Laporan Kegiatan Freedom Institute periode Desember 2010 sampai November 2011

Page 1

LAPORAN KEGIATAN DES 2010 - NOV 2011


Daftar Isi Pengantar 3 Perpustakaan 6 Akademi Merdeka Indonesia 7 Replikasi Pelatihan Akademi Merdeka 8 Penghargaan Achmad Bakrie 2011 9 Diskusi Ekonomi Politik 10 Diskusi Sastra 11 Diskusi Publik 12 Diskusi Terbatas 13 Klub Sains 14 Kine Klub 15 Kuliah Umum 16 Lampiran I Daftar Kegiatan Freedom Institute 17 Lampiran II Kegiatan di website 23 Lampiran III Statistik Perpustakaan 76

Editor: Luthfi Assyaukanie Tata letak: Eru Gunawan Photographer: Rianto Dokumentasi: Perpustakaan Freedom

1

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Gedung Wisma Proklamasi Jl. Proklamasi No.41 Menteng Jakarta Pusat 10320

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

2


PENGANTAR ejak menempati gedung baru di Jalan Proklamasi, Freedom Institute terus memperbanyak kegiatan serta memperluas jaringan. Dengan fasilitas yang lebih baik, Freedom Institute menyelenggarakan berbagai kegiatan rutin se perti diskusi publik, ceramah, dan workshop, serta mengembangkan kegiatan-kegiatan baru, seperti klub film, klub sains, klub jazz, dan kelompok studi pengembangan sains yang berada di bawah klub sains. Pengunjung diskusi semakin banyak dan minat mahasiswa yang terlibat dalam ke giatan-kegiatan workshop Freedom Institute juga semakin besar. Perpustakaan Freedom menjadi salah satu oase bagi para pecinta buku di Jakarta. Dibuka setiap hari kerja, perpustakaan Freedom terus mengalami peningkatan pengunjung. Tak hanya dari kalangan mahasiswa, perpustakaan Freedom juga mendapat perhatian dari masyarakat, baik para mahasiswa, pelajar tingkat SMA, ibu rumah tangga, maupun karyawan. Perpustakaan Freedom dengan taman bacanya telah menjadi alternatif tempat nongkrong warga Jakarta.

Perpustakaan Paramadina dalam layanan perpustakaan bersama. Untuk menyebarluaskan gagasan ke kalangan mahasiswa, Freedom Institute menyelenggarakan Akademi Merdeka, yakni sebuah kursus pendek tentang ide-ide emansipasi, sejarah dan filsafat individualisme, hak kepemilikan, pasar, pemerintahan minimal, hak asasi manusia, dan kedaulatan hukum. Forum ini berformat lokakarya 3 hari, menghadirkan beberapa pakar pemikiran dan fasilitator berpengalaman sebagai mitra belajar bagi mahasiswa. Freedom Institute bekerjasama dengan lembaga pemikiran IDEAS Malaysia, Atlas Network – yang memberikan Templeton Freedom Award kepada Freedom Institute pada 2006 – dan Friedrich Naumann Stiftung (FNS) dalam menyelenggarakan program ini.

Selain kegiatan di atas, Freedom Institute juga terus mempertahankan kegiatankegiatan lainnya dan terus meningkatkan kualitas penyelenggaraannya, termasuk tentu saja Penghargaan Achmad Bakrie (PAB), yang pada Agustus 2012 akan memasuki tahunnya yang ke-10. Selain Freedom Institute memiliki cita-cita men- PAB yang semakin berwibawa sebagai umbuhkan terus budaya baca di tengah satu-satunya ajang penghargaan intelemasyarakat dengan memberikan fasilitas ktual yang berkredibilitas tinggi di tanah dan bantuan kepada lembaga-lembaga air ini (antara lain karena pemilihan juri dan universitas-universitas yang ingin yang selalu dipertanggungjawabkan sememperbaiki layanan perpustakaan mere- cara tertulis dan terpublikasi luas baik leka. Sejauh ini, kami telah bekerjasama wat website kami maupun iklan di koran dengan Perpustakaan Aksara, Perpus- dan televisi nasional), diskusi-diskusi takaan CSIS, Perpustakaan Utan Kayu, publik yang diselenggarakan Freedom

3

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


hampir setiap dua minggu sekali juga selalu menarik minat peserta, dengan rata-rata tingkat kehadiran sekitar 100 orang. Begitu juga, klub-klub yang dibuat Freedom semakin menarik peserta. Klub sains, selain menggelar diskusi bulanan, juga menghasilkan sebuah kelompok diskusi yang diikuti para mahasiswa, dosen, dan peminat sains, yang berkumpul setiap Jumat malam di kafe dan taman Wisma Proklamasi. Setiap pertemuan, kelompok

diskusi ini membahas satu tema mutakhir dari perkembangan sains modern. Demikianlah beberapa kegiatan Freedom Institute yang kami selenggarakan selama tahun 2011. Semoga penyelenggaraan di tahun-tahun depan akan semakin baik.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

Jakarta, 30 November 2011 Rizal Mallarangeng Direktur Eksekutif

4


TAMAN WISMA PROKLAMASI

5

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


PERPUSTAKAAN

ada 2011, koleksi buku Perpustakaan Freedom bertambah sekitar 357 judul. Jumlah total koleksi yang ada kini 12.158 buku. Hingga kini, ada 8.579 orang, yang tercatat sebagai anggota perpustakaan (lihat statistik lengkap di bagian lampiran laporan ini). Mereka berasal dari kalangan mahasiswa, pelajar sekolah, dosen, pegawai dan umum di Jakarta dan sekitarnya. Selama 1 tahun terakhir Perpustakaan Freedom telah melakukan promosi di berbagai kegiatan di antaranya membuka stand di acara kampus Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan Badan Perpustakaan Arsip Daerah Jakarta.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

6


AKADEMI MERDEKA INDONESIA

elama 2011, kami menyelenggarakan tiga kali program Akademi Merdeka, yakni dua kali untuk Angkatan IV dan V, dan sekali merupakan acara reuni Akademi yang menghadirkan perwakilan peserta dari Angkatan I hingga V. Setiap angkatan, Akademi Merdeka dihadiri 30 peserta yang dipilih dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Yang menggembirakan, sebagian para alumni Akademi Merdeka ini tetap aktif terlibat dalam kegiatan Freedom Institute, dengan antara lain mereplikasi lokakarya kebebasan ini di kampus-kampus mereka. Ini telah terjadi misalnya di Sukabumi, Banten, Bandung, Lamongan, Jember, Malang, dan Semarang. 7

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


REPLIKASI PELATIHAN AKADEMI MERDEKA

ebagai upaya menyebarkan dan memperkuat apa yg didapat dari forum Akademi Merdeka, para alumni membuat Replikasi Akademi Merdeka di wilayah mereka masing-masing. Sepanjang tahun 2011, terselenggara 6 (enam) Lokakarya Kebebasan, yang diperuntukkan bagi rekan-rekan mahasiswa dari kampus-kapus sekitar domisili para alumni. Dengan nama yang berbeda-beda, keenam workshop tersebut adalah; 1) Sekolah Ekonomi Politik angkatan II (angkatan I, Oktober 2010): Sukabumi, 8 Februari 2011; 2) Sekolah Ideologi: Semarang 21 Maret 2011. 3) Sekolah Demokrasi Cendekia: Lamongan, 24 - 25 Mei 2011. 4) Workshop Demokrasi dan Nilainilai Liberal: Bandung, 21-22 September 2011. 5) Sekolah Politik: Banten, 25 - 26 Oktober 2011. 6) School of Democracy: Malang, 12 - 13 November 2011)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

8


PENGHARGAAN ACHMAD BAKRIE 2011

cara Penghargaan Achmad Bakrie tahun 2011 diselenggarakan di XXI Ballroom Djakarta Theatre dengan dihadiri lebih dari 500 undangan. Acara yang dihadiri oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla ini disiarkan langsung oleh TVOne. Ada enam orang yang mendapat Penghargaan Achmad Bakrie dari enam kategori berbeda, yakni Adrian B. Lapian (Pemikiran Sosial), Satyanegara (Kedokteran), Nh. Dini (Kesusastraan), Jatna Supriatna (Sains), dan F.G. Winarno (Teknologi), Hokky Situngkir (Hadiah Khusus untuk Ilmuwan Muda Berprestasi).

9

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


DISKUSI EKONOMI POLITIK

elama 2011, ada lima diskusi yang diselenggarakan dalam seri ini dengan tematema sebagai berikut: (1) Buruh Migran dan Kesejahteraan Bangsa, (2) Pembe rontakan Arab: Perkembangan Politik di Timur Tengah, (3) Freedom Update: Korupsi dan kebebasan Kita, (4) Kemiskinan: Statistik, Kebijakan, dan Kenyataan, dan (5) Pembangunan Berkelanjutan: Ekonomi Lingkungan dan Ekonomi Ekologis. Diskusi ini menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang, seperti Daniel Murdiyarso (Ins titut Pertanian Bogor), Meidyatama Suryadiningrat (The Jakarta Post), Bara Hasibuan (Ketua Partai Amanat Nasional), Roby Mohamad (Fakultas Psikologi UI), Qaris Tadjudin (Wartawan Tempo), Ari P. Perdana (FEUI), Wahyu Susilo (INFID), Budiman Soedjamiko (anggota DPR-RI PDI-P) dan lain-lain.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

10


DISKUSI SASTRA

eri Diskusi Sastra telah dimulai sejak tahun lalu (2010). Seri diskusi ini mengangkat pemikiran tokoh-tokoh besar dalam bidang sastra yang telah wafat seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar. Untuk tahun 2011, kami mengangkat tiga tokoh sebagai tema utama, yakni Umar Kayam, YB Mangunwijaya, dan HB Jassin. Seri Diskusi Sastra dipandu oleh Nirwan Dewanto, Associate Freedom Institute, dan diulas oleh sarjana dan sastrawan tanah air terkemuka, seperti Ayu Utami, Bagus Takwin, Kuskridho Ambardi, Yusi Pareanom, dan Agus R Sarjono.

11

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


DISKUSI BUKU

iskusi buku merupakan kegiatan Freedom Institute yang cukup diminati banyak peserta. Selama 2011, kami menyelenggarakan diskusi buku, baik yang diselenggarakan di gedung Wisma Proklamasi maupun bekerjasama dengan universitas di Jakarta. Ada lima buku yang diangkat untuk bahan diskusi dalam seri diskusi ini, yakni karya Stephen Hawking dan Leonard Mlodinow , (The Grand Design), buku Luthfi Assyaukanie, (Ideologi Islam dan Utopia), buku Julie Chernov Hwang, (Umat Bergerak), buku Francis Fukuyama, (The Origins of Political Orders), dan buku terjemahan FA Hayek, (Ancaman Kolektivisme).

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

12


DISKUSI TERBATAS

iskusi terbatas ini merupakan inisiatif dari Sony Karsono, Research Fellow Freedom Institute yang tengah menyelesaikan program PhD-nya di Ohio State University, Amerika Serikat. Tema yang diangkat dalam forum terbatas ini adalah �Kelas Mene ngah Orde Baru dan Modernitas�. Diskusi terbatas ini dihadiri sekitar 30 peserta yang sebagian besar adalah para intelektual dan mantan birokrat yang pernah bekerja pada era Soeharto, seperti Harry Tjan Silalahi, M. Dawam Rahardjo, Daniel Dhakidae, Sarwono Kusumaatmaja, dan lain-lain.

13

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


KLUB SAINS

ejak dimulai tahun lalu, Seri Diskusi Klub Sains terus mengalami peningkatan peminat. Tak kurang 100 orang selalu hadir dalam setiap penyelenggaraan acara ini. Ada lima tema yang diangkat selama penyelenggaraan seri ini di tahun 2011, yakni (1) Otak dan Peradaban, (2) Otak dan Moralitas, (3) AIDS: Tanggapan Ilmiah vs. Tanggapan Religius, (4) Meretas Jalan Kompleksitas Indonesia, dan (5) Kompleksitas Budaya dan Renesans Indonesia.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

14


KINE KLUB & FREEDOM JAZZ

egiatan utama Kine Klub adalah pemutaran dan diskusi film yang diselenggarakan selama dua hari. Ada dua atau tiga film yang diputar yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi film. Sebagian besar peserta program ini adalah para pengunjung perpustakaan dan mahasiswa yang ikut dalam kelas-kelas Forum Kebebasan. Setiap hari Sabtu minggu terakhir setiap bulan, para peserta Kine Klub juga dihibur dengan suguhan jazz yang diselenggarakan oleh Kelompok Jazz Kemayoran. Pentas jazz ini menampilkan 5 hingga 8 kelompok jazz setiap tampil.

15

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


KULIAH UMUM

uliah umum adalah sebuah forum untuk para intelektual, peneliti dan sarjana senior. Sebagian besar para pembicara dalam kuliah ini adalah para pemenang Penghargaan Achmad Bakrie. Forum ini dirancang untuk mendengarkan pemaparan yang lebih mendalam tentang suatu penemuan atau pencapaian yang didapat para sarjana tersebut. Selama 2011, forum ini telah menghadirkan 5 pembicara dari berbagai disiplin ilmu, yakni Jatna Supriatna yang berbicara tentang Asal-Usul Kehidupan, Sangkot Marzuki yang berbicara tentang Asal-Usul Manusia, Daoed Joesoef tentang Asal-Usul Kesadaran, Emil Salim tentang Lingkungan, dan FG Winarno tentang Pangan dan Peradaban.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

16


1. Penerbitan

LAMPIRAN I DAFTAR KEGIATAN FREEDOM INSTITUTE Des 2010 - Nov 2011 Judul Ancaman Kolektivisme (FA Hayek) Ideologi Islam dan Utopia (Luthfi Assyaukanie) Matinya Atheis (Zaim Rofiqi) Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut (AB Lapian) Sengketa Tiada Putus (Jeffrey Hadler) Sengketa Tiada Putus (Jeffrey Hadler) Umat Bergerak (Julie Chernov Hwang)

2. Diskusi Publik

Seri Diskusi Ekonomi-politik

17

Friedrich Naumann Stiftung Komunitas Bambu

PT Newmont Pacific Nusantara Pembicara

Wahyu Susilo (Migrant Care), Ari A. Perdana (Staf Wapres), Nirwan Arsuka Pemberontakan Qaris Tajudin (TemArab: Perkempo), Medyatama bangan Politik di Suryadiningrat (The Timur Tengah (24 Jakarta Post), Ulil Februari 2011) Abshar Abdalla Teten Masduki (Transparency Freedom Update: International), Korupsi dan keKuskridho Ambardi bebasan Kita (24 (Lembaga Survei Maret 2011) Indonesia), M. Husni Thamrin (FNS) Ari A. Perdana (Staf Vivi AlaKemiskinan: Statis- Wapres), tas (World Bank), tik, Kebijakan, dan Luthfi Assyaukanie, Kenyataan (28 April Budiman Soed2011) jatmiko (anggota DPR-RI PDI-P) Pembangunan Daniel Murdiyarso Berkelanjutan: Pertanian Ekonomi Lingkun- (Institut Bogor), Arianto A. gan dan Ekonomi Patunru (FEUI), Ekologis (26 Mei Nirwan Arsuka 2011) Isu Buruh Migran dan Kesejahteraan Bangsa

3. Seri Diskusi Sastra

Kerjasama

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Kuskridho Ambari, Yusi Pareanom, Nirwan Dewanto Utami, Bonnie Romo Mangun (12 Ayu Triyana, Nirwan Mei 2011) Dewanto Takwin, HB Jassin (22 Sep- Bagus Agus Sardjono, tember 2011) Nirwan Dewanto Umar Kayam (10 Februari 2011)

4. Seri Diskusi Buku

The Grand Design (17 Desember 2010) Umat Bergerak (7 Juni 2011) Ideologi Islam dan Utopia (11 Agustus 2011)

5. Seri Diskusi Klub Sains

6. Diskusi Terbatas

The Origins of Political Orders (4 Agustus 2011) Ancaman Kolektivisme (28 Oktober 2011)

Ioanes Rakhmat (Pengamat Sains), Ryu Hasan (Ahli Neurosains), Nirwan Arsuka Julie ChernovHwang (Goucher College), Firdaus Syam (UNAS), Ulil Abshar Abdalla Kuskridho Ambardi, Ulil Abshar Abdalla, Saidiman Ahmad (Jaringan Islam Liberal) Rizal Mallarangeng, Akhmad Sahal, Ulil Abshar Abdalla Thee Kian Wie (LIPI), Ulil Abshar Abdalla

Otak dan Peradaban (1 Juni 2011)

Ryu Hasan, Nirwan Arsuka Beni Atmadja (InstiOtak dan Moralitas tut Teknologi Band(20 Juli 2011) ung), Ryu Hasan, Ioanes Rakhmat AIDS: Tanggapan Guntur Romli Ilmiah vs. Tangga- (Pengamat Sosial), pan Religius (5 Mei Ryu Hasan, Nirwan 2011) Arsuka Meretas Jalan Hokky Situngkir Kompleksitas Indo- (Bandung Fe Innesia (14 Septem- stitute), Nirwan ber 2011) Arsuka Kompleksitas Situngkir, I Budaya dan Rene- Hokky Gde Raka (Institut sans Indonesia (19 Teknologi Bandung) Oktober 2011)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

18


Kelas Menengah ORBA dan Modernitas (3 Maret 2011) 7. Pelatihan Mahasiswa: AkademiMerdeka.org

Sony Karsono, et al.

Rizal Mallarangeng, Angkatan IV (Green Sentul Indah, 8-9-10 Luthfi Assyaukanie, April 2011) Nirwan Arsuka, Ulil Abshar Abdalla Luthfi Assyaukanie, Patunru, Angkatan V (Green Sentul Indah, 24-25- Arianto Poltak Hotradero, 26 Juni 2011) Sophie Quintin Adali Reuni Angkt. I-V (Green Sentul Indah, Luthfi Assyaukanie, 7-8 Oktober 2011) M. Husni Thamrin 8. Replikasi AkademiMerdeka.org di Daerah Nirwan A. Arsuka, - Sekolah Ekonomi Politik [angk 2] (SuM. Husni Thamrin, kabumi, 8 Februari 2011) Hidayat - Sekolah Ideologi (Semarang 21 Maret 2011)

Ulil Abshar Aballa, Purwanto, S.Ip.,MA, M. Husni Thamrin, Hidayat

- Sekolah Demokrasi Cendekia (Lamongan, 24 - 25 Mei 2011)

Luthfi Assyaukanie, M. Husni Thamrin, Hidayat

Ulil Abshar Abdalla, Dr. Ir. Juniarso - Workshop Demokrasi dan Nilai-nilai Ridwan, MH, H. Liberal (Bandung 21-22 September Ayi Vivananda, SH, 2011) M. Husni Thamrin, Hidayat Nirwan A. Arsuka, - Workshop (Sekolah Politik), (Banten 25 Gandung Ismanto, - 26 Oktober 2011) M. Husni Thamrin, Hidayat Abshar Aballa, - School of Democracy (Malang, 12 - 13 Ulil M. Husni Thamrin, November 2011) Hidayat 9. Forum Kebebasan Pengantar umum (11 Mei 2011) Luthfi Assyaukanie Kesetaraan dan Keadilan (24 Mei 2011) Nirwan Arsuka Toleransi dan Pluralisme (18 Mei 2011) Luthfi Assyaukanie Kebebasan Berusaha dan Tatanan Spon- Nirwan Arsuka tan (17 Juni 2011)

19

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Masyarakat Sipil dan Demokrasi (10 Mei Luthfi Assyaukanie 2011) Kedaulatan Hukum (14 Juni 2011) Nirwan Arsuka Keadilan Distributive (31 Mei 2011) Luthfi Assyaukanie 10. Kine Klub, Diskusi Film, dan Pertunjukan Freedom Jazz The Wall (Alan Parker, 1982), (1-2 DeNirwan Arsuka, Ulil sember 2010) Abshar Abdalla The Chorus (Christophe Barratier, 2004) The Italian (Andrei Kravchuk, 2007) The Road Home (Yimous Zhang, 1999), (21 Februari 2011) Saras Dewi, Nirwan The English Patient (Anthony Minghella, Arsuka 1996) Wings of Desire (Wim Wenders, 1987) A Short Film About Killing (Krzysztof Natalia Laskowska Kieslowski, 1988), (16 Maret 2011) Qatsi Trilogy (Godfrey Reggio, 1988), Yani Saloh, Re(13-21 April 2011) vitriyoso Husodo, Home (Yann Arthus-Bertrand, 2009) Nirwan Arsuka Film Dokumenter tentang Papua Musik dan Kebebasan (Komunitas Jazz Kemayoran), (22 Juni 2011) The Glenn Miller Story (Anthony Mann, Beben Jazz dkk 1954) Musik dan Kebebasan (Saras Dewi), (1920 Mei 2011) 11. Kuliah Umum Jatna Supriatna: Asal-Usul Kehidupan di Bumi (11 November 2010) Sangkot Marzuki: Asal-Usul Manusia (20 Januari 2011) Daoed Joesoef: Asal-Usul Kesadaran Manusia (17 Februari 2011) Emil Salim: Ekonomi Ekologi (21 April 2011) FG Winarno: Pangan dan Peradaban (6 Oktober 2011) 12. Sponsorship komunitas Freedom Jazz (lihat Kine Klub) Penghancuran PKI (dengan Komunitas Diskusi Peluncuran Buku Bambu) Pelatihan Wartawan “KabarJakarta.com� 13. Naskah buku belum terbit (terjemahan maupun karya asli) The Discoverers (Daniel Boorstin) Liberalism: In A Classical Tradition (Ludwig von Mises) History of Philosophy (Will Durant) Sejarah Berhitung (Dali S. Naga) Lives Examined (James Miller)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

20


13. Perpustakaan Data buku, pengunjung, layanan Diskusi buku “Membaca Kembali Peringatan F.A. Hayek� (bersama Ioanes Rakhmat)

21

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

22


LAMPIRAN II Laporan Kegiatan di website

23

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Ancaman Kolektivisme, terjemahan The Road to Serfdom F.A. Hayek embaca bahasa Indonesia akhirnya dapat menikmati terjemahan The Road to Serfdom karya Friedrich A. Hayek (1899-1992), dengan judul Ancaman Kolektivisme. Buku termasyur Hayek yang pertama kali terbit pada 1944 ini memperingatkan bahaya perencanaan terpusat demi keadilan sosial dan pemerataan ekonomi ala sosialisme.

haminya paham liberalisme di Indonesia. Bahkan para pendukung paham ini sering dinistakan sebagai antek kapitalisme, bahkan anti-Islam, demikian menurut mereka.

Menurut Thee, sebagai pendekar kebebasan individu, Hayek secara efektif menunjukkan mengapa dan bagaimana sosialisme membuka jalan ke fasisme. Hayek mendiskusikan naiknya Nazisme di JerD i s k u s i man dan Fasisme Mussolini di Italia pada buku ini di 1920an hingga 1930an, suatu fenomena W i s m a yang menurut pengamatan Hayek tamProklama- paknya sedang berulang di Inggris pada si pada masa itu. Waktu itu, kaum intelijensia IngKamis, 28 gris gencar mendorong intervensi pemerO k t o b e r intah ke pasar lewat kebijakan perencalalu mem- naan ekonomi terpusat untuk mewujudkan bahas se- cita-cita pembangunan ekonomi yang lebjauh mana ih merata dan berkeadilan sosial. k a r y a Hayek ini Hayek berpandangan bahwa perencamasih rel- naan terpusat boleh jadi efektif di masaevan un- masa perang, saat masyarakat disatukan tuk publik Indonesia. Pembicara dalam oleh nilai kebersamaan dalam menghadadiskusi ini: sejarawan ekonomi Thee Kian pi musuh yang mengacam; mereka juga Wie (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indone- bisa memaklumi ketika sebagian kebebasia) dan intelektual Islam Ulil Abshar Ab- san mereka dikorbankan pemerintah demi dalla (Direktur Program Freedom Insti- mengalahkan musuh. Namun, kebijakan tute). Moderator diskusi: Abdul Rahman, demikian jelas tidak jalan di dalam sistem seorang mahasiswa alumni lokakarya lib- politik demokratis pada masa damai. Alaeralisme dasar Akademi Merdeka. Jumlah sannya: pasti akan terjadi ketidaksamaan peserta sekitar 100 orang. nilai yang mengakitbatkan perbendaan pandangan di kalangan para politisi tenThee dan Ulil menilai buku Hayek ini tang bagaimana “rencana terpusat� itu tetap relevan untuk pembaca Indonesia, mesti dijalankan. Perbedaan semacam ini terutama karena masih sering disalahpa- akan berujung pada deliberasi yang tak

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

24


habis-habisnya di parlemen. Akibatnya kemudian, lanjut Hayek, terjadi suasana ketidakpastian politik, memburuknya keadaan ekonomi, meningkatnya ketidaksabaran massa akan pemenuhan tuntutan keadilan sosial seperti yang sebelumnya disuarakan kaum sosialis (yang kemudian ragu-ragu terhadap jalan otoriterisme untuk mewujudkan “rencana”). Lalu: Tuntutan terhadap “pemimpin kuat” muncul, seiring nyaringnya populisme ekstrem baik dari politisi Kanan (nasionalis-chauvinis) maupun Kiri (komunis) dan menyatunya kalangan massa lugu berpendidikan rendah membentuk partai bersama para politisi populis itu, merebut kekuasaan (secara demokratis maupun tidak) dan kemudian memberangus kebebasan dan bahkan nyawa jutaan manusia. Itulah jalan kekuasaan Nazisme di Jerman dan Fasisme di Italia, seperti yang ditunjukkan oleh Hayek. Menurut Thee, kaum pengkritik “neo-liberalisme” di Indonesia mesti membaca peringatan Hayek ini agar mereka bisa menangkap bagaimana esensi kebebasan individu liberalisme terancam hilang jika ekonomi bebas dan kompetitif yang sudah berlaku sekarang diberangus dan diganti dengan ekonomi perencanaan terpusat, walaupun cita-cita mulianya adalah kesejahteraan bersama. Karya Hayek ini, menurut Thee, memang dipengaruhi oleh pengalaman dia hidup di dua dunia yang memiliki kecenderungan serupa: Di Austria di mana dia berhadapan langsung dengan eksperimen Nazisme yang sedang naik daun di Jerman 25

saat itu, dan Inggris di mana dia menyaksikan maraknya suasana “kolektivistik” yang mendorong intervensi pemerintah dan perencanaan terpusat. Munurut Thee, situasi seperti dialami oleh Hayek pada tahun 20an dan 30an sudah tak ada lagi saat ini. Tetapi, bagi Thee, peringatan Hayek akan jebakan kolektivisme tetap relevan untuk terus didengar. Sementara itu, Ulil menyoroti pandangan Hayek tentang betapa tidak kompatibelnya paham kolektivis dan sistem politik demokratis. Untuk konteks Indonesia, Ulil mengingatkan bagaimana sebenarnya ada kesamaan cita-cita antara liberalisme, sosialisme dan Islamisme, yakni keadilan dan kesejahteraan. Yang berbeda adalah cara yang ditempuh. Jika liberalisme percaya dengan pasar bebas dan kompetitif serta penjaminan kebebasan individu, maka sosialisme maupun Islamisme menginginkan kolektivisme dan pemberangusan hak kepemilikan pribadi. Beda dengan liberalisme, sosialisme dan Islamisme hanya bersedia menempuh jalan demokratis demi merebut kekuasaan dan lalu memberangus demokrasi itu. Paham demokrasi ala sosialis dan Islamis seperti itulah yang dalam perkembangan ilmu politik setelah Hayek dikenal sebagai one-stop democracy (one man, one vote, one time), suatu pandangan yang tampaknya dianut oleh kaum Islamis seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbuth Tharir. Menurut Ulil, Islamisme – seperti sosialisme – hidup di alam demokrasi yang melindungi kebebasan individu (dalam

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


hal ini kebebasan politik mereka) namun memperjuangkan agenda-agenda yang dengan atau tanpa sadar akan memberangus kebebasan individu itu. Buku Hayek ini, demikian tandas Ulil, secara cergas menunjukkan keunggulan sistem ekonomi bebas, yang menyediakan sarana bagi individu untuk menyalurkan energi kreatif mereka tanpa terlalu

mengandalkan pemerintah yang “merencanakan� itu untuk mereka. Satu-satunya perencanaan yang diharapkan Hayek dari pemerintah adalah menciptakan kondisikondisi yang cocok (lewat kedaulatan hukum) bagi berlangsung sistem ekonomi bebas dan kompetitif, demikian Ulil. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

26


Evolusi Tatanan Politik Bagaimana manusia bisa hidup bersama dan berbagi kesejahteraan dengan jutaan bahkan milyaran manusia lainnya di dunia ini? Apa prasyarat kehadiran tatanan politik yang memungkinkan pertumbuhan dan penyebaran kesejahteraan itu, dan bagaimana tatanan politik itu berevolusi dari organisasi politik primitif masyarakat awal manusia? Pertanyaan-pertanyaan ini mengiang di ruang serbaguna Wisma Proklamasi Freedom Institute di awal Ramadhan, 4 Agustus 2011. Buku baru Francis Fukuyama, The Origin of Political Order (April 2011) dibahas oleh Akhmad Sahal dan Rizal Mallarangeng dalam diskusi yang dipimpin oleh moderator Ulil Abshar Abdala dan dihadiri oleh sekitar 120 peserta.

ada bersama, dan sering kali terpisah satu sama lain. Baru di Inggris mulai abad 16-an tiga unsur tersebut hadir bersamasama, dan saling menguatkan.

Akhmad Sahal mula-mula menyinggung latar lalu meringkas buku Fukuyama itu. Sahal menggarisbawahi dua pertanyaan pokok buku itu. Pertama, mengapa ada sebagian masyarakat bisa mencapai demokrasi dan pada saat yang sama mampu merawat tata politik yang stabil, sementara masyarakat yang lain tidak? Dan apakah demokrasi bisa beradaptasi berhadapan dengan tantangan-tantangan baru?

Untuk mengatasi kekakuan tyranny of cousins maka diperlukanlah negara yang kuat (otoritas politik yang sentralistik). Cina memang punya tradisi panjang membangun negara kuat. Problemnya, negara yang dikembangkan oleh dinastidinasti kerajaan Cina terlalu menekankan negara kuat tapi tak ada kedaulatan hukum, sementara di India dan Timur Tengah, kedaulatan hukum berkembang tapi sonder negara kuat.

Bagi Fukuyama, demokrasi modern baru bisa tumbuh kalau mempunyai tiga unsur ini: negara kuat, rule of law, dan pemerintahan yang akuntabel. Masalahnya, dalam sejarah peradaban manusia, tiga hal tersebut tidak selalu

Inggris jadi istimewa karena proses transformasi sosial historis yang dipicu oleh glorious revolution, hubungan yang unik antara raja, bangsawan dan rakyat bawah, pemikiran agama dan politik yang ada, memungkinkan negara yang

27

Penjelasan atas hal tersebut di atas dilakukan Fukuyama dengan melacak sejarah asal muasal pembentukan masyarakat dan negara. Manusia, menurut Fukuyama, sejak awalnya selalu punya hasrat untuk mengorganisir diri ke dalam kelompok. Masalahnya, pengelompokan yang terjadi pada periode purba cenderung berdasarkan ikatan/solidaritas sempit, seperti ikatan kekerabatan. Kriteria “kita� dan “mereka� juga ditentukan dengan prinsip ini. Inilah yang oleh Fukuyama disebut sebagai tyranny of cousins.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


kuat, rule of law dan pemerintahan yang akuntabel bisa berjalan seiring dan saling menguatkan. Akhmad Sahal juga mengatakan bahwa buku baru Fukuyama ini, selain diilhami oleh karya Samuel Huntington, juga banyak dipengaruhi oleh gurunya yang lain, Alexander Kojeve. Dalam pandangan Fukuyama, motor penggerak sejarah manusia bukanlah sekedar naluri dan dorongan material melainkan, mengutip tafsir Kojeve atas dialektika Hegel, hasrat akan pengakuan (desire for recognition). Dalam sejarah, mula-mula muncullah the First Man, sekelompok orang yang bertarung untuk mendapatkan pengakuan tersebut dengan cara memperbudak sekelompok orang lain.Tapi dalam perkembangannya, kaum budak dan kalangan bawah yang punya hasrat akan pengakuan, juga tak henti-henti berjuang untuk mendapatkan pengakuan juga. Perjuangan mereka akhirnya berhasil dengan munculnya demokrasi. Singkat kata, demokrasi adalah semacam universalisasi desire for recognition yang bisa dinikmati semua orang. Sahal selanjutnya menyatakan, Kojeve membaca dan menafsirkan dialektika Hegel sebagai suatu proses yang akan berhenti di suatu titik puncak, yakni demokrasi liberal. Hal yang sama juga terjadi pada Fukuyama. Masalahnya, Fukuyama banyak mengacu pada teori evolusi Darwin untuk memperkuat kisahnya, meski dia juga mengakui ada perbedaan antara evolusi alam dengan evolusi institusi politik. Ini menarik, karena Darwin justru menampik adanya telos

(terminal akhir) dalam proses evolusi. Lalu kenapa evolusi institusi politik mesti secara deterministik mengarah pada satu titik, yakni demokrasi liberal dengan tiga pilarnya: negara kuat, rule of law, dan accountable government?� Pembicara kedua, Rizal Mallarangeng, dengan menarik mengangkat pembahasan buku Fukuyama ini ke langit perbandingan pencapaian besar teori-teori sosial politik, sekaligus membumikannya dengan mengaitkannya pada konteks Indonesia. Rizal menilai Fukuyama berhasil mensintesakan ilmu pengetahuan modern, khususnya biologi evolusioner ke dalam kerangka filsafat pemikiran ekonomi-politik dan sosiologi modern untuk membaca kesejarahan evolusi pengaturan masyarajat. Rizal pun menunjukkan betapa tepat telaah Fukuyama untuk dipakai melihat sejarah modern Indonesia yang bergulat untuk membangun negara kuat dan rule of law sebelum sampai pada pemerintah yang akuntabel. Rizal juga menggarisbawahi pertanyaan Fukuyama, kenapa ada pencapaian hebat dalam pembangunan sistem politik di sekian banyak negeri demokratis modern, namun banyak juga negeri gagal tanpa tata pemerintahan yang berfungsi baik di sebagian wilayah Asia dan Afrika di zaman ini? Adakah masa depan demokrasi liberal semakin bisa dipastikan untuk berkembang baik dan sintas dengan berkaca dan belajar dari sejarah panjang pengaturan masyarakat modern? Dalam pandangan Fukuyama, jawaban

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

28


atas semua pertanyaan di atas harus dicari dalam awal-mula terbentuknya pengaturan masyarakat ke dalam lembaga yang disebut negara. Fukuyama menegaskan bahwa perkembangan trinitas Negara kuat tersebut harus dibaca secara sekuensial, demikian disampaikan Rizal, yang sepakat dengan pandangan Fukuyama bahwa tanpa Negara, tidaklah orang bisa mendiskusikan perlunya ketertundukan Negara terhadap hukum, demikian pula tanpa kedaulatan hukum seperti itu, tak ada pula pemerintah yang akan bertanggung-jawab kepada rakyatnya.

penegasan Rizal. Inilah pandangan yang disintesakan oleh Fukuyama dari penelusurannya atas sejarah munculnya negara pertama di Cina (namun masih tanpa kedaulatan hukum dan akuntabilitas), dan kedaulatan hukum (namun tanpa Negara dan akuntabilitas) di India dan Turki. Faktor kebetulan sejarah semata di Inggris, demikian Fukuyama, menyatukan untuk pertama kalinya trinitas negara kuat ini. Inilah yang kemudian berkembang di negeri Barat hingga kini dan tampaknya paling bertahan. Inilah sistem pengaturan masyarakat manusia yang, setidaknya hingga saat ini, paling mampu mengendalikan dua sifat dasar Kaum liberal, demikian Rizal, tidak manusia yang lebih mementingkan diri perlu berpikir romantis bahwa nilai- sendiri dan keluarga (nepotisme) sekaligus nilai pencerahan seperti keutamaan melembagakan kecenderungan alamiah individualisme, toleransi, kebebasan lain seperti altruisme dan resiprokalitas, sipil dan politik, kebebasan ekonomi sifat-sifat yang secara meyakinkan telah dan sebagainya, haruslah lebih dulu terungkap dari berbagai studi mutakhir disemai sebagai prakondisi bagi tegaknya biologis evolusioner. demokrasi liberal. Pandangan demikian barulah relevan jika kekuasaan negara Dalam sesi tanya jawab, Nirwan Arsuka sudah terlebih dulu diperkuat, karena melontarkan dua pertanyaan menarik: kebebasan yang harus diperjuangkan pertama, kalau dalam The End of History bukanlah kebebasan satu atau dua Fukuyama menandaskan bahwa motor kelompok orang saja namun 230 juta sejarah pada level individu adalah hasrat orang, untuk mengambil contoh Indonesia. akan pengakuan, maka apa motor Pernyataan Rizal ini ia keluarkan untuk sejarah pada level organisme sosial? menanggapi komentar Ulil Abshar Abdalla Kedua, jika evolusi Darwinian di ranah bahwa pandangan Fukuyama cenderung biologis telah menghasilkan kehidupan bertentangan dengan libertarianisme yang dan keanekaragaman hayati yang begitu lebih menitikberatkan pada pentingnya menakjubkan, maka apa yang mungkin nilai-nilai kebebasan individu sebagai akan muncul dari evolusi di ranah sosial yang mengawali perumusan tentang politik yang dikaji Fukuyama itu? Rizal, cakupan negara. dan terutama Sahal, berharap semoga pertanyaan ini akan dijawab Fukuyama Yang jelas, tanpa negara kuat, kebebasan dalam karyanya yang akan datang. (*) individu tak bisa dipertahankan, demikian 29

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Kemenangan Argumen Hubungan negara dan agama merupakan isu yang cukup tua di Indonesia. Pada setiap pembahasan mengenai hubungan negara dan agama, biasanya dua kubu selalu diperhadapkan. Di satu kubu berdiri kaum agama yang diandaikan sepenuhnya menolak ide pemisahan agama dan negara. Sementara ada kubu di seberangnya yang memiliki pandangan berbeda.

drastis (14% pada Pemilu 1999)? Ulil memulai pemaparan dengan memberi pembedaan antara “tipologi” dan “model.” Bagi Ulil, yang dicari dalam “tipologi” adalah ilusi. Sementara sasaran “model” adalah “utopia.” Buku karya Luthfi itu sedang berusaha menjelaskan tiga utopia mengenai negara Islam dan demokrasi yang berkembang dalam pemikiran tokohtokoh Islam Indonesia.

Diskusi Freedom Institute, 11 Agustus 2011, mencoba mengekplorasi perdebatan di kalangan kaum agama (Islam) sendiri mengenai isu hubungan negara dan agama, khususnya negara Islam. Diskusi ini sendiri membahas satu buku baru yang ditulis oleh Luthfi Assyaukanie, Ideologi Islam dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi di Indonesia.” Buku tersebut awalnya adalah disertasi penulis yang diajukan di Universitas Melbourne. Hadir dalam diskusi ini dua orang narasumber: Kuskrido Ambardi (Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia) dan Ulil Abshar-Abdalla (Direktur Freedom Institute).

Utopia pertama muncul dari kalangan pengusung negara Islam. Kelompok ini diwakili oleh tokoh-tokoh yang bergabung dalam Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Mereka antara lain adalah M. Natsir, Zainal Abidin Ahmad, Mohamad Roem, Abu Hanifah, Hamka, dan Muhammad Rasjidi. Luthfi Assyaukanie menyebut utopia model ini sebagai Negara Demokrasi Islam (NDI).

Meski kelompok pertama ini mengusung gagasan negara Islam, tapi negara yang mereka bayangkan sebagai model bukanlah Pakistan, Iran, apalagi Arab Saudi, melainkan Belanda, Swedia atau Inggris. Kelompok ini secara cerdik Ulil mengakui bahwa buku tersebut mengemukakan sejumlah argumen yang sangat baik menerangkan perkembangan menyatakan bahwa gagasan negara pemikiran di kalangan tokoh-tokoh sentral Islam tidak sama sekali bertentangan Islam di Indonesia pasca kemerdekaan. dengan demokrasi. Kenyataannya, para Pertanyaan utama yang ingin dijawab pendukung model ini adalah mereka oleh Luthfi adalah kenapa pada tahun yang juga sangat getol mendukung lima puluhan para pengusung Islam politik demokrasi ketika demokrasi terancam sangat besar (43% pada Pemilu 1955), tapi oleh kediktatoran rezim Soekarno dan empat puluhan tahun kemudian menurun ancaman totalitarianisme komunis.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

30


Utopia kedua adalah Negara Demokrasi Agama (NDA). Kelompok ini didukung oleh tokoh-tokoh semacam Amin Rais, Syafi’i Ma’arif, Kuntowijoyo, Dawam Rahardjo, Sahal Mahfudz, Ali Yafie, Achmad Siddiq, Munawir Syadzali, dan Adi Sasono. Kelompok ini memiliki pandangan yang lebih terbuka dibanding kelompok pertama. Mereka tidak mendukung pendirian negara Islam, sebagaimana yang diusung kelompok pertama. Tapi mereka memperjuangkan pemberian hak yang sama bagi semua agama untuk memberi inspirasi bagi negara. Sebagaimana kelompok pertama, mereka juga menolak konsep pemisahan negara dan agama. Itulah sebabnya mereka menganggap tidak ada persoalan dengan UU yang bersifat keagamaan. Utopia ketiga adalah Negara Demokrasi Liberal (NDL). Model ini terutama diusung oleh tokoh-tokoh Muslim seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, dan Harun Nasution. Kelompok ini secara tegas mendukung gagasan sekularisme. Bagi mereka, negara adalah institusi rasional yang juga harus dikelola dengan menggunakan kalkulasi rasional. Meski utopia ketiga semakin meninggalkan gagasan negara Islam, tapi justru kelompok inilah yang memiliki argumentasi yang lebih mengakar pada tradisi Islam. Para tokoh pendukungnya adalah sarjana-sarjana Muslim yang paling serius. Mereka memiliki semua perangkat keilmuan Islam. Tapi pada saat yang sama mereka juga menguasai khazanah intelektual Barat. 31

Yang menarik bahwa meski ketiga utopia ini memiliki pandangan yang berbeda dalam hal hubungan negara dan agama, tapi ketiganya adalah pendukung demokrasi. Ulil menggarisbawahi bahwa bahkan tokoh-tokoh Masyumi (model I) pun merupakan pendukung demokrasi. Kelompok ini tidak bisa dibandingkan dengan HTI (pengusung negara Islam kini). “Jauh,� tegas Ulil. Pada diskusi kali ini, Dodi Ambardi lebih banyak memberi masukan dan kritik terhadap doktrin negara Islam. Menurut Dodi, salah satu kelemahan fatal pengusung negara Islam adalah bahwa mereka gagal menempatkan warga non-Muslim setara dengan warga Muslim. Bentuk negara seperti itu pastilah diskriminatif, dan itu menyalahi semangat negara modern. Nirwan Ahmad Arsuka, dalam sesi komentar, memberi semacam kesimpulan dalam bentuk pertanyaan mengenai kemungkinan teori evolusi diterapkan dalam perkembangan pemikiran Islam di Indonesia. Ulil mengamini pendapat Nirwan tersebut. Sebetulnya Luthfi Assyaukanie, melalui bukunya, sedang mencoba memotret perjalanan evolusi pemikiran Islam Indonesia di tangan tokohtokoh utamanya. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam evolusi tersebut adalah bentuk nyata dari kemenangan argumen. Argumen-argumen barulah yang menjadikan pengusung negara Islam semakin terdesak ke pinggir. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Meretas jalan Wawasan Kompleksitas Indonesia Freedom Institute bersama Pusat Studi Kompleksitas Sosial di Indonesia: Bandung Fe Institute mengadakan diskusi serial yang membedah ke-Indonesia-an dalam perspektif ilmu-ilmu kompleksitas sosial. Diskusi serial ini direncanakan akan berlangsung sebulan sekali. Diskusi pertama telah dimulai pada hari Rabu, 14 September 2011 yang lalu, dengan mengetengahkan Direktur Bandung Fe Institute, Hokky Situngkir, sebagai pembawa diskusi yang dimoderatori oleh Nirwan A. Arsuka. Dalam diskusi bertema “Menuju Wawasan Kompleksitas untuk Memahami Narasi Kompleksitas Negeri” tersebut diketengahkan berbagai fondasi dasar trans-disiplin yang menjadi latar belakang teoretis dan empiris ilmu-ilmu kompleksitas. Diskusi dimulai dengan mengjak peserta diskusi untuk mendalami sebuah perdebatan dua filsuf kenamaan, yakni Richard Rorty yang berlatar belakang pemikiran posmodernisme, dan Daniel Dennett yang berlatar belakang ilmu hayat. Keduanya ditunjukkan memperdebatkan ikhwal metafora, yang merupakan fundamen atas apapun risalah observasional umat manusia atas semesta alam dan sosialnya. Hal ini yang kemudian dikontraskan dengan pandangan sistemik dari teori chaos, sebuah teori yang menghebohkan pada dekade 1980-an yang merupakan latar belakang utama dari kajian kompleksitas.

Dari kajian yang disampaikan oleh Hokky Situngkir, ditunjukkan beberapa butir kajian dasar yang menjadi tolok pemikiran utama kajian kompleksitas sosial, antara lain:  Hal sederhana dapat menghasilkan keadaan yang sangat kompleks: “chaos tak mesti dihasilkan dari keadaan chaotik”. Kehidupan semesta alam dan sosial pada dasarnya berada pada keadaan antara: simpel dan chaos (kacau balau dan serba kebetulan absolut). Hidup bukanlah hal yang sifatnya kebetulan, karena pada dasarnya terdapat pola-pola sederhana yang dapat diobservasi dengan tradisi ilmu pengetahuan warisan abad pencerahan. Secara sistemik, justru hal-hal sederhana, deterministik, dan sebagainya justru dapat melahirkan berbagai hal (dalam proses iteratif) yang sifatnya tak pasti, penuh kejutan, dan seolah-olah acak/random.  Pengukuran yang mutlak akurat itu tak mungkin. Akurasi merupakan hal yang mustahil mengingat begitu banyaknya ketidakpastian dalam sistem, baik sistem alamiah maupun sosial. Ini yang memberikan perspektif baru akan kesadaran sains dan matematika akan batasan-batasannya sebagai produk budaya manusia. Pada akhirnya, sains mesti “mengalah” pada skalabilitas dalam berbagai pengukuran yang dilakukannya

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

32


atas berbagai ilmiah.

penerapan

metodologi

Apa yang kita alami dan observasi sebagai keadaan katastropik, misalnya: krisis ekonomi dan sosial, konflik sosial,  Kegagalan pengetahuan akan dan sebagainya, pada umumnya terjadi suatu fenomena kompleks bukan oleh karena akumulasi secara endogen semata-mata karena informasi yang dari sistem sosial tersebut. Keserakahan kurang banyak, melainkan suatu yang memupuk terus-menerus dalam karakteristik inheren dari sistem sistem kapitalistik berbuah menjadi kompleks itu sendiri. krisis ekonomi, konflik sosial yang pecah Ini merupakan akibat dari dua proposisi hingga pergantian rezim politik secara sebelumnya, bahwa banyaknya hal yang paksa terjadi oleh akumulasi kesulitan tak kita ketahui akan sistem alam dan hidup yang dialami oleh individu-individu sosial, bukan semata-mata karena kita sosial. Ini merupakan karakteristik sistem kurang informasi atas sistem alam dan alam dan sosial yang senantiasa bersifat sosial tersebut, melainkan disebabkan self-referential yang memungkinkannya karakteristik sistem chaotik alam dan melakukan “pengaturan diri sendiri dalam sosial yang “tidak mengizinkan” kita keadaan kritikal”. untuk secara deterministik memahami determinisme dari sistem tersebut.  Cara sistem kompleks beradaptasi adalah melalui proses  Interaksi elemen-elemen optimisasi apa yang terbaik dalam sistem merupakan sumber utama keterbatasan dalam horizon elemenkompleksitas sistem. elemennya. Yang menjadi biang keladi dari ketakpastian sistemik alam dan sosial adalah interaksi yang terjadi di antara elemen-elemen penyusunnya. Dengan memasukkan karakteristik interaksionisme inter-elemen sistem, begitu banyak perspektif modern sebagai warisan zeitgeist abad pencerahan mesti diubah. Kajian interdisiplinaritas dalam observasi dan penerapan metode ilmiah merupakan salah satu langkahnya.

Di level individual dan elementer, usaha mikro-struktural untuk mencapai keadaan optimum merupakan cara sistem kompleks beradaptasi dan ber-evolusi. Pola dapat dikenali secara mikro, namun secara makro, akan dibrojolkan (emerge) pola makro yang seringkali (seolah) tak berhubungan dengan apa yang terjadi pada level deskripsi yang mikro.  Prediksi itu tak mungkin. Yang bisa dilakukan adalah mendeteksi awal (precursors) menuju sebuah keadaan.

 Keadaan katastropik, krisis, terjadi oleh adanya aspek akumulasi secara endogen (self-organized Wawasan kompleksitas memberikan criticallity) keinsyafan bahwa prediksi merupakan hal yang “terlarang” dalam sistem 33

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


kompleks yang penuh ketakpastian. Namun dengan implementasi metodologis yang baik, prediksi dapat dilakukan dengan memperhatikan dan mendeteksi precursors (gejala-gejala awal) akan sebuah keadaan sistemik. Diskusi dilakukan dengan memberi kesempatan seluasnya kepada para peserta diskusi yang berjumlah sekitar 70 orang untuk membenturkan butir-butir yang mendasari perspektif kompleksitas tersebut dengan pengalaman-pengalaman personal para peserta diskusi. Adalah menarik, mendengarkan berbagai pendapat di sesi komentar dan tanya jawab, di antaranya dari Ulil Abshar Abdala yang menunjukkan bagaimana perspektif

kompleksitas memberikan penjelasan atas berbagai keunikan fenomenologis yang dialami dalam aktivitasnya di bidang kajian agama. Arif Mas Wijaya, periset cytogenetic biomolekuler di Tokyo, yang juga akan jadi pembicara pada diskusi seri neurosains, membagi pengalaman dan pengetahuannya yang menjabarkan sekian kompleksitas di ranah biologi molekuler dan evolusi. Moderator kemudian menutup diskusi pertama ini dengan menggaris bawahi kesadaran baru pengetahuan ilmiah yang kian tahu batas-batasnya, tapi yang justru membuat pengetahuan itu tumbuh makin kokoh. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

34


Pembangunan Berkelanjutan: Tipisnya Kehendak Politik Pengetahuan untuk menumbuhkan kehidupan ekonomi yang menyejahterakan rakyat miskin sekaligus juga mencegah penurunan kualitas lingkungan hidup sebenarnya sudah ada. Yang seringkali menjadi masalah dalam realitas kehidupan bermasyarakat adalah absennya kepemimpinan yang cerdas dan berani mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan itu. Politik kompromi yang lebih nyaman ditempuh, seringkali menghasilkan rentetan tindakan populis yang segera menyenangkan masyarakat luas tapi yang justru bisa bersifat kontraproduktif di masa depan. Kebijakan dan tindakan populis itu tak jarang membawa pembangunan ekonomi ke jalan yang tidak menyejahterakan sekaligus merusak daya dukung lingkungan hidup. Karena terlalu terikat pada tuntutan berjangka pendek, kebijakan itu bisa mengorbankan dan merampas pilihan dari generasi yang akan datang untuk menikmati tanahair bumi mereka. Demikianlah setidaknya garis besar pemikiran yang disampaikan oleh ekonom Arianto A. Patunru dan ahli kehutanan Daniel Murdiyarso ketika berdiskusi dengan sekitar 70 mahasiswa dan kaum muda komunitas Freedom Institute pada Kamis, 26 Mei lalu di Wisma Proklamasi, Menteng, Jakarta. Menurut Arianto, pengetahuan ekonom sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan apa yang dikenal sebagai kerangka pembangunan

35

ekonomi ramah lingkungan (green economy framework). Jika sebelumnya pembangunan ekonomi awal selalu diasosiasikan dengan penurunan kualitas lingkungan (environment Kuznet Curve), perkembangan masyarakat kini, menurut Ketua Lembaga Penyelidikan Masyarakat dan Ekonomi FEUI ini, telah memungkinkan koordinasi antarmaupun intra-negara untuk setidaknya meminimalkan efek negatif pembangunan ekonomi ini. Meskipun pelaksanaannya masih jauh dari sempurna, Arianto mencontohkan mekanisme kerjasama REDD (kemudian REDD+). Contoh terbaru koordinasi ini adalah antara pemerintah Indonesia dan Norwegia, yang baru-baru ini telah melahirkan keputusan penundaan pembukaan hutan Indonesia, yang kemudian dibahas lebih jauh oleh Daniel. Di dalam negeri, pimpinan politik sebenarnya bisa menggalakkan kerjasama antar daerah, melalui berbagai pilihan kebijakan pertukaran yang saling menguntungkan. Arianto menyebutkan, antara lain, mekanisme PES (Payment for Environmental Services) yang bisa diterapkan di Jakarta dan wilayah di sekitarnya untuk bekerjasama menuntaskan masalah banjir, kemacetan, polusi udara, dll. Pada tingkat nasional pun kebijakan penerapan perhitungan PDB maupun APBN ramah lingkungan sebenarnya bisa ditempuh. Ini adalah kebijakan strategis yang ampuh untuk memasukkan perhitungan kelestarian

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


lingkungan hidup (silakan ikuti ppt dan video AAP untuk detail perhitungan PDB dan APBN ini).

kelemahan lain dari Inpres ini. Kelemahan itu antara lain berupa tidak jelasnya definisi hutan “primer� yang hendak dilindungi, banyaknya instansi negara yang terlibat Keberanian pimpinan politik, dalam namun tidak mencakup Kementerian hal Indonesia kita Presiden SBY, juga Pertambangan dan Sumber Daya Alam dituntut untuk meniadakan subsidi BBM, maupun Kementerian Pertanian, tidak kata Arianto. Kebijakan populis subsidi diaturnya mekanisme pertukaran lahan hanya menyimpan bom waktu. Menurut atau swapping jika ternyata lahan yang data yang dihimpun Arianto, kebijakan dikecualikan mengandung karbon tinggi, subsidi BBM ini tidak menguntungkan dll. rakyat miskin, bahkan menghilangkan kesempatan pertumbuhan ekonomi yang Daniel, demikian pula Arianto, yakin bisa mereka nikmati jika alokasi subsidi bahwa pimpinan nasional, terutama tersebut dialihkan untuk pembangunan Presiden SBY, punya kesempatan infrastruktur Indonesia yang sangat berbuat lebih banyak untuk meletakkan tertinggal dibandingkan dengan negeri- jalur pembangunan ekonomi Indonesia negeri tetangga. menjadi lebih berkelanjutan. Namun waktu itu semakin pendek, apalagi tahun depan, Persoalan keberanian pimpinan politik secara politik sangat tidak menguntungkan nasional juga menjadi catatan Daniel lagi untuk membuat kebijakan yang tidak Murdiyarso, yang dalam presentasinya populis, sepakat kedua pembicara. mendiskusikan kelemahan keputusan politik Presiden SBY terkait dengan Diskusi juga menanggapi beberapa moratorium pembukaan hutan. Meskipun pertanyaan peserta tentang perlunya patut disambut positif, keputusan perubahan mindset masyarakat. yang hampir setahun terlambat sejak Pandangan yang perlu diubah itu antara ditandatanganinya komitmen REDD+ lain yang menyangkut posisi manusia dengan pemerintah Norwegia, namun yang meletakkan dirinya lebih tinggi dari efektivitas Inpres 10/2011 sangat bisa alam, tentang subsidi yang sebenarnya dipertanyakan. Meskipun masih perlu merugikan masyarakat dalam jangka dilihat apakah evaluasi pada November panjang, dan tentang kebijakan reboisasi nanti akan semakin memperjelas luasan yang bisa menyesatkan. Menurut Daniel, dan tetapan lahan hutan yang akan kebijakan penanaman tunas pohon ini terlindungi lewat Inpres ini, menurut Daniel, sangat disenangi pengambil kebijakan Inpres ini mengalihkan pimpinan koordinasi karena bisa diliput media secara besarpelaksanaan Inpres ke Kementerian besaran, padahal kebijakan pelestarian Kehutanan yang selama ini belum terbukti hutan yang ada sebenarnya lebih efektif mengelolah kehutanan Indonesia mudah dikerjakan dan lebih bermanfaat secara berkelanjutan. Di samping itu, ketimbang penanaman kembali hutan terang Daniel, masih banyak terdapat yang sudah terlanjur rusak itu.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

36


Nirwan Arsuka dalam kesimpulannya kembali menyitir pernyataan Emil Salim dalam Kuliah Umum sebelumnya di Freedom Institute. Ia menandaskan perlunya penguatan masyarakat sipil untuk menekan dan menuntut para pengambil kebijakan untuk menggerakkan pembangunan ekonomi ke arah yang berkelanjutan. Karena cakrawalanya yang sempit, yang hanya terentang paling jauh lima tahun ke depan, para politisi pada umumnya memang tak dapat diharapkan untuk melepaskan kepentingan kelompoknya sendiri, dan

37

mendorong kebijakan yang mengabdi pada kepentingan masyarakat luas dan generasi yang akan datang. Hanya tekanan sistematis dari masyarakat sipil yang terdidik dan berjaringan luas, yang bisa membuat para politisi itu tergerak menautkan pertumbuhan ekonomi yang mengangkat mutu hidup masyarakat luas dengan pengelolaan lingkungan yang menjaga mutu sistem pendukung kehidupan Planet Bumi. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Komplektisitas Budaya dan Renesans Indonesia Diskusi seri ke-2 Kompleksitas yang diselenggarakan Freedom Institute dan Bandung Fe Institute, mengambil tema “Kompleksitas Budaya dan Renesans Indonesia”. Diskusi yang dipimpin oleh moderator Nirwan A. Arsuka ini diawali dengan pemaparan bertajuk “Menjelaskan Kemajuan/Kekuatan Bangsa-bangsa” oleh I Gde Raka, seorang guru budaya dan manajemen inovasi yang pernah menjabat Kepala Pusat Penelitian Teknologi Institut Teknologi Bandung, dilanjutkan dengan paparan berjudul “Dari Kompleksitas Budaya Tradisi Ke Renesans Indonesia” oleh Hokky Situngkir, Presiden Bandung Fe Institute. Dalam pemaparannya, I Gde Raka menyoroti perspektif yang sangat sederhana dari Jared Diamond (berdasarkan bukunya yang berjudul “Guns, Germs, and Steel: The Fates of Human Societies,” terbit tahun 1997), bagaimana bangsa-bangsa Eropa bisa maju dan menaklukkan Amerika dan Australia oleh dukungan (kebetulan, accidental) dari biogeografi yang cocok dengan pola domestikasi yang dilakukan, yang pada gilirannya memungkinkan perkembangan teknologi dan politiknya. Dalam buku itu, sebagaimana disoroti oleh I Gde Raka, Diamond menunjukkan bahwasanya “penaklukan” Eropa atas Amerika dan Australia semata-mata tak dikarenakan oleh dukungan gen mereka, namun juga oleh germs (kuman, penyakit) mereka (dalam hal ini cacar).

Paparan ini dikaitkan pula dengan pandangan Eduard Spranger tentang dimensi-dimensi nilai pada suatu masyarakat: dimensi teoretis (terkait pencarian nilai kebenaran), dimensi ekonomi (terkait nilai kegunaan), dimensi estetis (terkait nilai atas bentuk dan harmoni), dimensi sosial (terkait nilai berlandas kasih sayang pada orang lain), dimensi politik (terkait nilai kekuasaan), dan dimensi keagamaan (nilai totalitas spiritual). Menurut I Gde Raka, kita perlu melakukan “pemetaan “ keenam dimensi ini dalam melihat kehidupan masyarakat kita relatif dengan bangsa-bangsa lain, sebelum kita pada akhirnya bisa mencapai rumusan akan kebangkitan budaya bangsa, atau “renesans” sebagaimana dibawakan sebagai tajuk diskusi. Yang jelas, mengutip Lawrence E. Harrison, bagi I Gde Raka, “underdevelopment is a state of mind”. Pemaparan ini disambut oleh Hokky Situngkir dengan menunjuk pada 3 titik yang mungkin seolah tak berhubungan, namun jika kita mampu menggambarkan sebuah bangun atas ketiga titik tersebut, maka renesans bukanlah hal yang mustahil. Titik pertama, yang disoroti adalah keadaan krisis epistemologis dalam perjalanan kesejarahan kecendekiaan Eropa. Di sini ditunjukkan secara sekilas bagaimana peradaban Eropa yang mendominasi dunia ini sebenarnya berjalan “tertatih-tatih” dalam evolusinya. Ia beberapa kali tergelincir bahkan semenjak

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

38


zaman Yunani Kuno (terkait geometri, aritmatika, aljabar, dan numerologi) yang di-revive pada masa Renesans di Eropa dan menjadi titik tolak kehidupan modernisme dunia, hingga berujung pada berbagai “krisis cendekia” akan kemunculan berbagai “pemberontakan” dalam kehidupan posmodernitas kekinian. Sorotan akan ketaklengkapan aritmatika (Kurt Godel, 1931), mekanika kuantum (Werner Heissenberg, 1927), hingga perspektif sosial (Lyotard, 1979) dan kemunculan era seni populer industrial (misalnya Andy Warhol, 1970-an), kesemuanya merupakan titik-titik yang terkait secara tak langsung sebagai tantangan terhadap modernitas yang berakar pada filsafat helenisme.

geometri fraktal, sebagai bentuk apresiasi baru atas berbagai warisan kebudayaan Indonesia, misalnya batik, candi, dan sebagainya. Penemuan geometri fraktal pada desain batik tradisional Indonesia merupakan sebuah titik temu yang menarik antara “yang barat” dan “yang timur”, harmoni antara yang modern dengan yang tradisional, yang seringkali justru dipertentangkan satu sama lain. Hal ini ditambah pula dengan kenyataan faktual akan kekayaan kultural yang dimiliki orang –orang di kepulauan Indonesia sebagai salah satu negeri di mana kemajemukan budaya sebagai salah satu yang tertinggi di dunia.

Dalam pemaparannya, Hokky Situngkir menunjukkan bahwa “menggambar tiga neksus” tersebut merupakan sebuah Titik kedua, adalah tendensi pergerakan peluang akan kebangkitan budaya ilmu-ilmu pengetahuan dari cara pandang Indonesia, bahkan “Renesans Indonesia” mono-disipliner warisan abad pencerahan atau “Renesans Asia” dengan menilik pada menjadi perspektif kompleks yang tahapan-tahapan umum yang biasanya interdisiplin. Hokky Situngkir menyoroti dialami banyak negara maju. Tahapanperkembangan ilmu-ilmu yang mulai tahapan tersebut adalah revitalisasi melihat tiap elemen observasi (baik budaya, restrukturisasi sistem pendidikan, alam maupun sosial) sebagai hal yang bangkitnya budaya baru, revolusi sains, tak pernah sepenuhnya independen, restrukturisasi politik, dan kemudian sebagaimana di-“ideal”-kan oleh ilmu- transformasi sosial dan ekonomi yang ilmu warisan abad pencerahan. Kritik menyebabkan pada akhirnya, mereka generalisasi gerak acak yang berpijak dikenal sebagai “negara maju”. pada normalitas data “ditantang” dengan kenyataan bahwa parameter-parameter Pada kesempatan itu pula, Hokky statistika normal perlu ditinjau ulang menunjukkan inisiatif pengumpulan terkait temuan empiris akan sebaran data budaya ala Wikipedia di situs statistik data-data. partisipatif ensiklopedia terbuka Budaya Titik ketiga,perkembangan matematika mutakhir, dalam

39

antara hal ini

Indonesia:http://www.budaya-indonesia. org/ yang dibangun dengan keprihatinan bahwa sekian tahun Indonesia merdeka, belum pernah ada pencatatan yang

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


komprehensif dan menjadi portal terpusat data-data kebudayaan tradisional Indonesia. Ironis, mengingat kepulauan Indonesia menyimpan sejuta potensi budaya tradisi yang menjadi satu elemen yang memungkinkan terwujudnya “Renesans Indonesia�.

impian akan kebangkitan budaya Indonesia dan Asia ini diharapkan dapat menjadi pemicu yang bermanfaat tatkala kita mulai lagi memperbaiki struktur dan kultural sosial kemasyarakatan kita, tahap demi tahap, pelan tapi pasti.

Diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab seputar pemaparan kedua narasumber. Kebanyakan peserta diskusi membenturkan peluang besar kebangkitan Indonesia tersebut dengan kenyataan umum Indonesia, baik di kemasyarakatan maupun birokrasi politik yang menjadi tontonan sehari-hari, yang penuh kesemrawutan dan perlu pembenahan di sana-sini. Setidaknya, benturan-benturan

Yang jelas, pemaparan kedua narasumber, terutama Hokky Situngkir, menunjukkan betapa memang kaya negeri Indonesia ini, dan kekayaannya itu bukan hanya mampu menguntungkan dirinya sendiri tapi juga bisa menguntungkan seluruh dunia. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

40


Pembangunan Berkelanjutan: Tipisnya Tekad Politik Pengetahuan untuk menumbuhkan kehidupan ekonomi yang menyejahterakan rakyat miskin sekaligus juga mencegah penurunan kualitas lingkungan hidup sebenarnya sudah ada. Yang seringkali menjadi masalah dalam realitas kehidupan bermasyarakat adalah absennya kepemimpinan yang cerdas dan berani mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan itu. Politik kompromi yang lebih nyaman ditempuh, seringkali menghasilkan rentetan tindakan populis yang segera menyenangkan masyarakat luas tapi yang justru bisa bersifat kontraproduktif di masa depan. Kebijakan dan tindakan populis itu tak jarang membawa pembangunan ekonomi ke jalan yang tidak menyejahterakan sekaligus merusak daya dukung lingkungan hidup. Karena terlalu terikat pada tuntutan berjangka pendek, kebijakan itu bisa mengorbankan dan merampas pilihan dari generasi yang akan datang untuk menikmati tanahair bumi mereka. Demikianlah setidaknya garis besar pemikiran yang disampaikan oleh ekonom Arianto A. Patunru dan ahli kehutanan Daniel Murdiyarso ketika berdiskusi dengan sekitar 70 mahasiswa dan kaum muda komunitas Freedom Institute pada Kamis, 26 Mei lalu di Wisma Proklamasi, Menteng, Jakarta. Menurut Arianto, pengetahuan ekonom sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan apa yang dikenal sebagai kerangka pembangunan

41

ekonomi ramah lingkungan (green economy framework). Jika sebelumnya pembangunan ekonomi awal selalu diasosiasikan dengan penurunan kualitas lingkungan (environment Kuznet Curve), perkembangan masyarakat kini, menurut Ketua Lembaga Penyelidikan Masyarakat dan Ekonomi FEUI ini, telah memungkinkan koordinasi antarmaupun intra-negara untuk setidaknya meminimalkan efek negatif pembangunan ekonomi ini. Meskipun pelaksanaannya masih jauh dari sempurna, Arianto mencontohkan mekanisme kerjasama REDD (kemudian REDD+). Contoh terbaru koordinasi ini adalah antara pemerintah Indonesia dan Norwegia, yang baru-baru ini telah melahirkan keputusan penundaan pembukaan hutan Indonesia, yang kemudian dibahas lebih jauh oleh Daniel. Di dalam negeri, pimpinan politik sebenarnya bisa menggalakkan kerjasama antar daerah, melalui berbagai pilihan kebijakan pertukaran yang saling menguntungkan. Arianto menyebutkan, antara lain, mekanisme PES (Payment for Environmental Services) yang bisa diterapkan di Jakarta dan wilayah di sekitarnya untuk bekerjasama menuntaskan masalah banjir, kemacetan, polusi udara, dll. Pada tingkat nasional pun kebijakan penerapan perhitungan PDB maupun APBN ramah lingkungan sebenarnya bisa ditempuh. Ini adalah kebijakan strategis yang ampuh untuk memasukkan

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


perhitungan kelestarian lingkungan hidup (silakan ikuti ppt dan video AAP untuk detail perhitungan PDB dan APBN ini).

kelemahan lain dari Inpres ini. Kelemahan itu antara lain berupa tidak jelasnya definisi hutan “primerâ€? yang hendak dilindungi, banyaknya instansi negara yang terlibat Keberanian pimpinan politik, dalam namun tidak mencakup Kementerian hal Indonesia kita Presiden SBY, juga Pertambangan dan Sumber Daya Alam dituntut untuk meniadakan subsidi BBM, maupun Kementerian Pertanian, tidak kata Arianto. Kebijakan populis subsidi diaturnya mekanisme pertukaran lahan hanya menyimpan bom waktu. Menurut atau swapping jika ternyata lahan yang data yang dihimpun Arianto, kebijakan dikecualikan mengandung karbon tinggi, dll. subsidi BBM ini tidak menguntungkan rakyat miskin, bahkan menghilangkan Daniel, demikian pula Arianto, yakin kesempatan pertumbuhan ekonomi bahwa pimpinan nasional, terutama yang bisa mereka nikmati jika alokasi Presiden SBY, punya kesempatan subsidi tersebut dialihkan untuk berbuat lebih banyak untuk meletakkan pembangunan infrastruktur Indonesia jalur pembangunan ekonomi Indonesia yang sangat tertinggal dibandingkan menjadi lebih berkelanjutan. Namun waktu dengan negeri-negeri tetangga. itu semakin pendek, apalagi tahun depan, secara politik sangat tidak menguntungkan Persoalan keberanian pimpinan politik lagi untuk membuat kebijakan yang nasional juga menjadi catatan Daniel tidak populis, sepakat kedua pembicara. Murdiyarso, yang dalam presentasinya mendiskusikan kelemahan keputusan Diskusi juga menanggapi beberapa politik Presiden SBY terkait dengan pertanyaan peserta tentang perlunya moratorium pembukaan hutan. Meskipun perubahan mindset masyarakat. patut disambut positif, keputusan Pandangan yang perlu diubah itu antara yang hampir setahun terlambat sejak lain yang menyangkut posisi manusia ditandatanganinya komitmen REDD+ yang meletakkan dirinya lebih tinggi dari dengan pemerintah Norwegia, namun alam, tentang subsidi yang sebenarnya efektivitas Inpres 10/2011 sangat bisa merugikan masyarakat dalam jangka dipertanyakan. Meskipun masih perlu panjang, dan tentang kebijakan reboisasi dilihat apakah evaluasi pada November yang bisa menyesatkan. Menurut Daniel, nanti akan semakin memperjelas luasan kebijakan penanaman tunas pohon ini dan tetapan lahan hutan yang akan sangat disenangi pengambil kebijakan terlindungi lewat Inpres ini, menurut Daniel, karena bisa diliput media secara besarInpres ini mengalihkan pimpinan koordinasi besaran, padahal kebijakan pelestarian pelaksanaan Inpres ke Kementerian hutan yang ada sebenarnya lebih Kehutanan yang selama ini belum terbukti mudah dikerjakan dan lebih bermanfaat efektif mengelolah kehutanan Indonesia ketimbang penanaman kembali secara berkelanjutan. Di samping itu, hutan yang sudah terlanjur rusak itu. terang Daniel, masih banyak terdapat

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

42


Nirwan Arsuka dalam kesimpulannya kembali menyitir pernyataan Emil Salim dalam Kuliah Umum sebelumnya di Freedom Institute. Ia menandaskan perlunya penguatan masyarakat sipil untuk menekan dan menuntut para pengambil kebijakan untuk menggerakkan pembangunan ekonomi ke arah yang berkelanjutan. Karena cakrawalanya yang sempit, yang hanya terentang paling jauh lima tahun ke depan, para politisi pada umumnya memang tak dapat diharapkan untuk melepaskan kepentingan kelompoknya sendiri, dan

43

mendorong kebijakan yang mengabdi pada kepentingan masyarakat luas dan generasi yang akan datang. Hanya tekanan sistematis dari masyarakat sipil yang terdidik dan berjaringan luas, yang bisa membuat para politisi itu tergerak menautkan pertumbuhan ekonomi yang mengangkat mutu hidup masyarakat luas dengan pengelolaan lingkungan yang menjaga mutu sistem pendukung kehidupan Planet Bumi. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Klub Sains: Otak dan Peradaban Freedom Institute bersama komunitas sejarah yang silam. Konsep agama pemerhati sains modern telah dan Tuhan, sampai batas tertentu mengadakan sebuah diskusi tentang telah membantu leluhur manusia untuk pencapaian modern dalam studi otak bekerjasama menghadapi keadaan yang manusia beberapa minggu yang lalu. buruk sehingga bisa lestari menghadapi Sejalan dengan filsafat liberalisme klasik seleksi alam. Namun kini, banyak hal yang yang mendasarkan argumennya pada diajarkan agama-agama, yang justeru temuan-temuan ilmiah yang mencoba tegak menghambat perkembangan memahami manusia dan upayanya manusia menuju tingkat yang lebih baik. mengorganisasikan diri dalam sebuah Agama-agama, dalam posisi seperti ini, sistem sosial kemasyarakatan, diskusi menjadi sesuatu yang dengan sistematis ini dibayangkan sebagai peretas bagi menampik tujuan besarnya sendiri. terbentuknya komunitas Indonesia yang lebih berpikiran rasional dan terbuka Ryu Hasan yang juga terlibat dalam terhadap beragam pemikiran maupun tim penelitian tentang telemorase perkembangan ilmu pengetahuan (bagian dari gen penentu panjang mutakhir. Temuan-temuan ilmiah itu umur organisme) di Tokyo University seringkali berbenturan dengan prasangka, ini memaparkan serangkaian penelitian paham, bahkan tatanan yang dominan mutakhir untuk mendukung argumen saat ini, yang semuanya menghambat tentang keterkaitan kerja otak dan gerak maju perkembangan manusia. kelahiran serta perkembangan agama itu. Ryu yang tumbuh dalam keluarga Seri diskusi pertama, dimulai Rabu 1 Juni ulama muslim itu berbicara agak banyak 2011, diawali dengan diskusi tentang tentang agama islam yang dikenalnya otak manusia menurut riset dan temuan- dengan cukup rinci itu. Video dan audio temuan terbaru di bidang neurosains. Ryu dapat didapatkan di website ini. Otak, ditunjukkan lewat presentasi pakar neurosains Roslan Yusni Hasan, Diskusi yang dihadiri sekitar 100 orang didudukkan sebagai faktor penentu dan berlangsung hampir tiga jam ini akan pembentuk peradaban manusia. Tanpa dilanjutkan lagi dalam diskusi selanjutnya otak yang telah berevolusi cukup jauh, yang akan dilaksanakan secara berkala. tak akan ada peradaban. Tanpa otak Tentatif tema diskusi adalah sebagai berikuit: yang bekerja untuk keperluan survival 1.Otak dan Moralitas manusia, maka tidak akan ada Tuhan, 2.Otak, Gender, dan apalagi agama, yang memang cukup Identitas identitas Lainnya efektif untuk mendukung survivabilitas 3. Evolusi dan Watak manusia pada kurun waktu dan keadaan Manusia: Kasus Nusantara

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

44


4. Otak dan Kemungkinan-kemungkinan Masa Depan Manusia

ilmu alam (physical sciences) dan Ilmuilmu kehidupan (life sciences). Dengan diskusi terbuka dan lokakarya berkala itu Tema-tema yang akan dibahas itu diharapkan akan berkembang jaringan akan disorot dengan perspektif komunitas epistemis yang berpikir neurosains dan evolusi biologi. dinamis dan anti-dogma, sejalan dengan Moderator diskusi yang juga koordinator watak dan pencapaian ilmu pengetahuan Klub Sains Freedom Institute, Nirwan modern yang, mengutip filosof Ernst Arsuka, menginformasikan bahwa selain Cassirer, merupakan langkah terakhir diskusi umum yang dilaksanakan setiap dalam perkembangan mental manusia bulan, klub sains juga akan mengadakan dan boleh dianggap sebagai pencapaian serangkaian lokakarya di mana peminat tertinggi dan paling karakteristik dalam yang terpilih akan berkesempatan kebudayaan manusia. Harapan klub sains mendalami lebih lanjut diskusi sejenis ini, pada dasarnya, adalah penerusan ini secara intensif dan santai. Lokakarya dari semangat inti agama dan filsafat ini akan mencoba merangkum berbagai yang hendak mendekati kebenaran, spektrum pembicaraan tentang sains, menyisihkan kesalahan, dan merayakan tentang perubahan pandangan dunia kehidupan. (*) yang disebabkan oleh temuan-temuan terbaru terutama di berbagai bidang Ilmu-

45

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Klub Sains: Otak dan Moralitas Seri ke-2 dari diskusi Sain Klub Freedom Institute melanjutkan diskusi seri pertama dengan pokok bahasan neurosains. Diskusi yang diadakan pada 20 juli 2011 ini mengangkat topik peranan otak dalam membentuk pola moralitas pada tiap individu manusia. Moral selama ini lebih sering dianggap sebagai keadaan yang dibentuk oleh lingkungan dan merupakan hal yang sepenuhnya bisa dikendalikan secara rasional lewat pendidikan dalam berbagai bentuknya. Pengetahuan tentang proses terbentuknya sistem moral dalam diri seseorang menjadi sangat penting karena ini akan berimplikasi dalam menyikapi sikap dan perilaku seseorang dalam masyarakat secara lebih rasional.

terlalu dibutuhkan. Sebagai contohnya fungsi penglihatan manusia berkembang bagus sementara fungsi penciumannya tidak sebagus pada anjing. Hal ini terjadi karena selama proses evolusi otak manusia, seleksi alam lebih memilih manusia dengan sistem penglihatan yang berkembang bagus. Sementara seleksi alam lebih berpihak kepada anjing dengan penciuman yang tajam ketimbang yang penciumannya kurang berkembang baik. Sudut pandang genetika juga diajukan untuk menjelaskan bagaimana gengen dalam kromosom barperan besar dalam terbentuknya berbagai macam kecenderungan perilaku manusia.Â

Secara umum perilaku semua spesies Pembicara dalam diskusi ini adalah dr. didorong dan diarahkan oleh kerja Beny Atmadja SpBS, seorang ahli bedah dopamine dalam berbagai sirkuit di saraf dan noeurosaintis yang tinggal otaknya. Tapi hanya pada primata saja di Bandung. Beny Atmadja membuka yang secara evolusioner berkembang presentasinya dengan mengetengahkan sirkuit moral di otaknya. Tak ada binatang pembentukan, pertumbuhan dan lain yang mengenal konsep moralitas selain perkembangan sistem saraf dan otak primata. Konsep moralitas yang timbul manusia sejak awal kehidupannya hingga pada otak primata ini merupakan hasil saat otak seseorang mencapai fungsi dari kerja korteks orbitofrontal yg secara maksimalnya. evolusioner berkembang baik. Kerja sirkuit ini mendorong individu primata untuk Tidak ketinggalan dijelaskan juga proses melakukan tindakan-tindakan altruistik, evolusioner terbentuknya otak beserta tindakan yang secara umum dianggap sistem-sistem dan sirkuit-sirkuitnya, di sebagai tindakan yang baik. Sirkuit moral mana otak manusia telah mengalami di otak primata ini bertentangan secara proses evolusi sehingga beberapa langsung dengan sirkuit pahala di nucleus fungsi sistemnya berkembang bagus, accumbent. Pertentangan antara kedua sementara ada juga fungsi yang tidak sirkuit ini terjadi setiap saat secara dinamis, berkembang karena memang tidak kecenderungan individu untuk melakukan

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

46


tindakan “bermoral� berbanding lurus bahwa moral sepenuhnya terbebas dari dengan apakah sirkuit moral lebih dominan perasaan dan emosi, bahwa berbuat baik ketimbang sirkuit pahala di otaknya. adalah konsekwensi dari bertindak logis dan bahwa amoralitas adalah merupakan Lebih jauh Beny menjelaskan bagaimana hasil pemikiran yang tidak logis. Menurut sitem-sistem di dalam otak manusia hasil riset neurosains, sebenarnya bekerja melalui berbagai macam sirkuit- tidak ada proses yg dikendalikan oleh sirkuit perilaku yang saling berhubungan otak rasional dalam pengambilan satu dengan yang lain secara rumit. keputusan-keputusan moral. Semuanya Secara garis besar manusia mengambil ada dalam kendali otak emosional. keputusan dan melakukan tindakan berdasarkan kerja otak emosional dan Konsep moralitas dalam kelompok primata otak rasionalnya. Namun demikian, sirkuit pun berbeda-beda tingkatannya pada tiap moral di otak ternyata bekerja bukan spesies, sesuai dengan perkembangan berdasar rasionalitas semata tapi didorong evolusi otaknya, dan manusia ternyata juga oleh otak emosional. Alih-alih bukanlah yang paling altruistik dibanding ditimbang secara jernih dan obyektif oleh primata-primata lain. Pada otak bonobo, rasionalitas, keputusan moral ternyata sirkuit moral berkembang jauh lebih lebih mirip dengan selera estetika yang dominan sehingga dalam masyarakat cenderung subyektif itu. Pada saat kita bonobo hampir tidak dikenal kekerasan. melihat sebuah lukisan tertentu, mungkin Solidaritas yang diperlihatkan bonobo seketika itu juga kita bisa merasakan daya tampak juga pada pada simpanze, tapi tarik lukisan itu, yang tentu saja sangat simpanze masih sering melakukan subyektif. Dan kalau kita ditanya mengapa penyerangan – bahkan penyerangan kita menganggap lukisan itu menarik, yang mematikan - kepada kelompok maka kita baru mencari-cari alasannya. simpanze lain. Penyerangan mematikan Demikian juga keputusan moral di otak: ini tidak pernah teramati pada masyarakat alasan mengapa tindakan itu baik atau bonobo. Bahkan kecenderungan tidak, cenderung baru dicari belakangan. masyarakat bonobo menghindari konflik bisa begitu besar sehingga mereka Dalam sesi tanya jawab, lebih banyak lagi bisa melakukan tindakan yang tampak pengetahuan-pengetahuan baru yang tidak alami. Jika, misalnya, terjadi disinggung, yang ternyata berbeda dengan ketidakseimbangan populasi jantan dan anggapan umum bahwa moralitas adalah betina, maka agar tidak terjadi perkelahian keputusan yang sepenuhnya rasional. karena perebutan pasangan dalam Dalam sudut pandang neurosains yang kelompoknya, beberapa bonobo memilih dibangun dari berbagai penelitian empiris, untuk melakukan homoseksualitas. pengambilan keputusan moral ternyata Untuk mendapatkan pasangan, yang berbeda dari konsep yang dilontarkan oleh mungkin juga hanya sekedar pasangan para filsuf mulai dari Plato, Leibniz, Descrate tambahan saja, manusia bukan saja atau Kant. Para filsuf ini menganggap sanggup untuk berdusta dan berkhianat. 47

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Demi pasangan sexual, manusia bahkan sanggup menumpahkan darah dan mengobarkan perang yang memusnahkan nyawa banyak manusia, sebagaimana yang terekam dalam sejumlah catatan sejarah dan dalam banyak karya sastra yang dianggap agung. Untuk menunjukkan peran otak yang sangat penting dalam menentukan perilaku manusia, moderator Ryu Hasan yang juga seorang ahli bedah saraf, bercerita tentang seorang mahasiswi Jepang yang prestasi akademiknya sangat cemerlang dan perilaku moralnya cukup terpuji. Suatu saat, mahasiswi teladan ini mengalami pertumbuhan tumor di otaknya. Prestasi akademiknya menurun dan tindak-tanduk seksualnya menjadi liar tanpa kendali. Meski demikian, pengujian psikiatris yang dikenakan padanya menunjukkan bahwa ia tetap mengetahui hal-hal yang dianggap benar dan tidak benar. Ketika tumor kecil di otaknya berhasil diangkat, si mahasiswi kembali menunjukkan

prestasi akademik yang cemerlang dan perilaku sosial yang menggembirakan. Diskusi yang dihadiri oleh sekitar 90 peserta ini berjalan dinamis dan variasi pertanyaan yang diajukan juga sangat beragam. Salah satu pernyataan yang menarik sejumlah tanggapan adalah bahwa moralitas bukanlah apa-apa yang diajarkan oleh para pendahulu, tetapi apa yang diturunkan secara genetik, dan itu mengatur kecenderungan seseorang untuk menjadi bermoral atau amoral. Diskusi dinamis ini akan dilanjutkan pada diskusi neurosains seri ketiga pada Jumat 19 Agustus, dengan pembicara Ryu Hasan dan Jalalludin Rakhmat, seorang ahli psikologi komunikasi yang juga seorang pengamat perkembangan sains modern. Diskusi ini akan didahului dengan buka puasa bersama dan akan berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00. Terbuka untuk umum dan gratis. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

48


Merayakan Kekekalan Manusia Ahli bedah saraf, Dr Ryu Hasan, dan pakar teologi yang beralih menjadi pemerhati perkembangan ilmu, Dr Ioanes Rakhmat, bergabung kembali sebagai pembicara di forum diskusi umum Freedom Institute (10/3) yang dipimpin oleh moderator Nirwan A. Arsuka. Diskusi bertajuk “Merayakan Kekekalan Manusia� ini sedikit banyak merupakan kelanjutan dari diskusi sebelumnya (16/12/2010) yang membahas buku “The Grand Design� karya Stephen Hawking dan Leonard Mlodinow. Ryu Hasan mengawali pembahasannya dengan meninjau evolusi genetik makhluk hidup. Sambil menandaskan bahwa genom adalah sebuah kitab, ia memaparkan proses penyalinan informasi dalam kitab itu yang memungkinkan genom menjadi abadi meskipun wahana penyebarannya, yakni makhluk hidup seperti manusia, terpaksa mengalami kematian. Risetriset yang mendalam atas genom itu, di mana Ryu juga terlibat di dalamnya, kini memungkinkan manusia untuk membuat proses penyalinan informasi itu bukan saja mengekalkan sang genom tapi juga memperpanjang usia wahanyanya. Usia manusia pun, secara teoretik, menjadi mungkin direntang hingga seribu tahun lebih. Pembahasan Ioanes Rakhmat ditujukan pada kemungkinan menuju kekekalan peradaban species-species cerdas dalam jagat raya. Dengan mendasarkan diri

49

pada pemikiran Michio Kaku dan Nicolai Kardashev, ia menguraikan tingkattingkat peradaban manusia berdasarkan konsumsi dan ekspolitasi energinya. Sebuah peradaban hipotesis yang penguasaanya terhadap ilmu fisika telah berkembang sangat maju, dibayangkan dapat memainkan hukum-hukum fisika itu sehingga dapat mempengaruhi dinamika planet, galaksi, bahkan alam semesta itu sendiri. Paparan ditutup dengan mengutip perhitungan Alan Guth mengenai jumlah energi yang dibutuhkan menciptakan suatu jagat raya bayi di dalam laboratorium. Sesi tanya jawab yang meraih karena dihadiri oleh lebih dari 100 peserta itu, diisi antara lain tentang perkembangan riset pemanjangan usia pada makhlukmakhluk tingkat tinggi seperti primata. Meskipun proses terbaru penyalinan informasi genetik dan pemanjangan usia manusia relatif telah terbebas dari problem etik, namun kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi setelah proses pemanjangan usia itu dilakukan, sejauh ini belum juga diketahui. Masalah tentang belum diketahuinya efek biologis dan sosial dari pemanjangan usia manusia, karena memang belum pernah dicoba dan diriset, itu telah memancing berbagai tanggapan. Namun, ilmu pengetahuan tumbuh justeru karena adanya masalah. Yang jelas, fakta bahwa manusia sudah dapat memperpanjang usia jenis mamalia tertentu di laboratorium, dan kemungkinan teoretik peradaban manusia

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


untuk mengintervensi usia alam semesta, telah mendorong pemikiran ulang yang mendalam mengenai banyak hal yang selama ini membentuk hidup ummat manusia.

yang membuat pengekalan manusia bukan saja sesuatu yang mungkin, tapi juga sesuatu yang berharga dan karena itu layak disongsong bahkan dirayakan. (*)

Diskusi ditutup oleh Nirwan A Arsuka dengan penandasan untuk melihat perkembangan-perkembangan radikal

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

50


Kieslowski dan Hukuman Mati Di petang 16 Maret 2011, Kine Klub Proklamasi yang merupakan bagian dari Perpustakaan Umum Freedom Institute, menyelenggarakan diskusi salah satu karya sutradara besar Polandia, Krzysztof Kieslowski. Natalia Laskowska, mahasiswi program doktor Universitas Warsawa, tampil sebagai pembicara. Diskusi bertajuk “Kieslowski dan Hukuman Mati” ini, diawali dengan pemutaran film“A Short Film About Killing” yang berdurasi 84 menit, hal yang membuat seorang peserta diskusi berkomentar bahwa mungkin inilah film pendek yang paling panjang di dunia. Diskusi yang dihadiri tak terlalu banyak peserta namun berlangsung cukup intens ini, dipimpin oleh Nirwan A. Arsuka.

sosial politik yang melatari pembuatan film itu. Ia menyebutkan tentang hukuman mati yang kerap dipakai oleh rejim otoriter komunis untuk menumpas para pembangkang. Ia menyinggung kuasa dan pengetahuan yang dulu melahirkan kamp-kamp konsentrasi di Jerman dan Polandia. Natalia menutup pengantarnya dengan dua hal. Yang pertama tentang fakta munculnya aspirasi sebagian warga Polandia untuk memberlakukan kembali hukuman mati, dan kemustahilan untuk mengabulkan aspirasi itu karena berbagai hal termasuk pertautan Polandia dengan Uni Eropa yang melarang hukuman mati. Yang kedua berupa penegasan keberuntungan Kieslowski dalam membuat film karena adanya bakat Natalia mula-mula menyinggung sejarah menonjol para sinematografer yang bisa sinematik“A Short Film About Killing”. Film menerjemahkan visi sinematik Kieslowski. ini berasal dari salah satu rangkaian seri TV berjudul “The Decalogue” yang mengambil Sesi tanya jawab yang berjalan lumayan ilham dari Sepuluh Perintah Tuhan. Karena seru itu diisi antara lain oleh tanggapan Kieslowski mulanya adalah pembuat film mengenai pilihan warna kuning yang dokumenter, Natalia pun menyinggung sengaja dibuat dominan dalam film. asas-asas mazhab dokumenter Polandia. Dibicarakan juga mengenai stuktur simetris Salah satu asas itu adalah tanggungjawab film yang terdiri dari dua babak ini. Simetri pembuat film terhadap pribadi yang itu mempertajam sekian persamaan absurd digambarkan, yang tak boleh dihadirkan antara pembunuhan yang dilakukan secara sangat rinci, diblejeti sampai oleh seorang narapidana dengan yang tingkat menjijikkan. Itu sebabnya citraan dilakukan oleh Negara. Paradoks tentang di film ini tampak lebih banyak menyaran, menurunnya mutu karya artistik justeru tak langsung. Asas yang amat penting ketika rejim otoriter runtuh dan kebebasan namun bisa sangat membatasi ini, berekspresi beroleh angin, sebagaimana membuat Kieslowski meninggalkan film yang juga terjadi pada film-film Polandia, dokumenter dan sepenuhnya menggarap sempat pula dibicarakan. Perbandingan film fiksi. Natalia juga memberi konteks antara film-film tentang hukuman mati

51

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


juga muncul, melengkapi perbandingan struktur formal antar film. TrilogiThree Colors, misalnya, sempat dibandingkan sekilas dengan trilogi Amores Perros, 21 Grams, dan Babel, dari Alejandro Gonzales Inarritu. Menjelang akhir, diskusi diwarnai pembicaraan tentang keberuntungan lain Kieslowski berupa dukungan setia seorang komposer cemerlang yakni Zbigniew Preisner.Â

itu, berlangsung sekitar dua jam. Sambil menegaskan lagi ketakterdugaan hidup manusia yang membuat hukuman mati jadi problematik, moderator Nirwan A. Arsuka menutup diskusi dengan sebuah ajakan. Ia menawarkan kepada para peserta diskusi yang juga pembuat film itu untuk sekali waktu mendiskusikan karyakarya mereka di Kine Klub Proklamasi 41. (*)

Diskusi yang dihadiri antara lain oleh Hasif Amini, Ulil Abshar Abdalla, dan sejumlah peserta yang kebetulan juga membuat film

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

52


Membaca Cinta Di minggu ketiga Februari 2011, tanggal 21 dan 22, Kine Klub Proklamasi menayangkan dan mendiskusikan filmfilm bertema cinta. Atmosfir Valentine Day dan status Kine Klub Proklamasi sebagai bagian dari Perpustakaan Umum Freedom Institute yang pengunjungnya sebagaian besar muda-mudi itu, ikut mempengaruhi program diskusi film ini. Saras Dewi, penyanyi dan penulis fiksi sekaligus pengajar filsafat pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, meramaikan diskusi sebagai pembicara. Moderator Nirwan A. Arsuka membuka diskusi dengan menyingung sekilas tiga film yang sudah ditayangkan sebelumnya. Tiga film tersebut masing-masing adalah The English Patient (Anthony Minghella, 1996, 162 menit) yang diangkat dari novel berjudul sama karya Michael Ondaatje. Film kedua adalah Wings of Desire (Wim Wenders, 1988, 127 menit) yang menghadirkan kakater malaikat yang jatuh cinta dan menolak keabadian agar ia bisa jadi manusia biasa saja. Film terakhir adalah The Road Home (Zhang Yimou, 1999, 85 menit) yang berkisah tentang cinta seorang perawan desa kepada guru sekolah culun yang datang dari kota.

dan hal ini ditunjukkan dengan baik oleh karakter Zhao Di dalam film The Road Home. Ia juga menunjukkan bahwa cinta itu absurd, sebagaimana yang diperlihatkan Count Lazlo de Almasy dalam The English Patient. Watak absurd ini ia perjelas dengan beberapa topangan dari Camus dan Marcell. Di bagian akhir makalahnya, Saras mengulas cinta sebagai eksistensi. FilmWings of Desire ia jadikan ilustrasi sekaligus pengukuh argumen. Sejumlah monolog dari Damiel, sang malaikat yang bercita-cita besar untuk jadi manusia itu, diulas cukup panjang lebar.

Bagian pertama sesi tanya jawab diramaikan antara lain oleh komentar dokter bedah otak Ryu Hasan. Ia mengatakan bahwa berbagai jenis cinta yang demikian menyita energi para seniman dan filsuf itu, sebenarnya cuma masalah yang sepele saja. Semua itu hanyalah soal kerja otak dan komposisi cairan kimiawi tubuh. Semuanya berujung pada kebutuhan untuk reproduksi dan kelangsungan hidup species. Saras menanggapi balik bahwa sekalipun dorongan reproduksi bekerja dalam proses bernama cinta itu, namun perwujudannya ternyata tidak sederhana. Mereka yang jatuh cinta toh tidak asalasalan memilih pasangan hanya agar bisa Saras Dewi menyajikan makalah beroleh keturunan. Ada pilihan-pilihan sepanjang 6 halaman yang berjudul tertentu, ada arah yang dituju, yang sama “Membaca Cinta”. Warna filsafat tentu saja sekali tidak sepele, dalam proses-proses hadir cukup kental dalam sajian Saras. Ia biokimia yang tampak tak punya tujuan mengulas cinta dan sejumlah karakternya. selain reproduksi itu. Sambil mengutip Kierkegaard dan Fromm, ia menyebutkan bahwa cinta itu sabar, 53

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Bagian kedua sesi tanya jawab lebih banyak diisi dengan perbandingan antar ketiga film dan jenis-jenis cinta yang ditonjolkannya. Dibicarakan misalnya bagaimana para kartografer di The English Patient yang bekerja untuk kepentingan ilmu yang melintasi batas-batas negara terpaksa harus mengalami kehancuran cinta karena nasionalisme yang bertikai, nasionalisme yag membuat sang tokoh tetap bisa mengingat segala hal tapi tak ingat namanya sendiri. Dibicarakan juga tentang ditinggalkannya posisi agung dan kekal sang malaikat hanya untuk halhal sepele dan duniawi, dalam Wings of

Desire. Juga tentang bertautnya kembali cinta anak pada orang tua, cinta murid pada guru, cinta isteri pada suami, cinta tetangga pada sesamanya, dalam The Road Home. Moderator menutup diskusi dengan menegaskan bahwa bertautnya berbagai jenis cinta di The Road Home, dan hadirnya tradisi upacara antar jenazah yang menemukan maknanya dalam kehidupan modern, semua itu terjadi karena ulah seorang perempuan desa buta huruf yang hanya tahu satu hal: mencinta sepenuh hat. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

54


Seri ke-3 Diskusi Freedom Institute-Friedrich Naumann Stiftung Aktivis anti korupsi Teten Masduki lebih efektif. Beberapa contoh kebijakan dan wartawan Metta Dharmasaputra perlindungan yang telah membuahkan hasil mendiskusikan kemunduran Indonesia bisa dilihat di dan dicontoh dari Amerika dalam memberantas korupsi (Kamis, Serikat, katanya. Indonesia juga perlu 24/3). Teten, analis Transparency melangkah ke pemberantasan korupsi International Indonesia, mengusulkan sektor swasta, tidak melulu di wilayah adopsi democratic governance ala Kerala pemerintahan, usulnya. Masyarakat sipil atau Porto Allegre untuk menggantikan harus mendesak Bank Indonesia dan sekadar good governance ala Bank otoritas keuangan Indonesia lainnya yang Dunia. Teten yakin itu lebih mampu relevan untuk menerapkan transaksi nonmemperkuat peran masyarakat sipil cash, baik antara sektor korporasi-parpol dalam mencegah dan memerangi korupsi. maupun personal-korporasi-parpol, dsb. Alasannya:saat ini, korupsi sudah sangat Hal-hal ini,menurutnya, bisa membantu merasuki sistem politik demokratis melengangkan jalan bagi penerapan UU Indonesia, bahkan telah terjadi apa yang pencucian uang yang efektif di tanah air. disebutnya sebagai elite capture, akibat pemberantasan korupsi yang dirancang Sekitar 70 peserta hadir dalam diskusi terlalu teknis seperti sekarang ini, ini, yang antara lain juga membahas sementara masalah korupsi adalah Freedom Barometer Asia 2010 terbitan isu politik. Dalam keadaan demokrasi Friedrich Naumann Stiftung Asia mencatat tersandera ini, korupsi dilakukan secara kemunduran dalam hal penegakan berjamaah, terjadi dengan sepengetahuan kedaulatan hukum ini. Moderator diskusi para elit pemegang kekuasaan dan adalah M. Husni Thamrin, Project Officer pembuat kebijakan, demikian Teten. Friedrich Naumann Stiftung di Indonesia. Metta, wartawan majalah mingguan Tempo, Tema seri diskusi selanjutnya, Kamis mengusulkan lembaga perlindungan 28 April, adalah update perkembangan saksi kasus korupsi yang lebih kuat serta pengentasan kemiskinan di Indonesia. (*) penerapan UU pencucian uang yang

55

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Membaca Intervensi Amerika di Libya Membaca intervensi militer Amerika Serikat di Libya perlu sikap kritis. Tuduhan bahwa AS bermotivasi memetik keuntungan ekonomi sangat lemah, demikian salah satu poin diskusi Freedom Institute Kamis lalu (31/3), yang menghadirkan pengamat politik Bara Hasibuan dan wartawan Meidyatama Suryadiningrat. Ulil Abshar Abdalla memoderatori diskusi, yang dihadiri sekitar 80 orang. Alih-alih keuntungan bagi AS, pihakpihak yang paling menikmati masa damai dan pembangunan kembali pasca intervensi militer, selama ini (contohnya di Irak), adalah yang sebelum maupun selama intervensi berlangsung hanya diam saja - meskipun saat telah terjadi tragedi kemanusiaan akibat gejolak politik di negeri yang diintervensi, kata Meidyatama, pemimpin redaksi harian The Jakarta Post. Perusahaan-perusahaan Cina terbukti yang sering diuntungkan, katanya. Motivasi menguasai minyak tidak meyakinkan, karena Libya bukan penghasil minyak utama dunia, hanya termasuk dalam 15 teratas, tambah Bara, yang juga politisi Partai Amanat Nasional.Â

Faktor lain yang tak kalah penting itu termasuk pelaporan media massa yang gencar, yang ikut membangkitkan rasa tanggung jawab kemanusiaan khalayak di banyak negara Barat, sehingga kemudian dituruti oleh pemerintah Barat untuk ambil sikap tegas, kata Bara. Meidyatama menggaris bawahi tak kalah pentingnya real politiek di negara AS sendiri. Alasan kemanusiaan saja tidak cukup menggerakkan untuk pemerintah AS mengirimkan militernya umtuk intervensi di negeri asing, katanya. Contohnya Darfur dan Korea Utara, di mana terjadi krisis kemanusiaan parah, tapi AS - dunia internasional – seolah-olah tidak peduli. Trauma Somalia mencegah AS intervensi di Darfur, kata Meidyatama. Kekuatan nuklir dan dukungan Cina menciutkan nyali untuk campur tangan di negeri itu, kata Meidyatama. Krisis Libya, laporan intens dari media massa tentang pembantaian masyarakat sipil oleh Moammar khadafi, keinginan Obama untuk tidak mengulangi kesalahan Clinton di Somalia, multilateralisme serta dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Liga Arab pun memantapkan AS ikut campur, demikian disetujui Meidyatama dan Bara.

Kedua pembicara setuju dengan poin Ulil, bahwa bahkan idealisme kemanusiaan AS lebih merupakan faktor yang lebih kuat mendorong mereka ikut terlibat dalam serangan militer ke Libya baru-baru ini, ketimbang ambisi minyaknya. Meskipun tentu saja ada faktor lain yang tak kalah Ulil mengingatkan bagaimana intervensi kemanusiaan seperti di Libya ini sudah penting. terjadi di Bosnia dan Kosovo yang akhirnya

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

56


menghentikan pembantaian atas ratusan ribu Muslim di Yugoslavia. Intervensi di Libya akhir-akhir ini berkembang menjadi semakin ruwet karena jatuhnya korban masyarakat sipil akibat serangan udara serta lemahnya pasukan pemberontak. Sementara AS dan sekutu ragu untuk terlibat perang darat di negeri itu. Faktanya, kedua pembicara juga setuju,

57

AS sebenarnya sangat berkepentingan dengan tegaknya status quo di hampir semua negeri-negeri Arab dan Timur Tengah. Akibatnya, bagaimana end-game krisis Libya hingga sekarang belum jelas, simpul Ulil. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Fusing Local Wisdom with Individualism, Market, and Property Rights Economic development and industrialisation could not be separated from capitalism. The success of capitalism has inspired and become the foundation of development in many countries. An important question is how a system which relies on market forces, individualism, and the recognition of property rights, can be fused with local wisdom. This important question was the focus of discussion during the workshop II Political Economy School, organised by the Youth Study Circle Sukabumi, West Java, in cooperation with the Freedom Institute and the Friedrich Naumann Foundation for Freedom (FNF) on 8 February 2011 in Sukabumi, Indonesia.Â

disputes with state owned plantation. Mean while in the second session Nirwan Arsuka of the Freedom Institute talked about political freedom and economic perspectives, and its relation to the rule of law. Connecting with the material given in the first session, freedom values practiced in the political and economic life of everyday life, such as recognition of the property rights for example, is guaranteed by rule of law.

Each session is followed by a discussion group and group explanation on the material they discuss. In general they linked the economic value or market value of liberalism with the existing realities in Sukabumi. Interesting discussion emerged related to the issue of investment, The short workshop on the basics of privatization, and foreign capital. The liberalism was held for the second time, question always related to the problem following the first one in 2010. The initiative of workers or farmers that they assume was raised by several students from created by capitalism. Sukabumi who are alumni of trainings in The workshop was attended by about Liberalism at the Freedom Academy. 28 participants from various universities At the first session M. Husni Thamrin of in Sukabumi and Cianjur and planned to FNF, Indonesia Office provided exposure run frequently. Participants also planned to the individualism paradigm and how the to discuss further openly in a workshop framework of individualism is the foundation involving some other community of market economy and capitalism, which stakeholders in Sukabumi. (*) leads to the recognition of property rights. This individualism is also considered to have relevance for the present condition of Indonesia. Participants at the workshop explained about problems that faces by most of the peasants in Sukabumi related to the land issues. Property rights become a problem especially related to the land

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

58


Hari Bumi 2011 Keadaan Planet Bumi yang memangku kehidupan manusia, didiskusikan di Proklamasi 41 dalam rangkaian acara Pekan Peringatan Hari Bumi 2011 Freedom Institute. Ada dua bentuk acara yang dilakasanakan, yakni diskusi film dan ceramah umum.

besar yang alamnya amat kaya itu. Kerugian yang dialami oleh penduduk asli Papua disajikan dengan cara yang terang benderang. Namun, di samping berbagai kerugian yang menimpa itu, dihadirkan juga kesadaran dan optimisme masyarakat Papua untuk memecahkan sendiri masalah mereka. Pemutaran film berlatar Papua ini diramaikan oleh sajian tari tradisional yang dimainkan oleh sekelompok mahasiswa Papua yang sedang belajar di Jakarta. Diskusi singkat yang berlangsung di antara pemutaran film-film dokumenter itu, memperjelas apa yang disajikan dalam film. Selain “isi” film, didiskusikan juga proses pembuatan film. Alvez, salah seorang pembuat film dokumenter itu yang juga aktif di Bumi Bagus, sempat menjelaskan bukan hanya proses pembuatan filmnya tapi juga benturan niat baik yang muncul dalam usaha perbaikan mutu lingkungan Papua.

Diskusi film hari pertama, 13 April 2011, mengambil Papua dan lingkungannya sebagai pusat perhatian. Hadirnya Papua sebagai titik fokus ini dimungkinkan oleh kerjasama dengan Bumi Bagus, sebuah LSM yang bergerak di sejumlah bidang, termasuk lingkungan hidup. Bumi Bagus menyodorkan empat seri film dokumenter yang total berdurasi satu jam. Sebelum seri film itu ditayangkan, dihadirkan dulu film dokumenter eksperimental karya Godfrey Reggio, yakni Koyaanisqatsi yang adalah bagian pertama dari Trilogi Qatsi. Film produksi 1982 dengan musik gubahan Philip Glass ini membentuk mood sembari menghadirkan gambaran besar pengrusakan Bumi oleh kegiatan manusia. Diskusi hari kedua diawali dengan pemutaran film “Home” (2009) karya Yann Rincian bentuk pengrusakan Bumi Arthus-Bertrand. Film ini menghadirkan itu dihadirkan lebih realistis lewat film citraan yang dramatis, ditimpali dokumenter tentang penyelundupan dengan narasi yang puitis. Diskusi kayu dari hutan-hutan Papua. Setelah yang mengikutinya menghadirkan Yani film penyelundupan kayu yang terutama Saloh (The Climate Project Indonesia) sangat mengusik rasa keadilan di dan Revitriyoso Husodo (Bumi Bagus) samping keprihatinan atas rusaknya sebagai pembicara. Yani antara lain hutan Papua itu, ditayangkanlah film membahas perubahan iklim dan dokumenter tentang problem lingkungan pemanasan global, dan perilaku hidup yang muncul dari penambangan dan manusia yang menyebabkan rusaknya perluasan perkebunan sawit di pulau keseimbangan lingkungan Bumi.

59

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Sampah dan pengelolaannya mendapat perhatian dalam prsesntasi Yani. Adapun Revi banyak membahas perlunya pembuat film dokumenter melalukan pembelaan terhadap masyarakat yang tertindas. Ia juga mengingatkan bahaya Ekofasisme yang lebih mementingkan perlindungan lingkungan di atas kepentingan masyarakat setempat.Â

lingkungan di Indonesia khususnya, dan dunia pada umumnya, adalah lemahnya masyarakat madani. Padahal, justeru tekanan masyarakat madani itulah yang bisa membuat kebijakan pembangunan berkelanjutan bisa terwujud dan berjalan optimal. Jika penguatan masyarakat madani adalah solusi sosial politik pembangunan berkelanjutan, maka pasar yang sehat adalah solusi ekonominya, Pekan peringatan Hari Bumi dipuncaki sementara pengukuhan keanekaragaman oleh ceramah umum Emil Salim, Nabi (pluralism) adalah solusi kulturalnya. Lingkungan Hidup Indonesia sekaligus Keberhasilan pembangunan lingkungan di Wali LSM Yang teraniaya di Tanahair. berbagai tingkat hanya bisa dijamin oleh Dalam ceramah dan tanya jawab yang adanya keadilan dan kebebasan yang berlangsung pada malam Kamis, 21 merengkuh seluruh rakyat, semua umat April 2011 itu, Emil Salim dengan manusia, di satu Bumi.(*) tandas menujukkan bahwa problem terbesar dalam masalah pembangunan

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

60


Seri Diskusi Freedom Institute-Friedrich Naumann Stiftung Berapakah jumlah orang miskin di Indonesia? Tergantung kepada siapa Anda bertanya. Jika Anda menanyakannya kepada Bank Dunia, orang miskin di negeri ini cukup besar jumlahnya. Tapi jika Anda bertanya kepada pemerintah kita, jumlahnya menjadi cukup kecil. Mengapa berbeda? Bukankah kedua-duanya mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS)? Inilah salah satu pertanyaan yang dicoba jawab dalam diskusi bulanan Freedom Institute minggu lalu.

Vivi mengakui bahwa program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah cukup berhasil. Hanya saja, kondisi sosial-politik dan juga iklim alam Indonesia sangat rentan membuat orang jatuh miskin. Ketiadaan sistem jaminan yang jelas membuat orang mudah jatuh miskin jika terjadi suatu bencana alam. Begitu juga, kondisi sosial-politik yang tidak menentu membuat orang bisa kaya dan miskin secara tiba-tiba. Budiman setuju dengan Vivi tentang rentannya kondisi sosial-politik Indonesia Diskusi “Kemiskinan: Statistik, Kebijakan, yang mengakibatkan munculnya orangdan Kenyataanâ€? yang diselenggarakan orang kaya baru dan orang-orang miskin pada 28 April silam itu menghadirkan dua baru secara tiba-tiba. Menurut Budiman, pembicara, yakni Budiman Sudjatmiko, jumlah orang kaya dan orang miskin anggota DPR-RI yang juga salah satu di Indonesia sebetulnya tak berubah, ketua PDIP, dan Vivi Alatas, ekonom orangnya saja yang bertukar tempat. senior Bank Dunia. Diskusi itu dipandu oleh Ari Perdana, dosen dan peneliti dari Budiman mengkritisi cara pemerintah Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. menghitung angka kemiskinan di Indonesia, yang menurutnya agak Dalam presentasinya, Vivi Alatas manipulatif. Ada perbedaan yang menjelaskan bahwa angka kemiskinan mencolok antara angka yang dikeluarkan nasional menurun hampir separuh dari pemerintah dan angka yang dikeluarkan angka kemiskinan tahun 1990an. Kecuali Bank Dunia. Menurut pemerintah, angka pada tahun 2005, angka kemiskinan kemiskinan di Indonesia 17,8%, sementara sejak 1999 terus mengalami penurunan. menurut Bank Dunia, angka kemiskinan Data terakhir, angka kemiskinan nasional berjumlah 60%. Selisih angka 42,2% ini, berada di bawah 15% dari seluruh menurut Budiman, sangat tidak wajar. penduduk Indonesia. Sebagian besar kemiskinan terkonsentrasi di pedesaan. Diskusi yang dihadiri sekitar 100 orang itu Data tahun 2010 menunjukkan, diakhiri dengan sesi tanya jawab. Seorang kemiskinan di desa sekitar 17% peserta menyatakan bahwa angka sementara kemiskinan di kota sekitar 9%. kemiskinan di Indonesia sering dijadikan komoditas politik untuk mendapatkan

61

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


suara dalam pemilihan umum. Ketika masih menjadi oposisi, seseorang biasanya senang menggelembungkan angka kemiskinan, tapi ketika berkuasa dia berusaha memperkecil angka itu, tentu saja dengan memanipulasi statistik. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

62


AIDS: Metamorfosa Tiga Dekade Seri diskusi sains Freedom Institute Dengan melihat berbagai gejala pada kembali membahas peran ilmu keadaan penyakit ini pada saat itu, CDC pengetahuan modern dalam mengangkat mendefinisikan keadaan ini sebagai kualitas hidup umat manusia. Subyek “4H Disease”, karena diduga muncul yang didiskusikan pada malam 5 Mei dari Haiti, terjadi pada homoseksual, 2011 itu ini adalah AIDS: Tanggapan semua menderitahemophilia, dan Ilmiah VS Tanggapan Religius. Meski pengguna heroin. Keterbatasan data jumlah korbannya kian menurun, namun memang membuat CDC melakukan UNAIDS dan WHO memperkirakan kekeliruan yang belakangan berdampak bahwa hingga kini, penyakit AIDS besar. Namun, riset ilmiah atas gejala (Acquired Immune Deficiency Syndrome) itu terus berlangsung, dan setelah telah merenggut lebih dari 25 juta jiwa, didapati bahwa penyakit ini ternyata membuatnya jadi salah satu epidemik tidak hanya terjadi pada komunitas paling menghancurkan dalam sejarah. homoseksual, pada bulan September 1982 CDC mulai memakai nama AIDS. Pembicara pertama, Roslan Yusni Hasan, dokter ahli bedah dan peneliti Riset AIDS yang terus berlangsung itu sel, menyajikan antara lain sejarah membuat para ilmuwan kian paham pandangan medis atas AIDS sejak penyebab hilangnya imunitas tubuh gejala penyakit mundurnya kekebalan manusia dan dari sana terus berupaya tubuh ini diumumkan oleh Centers for mencari pengobatan yang lebih efektif. Disease Control and Prevention (CDC) Terapi yang terus berkembang itu Amerika Serikat pada 5 Juni 1981. Pada kini sudah berada pada tahap yang mulanya, CDC tidak punya nama resmi menggembirakan. Jika awalnya AIDS untuk gejala penyakit ini. Mereka sering adalah penyakit mematikan, saat ini ia merujuk keadaan ini sebagai hal yang sudah masuk kategori penyakit kronis berkaitan dengan beberapa penyakit, saja, sama seperti antara lain penyakit misalnya, radang kelenjar getah bening. tuberclosis. AIDS bukanlah penyakit yang Dari sini kemudian diketahui adanya tak bisa disembuhkan, demikian kata Ryu. virus yang pada saat itu diberi nama HIV (human immunodeficiency virus). Di ujung tahun 2010, diumumkan Dalam keterangan CDC yang dirilis saat bahwa seorang warga Amerika yang itu, muncul istilah Gay Related Imuno berobat di Berlin, secara medis telah Deficiency (GRID), rusaknya kekebalan pulih dari leukemia dan AIDS yang tubuh yang berhubungan dengan dunia menyerangnya. Dokter yang merawatnya, Gay! Inilah benih stigma yang kelak memanfatkan transplantasi stemtumbuh subur dan tak mudah ditumpas. cell untuk menyembuhkannya. Kasus

63

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


“Pasien Berlin” ini memperbesar merupakan perkumpulan ulama-ulama kemungkinan menaklukkan AIDS dan fiqh dari dunia Islam yang didukung melenyapkannya dari kehidupan manusia. penuh oleh Kerajaan Saudi Arabia. Terlepas dari kemajuan mutakhir ini, Salah satu keputusan dari Lembaga Fiqh sebagaimana kemudian dikemukakan itu mengatakan bahwa AIDS disebabkan oleh pembicara kedua, Muhamad oleh perzinahan dan prilaku homoseks. Guntur Romli, penulis dan penganjur Untuk mencegah AIDS maka ummat Islam modern, sebagian kaum muslimin, harus kembali ke ajaran Islam yang khususnya di Timur Tengah, masih lurus. Lembaga ini juga menegaskan dan saja tertinggal pandangannya. Ketika mendukung Kerajaan Saudi Arabia yang di awal 1980an para peneliti masih melarang individu yang terinfeksi virus bingung mencari penyebab rontoknya HIV naik haji. Untuk menyikapi orang imunitas tubuh manusia, sejumlah kaum yang hidup dengan HIV/AID lembaga agamawan yang juga sedang bingung ini merekomendasikan agar dipisahkan dan panik segera mengisi kekosongan (‘azl) dari masyarakat. Rekomendasi penjelasan itu dengan mencapnya religius semacam ini menopang sebagai penyakit kutukan Tuhan stigmatisasi dan diskriminasi, yang akibat dosa homoseksualitas manusia. dasar-dasar pemikirannya sebenarnya telah dibantah oleh ilmu pengetahuan. Pandangan religius yang secara medis Ketimbang ikut mengendalikan penyakit terbukti keliru itu terus saja dipegang AIDS, rekomendasi religius ini, bersama teguh sampai sekarang, bersama terus sejumlah prasangka sosio-kultural bertahannya anjuran pengasingan yang lain, justeru bisa menghambat bagi para pengidap AIDS. Celakanya, pengendalian AIDS, dan yang pasti walaupun pandangan tersebut bukanlah melanggar hak dasar sejumlah warga. pandangan kaum agamawan mainstream di Indonesia (khususnya Islam), masih Sekalipun banyak tokoh agama yang ada pejabat negara, setingkat menteri, memiliki pandangan kabur atas AIDS, yang tetap bersemangat menandaskan namun agama itu sendiri tetap bisa bahwa homoseksualitas adalah sumber sangat bermanfaat dalam kampanye penyakit AIDS. Ini jelas pandangan kolot pencerahan tentang AIDS, tegas yang tertinggal 30 tahun, kata Guntur. Guntur. Seruan agama, betapa pun, memang masih sanggup menggerakkan Mitos yang dikutif oleh sang menteri ummat. Namun wacana keagamaan itu bukan berasal dari MUI (Majelis yang dipakai untuk pencerahan itu Ulama Indonesia) atau ormas Islam di harus dengan sadar melengkapkan Indonesia, tapi dari penjelasan dan fatwa diri dengan pengetahuan modern dan Lembaga Fiqh Islam Internasional (al- terkini tentang berbagai hal, termasuk Majma’ al-Fiqh al-Islami al-Dawli) yang tentang penyakit AIDS, anjur Guntur. berkedudukan di Saudi Arabia. Forum ini

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

64


Diskusi yang dihadiri sekitar 80 peserta ini didahului dengan pemutaran film pendek yang dipinjamkan olehOneVoice. Film ini berisi kisah sejumlah perempuan muda yang berjuang menghadapi serangan HIV itu dan stigma yang ditempelkan masyarakat awam pada mereka, serta upaya mereka bergabung dalam gerakan kampanye sadar AIDS. Pemutaran film dan diskusi terbuka semacam ini, seperti ditegaskan moderator Nirwan Arsuka, adalah juga bagian dari kampanye menghadapi AIDS dengan rasional. Yang pasti, tanpa pendekatan rasional dan sistematis, penanggulangan wabah Maut Hitam (Black Death) di Mediterania dan Eropa Lama, misalnya, butuh waktu lebih dari 500 tahun. Berbaur dgn aneka tegangan sosial ekonomi, fanatisme agama justeru ikut membuat

65

Wabah Hitam menumpas populasi Eropa sekitar 30 sampai 60 persen. Cara-cara irasional dalam menghadapi wabah maut seperti yang pernah terjadi di masa silam, itu terbukti tak bisa menandingi caracara rasional. Kalangan medis, seperti yang diperlihatkan oleh CDC misalnya, memang tak kebal dari kesalahan, karena keterbatasan data. Namun, dalam waktu hanya tiga dekade, riset ilmiah sistematis atas AIDS telah terbukti bisa mengubah status penyakit itu dari wabah yang paling mengerikan bagi dunia modern ke penyakit biasa yang sungguh bisa disembuhkan. (*)

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Akademi Merdeka Batch IV Many people In Indonesia are not familiar with the exact definition of “Liberalism”. For more than 32 years, we have been mistified by the former authoritarian President Soeharto who protrayed Liberalism as something bad coming from ‘the West’ and is very dangerous for Indonesia. Material on Liberalism – and the other ideologies, for that matter – was not readily available, and open discussion about is was almost impossible. Now that democracy has come to Indonesia, it is time to straighten what has been bent, and to pull aside the curtain of truth.

their respective campuses and spreading it through social media such as twitter, facebook, etc., and pledged support to the creation of a liberal party by 2019!

First started in 2009, Akademi Merdeka is a program of the Freedom Institute in cooperation with the US-based Atlas of the Global Initiative for FreeTrade, Peace and Prosperity and the Institute for Democracy Economic Affairs (IDEAS) of Malaysia. Participants are variedly structured, with some having a basic to good understanding of Liberalism and some were blank and have come out of After the announcement of the selection curiosity. But the quality resource persons forAkademi Merdeka has been sent out in this series have successfully satisfied to students in campuses, interests have the participants who went home with new overflowed. From the 110 application ideas to pursue for the next years to come. submitted, only 26 were selected as Economic obrserver Poltak Hotradero, participants. The enthusiasm were Freedom Institute’s intellectual Luthfi reflected in the essays they had to Assyaukanie and Ulil Abshar Abdalla, and submit as part of the selection process. Executive director of Freedom Institute Participants came to the academy and politic observer Rizal Mallarangeng covering their own transport costs, and have contributed significantly to lift the they came from various parts of Indonesia: mist covering Liberalism and free market Central Java, East Java, Sumatra, and ideas in the country. (*) even as far as South Sulawesi, and two observers from Malaysia. It is very interesting to see the diversity of the participants, sitting together and discuss Liberalism in an open learning context. The participants went further to have outof-session discussion on future plans at nights. They planned to starty by creating their own little communities in

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

66


Romo Mangun Telaah Pemikiran dan Karyanya YB Mangunwjaya atau yang dikenal luas sebagai Romo Mangun adalah sosok multidimensi. Ia dikenal sebagai rohaniwan, arsitek, budayawan, sastrawan, dan aktivis dan pembela wong wong cilik (bahasa Jawa untuk “rakyat kecil”). Untuk mengenang, menghormati, dan mengkaji buah pemikiran dan karyakarya peraih penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada 1996 ini, Freedom Institute pada Kamis, 12 Mei 2011, menggelar diskusi “Romo Mangun: Telaah Pemikiran dan Karyanya”, yang menghadirkan para pembicara dari berbagai kalangan: Ayu Utami (Sastrawan), Bonnie Triyana (Ahli Sejarah), Erwinthon Napitupulu (Peneliti Arsitektur).

Sukarno. Yang sangat jelas, misalnya, ia tidak mengambil peran dalam konflik Manifesto Kebudayaan di paruh awal tahun 60-an. Ia masih pastor muda di masa itu. Sebagai imam junior, ia memang tidak memiliki kebebasan untuk terlibat dengan urusan-urusan duniawi tanpa izin hirarki Gereja Katolik. Setelah sebagai imam, ia adalah arsitek, baru kemudian sastrawan--demikian secara urut-waktu. Sebagai pengarang ia adalah “generasi” 80-an. Dan saya kira ia membawa serta terbawa “ruh zaman” era itu.

Pembicara kedua, Bonnie Triyana, membahas sisi kesejarahan dari Romo Mangun dan visi beliau tentang kebangsaan dan keindonesiaan. Seperti Ayu Utami, pembicara pertama dalam Ayu, Bonnie pun menganggap Romo diskusi ini menyoroti Romo Mangun dari Mangun sebagai sosok yang humanis. sisi sastra pada khususnya, dan budaya Bedanya Bonnie menambahkan embelpada umumnya. Secara khusus Ayu embel kritis di belakang kata humanisme menggali sisi humanisme dan berbagai itu. Bonnie beranggapan bahwa menurut paradoks kecilnya dalam pemikiran Romo YB Mangunwijaya sejarah bukanlah dan karya Romo Mangun. Menurut soal menang atau kalah. “Kalah menang Ayu, Romo Mangun lahir empat tahun itu nisbi, dilihat oleh siapa dan dari segi saja setelah Pramoedya, tetapi ia baru mana,” kata dia dalam buku Mengenang mulai menyumbang dalam kesusastraan Sjahrir (1980). Kemampuan melihat Indonesia di usia cukup larut. Novel sejarah sebagai suatu pergumulan yang pertamanya terbit tahun 1981, di puncak tak berujung menang atau kalah itu kejayaan presiden Suharto. Ketika itu Y.B. datang dari pemahaman bahwa sejarah Mangunwijaya telah berumur 51 tahun. merupakan perpaduan gugusan peristiwa Karena itulah, barangkali, rentangan dan interaksi kompleks dalam suatu karya sastra Romo Mangun--selama proses “ekologis” pergulatan bangsa hampir dua dekade kemudian--tidak manusia, mempertinggi diri dari tingkat berbagi kegelisahan yang sebangun kebudayaan relatif rendah, berdimensi dengan mereka yang telah menulis di era sedikit, ke tingkat relatif lebih tinggi,

67

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


berdimensi lengkap secara lebih integral.

sebuah karya arsitektur Romo Mangun, bisa dilakukan dengan beberapa cara, di Bonnie menambahkan, sudut pandang antaranya: Pertama, membandingkannya Romo Mangun melihat sejarah dengan karya-karya arsitekturnya yang menunjukkan siapa dirinya: seorang lain. Cara ini cukup jitu dilakukan pada humanis yang tak gegabah meringkus bangunan-bangunan gereja karyanya kesimpulan sebuah pergumulan sejarah. yang umumnya punya gagasan desain Sebuah cara memahami sejarah lebih yang tidak jauh berbeda. Kedua, berimbang: tidak hitam tidak putih tapi mengaitkan dengan tulisan dan selalu tegas ketika menjadi “hakim” di aktivitasnya di bidang yang lain, karena “pengadilan sejarah” untuk mendakwa tidak jarang Romo Mangun berarsitektur mereka yang telah menginjak- sebagai perluasan dari kiprah sebelumnya injak nilai-nilai luhur kemanusiaan. di bidang lain. Ini dilakukan misalnya untuk karyanya di Kedungombo, Boyolali, Pembicara terakhir, Erwinthon Napitupulu, berupa perahu yang selain sebagai menyoroti pergulatan Romo Mangun dalam alat penyeberangan antardesa yang bidang yang selama ini kurang banyak dipisahkan oleh “danau”, juga digunakan dibahas orang: arsitektur. Pada umumnya, sebagai perpustakaan terapung. Dan tilikan Erwinthon lebih berfokus pada buku untuk bangunan SD Mangunan Kalasan, Romo Mangun di bidang arsitektur, Wastu ketika ia memutuskan untuk berkiprah Citra. Erwinthon beranggapan bahwa total pada pendidikan dasar untuk anak materi yang dibahas buku ini sangat miskin. Ketiga, mengaitkan dengan tulisan menarik dan sedikit lebih mudah dipahami dan pandangannya di bidang arsitektur, ketimbang tulisan-tulisannya di bidang termasuk Wastu Citra. Cara ini ternyata lain. Hal ini, menurut Erwinthon, mungkin membuat buku ini semakin menarik. Dan karena dalam buku ini terdapat banyak pengaitan itu dapat membuat hadirnya ilustrasi, gambar, dan foto, yang masing- jawaban dari berbagai pertanyaan yang masing dilengkapi dengan keterangan muncul ketika mencoba memahami yang cukup rinci. Bagi arsitek yang karya-karya arsitektur Romo Mangun. umumnya lebih dekat dengan gambar ketimbang kata, hal ini bisa dimaklumi. Diskusi ini sendiri dihadiri oleh 150 peserta dari berbagai kalangan, dan dipandu oleh Lebih jauh, Erwinthon mengatakan bahwa Nirwan Dewanto. (*) untuk mencoba lebih jauh memahami

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

68


Inspirasi dari Para Pemenang Penghargaan Achmad Bakrie 2011

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Freedom Institute kembali menyelenggarakan Penghargaan Achmad Bakrie. Malam penganugerahan penghargaan ini digelar pada Minggu, 14 Agustus 2011, di Djakarta Theater.

Semua pemenang hadir, kecuali Prof Lapian yang telah wafat pada 19 Juli 2011, beberapa saat setelah diumumkan sebagai pemenang oleh panitia seleksi. Mewakili Keluarga Besar Achmad Bakrie, saya menyatakan turut berduka dan menyampaikan bela sungkawa sedalamdalamnya kepada keluarga yang ditinggalkan. Indonesia kehilangan salah satu ilmuwan besarnya.

Prof Lapian merupakan sejarawan maritim yang berjasa menulis perspektif baru penulisan sejarah kawasan Indonesia dan Asia Tenggara. Menurutnya, Indonesia adalah ‘negara laut utama’ yang ditaburi pulau-pulau, bukan negara pulau-pulau Acara tersebut didahului dengan ramah yang dikelilingi laut. Pemikirannya tentang tamah yang diadakan sehari sebelum sejarah maritim Indonesia ini salah satumalam penganugerahan yaitu pada Sabnya ditulis dalam bukunya yang terkenal tu, 13 Agustus 2011. Dalam acara yang berjudul “Orang Laut-Bajak Laut-Raja digelar di Kantor Freedom Institute itu, Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi saya hadir mewakili keluarga Achmad Abad XIX”. Bakrie bertemu dan beramah-tamah dengan para penerima penghargaan. Acara Dalam buku tersebut Prof Lapian mencoramah tamah kali ini sekaligus dirangkai ba meluruskan tentang “bajak laut” yang dengan buka puasa bersama. dipersepsikan oleh penjajah Belanda sebagai penjahat. Mereka sesungguhnya Para pemenang Penghargaan Achmad adalah para pejuang gagah berani yang Bakrie 2011 adalah Prof Adrain B Lapian melakukan perang gerilya melawan penuntuk bidang Pemikiran Sosial, Nh. Dini jajahan Belanda. untuk Bidang Kesusastraan, Prof. Satyanegara untuk Bidang Kedokteran, DR. Pemenang penghargaan lainnya tidak Jatna Supriatna untuk Bidang Sains, Prof kalah hebat. Saya akui, saya sangat terkeF.G. Winarno untuk Bidang Teknologi dan san saat bertemu dengan mereka dalam Hokky Situngkir yang menerima hadiah pertemuan malam itu. Dalam acara singkhusus untuk Ilmuwan Muda Berprestasi. kat itu, masing-masing dari mereka men-

69

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


dapat kesempatan untuk berbicara, dan mereka umumnya menyampaikan apresiasi atas penghargaan yang diberikan pada mereka. Misalnya saja, Pak Satyanegara, yang menerima penghargaan untuk Bidang Kedokteran. Menurutnya, penghargaan itu merupakan bentuk apresiasi dan memberikan nilai pada hal-hal yang dilakukannya di bidang kedokteran, terutama atas kajiannya tentang imunologi tumor otak pada tahun 1967. Diakui Pak Satyanegara, kajiannya tersebut memang telah lampau, dan ilmu kedokteran sekarang sudah jauh lebih maju. Tetapi, katanya, Penghargaan Ahmad Bakrie menghargainya sebagai bagian dari sumbangsih berharga bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Pak Satyanegara mengaku merasa ada penghormatan dan penghargaan yang tak ternilai atas karya dan dedikasinya selama ini. Beliau mengatakan “Penghargaan Achmad Bakrie, akan menjadi lukisan indah dalam perjalanan hidup saya” . Selain kajiannya tentang imunologi tumor otak yang hasilnya menemukan protein dan antibodi spesifik tumor yang dapat menghambat pertumbuhan serta memusnahkan sel-sel tumor, Pak Satyanegara juga berjasa mempelopori penentuan standar rumah sakit di Indonesia. Ia merupakan satu-satunya penulis buku teks ilmu bedah saraf di Indonesia. Dia dinilai layak disebut sebagai peletak fondasi sekaligus wali bedah saraf Indonesia. Atas jasanya itu, Beliau mendapat julukan wali bedah saraf Indonesia. Berikutnya Ibu Nh. Dini, yang meraih

penghargaan untuk Bidang Kesusastraan juga mengungkapkan hal yang sama. Bahkan, dengan nada bercanda, Bu Dini mengatakan dengan reputasinya yang telah mendunia, sesungguhnya sudah berharap mendapat Penghargaan Ahmad Bakrie di tahun-tahun sebelumnya. Sebab saat ini beliau menderita vertigo dan osteoporosis. Untuk pengobatan diperlukan biaya yang cukup besar. “Penghargaan ini selain membuat saya suka, juga bahagia,” ujarnya. Khusus untuk ibu NH Dini rupanya punya pengalaman khusus dengan kakek saya almarhum Haji Achmad Bakrie. Semasa muda dan masih menjadi pramugari Garuda, beliau ditempatkan di Bandara Kemayoran, Jakarta pada bagian informasi. Tugasnya adalah membantu para pengguna Garuda dengan berbagai keperluan. Para pelanggan yang merasa terbantu sering membawakan berbagai oleh-oleh bila pulang bepergian dari luar negeri. “Salah satunya adalah Pak Achmad Bakrie. Kami sering di bawakan berbagai buah dan makanan yang lezat, yang masih sulit diperoleh di Indonesia,” kenangnya. Nama Nh. Dini sudah saya kenal sejak kecil. Novel-novelnya merupakan karya sastra yang sangat legendaris. Novel Pada Sebuah Kapal pada 1972, terbit dua tahun sebelum saya lahir, atau La Barka pada tahun 1975, yang baru sempat saya baca setelah saya remaja, telah menjadi bacaan yang selalu dikenang dari waktu ke waktu, hingga sekarang. Maka, kesempatan ini merupakan satu kehormatan bagi saya yang dapat bertemu secara langsung dengan beliau.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

70


Berikutnya adalah Bapak Jatna Supriatna yang merupakan seorang ilmuwan dan pejuang konservasi. Ahli primata ini bercanda, bahwa banyak orang menyebutnya sebagai “manusia monyet�, karena ia banyak meneliti berbagai hal berkaitan dengan monyet. Hidupnya banyak didedikasikan untuk menjaga danmempromosikan pentingnya wallace area di Sulawesi sebagai laboratorium alam untuk mendeduksi proses evolusi. Ia menemukan intergradasi sekunder dan hibridisasi di kawasan tersebut. Beliau menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara kaya dengan keanekaragaman hayati. Sebab sebagian besar kekayaan hayati dunia, ada di Indonesia.

korban kematian bagi warga yang mengkonsumsinya. Masalah kecukupan dan keamanan pangan yang menjadi concern-nya menjadi sangat penting artinya karena menyangkut kemandirian bangsa, apalagi kalau ke depannya kita bisa mengolah sehingga bisa memberi nilai tambah pada komoditas pangan Indonesia.

Prof. Winarno memahami betul arti penting ketahanan pangan. Kondisi ketahanan pangan yang baik akan meningkatkan status kesehatan, yang akan mendongkrak kinerja sumber daya manusia, dan secara nasional mendorong pertumbuhan ekonomi. Pak Winarno meyakini, jika Perjumpaan saya dengan Pak Jatna men- suatu negara ingin memiliki sumberdaya jadi berkah tersendiri, sebab kami di Grup berkualitas tinggi, maka yang harus diBakrie bekerja sama dengan lembaga in- lakukan adalah menjamin bahwa setiap ternasional, tengah mencoba untuk ikut bayi yang dilahirkan bisa mendapatkan berpatisipasi dalam konservasi orangu- asupan gizi yang cukup dan berkualitas. tan yang jumlah semakin sedikit. Ternyata Potensi pangan Indonesia sangat besar. hampir seluruh orangutan itu ada di Indonesia, jumlahnya terus turun dari 35 ribu Terakhir adalah Sdr. Hokky Situngkir. Dia pada 15 tahun lalu, menjadi 20 ribu pada ilmuwan muda berprestasi. Usianya hamsaat ini. Akan sangat sedih jika anak-cucu pir sebaya dengan saya, bahkan lebih kita hanya bisa melihat keaneragaman muda, tapi prestasinya sangat membanghayati bangsa hanya dalam buku sejarah. gakan. Sosok Hokky memberikan harapan cerah kepada semua anak-anak masa Selanjutnya adalah Prof. Dr F.G. Winarno. depan Indonesia dan menjadi contoh bagi Beliau adalah salah satu ilmuwan yang kita semua. sangat berjasa mengembangkan ilmu pangan dan memberi karakter pada per- Hokky telah melakukan banyak penelitumbuhan teknologi pangan di Indonesia, tian menarik. Bahan-bahan penelitiannya yakni keamanan pangan dan teknologi penting dan pendekatannya tidak tradistepat guna. Saya baru tahu beliau ternya- ional. Dengan sadar, Hokky memanfaatta adalah tokoh yang sangat berjasa “me- kan teknologi modern. Bersama Rolan nangkal� racun dalam tempe bongkrek, Dahlan, dia menerbitkan buku Fisika Batik, yang di masa lalu banyak menyebabkan yang menyorot unsur fraktal dalam motif71

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


motif batik Nusantara. Dia juga mendirikan Indonesia Archipelago Cultural Initiatives (IACI) dan mewujudkan Ensiklopedi Budaya Nusantara.

S3, “ kata fisikawan Prof Johannes Surya yang banyak membimbing Hokky

Semua tokoh yang mendapat Penghargaan Ahmad Bakrie adalah pribadi-pribadi Hooky juga telah menghasilkan lebih dari yang istimewa dan sangat inspiratif. Messeratus makalah ilmiah. Hasil penelitian- ki pertemuan dalam acara ramah tamah nya dimuat di berbagaiproceedings kon- tersebut cukup singkat, namun inspirasi ferensi dan jurnal internasional bergengsi yang mereka bagi begitu terasa bagi saya lainnya. Di jurnal Physica A, Hokky Si- dan para hadirin malam itu. tungkir membahas penggunaan persepsi jaring saraf buatan pada peta Poincare Ini adalah pertemuan yang sangat mengedata keuangan. Di Journal of Knowledge sankan, apalagi momennya bersamaan Management, ia membahas evolusi sis- dengan bulan Ramadan. Kami keluarga tem ekonomi. Karyanya juga dimuat di Bakrie akan terus mengapresiasi orangJournal of Social Complexity, Journal of orang hebat seperti mereka. Bangsa ini Peace and Conflict Resolution, Journal membutuhkan orang-orang seperti mereof Literary Complexity Studies, Journal of ka, orang-orang yang berprestasi dan bisa Mathematics and Culture, serta berbagai memberikan inspirasi kepada umat manuproceedings konferensi dan jurnal interna- sia. sional bergengsi lainnya. “Kalau berbicara di luar negeri, dia sudah dipanggil profes- sumber: http://aninbakrie.com/?p=1390 sor, walaupun dia tidak mau melanjutkan

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

72


LIFE & TIMES An Oasis of Peace for Book-Lovers in Menteng Tasa Nugraza Barley | November 04, 2011

Since its opening last year, Perpustakaan Freedom (Freedom Library) has become popular among university students and book lovers for its broad literary collection, cozy couches and comfortable ambience.  (Photo courtesy of Freedom Library) There’s a common perception among people in Jakarta that a library is an uncomfortable, boring or even spooky place, where dusty books are scattered everywhere. That’s not the case at Perpustakaan Freedom (Freedom Library), a public library on Jalan Proklamasi in Menteng, Central Jakarta. Every day, the library, which seems like an exciting oasis in an otherwise plain library desert, is packed with people who come to read quietly in a comfortable environment. In a city where public spaces are still hard to find, Freedom Library is a blessing.

73

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Owned by the Freedom Institute, which describes itself as the “Center for Democracy, Nationalism and Market Economy Studies,” the library opened late last year and was inaugurated by Vice President Boediono. Visitors will find that Freedom Library is different from other facilities they’ve visited. The library is located on the ground level of a beautiful minimalist, three-story building that resembles a roofless rectangle. The aesthetic warmth of the library permeates the entrance corridor, where you can see the rest of the facility through the large windows. Decorative wooden touches, such as ornate window frames, dominate the interior design, while the walls are decorated with photographs of Indonesian presidents and famous quotes, among them some apt words from Johann Wolfgang von Goethe: “To rule is easy, to govern difficult.” The library is filled with wooden tables and cubicles that can accommodate dozens of visitors, the majority of whom are university students who come to study or work on research projects. Freedom Library now has more than 12,000 book titles and 27,000 journals. Foreign magazines and newspapers are also available. Outside of the facility, visitors will find a small green garden that provides a social hub for visitors. There is also a coffee shop nearby, which is the perfect spot for people to enjoy some fresh air and caffeine while reading a good book. The garden also frequently hosts cultural events and social and political discussions. Oscar Gerhat is a librarian who manages a library in the Sudirman area. As a booklover, he says he enjoys spending time at Freedom Library. “It’s a very comfortable library,” he said. “I love spending hours here.” Oscar said that a good library shouldn’t always be big. “As long as it has a nice ambience and good books, people will come,” he said, adding that the city needs more public libraries like Freedom. The library also has several cozy couches and reclining chairs, so visitors can get comfortable while enjoying their reading picks from the library’s wide selection of books, journals and other publications. To support and encourage constructive discussions among young minds, a special discussion room is also available for use; this way, a heated discussion will not disturb those who want to read in peace. To provide ample reading light, the facility is equipped with aluminum lamps hanging from the ceiling. And the large windows successfully create the illusion that the library is even more spacious.

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

74


The windows also create an internal green space by allowing abundant views of the grass, plants and trees outside. And the facility is clean, which adds to its overall comfort. The library also has other modern conveniences such as air-conditioning and free Internet access. And the best part of Freedom Library is that it is free and open to the public so anyone can come in and enjoy a good read in comfort. With its welcoming environment and extensive collection, Freedom Library may quickly become the new hot spot for people in the capital who want to experience something different. Meanwhile, for book-lovers, this place will become a new haven. Freedom Library Wisma Proklamasi Jl. Proklamasi No. 41 Menteng Central Jakarta  Tel. 021 3190 9226 Monday-Friday:9 a.m. to 9 p.m. Saturday-Sunday:10 a.m. to 5 p.m.  freedom-institute.org sumber: http://www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/an-oasis-of-peace-for-booklovers-in-menteng/476299

75

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


LAMPIRAN III Statistik Perpustakaan

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

76


Grafik. Pengadaan koleksi buku pada tahun 2009 - 2011

Grafik. 10 Subjek terbanyak

Grafik. Layanan potokopi Buku pada tahun 2009 - 2011

77

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Grafik. Layanan potokopi Jurnal pada tahun 2009 - 2011

Grafik. Pendaftaran anggota perpustakaan pada tahun 2009 - 2011

Grafik. Kunjungan anggota perpustakaan pada tahun 2009 - 2011

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

78


Grafik. Kunjungan berdasarkan jam layanan pada tahun 2010 - 2011

Grafik. Kunjungan berdasarkan hari layanan pada tahun 2010 - 2011

Grafik. Pengunjung perpustakaan berdasarkan institusi

79

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Struktur Organisasi

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011

80


@freedominst www.freedom-institute.org 81

Laporan Kegiatan Feedom Institute 2011


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.