Edisi #17 Melampaui Kenikmatan Rasa | Juni 2022

Page 1


Salam Redaksi Salam Pers Mahasiswa! Makanan adalah representasi dari sebuah perjalanan panjang. Tidak sekadar objek atas kebutuhan primer. Makanan layaknya kaca yang mampu merefleksikan sendi-sendi kehidupan. Ekspansi industri yang disandarkan pada selera personal, keragaman tatanan religiositas, hingga simbol eksistensi jati diri dan semangat bertahan hidup. Perkara semacam ini menyelinap secara halus dalam makanan. Makanan membantu kita mengungkap persoalan yang luas dengan cara sederhana. Tidak sebatas pada kenikmatan rasa karena preferensi setiap orang tentu berbeda. Namun, memahami perihal yang ada di baliknya. Paradigma atas dasar makanan jadi suatu hal yang klenik dan pelik. Karya ini adalah bentuk usaha bersama untuk menunjukkan pokok persoalan yang seringkali luput dari perhatian. Buletin di tangan Anda adalah karya pertama LPM Sikap dalam periode ini. Ada celah-celah kebahagiaan ketika kami bisa menuntaskannya. Diksi ‘Melampaui’ sejatinya menjadi acuan dalam merancang edisi kali ini. Kami berusaha melintasi limitasi kami sendiri. Bekerja dengan orang yang belum pernah bertemu, melakukan liputan di tengah padatnya tuntutan akademik, hingga menuntaskan persoalan teknis liputan yang tidak mungkin terhindarkan. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam buletin ini. Untuk itu, koreksi dari pembaca jadi sangat berarti demi peningkatan kualitas di masa mendatang. Perbaikan tentu menjadi bahan bakar yang tepat untuk terus berkarya. Ide selalu menemukan bentuknya. Kali ini, ide kami tersaji dalam bentuk buletin kuliner agar pembaca bisa mencicipi olahan dan racikan kisah, karya, serta gagasan kami. Mudah-mudahan karya ini bisa menjadi pemantik pembaca dalam meluaskan pandangan dan memunculkan wacana alternatif.

Selamat Menikmati.

Tim Redaksi Penanggung Jawab: Senja Yustitia, M.Si Pemimpin Umum: Arinda Qurnia Yulfidayanti Pemimpin Redaksi: Delima Purnamasari Editor: Delima Purnamasari, Arie Sulistyaning Tyas, Lingga Prasetya, Syiva Pamuji Budi Astuti Reporter: Anggun Falufi Eriyanti, Annisa Hasna Dhiyaa Ulhaq, Arfan Nur Irmawan, Bomaseta Aadiyaatloka Nalendra, Diah Rahayu Agustin, Dzika Fajar Alfian Ramadhani, Fayyaqun Nur Amanah, Gofarna Sayagiri, Hanantomo, Iftinan Adhasari Pramesthy, Mailinda, Manggarani Setyaningrum, Maritza Luthfi El Fahmi, Mutiara Fauziah Nur Awaliah, Riza Febriandanu, Salfa Nefitka Salsabila, Yahya Wijaya Pane Infografik dan Ilustrasi: Yuslin Aprilia, Hanantomo Penata Letak: Adinda Farah Ramadhannisa, Ghalda Nauli Siregar Percetakan dan Distribusi: Gofarna Sayagiri, Marizka Zahra Annisa, Riza Febriandanu, Rizki Al Afizd Email: suarasikap@gmail.com Situs Web: www.suarasikap.com


Pembuka Nestapa Ibu Bumi dan Bapak Langit

4

Aliran Filosofi Puasa: Antara Keyakinan dan Hawa Nafsu Daging Kerbau, Kuliner Kota Kudus yang Menyimpan Sejarah Toleransi

7 10

Memori Mengulas Tradisi Sego Bisu dalam Pernikahan Jawa Tengah Menghidupkan Kembali Geliat Jalur Rempah Akulturasi Dalam Sajian Kuliner Lapis Legit

12 14 17

Laporan Utama Campur Tangan Kapitalisme Dalam Makanan Galeri di Balik Rasa Saat Cita Rasa Menjadi Sisa Infografik Sampah Makanan Refleksi Tapak Tilas Program Lumbung Pangan di Yogyakarta Infografik Petani Gurem

19 22 23 27 28 33

Kesehatan Peran Keluarga dalam Pencegahan Stunting pada Anak Eksistensi Budaya Minum Jamu sebagai Pengobatan Tradisional

34 37

Teka-Teki Seru

39

Persona Bangkit dari Keterpurukan Erupsi Ala Pemilik Warung Kopi Merapi Perjuangan Mahasiswa Rantau dalam Menghadapi Alergi

40 42

Puisi Merasa Cita Batas Jalan

Pojok Table Manner: Aturan Makan, Etika Profesional, hingga Komunikasi Nonverbal Relasi Warmindo dengan Para Mahasiswa Yogyakarta Gifood: Inovasi Pemecah Masalah Limbah Pangan Masa Kini

44 45

46 50 52

Opini Meneropong Quo Vadis Pers Mahasiswa

55


PEMBUKA

MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

NESTAPA IBU BUMI DAN BAPAK LANGIT Nasi merupakan sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah konsumsinya tidak kurang dari 37,4 juta ton setiap tahun. Superioritasnya melahirkan kecanduan dan ketergantungan. Nasi terus diglorifikasi hingga melahirkan rasisme yang jarang disadari. Nasionalisasi pangan ini menihilkan dan melucuti identitas kebhinekaan tanah air. Propaganda nasi sebagai makanan pokok tunggal terjadi ketika pemerintah menjalankan revolusi hijau. Program ini utamanya dicirikan dengan modernisasi pertanian. Mulai dari penyediaan pupuk, pestisida, hingga pembangunan irigasi. Para petani yang sebelumnya mengandalkan sistem kepercayaan tradisional dan pengetahuan lokal, didorong untuk menggunakan teknologi modern. Usaha ini dilakukan demi menggelorakan pemenuhan pangan. Revolusi hijau menggeser orientasi pangan di berbagai daerah. Misalnya, pada masyarakat Madura yang kental dengan tradisi makanan berbahan jagung. Variasi ini tentu merupakan konsekuensi dari kondisi ekologis dan kultural setempat. Tanah Madura yang bertipe kering memang cocok untuk komoditi tersebut. Di sisi lain, jagung jadi bagian integral dari identitas budaya selaku simbol tali silaturahmi. 4

Area sawah di Gunungkidul, Yogyakarta. (Sumber: Delima Purnamasari)

Sejak era orde baru yang menggencarkan perbaikan irigasi dan introduksi pompa air, beberapa wilayah dengan suplai irigasi terjamin bahkan menggarap pola penanaman padi hingga tiga kali dalam setahun. Perubahan orientasi pangan juga terjadi pada masyarakat Gunungkidul di Yogyakarta. Mereka yang kondang sebagai pengonsumsi singkong kini beralih menjadi penanam padi dan pemakan nasi. Ada kekakuan dalam kebijakan revolusi hijau. Ini tampak pada keharusan petani menanam tanaman sesuai dengan instruksi pemerintah. Mereka yang tidak mengikuti arahan tidak segan-segan dilabeli PKI. Kombinasi berbagai kebijakan ini menjadi insentif penting dalam berlangsungnya peralihan pangan utama. Keputusan yang kontras dengan kayanya ragam bahan pangan bangsa Indonesia. Perubahan orientasi pangan tidak bisa dilihat secara fisik saja karena masing-masing etnik menawarkan peluang dan tantangan yang berlainan. Salah satunya adalah Kasepuhan Cipta Gelar yang berada di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Mereka adalah contoh masyarakat yang masih mempertahankan pengalaman dan pengetahuan etnik dalam aspek pangan.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Kasepuhan Cipta Gelar sangat erat dengan sistem pertanian tradisional. Alam semesta dipandang sebagai makhluk dan bisa berinteraksi dengan manusia. Dengan demikian, bukan hanya manusia saja yang berhak menentukan nasib makhluk lainnya. Masyarakatnya memiliki filosofi melimpah dan digunakan sebagai penopang kehidupan. Satu contohnya adalah “Ibu Bumi, Bapak Langit”. Pedoman ini layaknya prinsip penghormatan kepada orang tua. Bertani dengan tumpuan filosofis bukan berarti menggunakan teknik mistik karena justru sangat saintifik. Ibu adalah sosok yang sungguh dihormati. Karena itu, mereka hanya menanam padi satu kali dalam satu tahun. Menanam lebih dari itu dianggap memperkosa bumi. Dengan kata lain, memperkosa Ibu. Mereka ingin bersentuhan tanpa jarak dengan Ibu. Karena itu, mereka melarang adanya mekanisasi pertanian, seperti penggunaan alat modern. Bapak langit adalah petanda. Ia menunjukan hak waktu bagi manusia dan hak waktu bagi makhluk lainnya. Oleh sebab itu, tikus dan wereng tidak dianggap hama. Mereka ditempatkan sebagai makhluk yang berhak hidup. Penanaman padi setahun sekali selain sebagai proses mengistirahatkan lahan, juga bertujuan untuk memberi ruang bagi kehidupan mereka. Ada banyak ritual yang dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan Cipta Gelar. Tidak lain hal tersebut merupakan titipan para leluhur untuk menjaga Ibu. Salah satunya adalah Serah Ponggokan. Ritual itu dimaknai sebagai wujud permohonan maaf kepada bumi sebagai Ibu yang telah dicangkul, digali, dan diluku.

Sistem adat mampu mengantarkan masyarakatnya mencapai swasembada dan ketahanan pangan yang kokoh. Cadangan beras mereka bahkan cukup untuk tiga tahun. Meski kehidupannya dibungkus aneka mitos dan adat, bukan berarti mereka terisolasi. Kasepuhan mempunyai mikrohidro sebagai sumber listrik mandiri, masyarakatnya memiliki stasiun TV lokal bernama CIGA TV, bahkan mereka juga menggunakan media sosial. Bertani bukan sekadar menciptakan bahan pangan, tetapi juga merupakan cara berpikir dan bertindak. Perubahan orientasi pangan dengan melunturkan aspek kultural juga mengacaukan sektor alam. Pemaksaan penanaman varietas yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan membuat petani harus menggunakan bahan-bahan kimia. Proses tersebut hanya mengantarkan keberhasilan sekejap saja sebab realita yang terjadi justru penghancuran lahan. Tanah yang jenuh, cacing yang mati, hingga hama yang bermutasi. Pada akhirnya, bertani tidak lagi mampu menjadi perangkat untuk bertahan hidup. Lahan pertanian ditinggalkan dan pengetahuan pangan dilupakan sehingga menimbulkan paradigma kota sebagai sumber penghidupan. Kita semakin jauh dari agraris. Pemuda-pemudi kini bermimpi menjadi pekerja dan bukan petani. Sumber penghidupan adalah mendapatkan gaji berupa uang. Tidak bisa dipungkiri jika fenomena tersebut telah menjadi sebuah kiblat yang bergengsi. Implikasi luas ini adalah imbas dari ide-ide pembangunan sesat yang terus dipupuk.

5


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Saat ini, masyarakat Indonesia sulit menyantap karbohidrat selain nasi. Hegemoninya sampai membentuk kelas sosial yang melahirkan keminderan kompleks. Dengan kata lain, mereka yang tidak makan nasi dianggap memiliki kasta dan status sosial lebih rendah. Makanan etnik tidak bisa dilihat dengan tatapan eksotis karena tidak masuk dalam etalase pasar. Diversifikasi justru menjadi celah bagi pengakuan dan peliyan-an. Sudah saatnya persoalan makanan pokok dilihat dengan lebih saksama. Tidak melulu perkara hulu dengan menggencarkan produksi. Sekali waktu kita perlu menengok sisi hilir. Masyarakat yang secara kultural mengonsumsi karbohidrat dari sagu, jagung, ketela harus didukung. Ini akan mengurangi beban beras untuk pangan pokok 273 juta rakyat Indonesia. Di samping itu, mereka yang memiliki kebudayaan padi perlu didorong untuk terus merawat dan menumbuhkan martabat nilai lokal yang mengakar pada tanahnya. Tradisi adalah pokok esensial dalam pangan. Pemerintah perlu menghentikan kegagapan atas segala hal barat. Mencabut tradisi berarti menjadikan petani layaknya buruh pabrik serta menghapuskan peran mereka dari kebudayaan dan peradaban manusia. Penting untuk berhenti menjadi konsumen pasif dan mengatur ulang kebijakan. Sepiring nasi adalah refleksi kehidupan. Sudah saatnya kita berpindah haluan. Berhenti membenamkan pengetahuan lokal dan kembali kepada bumi dan langit. Mereka orang tua yang lelah kita curangi (Delima Purnamasari) Editor: Lingga Prasetya

AYO UPDATE INFORMASI KAMU! ADD LINE@ SIKAP SCAN QR-CODE INI! INSTAGRAM : @SUARASIKAP WEBSITE

6

: WWW.SUARASIKAP.COM


ALIRAN

MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

FILOSOFI PUASA:

Pantangan atau puasa adalah sebuah kegiatan berhenti melakukan sesuatu. Dalam berbagai agama, puasa sering dianggap sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini karena seseorang akan berupaya untuk meninggalkan segala bentuk aktivitas fisiknya. Kemudian, melakukan kegiatan yang bertujuan menambah keimanan dan penghambaan diri. Selain makan, puasa juga mencakup berbagai pantangan lain, seperti syahwat hingga kesenangan duniawi. Bagi orang awam, berpuasa mungkin hanya dilakukan oleh agama Islam saja. Namun, sebenarnya agama lain pun memiliki amalan serupa dengan ketentuan dan pelaksanaan yang berbeda-beda. Di antaranya adalah agama Hindu dan Kristen. Berikut adalah ulasan amalan berpuasa dari berbagai agama tersebut:

Piring kosong sebagai simbol berpantang untuk makan. (Sumber: Bomaseta Aadiyaatloka Nalendra)

ANTARA KEYAKINAN DAN HAWA NAFSU

Puasa dalam agama Islam Ibadah puasa dalam agama Islam dilaksanakan pertama kali pada tahun kedua Hijriah, yakni pada saat Nabi Muhammad saw. sudah hijrah ke Madinah. Dalam firman Allah pada surat Al-Baqarah ayat 183 disebutkan, “Hai orangorang beriman. Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Agama Islam mengategorikan puasa dalam dua jenis, yakni puasa wajib/fardu dan puasa sunah. Puasa fardu dilaksanakan setiap bulan Ramadan dalam kalender Hijriah. Sedangkan puasa sunah, ada bermacam-macam. Misalnya, Puasa Senin Kamis dan Puasa Daud. Meski dikategorikan sunah, berbagai hadis menyebutkan ganjaran bagi orang yang melaksanakannya. Contohnya, Puasa Arafah yang dilakukan pada 9 Muharam 7


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

kalender Hijriah. Bagi mereka yang melaksanakan amalan ini akan diampuni dosanya setahun yang lalu. Islam memiliki ketentuan bagi umatnya yang ingin menjalankan ibadah puasa wajib maupun sunah. Beberapa syaratnya adalah beragama Islam, berakal, balig, mengetahui rukun puasa, hingga menahan diri dari segala bentuk pembatal puasa. Bagi umat yang tidak memungkinkan untuk berpuasa, Islam juga memberikan keringanan. Hal tersebut diberikan kepada para musafir, orang sakit berat, lansia, dan ibu hamil/menyusui. Keringanan ini tetap ada bentuk amalan penggantinya, seperti membayar fidiah atau mengganti hutang puasa di lain waktu. Fauzi Baihaqi, seorang Guru Agama SMA swasta di Yogyakarta menjelaskan filosofi puasa menurut Islam. “Filosofi puasa adalah mensyukuri nikmat Allah dengan menjadi orang yang bertakwa, mengendalikan hawa nafsu, serta melatih keimanan dan keyakinan,” jelas guru berusia 40 tahun tersebut. Puasa menjadi salah satu ibadah yang sangat familiar bagi umat Islam. Baik sebagai bentuk terapi kesehatan, belajar merasakan rasa lapar orang yang kurang beruntung, dan tentunya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Puasa dalam agama Hindu Konsep berpuasa dalam agama Hindu seringkali disebut dengan berpantang. Umat Hindu melaksanakannya saat sedang merayakan hari raya Nyepi. Amalan ini sudah dilakukan sejak 78 Masehi. Dalam agama Hindu, pantangan ini terbagi dalam empat aspek yang disebut catur brata penye8

pian. Empat aspek tersebut harus dilakukan selama 24 jam tanpa henti. Aspek pertama adalah amati geni. Artinya, umat Hindu dilarang menyalakan segala bentuk api. Untuk menyesuaikan perkembangan zaman, listrik dan internet juga termasuk dalam kategori ini. Pada hari raya Nyepi di Bali, pemerintah setempat akan mematikan seluruh jaringan internet agar umat Hindu fokus beribadah. Kedua, amati karya atau tidak melakukan aktivitas apapun kecuali beribadah. Saat Nyepi, segala bentuk aktivitas dikurangi, bahkan meniadakannya sekalipun untuk bekerja. Ketiga adalah amati lelungan. Saat Nyepi, segala urusan yang mengharuskan bepergian keluar rumah ditiadakan. Dengan begitu, mereka akan fokus melakukan ibadah atau meditasi. Terakhir amati lelanguan, yakni berpuasa dalam hal bersenang-senang. Umat Hindu menjauhkan diri dari segala bentuk kesenangan duniawi. Karena itu, pertokoan, mal, tempat rekreasi, tempat hiburan, hingga warung makan ditutup. Sejatinya, keempat pantangan tersebut dilaksanakan agar umat Hindu dapat khusyuk beribadah. Setelah 24 jam nonstop mereka berpantang, barulah diadakan ngembak geni atau semacam buka puasa dari empat pantangan tadi. Jika amalan di hari raya tersebut gagal maka hal ini sudah dianggap lewat dan tidak bisa diganti. “Hukumannya akan didenda oleh pecalang,” ujar I Made Pipil, seorang purnawirawan beragama Hindu. Pecalang sendiri merupakan aparat keamanan adat. “Filosofi dari berpantang ini adalah untuk mengendalikan diri dalam menjalani kehidupan sehari-hari,” tambah Made.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Ibadah di hari Nyepi juga menitikberatkan pada introspeksi diri para umat Hindu. Karena itu, sebelum Nyepi, umat Hindu mengadakan melasti dan tawur yang menjadi bentuk penghapusan kotoran serta harmonisasi antara manusia dan alam semesta.

Puasa dalam agama Kristen Jeonepko Saragih, salah satu pendeta di Gereja Medan menerangkan bahwa dalam agama Kristen terdapat puasa, tetapi hukumnya tidak wajib. Sejarah adanya puasa ini dimulai sejak Perjanjian Lama. Adapun pada Perjanjian Baru dijelaskan dalam Matius 4:2, yakni Yesus selama 40 hari 40 malam tidak makan. Selain itu, dalam Matius 11:18, Yohanes Pembaptis tidak makan dan tidak minum. Puasa dalam agama Kristen memiliki konsep melepaskan diri dari hal-hal duniawi untuk fokus kepada Tuhan. Tidak hanya dalam hal makan dan minum, puasa di sini juga berfungsi untuk menjaga tingkah laku, tubuh, hati, hingga perkataan. Tidak ada batasan umur untuk berpuasa. Asalkan sudah mapan atau mengerti akan firman Tuhan maka sudah bisa menjalankannya.

“Kalau ada yang melanggar puasa, sanksinya berasal dari lingkungan sekitar,” jelas Jeonepko. Dengan kata lain, sanksi tersebut berupa teguran ataupun pengingat. Senada dengan Hindu, puasa dalam kepercayaan Kristen juga tidak bisa digantikan. Jika sudah melanggar maka sepantasnya orang tersebut bertobat. “Mengosongkan diri dari hal-hal duniawi dan mendekatkan diri pada Tuhan Yesus. Pertobatan dan pembaharuan untuk menjadi lebih baik,” tegas pendeta berusia 30 tahun tersebut. Perspektif inilah yang diterangkan oleh Jeonepko mengenai filosofi puasa dalam agama Kristen. Setiap keyakinan memiliki filosofi berpantang yang hampir sama. Tidak sekadar pembatasan hawa nafsu saja. Lebih dari itu, ada aspek keyakinan mereka untuk menghamba pada Tuhan demi bisa menjadi pribadi yang lebih terpuji. (Bomaseta Aadiyaatloka Nalendra) Editor: Arie Sulistyaning Tyas

9


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Daging Kerbau, Kuliner Kota Kudus yang Menyimpan Sejarah Toleransi Menara Kudus. (Sumber: Dzika Fajar Alfian Ramadhani)

B

agi sebagian orang, kuliner dengan bahan dasar daging kerbau mungkin terasa asing dan dianggap ekstrem. Namun, berbeda dengan Kota Kudus yang justru banyak ditemukan kuliner ini beserta dengan kisah sejarah di baliknya. Beberapa kuliner yang populer di kalangan masyarakat adalah sate dan soto kerbau. Dua kuliner ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penyajian pada umumnya karena pemilihan daging kerbau saja yang terasa mencolok. Kudus menyimpan sejarah di balik kuliner yang sangat menggoda tadi. Masifnya penggunaan daging kerbau ini diinisiasi oleh Sunan Kudus. Ia adalah salah satu tokoh agama yang menyebarkan agama Islam di tengah masyarakat Kudus yang kala

10

itu didominasi pemeluk agama Hindu. Dalam berdakwah, Sunan Kudus memiliki pendekatan yang berbeda. Ia menggunakan cara-cara plural dan humanistik dalam menyebarkan agama Islam. Hal ini termasuk dalam persoalan makanan. Agama Islam menganggap bahwa sapi adalah hewan yang halal untuk dikonsumsi manusia. Sementara pada kalangan umat Hindu, Sapi dipercaya sebagai hewan yang suci sebagai tunggangan Dewa Siwa. Sunan Kudus memiliki cara alternatif untuk menjaga toleransi antar-umat beragama pada masa tersebut. Ia mengganti daging sapi dengan daging kerbau. Cara tersebut menjadi kebiasaan dan terbawa hingga saat ini.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Sunan Kudus memilih menghormati dan menjaga tradisi yang dianut oleh masyarakat Hindu pada saat itu. Penyebaran agama yang demikian adalah bentuk dakwah akulturasi.

Masyarakat nonmuslim juga ikut memperingati dengan cara menyumbang,” tambah Solihan. Suratman, salah satu pedagang soto Kudus menuturkan bahwa kuliner tersebut memang menjadi ikon dari Kota Kudus. “Makanan dengan bahan dasar kerbau banyak ditemukan di Kudus. Banyak yang bilang kalau ke Kudus tidak lengkap kalau tidak mencicipi daging kerbaunya,” ujarnya.

Jika berkunjung di Kota Kretek, kuliner berbahan dasar daging kerbau banyak ditemui khususnya di wilayah Menara Kudus. Ikon Kota Kudus tersebut merupakan bangunan yang memiliki daya tarik sekaligus menyimpan sejarah panjang. Setiap waktu pasti kedatangan tamu dari berbagai daerah dengan tujuan ziarah hingga wisata religi.

(Dzika Fajar Alfian Ramadhani) Editor: Delima Purnamasari

Sunan Kudus mengantarkan pada kehidupan beragama yang saling menghormati. Tidak hanya umat muslim terhadap pemeluk agama Hindu. Namun, masyarakat Hindu kepada umat muslim. “Pada saat Haul Mbah Sunan Kudus, mereka yang merayakan bukan hanya umat Islam saja.

SoKteorbau

(Sumber: Dzika Fajar Alfian Ramadhani)

“Bahan utama adalah daging kerbau karena dulu Mbah Sunan (Kudus) mengajari seperti itu. Maka dari itu, sampai sekarang daging kerbau masih banyak dan jadi khas di Kudus,” ungkap salah satu tokoh agama setempat yang akrab disapa Haji Solihan.

khas Kudus 11


MEMORI

Mengulas

MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Tradisi Sego Bisu

dalam Pernikahan Jawa Tengah

Tuan rumah seolah-olah menjual nasi. (Sumber: YouTube Kang Mus Official) Tradisi Sego Bisu dilakukan dengan mengolah nasi bercita rasa gurih atau lebih dikenal sebagai nasi uduk. Prosesi ini dilaksanakan pada malam hari sebelum acara pernikahan berlangsung. Sego Bisu biasa didampingi dengan lauk, seperti bumbu kacang, ayam kampung, kol, dan irisan jengkol. Meski demikian, lauk pendamping ini tidak memiliki artian khusus. Seperti namanya, dalam proses memasak nasi ini, tuan rumah tidak boleh mengucap sepatah katapun sehingga dapat menggunakan bahasa isyarat sebagai alternatifnya. Tujuan dari membisu ketika memasak adalah diharapkan bisa menghasilkan masakan terbaik. Dengan begitu, ketika dibagikan kepada warga yang membantu acara pernikahan, mereka akan menerima 12

hasil masakan yang terbaik pula. Ini adalah wujud terima kasih tuan rumah kepada warga yang telah membantunya. Setelah Sego Bisu matang, tuan rumah akan berganti peran seolah menjadi penjual nasi yang menggelar dagangan di teras atau panggung pernikahan. Di sini, tuan rumah sudah diperbolehkan berbicara. Karena perannya sebagai penjual nasi, tuan rumah diharuskan menawarkan barang dagangannya kepada pembeli. Prosesi tuan rumah seolah-olah menjadi penjual dan membujuk pembeli memiliki makna tersendiri. Jika yang menikah anak pertama maka sebagai simbol pembuka serta menarik adiknya agar jalannya dilancarkan. Namun, jika yang menikah anak terakhir maka diibaratkan sebagai


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

penutup. Tradisi ini dilakukan oleh tuan rumah, baik itu dari mempelai laki-laki ataupun perempuan. “Namun, sekarang pada praktiknya yang memasak adalah rewang di belakang karena tuan rumah pasti sudah lelah mengurusi hal lain. Perbedaannya ketika yang memasak rewang, nanti tuan rumah harus menebusnya dengan pisang raja dan uang sebagai upah,” ucap Sungaidah selaku tetua Dusun Klampok.

Penjual akan menyiapkan nasi sesuai nominal uang yang disebutkan oleh pembeli. Jual beli yang dilakukan tidak menggunakan uang asli, tetapi apa saja yang diberikan oleh pembeli dan wajib diterima penjual. Biasanya menggunakan batu, pecahan genteng, atau daun.

Ia menambahkan, jika yang memasak adalah tuan rumah sendiri maka tidak ada tebusan. “Tapi untuk yang berjualan ya tetap tuan rumah,” tegasnya.

Hal tersebut dilatarbelakangi karena kebanyakan orang Jawa yang pekewuh atau memegang teguh budaya malu. Jika disuguhkan suatu hidangan maka dia hanya akan menjawab “Iya” tanpa segera mengambil makanan yang sudah disajikan. Dengan dibuat istilah membeli, berarti dia (orang Jawa) sudah memilikinya.

Ketika tuan rumah seolah-olah menjadi penjual nasi, warga sekitar yang telah membantu acara juga akan berpura-pura menjadi pembeli.

“Kemarin putri saya memakai tradisi Sego Bisu demi melestarikan budaya. Soalnya saya dulu ketika menikah juga menggunakan tradisi ini,”

ucap Sigit yang baru menikahkan putri pertamanya satu bulan lalu. Namun, beberapa masyarakat ada yang meninggalkan tradisi tersebut. Salah satunya Mardiyah yang menikahkan anak laki-laki pertamanya beberapa tahun yang lalu. “Kalau saya dulu tidak pakai. Sudah capai dan ribet mengurus acara yang lain-lain. Toh acaranya cuma syukuran kecil-kecilan. Jadi, pilih yang simpel aja,” jelas Mardiyah. Tradisi Sego Bisu sebagai bagian dari budaya tentu perlu dilestarikan. Tradisi ini merupakan wujud harapan serta tanda terima kasih terhadap semua orang yang telah membantu jalannya pernikahan. (Riza Febriandanu) Editor: Arie Sulistyaning Tyas

13


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Festival Bumi Rempah Nusantara. (Sumber: Ramdani Rachmat)

Menghidupkan Kembali

Geliat Jalur Rempah Jauh sebelum merdeka, Nusantara sudah dikenal di berbagai penjuru dunia karena rempah yang gemilang. Keunggulan ini mampu membuka jalur silang internasional yang menghubungkan berbagai aspek. Mulai dari ekonomi, budaya, hingga politik. Dalam buku Spice, The History of Temptation, Jack Turner menuliskan, “Tak ada rempah yang menempuh perjalanan dengan lebih eksotis dari cengkih, pala, dan bunga pala Maluku.” 14

Rempah-rempah Nusantara telah memberikan sumbangsih bagi kemajuan peradaban dunia. Rempah-rempah digunakan sebagai obat, ritual keagamaan, memberikan cita rasa pada makanan, hingga perawatan tubuh. Di sisi lain, juga mengandung filosofi dan nilai-nilai luhur di dalamnya sehingga tidak heran bangsa Eropa berlomba untuk bisa menguasai serta menjajah Nusantara. Hal ini dilakukan demi mendapatkan akses dan kuasa atas kekayaan tersebut.

Sejarah rempah di Indonesia dibagi menjadi tiga era. Pertama, prakolonialisme. Perdagangan rempah-rempah dilakukan oleh masyarakat lokal secara egaliter. Sementara itu, perdagangan rempah di Eropa berlangsung melalui dua jalur, yaitu darat dan laut sehingga biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan rempah sangatlah mahal. Pada masa kedua, yakni kolonialisme, perdagangan dilakukan dengan cara monopoli.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Orang lokal tidak boleh menjual hasil rempah selain ke para kolonial. Masa ini dibagi lagi menjadi tiga babak, yaitu ekspedisi Spanyol dan Portugis, ekspedisi Inggris dan Perancis, dan era Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Masa VOC adalah waktu yang paling kejam. Mereka memerangi petani lokal dan pedagang dari berbagai negara. VOC melaksanakan misinya menggunakan kekerasan hingga tindakan tersebut berdampak pada berubahnya pola pikir masyarakat Maluku. Rempah-rempah bukan lagi anugerah, tetapi dilepaskan dari hilangnya memori kolektif dan rasa kepemilikan atas rempah. Di sisi lain, turut dibarengi dengan menurunnya kemampuan masyarakat untuk mengelola dan merawat tanaman rempah itu sendiri. “Saat ini, ada salah satu percepatan yang digunakan oleh masyarakat Banda. Dengan kata lain, tidak lagi mengejar kualitas karena yang penting target kuantitasnya terpenuhi,” tutup mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah tadi. Menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia mencanangkan

menjadi sebuah bencana. Masa ketiga adalah pascakolonialisme. Ada ketimpangan sosial di Maluku yang menyebabkan isu multidimensional. “Di Pulau Seram, Maluku Selatan, ada 10.000 pohon cengkeh ditebang untuk menjaga harga. Selain itu, pembantaian massal di Pulau Banda dan represi terhadap kesultanan di Maluku Utara, seperti Ternate dan Tidore. Hal ini menyebabkan masyarakat lokal terlepas dari memori kolektif tentang rempah,” ungkap Raymizard Alifian Firmansyah, salah satu penggagas Lingkar Studi Sejarah Arungkala. Program Jalur Rempah. Program ini adalah visualisasi sekaligus pengenalan kembali jalur rempah yang menjadi representasi peradaban Indonesia yang bersejarah, kompleks, luas, dan berpengaruh pada peradaban global. Jejaknya memperlihatkan interaksi budaya pada masa lampau. Jalur rempah sendiri sebenarnya adalah lintasan budaya dari timur Asia hingga barat Eropa dan terhubung dengan Benua Amerika, Afrika, dan Australia. Lintasannya memiliki bermacam bentuk, seperti garis lurus, jaring, silang, maupun lingkaran. Jalur rempah yang diduku-

Pada abad ke-15, teknik penggaraman, pengasapan, pengasaman, dan pengasinan sebagai cara pengawetan daging mulai berkembang dalam praktik kuliner. Kala itu, rempah-rempah beralih menjadi gebrakan karena mengubah citra kuliner Eropa yang selama abad pertengahan dinilai tidak berselera. Citra rempah-rempah mulai bergeser dari bahan pengawet menjadi penguat cita rasa eksotik hidangan di lingkungan kerajaan Eropa. Saat ini, berbagai kualitas rempah Indonesia mengalami penurunan. Hal tersebut tentu tidak bisa ng oleh keterbukaan masyarakat Nusantara melahirkan berbagai warisan multikultural dan multietnis dalam berbagai medium. Warisan dan serangkaian jejak tersebut masih hidup hingga saat ini. Antara lain, kisah asal-usul, nyanyian, musik, tarian, teknologi tradisional, arsitektur bangunan, busana, kuliner, ramuan/obat, aksara, bahasa, hingga kepercayaan. Peninggalan tersebut menjadi jejak dari jalur rempah itu sendiri. Tujuan program Jalur Rempah mencakup beberapa hal. Mulai dari menghidupkan kembali narasi sejarah dengan 15


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

memperlihatkan peran masyarakat Indonesia dalam pembentukan jalur rempah, mendokumentasikan peran mereka yang berada di berbagai wilayah perdagangan rempah, merekonstruksi serangkaian benang merah dalam satu bangunan sejarah, hingga menghidupkan kembali memori kolektif yang sempat hilang. “Memang untuk Kemendikbud itu sekitar tahun 2018 sampai 2020 baru benar-benar mulai untuk menyemarakan program ini. Jalur Rempah tersebut akan diajukan sebagai warisan dunia ke UNESCO pada tahun 2024,” ungkap sendiri sebenarnya berasal dari Pulau Banda. “Permasalahan gagal panen, rendah dan turunnya harga rempah di pasaran dapat menjadi pemicu petani rempah kurang maksimal. Karena itu, rempah kita kalah bersaing dengan negara lain. Kita harusnya membahagiakan petani rempah,” tambah Ramdani. Ramdani mengaku optimis dengan program Jalur Rempah ini. Menurutnya, dengan UNESCO melirik Indonesia yang memiliki kekayaan budaya akan membantu petani untuk memperkenalkan hasil produksinya. 16

Laskar Rempah Daerah Istimewa Yogyakarta, Ramdani Rachmat. Untuk itu, Ramdani menyebutkan jika Kemendikbud dan Unit Pelaksana Tugas di setiap daerah membuat berbagai kegiatan. Misalnya, seminar, film pendek, dan pameran. Sebagai Laskar Rempah, Ramdani bertugas untuk mengampanyekan dan memberikan informasi terkait Jalur Rempah. Pada akhir bulan Mei 2022, akan dilakukan ekspedisi Jalur Rempah menggunakan kapal Dewa Ruci. Ekspedisi ini direncanakan Pada masa sekarang, perdagangan dengan seluruh bangsa di dunia tidak dapat dihindari. Sudah seharusnya negara bersikap selektif dan kritis atas segala kekayaan alam yang akan dikelola atau diperdagangkan. Bangsa dan rakyat Indonesia sebagai penikmat posisi strategis ini perlu menjaga serta memanfaatkan keunggulan geografis tersebut menjadi suatu daya tersendiri. Dengan kata lain, jalur rempah nusantara dapat menjelma menjadi penopang kemakmuran bangsa Indonesia. (Mailinda) Editor: Syiva Pamuji Budi Astuti

melalui beberapa kota, yaitu Surabaya, Makassar, Buton, Bau-bau, Ternate, Tidore, Banda Neira, dan Kupang. Meski demikian, usaha untuk membangkitkan kembali geliat jalur rempah ini tidak mudah. “Dulu Indonesia merupakan negara penghasil rempah, tetapi saat ini banyak negara lain sudah bisa menghasilkan rempah sendiri,” papar Ramdani. Hal ini dibuktikan dari pala terbaik yang justru berasal dari Thailand. Tentunya hal tersebut menjadi fakta yang menyedihkan karena tanaman pala


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Akulturasi Dalam Sajian Kuliner Lapis Legit Penjual menawarkan kue lapis legit kepada pengunjung pasar. (Sumber: Marisya Rose)

K

uliner lapis legit merupakan makanan bercita rasa manis dan legit sehingga sangat populer dengan lidah orang Indonesia. Tekstur kue yang lembut dan kaya akan rempah menjadikannya sering dihidangkan pada hari-hari tertentu, seperti Lebaran, Natal, dan perayaan Imlek. Kue ini memiliki tampilan berlapis tipis dan disusun dengan cara ditumpuk. Jumlah lapisan menentukan tingkat kesulitan dalam pembuatannya. Apabila ada lapisan yang gagal maka harus mengulang sedari awal. Semakin banyak lapisan juga membuat harga yang ditawarkan akan semakin tinggi. Proses pembuatan kue lapis legit memerlukan waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih selama enam jam. Tahapan yang dilakukan selama proses pembuatan dimaknai sebagai langkah demi lang-

kah dalam menjalani perjalanan hidup. Memang sulit dan penuh tantangan, tetapi dilakukan demi bisa menghasilkan rasa kue yang enak. Layaknya penggambaran hidup, ketika ada usaha maka ada hasil yang dituai. Lapis legit memiliki kemiripan dengan risoles, kroket, dan klappertart karena menjadi kuliner yang muncul akibat adanya akulturasi budaya saat penjajahan Belanda. Di Eropa, kue ini dikenal dengan nama spekkoek. Bahan dasar yang digunakan dalam proses pembuatan spekkoek ialah tepung terigu, gula, dan mentega. Kemudian mengalami akulturasi budaya dengan adanya penambahan bahan rempah-rempah, seperti pala, kayu manis, dan cengkih. Karena itu, membuat kue basah ini memiliki rasa yang khas.

17


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Penambahan rempah-rempah ke dalam bahan kue lapis legit merupakan hasil revolusi cita rasa di dunia. Indonesia menjadi negara yang mengawali adanya revolusi tersebut karena memiliki berbagai bumbu masakan. Hal ini memengaruhi beragam kuliner di sana, termasuk spekkoek sendiri. “Awal tahun 1500-an, di Eropa terjadi revolusi cita rasa. Hal ini disebabkan oleh masuknya rempah dari Timur Jauh (merujuk pada Asia Timur dan Asia Tenggara). Yang disebut rempah dan memiliki harga sangat tinggi yaitu merica, pala, cengkeh, dan kayu manis,” terang Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito. Menurutnya, penambahan bumbu dari Timur Jauh juga membuat cita rasa kue lapis legit menjadi lebih enak.

“Tahun ini memang menerima banyak pesanan, tapi kalau saya perhatikan memang berasal dari masyarakat menengah ke atas. Namun, tempat saya masih dalam standar harga menengah. Masih banyak yang harganya lebih mahal,” tutur Marisya. Kue lapis legit yang diproduksi oleh Marisya dijual dengan harga mulai dari Rp250.000. Harga tersebut masih tergolong menengah karena harga pasaran dibanderol mulai Rp200.000 sampai Rp1.000.000-an. Tergantung dari ukuran dan kualitas bahan yang dipakai.

Bahan berkualitas dan berbagai rempah yang dipakai menjadikan lapis legit dianggap sebagai simbol kemewahan. Dalam hari raya Imlek, kue ini dianggap sebagai simbol kemakmuran dan keberuntungan. “Memang yang menggunakan bumbu dari Timur Jauh itu harganya lebih mahal daripada kue-kue yang tidak pakai,” tambah perempuan yang akrab disapa Bu Mur tadi.

Harga lapis legit menunjukkan bahwa kue ini merupakan makanan mewah yang hanya bisa dicicipi oleh masyarakat kaya. Istilah dikotomi dalam makanan dapat dilihat di sini. “Saya mengatakan bahwa makanan yang harganya mahal itu milik orang kaya karena hanya mereka yang menggunakan bumbu mahal,” jelas Murdijati.

Senada dengan Murdijati, pemilik usaha Lapis Legit Legendaris di Lampung, Marisya Rose Satriyani Mossadeck mengatakan bahwa konsumen yang membeli produknya rata-rata berasal dari kalangan menengah ke atas. Target pasarnya juga menyasar pada golongan maupun profesi tertentu.

Kemewahan yang terselubung dalam kue lapis legit, salah satunya dikarenakan adanya campur tangan Belanda. Mereka menjual berbagai rempah-rempah dengan harga lebih tinggi dibandingkan negara asalnya. Di Eropa kue ini menjadi kue favorit dengan harga selangit. Kemudian, rasa kemewahan itu turut terbawa dalam lidah-lidah orang Indonesia. (Iftinan Adhasari Pramesthy) Editor: Arie Sulistyaning Tyas

18


LAPORAN UTAMA

MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Campur

19

Tangan

Kapitalisme Dalam Makanan Sepiring penggambaran ketimpangan. (Sumber: Gofarna Sayagiri)

I

ndonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia. Pada semester II tahun 2021, Kemendagri mencatat jumlahnya lebih dari 273 juta jiwa. Sebagai negara berkembang, berbagai isu dan permasalahan yang berhubungan dengan kemudahan akses akan kebutuhan harian kerap ditemukan. Data BPS menyatakan bahwa koefisien gini sebagai indikator pengukur ketimpangan pada September 2021 berada di angka 0,381. Dalam koefisien gini, angka 1 menggambarkan ketimpangan yang paling besar. Ini berarti tingkat ketimpangan di Indonesia tergolong rendah. Namun, jika meninjau komponen lain, seperti kasus stunting, Indonesia masih jauh dari standar. Menurut Asian Development Bank, pada tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat kedua se-Asia Tenggara dan keempat dunia dalam kasus stunting pada anak. Kemenkes juga memaparkan bahwa tingkat stunting saat itu mencapai 27,67 persen. Angka tersebut masih jauh di atas ambang maksimal WHO yakni kurang dari 20 persen.

Melihat kenyataan tersebut, ketimpangan pangan di Indonesia sejatinya bukanlah sebuah fatamorgana. Sebuah negara yang memiliki tingkat kesenjangan rendah seharusnya tidak mengalami hal tersebut. Terlebih lagi, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam melimpah yang mendukung untuk pemenuhan pangan. Menurut Ahmad Mujadid Rizky Wardana, salah satu mahasiswa Magister Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, ketahanan pangan sebuah negara haruslah mencakup stok, distribusi, dan konsumsi. Menurutnya, permasalahan Indonesia berada pada proses distribusi yang tidak merata. Tanpa disadari, terdapat ideologi kapitalisme yang turut dilanggengkan bersamaan dengan jalannya sistem ekonomi Pancasila. Meskipun bukan sebagai sistem ekonomi, kehadiran kapitalisme tak dapat ditolak karena berkelindan dengan modernisasi. “Modernisasi membawa sistem ekonomi baru dari feodalisme (tuan tanah). Saat ini, orang tidak punya tanah tidak masalah karena yang terpenting dia punya modal (uang),” ungkap Amos, pegiat Lingkar Studi Filsafat dan Teologi Dianoia. 19


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Ilustrasi kenaikan minyak goreng (Sumber: Gofarna Sayagiri)

Rantai distribusi pangan Indonesia dapat dikatakan cukup panjang karena keterlibatan kapitalisme. Peran produsen kini banyak diambil oleh para kapitalis yang membangun pabrik-pabrik besar. Kemudian, distribusi dilakukan oleh pihak lain dan barulah sampai di tangan konsumen. Mekanisme ini membuka celah-celah baru untuk membuat ketimpangan pangan semakin terasa. Awal 2022 contohnya. Masyarakat dihebohkan dengan kasus kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng hingga dua kali lipat dari harga awal. Setelah dilakukan investigasi mendalam oleh pemerintah, ternyata terdapat oknum-oknum serakah yang turut mengambil keuntungan. Sedangkan rakyat yang tak mampu lagi untuk membeli minyak goreng, harus antre berdesakan demi mendapatkan harga di bawah pasaran. 20

Peran kapitalisme dalam alur konsumsi masyarakat pun turut didukung oleh pesatnya kemajuan teknologi. Jika dibandingkan dengan masa saat manusia memenuhi kebutuhannya dengan menanam, kini tradisi konsumsi manusia sangat jauh berbeda. “Dengan menanam, manusia memiliki relasi dengan alam dan apa yang mereka makan. Manusia memiliki tradisi dan perayaan untuk hal tersebut. Ini yang hilang dengan adanya kapitalisme,” papar Amos yang juga merupakan mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta. Proses konsumsi bukan lagi tentang relasi dengan alam, melainkan hanya menjadi pemenuhan kebutuhan biologis. Lebih jauh bahkan sekadar memenuhi kehausan akan aktualisasi diri di dunia maya.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Fenome n a berlomba untuk mendapat pengakuan akan tingginya status sosial melalui makanan sudah tidak asing lagi di dunia digital. Dalam hal ini, sejumlah atribut yang melekat padanya dapat menjadi sebuah simbol dan menstimulasi manusia untuk membentuk identitas diri. “Orang yang memiliki kemampuan (uang) akan memilih merek yang sudah besar sebagai simbol untuk diakui oleh masyarakat lainnya,” kata Rizky. Akibatnya, tak mengherankan apabila ketimpangan semakin tersorot dan membuat masyarakat marjinal semakin merasa terpinggirkan. Karena persaingan dengan kapitalis pula, UMKM menjadi sulit untuk masuk dalam kompetisi pasar makanan. Meskipun kini pemerintah memberikan berbagai macam kebijakan untuk memajukan UMKM, ekosistem masyarakat yang mementingkan simbol pun memukul mundur usaha-usaha kecil.

Hal ini karena mereka tidak memiliki atribut dan sarana pemasaran yang setara dengan perusahaan besar. Dengan modal yang banyak, perusahaan besar dapat secara mudah mengurus perizinan, membeli bahan baku dengan jumlah melimpah, bahkan menyewa agensi untuk membentuk citra mereka di mata masyarakat. Kapitalisme dapat hadir dalam semua sistem ekonomi, tetapi bukan berarti manusia tidak memiliki kendali sama sekali akan hal tersebut. “Apapun sistemnya, jika itu adalah perpanjangan dari sirkulasi kapital tadi maka akan selalu terjebak pada sistem yang menindas dan melebarkan jarak kita. Karena itu, ini harus dilawan,” tegas Amos. (Gofarna Sayagiri) Editor: Delima Purnamasari

21


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

G al eri di Bali k R as a

Pemulung di TPST Piyungan. (Sumber:Maritza Luthfi El Fahmi)

Limbah sayuran di TPST Piyungan. (Sumber:Maritza Luthfi El Fahmi)

Pemulung di TPST Piyungan. (Sumber:Maritza Luthfi El Fahmi)

Nasi yang mengerak dan tidak termakan. (Sumber: Arinda Qurnia Yulfidayanti)

Sisa batok kelapa. (Sumber:Mutiara Fauziah Nur Awaliyah) Limbah kulit nanas sisa pembuatan kue nastar. (Sumber: Arinda Qurnia Yulfidayanti)

22


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Saat Cita Rasa Menjadi Sisa Sapi dan pemulung di TPST Piyungan. (Sumber: Hanantomo)

M

akanan adalah salah satu aspek yang membuat manusia tetap bertenaga. Makanan tak hanya mengandung nutrisi, tetapi juga menawarkan cita rasa yang bisa dinikmati. Namun, bagaimana bila urusan perut menjelma menjadi ironi? Saat sisa panganan

yang kita konsumsi menjadi penyumbang sampah terbesar di bumi pertiwi. Seiring waktu berjalan, isu ini kian memprihatinkan. Pada tahun 2000-2019, kajian Kementerian PPN/ Bappenas mencatat setiap tahunnya ada 23-48 juta ton sampah makanan

yang terkumpul. Tak heran bila Indonesia dinobatkan sebagai negara penghasil sampah makanan terbanyak ketiga di dunia. Dengan jumlah tersebut, negara telah kehilangan energi setara porsi makan untuk 29-47% populasi masyarakat atau sekitar

23


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

61-125 Juta orang. Tidak berhenti di situ, ekonomi Indonesia turut terkena dampaknya. Sisa makanan dan pangan telah menimbulkan kerugian hingga Rp213551 triliun setiap tahun. Jumlah yang tak sedikit ini tentu saja melahirkan pertanyaan. Mengapa hal ini dapat terjadi? Jika melihat kondisi di lapangan, prinsip pengelolaan sampah masih mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Rangkaian pembuangan yang dimulai dari Tempat Pembuangan Sampah (TPS), Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST), Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Reduce, Reuse, Recycle (TPST3R) semuanya akan tetap bermuara di TPA. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri memiliki TPST Piyungan, di Kabupaten Bantul. TPST ini sempat dikelola oleh Pemerintah Daerah DIY pada tahun 1996-2000 sebelum kemudian menjadi tanggung jawab Sekretaris Bersama Kartamantul berdasarkan 24

Keputusan Gubernur Nomor 18 Tahun 2000. Sugiyo, salah satu warga yang bermukim di dekat TPST Piyungan mengungkapkan bahwa dalam sehari rata-rata ada 700 ton sampah yang datang. “Kurang lebih 100 truk dan mobil pikap datang untuk membuang sampah, baik dari dinas maupun swasta,” ungkap pria yang sehari-harinya berprofesi sebagai pemulung ini. Dimas, salah seorang petugas di pos penimbangan TPST Piyungan mengungkapkan bahwa penanganan ratusan ton sampah tersebut juga belum optimal. “Pengelolaan sampah di sini ya cuma begini. Kalau sudah penuh nanti ditimbun pakai pasir dan tanah,” tuturnya. Penimbunan yang dilakukan tetap tak bisa menghilangkan bau sampah. Aroma busuk menjadi sangat mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitarnya. Bau tak sedap juga menandakan jumlah

Antrean kendaraan pengangkut sampah di TPST Piyungan. (Sumber: Hanantomo)

timbunan sampah yang sudah melebihi kapasitas TPST. Hal ini tentu akan berdampak pada kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Menurut penuturan Tugimin, salah seorang warga, mereka yang mendiami daerah TPST Piyungan rata-rata merupakan para pendatang dan mengontrak di rumah-rumah yang disewakan. Masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai pemulung ini memenuhi kebutuhan air bersih dari wilayah Segoroyoso. Berjarak kurang lebih satu kilometer dari TPST Piyungan, para warga menggunakan pipa selang panjang yang masuk ke dalam rumah-rumah sebagai cara pendistribusian air bersih. Selain itu, warga yang bertempat tinggal di sana juga rutin mendapatkan sosialisasi kesehatan.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

“Buat sosialisasi kesehatan dari dinas itu ada setiap bulan. Biasanya di hari Minggu pagi,” terang pria yang bekerja sebagai penambang batu itu. Meski demikian, bermukim dekat dengan TPST tetap menimbulkan ketidaknyamanan. Tugimin menyebutkan bahwa aroma tak sedap mayoritas berasal dari sampah makanan. Banyak mobil pikap swasta dari restoran yang membuang sampah makanan di sana. Pengalaman Tugimin menyadarkan kita bahwa restoran turut menjadi penyumbang persoalan ini. Berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2021, usaha perniagaan menempati posisi kedua sebagai sumber sampah makanan terbanyak. Jumlahnya mencapai 19,2%. Manajer Rumah Makan Waroenk SS Cabang Kledokan, Agus Budi mengungkapkan bahwa tempat makan tersebut bisa menyisakan 50 kg sampah makanan dalam sehari. Ia mengaku jumlah ini menjadi kendala tatkala petugas tidak mengam-

bil sampah setiap harinya. “Kadang dua atau tiga hari baru diambil dari tong sampah,” ujarnya.

bah lokasi TPA dan TPST. Meskipun begitu, upaya ini memiliki kendala tersendiri.

Polemik usaha sebagai penyumbang terbesar sampah makanan diakui oleh Kepala Balai Pengelolaan Sampah Yogyakarta, Jito. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya sampah yang terkumpul di lingkungan padat industri. “Untuk sampah sendiri paling banyak dari wilayah Kabupaten Sleman. Di sana ada berbagai mal dan kawasan mahasiswa sehingga menjadi pusat kuliner,” ungkapnya.

“Memang ada perencanaan terkait pembangunan TPA baru di beberapa wilayah. Kalau untuk rencana lokasi TPST tambahan akan berada di Sleman, tepatnya di Tamanmartani. Sayangnya hal tersebut juga bukan hal yang mudah. Apalagi bila mengingat banyak penolakan dari warga. Mereka tidak setuju jika lahan di dekat area perumahannya akan dibangun tempat sampah yang luasnya juga tidak kecil,” jelas Jito.

Jito mengaku bahwa isu sampah makanan memang sangat krusial dan membutuhkan perhatian khusus dalam penanganannya. “Kita tahu sendiri bahwa sampah makanan mengandung gas metana. Hal tersebut dapat menyebabkan ledakan bila tidak dikelola dengan baik dan benar. Terlebih, sampah yang berasal dari makanan juga mudah membusuk dan menyebabkan jamur,” terangnya.

Perencanaan penanganan berfokus di wilayah kelurahan. Maka dari itu, Jito menyampaikan akan ada suntikan dana bagi setiap kelurahan di Kota Yogyakarta sebagai anggaran pengelolaan sampah. “Itu masih menjadi kajian bersama dan harapannya dapat segera terealisasikan guna mengurangi kapasitas di TPST Piyungan. Tempat sampah yang baru akan menerapkan sistem pengolahan terlebih dahulu di kelurahan sehingga yang dibuang ke TPST berupa residu saja,” tambah Jito.

Dalam menangani hal ini, Jito juga mengungkapkan bahwa pemerintah terus berusaha untuk mencari jalan keluar. Salah satunya dengan mencoba menam-

25


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Tidak hanya oleh pemerintah, sektor swasta turut berinovasi untuk mencoba memecahkan persoalan ini. Makanan yang berpotensi menjadi sampah karena kedaluwarsa dikelola agar tak terbuang begitu saja. Pada tahun 2017, Muhammad Farras dan temannya berkebangsaan Amerika-Korea, Lin Hwang, memiliki misi untuk merealisasikan hal tersebut. Mimpi mereka menjadi awal terbentuknya DamoGo. DamoGo membantu mengintegrasikan para pelaku usaha makanan agar dapat menerapkan operasional bisnis secara berkelanjutan dan efisien melalui aplikasi mereka. Lewat aplikasi tersebut para pengusaha bisa menjual makanan yang hampir kedaluwarsa dengan lebih murah, bahkan bisa setengah dari harga asli. Bagi DamoGo, isu sampah makanan semakin memprihatinkan saat pandemi berlangsung. Tidak hanya peningkatkan kuantitas volume sampah, kondisi perekonomian masyarakat juga ikut terganggu dan berakibat pada kelaparan. “Selama pandemi ini memang ada peningkatan sampah, terutama sampah makanan. Kami melakukan berbagai upaya untuk menekan peningkatan ini. Pada Oktober 2021, kami berhasil menyelamatkan 51.652 kg makanan dari partner kami,” jelas pihak DamoGo.

26

Inovasi dan solusi yang ditawarkan tidak serta-merta membuat sampah makanan berada di titik terang. Mengacu data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2021, masih terdapat 28,79% atau setara 46 juta ton sampah makanan. Angka tersebut justru mengalami kenaikan 6 ton jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam penanganan sampah ke depannya, Sugiyo menuturkan harapan yang ia miliki. “Saya harap untuk pembuangan sampah segera dialihkan dari sini. Volumenya sudah begitu besar sehingga tak dapat lagi menampung sampah dari berbagai daerah di Yogyakarta. Semakin lama bau busuk juga semakin menyengat.” Bila isu sampah makanan tidak dikawal secara serius maka persoalan ini akan terus menimbulkan berbagai kerugian. Program pembenahan dari pemerintah, pihak swasta, maupun individu memang memiliki kendalanya masing-masing. Meski begitu, ketiganya harus terus berkomitmen dan konsisten dalam membangun ekosistem konsumsi pangan yang bijak sehingga tak ada lagi sisa dari kenikmatan cita rasa makanan. (Hanantomo, Mutiara Fauziah Nur Awaliah) Editor: Delima Purnamasari


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

27


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Refleksi Tapak Tilas Program Lumbung Pangan di Yogyakarta Alih fungsi lahan. (Sumber: Yahya Wijaya Pane) Wacana tentang program lumbung pangan atau food estate kembali disuarakan pada tahun 2020 lalu. Progam ini bukanlah hal baru karena pernah digarap beberapa kali pada masa pemerintahan sebelumnya. Misalnya, pada era Soeharto dengan Food Estate PLG (1996) ataupun masa Susilo Bambang Yudhoyono dengan Food Estate Bulungan Kalimantan Timur (2011), Merauke Integrated Food and Energy Estate Papua (2011), hingga Food Estate Ketapang Kalimantan Barat (2013. Keempat pelaksanaan program tersebut sama-sama 28

menemui kegagalan. Kali ini, progam lumbung pangan dengan wajah baru direncanakan akan menjadi bagian dari Program Strategis Nasional 2020-2024. Lokasinya berada di lahan bekas proyek gambut PLG Kalimantan Tengah yang sudah ada sejak 25 tahun lalu. Mengutip laporan dari Detiknews, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran mengklaim bahwa pemilihan lokasi ini tidak hanya didasari atas ketersediaan lahan yang luas saja.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Melainkan juga atas pertimbangan penetapan Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur. Gonjang-ganjing program ini pun menjadi topik hangat yang diperdebatkan. Pasalnya, inisiasi pemerintah pusat ini disinyalir hanya menyasar wilayah pedesaan yang “lugu nan jauh” di Indonesia. Lalu, bagaimana dengan lumbung pangan di perkotaan seperti Yogyakarta? Sepak terjang dan permasalahan lumbung pangan di Yogyakarta Yogyakarta menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang menjalankan program lumbung pangan. Meski memiliki luas wilayah yang terbilang sempit yakni hanya 3.186 km², Yogyakarta menyatakan diri siap untuk berkontribusi. Misalnya, di daerah Bantul melalui progam Bumi Projotamansari. Ada tiga Kapanewon yang menjadi bidikan. Sanden dengan komoditas bawang merah dan benih cabai; Kretek dengan bawang merah, benih cabai, dan benih bawang merah; serta Kapanewon Imogiri dengan komoditas bawang merah dan bombai. Merujuk pada artikel KRJogja pada 9 September 2020 lalu, angka peralihan lahan sawah di Yogyakarta hingga kini mencapai 0,4% atau rata-rata 237,14 hektare per tahun. Sedang data dari Harian Jogja, laju alih fungsi lahan sawah di DIY menurut Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Sleman sebesar 50 hektare tiap tahun. Kondisi itu terjadi karena sawah yang

beralih

fungsi

menjadi

bangunan.

Menurut Eko Murdiyanto, Dosen Fakultas Pertanian UPNVY, respons negatif lahan di perkotaan terhadap program lumbung pangan memang benar adanya. Namun, ia berpendapat keterbatasan lahan di kota bukan menjadi halangan untuk program ini. Ada banyak hal yang bisa dilakukan, seperti urban farming. “Di Jogja sekarang banyak digalakkan kegiatan berkebun di tengah kota dengan konsep urban farming. Jadi, lahan-lahan yang tersedia bisa dimanfaatkan untuk menanam,” tambahnya. Warna-warni masa kini dan masa depan lumbung pangan Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi hal penting dalam progam lumbung pangan. Untuk mewujudkan lumbung pangan yang efektif, tentu harus dibarengi dengan kebutuhan SDM yang mumpuni. Menurut data dari Plt Kepala DPKP DIY 2020, Syam Arjayanti, jumlah petani di DIY per 2020 adalah 400 ribu rumah tangga. Angka ini menurun dibanding tahun 2003 dan 2013. Pada tahun 2003, jumlah petani di DIY mencapai 574,9 ribu rumah tangga. Sedangkan pada 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di DIY mencapai 495,8 ribu. Dengan demikian, jumlah petani di DIY mengalami tren penurunan setiap dekadenya. Lalu, apakah program food estate ini dapat berjalan di tengah minat pertanian yang semakin menurun?

29


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

“Mahasiswa pertanian itu unik. Karena setelah lulus nanti, kami masih belum tahu mau menjadi apa. Belum ada konstruksi imajinasi dan pemikiran yang jelas. Namun, tidak ada yang salah dengan keputusan memilih jurusan ini karena profesinya memegang kendali perut anak bangsa,” ujar mahasiswa yang akrab disapa Juju ini. Juju juga mengatakan jika mahasiswa memiliki rangsangan untuk bertani dan tidak menempatkan dunia pertanian sebagai bidang prioritas yang akan digeluti ketika lulus. Menurut Juju, dari 117 teman angkatannya, hanya 30% yang kembali memilih dunia pertanian.

Area persawahan berdampingan dengan bangunan rumah. (Sumber: Fayyaqun Nur Amanah) Menurut Eko, minat masyarakat dalam pertanian sekarang sebenarnya sudah mulai menunjukkan reaksi positif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kompetensi baru di kampus yang menunjang keahlian di bidang pertanian. “Di Fakultas Pertanian UPNVYK, banyak kompetensi baru yang bisa diambil mahasiswa. Memang konteksnya bukan jadi petani produksi yang terjun langsung menanam, tetapi ini tetap bisa jadi peluang mahasiswa berkarir di bidang pertanian,” paparnya. Sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh Eko, Justin Noverlin Zai, seorang mahasiswa Fakultas Pertanian UPNVYK mengatakan bahwa ada ketidakjelasan dalam konstruksi pekerjaan mahasiswa pertanian setelah lulus nanti. 30

Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Sugiyanta ketika merespons isu ketahanan pangan nasional pada masa pandemi. Mengutip dari laman ipb. ac.id, dirinya memprediksi hanya akan ada segelintir generasi muda yang tertarik untuk menyelami usaha di dunia pertanian. Hal ini melihat adanya ketimpangan kuantitas petani muda dengan petani tua karena jumlahnya hanya 1% saja. Jogja dinobatkan jadi provinsi ketahanan pangan terbaik Dalam rilis Kementerian Pertanian 2021 silam, DIY menerima penghargaan kategori Provinsi dengan Ketahanan Pangan Terbaik Periode 2018-2020. Di samping fakta bahwa predikat tersebut telah diterima sejak tahun 2006, sebenarnya hal ini tidak bersangkut paut dengan lumbung


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

pangan. Pemberian predikat tersebut dinilai karena keberhasilan DIY menggerakkan masyarakat dalam mengurangi kemiskinan, kerawanan pangan, gizi buruk, meningkatkan produksi, serta mempercepat diversifikasi pangan. “Ini yang terkadang menjadi salah persepsi di masyarakat. Predikat ketahanan pangan terbaik sebenarnya bukan karena menghasilkan banyak bahan pangan melalui lahan di DIY, tetapi karena ketersedian dan kecukupan pangan yang baik. Bisa jadi bahan pangan yang dimaksud sebenarnya hasil dari daerah lain,” jelas Eko. Ia juga menambahkan bahwa lambung pangan ini dapat diposisikan sebagai ide pemerintah agar kawasan terkait mampu mampu mencukupi kebutuhan nasional. Juju berpendapat bahwa pelaksanaan program pemerintah sejatinya hanya menyelesaikan masalah secara parsial saja. Para petani tidak benar-benar diajarkan untuk menuntaskan problematika sampai tuntas. Belum sampai mereka cakap pada suatu bidang, program pelatihan

sudah dinyatakan selesai dan petani kembali dilepas untuk bekerja sendiri. “Penyelesaian masalah di bidang pertanian sebenarnya tidak pada akarnya. Hanya pada batangnya saja. Tindakan yang dilakukan hanya untuk meredam saja, bukan menyelesaikan,” ujar Juju yang juga merupakan Mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian UPNVYK. Menurut Juju, ada pembangunan mental yang lemah bagi para petani. Sedangkan pemerintah, justru bersikap layaknya pahlawan. Para petani terbiasa untuk menerima bantuan tanpa pernah benar-benar diajari cara meningkatkan kualitas panen melalui kemandirian. “Pemerintah harusnya mengajarkan petani untuk mampu menghasilkan bibit yang unggul dan berkualitas,” tuturnya. Faktor fundamental pendidikan pun menjadi sorotan selanjutnya. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, Juju menjelaskan keresahannya. “Ketika saya bertanya dengan teman-teman yang telah lulus, hanya

sedikit ilmu perkuliahan yang bisa mereka gunakan. Jadi timbul pertanyaan, apakah lulusan pertanian sudah benar-benar siap dengan dunia kerja?” Sementara dari faktor kesiapan perencanaan, lumbung pangan nasional sendiri menuai berbagai kritikan. Mengutip dari CNN Indonesia, Guru Besar IPB, Dwi Andreas Santosa menyampaikan bahwa program lumbung pangan nasional ini hanya mengulang kesalahan 25 tahun silam. Karena itu, bisa dipastikan kegagalan adalah hasil yang akan diterima. Ia beralasan karena absennya empat pilar proyek pangan skala besar yang mestinya dimiliki. Pertama, lahan yang digunakan dalam lumbung pangan nasional ini dinilai tidak memenuhi kesesuaian. Kedua, infrastruktur pertanian di beberapa lokasi lahan tanam tidak sesuai kriteria layak. Ketiga, keragaman tanaman yang kurang cocok dengan lahan tanam dan minimnya teknologi yang dimiliki. Keempat, produktivitas lahan dalam menghasilkan gabah dinilai kurang.

31


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Dari syarat minimal 4 ton gabah per hektare, hanya 1 ton yang mampu dihasilkan. “Kalau infrastrukturnya setengah-setengah, pasti gagal,” ujarnya. Kesejahteraan petani sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan program nasional ini pun masih pertanyakan arahnya. Mulai dari pengambilan kebijakan yang memaksa masyarakat untuk mengikuti skema Kementerian Pertanian ataupun Pemerintah Kabupaten, potensi isu lingkungan dari peralihan lahan hutan menjadi lahan gambut, hingga isu lahan yang masuk di wilayah warga yang telah bersertifikat.

32

Juju mengatakan bahwa keuntungan dari program lumbung pangan hanya akan kembali pada investor. Ia berpendapat bahwa progam ini justru menggusur lahan petani. “Saya pribadi tidak pernah melihat bahwa program ini akan berdampak pada kesejahteraan petani atau masyarakat. Dari sudut pandang pemerintah, mungkin sudah sukses sesuai tujuannya. Tapi dari sudut kesejahteraan petani siapa yang tahu?” tutupnya. (Fayyaqun Nur Amanah, Yahya Wijaya Pane) Editor: Delima Purnamasari


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Sumber data: Survei Pertanian Antarsensus 2018 (SUTAS2018), BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

33


KESEHATAN

MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Peran Keluarga dalam Mencegah Stunting pada Anak

Masa kanak-kanak sebagai kunci tumbuh kembang individu. (Sumber: Salfa Nefitka Salsabila)

K

eluarga merupakan pilar kehidupan. Tempat setiap orang bernaung seiring bertambahnya waktu dan beranjak dewasa. Rasa memiliki yang ada di dalamnya tidak hanya mencipta dan mewujudkan unit kecil dari kehidupan sosial. Lebih dari itu, keluarga adalah pijakan utama setiap anak untuk menjadi seorang individu yang akan berjuang bagi dirinya sekaligus memikul sebuah harapan.

Hal ini kemudian mengakibatkan perkembangan mereka berbeda dari teman sebaya. Mereka mengalami gangguan-gangguan yang menghambat aktivitas pertumbuhan. Ketika hal ini dialami oleh banyak orang maka masa depan sebuah keluarga dan negara berada diambang kemunduran.

Stunting merupakan proses gagal tumbuh yang terjadi akibat kurangnya pemenuNamun, tidak semua anak mendap- han gizi seorang anak. Proses tersebut at kesempatan yang sama dalam pe- dimulai pada 1000 hari pertama kehidumenuhan kebutuhan pertumbuhannya. pan kala janin masih di dalam kandungan 34


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

hingga anak berumur dua tahun. Selain berdampak kepada pertumbuhan fisik, stunting juga berpengaruh dalam penurunan tingkat kecerdasan dan risiko kerentanan terkena penyakit. Dengan demikian, dapat menurunkan produktivitas seorang anak ketika tumbuh dewasa. Terdapat dua penyebab terjadinya stunting, yakni penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung meliputi asupan gizi dan status kesehatan. Sedangkan penyebab tidak langsung, meliputi ketahanan pangan, lingkungan sosial, kesehatan, dan pemukiman. Intervensi spesifik berupa kebijakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyumbang 30% kontribusi penanggulangan masalah stunting. Sementara 70% sisanya, berada di tangan lingkungan yang secara langsung menaungi anak, seperti keluarga dan orang tua. Noviani selaku Dokter Spesialis Ahli Gizi Klinik mengatakan bahwa persiapan diri calon orang tua sebelum memutuskan untuk memiliki keturunan dan merencanakan kehamilan adalah hal riskan pertama yang harus diperhatikan. Perencanaan tersebut meliputi skrining awal kesehatan pasangan, seperti vaksinasi tetanus dan kondisi gizi. Selain itu, penting untuk melakukan perencanaan pemenuhan kebutuhan anak sebelum masa kehamilan. Namun, fakta di lapangan mengatakan hal yang berbeda. Tidak semua calon orang tua menyadari hal ini. Hubungan di luar nikah, pernikahan dini, dan kehamilan yang tidak direncanakan merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kasus stunting menimpa sebagian anak di Indonesia. Kondisi ini pernah menimpa Rini Setyowati, seorang Ibu rumah tangga yang kini berusia 49 tahun. “Saya lahir dari kelu

arga besar dengan sembilan orang anak. Selaku anak paling terakhir, saya lahir dari orang tua yang sudah tidak muda lagi dan harus berbagi kehidupan bersama delapan saudara saya,” ungkap Rini Sebagai anak bungsu yang kini telah tumbuh dewasa dan berkeluarga, Rini menyadari bahwa masa kecilnya berjalan sulit. Banyaknya anggota keluarga membuat asupan makanan yang didapat sangat sedikit dan terkesan seadanya. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, Ayah Rini terpaksa harus berkebun dan menanam berbagai jenis umbi-umbian di lahan sekitar rumah. “Bisa makan singkong dan cabai itu sudah luar biasa enaknya. Beras terlalu mahal untuk dimakan sebelas orang anggota keluarga,” tutur Rini sambil berkelakar. Di dalam proses tumbuh dan berkembang, Rini mulai menyadari bahwa dia berbeda dengan teman sebayanya. Hal yang paling kasat mata adalah tinggi badan yang jauh lebih rendah serta kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. “Saya itu yang terpendek di lingkungan keluarga dan teman-teman saya. Saya sering sakit tiba-tiba dan kondisi badan menurun. Sampai saat ini juga masih terasa dan terlihat secara fisik. Pundak dan bagian punggung saya tidak lurus dan itu sering menghambat pergerakan,” ungkapnya. Akibat dari faktor usia, Ibu Rini juga tak dapat lagi memproduksi air susu ibu (ASI) dan tidak memiliki uang untuk membeli susu formula. Demi bisa makan untuk esok hari saja, orang tuanya harus bersusah payah. 35


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Ketidakberuntungan yang ia rasakan membuatnya belajar dan peduli terhadap tumbuh kembang buah hatinya. “Saya tidak mau anak saya bernasib sama. Saya ingin mengusahakan yang terbaik dan melihatnya tumbuh dewasa dengan sehat dan bahagia,” tuturnya. Semenjak masa kehamilan, Rini berusaha memperhatikan asupan gizi, kondisi keamanan, serta kebersihan lingkungan. Saat ini, ia telah dikaruniai dua orang anak yang sehat dan tumbuh kembangnya lebih terjaga. “Seperti yang kita ketahui, pencegahan stunting itu hanya dapat dilakukan selama 1000 hari pertama kehidupan seorang anak. Lebih dari itu, apabila seorang anak telah terkena stunting, kita hanya dapat menjaga kondisi tubuh melalui pola hidup yang teratur,” tutur Noviani. Meskipun sudah terlambat untuk memperbaiki postur tubuh agar kembali ideal, seseorang yang terkena stunting masih dapat memperbaiki kondisi sindrom metabolisme maupun penyakit noninfeksi melalui pola makan yang baik serta aktivitas fisik yang tidak terlalu berat. Tak ada yang lebih membahagiakan orang tua selain melihat anaknya tumbuh ceria melalui hasil tanggung jawab yang telah diberikan. Kehadiran orang tua sebagai pemberi kehidupan merupakan pilar utama seorang anak untuk tumbuh dewasa. Setiap anak adalah anugerah yang sudah sepantasnya dijaga dan dijamin kesejahteraannya. Meskipun keadaan, latar belakang, dan minimnya pengetahuan terkadang memaksa sebagian orang untuk menjalani hidup dengan tidak nyaman. Sedikit kepedulian dan rasa ingin tahu mampu menciptakan perubahan yang besar. Semakin banyak kita peka dan waspada dalam mengambil keputusan maka semakin besar kesempatan bagi generasi muda. Dengan begitu, mereka dapat terus mewujudkan cita-cita dan memberikan kebermanfaatan bagi dirinya, keluarga, bangsa dan negara. (Salfa Nefitka Salsabila) Editor: Lingga Prasetya

36


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Eksistensi Budaya Minum Jamu sebagai Pengobatan Tradisional

Musonah ketika membuat pesanan jamu. (Sumber: Anggun Falufi Eriyanti)

M

asing-masing manusia pasti memiliki kebiasaan yang berlainan. Kebiasaan ini bergantung pada kepercayaan, pengetahuan, dan pengalaman setiap individu. Salah satunya adalah memilih jalan pengobatan tradisional sebagai cara untuk sembuh dari suatu penyakit. Layaknya Negeri Sakura dan Tirai Bambu, Indonesia juga memiliki jamu sebagai obat tradisional. Jamu memiliki tingkat popularitas tersendiri karena bahan alami yang digunakan. Oleh sebab itu, minuman ini bisa dikonsumsi sehari-hari untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Kelebihan lain adalah harganya yang terjangkau. Jamu bisa ditemukan di toko herbal maupun penjual keliling. Dilansir dari Antara News, peneliti Institut Pertanian Bogor menyatakan 80 persen dari total tanaman obat di seluruh dunia ada di Indonesia. Melihat data tersebut

tentu tidak mengherankan jika ada berbagai jenis jamu di Indonesia dengan khasiat yang juga bermacam-macam. Jamu sendiri telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia sejak 1300 Masehi. Dengan kata lain, jamu menemani keluarga Indonesia dari generasi ke generasi. Meski demikian, eksistensinya di tengah gempuran obat kimia mulai dipertanyakan. Terlebih, di kalangan anak muda. Poniyem, seorang penjual jamu gendong di Pasar Paseban Jakarta Pusat mengaku pembelinya masih didominasi oleh orang dewasa hingga tua. “Biasanya yang beli berusia 20 tahun ke atas dengan keluhan pegal-pegal. Pembeli remaja hanya satu atau dua saja karena saya kelilingnya pagi. Kala itu, anak-anak masih bersekolah,” jelas wanita yang telah berjualan jamu selama 21 tahun ini. 37


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

ke depannya jumlah peminat jamu akan semakin berkurang. “Kita serahkan pada yang Mahakuasa saja. Semua itu sudah diatur, termasuk rezeki,” ujar wanita berusia 45 tahun tersebut.

Depot Jamu Kevin Jaya Group. (Sumber: Anggun Falufi Eriyanti)

Hal yang sama juga terjadi pada Depot Jamu Kevin Jaya Group. Hadian Fariz, seorang penjaga di toko jamu tersebut mengatakan jika pembeli di kedainya adalah orang yang sudah terbiasa minum jamu dengan usia kira-kira 20 tahun ke atas. “Kalau anak muda jarang beli jamu, yang sering beli bapak-bapak,” tambahnya. Meski sama-sama memiliki khasiat bagi kesehatan manusia, menurut Hadian terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara jamu tradisional dengan obat medis. “Khasiat jamu ini bertahap. Kalau beli obat sakit kepala di apotek, sakitnya bisa langsung reda,” ujarnya. Pendapat senada diungkapkan oleh Musonah, seorang pedagang jamu di Pasar Ngijon. “Kalau jamu tradisional itu efeknya lambat, lain dengan kimia. Tapi jika dirasakan, efek jamu di tubuh itu lebih nyaman. Kebanyakan orang bilang seperti itu,” jelasnya.

Igar Utami, wanita berusia 46 tahun, mengungkapkan alasannya masih terus mengonsumsi jamu sejak kanak-kanak. “Saya percaya tanaman herbal memiliki khasiat yang sama dengan obat kimia.” Ia juga mengatakan untuk gejala yang rutin dialami, seperti menstruasi tidak harus pergi ke dokter. Hal ini karena tidak perlu adanya penanganan khusus. Igar menilai bahwa anak muda zaman sekarang kurang paham mengenai budaya minum jamu. “Anak-anak zaman sekarang di rumah tidak dikenalkan jamu oleh orang tuanya sehingga tidak menjadi kebiasaan. Anak-anak tidak tahu minum jamu itu seperti apa.” Marhawa Marir, remaja berusia 19 tahun, mengaku sudah sangat jarang minum jamu karena sulit menemui penjualnya. “Saya tidak pernah pergi ke toko jamu karena biasanya ada penjual jamu keliling. Kalau diniatkan untuk pergi ke toko jamu, juga tidak pernah.” Memang ada kemungkinan terjadinya penurunan eksistensi jamu di masa mendatang. Baik itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman anak muda mengenai jamu atau para penjual yang sulit ditemui. Jamu tidak hanya baik untuk kesehatan. Namun, menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia yang perlu dilestarikan.

Musonah menyadari jika minuman tra- (Anggun Falufi Eriyanti) disional ini kurang dilirik oleh anak muda Editor: Lingga Prasetya karena mereka memang sudah jarang minum jamu. Musonah juga berpikir jika 38


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Teka-Teki Seru Tahukah kamu? Pada tahun ini LPM Sikap memasuki usia yang ketujuh. Untuk itu, kami menantang kamu untuk bercerita tentang makanan favoritmu di #PETAK7

R

E

N

D

A

N

G

Ikuti Caranya: 1. 2. 3. 4. 5.

Screenshot template #PETAK7 dari akun Instagram @suarasikap Isikan nama makanan favoritmu di petak yang tersedia Tidak cukup atau justru kelebihan? Trik, taktik, dan muslihat diperbolehkan! Unggah di story Instagram kamu dan tag akun @suarasikap Kami tunggu hingga 30 Juni 2022

Tiga manusia paling cerdik akan dapat bingkisan menarik.

39


PERSONA

MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Bangkit dari Keterpurukan Erupsi Ala Pemilik Warung Kopi Merapi

Pemilik Warung Kopi Merapi, Sumijo. (Sumber: Maritza Luthfi El Fahmi)

M

eletusnya Gunung Merapi pada Oktober 2010 membawa cerita tersendiri bagi para petani kopi. Ada keberkahan tersembunyi di balik musibah yang membuat lahan mereka terkubur abu vulkanik. Bencana tersebut menjadi titik awal terkenalnya kopi khas masyarakat setempat.

laun warung yang bertempat di Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman ini dikenal menjadi Warung Kopi Merapi. Hal ini dikarenakan biji kopi yang mereka gunakan berasal dari sekitar lereng Merapi. Warung ini beroperasi setiap hari mulai pukul 08.00-02.30 WIB.

Salah satu sosok yang mengaku ikut merasakan keberkahan itu adalah Sumijo. Pria 47 tahun ini adalah pemilik Warung Kopi Merapi. Ia sukses membangun bisnis kopinya justru setelah lahan dan rumahnya terkubur abu vulkanik. Berangkat dari keterpurukan itu, Sumijo bersama istrinya, Sukirah, memutuskan keluar dari tempat bekerja sebelumnya yaitu Merapi Golf. Mereka memilih untuk membangun warung kopi yang awalnya bernama Warung Kopi Petung. Namun, lambat

Warung Kopi Merapi berdiri di daerah rawan bencana. Karena itu, bangunan dengan material sisa erupsi ini tidak dibuat permanen. Berkat kreativitas Sumijo, bebatuan erupsi bisa dijadikan meja dan kursi pengunjung. Penggunaan sisa erupsi menjadi perabot tidak mengurangi kenyamanan para pengunjung dan justru membuat Warung Kopi Merapi memiliki keunikan tersendiri.

40


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Pada awalnya, Warung Kopi Merapi hanya dikunjungi oleh supir truk dan penambang pasir asir sekitar. Namun, berkat keajaiban media sosial, warung milik Sumijo bisa ramai didatangi pembeli, terutama mahasiswa. Saat ini, dalam sehari warung miliknya dapat meraih konsumen hingga 1000 orang. Hal tersebut merupakan kebangkitan Warung Kopi Merapi setelah pandemi melanda.

Sepuluh hektare di antaranya adalah kebun kopi arabika, sedangkan sisanya adalah kebun kopi robusta. Tersisanya kebun kopi arabika yang hanya sepuluh hektare disebabkan erupsi Merapi 2010 silam. Meskipun begitu, para petani sedang berusaha memulihkan kembali lahan kopi yang terdampak.

Menu kopi yang dijual di Warung Kopi Merapi merupakan hasil olahan Koperasi “Awal pandemi, pengunjung menyusut Kebun Makmur yang dipimpin oleh Sumidrastis. Hanya 5–10 orang yang datang per jo. Koperasi itu didirikan untuk menyiasati harinya, tapi lama kelamaan alhamdulillah agar harga kopi yang dijual para petani stamulai ramai lagi,” ujar Sumijo bil dan tak dicurangi oleh para tengkulak. “Pada tahun 2004, kami melakukan upaya agar harga Kopi Merapi bisa mengalami peningkatan nilai ekonomi. Koperasi Kebun Makmur kemudian mencoba menjual biji kopi kering maupun kopi serbuk dalam bungkus kiloan dan saset,” ungkap Sumijo.

Warung Kopi Merapi. (Sumber: Maritza Luthfi El Fahmi)

Tingginya minat masyarakat, terutama anak muda dalam mengonsumsi kopi membuat Warung Kopi Merapi terus kebanjiran pengunjung. Hal ini tentu membuat Sumijo berhasil mendapatkan keuntungan yang lumayan. Meski demikian, ia ingin menjadi pribadi yang tetap ramah dan sederhana. Sumijo berharap agar ke depannya minat masyarakat pada kopi bisa semakin berkembang sehingga para petani di sekitar lereng Merapi juga semakin maju.

Warung Kopi Merapi kini memiliki 22 karyawan yang merupakan warga sekitar Dusun Petung. Sumijo berusaha memberdayakan mereka sekaligus para petani kopi sehingga bisa bangkit dari keterpurukan erupsi. Karyawan Sumijo sebelumnya telah diajarkan cara meracik kopi sehingga pesanan dapat dilayani dengan cepat. Terlebih, dalam sehari terdapat 300-400 kopi (Maritza Luthfi El Fahmi) yang harus dibuat. Menu andalan di sini Editor: Lingga Prasetya adalah kopi robusta dan arabika. Menurut Sumijo, ada sekitar 250 hektare perkebunan kopi di lereng Merapi.

41


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

M

PERJUANGAN MAHASISWA RANTAU DALAM MENGHADAPI ALERGI

akanan adalah kebutuhan sekaligus sumber kebermanfaatan bagi manusia. Namun, makanan juga bisa menjadi akar permasalahan karena dapat memicu reaksi imun pada seseorang yang memiliki riwayat alergi.

apabila makanan yang menjadi pantangannya dikonsumsi. Respons ini tergantung pada tingkat imun tubuh. “Jika imunnya sedang rendah bisa langsung demam dan muncul banyak bintik nanah. Sedangkan kalau imunnya bagus, gatal-gatal di tangan dan kaki. Tidak sampai nanahan Dilansir dari laman Halodoc, alergi meru- dan demam,” ungkap mahasiswi Univerpakan suatu reaksi dari sistem imun tubuh sitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini. yang terjadi karena suatu zat atau substansi yang disebut alergen. Meski sebenarnya Banyaknya makanan yang harus dihindari tidak berbahaya, tubuh justru mengang- berdampak pada pola konsumsi Ocha gapnya demikian. Inilah yang kemudian yang begitu terbatas. Ia harus mencermati mengakibatkan munculnya gejala. Reaksi warung makan dan menu masakan yang yang ditimbulkan imun tubuh dapat beru- tersedia. Tidak hanya itu, Ocha yang nopa gatal pada tubuh, batuk, demam, sam- tabene anak rantau juga mengalami kenpai sesak napas. dala kecocokan lidah dengan masakan Yogyakarta. Kebiasaan mengkonsumsi Elfidia Rosa Almajida atau yang sering masakan Jawa Timur bercita rasa pedas disapa Ocha, memiliki banyak riwayat dan asin membuat lidahnya kaget denalergi. Ia tak bisa mengkonsumsi berb- gan masakan Yogyakarta yang cenderung agai jenis makanan, seperti ayam, telur, manis. Hal ini menjadikan daftar menu nugget, makanan instan, hingga makanan makan yang dapat ia konsumsi semakin laut. Ia mengaku bahwa alerginya terja- sempit. di sejak duduk di bangku taman kanakkanak. Awal menjalani hidup di Yogyakarta, perempuan asal Gresik ini memilih menggunaTubuh Ocha akan memberikan respons kan jasa pesan antar makanan. Melalui cara Ilustrasi obat alergi. (Sumber: pexels.com)

42


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Ilustrasi alergi. (Sumber: pexels.cоm)

cara tersebut makanan lain seperti daging kambing dan sapi lebih mudah ditemukan. Beruntungnya, saat ini ia telah menemukan warung makan yang memiliki kecocokan dengan lidahnya sehingga bisa menghemat pengeluaran di tanah rantau.

membantu Ocha menjauhi alergennya.

Terkadang godaan muncul ketika melihat orang lain menyantap makanan dengan leluasa. Ocha mengaku pernah sengaja melanggar pantangan dan ikut menikmati makanan yang seharusnya dihindari. Lingkungan sekitar Ocha memahami Hingga akhirnya, rasa sakit dari timbulalergi yang dialaminya serta memberi- nya alergi itulah yang dijadikannya sekan dukungan. Temannya selalu memas- bagai pengontrol diri. tikan makanan apa yang tidak boleh dikonsumsi. Meskipun terlihat sepe- Hal tersebut merupakan salah satu bentuk le, hal ini mencerminkan kepedulian. edukasi yang ia terapkan dalam meminimalisir pola konsumsi yang tidak tepat. Apabila sedang mengonsumsi makanan Apabila ia salah memilih makanan maka yang bisa memicu alergi, lingkungann- akan berdampak pada dirinya sendiri. ya juga menghargai pilihan Ocha yang “Soalnya dokter bilang, ‘Percuma udah tidak mengikuti ajakan makan bersama. tahu alergi kalau ke dokter obatnya hanOcha memilih beranjak di saat temannya ya itu-itu saja’. Jadi, lebih ke edukasi dan sedang menikmati makanan. Tak jarang menghindari alergen saja,” pungkas wantemannya yang memutuskan berpindah ita 21 tahun ini. tempat. Langkah tersebut dilakukan tanpa (Arfan Nur Irmawan) ada rasa ketersinggungan dan justru bisa Editor: Lingga Prasetya 43


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Merasa Cita

Karya: Salfa Nefitka Salsabila

Hal yang paling melelahkan. Sekaligus menyenangkan dalam hidup adalah makan Menyenangkan saat kita dapat membayangkan Seluruh indra merasakannya Mengunyah hingga luluh lantah tak tersisa. Menghadirkan kepuasan rasa kenyang di dalamnya Sementara menyulitkan. Saat kita tak dapat membayangkan besok harus berbuat apa untuk bisa mendapatkannya Lebih dari itu cita rasa selalu membawa cerita Asin kah, asam kah, gurih kah. Pedas memekakkan telinga atau manis mengundang tawa Sesendok demi sesendok makanan tertelan Sekilas terlintas sekilas kenangan berhamburan Hangatnya perbincangan di meja makan rumah Sepinya memesan hidangan sendiri ditemani serial atau drama Masih ingatkah romansa adam dan hawa Khuldi membuat mereka tergelincir dari surga Namun apakah dunia adalah malapetaka baginya Kesyukuran dan penyesalan mencipta perjalanan berharga tentang bagaimana rasa syukur menjadi obat paling manjur dari segala uzur kufur dan takabur Pada akhirnya inilah kodrat manusia Memilih memangsa kehidupan atau termangsa olehnya Menyantap demi hidup atau hidup untuk melahapnya Ini tentang meramu hidup serta seberapa jauh udara dapat kita hirup Semakin melebar raga bertumbuh atau semakin meluas jiwa dapat menyentuh Merasa segala cipta, cinta, rasa, karsa dan alasan pencipta menurunkan kita ke dunia Kita yang tentukan

44


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Batas Jalan

Karya: Diah Rahayu Agustin

Di antara bintang malam ini Di bawah tenda pinggir jalan Dua sisi kehidupan terlihat jelas Entah dari mata atau hatimu yang melihat Orang dengan tenang memakan pesanannya Lahap, nikmat, penuh dengan kegembiraan Hati senang makanan di depan mata Namun, kulihat lebih jelas Tak kau habiskan makananmu Bersisa… Bahkan saat kudekatkan ujung mataku Sisa makanan tertumpuk menjadi gunung sampah

Miris, miris, miris Melihat orang di sebrang jalan Tidak adil rasanya Satu sisi menyantap makanan Satu sisi hanya memandang Berharap lapar di perutnya menghilang

45


POJOK

MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Table Manner:

Aturan Makan, Etika Profesional, hingga Komunikasi Nonverbal

Pengaturan meja untuk dua orang di restoran. (Sumber: pexels.com)

M

akan tidak sekadar ajang memenuhi kebutuhan gizi dan energi. Namun, menjadi salah satu media untuk membangun komunikasi dan relasi. Oleh karena itu, jamuan-jamuan resmi yang bersifat formal sering diadakan. Terutama, dalam dunia bisnis dan profesional. Selain untuk mengatur cara makan, table manner berfungsi untuk menunjukan sisi elegan dan sopan santun di meja makan. Perlu diketahui bahwa budaya makan di setiap negara tidak bisa disamakan. Sebagai contoh, masyarakat Jepang makan menggunakan sumpit. Mereka menganggap makan dengan tangan kosong tidak umum dilakukan. Berbeda halnya dengan

46

Indonesia yang beranggapan bahwa makan menggunakan tangan secara langsung justru memiliki kenikmatan tersendiri. Aturan yang berlainan ini didasarkan pada kebudayaan masing-masing. Karena itu, pemahaman mengenai aturan dasar di meja makan khususnya saat menghadiri jamuan makan secara formal menjadi sangat berarti. Dilansir dari kompas.com, Executive Chef di APREZ Catering & AMUZ Gourmet Restaurant, Stefu Santoso, mengatakan table manner sangat penting untuk menjaga suasana saat makan. “Menerapkan table manner supaya suasana makan menjadi lebih baik karena terciptanya keteraturan,” ujar Stefu.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Hal yang sama juga ditekankan oleh Ferlina Nomira Larasati, seorang Ahli Madya Pariwisata. Ia menyebutkan bahwa table manner merupakan etika makan di jamuan resmi atau formal yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan rasa percaya diri. “Ketika tidak belajar table manner, kita tidak tahu etika, cara makan, atau alat mana yang digunakan sehingga akan minder,” jelas Ferlina.

Table manner juga penting kala memasuki dunia kerja. Biasanya kita akan diundang dalam jamuan makan formal dan resmi untuk mengakrabkan hubungan dengan mitra bisnis atau klien. Perilaku dan etika yang dilakukan selama menikmati hidangan tentu akan menjadi penilaian tersendiri. Ferlina yang juga merupakan Staf Hotel di Yogyakarta memberi keterangan bahwa table manner sangat bersinggunggan dengan profesinya. “Karena saya kerja di hotel, tentu harus paham mengenai table manner. Dalam dunia hotel pasti sering menghadiri perjamuan makan dengan relasi atau bertemu tamu-tamu penting dari perusahan lain yang akan

kerja sama,” ungkapnya. Bukan hanya untuk orang yang menghadiri jamuan, table manner juga penting bagi pihak penyelenggara. Misalnya, hotel dan restoran. Table manner berfungsi untuk menghadirkan pengalaman makan yang utuh dan berkesan bagi para tamu. Ketika suatu restoran dan hotel dikenal memiliki pelayanan yang baik maka akan meningkatkan citranya di mata konsumen. Di sisi lain, bagi pelajar, table manner sudah mulai dipelajari untuk mempersiapkan karir mereka. Enggar Larasati misalnya, salah satu siswa SMK Jurusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran (OTKP) mengungkapkan bahwa pelatihan table manner merupakan agenda rutin setiap tahun di jurusannya. “Menurut saya table manner ini penting. Saking pentingnya, siswa di Jurusan OTKP SMK Negeri 1 Bantul selalu mengadakan pelatihan setiap tahun. Table manner ini membantu kita dalam hal sopan santun di atas meja makan. Dengan memahami hal tersebut, kita bisa bersikap dan menjaga profesionalisme dalam situasi apapun,” terang Enggar.

Table manner di Jurusan OTKP bertujuan untuk memberikan pengetahuan tata cara perjamuan resmi internasional. “Table manner ini masuk dalam materi pelajaran humas. Tujuannya mempelajari etika makan secara internasional dan berguna untuk mempersiapkan lulusan Administrasi Perkantoran yang akan menjadi tenaga profesional,” imbuh Enggar. Siswa Jurusan OTKP tersebut juga memberikan informasi mengenai pedoman makan internasional yang didapatkan saat pelatihan table manner. Berikut pedoman cara makan Internasional dari Guidelines Book Table Manner yang dikeluarkan oleh Hotel Jayakarta:

47


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

1. 2. 3. 4. 5.

6.

7.

Duduk dalam posisi yang nyaman. Tidak terlalu jauh maupun dekat dengan meja. Ambil guest napkin yang sudah disediakan dan letakan di pangkuan. Tidak perlu dilebarkan, cukup separuh saja. Air es yang terletak di sebelah kanan bisa diminum untuk melicinkan tenggorokan. Roti dan mentega disajikan di sebelah kiri di B&B plate. Roti ini disajikan untuk menunggu hidangan lain siap disajikan. Cara memakannya cukup dicuil kemudian diolesi mentega dan langsung dimakan. Hidangan pertama adalah hidangan pembuka (appetizer). Cara memegang garpu appetizer yaitu dengan posisi telunjuk di atas garpu. Berfungsi untuk menusuk makanan dan menggulung sayuran. Setelah selesai makan, garpu diletakan di atas lepek/tatakan untuk menandakan hidangan appetizer sudah selesai. Hidangan kedua adalah hidangan utama (main course). Alat yang digunakan adalah dinner knife (pisau) dan dinner fork (garpu). Cara memegang pisau yaitu telunjuk lurus ke depan. Sedangkan pisau, ada di dalam telapak tangan. Untuk garpu, ujung jari lurus ke dalam. Fungsi garpu untuk menusuk daging dan pisau untuk mengiris bukan memotong. Mengiris daging tidak perlu besar-besar. Untuk sayuran bisa ditusuk menggunakan garpu. Setelah selesai, pisau dan garpu diletakan lurus sejajar di sebelah kanan. Hidangan ketiga adalah hidangan penutup (dessert). Alat yang digunakan untuk jenis kue dan buah menggunakan dessert fork (garpu). Es krim menggunakan sundae spoon (sendok es krim). Setelah selesai digunakan, letakan di sisi sebelah kanan.

Table manner bukan sekadar aturan dan cara bersikap di meja makan. Namun, sebagai media komunikasi nonverbal yang kuat antara tamu dengan para pelayan. Contohnya:

48

Alat makan vertikal di samping kanan dan dkiri piring menandakan siap untuk memulai makan.

Alat makan menyilang tandanya siap untuk hidangan berikutnya.

Alat makan sejajar horizontal menandakan bahwa makanan memuaskan.

Menandakan bahwa orang tersebut sedang mengambil jeda dan masih berniat melanjutkan makannya nanti.

Posisi garpu dan pisau menyilang dengan pisau menusuk garpu menandakan tidak menyukai hidangan.

Posisi garpu dan pisau menghadap angka jam 12 menandakan sesi makan selesai.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Dari pedoman di atas bisa dilihat bahwa table manner ini lebih mengambil budaya barat. Berbeda dengan Indonesia yang menganut budaya Timur. Karena itu, sebagian masyarakat Indonesia masih merasa asing dengan table manner ini. Sesuai dengan sejarahnya, table manner pertama muncul pada 1533 di Prancis. Awalnya para bangsawan Prancis masih memakan daging menggunakan tangan mereka yang berminyak. Kemudian setelah Catherine de’Medici menikah dengan raja Henry II, ia mengenalkan tata cara makan kepada para bangsawan. Aturan ini yang dikenal sebagai table manner pada masa sekarang.

Dengan belajar table manner, budaya yang berbeda masih bisa menyatu di meja makan. Selain itu, dapat membantu memperkaya kehidupan personal dan profesional dalam karir maupun bisnis. Berbekal ilmu etika di meja makan, bisa mengubah rasa minder menjadi rasa percaya diri sebab sudah paham cara bersikap di berbagai situasi. (Manggarani Setyaningrum) Editor: Syiva Pamuji Budi Astuti

49


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Relasi Warmindo dengan Para Mahasiswa Yogyakarta

Pekerja Warmindo sedang membuat pesanan untuk pelanggan. (Sumber: Annisa Hasna Dhiyaa Ulhaq) ukan mahasiswa rasanya kalau tidak berjualan bubur kacang ijo yang dipangtahu kios yang satu ini. Ya, burjo na- gul dengan cara berkeliling kampung. manya. Kios yang juga dikenal dengan Lalu setelah kemerdekaan, Rurah Salim sebutan Warmindo ini memang sangat lantas beralih dengan membuka kios. populer di kalangan mahasiswa. Bur- Pada saat itu, bubur kacang ijo buatannya jo atau Warmindo identik dengan harga sangat digemari warga Yogyakarta. Rumurah dan sajian yang sesuai dengan li- rah Salim menamai kiosnya dengan Burdah anak kos. Kios yang identik dengan jo sehingga memberi citra pada orangpedagang sunda ini merajalela pada se- orang bahwa kios itulah yang menjual tiap sudut Kota Pelajar. Karena itu, ke- bubur kacang ijo. Kala itu, Warung Burjo beradaannya mudah ditemukan. benar-benar murni hanya menjual bubur kacang ijo. Rurah Salim, seorang warga Kuningan, Jawa barat merupakan pencetus pertama Pada tahun 90-an, tren Warung Burjo warung burjo. Tepat dua tahun sebelum mulai beralih dengan berjualan mi inkemerdekaan atau pada tahun 1943, Ru- stan. Beberapa kios pun mengganti nama rah Salim merantau ke Yogyakarta un- warung Burjo menjadi Warmindo yang tuk mencari peruntungan. Ia mencoba merupakan akronim dari Warung Makan Indomie.

B

50


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

“Pertama kali mendengar Warmindo saat masuk kuliah. Pada saat itu, diajak temanteman buat makan di sana,” kata Ichvan, salah satu mahasiswa rantau dari Kulon Progo saat diwawancarai pada Jumat (8/4/2022). Warmindo menjadi pilihan utama bagi mahasiswa ketika hendak mencari tempat untuk makan. “Warmindo menjadi satu hal penting khususnya bagi mahasiswa rantau seperti saya ini,” ujar Ichvan.

Saat ini, burjo telah bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Burjo yang selama ini lekat dengan citra warung makan sederhana, kini banyak melakukan pembaruan tempat, menu makanan, sampai dengan hiburan.

Terdapat berbagai rekomendasi Warmindo favorit di Jogja. Mulai dari Maharasa 19 Condongcatur, Andeska 05 Seturan, Motekar 7 Tamantirto, Borneo Seturan, Sangkuriang Deresan, hingga Burjo Murni Menurut Ichvan, Warmindo bukan sekadar Baciro. warung makan. Namun, menjadi tempat untuk menongkrong. Selain tempatnya yang (Annisa Hasna Dhiyaa Ulhaq) cukup nyaman, Warung Burjo memiliki Editor: Syiva Pamuji Budi Astuti banyak varian menu yang bisa dipilih. Mulai dari nasi telur, mi goreng dan rebus, nasi sarden, magelangan, hingga mi dok-dok. Azwan, mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis UPN “Veteran” Yogyakarta mengatakan bahwa burjo menjadi tempat makan favoritnya karena harganya yang relatif murah. “Burjo bisa dikatakan menjadi salah satu gaya hidup mahasiswa di Jogja karena tiap menongkrong ya harus di situ,” ujar Azwan.

51


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Gifood: Inovasi Pemecah Masalah

M

Limbah Pangan Masa Kini

ulai tahun 2015, perubahan iklim dan penanganannya menjadi agenda internasional yang tertuang dalam sustainable development goals pada poin ke-13 dari 17 indikator. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemanasan global yang dapat merusak ekosistem bumi. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa pemanasan global bersumber pada penggunaan bahan bakar fosil dan polusi yang dihasilkan. Namun, ada faktor lain yang menyumbangkan tingkat polusi tinggi dan jarang disadari oleh kebanyakan orang, yaitu limbah makanan. Sampah dan proses produksi makanan menghasilkan berbagai emisi, seperti karbon dioksida dan metana yang dapat mempercepat perusakan ozon. Menurut Badan Ketahanan Pangan, Indonesia menghasilkan sampah makanan setidaknya 1,3 juta ton setiap tahun. Problematika tersebut kemudian menggerakkan anak bangsa untuk berinovasi dengan menciptakan platform Gifood. Nama tersebut merupakan kependekan dari kata give (memberi) dan food (makanan). Platform ini merupakan media yang menghubungkan orang-orang untuk saling berbagi makanan berlebih. Gifood juga lahir atas misi kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan pangan orang yang membutuhkan. Gifood didirikan pada pertengahan tahun 2017 oleh mahasiswa UGM, Fathin Naufal. Inisiasi pendirian Gifood berakar dari banyaknya sisa makanan saat diadakan acara kemahasiswaan yang diikutinya. Naufal mengembangkan Gifood melalui kerja sama yang dilakukan dengan mahasiswa AMIKOM.

52

Logo Gifood. (Sumber: Gifood.id)

“Banyak juga orang yang membutuhkan makanan, tetapi tidak ada penghubungnya. Lalu dengan inisiasi Mas Naufal akhirnya membuat Gifood agar makanan yang berlebih dapat tersalurkan kepada orangorang yang membutuhkan,” tutur Azka, salah satu pengurus Gifood. Gifood pertama kali dirintis oleh empat orang. Fathin Naufal dan Azka Yahdiyani Putri sebagai konseptor. Sedangkan Rizky Hidayat dan seorang rekannya, membawahi pengembangan situs web. Pada tahun 2019, Gifood memiliki badan hukum yaitu PT Inovasi Teknologi Kebaikan yang digunakan untuk bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Terdapat berbagai penghargaan yang berhasil diraih oleh Gifood. Mulai dari Silver Award ASEAN ICT Award 2018, Winner & Best General Category App Telkom Hackathon 2018, Winner Ideas 4 Action National Region, hingga Tanoto Foundation & Wharton School 2018. Meski demikian, perjalanan Gifood sempat terhenti pada awal pandemi. Gifood vakum selama kurang lebih satu setengah tahun. Hingga akhirnya mulai kembali beroperasi pada tahun 2022 di bawah kepemimpinan Azka Yadhiyani. Proses penyaluran makanan. Karena itu, Azka mengaku harus kembali mer(Sumber: Instagram @gifood.id) intis Gifood dari nol. Azka menjabat sebagai Gifood menggunakan dua platform, Ketua Komunitas dan dibantu oleh rekan-reyaitu Line dan situs web. Awalnya, kan yang direkrut dengan sistem sukarela. Line digunakan sebagai uji coba sembari menunggu hasil observas “Program sukarelawan ini terbuka untuk dari pengembangan situs web. Tern- anak sekolah, mahasiswa, atau pekerja proyata antusias pengguna khususnya fesional. Kemarin, kami berhasil merekrut di Yogyakarta cukup besar. Faktor salah satu mahasiswa Jerman asli Indonependukungnya ialah Line yang se- sia yang tinggal di Jakarta. Jadi, semua dapdang marak digunakan oleh ma- at terlibat melalui program ini,” ujar Azka. hasiswa pada tahun 2017. Mereka menerima informasi dari giver dan Kini Gifood kembali hadir dengan promenyebarkan info tersebut melalui gram baru yaitu aksi sosial. Program tersebut merupakan langkah untuk untuk menLine. gaktifkan Gifood dengan mendorong pengenalan kepada publik. Selain itu, juga “Dari Line, siapapun yang mengakan diluncurkan program kolaborasi yang etahui informasi bisa langsung disusul dengan uji coba pada Ramadan 2022. mengambil makanan tersebut. Ketika berbagi makanan, kita akan menuliskan secara lengkap nama Azka berharap Gifood dapat menyelamatmakanan, jenis, perlu membawa kan makanan berlebih sehingga tidak terwadah atau tidak, paling lambat di- buang sia-sia. Dengan demikian, dapat ikut ambil dan dikonsumsi kapan, serta membantu orang yang mengalami kelaparan. “Saya berharap Gifood dapat tetap terus alamatnya,” jelas Azka. berlanjut meski saat ini belum ada investor Sedangkan sistem kerja pada situs dan kondisi keuangan belum stabil. Namun, web, melalui pendaftaran. Karena semoga tetap dapat memberikan dampak itu, publik yang menerima pesan ha- pada masyarakat Yogyakarta,” tutur Azka. nyalah orang yang sudah melakukan registrasi. 53


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Dalam kepemimpinannya, Azka juga membuka akses pada Instagram untuk memberikan informasi. Walaupun begitu, hal ini dirasa kurang maksimal karena sebagian pengikutnya bukan masyarakat Jogja yang menjadi target utama. Untuk mengatasi permasalahan ini, Azka turut memilih platform WhatsApp yang terbuka bagi penerima maupun pemberi makanan. “Kalau untuk wilayah Jogja sendiri mungkin kurang dikenal oleh warga lokal. Namun, jika di kancah nasional justru lebih dikenal karena kami dahulu sering mengikuti kompetisi,” jelas Azka. Hal tersebut selaras dengan hasil mini survei yang dilakukan oleh Tim Suarasikap. Dari 23 responden yang mayoritas asal Yogyakarta, hanya 4,3% saja yang mengetahui Gifood. Salah satu responden, Alfareiz Saubil Haq mengaku optimis dengan kehadiran Gifood. “Dengan adanya Gifood maka akan semakin mengurangi sampah makanan,” ungkapnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Octafian Suryo yang mengaku baru mendengar mengenai platform ini. “Terobosan yang dilakukan sangat bagus untuk mengurangi makanan berlebih. Semoga dengan adanya Gifood ini akan lebih banyak orang yang sadar akan pentingnya lingkungan,” pungkasnya. Infografik pengetahuan masyarakat akan adanya Gifood. (Sumber: Diah Rahayu Agustin)

54

(Diah Rahayu Agustin) Editor: Syiva Pramuji Budi Astuti


OPINI

MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Meneropong Quo Vadis Pers Mahasiswa

Kegiatan Musyawarah Kerja Nasional XIV PPMI di Yogyakarta, (24-27/2/2022). (Sumber: Arinda Qurnia Yulfidayanti) “Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk jadi manusia merdeka.” (Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran).

Di kalangan persma pun masih senada. Riset yang dilakukan Badan Pekerja Advokasi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) menunjukkan 88 dari 108 persma pernah mengalami tindak kekerasan pada 2016. Bahkan terdapat 33 kasus represi persma sepanjang 20172019. Padahal sudah jelas bahwa kemerdekaan pers telah dikokohkan konstitusi Undang-Undang No. 40 Tahun 1999.

Jawaban atas pertanyaan quo vadis alias ke mana arah gerak pers mahasiswa (persma), rasa-rasanya dapat ditarik dari kutipan di awal tulisan ini. Ya, merdeka. Sudah sepatutnya kehadiran pers adalah bukti demokrasi, merdeka dalam berPasal 2: “Kemerdekaan pers adalah sasuara. Apalagi persma seharusnya leblah satu wujud kedaulatan rakyat yang ih bisa menjaga independensi, lantaran berasaskan prinsip demokrasi, keadtidak terintervensi unsur komersialisasi. ilan, dan supremasi hukum.” Memasuki lebih dari tiga per empat abad pascaproklamasi, implementasi diksi merdeka masih acap kali terdistraksi. Merdeka seolah menjadi pilihan idealis yang sulit terealiasikan bagi organisasi pers. Melansir data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dalam kurun 2017-2021 terdapat 315 kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Pasal 4: “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.” Sebelum lebih jauh, konsep menyoal persma perlu dipegang teguh. Hakikatnya persma berdinamika layaknya pers secara umum. Dua hal yang setidaknya jadi pembeda adalah cakupan dan 55


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

perlindungan. Cakupan persma tentu pada kodrat habitatnya yakni lingkungan kampus. Sayangnya, presma tidak disokong perlindungan sekuat pers nasional. Pada Jurnal Dewan Pers Edisi 14/Juni 2017, persma bagaikan petarung tanpa pedang. Dewan Pers mengkotakkan persma pada kuadran kedua bersama jajaran media komunitas, keagamaan, kehumasan, dan mereka yang belum lolos verifikasi.

digarisbawahi adalah persma utamanya menyangkut isu kampus. Namun, moral mahasiswa menghalalkan pengawalan isu yang lebih luas. Banyak disrupsi di era kelimpahan, kemudahan produksi, hingga distribusi informasi. Persma harus menjawab tantangan ini dengan proses pengolahan fakta sesuai kaidah kerja jurnalistik. Pemaparan data yang relevan dan kredibel menjadi penyulut integrasi opini publik. Seyogyanya karya persma tak hanya murni menghibur, tetapi menyiratkan suatu misi.

Persma memang diakui menjalankan standar jurnalistik serta kode etik sehingga bersifat positif dan terpercaya. Namun, ketika konflik pemberitaan meradang di tubuh persma, penawar dari Dewan Pers hanya berupa teguran, ajudikasi, mediasi, atau penerbitan Surat Penilaian, Pendapat, dan Rekomendasi (PPR). Syahdan, di luar mekanisme ini persma harus bermazhab hukum pidana. Persma bernapas standar pers yang LPM Sikap pada peliputan Aksi Peringatan sama, kendati memikul beban dan tuntutan Awak Hari Tani, Jumat (24/9/2021) di simpang empat tanpa perlindungan. Sekali lagi, mengam- UPNVY. (Sumber: Arinda Qurnia Yulfidayanti) bil kutipan catatan Gie pada 12 Desember 1959: Secara historis, persma bergaung sebagai pergerakan mahasiswa. Kondisi dewa“Potonglah kaki tangan seseorang lalu sa ini, persma dihadapkan pada pilihan masukkan di tempat 2 x 3 meter dan beri- sulit. Lagi-lagi, jika menarik kutipan di lah kebebasan. Inilah kemerdekaan pers di awal tulisan, persma seolah menghadapi Indonesia.” (Catatan Seorang Demonstran) kedua pilihan itu. Tindak represi menjadi momok untuk persma menyingkap berbBagir Manan, Ketua Dewan Pers 2010- agai wujud tirani. Walhasil persma seolah 2013, menuliskan lima fungsi utama pers apatis karena cenderung menarik diri dari merdeka. Pertama, fungsi informasi. Se- isu-isu sensitif. lanjutnya fungsi pencerahan atau pendidikan. Ketiga, fungsi politik pers mencakup Belum lama ini–pertengahan Maret 2022– sebagai alat kontrol/kritik, pembentuk opini LPM Lintas IAIN Ambon mengalami publik, dan checks & balances. Keempat, tindak kekerasan dari orang tidak dikefungsi kemanusian dengan memihak kaum nal dan pembredelan oleh Rektor. Reprmarginal. Kelima, fungsi hiburan. esi ini dipicu penerbitan majalah yang bertajuk IAIN Ambon Rawan KekerasPada fungsi-fungsi ini hal yang dapat an. Tindakan ini tersorot sebagai bentuk pembungkaman atas kekritisan persma. 56


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

Pihak kampus yang sepatutnya menjadi tidak ditegakkan terjadi konflik kepentintempat bernaung, justru terkesan buas ka- gan yang sedikit banyak memengaruhi obrena langsung menikam jantung persma. jektivitas tulisan. Dilematik lain yang dialami ialah menyangkut finansial. Persma juga merupakan organisasi yang harus terus berdinamika secara tidak cuma-cuma. Perkara regenerasi, peliputan, produksi berita, hingga percetakan karya perlu biaya. Tidak semua kampus ringan tangan menafkahi kehidupan persma. Tak jarang pula mereka berkenan mengucurkan sejumlah dana dengan pesan titipan tidak boleh mengkritik kampus. Pada konteks ini persma dihadapkan pada opsi mengikuti arus atau melawannya. Kehidupan mahasiswa di kampus kerap disebut sebagai miniatur negara. Suprastruktur kampus dalam bingkai trias politica dipegang oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai fungsi eksekutif. Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) atau Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) dengan fungsi legislatif. Sementara fungsi yudikatif, diperankan Mahkamah Mahasiswa (MM). Singkat kata, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) berlaku sebagai salah satu bagian infrastruktur.

Berkaitan dengan relasi dengan suprastruktur, sejauh berdinamika di LPM Sikap sejak 2020, saya pernah merasakan hampir diusir dari forum konsolidasi mahasiswa. Cukup miris lantaran salah satu lembaga suprastruktur menolak kehadiran pers di forum publik. Ketegangan pasca-kejadian ini lantas merembet ke reporter lain, beberapa kali terjadi penolakan oleh pejabat suprastruktur saat proses peliputan. Lebih menggelitik ketika narasumber–yang juga mahasiswa berkuasa–meminta tinjauan tulisan sebelum diunggah. Tentu hal ini rawan intervensi. Memang masih banyak LPM lain yang diperlakukan lebih kejam. Akan tetapi, banyak pihak yang masih belum memahami kedudukan pers menjadi ironi tersendiri.

Jika sudah begini, beban persma meningkat lantaran harus lincah meliuk dari tembakan salah sasaran, tanpa tameng dan pedang. Namun, harus mampu menghunus nurani pergerakan. Pada akhirnya persma lantas tersegmentasi dalam berbagai karakteristik, cara, bentuk, dan fungsi mana yang ingin ditonjolkan sebagai lembaga pers. Beberapa persma menegaskan diri Pun layaknya negara, konsep ini dalam pada pengawalan isu perlawanan skala pelaksanaannya rawan tumpang tindih. akbar. Beberapa yang lain secara lebih Idealnya para awak persma secara tegas tenang menawarkan pencerahan. memisahkan diri dari organisasi politik praktis lain. Manifestasinya tidak semua Apakah lantas mahasiswa kedokteran persma mampu mendeklarasikan syarat yang mewartakan isu kesehatan secara ini, salah satunya LPM Sikap sendiri. Ket- sains yang memerangi konspirasi selama idakberanian menegakkan syarat ini di pandemi, bukanlah sebuah pergerakan antaranya khawatir mengurangi kuantitas persma? Atau mahasiswa pujangga yang anggota, terlebih napas LPM masih teren- mengawinkan kritik, jurnalistik, dan sasgah-engah. Simalakama, jika syarat ini tra yang memantik orang menemukan 57


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

esensinya sebagai manusia, bukan pergerakan persma pula? Hal ini bukanlah wujud gembosnya gairah persma, justru menjadi konsiderasi elemen yang saling mengisi. Banyak isu yang perlu diakomodir oleh persma sehingga sah-sah saja jika persma mengawal suatu isu sesuai kapasitas atau sudut pandang disiplin ilmunya. Persma secara merdeka menentukan arah, bentuk, dan cara pergerakannya. Selama menjejaki idealisme, mekanisme kerja, dan kode etik jurnalistik maka sepatutnya persma yang merdeka dari intervensi dan represi adalah harga mati. Dinamika LPM Sikap reborn yang genap berusia tujuh tahun pada 17 Mei 2022 ini masih fluktuatif. Persma di selingkung Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta ini masih ditempa berbagai tantangan untuk tetap bertahan. Mampu meregenerasi dan memproduksi berita secara konsisten selama dua tahun pandemi

58

memang sebuah pencapaian. Hanya saja masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. LPM Sikap memang memiliki gaya tersendiri, yakni berusaha mengembangkan diri dengan jurnalisme multimedia. Kiranya fungsi informasi dan pencerahan menjadi tonggak utama pemberitaan di beberapa tahun terakhir. Menengok riwayat terdahulu, terekam beberapa kali LPM Sikap menjadi watchdog yang mengutuk praktik kebijakan kampus atau isu sosial yang tidak inklusif. Semangat ini yang perlu dibangkitkan lagi, setidaknya sebagai penegasan bahwa hakikat persma selaku pengawas sosial dan bukan penjaga citra instansi. Panjang umur hal-hal baik, panjang umur LPM Sikap! (Arinda Qurnia Yulfidayanti) Editor: Delima Purnamasari


MELAMPAUI KENIKMATAN RASA

59


Supported:

Sponsored:


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.