3 minute read

Membedah isi RUU Kesehatan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan atau lebih dikenal sebagai RUU Omnibus Law Kesehatan menuai polemik. Jika nanti disahkan, RUU ini akan membatalkan sembilan undang-undang yang telah berlaku, yaitu UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.

Dari berbagai protes dan aksi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, ada beberapa topik yang dipermasalahkan dalam RUU Kesehatan, antara lain : Surat Tanda Registrasi (STR), Surat Izin Praktik (SIP), uji kompetensi, sertifikat halal, karantina, pendidikan spesialis, BPJS Kesehatan, Organisasi Profesi, kolegium, konsil, transplatansi, Satuan Kredit Profesi (SKP), perlindungan hukum, serta tenaga kesehatan asing.

Advertisement

Bila melihat RUU Kesehatan sepertinya apa yang tercantum tidak jauh berbeda dengan apa yang selama ini berlaku, lalu kenapa mengundang gelombang protes?

Permasalahan muncul dari masukan pemerintah atas RUU Kesehatan yaitu

Daftar Isian Masalah (DIM) yang diserahkan pemerintah kepada DPR. Mengutip Pakar Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama, ter- dapat 3.020 butir dalam DIM tersebut. 1.037 untuk disepakati di Rapat Kerja DPR, 399 bersifat redaksional untuk diselesaikan di Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi, serta 1.584 usulan perubahan substansi untuk ditindaklanjuti Panitia Kerja (Panja) DPR. Dalam bahasan ini, kita akan tampilkan secara terbatas kesimpulan atas isi DIM terkait topik yang dipermasalahkan dalam protes dan aksi tenaga kesehatan.

Dalam RUU Kesehatan, tertulis bahwa pemerintah mengusulkan untuk tidak mengatur organisasi profesi. Definisi organisasi profesi dalam RUU Kesehatan dihapuskan. Hal ini karena pada prinsipnya, pembentukan organisasi profesi merupakan hak setiap warga negara untuk berkumpul dan telah dijamin oleh UUD 1945. Oleh karena itu, segala sesuatu terkait organisasi profesi diusulkan untuk dihapus.

Pembentukan kolegium juga tidak diatur dalam RUU Kesehatan atas usulan pemerintah. Tujuannya agar lebih fleksibel dalam mengatur organ-organ yang akan mendukung tugas dan fungsi pemerintahan. Definisi kolegium diusulkan dihapus dari RUU, namun tetap dimunculkan pada Pasal 14A untuk mewadahi pembentukan lembaga dalam rangka mendukung pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan, serta peningkatan mutu dan kompetensi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.

Perihal Uji Kompetensi, dalam RUU disebutkan bahwa diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan bekerja sama Kolegium. Namun, pemerintah mengusulkan Kolegium diganti dengan ahli dari masing-masing disiplin ilmu kesehatan. Bagi peserta Uji Kompetensi yang tidak lulus, maka tetap diberikan Ijazah Profesi dan dapat mengikuti uji kompetensi ulang dengan bimbingan Kolegium. Usulan Pemerintah perihal perlakuan terhadap mereka yang tidak lulus ini dihapuskan, pemerintah mengusulkan perihal uji kompetensi selengkapnya diatur dalam peraturan pelaksana.

Dalam RUU Kesehatan inisiatif DPR, Surat Tanda Registrasi (STR) disebutkan harus dievaluasi berkala setiap lima tahun. Namun dalam DIM pemerintah mengusulkan ketentuan ini dihapuskan, menjadi STR berlaku seumur hidup. Dalam DIM diusulkan juga bahwa STR diterbitkan oleh lembaga atas nama Menteri Kesehatan, namun tidak disebutkan nama lembaganya.

Organisasi profesi memiliki peran salah satunya untuk melakukan pembinaan serta pengawasan tenaga kesehatan. Dalam pasal 249 RUU Kesehatan, peran pengawasan dan pembinaan etika profesi, dimana Organisasi profesi harusnya memberikan rekomendasi izin praktik, menjadi ditiadakan. Mengapa dihilangkan? Karena berpotensi menambah birokrasi dan menghambat kewenagan pemerintah daerah dalam penerbitan SIP. Di dalam RUU juga disebutkan bahwa SIP diberikan oleh Pemerintah daerah. Namun dalam DIM, pemerintah mengusulkan SIP diterbitkan oleh Menteri atau Kepala daerah.

Untuk memperpanjang

SIP tetap diperlukan Satuan Kredit Profesi (SKP) sebagai syaratnya. Dalam RUU Kesehatan, disebutkan pemenuhan kecukupan SKP dilakukan dengan melibatkan organisasi profesi. Namunm dalam DIM Pemerintah mengusulkan hal ini dikelola oleh Kementrian Kesehatan (pasal 242).

Ketentuan mengenai pendidikan spesialis juga masuk dalam RUU Kesehatan. Dalam RUU Kesehatan insiatif DPR, pendidikan spesialis yang beroriantasi di rumah sakit (hospital based) dapat dilaksanakan pada RS dengan akreditasi tertinggi dan telah lima tahun menjadi RS pendidikan utama. Namun dalam DIM pemerintah mengusulkan untuk dihapus. Terkait permasalahan hukum, dalam RUU Kesehatan diatur keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kesehatan. Kemudian ada bab khusus tentang ketentuan pidana bagi pelanggar Undang-Undang Kesehatan. Hal-hal yang akan dijerat pasal pidana, antara lain : aborsi, menghalangi pemberian air susu ibu, memperjualbelikan darah, memperjualbelikan organ, bedah untuk mengubah identitas, pemasungan terhadap orang dengan ganguan jiwa, produksi farmasi/alat kesehatan tidak sesuai stardar/persyaratan keamanan, praktik tanpa keahlian dan kewenangan, tidak memberikan pertolongan terhadap pasien gawat darurat, kelalaian tenaga medis/kesehatan yang mengakibatkan luka berat/ kematian, praktik/memperkerjakan tenaga medis/ kesehatan tanpa Surat Izin Praktik. Dalam RUU RUU ini juga diatur pidana terhadap korporasi. [Messya Rachmani, Foto : Unsplash.com]

Dentamedia tiap triwulan diterbitkan oleh Lembaga Studi Kesehatan Indonesia (LSKI) Yayasan Bale Cijulang sejak tahun 1997 ISSN 1410-4768 ALAMAT: Office & Beyond Building Jl. CImanuk 6 Bandung 40115, Kotak Pos 7785 Bandung 40122, TELEPON: 0896628366161, FAKS: (022)2502807, EMAIL: dentalmedia@gmail.com

SITUS: www.dentamedia.id

PENDIRI Kosterman Usri PEMIMPIN UMUM Maryanne Susanti PEMIMPIN REDAKSI Messya Rachmani REDAKSI Fathin Vania Rahmadina, Nadia Faradiba, Rizna Salsadila Shofwa, M. Syauqi Syafiq KORESPONDEN Dhona Afriza (Padang), Amanda Kristiani Matondang (Medan), Bertha Aulia (Palembang), Alfini Octavia (Yogyakarta), Ronny Baehaqi (Surabaya), Muhammad Andhyka Fitrianto (Malang), Putra Qodri Fath (Pontianak), Irma Chaerani Halim (Samarinda), Muhamad Ruslin (Makassar), Michael Andrea Leman (Manado), Anak Agung Istri Devi Wulandari Putra (Denpasar), Septia Indriasari (Mataram)

DIREKTUR BISNIS Maryanne Susanti PEMASARAN Felycia Evangeli Andi Arnold (Manajer) ,Joseph Gunawan, Alia Intan Kusuma Ramadhani, Blandina Tsanarayya Amarantha ACARA Dian Islamiyati (Manajer) Mulia Ayu Hanifa, Varisati Nalina Vara, Sangga Tirakat, Muhammad Syahid Abdilah, Abigail Thanya Gracesheila, Andrian Fadhillah