Opini

Page 1

II-MEI 2016

OPINI SALING MENYALAHKAN TAK AKAN HENTIKAN PEMERKOSAAN oleh : Alif Gusti Mahardika

Ideologi dasar negara Indonesia yakni Pancasila, terutama sila kedua nampaknya belum diimplementasikan dengan baik oleh segenap bangsa. Kemanusiaan yang beradab, seolah hanya menjadi semboyan belaka. Maraknya kasus pemerkosaan wanita, terutama yang di bawah umur menjadi buktinya. Nasib tragis YY di Bengkulu yang diperkosa lalu dibunuh oleh belasan remaja pria yang mabuk dan pencabulan belasan anak di bawah umur oleh pengusaha di Kediri menjadi ujung dari gunung es sejumlah kasus tak terungkap lainnya. Berdasarkan Catahu (Catatan Tahunan) 2016 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang dikeluarkan pada 3 Mei 2016 silam, data memaparkan bahwa dari 321.752 kasus, kekerasan seksual menempati urutan kedua yakni bentuk perkosaan sebanyak 2.399 kasus atau 72 persen, pencabulan sebanyak 601 kasus atau 18%, dan pelecehan seksual sebanyak 166 kasus atau 5 persen. Semua hanyalah dari ranah personal saja. Banyaknya kasus kekerasan seksual baik yang dilaporkan maupun tidak menjadi beban pikiran tersendiri untuk sebagian masyarakat. Kekhawatiran akan anak, saudara, kerabat, dan keluarga akan muncul mengingat bahaya yang mengancam dari segala arah, tanpa pandang bulu. Dan hal ini membawa pada pertanyaan; siapa yang salah? Perempuan yang menggunakan pakaian terbuka? Lelaki yang berotak mesum? Atau alkohol yang membutakan akal sehat manusia?

Salah siapa?

kan” kaum lelaki dalam kasus pemerkosaan. Memang benar, mayoritas kasus pemerkosaan terjadi pada kaum perempuan dan dilakukan oleh lelaki. Namun pada kenyataannya, tidak semua korban perkosaan merupakan perempuan saja.

but sudah setara, sebagian menganggap seharusnya pelaku dihukum mati, namun ada pula yang menganggap hukuman kebiri melanggar hak asasi manusia.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsyi merupakan salah satu Tim riset Terri Fisher di Ohio State Uni- yang menyangsikan hukuman tersebut. Dilansir dari versity melakukan penelitian yang hasilnya me- beritasatu.com, ia mengatakan bahwa hingga kini, ngungkapkan bahwa lelaki, umumnya remaja, belum ada kajian yang menyatakan kebiri dapat memikirkan seks 9 kali lebih banyak dibanding menghentikan tindak kekerasan seksual. “Kekerasan perempuan dalam sehari. Rata-rata, lelaki me- seksual adalah hal kompleks yang tidak bisa serta mikirkan hal berbau seks 19 kali per hari. Dari riset merta hilang dengan mengebiri pelaku,” ujarnya. tersebut, dapat disimpulkan bahwa meski ada lelaki yang menjadi korban pelecehan dan kekerasan Ia juga menyatakan bahwa rencana Perppu seksual, namun jika tidak diedukasi dengan benar, tersebut berpotensi melanggaar dua prinsip reformaka lelaki lah yang memiliki potensi terbesar masi, yakni HAM dan demokrasi. Pasalnya, kebiri untuk melakukan tindak penyimpangan seksual. akan menghilangkan hak seseorang untuk melanjutkan keturunan dan memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti yang dijamin dalam UUD 1945. Melihat pernyataan Fajri, tak heran jika ada sebagian masyarakat yang menyangsikan hukuman kebiri tersebut. Pemerintah baiknya mulai melancarkan “serangan balik” terhadap kekerasan seksual dalam bentuk apapun dan terhadap siapapun, dengan edukasi yang ribuan kali lebih gencar dari sebelumnya. Edukasi seksual pun seharusnya tidak lagi menjadi hal yang tabu dalam dunia pendidikan dan bermasyarakat. Bukan untuk melanggar budaya Timur yang sopan dan tertutup di Indonesia, namun lebih untuk menanggulangi dan beradaptasi dari kasus yang ada. Dan masyarakat, sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang berpegang teguh pada “kemanusiaan Namun baiknya tak perlu saling tunjuk jari dan yang adil dan beradab”, juga perlu turun tangan ke merasa suci sendiri. Kita sebagai masyarakat In- sosial mengenai kasus pemerkosaan dan kekerasan donesia pun turut andil dalam kerusakan moral ini. Tidak ada lagi saling menyalahkan, tidak lagi yang terjadi. Sifat ignorant yang kita miliki kerap menyalahkan benda mati, dan mulai mengedukali membawa kasus serupa terjadi berulang kali. kasi lingkungan terdekat. Dengan seluruh bang Kita perlu mengedukasi siapapun, tanpa pan- sa bergerak maju baik dari pola pikir dan hati nudang bulu, mengenai moralitas dan hak asasi manu- rani, maka kebejatan moral lantas akan hancur. sia. Agar siapapun, baik perempuan maupun lelaki, terhindar dari ancaman kebejatan moral. Jangan fokus terhadap siapa yang salah dan benar, tapi apa yang perlu dilakukan dengan benar, secara kolektif.

Tak dapat dipungkiri, sebagian masyarakat masih ada yang menyalahkan wanita, bahkan korban perkosaan dalam suatu kasus pemerkosaan. Baju yang terbuka dan “mengundang” menjadi dalih tuduhan. Ada pula sebagian masyarakat yang menyalahkan pihak ketiga, seperti alkohol dan narkotika. Kebiri bukan solusi Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Fahira Idris, seperti dilansir dari republika.co.id Dilansir dari tempo.co, presiden Joko Widomengatakan kejadian seperti kasus YY akan terus berulang jika tidak ada larangan terhadap distri- do dalam rapat terbatas tentang pencegahan kebusi, produksi, dan konsumsi alkohol di Indonesia. kerasan terhadap anak di Istana Kepresidenan, Rabu (11/5) silam menyatakan bahwa pemerintah akan Sementara itu, tidak sedikit pula yang meny- segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengalahkan kaum lelaki atas maraknya pemerkosaan di ganti Undang-Undang (Perppu) tentang hukuman Indonesia. Ikon musik remaja tahun 90an, yang juga kebiri untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak. frontman dari grup musik Nirvana, Kurt Cobain daPeraturan tersebut, dinyatakan oleh Mentlam wawancaranya dengan NME Magazine menga- takan, “The problem with groups who deal with rape eri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebuis that they try to educate women about how to defend dayaan Puan Maharani, telah dibahas dengan sethemselves. What really needs to be done is teaching jumlah menteri, antara lain Menteri Agama, Menteri men not to rape. Go to the source and start there.” Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Hukum dan Ham, serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lelaki yang dikenal sebagai seorang femHal tersebut sontak mengundang perhatian inis, yang juga merupakan kiblat gaya hidup dari remaja era 90an bahkan ikut “menyalah- masyarakat. Sebagian menganggap hukuman terse-

REDAKSI

Pempimpin Redaksi Michael Christy Gunawan Redaksi Pelaksana Aretyo Jevon P. Editor Pandji Desain & Layout Michael Christy Gunawan Reporter & Fotografer Michael Christy Gunawan Aretyo Jevon P. Pandji Septo


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.