan Instagram meningkat hingga 40%.

Bagaimana dengan dokter gigi, apakah sudah mengikuti perkembangan ini? Pada sebuah penelitian yang dilakukan pada 444 responden yang berprofesi sebagai dokter gigi di Indonesia, didapatkan hasil bahwa 100% responden memiliki media sosial. Sebanyak 14,6% dari seluruh responden sudah menggunakan media sosial sebagai sarana edukasi kesehatan gigi dan mulut. Nyatanya media sosial sudah tidak asing bagi para dokter gigi, namun pemanfaatan media sosial sebagai sarana edukasi kesehatan gigi dan mulut masih tergolong rendah. Perkembangan zaman tidak hanya menuntut dokter gigi untuk menguasai ilmu secara akademis serta memiliki keterampilan tangan yang baik, tetapi juga menuntut kemampuan edukasi dengan cara yang menarik. Dokter gigi dapat memanfaatkan media sosial sebagai sarana edukasi preventif dan promotif. Semakin menarik kemasan edukasi, diharapkan menarik minat baca masyarakat sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik. Penggunaan Instagram, yaitu salah satu media sosial, terbukti dapat mengedukasi pasien agar peduli terhadap kesehatan gigi dan mulut, serta mengedukasi kebiasaan buruk yang dapat mempergaruhi kesehatan gigi dan mulut. Melalui berbagai fitur di media sosial, masyarakat dan dokter dapat melakukan diskusi tanya jawab dengan mudah, walaupun tentu diskusi tersebut tidak dapat menggantikan komunikasi dengan dokter secara langsung.

8

Dibalik segala kemudahan dan manfaat media sosial, ternyata terdapat tanggung jawab yang besar. Berkaca dari kasus seorang dokter kecantikan yang awal mulanya mengedukasi mengenai krim wajah, tetapi tidak disangka berbuntut panjang hingga melibatkan hukum negeri ini. Terlepas dari pro dan kontra kacamata hukum, kasus ini menyadarkan setiap dokter dan dokter gigi bahwa kebebasan bermedia sosial disertai dengan tanggung jawab yang besar. Memang kita tidak dapat menyenangkan semua pihak, oleh karena itu apapun yang terjadi, tetap utamakan kesehatan pasien dan memperhatikan kepentingan masyarakat. Lalu sejauh apa edukasi melalui media sosial dapat dilakukan? Sebelumnya terdapat kasus dokter umum yang dinilai melakukan pelecahan atas kontennya mengenai pemeriksaan pembukaan persalinan. Tidak ada yang salah ketika seorang dokter ingin mengemas edukasi bersamaan dengan hiburan. Namun, etika di dunia nyata tidak boleh dilupakan ketika menyelami dunia digital, khususnya media sosial. Seorang dokter disumpah untuk menghormati kerahasiaan pasien. Sangat penting untuk memberikan kepercayaan kepada pasien, jangan sampai edukasi yang kita berikan justru membuat pasien takut dan ragu. Terdapat panduan dari Majelis Kehormatan Etik Kedeokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang etika aktivitas media sosial dokter

yang dapat kita ikuti, diantaranya menyadari sisi positif dan negatif media sosial; Mengedepankan integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi; Sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku; Memberantas hoax/informasi keliru terkait kesehatan/kedokteran; Menjaga diri dari promosi berlebihan; Memastikan keamanan baik ketika pasien berkonsultasi; Penggunaan gambar sesuai etika dan peraturan yang berlaku; Pembuatan akun terpisah untuk edukasi; Dokter selektif memasukkan pasien ke daftar pertemanan pribadi; Membalas pujian dengan baik dan wajar; dan Pada kondisi di mana dokter memandang aktivitas media sosial sejawatnya terdapat kekeliruan, maka dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi. Untuk menutup tulisan ini, saya ingin mengingatkan bahwa manusia adalah makhluk yang dapat beradaptasi paling baik. Walaupun teknologi dapat berevolusi, manusia dapat beradaptasi. Jangan pernah takut dengan perkembangan dan perubahan. Biarlah hal itu yang membuat kita terus haus akan ilmu dan terus berkembang. [Foto : Freepik]


Wawasan

Sekilas

USK bangun kolaborasi kedokteran gigi dan Industri

Sejarah Kelam

Kedokteran Gigi Forensik

S

ejawat, tahukah anda bahwa salah satu sejarah penggunaan gigi sebagai alat identifikasi manusia, bermula dari cerita kelam pada masa Kekaisaran Romawi?

U

niversitas Syiah Kuala (USK) membangun kolaborasi antara dunia kedokteran gigi dengan industri dalam acara Aceh International Dental Meeting (AIDeM) di Banda Aceh. Forum ilmiah skala Internasional ini bertujuan meningkatkan pengetahuan teknologi di bidang kedokteran gigi yang berfokus pada pengembangan inovasi terkini dalam farmasi dan teknologi kedokteran gigi. Forum ilmiah ini dilaksanakan pada 6 Oktober 2023 di FKG Syiah Kuala dan diikuti oleh 91 dokter gigi, 17 sarjana FKG dan 88 peserta. [ANTARA]

Pada masa tahun 49 SM, Kaisar Claudius I yang pada saat itu tengah berkuasa, sedang memilih wanita untuk ia jadikan istri keempatnya. Dua orang wanita, yaitu Julia Agrippina dan Lollia Paulina menjadi kandidat yang akan dipilih Kaisar Claudius I. Mempertimbangkan faktor kekuasaan yang dimiliki keluarga Julia Agrippina, Kaisar Claudius I akhirnya mengambil Julia Agrippina sebagai istri keempatnya. Namun sayang, Julia Agrippina dikenal sebagai wanita berhati dingin yang haus akan kekuasaan dan tidak mau kalah

BAKSOS ICD SASAR PELAJAR DAN WARGA KUNINGAN

Meskipun telah dijadikan istri oleh Kaisar Claudius I, Julia Agrippina merasa Lollia Paulina yang cantik adalah saingan beratnya dan khawatir jika kelak Kaisar Claudius I akan menikahi Lollia Paulina di kemudian hari. Julia Agrippina lalu menuduh Lollia Paulina memiliki ilmu sihir dan harus diadili. Rencana Julia Agrippina pun berhasil, Lollia Paulina diusir dari Italia dan diasingkan. Hal ini belum membuat Julia Agrippina puas, ia lalu memerintahkan tentaranya untuk membunuh Lollia Paulina di pengasingannya.

I

nternational College of Dentists (ICD) XV Region 38 (Indonesia) bekerja sama dengan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Kuningan, menggelar bakti sosial pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk pelajar warga Kuningan. Kegiatan ini berlangsung di Pendopo, Luragung dan Dharma Kuningan. Program ini mencakup 51 SD, 1 SMP, dan 1 Sekolah Berkebutuhan Khusus. Sebanyak 74 dokter gigi turut berpartisipasi dalam acara ini. Program ini berhasil menyediakan berbagai layanan kesehatan gigi untuk 10.198 warga Kabupaten Kuningan, dengan fokus pada promosi praktik kebersihan mulut. [Liputan 6.com]

Setelah pembunuhan tersebut dilancarkan, tentara suruhan Julia Agrippina kembali menemui Agrippina dengan membawa bukti sepenggal kepala yang disebutnya sebagai kepala Paulina. Sayangnya, kepala tersebut telah membusuk dan wajah Paulina sudah sulit dikenali. Agrippina khawatir jika kepala yang dibawa tentara suruhannya bukanlah kepala Paulina. Ia memutar otak, lalu teringat bahwa Paulina memiliki salah satu gigi yang berwarna kehitaman. Dengan tangannya, Agrippina segera membuka mulut kepala tersebut, lalu melihat giginya. Ia pun puas karena menemukan gigi depan yang berwarna kehitaman, menandakan kepala tersebut benar milik Paulina. Meskipun metode identifikasi yang digunakan Agrippina sangat sederhana, namun Agrippina berhasil menerapkan konsep ilmu forensik, yakni bahwa setiap manusia memiliki ciri khas, yang bukan hanya fitur wajah, yang dapat digunakan sebagai bahan identifikasi. Ilmu forensik kedokteran gigi tentu tak langsung berkembang setelah penemuan Agrippina ini, namun identifikasi sederhana yang dilakukan Agrippina menjadi salah satu pendorong kemunculan dan perkembangan ilmu forensik kedokteran gigi di kemudian hari. [Fathin V, Foto : Pinterest]

9


Berita

Tenaga Kesehatan Indonesia Gelar Aksi Solidaritas Bela Palestina Aksi ini menghasilkan beberapa tuntutan yang dituangkan di dalam petisi dan ditujukan kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta dunia, beberapa hal yang ditekankan antara lain: Memberikan keselamatan untuk tenaga kerja kesehatan di Palestina, Segera melakukan pembebasan tenaga kesehatan yang menjadi tahanan militer dan menuntut untuk dilakukannya gencatan senjata, Memberikan akses bantuan kemanusiaan dan tenaga kesehatan asing untuk membantu korban perang serta melindungi tenaga kesehatan asing yang memberikan pertolongan kepada korban, Mendorong insan kesehatan dan organisasi kesehatan di seluruh dunia untuk menyuarakan hal yang sama.

J

akarta- Lembaga kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) bersama seluruh tenaga kesehatan melakukan aksi solidaritas untuk Palestina. Aksi ini digelar pada Jumat (15/12/2023) di Kawasan Monas, Jakarta Pusat. Berbagai macam organisasi profesi tergabung dalam aksi ini, diantaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Perhimpunan Radiografer Indonesia (PARI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Ikatan Fisioterapi Indonesia, Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (Patelki), serta Persatuan Terapis Gigi dan Mulut Indonesia (PTGMI).

Petisi juga menuturkan jangan ada lagi perlakuan yang melanggar Konvensi Geneva bagi tenaga kesehatan di masa mendatang. “Peperangan di Palestina menelan banyak korban kematian baik warga sipil maupun tenaga kesehatan, banyak dari mereka mati syahid karena tidak ada perlindungan dari Israel, selain itu 30-50 Tenaga Kesehatan di tahan oleh Israel.” Tutur Orator dalam aksi ini. Perwakilan MER-C menambahkan “Rumah Sakit yang seharusnya menjadi tempat aman bagi semuanya, sayangnya nilai tersebut telah hilang.” Beliau juga menambahkan bahwa kegiatan saat ini adalah bentuk solidaritas tenaga kesehatan Indonesia untuk Masyarakat. [M. Syauqi, Detik. Foto : Detik]

Dentamedia tiap triwulan diterbitkan oleh Lembaga Studi Kesehatan Indonesia (LSKI) Yayasan Bale Cijulang sejak tahun 1997 ISSN 1410-4768 ALAMAT: Office & Beyond Building Jl. CImanuk 6 Bandung 40115, Kotak Pos 7785 Bandung 40122, TELEPON: 0896628366161, FAKS: (022)2502807, EMAIL: dentalmedia@gmail.com SITUS: www.dentamedia.id PENDIRI Kosterman Usri PEMIMPIN UMUM Maryanne Susanti PEMIMPIN REDAKSI Messya Rachmani REDAKSI Fathin Vania Rahmadina, Nadia Faradiba, Rizna Salsadila Shofwa, M. Syauqi Syafiq KORESPONDEN Dhona Afriza (Padang), Amanda Kristiani Matondang (Medan), Bertha Aulia (Palembang), Alfini Octavia (Yogyakarta), Ronny Baehaqi (Surabaya), Muhammad Andhyka Fitrianto (Malang), Putra Qodri Fath (Pontianak), Irma Chaerani Halim (Samarinda), Muhamad Ruslin (Makassar), Michael Andrea Leman (Manado), Anak Agung Istri Devi Wulandari Putra (Denpasar), Septia Indriasari (Mataram) DIREKTUR BISNIS Maryanne Susanti PEMASARAN Felycia Evangeli Andi Arnold (Manajer), Alia Intan Kusuma Ramadhani, Blandina Tsanarayya Amarantha ACARA Dian Islamiyati (Manajer) Mulia Ayu Hanifa, Varisati Nalina Vara, Sangga Tirakat, Muhammad Syahid Abdilah, Abigail Thanya Gracesheila, Andrian Fadhillah Ramadhan, Maya Adriati Pramestiningrum, Raisya Aurellia Putri Lesmana, Adira Khansa Mahdiya, Gabriella Tasha, Vita Ekaviasta Putri KEUANGAN Latifah Kaniadewi , Siti Kusdiarti DESAIN GRAFIS Benazir Amriza Dini, Irmayanti Meitrieka, Yuda Haditia Putra, Aulia Dewi PRODUKSI Agus Sono TEKNOLOGI INFORMASI Anzarudin, Anggit Wirasto BIRO JAKARTA Sandy Pamadya (Kepala), Affi Listriani, Ina Sarah Addawiah, Putu Ayu Pradnya BIRO SEMARANG Hayyu Failasufa (Kepala), Ade Ismail Berita/artikel/siaran pers/foto/surat pembaca/iklan/penawaran kerjasama untuk Dentamedia kirimkan ke e-mail ke dentamedia@gmail.com APABILA KEBERATAN DENGAN ISI DENTAMEDIA SILAHKAN KIRIMKAN HAK KOREKSI/JAWAB ANDA KE ALAMAT DENTAMEDIA

10


Kisah

Satukan Tekad Membara untuk Senyum Indonesia Oleh : M. Syauqi Syafiq

M

oestopo Jelajah Nusantara (MJN) kembali belayar! Setelah beberapa tahun hiatus dikarenakan Pandemi Covid - 19, program Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut Gratis yang menargetkan daerah dengan kriteria 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) kembali hadir di Pulau Paling Selatan di Indonesia, yaitu Pulau Rote. Perlu diketahui bahwa pengobatan gigi dan mulut tidak berjalan baik di Kabupaten Rote Ndao, bayangkan saja, hanya ada lima dokter gigi di

pulau ini dengan fasilitas yang tidak mendukung. Bahkan, penambalan gigi terakhir dilakukan di tahun 2019 karena tidak adanya bahan tambal sehingga warga Rote harus menyebrang ke Kota Kupang untuk mendapatkan pengobatan. Tim Moestopo Jelajah Nusantara melakukan berbagai persiapan, dimulai dari mengumpulkan data terkait status kesehatan gigi dan mulut warga setempat, birokrasi dengan stakeholder terkait, serta melakukan jejaring dengan alumni dan survei ke Pulau Rote. Akhirnya, pada tanggal 14 Mei 2023 sebanyak 70 orang dokter gigi dan mahasiswa berangkat ke Pulau Rote untuk mengemban misi mulia ini. Perjalanan menuju Pulau

Rote ditempuh dalam waktu 16 jam melalui perjalanan darat, udara, dan laut. Sesampainya di Pulau Rote, tim MJN segera membagi tugas agar pelayanan gigi dapat menjangkau 9 titik di 8 kecamatan dalam 7 hari kerja. Antusias masyarakan Pulau Rote sangat tinggi. Jumlah pasien melonjak setiap harinya. Berbagai halangan datang menghampiri. Mulai dari mobil mogok di tengah hutan, menelusuri Puskesmas dan Sekolah dasar di tengah lereng dan pegunungan, hingga berhadapan langsung dengan kenaikan kasus Malaria dan Rabies. Namun semua terbayarkan dengan melihat senyuman dan ucapan terima kasih yang diberikan oleh 8.967 pasien yang terlayani. Sampai jumpa Rote, sampai jumpa MJN berikutnya.

Tajuk DENTISTS’ BRAIN CIRCULATION PROGRAM : Solusi Maldistribusi Dokter Gigi Indonesia

D

okter gigi di Indonesia tidak tersebar secara merata ke seluruh wilayahnya. Rasio terbaru jumlah dokter gigi dan penduduk menunjukkan sekitar 1:7.613 untuk Pulau Jawa, namun 1:12.069 di pulau-pulau bagian timur, meskipun sudah 33 Institusi Pendidikan Dokter Gigi (IPDG) berdiri di Indonesia. Namun, lebih dari 50% diantaranya berada di Pulau Jawa. Maldistribusi dokter gigi di Indonesia dapat disebabkan oleh sentralisasi IPDG di Pulau Jawa, kurangnya daerah yang memprioritaskan pemenuhan dokter gigi melalui pendanaannya, dan rendahnya minat sejawat untuk praktek menetap di luar Pulau Jawa, terutama di pulau-pulau bagian timur Indonesia. Sementara beasiswa daerah belum memberikan solusi terpenuhinya kebutuhan dokter gigi. Hasil analisis penulis melalui teori sumber daya manusia kesehatan oleh World Health Organization (WHO), kita perlu memahami istilah brain gain, brain drain, dan brain waste. Sederhananya, brain gain terjadi ketika dokter gigi menempuh pendidikan lanjut atau bekerja di luar daerah asalnya kemudian kembali ke daerah asalnya untuk mengabdi sebagai dokter gigi spesialis/magister/doktor atau dengan skill yang lebih tinggi dari pengalaman kerjanya. Sementara brain drain adalah kebalikan dari brain gain, dokter gigi tersebut tidak kembali ke daerah asalnya. Brain waste terjadi ketika dokter gigi tidak bekerja sebagai dokter gigi, baik di daerah asalnya maupun di luar daerah. Dalam tulisan ini, penulis mengusulkan inovasi program untuk masalah di atas, yaitu dentists’ brain circulation program. Program ini bertujuan untuk selalu memenuhi jumlah dokter gigi sesuai dengan jumlah puskesmas yang tersedia di kota/kabupaten tersebut. PDGI, Kementerian Kesehatan, dan Dinas Kesehatan dapat mendukung program ini dengan menginformasikan jumlah kebutuhan dokter gigi puskesmas beserta kriteria dokter gigi, gambaran wilayah, penduduk, akses geografis, periode dan jenis kontrak, gaji, jumlah SKP, dan narahubung untuk masing-masing unit kerja secara nasional. Melalui aplikasi yang dapat mudah diakses oleh seluruh dokter gigi Indonesia, puskesmas di daerah pilihan dapat menjadi wahana terbaik untuk melakukan pengabdian, melanjutkan karir, atau mencari pengalaman baru di berbagai wilayah Indonesia. Seiring dengan isu internship untuk dokter gigi lulusan baru, program ini dapat menjadi sarana pemilihan wahana internship. Apabila seorang dokter gigi telah selesai masa kontraknya, maka dokter gigi lain dapat memilih tempat tersebut, atau dokter gigi sebelumnya dapat memperpanjang kontraknya, sehingga kebutuhan dokter gigi di daerah tersebut tetap terisi. Semoga gagasan ini dapat memberikan manfaat dan solusi bagi masalah maldistribusi dokter gigi di Indonesia. [Mochamad Nur Ramadhani]

11



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.