TOR Seri Diskusi “Pengantar Kompleksitas Sosial”

Page 1

1

TOR Seri Diskusi

“Pengantar Kompleksitas Sosial” Disusun oleh Rolan M. Dahlan, Peneliti Dept. Ekonomi Evolusioner, Bandung Fe Institute Twitter: @rolan_md

No.

Topik

1. Pengantar ke Kompleksitas Sosial

Deskripsi Ilmu sosial tidak lebih mudah daripada ilmu alam. Dinamika seorang manusia jauh lebih kompleks dari pergerakan atom dalam sistem fisis. Gerakan 3 objek fisis secara bersamaan dapat melahirkan tingkat kerumitan yang sangat tinggi, apalagi sekumpulan manusia yang memiliki preferensi yang begitu heterogen. Namun sayangnya, pendekatan sosial yang ada selama ini, yang banyak mengadaptasi perkembangan matematika dan fisika konvensional, tidak mampu mengatasi tantangan tersebut. Kompleksitas adalah buah dari perkembangan studi matematika dan fisika yang berkembang pesat dalam 30 tahun terakhir ini. Perspektif ini bersumber dari teori chaos: sebuah perspektif yang melihat objek sebagai sebuah sistem yang sangat tergantung kepada kondisi awal dan sangat sensitif terhadap perubahan yang mengganggunya. Kompleksitas memandang sistem sebagai sebuah sistem yang senantiasa berubah secara dinamis dan adaptif. Ia memandang sistem berubah secara iteratif dan mengikuti similaritas tertentu dalam tiap iterasinya: sangat tergantung kepada kondisi awal iterasi dan sangat peka terhadap gangguan di mana tiap gangguan kecil dapat mengakibatkan perubahan besar yang muncul (emergence), tak dapat diprediksi secara linier dari pola analisis biasa. Perkembangan teknologi komputer telah memungkinkan analisis komputasional yang begitu rumit. Prinsipnya adalah bagaimana melahirkan struktur masyarakat dalam sebuah sistem simulasi komputasional (artificial society). Dari sini kita akan dapat membuat berbagai eksperimen yang berkaitan dengan sistem sosial tersebut: bagaimana ia merespon sebuah gejolak eksternal, struktur apa yang muncul (emergence), bagaimana hubungan antar variable pada level yang berbeda dan lain sebagainya. Fenomena sosial akan dapat ditelisik secara lebih mendalam dengan menggunakan metode ini. Perspektif ini sangat berbeda dengan metode konvensional yang berupaya mengukur semua faktor secara kuantitatif dan membuat model statistikanya secara tergesa-­‐gesa, seolah sistem sosial adalah sistem yang linier. Perspektif


2

2. Menuju Teori Evolusi Budaya: Memetika dan Kompleksitas Budaya

kontemporer tersebut memberikan peluang bagi kita untuk dapat menarik struktur permasalahan ke dalam komputer, untuk kemudian mensimulasikan dan melihat faktor besar yang mungkin muncul (emergence), sehingga kita dapat diantisipasi realitas masyarakat yang dapat terjadi. Sistem sosial tidak hanya bersifat dinamik tetapi juga evolutif, ia berupaya mencari daerah-­‐daerah optimum sehingga dapat berjalan secara efektif. Perspektif kompleksitas menyadari adanya variasi kondisi inisial, faktor budaya, ekonomi, sosial dalam sistem sosial. Untuk itu, permasalahan sosial harus dijawab secara spasio-­‐temporal karena tingginya sensitivitas sistem sosial tersebut. Perspektif kompleksitas menawarkan berbagai pendekatan terbaru untuk mengatasi tantangan ini, seperti: sistem pemprograman paraler terdistribusi, geometri fraktal, otomata selular, persamaan differensial non-­‐linier, teori permainan evolusioner, algoritma genetika, mekanika statistik, jejaring saraf buatan, fuzzy logic dan lain sebagainya. Implementasi perspektif kompleksitas telah memberikan berbagai perkembangan yang sangat signifikan dalam eksplorasi kajian sosial, mulai dari ekonomi, budaya hingga analisis politik. Indonesia tidak hanya memiliki mewarisi diversitas geografis dan biologis yang sangat tinggi, tetapi juga keragaman kultural yang ada di dalamnya. Ada begitu banyak variasi bahasa, motif, lagu daerah, tarian, senjata, obat-­‐obatan, desain rumah adat yang sangat tinggi di bumi Nusantara. Lalu, bagaimanakah metodologi untuk mengeksplorasi keragaman kultural tersebut? Pada sesi ini akan dipresentasikan penggunaan perspektif memetika dalam mengkaji kompleksitas budaya. Memetika adalah sebuah pendekatan yang berkembang dalam tradisi neo-­‐Darwinian untuk memodelkan evolusi budaya berdasarkan konsep meme. Ia diperkenalkan pertama kali oleh Richard Dawkins. Ahli biologi Inggris ini melihat bahwa budaya tersusun atas unit-­‐unit yang dapat mereplikasi dirinya sendiri atau meme. Konsep meme di budaya tersebut analog dengan gen di biologi. Dawkins dalam bukunya “The Selfish Gene” (1976) menyebutkan bahwa meme merupakan suatu unit informasi yang tersimpan di otak dan menjadi unit replikator dalam evolusi kultural manusia. Ia dapat berupa ide, gaya berpakaian, tata cara ibadah, norma dan aspek kultur lainnya. Para peneliti di Bandung Fe Institute lalu mengembangkan sebuah formalisasi dari konsep memetika di atas ke dalam suatu proses algoritmik. Dari proses ini, meme kemudian dapat di simulasikan secara komputasional. Salah sata metode eksplorasi kebudayaan yang berhasil dikembangkan adalah pendekatan pohon filomemetika (analog dengan pohon filogenetika dalam studi biologi). Data-­‐data kebudayaan diekstrak secara statistik sehingga menjadi sebuah struktur memepleks tertentu. Struktur ini lalu ditranformasikan menjadi matriks homologi kemudian menjadi


3

3. Ber-­‐ekonomi dengan Ekonofisika

matriks jarak. Selanjutnya, data jarak artefak diteruskan ke proses pengklusteran yang dalam kasus ini menggunakan berbagai jenis, seperti algoritma UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmatic Mean). Pada tahap ini, kita telah memperoleh grup-­‐grup artefak, untuk kemudian dikembangkan pengkladistikan meme-­‐nya atau yang kita sebut di atas sebagai pohon filomemetika. Hingga saat ini Bandung Fe Institute telah berhasil mengkonstruksi pohon filomemetika batik, lagu dan bangunan tradisional hingga evolusi telepon genggam seluler. Pendekatan ini telah menghasilkan kemajuan yang sangat signifikan. Pada studi biologi kita telah mengenal konsep rekayasa genetika, yang menggunakan teknik-­‐teknik manipulasi gen, klonning hingga teknologi rekombinasi DNA dapat menghasilkan produk biologi baru. Pendekatan memetika memungkinkan hal yang sama dapat dilakukan dalam budaya, atau dikenal dengan istilah rekayasa memetika. Hingga saat ini teknologi rekayasa memetika telah berhasil dilakukan pada lagu tradisional dan batik. Buku-­‐buku teks ekonomi mainstream menempatkan Stanley Jevons, Leon Walras, Francis Ysidro Edgeworth dan Vilfredo Pareto sebagai tokoh yang menjadikan ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu matematika yang ketat. Namun sayangnya, kebanyakan buku-­‐buku teks ekonomi cenderung mengabaikan sejarah di balik pemikiran tersebut, sehingga para ekonom banyak yang tidak mengetahui hubungan antara ekonomi neoklasik dan studi mekanika klasik dalam ilmu fisika. Jika kita membaca sejarah dan karya asli keempat tokoh tersebut maka kita akan melihat hubungan yang sangat kuat antara ekonomi neoklasik dan studi mekanika abad 19. Keempat tokoh peletak dasar ilmu ekonomi modern tersebut semuanya dilatih sebagai insinyur. Mereka mencoba menjelaskan fenomena ekonomi dengan menggunakan konsep dan model-­‐model mekanika abad 19. Mereka mengadaptasi konsep-­‐konsep fisika klasik ke dalam ilmu ekonomi, seperti efisiensi ekonomi (dari konsep efisiensi mesin), konsep optimalisasi sumber daya (dari linear programming mekanika), konsep ekuilibrium pasar (dari ekuilibrium mekanika), konsep utilitas Jevons (dari konsep energi), dan seterusnya. Ilmu fisika terus menginspirasi perkembangan ekonomi pada fase selanjutnya, tidak hanya dalam kajian teoretis tetapi juga dalam kajian empiris. Para ekonom mengadaptasi dan mengembangkan konsep gerak acak Einstein dan proses Wiener untuk menjelaskan fenomena empiris ekonomi. Jan Tinbergen, Lawrence Klein, Paul Samuelson, Trygve Haavelmo, Harry Markowitz dan berbagai tokoh lainnya mendapatkan hadiah nobel ekonomi atas upayanya tersebut. Ilmu fisika dalam prosesnya kemudian terus berkembang. Wajah studi mekanika hari ini jauh lebih maju dibandingkan dengan mekanika abad 19. Fisika mengembangkan konsep-­‐konsep non-­‐linieritas, azas


4

4. Pengantar ke Politika Komputasional

ketidakpastian, kondisi non-­‐equilibrium, kondisi multiple equilibrium, konsep-­‐konsep entropi non extensive, dan berbagai metode komputasional kontemporer lainnya. Konsep gerak acak Einstein telah direformasi ulang dalam kajian mekanika statistik. Pada proses selanjutnya, beberapa orang fisikawan dan ekonomi mulai bekerja untuk mengimplementasikan konsep-­‐konsep fisika kontemporer tersebut dalam studi ekonomi. Gelombang ini akhirnya terinstitusionalisasi dalam “ekonofisika” pada decade 90-­‐an. Ada beberapa bidang analisis yang menjadi tempat bernaungnya ekonofisika, antara lain analisis statistik kontemporer (distribusi Levy, perlokasi, multifraktalitas dan sebagainya), sifat pengaturan diri sendiri (self-­‐ organized criticality), model-­‐model terapan spin-­‐glass, simulasi dari transisi kritis, hingga model-­‐model komputasi seperti jaring syaraf buatan, otomata selular, teori permainan evolusioner hingga analisis mikro simulasi. Penggunaan perspektif fisika kontemporer tersebut telah memberikan cakrawala baru dalam kajian ekonomi. Pada sesi ini akan dipresentasikan beberapa hal baru yang berhasil dieklorasi melalui kajian ekonofisika, yang sebelumnya tidak mampu ditelisik dalam pendekatan ekonomi konvensional. Sampai awal abad ke 20, ilmu politik didominasi studi institusi negara menggunakan pendekatan tradisional yang bersifat deskriptif dan kental dengan klaim nilai. Alih-­‐alih melakukan elaborasi mekanisme yang melandasi suatu fenomena politik, para ilmuwan politik sibuk melakukan justifikasi bagaimana seharusnya suatu proses politik terjadi berdasarkan kutipan pemikiran politik di masa lampau. Ini memicu munculnya gerakan protes yang dikenal sebagai revolusi behavioral di kalangan para ilmuwan politik Amerika sebagai wujud ketidakpuasan terhadap capaian saintifik dan metodologi yang mendominasi ilmu politik saat itu. Gerakan ini melahirkan pendekatan perilaku (behavioralism) sebagai paradigma baru ilmu politik, seperti Paradigma Perilaku (mazhab Columbia dan mazhab Michigan) yang mengedepankan pendekatan survei empirik, sementara mazhab Rochester menggunakan pendekatan game theory. Sementara itu pada era 70-­‐an muncul Paradigma Institusi Baru seperti rational institutionalism, historical institutionalism, dan sociological institutionalism yang melihat sistem politik sebagai inter relasi antara karakteristik institusional dan perilaku individu yang ada di dalamnya namun berbeda dalam memandang institusi, menghubungkan institusi dengan perilaku individu serta dinamika institusi. Politik memiliki dua dimensi, disatu sisi ia adalah sebuah aktivitas praktis, namun di sisi lain ia merupakan sains yang menjelaskan aktivitas praktis tersebut. Tantangan ilmu politik sejatinya adalah menjelaskan realitas aktivitas politik praktis tersebut. Namun pada kenyataanya sering ditemukan kesenjangan antara realitas fenomena politik yang muncul


5 dari aktivitas praksis manusia dan kapasitas ilmu untuk menjelaskan fenomena tersebut, atau lebih jauh untuk merekayasa sistem untuk memenuhi tugas normatif dari sains politik: memperbaiki keadaan yang ada. Hingga saat ini perkembangan konvensional dalam ilmu politik konvensional masih belum berhasil menjawab tantangan tersebut. Sains kompleksitas berusaha untuk berkontribusi dalam mengatasi tantangan tersebut. Pada perkembangannya, sains kompleksitas politik mampu membaca setiap fenomena secara “jujur” dan empirik tanpa terjebak dalam upaya mensimplifikasi permasalahan karena kecanggihan perangkat-­‐perangkat metodologinya yang mampu menangkap aspek-­‐ aspek kompleks dari sebuah sistem. Pendekatan ini lahir dari penggunaan analisis komputasi dalam studi politik. Wajah pendekatan politik komputasional terefeksikan dalam analisis pemodelan berbasis agen (agent-­‐based modeling), masyarakat buatan (artificial society), simulasi sosial (social simulation), pemodelan jaring saraf buatan (artificial neural network), algoritma genetika (genetic algorithm), memetika, dinamika sistem non-­‐linier, dan sebagainya. Penggunaan pendekatan ini komputasi dalam analisis politik mampu memberikan cakrawala baru dalam praksis politik. Kemenangan Barack Obama 2008 adalah wujud implementasi pendekatan kompleksitas dalam eksplorasi politik yang dimotori oleh Dan Ariely, Richard Thaler, Cass Sunstein dan Daniel Kahneman dalam Consortium of Behavioral Scientists. Saat ini, kajian politik komputasi behavioral adalah cutting edge dalam pendekatan analisis politik kontemporer, khususnya dalam kajian kampanye politik. Pada sesi ini juga akan dipresentasikan implementasi analisis politik komputasi behavioral yang dibuat oleh Bandung Fe Institute. Salah satu implementasi hasil penelitian terbaru adalah “robot analisis politik”, sebuah aplikasi yang akan diluncurkan akhir tahun ini di www.spektika.com. Aplikasi ini bekerja dengan menyedot informasi yang ada dari berita online secara otomatis. Informasi tersebut lalu diubah dalam bahasa formal dan kemudian diolah dengan algoritma komputer tertentu. Output dari aplikasi ini adalah ia mampu memberikan sebuah analisis politik secara komputasional, seperti mengukur derajat suhu politik secara makro, tingkat ketegangan aktor politik, merepresentasikan peta politik, menentukan aktor dan isu yang dominan, membuat fitur simulasi dan lain sebagainya. Kami percaya, “mendorong kemajuan sains politik dan saintifikasi dari proses praksi politik itu sendiri sejatinya merupakan sebuah langkah strategis dalam mengatasi carut-­‐marut politik yang ada di negeri ini”.


6 Berikut ini adalah daftar nama pembicara yang direncanakan akan menjadi pembicara dalam seri diskusi tersebut:

Nama Hokky Situngkir Rolan M. Dahlan Ardian Maulana Billy Franata Prof. Yohanes Surya *) Prof. Gede Rake *) Endo Suanda *) Prof. M. T. Zen *)

Institusi Dept. Sosiologi Komputasional, Bandung Fe Institute Dept. Ekonomi Evolusioner, Bandung Fe Institute Dept. Sosiologi Komputasional, Bandung Fe Institute Direktur Eksekutif www.spektika.com Board of Advisory, Bandung Fe Institute Guru Besar Teknik Industri ITB Ketua Yayasan Tikar Guru Besar Teknik Geofisika ITB

Twitter

Sesi

@quicchote

1, 2, 3, 4

@rolan_md

2, 3

@ardianeff

4

@bangbill

4 -­‐ -­‐ -­‐ -­‐

3 2 2 4 *) dalam konfirmasi

Adapun 10 referensi pengantar yang direkomendasikan bagi para pemula untuk seri diskusi tersebut, yaitu:

No.

Referensi

1

Situngkir, H (2004) Jalan Panjang Menuju Sosiologi Komputasional, URL: http://compsoc.bandungfe.net/intro/main.html ebook: http://evolitera.co.id/wp-­‐content/uploads/ebook/jalan-­‐ panjang-­‐menuju-­‐sosiologi-­‐komputasional.pdf Situngkir, H., Y. Surya (2008) Solusi Untuk Indonesia: Prediksi Kompleksitas/Ekonofisik, Penerbit Kandel. Miller, J. H., S. E. Page (2007) Complex Adaptive Systems: An Introduction to Computational Models of Social Life, Princeton University Press. Dawkins, R. (2006) The Selfish Gene: 30th Anniversary Edition, Oxford University Press. Situngkir, H., R. Dahlan (2009) Fisika Batik: Jejak Sains Modern dalam Seni Tradisi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama. Keen, S. (2002) Debunking Economics: The Naked Emperor of the Social Sciences , Zed Books. Situngkir, H., Y. Surya, Y. Hariadi, R. Suroso (2004) Aplikasi Fisika dalam Analisis Keuangan, Penerbit Sumber Daya MIPA. Mantegna, R., H. E. Stanley (2007) Introduction to Econophysics: Correlations and Complexity in Finance, Cambridge University Press Tesfatsion, L., K. Judd (2006) Handbook of Computational Economics: Agent-­‐ Based Computational Economics, Volume 2, North Holland. Saari, D. G. (2003) Basic Geometry of Voting, Springer.

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sesi 1 2 3 4 v

v

v

v

v

v

v

v

v

-­‐

-­‐

-­‐

-­‐

v

-­‐

-­‐

-­‐

v

-­‐

-­‐

-­‐

-­‐

v

-­‐

-­‐

-­‐

v

-­‐

-­‐

-­‐

v

-­‐

-­‐

-­‐

v

v

-­‐

-­‐

-­‐

v


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.